LEVITIKA
PENDAHULUAN
Dengan menjebut kitab ini "Kitab Levitika" maka hanja tradisi kuno sadjanlah
jang diteruskan, meski tradisi itu kurang tepat sekalipun. Tradisi tsb.
sesungguhnja berasal dari terdjemahan Junani jang kuno (Septuaginta l.k. th. 300
seb. Mas) dan liwat terdjemahan Latin (Leviticus) mendjadi umum. Melihat djudul-
djudulnja itu maka kiranja orang akan mentjari dalam kitab ini keterangan-
keterangan tentang kaum Levita, tetapi ternjata hanja sekali sadja disebut
namanja (25, 32-33). Apa jang diperbintjangkan didalam kitab ini ialah keimanan.
Maka itu nama jang paling tepat ialah "Kitab Keimanan" (demikianpun disebut oleh
terdjemahan Indonesia jang diterbitkan Lembaga Alkitab). Sudah barang tentu
orang merasa kurang puas dan senang dengan kata "imam" itu sendiri. Sebab "imam"
dalam agama Islam tidak ada sangkut pautnja dengan pendjabat ibadah dalam agama
Jahudi (Perdjandjian Lama) dan dalam agama Keristen Katolik. Tetapi kata itu
dikalangan Katolik di Indonesia sudah mendjadi biasa, sehingga boleh
dipertahankan sadja. Menilik isinja Kitab Levitika boleh disebut "Kitab pegangan
para imam Israel". Sebab didalamnja diutarakan djabatan serta tugas pekerdjaan
para imam, jang dalam bahasa Hibrani dinamakan "kohen" (Kata Arab Indonesia
"kahin" sama sekali lain artinja, meskipun aselinja sama sadja).
Djadi Kitab Levitika tidak memuat tjerita atau kisah, seperti kitab-kitab lain
dari Taurat Musa (Kedjadian, Pengungsian, Tjatjah Djiwa), tempat perundangan dan
tjerita bertjampur. Kitab Levita berisikan undang dan hukum semata-mata. Tjerita
pendek 10, 1-7; 10,16-20 dan 24,10-14 hanja mendjadi landasan sadja untuk hukum
tertentu, sehingga tidak boleh disebut "kisah". Kitab ini sesungguhnja sebagian
dari perundang-undangan besar jang terdapat dalam Peng. 25-31;34,29-40;31; Lv.
1-27 dan Tj. Dj. 1-10. Keseluruhan itu boleh dinamakan "perundang-perundangan
Gunung Sinai" perihal ibadah dan para imam. Dalam Kitab Pengungsian umat Israil
sampai digunung sinai dan disitu Allah mengikat perdjandjian dengannja. Kemudian
disadjikan hukum-hukum jang diberikan digunung Sinai dan sesudah banjak hukum
dan undang kisahnja diteruskan oleh Tj. Dj. 11 dengan berangkatnja umat Israil
sampai digunung itu. Dalam bagian terachir kitab Pengungsian kemah sutji
dibangun dan ditahbiskan. Lalu oleh Kitab Levitika disadjikan perundang-
perundangan tentang ibadah jang dilangsungkan disitu serta hukum-hukum tentang
para pedjabat ibadah serta tugas-tugas lainnja dan lagi hukum-hukum tentang
sjarat-sjarat jang harus dipenuhi untuk ikut serta dalam ibadah jang sutji itu.
Mudah sadja Kitab Levitika boleh dibagi atas empat bagian besar dengan suatu
tambahan.
I Bagian pertama memuat perundang-perundangan tentang upatjara kurban (pasal 1-
7). Dibitjarakan bahan kurban bakar (1,1-17), kurban santapan (2,1-16), kurban
sjukur (3,1-17), kurban penebus dosa (4,1-34), kurban pelunas salah (5,1-26).
Lalu semua kurban tsb. sekali lagi dibitjarakan tetapi dari segi lain, jakni
upatjaranja dan hak para imam atas sebagian dari kurban-kurban itu (6,1-7,38)
II Menjusulah pentahbisan para imam (8,1-10, 20), jang merupakan pelaksanaan
perintah jang sudah diberikan Peng. 29. Para imam ditahbisan (8,1-39), jaitu
Harun serta anak-anaknja dan itulah jang mendjadi upatjara pentahbisan
selandjutnja. Lalu (9,1-21) para imam baru itu mulai bertugas dengan
mempersembahkan semua kurban jang diatur oleh Lv. 1-7. Kemudian diperlihatkan
bagaimanan orang dihukum, djika tidak berpegang pada aturan sebagaimana
ditetapkan (10,1-11).
III Bagian ketiga mendjandjikan hukum-hukum tentang tahir dan nadjis (11,1-
15,33), jaitu tentang binatang halal dan haram (11,1-22), kenadjisan wanita jang
bersalin (12,1-8), penjakit kulit dan tjaranja diperiksa oleh para imam (13,1-
59), kurban pentahiran setelah penjakit kulit sembuh (14,1-32), dirumah nadjis
serta pentahirannja (14,33-57), nadjis akibat gedjala-gedjala seksuil (15,1-33).
Pasal 16 achirnja memaparkan dengan pandjang lebar upatjara pentjeriaan (16, 1-
34), jang sekali setahun harus dirajakan untuk menghapus segala dosa dan
kenadjisan umat. Pasal 16 ini boleh djuga dianggap sebagai bagian tersendiri.
IV Bagian terachir (17,1-26,46) memperbintjangkan kesutjian jang dituntut oleh
Allah jang kudus serta oleh ibadah sutji jang dirajakan Israil. Bahan kurban
jang chas, jakni darah serta dajanja, diutarakan dan djuga tempat kurban harus
dipersembahkan (17,1-16), lalu penggunaan serta halangan perkawinan jang sutji
(18,1-30). Menjusullah pelbagaihukum tentang perkara dari hidup sehari-hari
(19,1-37) dan hukum pidana (20,1-31). Berikutlah peraturan mengenai para
pedjabat ibadah, jakni para imam (21,1-22,16) dan tentang binatang jang boleh
dipersembahkan sebagai kurban (22,17-33). Disadjikan djuga daftar perajaan-
perajaan keigamaan serta ibadah jang bersangkutan (23,1-44), jaitu: hari Sabat
(23,3-4), paskah (23,5-8), perajaan berkaw pertama (23,9-14), pentakosta (23,15-
22), hari pertama bulan ketudjuh (23,23-25), hari pentjeriaan (23,26-32),
perajaan pondok-pondok daun-daunan (23,33-44). Lalu suatu kumpulan pelbagai
hukum tentang ibadah lagi, jakni tentang pelita tetap (24,1-4), roti pesadjen
(24,5-9), menghodjat dan hukum pembalasan (24,10-23). Ditetapkanlah perajaan
tahun istirahat, jaitu tahun Sabat (25,1-7) dan tahun pelepasan (25,8-55).
Kesemuanja itu sudah disudahi dengan sederetan berkah dan kutuk untuk orang jang
menepati atau melanggar hukum-hukum itu (26,1-46).
Pasal terachir Kitab Levitika (27,1-34) njata merupakan suatu tambahan sadja
jang menetapkan penggantian kurban nazar serta pernilaiannja (27,1-27) , barang
jang diharamkan (27,28-29) dan bagian sepersepuluh (27,30-33).
Melihat pembagian tsb. Kitab Levitika rupa-rupanja mewudjudkan suatu kesatuan
jang tjukup padat, apalagi oleh karena langsung dihubungkan seluruhnja dengan
pernjataan Allah digunung Sinai, seolah-olah sekali djadi diberikan oleh Jahwe
(Lv. 27,34). Hanja dalam bagian terachir kesatuan itu kurang djelas dan padat,
oleh karena hukum-hukum jang agak berlainan dideretkan begitu sadja. Tetapi
setelah diselidiki sedikit saksama kesatuan tsb. njata tjukup rapuh djuga
adanja. Pasal 8-10 tentang pentahbisan imam sesungguhnja melaksanakan perintah
dari Peng. 29 dan melandjutkan Peng. 40. Maka dari itu pasal 1-7 tentang kurban-
kurban kurang pada tempatnja disitu. Anehnja kurban-kurban jang sama sampai dua
kali diutarakan (ps. 1-5;6-7), meskipun dipandang dari segi jang sedikit
berbeda. Tapi mengapa tidak semua sekaligus diperbintjangkan? Dalam ps. 14,1-32
dua upatjara pentahiran tergabung, jakni kurban burung (114,1-9) dan kurban
domba (14,10-20.21-32). Hari pentjeriaan dua kali dibitjarakan dan upatjara
tidak seluruhnjaa sama dikedua tempat itu (16,1-34;23,26-32; bdk. Tj Dj 29,7-
11). Orang djuga mendapat kesan, bahwa upatjara pasal 16 itu merupakan tjampuran
dua upatjara jang aselinja tersendiri (16,8-10,20-22.26). Sebab didalamnja
terdapat hal-hal jang sama sampai dikatakan duakali (aj. 6 dan aj. 11-13; aj. 4
dan aj. 34; aj. 9b dan aj. 15-17). Ajat 3 sebenarnja kurang tjotjok dengan aj.
2 dan tidak meneruskannja. Ajat 4 memutuskan hubungan antara ajat 3 dan 5. Ada
dua kata penutup, jakni 29a dan 34. Ajat 29b-34 merupakan suatu tambahan sadja.
Gedjala-gedjala jang serupa diketemukan dalam bagian-bagian lain djuga. Undang-
undang jang sama dua kali terdapat, misalnja 19,18b dan 19,33-34;17,12 dan
19,26a; 18,17 dan 20,14; 18,21 dan 20,2-5; 18,22 dan 20,13;18,23 dan 20,15;19,9-
10 dan 23,22;10, 27-28 dan 21,5;19,31 dan 20,6;19,3b dan 26,2a dll. Seringkali
ada suatu kata pembukaan baru (misalnja: 1,1;4,1;5,14 dll.) dan kata penutup
djuga (misalnja 3,17;7,37-38;9,24; 11,46-47; 13,50;14,33.57;15,31-33;16,34 dll.)
Selain dari pada itu para ahli djuga mentjatat perbedaan bahasa dan gaja bahasa
dalam Kitab Levitika, sehingga sukar diterima kitab itu langsung disusun oleh
satu orang sadja.
Karena gedjala-gedjala tsb. dan jang serupa para ahli sampai berkesimpulan bahwa
bahan jang termuat dalam Kitab Levitika jang sekarang sudah mengalami
sedjarahnja sendiri sebelum dibukukan. Umum diterima bahwa bagian terbesar atau
seluruh Kitah Levitika berasal dari P (Lihat kata pendahuluan Kitab Kedjadian),
jakni dari kalangan para imam Israil. Tetapi tidak demikian halnja, bahwa pada
suatu hari tertentu beberapa imam duduk menggubah kitab ini, Bahan jang sekarang
termuat dalam Kitab Levitika dipelihara dan djuga ditjiptakan oleh kalangan tsb.
dan achirnja para imampun menjusun semua bahan itu dalam satu buku. Tetapi
pembukuan itu sendiri mengalami beberapa tahap dan tingkatan, sebelum selesai
dan achirnja termuat setjara terserak-serak dalam Taurat Musa sekarang.
Bahan itu ada pelabagai asal-usulnja dan djuga muntjul pada masa jang berlain-
lainan. Ada hukum, adat-istiadat jang kuno dan lama terpelihara dalam tradisi
lisan. Ada djuga jang lebih muda, bahkan beberapa undang barulah muntjul dimasa
pembuangan atau malah sesudahnja. Orang masih dapat mengenali adat-istiadat dan
hukum jang tjotjok dengan masa suku-suku Israil masih berkelana dipadang gurun
dengan kawannja. Lain-lain sesuai dengan bangsa Israil jang menetap sebagai kaum
di Palestina. Ada djuga jang tjotjok dengan djaman para radja. Nampaklah pula,
bahwa adat-istiadat, perundangan dan ibadah umat Allah terpengaruh oleh dunia
luar, jaitu oleh dunia luar, jaitu oleh adat-istiadat, hukum-hukum dan ibadah
bangsa-bangsa tetangga, seperti Mesir, atau agama-agama kafir dinegeri Kena'an.
Sudah barang tentu semua unsur asing itu dibersihkan dari segala sesuatu jang
tidak tjotjok denga agama Israil dan djuga disesuaikan dengan keperluan bangsa
itu pula. Sepandjang sedjarahnja makaa terdjadilah, bahwa adat-istiadat dan
hukum-hukum ibadah tsb. sedikit dibuat suatu synthese jang sungguh-sungguh baru,
sehingga perundang dan ibadah Israil akan Tuhan jang Mahaesa jaitu Jahwe, Allah
Israil. Allah itu mengikat suatu perdjandjian dengan umatNja. Semuanja undang
itu hanja satu sadja maksudnja, jaitu mendjamin pelaksanaan perdjandjian
tersebut.
Pembukuan semua bahan itu menempuh beberapa tahapan. Pembagian Kitab Levitika
jang disadjikan diatas bukan hanja pembagian kitab ini sadja, tetapi djuga
sedikit banjak menampakkan tingkatan pembukuan bahan itu sepandjang sedjarah.
Pertama-tama nampaklah dalam Kitab Levitika dua kumpulan hukum jang besar, jakni
pasal1-16 dan pasal 17-26. Pasal 27 sebagai tambahan ada kedudukkannja sendiri
djuga. Kedua bagian tsb. agak berlainan, bukan hanja dalam isinja sadja, tetapi
djugaa dan terutama dalam semangat jang mendjiwai keseluruhan. Bagian pertama
itu merupakan perundang-perundangan ibadah jang menaruh perhatian chusus pada
segi lahiriah ibadah itu dan pada hal-hal jang membatalkan atau menghalang-
halangi ibadah itu, lagi pula perhatian chusus diberikan kepada alat-alat jang
sanggup menghapus halangan-halangan tersebut. Bagian kedua tentu djuga
memberikan perhatian kepada ibadah, tetapi lebih-lebih menekan kesutjian jang
dituntut dari seluruh umat Allah disegala bidang kehidupan. Dengan perkataan
lain: bagian kedua itu tidak berasal dari kalangan jang satu dan lagi sama.
Latarbelakangnja adalah lain.
Bagian pertama (pasal 1-16) pada gilirannja terdiri atas beberapa kumpulan hukum
jang dalam garis besarnja kiranja mula-mula tersendiri dan dikumpulkan dahulu
dari bahan jang sudah ada. Mungkin pulalah salah satu kumpulan dari padanja
kemudian baru disusun setelah jang lain-lain sudah diramu mendjadi satu,
sehingga berupa tambahan belakangan sadja. Dalam hal ini para ahli memang tidak
sependapat.
Nah, kumpulan hukum jang terutama ialah pasal1-10. Kumpulan itu lazimnja disebut
"Taurat Kurban", sebab isinja ialah peraturang jang berkenaan dengan kurban.
Mungkin sekali kumpulan itupun terdiri atas dua kumpulan jang lebih ketjil lagi
jang disusun mendjadi satu. Sebab pasal 1-5 memperbintjangkan kurban, tegasnja
bahan jang boleh dan harus dipakai dalam kurban dan tjaranja kurban itu harus
disediakan. Pasal 6-7 sekali lagi berbitjara tentang kurban itu tapi sekarang
lebih-lebih mengenai apa jang mendahului serta menjusul kurban itu sendiri.
Ditetapkan pula bagian mana dari kurban jang harus diberikan kepada imam. Adapun
7,22-27 kurang djelas kedudukkannja dan barangkali disisipkan kedalam kumpulan
itu setelah selesai disusun. Pasal 8-10 boleh disebut "Kitab Upatjara
Pentahbisan Imam". Bagian inipun aselinja kiranja suatu kesatuan tersendiri
bersama dengan Peng. 29,1-35, meskipun 9,1-21 mungkin ditambahkan diwaktu 8,1-
338 digabung dengan "Taurat Kurban". Sebab 9,1-21 terang-terangan mengingatkan
kepada Lv. 1-4. Memang sukar sekali ditetapkan kapan kesatuan ini (Lv. 1-10)
tertjipta. Ada jang berkata: dimasa pembuangan, pada akhir masa itu dan ada
djuga jang berkata: sesudah pembuangan. Jang terachir inilah kiranja pendapat
jang lebih benar.
Pasal 11-16 merupakan kumpulan lain, jakni hukum tentang tahir dan nadjis.
Karenanja bagian ini dinamakan "Taurat Ketahiran". Sudah barang tentu dalam
kumpulan itu terhimpun bahan jang sudah lama ada, tetapi kiranja belum dibuat
mendjadi satu "buku". Maka dari itu boleh djadi disini untuk pertama kalinja
disusun demikian. Boleh diterima kumpulan itu dibuat waktu pembuangan, malah
sebelumnja sudah. Tetapi ada ahli jang melepaskan pasal 11 jang dipertalikan
dengan Lv. 17-26; demikianpun pasal 16, upatjara hari pentjeriaan, jang
dikatakan baru dibuat sesudah pembuangan, meskipun dengan bahan jang sudah ada
sebelumnja. Malah ada sementara ahli jang melepaskan pasal 14 djuga, jang
merupakan tjampuran dua upatjara dan baru didjaman kemudian digandingkan dan
begitu disisipkan kedalam hukum-hukum tentang tahir dan nadjis itu. (Tentang
pasal 16 lihat dibawah ini).
Bagian kedua Kitab Levitika (pasal 17-26) biasanja diberi djudul: "Taurat
Kesutjian". Sebabnja ialah: berulang-ulang terdapatlah rumus ini (atau jang
serupa): Hendaklah kudus (sutji), sebab kuduslah Aku, Jahwe, Allahmu (bdk.
19,2;20,8.26;21,6.8.15.23; bdk. 22,9.16.32). Kumpulan hukum ini kiranja masih
terdiri atas berapa kumpulan ketjil jang mendahuluinja. Diatasnja masih terdiri
atas beberapa kumpulan ketjil jang mendahuluinja. Diatas ini sudah ditundjuk,
bahwasanja terutama dalam bagian ini terdapatlah hukum jang sampai dua kali
dimuat. Hal itu dianggap orang sebagai bekas-bekas dari kumpulan-kumpulan ketjil
lain. Anehnja susunan "Taurat Kesutjian" ini agak serupa dengan susunan kitab
hukum dari Kitab Ulangtutur (pasal 12-26). Seperti bagian Kitab Ulangtutur tsb.
demikianpun Taurat Kesutjian mulai dengan memperbintjangkan tempat kurban-kurban
harus dipersembahkan dan iapun berachir dengan sederetan berkah dan kutuk.
Penetapan-penetapan seperti 18,1-4/24-30;20,22-23 segera megingatkan Kitab
Ulangtutur. Dan sebagaimana Kitab Ulangtutur berupa pidato, demikianpun bagian
Kitab Levitika tsb. aselinja berupa pidato djuga (bdk. Lv. 17,8;18,2-6.24-
33;19,2;20,7.8.22-27;21,8;22,20.22.24-25.28-29.31-32). Kedalam rangka pidato itu
disisipkan matjam-matjam hukum dan adat-istiadat, entah lepas-lepas entah sudh
terkumpul dahulu. Sebagian malah baru ditambahkan setelah kumpulan itu itu
selesai disusun. Para ahli belum sependapat tentang djaman dan tempatnja
kumpulan itu selesai disusun. Ada jang mengira tempatnja dikeradjaan Juda,
maklumlah di Jerusjalem. Kumpulan itu disusun untuk Bait Allah di Jerusjalem,
setelah hanja tempat sutji itu sadjalah dianggap sjah. Sebagaimana Ulangtutur
merupakan undang-undang keradjaan Israil (?) untuk memusatkan ibadah,
demikianpun maksud Taurat Kesutjian itu. Maka dari itu dalam kumpulan besar itu
terhimpun perundang-perundangan dan adat-istiadat jang dahulu berlaku ditempat-
tempat sutji lainnja di Juda. Mungkin Taurat Kesutjian itu sudah disusun pada
djaman para radja (Josjijahu th. 609?). Tetapi ahli-ahli lain menunda djaman
penjusunannja sampai masa pembuangan. Menurut sementara ahli potongan-potongan
dari Taurat Kesutjian itu dilepaskan pada waktu dihubungkan dengan kumpulan
hukum lain (Lv. 1-16), sehingga sekarang bagian-bagian Taurat itu terserak-serak
ditempat lain (misalnja: Lv. 2,11-12;7,23-26.32;11,2-31.35- bdk. 32. 38.39.422-
45 dan mungkin seluruh pasal 9; dalam pertaliannja jang sekarang hukum-hukum
tsb. kurang tjotjok, pada hal sesuai dengan Taurat Kesutjian). Para ahli masih
berusaha menetapkan bagian-bagian manakah jang termasuk kedalam Taurat Kesutjian
jang aseli (sebagai kumpulan besar). dan bagian-bagian manakah jang berusaha
tambahan jang kemudian disisipkan. Tetapi usaha demikian itu sukar dan hasilnja
djarang-djarang sadja sampai kekepastian, sehingga para ahli djauh dari
sependapat dalam hal itu.
Djadi sedjarah kedjadian Kitab Levitika Lk. sbb.: Mula-mula bahan (adat-istiadat
dan hukum-hukum) dihimpunkan dalam kumpulan-kumpulan ketjil. Kemudian dibuatlah
kumpulan-kumpulan lebih besar lagi dipelbagai tempat dan djaman dan achirnja
disusun satu "Kitab Hukum Para Imam", jang memuat djuga beberapa tjerita, jakni
apa jang disebut P. Bahan-bahan dan kumpulan-kumpulan tsb. disadur seperlunja
serta disesuaikan. Pada achir pembuangan atau sesudahnja "Kitab Hukum Para Iman"
digandingkan dengan bahan lain lagi (J dan E), sehingga lahirlah "Taurat
Musa". Dan mungkin sekali sesudah itu masih diselipkan kedalam Taurat Musa jang
sudah selesai itu bahan-bahan lain dari luar. Djadi Kitab Levitika sesungguhnja
adalah sebagian dari "Kitab Hukum Para Imam" (P) tsb.
Kalau demikian terdjandjinja Kitab Levitika maka sudah barang tentu kitab itu
bukanlah karangan Musa. Apa jang telah dikatakan tentang Taurat Musa pada
umumnja boleh diterapkan pada Kitab Levitika djuga. Sesungguhnja Kitab Levitika
sendiri menggandingkan seluruhnja dengan pernjataan Allah digunung Sinai dengan
perantaraan Musa (bdk. 25,1.26.46;1,1;4,1;6,1.12). Tetapi ungkapan jang
sedemikian itu kiranja harus dianggap sebagai alat kesusasteraan belaka jang
merumuskan suatu anggapan teologis dan bukan kedjadian historis. Dalam anggapan
Israil peristiwa mahapenting digunung Sinai itu mendjadi pangkal tolak-tolak
seluruh seluruh agama Israil serta perkembangan selandjutnja. Kedjadian itu
tidaklah hilang, melainkan terus dilangsungkan dalam umat Jahwe, terutama dalam
ibadahnja. Perkembangan selandjutnja dianggap sebagai dan sesungguhnjaa
merupakan landjutan sadja dari lembaga jang ditanam oleh penampakan di Sinai
itu. Perkembangan sesudah pembuanganpun berurat-berakar dari situ. Sudah barang
tentu perkembangan itu amat dipengaruhi dan malahan dipaksakan oleh keadaan
sedjarah jang njata dan oleh perhubungannja dengan bangsa-bangsa lain. Akan
tetapi Israil jakin, bahwa umat Allah seluruhnja dan djuga sedjarah dipimpin
serta dikemudikan oleh Jahwe, sehingga hukum-hukum jang serupa itupun
dikehendakiNja pula. Israil jakin pula, bahwa kemadjuan selandjutnja tidak
menjeleweng dari pernjataan ilahi jang semula itu, melainkan hanja
mengembangkannja sadja. Karena anggapan itulah maka semua hukum dan undang serta
upatjara dirumuskan sedemikian rupa, sehingga semua langsung dimaklumkan oleh
Jahwe sendiri. Dengan demikian dipertahankan kesatuan dan keaselian perundangan
dan ibadah Israil sepandjang sedjarah. Semua digandingkan dengan perdjandjian
jang telah diikat oleh Allah digunung Sinai dan perdjandjian itu dilaksanakan
dalam hukum dan ibadah tsb. Djadi anggapan jang merupakan latarbelakangnja bukan
anggapan historis melainkan anggapan teologis tertentu.
Baiklah kiranja disini diperbintjangkan sebentar beberapa lembaga keigamaan,
ibadah, jang diutarakan oleh Kitab Levitika. Sebab lembaga-lembaga itu maha
penting dalam hidup keigamaan Israil dahulu kala.
Jang pertama ialah imamat. Kitab Levitika sesungguhnja berpusat pada keimanan
serta tugasnja jang bermatjam ragam. Anehnja kaum Levitika sama sekali tidak
disebut-sebut sedangkan mereka sering disebut dalam kitab-kitab Taurat Musa
jang lain. Para imam dianggap turunan Harun (anak-anak Harun) sehingga kaum
Levita tidak mendjabat imam. Tetapi keadaan itu merupakan achir suatu
perkembangan dalam sedjarah jang pandjang sekali. Dalam pembuangan barulah
keadaan itu mendjadi terang, jaitu dengan muntjulnja nabi Jeheskiel jang
membedakan imam dan Levita dan tugas keimaman diserahkan kepada imam sadja, jang
adalah turunan Sadok (Jehesk. 44,6-31). Tetapi dahulu kala kaum Levita dengan
tidak ada jang diketjualikan boleh mendjabat imam, sehingga "imam" dan "Levita"
sama sadja (bdk. Ul. 10,8;17,9. 18;18.1 dll.) Menurut Ul. 18,6-7 kaum Levita
jang dari tempat-tempat sutji lainnja datang ke Jerusalem, sewaktu tempat-tempat
sutji lain itu dihapuskan, boleh bergilirbakti dalam Bait Allah di Jerusalem
sama seperti kaum Levita jang sudah bertugas disitu. Sebagaimana sekarang ada
teks kitab Ulangtutur tsb. pasti mengenai Jerusjalem, meskipun aselinja mungkin
berkenaan dengan pusat ibadah lainnja. Kaum Levita jang tidak datang ke
Jerusjalem memang tidak boleh lagi mendjalankan ibadah, sebab ditempat-tempat
sutji lain ibadah jang sjah tidak mungkin lagi diadakan. Dengan djalan itu
muntjul dua matjam Levita, jakni jang bertugas di Jerusjalem sebagai imam dan
jang tinggal dipedalaman dengan tidak bertugas lagi. Nah, apa gerangan jang
terdjadi antara djaman Kitab Ulangtutur dengan peraturannja itu dan nabi
Jeheskiel (masa pembuangan)? Ternjata kaum Levita diturunkan deradjatnja dan
mendjadi pelajan para imam dalam ibadah. Pada garis besarnja perkara itu kiranja
berlangsung sbb. Waktu masih ada beberapa tempat sutji di Israil, semua Levitika
bertugas sebagai imam disitu. Di Jerusjalem dahulu bertugas keluarga Ebjatar dan
Sadok (dimasa Dawud, bdk. II Sjem. 8,17;20,25). Tetapi keluarga Ebjatar
diturunkan serta dibuang oleh Sulaiman (bdk. I Rdj. 2,26-27), sehingga hanja
keluarga Sadok sadja tinggal di Jerusjalem dahulu bertugas sebagai imam. Waktu
tempat-tempat sutji lain dilarang (Ulangtutur) kaum Levita diluar Jerusalem
diidjinkan datang serta bertugas di Jerusjalem. Tetapi kaum Sadok tidak
memperbolehkannja dan merebut keimaman sebagai keistimewaannja jang chas (bdk.
II Rdj. 23,9). Dimasa pembuangan keadaan jang njata itu dibenarkan (oleh nabi
Jeheskiel, seorang imam dari Jerusalem) dan dengan demikian disiapkan masa
sesudah pembuangan. Mungkin sekali kaum Ebjatar berhasil merebut dirinja
persamaan dengan kaum Sadok. Maka dari itu dalam Bait Allah jang baru turunan
Harun (liwat Sadok dan Ebjatar) bertugas sebagai imam dan sekalian kaum Levita
lainnja jang mendjadi pelajan ibadah. Keadaan itu achirnja dimasukkan djuga
kedalam Taurat Musa, sehingga disitu njata ada perbedaan antara kaum imam
(turunan Harun) dan kaum Levita lainnja jang mendjadi pembantu mereka (bdk. Tj.
Dj. 3,1-9;8,19;19,1-7). Kitab Levitika hanja membahas tugas para imam dan tidak
berbitjara tentang kaum Levita.
Tugas utama para imam dalam Kitab Sutji ialah mempersembahkan kurban jang
berupa-rupa. Tapi hanja bagian inti, jakni merendjiskan atau menumpahkan darah
serta membakar lemak dan daging kurban, jang merupakan keistimewaan imam.
Penjembelihan dilakukan oleh orang lain. Tetapi para imam djuga bertindak
sebagai djurubitjara Allah (disamping para nabi) (bdk. Ul. 33,8-10), jaitu
dengan melajani undi sutji, Urim dan Tumim. Tugas itulah kiranja tugas mereka
jang paling dahulu bersama dengan pendjagaan tempat-tempat sutji. Merekapun
"pendjaga" Taurat, artinja mereka memberi "fatwa" untuk mengetrapkan peraturan
Taurat pada hal-hal jang njata (bdk. Lv. 10,10; Ul. 31,9.26;33.10; Mich. 3,11;
Jr. 18,18). Dalam Kitab Levitika merekapun diserahi tugas untuk menetapkan siapa
jang nadjis dan jang tahir, sehingga orang itu boleh atau tidak boleh ikut dalam
ibadah (Lv. 11-16). Namun demikian tugas para imam makin lama makin lebih
berpusatkan kurban jang beraneka ragam.
Kitab Levitika (Pasal 1-7) memperbintjangkan kurban-kurban jang dipersembahkan
oleh para imam Israil. Baiklah keterangan serba singkat diikutsertakan disini.
Kurban jang terpenting ialah kurban bakar (Lv. 1,1-17;6,1-6). Istilah Hibraninja
ialah "olah", artinja: jang naik, atau: jang dinaikan (jaitu dalam asap) kepada
Tuhan. Adakalanja kurban itu disebut "kalil", artinja (kurban) "semesta".
Kechasan kurban itu ialah: seluruhnja dibakar (ketjuali paha binatang jang
mendjadi bagian imam), djadi tidak ada sebagian jang dimakan oleh orang jang
mempersembahkan kurban itu. Rupa-rupanja kurban itupun kurban jang paling kuno
dan tentu sadja tjotjok dengan suku-suku jang memiara ternak seperti Israil
dahulu digurun dan para bapa bangsa. Binatang jang dipergunakan dalam kurban itu
haruslah djantan dan tak bertjatjat. Darahnja ditjurahkan pada mesbah dan
dagingnja dipotong-potong kemudian ditaruh diatas api mesbah serta dibakar
habis. Didjaman kemudian kurban bakar itu tidak ada. Menurut anggapan Kitab
Levitika maksud utama kurban bakar ialah memulihkan dosa dan pelanggaran,
sedangkan dahulu kurban itu bermaksud menjembahh Tuhan serta bersjukur kepadnja.
Kurban lain ialah jang dalam bahasa Hibrani dinamakan "zebah sjelamim" (Lv. 3,1-
17;7.11-21). Arti istilah itu kurang djelas. Terdjemahan Junani menghubungkan
kata ini dengan kata "sjalom" (salam, damai). Karena itu istilah itu sering
diterdjemahkan dengan "kurban sjukur" Hanja pabila kurban sedemikian itu tidak
tjotjok, kamipun menggunakan istilah "kurban perdamaian". Tetapi pada umumnja
kurban itu mempunjai sifat gembira dan dipersembahkan apabila ada alasan untuk
bersjukur. Djadi dengan kurban tsb. orang bersjukur kepada Allah dan masuk
persekutuan denganNja (karenanja ada istilah: kurban persekutuan). Kurban itu
berupa djamuan sutji. Sebagian dari binatang dibakar dan dengan demikian
diberikan kepada Tuhan--darah memang seluruhnja ditumpahkan - sebagian diberikan
kepada imam dam bagian ketiga dimakan oleh orang jang mempersembahkan kurban
itu. Binatangnja harus djantan dan tak bertjela. Ada tiga matjam kurban sjukur
tapi perbedaannja kurang djelas, jaitu: kurban pudjian, kurban sukarela dan
kurban nazar.
Istilah Hibrani "hattat" kami terdjemahkan dengan "kurban penebus dosa". Boleh
djuga diterdjemahkan: "kurban penjilih" atau: "kurban lantaran dosa". ataupun:
"kurban pemulih dosa". Kurban itu diutarakan Lv. 4,1-35,5,7-13;6,17-23. Kata
Hibrani "hattat" berarti baik dosa maupun kurban jang memulihkan dosa itu.
Perbedaan kurban ini dengan kurban "pelunas salah" kurang djelas djuga. Tetapi
pada umumnja (tidak selalu) kurban penebus dosa ialah kurban jang memulihkan
pelanggaran hukum Allah manapun jang tidak sengadja. Upatjara kurban itu sedikit
berbeda apabila dipersembahakan untuk dosa imam agung (jang mewakili rakjat
djuga dalam dosanja), untuk umat seluruhnja atau untuk pemimpun dan orang
perseorangan. Sebagian dari darah kurban untuk imam agung dan djemaan
dipertjikkan didalam tempat sutji (Baitullah), lemaknja dibakar diatas mesbah,
tapi dagingnja dibakar diluar tempat sutji. Upatjara chusus dalam kurban itu
ialah: orang jang mempersembahkan kurban ini menumpang tangannja diatas kepala
binatang jang hendak disembelihnja. Makna isjarat itu sebenarnja kurang djelas,
meskipun banjak ahli berpendapat, bahwa dengan djalan itu seolah-olah dosa
dipindahkan kepada binatang itu.
Kurban pelunas salah (lv. 5,1-6. 14-26;7,1-10) amat serupa dengan kurban penebus
dosa tsb. Orang mendapat kesan, bahwa sepandjang sedjarah kedua kurban itu makin
lama makin disamaratakan sadja. Namun demikian ada ahli jang mentjatat perbedaan
ini: kurban pelunas salah hanja wadjib dipersembahkan karena dosa tertentu
sadja, jakni (pada umumnja) dosa jang diperbuat dengan tidak sengadja tapi
dianggap merugikan baik hak ilahi maupun hak sesama manusia (dosa lawan sesama
dianggap djuga dosa kepada Allah). Karena itu orang harus membajar "ganti rugi".
Sebelumnja ia seolah-olah berutang kepada Tuhan. Itu pun sebabnja maka kami
terdjemahkan "kurban pelunas salah". Suatu terdjemahan lain misalnja: "kurban
lantaran salah". Karena anggapan tsb. dapat dimengerti pulalah mengapa kurban
itu disertai denga sematjam denda tambahan. Istilah Hibraninja, jakni: "asjam"
berarti baik kesalahan terhadap seseorang, penghinaan, maupun korban jang
memulihkannja. Tetapi mungkin djuga maksud kurban tsb. tidak hanja "memberi
ganti rugi", tetapi djuga "menangkis kutuk". Kechasan kurban itu ialah: darahnja
tidak dibawa kedalam tempat sutji (Baitullah) dan dagingnja dibakar diluar
tempat sutji.
Dengan "kurban santapan" kami menterdjemahkan istilah Hibrani "minhah" (Lv. 2,1-
16;66,7-16). Perkataan Hibrani itu amat luas artinja, sehingga dapat
menundjukkan sembarangan persembahan dan pemberian. Tetapi dalam kitab Levitika
istilah itu berarti: suatu kurban jang terdiri atas makanan jang bukan daging.
Boleh diterdjemahkan djuga dengan "kurban persadjian" (bdk. terdjemahan
Keristen). Pada pokoknja kurban santapan itu ialah gandum jang disediakan dengan
pelbagai tjara, baik jang dipanggang, maupun jang dibakar atau berupa kue.
Kurban itu dapat dipersembahkan sebagai kurban tersendiri dan terpisah, tetapi
biasanja merupakan tambahan pada kurban lain. Lazimnjaa sebagian dari kurban
santapan dibakar (ketjuali kurban santapan imam sendiri) dan bagian jang dibakar
itu dinamakan "peringatan". Maksud istilah itu kurang djelas (lih. tjatatan Lv.
2,2).
Ada djuga kurban "harum-haruman" (Lv. 16.12-13;2,1-2;10,1). Biasanja harum-
haruman itu adalah tjampuran pelbagai harum-haruman dan hanja satu unsur ialah
ukup. Kurban itu dapat dipersembahkan terpisah dari kurban lain dan kalau
demikian dibakar atas mesbah tersendiri, jakni mesbah dupa. Dalam ibadah Israil
kurban harum-haruman itu dua kali sehari disampaikan, jakni pagi-pagi dan petang
hari. Tetapi kurban harum-haruman itu seringkali djuga merupakan suatu tambahan
pada kurban lain bersama-sama kurban santapan. Kalau demikian maka kurban itu
terdiri atas dupa semata-mata dan dibakar bersama dengan kurban lain itu. Rupa-
rupanja Kitab Levitika tidak suka akan kurban itu. Sebabnja kiranja: kurban
harum-haruman adalah kurban kegembiaraan, padahal Kitab Levitika memandang
kurban terutama sebagai alat untuk memulikan dosa.
Kitab Livitika masih menggunakan istilah lain jang kami terdjemahkan dengan
"kurban api". Bukankah suatu kurban tersendiri melainkan istilahnja dipakai
berkenaan dengan kurban jang dibakar sebagiannja atau seluruhnja. Kitab Levitika
sendiri kiranja menggandingkan istilah "isjsjeh" itu dengan kata Hibrani "esj"
jang berarti api. Tapi kurang pasti apakah demikian arti aselinja. Sementara
ahli berpendapat, bahwa istilah itu mula-mula menundjukkan redjeki; kurban
dianggap redjeki Allah. Istilah "isjesjeh"tsb. atjap kali disertai dengan
istilah "harum jang memadakan (Tuhan)". Istilah itu tentu sadja tjukup
anthropomorphis djuga: Tuhan dibajangkan seakan-akan disenangkan oleh bau kurban
jang dibakar itu.
Pasal 16 Kitab Levitika (dan 23,26-32) menjadjikan peraturan tentang upatjara
hari raja jang kami beri djudul: "Hari besar Pentjeriaan". Istilah Hibraninja
ialah "jom-hak-kippurim", atau "jom kippor". Adapun kata kppr itu kurang djelas
artinja dan asal-usulnja dan karenanja ada pelbagai terdjemahannja. Kami
menerima, bahwa kata itu ada sangkutpautnja dengan perkataan jang artinja:
membersihkan, mentjutjikan dsb. Arti kata itu kiranja tjotjok dengan Kitab
Levitika, chususnja dengan pasal 11-16 jang membitjarakan perkara tahir dan
nadjis. Kiranja upatjara itu terutama dianggap sebagai alat untuk mentahirkan
Israil dari segala kenadjisannja. Sudah barang tentu terutma dimasa kemudian
kenadjisan itu bukan hanja kenadjisan rituil dan lahiriah belaka, tetapi
merangkum djuga dosa batin. Tetapi aselinja kiranja lebih-lebih mengenai
kenadjisan rituil sadja. Adapun "Hari Pentjeriaan" itu adalah mahapenting dalam
agama Jahudi hingga dewasa ini dan dianggap menghapus segala dosa jang
sepandjang tahun diperbuat oleh umat Allah.
Namun demikian perajaan itu sesungguhnja merupakan achir dan puntjak suatu
perkembangan dalam agama Israil jang agak lama berlangsung dan dalam rupa
lengkap upatjara dimasa agak belakangan muntjul dalam sedjarah agama Israil.
Dalam Taurat Musa hari raja itu beberapa kali diutarakan (Peng. 30,10;Lv.
16;23,26-32;25,9; Tj. Dj. 18,7;21,7-11). Tetapi nas-nas tsb. oleh banjak ahli
dianggap bagian-bagian jang kemudian disisipkan kedalam perundangan tentang
ibadah. Dan hal itu boleh diterima djuga. Sebab dalam kitab-kitab lainnja dari
Perdjandjian Lama perajaan itu tak pernah disebut-sebut, bahkan dalam Kitab
Esra/Nehemia jang mengisahkan hari-hari raja jang dirajakan Israil setelah
kembali dari pembuangan, Hari Pentjeriaan itu tidak sampai disebut. Hal itu
aneh betul mengingat kedudukan penting jang dipegang perajaan itu dalam Kitab
Levitika. Orang tjondong mengambil kesimpulan, bahwa perajaan itu dahulu belum
ada atau setidak-tidaknja kurang penting dalam ibadah Israil. Oleh karenanja
sementara ahli menerima sadja, bahwa perajaan itu baru berkembang sesudah djaman
Esra/Nehemia (sekitar th. 300 seb. Mas. ). Tetapi ahli-ahli lain berkata: Aneh
betul suatu perajaan dalam mana peti perdjandjian memegang peranan demikian
penting (bdk. Lv. 16,13-14.15) ditjiptakan setelah peti perdjandjian sudah lam
lenjap dan tidak ada lagi dalam Baitullah. Masalahnja memang agak berbelit dan
ruwet sekali. Mungkin dapat dikatakan sbb: Dahulukala sudah ada upatjara jang
serupa dengan Hari Pentjeriaan, tetapi upatjara itu kurang penting. Sesudah
pembuangan upatjara aseli itu diperkembangkan dan bertjampur dengan upatjara-
upatjara lain dan achirnja mendjadi perajaan terpenting. Mengingat kesadaran
terhadap dosa jang pada kaum Israil sesudah pembuangan amat kuat upacara
sedemikian itu tentu dapat menarik perhatian. Dengan demikian dapat dimengerti,
bahwa dari satu pihak tidak ada berita dari djaman sebelum pembuangan tentang
upatjara jang dimasa itu kurang penting, dan dari lain pihak peti perdjandjian
memegang peranan dalam upatjara jang kemudian diperkembangkan mendjadi perajaan
jang utama.
Dan sesungguhnja orang berkesan, bahwa dalam upatjara Hari Pentjeriaan ada dua
upatjara bertjampur. Diatas ini sudah dikatakan teksnja kurang lantjar
djalannja. Kiranja aj 3-4.11-14.15-19.23-25.27-29 adalah satu upatjara (jang
pada gilirannja terdiri atas dua?) dan aj. 5-10.20-22.26 memuat upatjara lain.
Mungkin upatjara terachir inilah bagian jang paling kuno dari ibadah Hari
Penteriaan.
Djadi ada upatjara kurban. Imam agung mempersembahkan kurban lembu djantan buat
dosanja sendiri dan dosa keluarganja, ialah para imam. Ia masuk kedalam Kudus-
mukadas (sekali setahun sadja) dan mendupai penutup peti perdjandjian serta
merendjiskan darah kurban tsb. atasnja (Lv. 16,11-14). Kemudian ia
mempersembahkan seekor kambing djantan buat dosa umat dan darahnja dipertjikkan
diatas penutup peti perdjandjian (Lv. 16,15). Lalu tempat kudus dan chususnja
mesbah ditahirkan dengan darah lembu djantan dan kambing djantan itu (Lv. 16,16-
19; bdk. 16,33). Tetapi disamping upatjara tsb. ada upatjara lain jang agak
berbeda. Ada dua ekor kambing djantan dari umat. Undi dibuang diatasnja dan
seekor mendjadi kurban penebus dosa guna umat dan seekor ditempatkan "dihadirat
Jahwe". Imam agung menumpangkan tangannja atas kepala binatang itu, jang lalu
diantar kegurun serta dilepaskan disitu "buat Azazel (sjaitan?). Kambing djantan
itu membawa serta dosa umat (Lv. 16,8-10.220-22). Upatjara jang aneh itu
sungguh menundjukkan djaman azali Israil. Boleh ditambahkan, bahwa upatjara
jang serupa ada djuga dalam ibadah di Babel.
Hari Pentjeriaan dirajakan dengan tjara lain lagi. Hari itu adalah hari
istirahat jang mutlak dan hari puasa mutlak djuga. Agama Israil hanja mengenal
hari puasa itu sadja sebagai suatu kewadjiban umum. Istilah Kitab Sutji jang
menundjukkan puasa itu ialah "merendahkan diri".
Sudah barang tentu Kitab Levitika bukanlah kitab Perdjandjian Lama jang paling
menarik pembatja modern. Orang sampai bertanja: Apa gunanja kitab itu bagi
kita, orang-orang keristen? Upatjara kurban dengan daging jang dipotong-potong
serta dibakar, sehingga seolah-olah orang mentjium bau busuknja, darah jang
mengalir; tahir dan nadjis, penjakit kulit dan kenadjisan rumah. Bukankah
kesemuanja itu sudah ketinggalan djaman dan apa manfaatnja membatja serta
mempeladjari kesemuanja itu? Boleh disetudjui, bahwa Kitab Levitika ini begitu
sadja tidak ada banjak manfaatnja lagi bagi kita. Namun demikian rupanja
generasi keristen jang pertama belum merasakannja begitu. Sebab kitab inipun
dalam Perdjandjian Baru dikutip (Lk. 2,22.24;Mt. 8,4; Lk. 17,14; Mt. 12,4)
sebagai hukum Allah jang patut ditepati. Adakalanja hukumnja diketjam (Mt.
5,33.38.43) tetapi ada djuga beberapa ajat dipetik dan disetudjui oleh
Perdjandjian Baru (1 Ptr. 1,16; Lk. 10,28; Rm. 10,5; Gl. 3,12; Mt. 19,19;22,39;
Whj. 5,1.6.8;21,9; Ks. Rs. 7,51; Lk. 1,72). Latar belakang surat kepada orang-
orang Hibrani ialah djustru Kitab Levitika jang djustru Kitab Levitika jang oleh
pengarang surat tsb. diperlihatkan sebagai persiapan untuk ibadah Kristus, jang
melengkapi serta djauh melampaui ibadah ibadah lama jang bersifat sementara dan
rapuh itu. Djadi surat itulah suatu tjontoh bagaimana Kitab ini dapat dibatja
setjara keristen. Dalam ibadah Katolik Levitika djarang-djarang dipakai,
sehingga nampaknja liturgi kurang suka akan kitab itu.
Dan sudah barang tentu sebagai kumpulan hukum jang terperitji dan upatjara-
upatjara jang bersangkutan Kitab Levitika ketinggalan djaman. Namun demikian
didalamnja termuat suatu kabard langgeng serta awet jang bernilai serta berlaku
didjaman Masehi djuga. Apa jang hendak diwudjudkan oleh ibadah dan hukum rituil
itu terus mau diwudjudkan Perdjandjian Baru djuga, meski setjara lain dan lebih
luhur serta ampuh sekalipun. Dalam hal itu baiklah bagian pertama (ps. 1-16) dan
bagian kedua (ps. 17-26) dari Kitab Levitika dihubungkan satu sama lain. Sebab
kedua bagian ini berimbangan dan saling melengkapi. Dan mungkin sekali penjusun
terachir kitab ini mempertalikan kedua "kitab hukum" itu djustru dengan maksud
mentjapai keseimbangan jang perlu.
Bagian pertama tsb. membentangkan ibadah umat Allah Perdjandjian Lama. Dengan
demikian umat itu diperlihatkan sebagai persekutuan ibadah dan ibadah itu
merupakan unsur hakiki umat Jahwe. Masing-masing orang harus ikut serta dalam
ibadah untuk berhubungan dengan Tuhan. Ibadah itu adalah ilahi, sebab seluruhnja
ditetapkan oleh Allah sendiri. Djalan agar orang dapat mendekati Tuhan tidak
tidak diserahkan kepada wewenang sendiri, melainkan haruslah orang menjesuaikan
diri dengan apa jang ditentukan guna umat seluruhnja. Nah, gagasan itu kiranja
tetap berlaku bagai umat Allah Perdjandjian Baru pula. Alat dan djalan untuk
mendekati Tuhan ialah umat jang beribadah. Pada hakekatnja ibadah itu ditetapkan
oleh Tuhan sendiri, dan masing-masing orang harus menjesuaikan diri. Dalam
hubungan dengan Tuhan orang tidak boleh bertindak semau-maunja sadja. Perlu ia
menjesuaikan diri dengan umat seluruhnja dan dengan apa jang ditetapkan Tuhan,
entah langsung entah tidak. Masa kita terlalu suka akan individualisme dan
subjektivisme jang melampaui batas. Dalam Kitab Levitika Tuhan mengatakan, bahwa
tidak demikian maksudNja berkenaan dengan umatNja. Umatlah jang paling penting;
dan ibadah umat jang dahulu diadakan serta ditetapkan oleh Tuhan selalu harus
diutamakan.
Ibadah jang dipaparkan oleh Kitab Levitika nampaklah sebagai kurnia Allah jang
dianugerahkan kepada umat perdjandjian. Seluruh ibadah itu dipertalikan dengan
perdjandjian digunung Sinai, oleh karena merupakan pelaksanaannja. Berkat ibadah
jang sutji itu umat dapat, boleh dan bahkan harus mendekati Tuhan perdjadjian
untuk menerima berkahNja jang berlimpah. Dengan djalan itu tidak sanggup tapi
disanggupkan oleh Tuhan sendiri. Djadi ibadah itu adalah rahmat dan kurnia Tuhan
semata-mata dan berkat anugerah itulah umat dapat menghadap Tuhannja. Nah, hal
jang sama harus dikatakan tentang ibadah umat Allah Perdjandjian Baru. Itupun
suatu kurnia belaka jang patut dihargai serta diutamakan.
Memang ada halangan dalam perhubungan antara umat dan Tuhan, jaitu dosa jang
diperbuat dan terus diperbuat oleh umat. Bagian pertama Kitab Levitika memandang
dosa terutama sebagai "kenadjisan", suatu halangan untuk ikut serta dalam ibadah
sutji jang mendekatkan orang kepada Allah. Dosa itu adalah pelanggaran objektip
terhadap salah satu hukum dan karena pelanggaran itu keseimbangan terganggu,
jang harus dipulihkan dulu, supaja orang dapat menghadap Tuhan lagi. Segi
subjektip serta pertanggungandjawab pribadi tidak diperhatikan dalam kitab jang
membentangkan ibadah objektip itu. Setjara objektip orang memperkosa hak Allah
sebagaimana ditetapkan oleh hukumNja. Jahwe adalah Tuhan kehidupan dan mempunjai
hak mutlak atas segala sesuatu jang bersangkutan dengan kehidupan. Hukum-
hukumNja menekankan hak jang objektip itu. Dengan melanggar hukum manusia
memperkosa setjara objektip hakilahi dan mengganggu keseimbangan. Semua
peraturan tentang halal dan haram, tahir dan nadjis, kiranja ada sangkutpautnja
dengan hak ilahi atas kehidupan itu. Tetapi terang pulalah manusia mau tidak mau
melanggar hukum itu dan dengan demikian memperkosa hak ilahi. Tetapi perkosaan
itu djuga dengan sendirinja akan kembali kepada manusia berupa hukuman jang
mengantjam hidupnja sendiri pula. Sebab orang telah memutuskan hubungan dengan
sumber kehidupan, jaitu Tuhan. Dari sebab itupun ia tidak sanggup lagi ikut
serta dalam ibadah jang menghidupkan.
Akan tetapi ibadah itu sendiri (upatjara pentahiran, pentjeriaan), djadi kurnia
Tuhan, kembali menjanggupkan orang melakukan ibadah itu. Allah sendiri telah
menganugerahkan alat jang ampuh untuk mengalahkan antjaman jang dihadapi manusia
jang memperkosa hak ilahi itu. Kembali Ia membuka djalan kepada kehidupan, jaitu
kepada Allah sendiri. Dengan demikian ibadah mendjadi alat ditangan manusia
untuk melindungi dirinja terhadap bahaja-bahaja jang mengantjam seluruh
hidupnja.
Pandangan Kitab Levitika tsb. tentu sadja berat sebelah dan karenanja bahaja
besar terkandung didalamnja. Tapi pandangan jang berat sebelah itu belum djuga
pandangan jang salah. Dosa dipandang semata-mata dari segi objektip dan lahiriah
sadja tanpa mempedulikan unsur subjektip dan pertanggungandjawab pribadi.
Demikianpun ibadah dipandang sebagai alat objektip melulu, dari segi
materiilnja. Mudah sadja semuanja merosot menjadi formalisme belaka, sebagaimana
diketjam oleh para nabi dan oleh Jesus sendiri. Untunglah Lv. 1-16 bukan seluruh
Kitab sutji atau seluruh Perdjandjian Lama. Namun demikian pandangan objektip
tsb. adalah benar djuga , meskipun tidak seluruhnja. Ada suatu tata susunan
objektip, ada hak ilahi jang objektip berlangsung dan perlu dihormati serta
diakui oleh manusia. Djuga kalau manusia njata tidak sanggup, tata susunan itu
tetap ada. Nah, Kitab Levitika mentjamkan kebenaran itu dalam hati-sanubari
Israil. Ia memperingatkan kepada mereka, bahwa ada tata-susunan jang harus
diakui serta dihormati dan tidak boleh begitu sadja disingkirkan atas dasar
subjektif dan individuil belaka. Iapun menginsjafkan kepada umat itu, bahwa ia
sendiri tidak sanggup mengakui tata-susunan tsb. Tetapi sekaligus ia
memperlihatkan, bahwa Allah tidak membiarkan manusia begitu sadja, melainkan
menganugerahkan kepadanja djalan dan alat untuk membereskan serta memulihkan
tata-susunan tsb. Maka manusia toh dapat dan boleh mendekati Tuhan, sumber dan
pokok kehidupan. Pandangan moderen jang menekankan unsur subjektip serta
pertanggungandjawab tentu benar djuga, tapi mudah berat sebelah pula, sehingga
manusia terlalu tjondong mengutamakan dirinja, djuga dihadapan Tuhan, dan
melupakan susunan dan hak jang objektip berlaku. Djika Israil mungkin terlalu
pertjaja pada ibadah lahiriah sebagai djalan untuk memperoleh berkah Tuhan (dan
mungkin ada orang keristen jang pada dirinja sendiri, seolah-olah ia sendiri
dapat melaksanakan serta membereskan segala sesuatu tanpa Tuhan serta
anugerahNja.
Adjaran bagian kedua Kitab Levitika agak berlainan (ps. 17-16) dan sesungguhnja
sedikit banjak menjeimbangi pandangan jang berat sebelah dari bagian pertama.
Bagian kedua ini seolah-olah mau memberikan suatu peringatan terhadap bahaja
jang terkandung dalam bagian pertama. Disini bukan ibadah serta keampuhannja
jang mendjadi pusat perhatian, melainkan Allah dan umat jang dalam ibadah
berhubung-hubungan. Ditandaskanlah kekudusan Allah jang djauh melampaui batas
tjiptaanNja dan jang terpentjil dari segala machlukNja. Allah jang kudus itu
memilih bagi diriNja suatu umat dan tetap tinggal ditengah-tengahnja, maka
haruslah umat itupun kudus dan terpentjil. Kesutjian jang dituntut itu tidak
hanja mengenai hubungan dengan Tuhan melulu (ibadah), tetapi merangkum seluruh
kehidupan. Segala sesuatu haruslah kudus, oleh karena Tuhan kudus adanja,
demikian djuga hubungan anggota-anggota umat satu sama lain. Karena itu
terdapatlah dalam bagian kedua ini pelbagai hukum jang mengatur kelakuan sosial,
perhubungan dengan sesama manusia, penggunaan tanah jang sesungguhnja milik
Jahwe jang kudus. Peraturan-peraturan tentang perkawinan kiranja bermaksud
mementjilkan umat Israil dari bangsa-bangsa tetangga serta keburukannja
(kekafiran) dan mempertahankan kemurnian bangsa Israil. Demikianpun peringatan
jang agak sering terdapat untuk mendjauhi adat-istiadat serta ibadah kaum kafir.
Hanja Tuhan sadja boleh disembah dan hanja pada Dialah orang boleh minta
pertolongan, bukannja kepada kepada dewata kafir dan tukang tenungnja. Bagian
pertama Kitab Levitika seolah-olah berdaja-upaja untuk menghapus dosa jang
menghalangi hubungan dengan Allah dalam ibadah; bagian kedua ini lebih-lebih
berusaha untuk menghindarkan, supaja dosa djangan sampai terdjadi oleh karena
dosa itu tidak tjotjok dengan umat Allah jang haruslah kudus. Dosapun tidak
nampak lagi sebagai pelanggaran hukum ibadah sadja, melainkan dosa djauh
mendalam, oleh karena mendjauhkan manusia dari Allah jang kudus. Dengan
perkataan lain: segi kebatinan dan kesusilaan dalam bagian ini ditekankan
sedangkan segi lahiriah dan keibadahan kurang nampak, meskipun tentu masih ada
djuga.
Gagasan tentang kekudusan Allah jang menuntut kesutjian dari umatNja memang
terus berlaku djuga. Demikianpun gagasan bahwa hukum Allah tidak hanja mengenai
ibadah tapi seluruh kehidupan, belum usang dan ketinggalan djaman. Orang
keristenpun tetap harus insaf akan kekudusan ilahi, Allah jang sama sekali
berlainan dan karenanja menuntut dari manusia jang dipilihNja sikap dan kelakuan
jang sepadan. Tetap tinggal djuga, bahwa ibadah tidak boleh ditjeraikan dari
kehidupan jang njata. Ibadah sutji menuntut umat sutji. Dengan demikian Kitab
Levitika masih dapat berbitjara kepada manusia keristen djuga, asal ia dapat
mengupas kulitnja untuk sampai kepada intinja jang paling dalam. Dan apabila
orang keristen pun terus mengalami ketidaksanggupannja untuk memadai tuntutan
pilihannja, maka bagian Kitab Levitika berkata kepadanja: Djangan putus harapan,
Tuhan menjampaikan djalan djalan dan alat untuk terus mentjari serta mendekati
Dia. Berhubung dengan Kitab Levitikapun Jesus tidak datang menghapus Taurat,
melainkan menjempurnakannja serta mempertahankan intinja jang abadi, dengan
mengambil alih inti itu, jang dilepaskan dari apa jang sambilan, lalu diluhurkan
dan ditinggikan.