Teks -- Matius 7:1-13 (TB)
Nama Orang, Nama Tempat, Topik/Tema Kamus
kecilkan semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Kata/Frasa (per frasa)
Full Life: Mat 5:1--8:28 - KHOTBAH DI BUKIT.
Nas : Mat 5:1-7:29
Pasal Mat 5:1-7:29, yang biasanya disebut Khotbah Kristus di
Bukit, berisi penyataan dari prinsip-prinsip kebenaran Allah dengan...
Nas : Mat 5:1-7:29
Pasal Mat 5:1-7:29, yang biasanya disebut Khotbah Kristus di Bukit, berisi penyataan dari prinsip-prinsip kebenaran Allah dengan mana semua orang Kristen harus hidup oleh iman kepada Anak Allah (Gal 2:20) dan oleh kuasa Roh Kudus yang tinggal di dalam diri kita (Rom 8:2-14; Gal 5:16-25). Semua orang yang menjadi anggota Kerajaan Allah harus lapar dan haus akan kebenaran yang diajarkan dalam Khotbah Kristus
(lihat cat. --> Mat 5:6).
[atau ref. Mat 5:6]
Full Life: Mat 7:1 - JANGAN KAMU MENGHAKIMI.
Nas : Mat 7:1
Yesus mengecam kebiasaan mencela kesalahan orang lain sementara
mengabaikan kesalahan diri sendiri. Orang percaya harus pertama-tama ...
Nas : Mat 7:1
Yesus mengecam kebiasaan mencela kesalahan orang lain sementara mengabaikan kesalahan diri sendiri. Orang percaya harus pertama-tama tunduk kepada standar kebenaran Allah sebelum berusaha untuk meneliti dan mempengaruhi perilaku orang Kristen lain (ayat Mat 7:3-5). Menghakimi dengan cara yang tidak adil juga mencakup hal mengecam seorang yang berbuat salah tanpa ingin melihat orang itu kembali kepada Allah dan jalan-Nya (Luk 6:36-37).
- 1) Kristus tidak menyangkal perlunya menggunakan persepsi atau
pertimbangan nilai apabila ada dosa dalam diri orang lain. Di ayat lain
kita diperintahkan untuk mengenali dan menemukan pekerja palsu di dalam
gereja (ayat Mat 7:15) serta menilai watak masing-masing saudara
seiman (ayat Mat 7:6; bd. Yoh 7:24; 1Kor 5:12; 1Yoh 4:1;
lihat cat. --> Gal 1:9; dan
lihat cat. --> 1Tim 4:1).
- 2) Ayat ini sama sekali tidak boleh dipakai sebagai alasan untuk
bersikap lalai dalam menjalankan disiplin di gereja
(lihat cat. --> Mat 18:15).
[atau ref. Mat 18:15]
Full Life: Mat 7:7-8 - MINTALAH ... CARILAH ... KETOKLAH.
Nas : Mat 7:7-8
Yesus mendorong kita untuk bertekun di dalam doa. Dalam bahasa
Yunani kata kerja ini dalam ayat Mat 7:8 menunjukkan tindakan yang
d...
Nas : Mat 7:7-8
Yesus mendorong kita untuk bertekun di dalam doa. Dalam bahasa Yunani kata kerja ini dalam ayat Mat 7:8 menunjukkan tindakan yang dilakukan terus-menerus. Ini berarti bahwa kita harus terus meminta, mencari, dan mengetok. Meminta mengandung arti kesadaran akan kebutuhan dan kepercayaan bahwa Allah mendengarkan doa kita. Mencari menunjukkan permohonan yang sungguh-sungguh disertai dengan ketaatan pada kehendak Allah. Mengetok menunjukkan adanya ketekunan dalam menghampiri Allah sekalipun Ia tidak menjawab dengan segera. Jaminan Kristus bahwa mereka yang meminta akan menerima apa yang mereka minta itu dilandaskan pada:
- (1) mencari dahulu Kerajaan Allah
(lihat cat. --> Mat 6:33);
[atau ref. Mat 6:33]
- (2) menyadari kebaikan dan kasih Allah selaku Bapa (Mat 6:8; Mat 7:11; Yoh 15:16; 16:23,26; Kol 1:9-12);
- (3) berdoa sesuai dengan kehendak Allah (Mr 11:24; Yoh 21:22; 1Yoh 5:14);
- (4) memelihara persekutuan dengan Kristus (Yoh 15:7); dan
- (5) menaati Kristus (1Yoh 3:22;
lihat art. BERDOA DENGAN EFEKTIF).
Full Life: Mat 7:11 - BAPAMU ... AKAN MEMBERIKAN YANG BAIK.
Nas : Mat 7:11
Kristus menjanjikan bahwa Bapa di sorga tidak akan mengecewakan
anak-anak-Nya. Ia bahkan mengasihi kita lebih daripada seorang ayah
...
Nas : Mat 7:11
Kristus menjanjikan bahwa Bapa di sorga tidak akan mengecewakan anak-anak-Nya. Ia bahkan mengasihi kita lebih daripada seorang ayah manusiawi mengasihi anaknya, dan Ia menginginkan agar kita memohon segala kebutuhan kita kepada-Nya, dengan menjanjikan untuk memberikan yang baik kepada kita. Allah ingin memberikan pemecahan bagi semua persoalan kita dan makanan bagi kebutuhan kita sehari-hari. Dan yang terbaik adalah bahwa Ia memberikan Roh Kudus kepada anak-anak-Nya sebagai Penasihat dan Penolong (Luk 11:13; Yoh 14:16-18).
Jerusalem: Mat 5:1--7:29 - -- Yesus membentangkan semangat baru yang menjiwai Kerajaan Allah, Mat 4:17+, dalam sebuah wejangan pembukuan, yang tidak dicantumkan Markus dan Lukas (L...
Yesus membentangkan semangat baru yang menjiwai Kerajaan Allah, Mat 4:17+, dalam sebuah wejangan pembukuan, yang tidak dicantumkan Markus dan Lukas (Luk 6:20-49) disajikan dengan bentuk yang berbeda-beda. Lukas meninggalkan apa yang kurang menarik perhatian sidang pembacanya, ialah segala sesuatu yang mengenai adat-istiadat dan hukum Yahudi, Mat 5:17-6:18. Sebaliknya Matius memasukkan ke dalam wejangan itu beberapa perkataan Yesus diucapkan di waktu dan tempat lain (bdk bagian-bagian yang sejalan dengan Lukas), dengan maksud menyusun sebuah piagam yang lebih lengkap. Dalam wejangan majemuk yang terbentuk dengan jalan tersebut ada lima pokok utama:
1) semangat manakah harus menjiwai anggota-anggota Kerajaan Allah, Mat 5:3-48.
2) dengan semangat manakah mereka harus "menggenapi" hukum dan adat-istiadat Yahudi,
Jerusalem: Mat 7:1 - -- Artinya: Jangan menghakimi orang lain, supaya kamu tidak di hakimi Allah. Begitu pula arti Mat 6:2; bdk Yak 4:12.
Jerusalem: Mat 7:6 - barang yang kudus , Ialah daging kudus, makanan yang dikuduskan oleh karena dipersembahkan dalam Bait Allah, bdk Ima 22:14; Kel 22:30. Demikianpun orang tidak boleh men...
, Ialah daging kudus, makanan yang dikuduskan oleh karena dipersembahkan dalam Bait Allah, bdk Ima 22:14; Kel 22:30. Demikianpun orang tidak boleh menyampaikan suatu ajaran yang berharga dan suci kepada orang yang tidak mampu menerimanya dengan semestinya, yang malahan dapat menyalahgunakannya. Tidak dikatakan siapa orang-orang itu: orang Yahudi yang bermusuhan? atau orang kafir (bdk Mat 15:26)?
Jerusalem: Mat 7:12 - -- Kaidah ini dahulu terkenal, khususnya di kalangan Yahudi; bdk Tob 4:15, Surat Aristeas, Targum Ima 19:18, Hillel, Filo, dll, tetapi kaidah itu dirumus...
Kaidah ini dahulu terkenal, khususnya di kalangan Yahudi; bdk Tob 4:15, Surat Aristeas, Targum Ima 19:18, Hillel, Filo, dll, tetapi kaidah itu dirumuskan secara negatip: jangan berbuat kepada orang lain, apa yang diperbuat kepadamu. Yesus dan orang kristen selanjutnya merumuskannya secara positip sehingga kaidah itu menuntut jauh lebih banyak.
Jerusalem: Mat 7:13-14 - -- Ajaran mengenai "dua jalan" yakni jalan kebaikan dan jalan kejahatan, adalah ajaran kuno di kalangan orang Yahudi, bdk Ula 30:15-20; Maz 1; Ams 4:18-1...
Ajaran mengenai "dua jalan" yakni jalan kebaikan dan jalan kejahatan, adalah ajaran kuno di kalangan orang Yahudi, bdk Ula 30:15-20; Maz 1; Ams 4:18-19; Ams 12:28; Ams 15:24; Sir 15:17; Sir 33:14. Manusia harus memilih atau jalan kebaikan atau jalan kejahatan. Ajaran itu juga tercantum dalam sebuah karangan mengenai akhlak, yang termaktub dalam kitab "Didakhe" serta dalam terjemahan latinnya "Doctrina Apostolorum". Pengaruh ajaran itu terasa dalam Mat 5:14-18; Mat 7:12-14; Mat 19:16-26; Mat 22:34-40 dan Rom 12:16-21; Rom 13:8-12.
Var: lebar dan luaslah jalan.
Ende: Mat 7:1 - Menghukum Disini berarti mempersalahkan atau mengadili orang lain dalam
angan-angan atau dengan perkataan, tanpa hak atau bertudjuan baik. Mereka
seolah-olah me...
Disini berarti mempersalahkan atau mengadili orang lain dalam angan-angan atau dengan perkataan, tanpa hak atau bertudjuan baik. Mereka seolah-olah mendjatuhkan suatu hukuman atas orang-orang itu jang merugikannja.
Ende: Mat 7:6 - Barang kudus dan "intan". Itu disini berarti Indjil jang mahaluhur. Dengan
"andjing" dan "babi", binatang jang paling nadjis dalam anggapan orang Jahudi,
dimaksudk...
dan "intan". Itu disini berarti Indjil jang mahaluhur. Dengan "andjing" dan "babi", binatang jang paling nadjis dalam anggapan orang Jahudi, dimaksudkan orang parisi. Mereka tidak lajak dan tidak sanggup menilaikan keluhuran dan kebenaran Indjil. Kalau mereka mendengar adjaran dan melihat perbuatan-perbuatan Jesus, mereka hanja mentjoba menarik alasan-alasan dari padanja, untuk "berbalik mengerkah" Jesus dan IndjilNja.
Ende: Mat 7:13 - Sempit Indjil memang membatasi kebebasan manusia, jang bertjenderungan
djasmani dan duniawi. Sebab itu banjak orang enggan mendengarkan Indjil dan
menempuh d...
Indjil memang membatasi kebebasan manusia, jang bertjenderungan djasmani dan duniawi. Sebab itu banjak orang enggan mendengarkan Indjil dan menempuh djalan jang ditundjuk Jesus.
Ref. Silang FULL: Mat 7:1 - tidak dihakimi · tidak dihakimi: Luk 6:37; Rom 14:4,10,13; 1Kor 4:5; 5:12; Yak 4:11,12
· tidak dihakimi: Luk 6:37; Rom 14:4,10,13; 1Kor 4:5; 5:12; Yak 4:11,12
Ref. Silang FULL: Mat 7:2 - diukurkan kepadamu · diukurkan kepadamu: Yeh 35:11; Mr 4:24; Luk 6:38; Rom 2:1
Ref. Silang FULL: Mat 7:7 - diberikan kepadamu · diberikan kepadamu: 1Raj 3:5; Mat 18:19; 21:22; Yoh 14:13,14; 15:7,16; 16:23,24; Yak 1:5-8; 4:2,3; 5:16; 1Yoh 3:22; 5:14,15
· diberikan kepadamu: 1Raj 3:5; Mat 18:19; 21:22; Yoh 14:13,14; 15:7,16; 16:23,24; Yak 1:5-8; 4:2,3; 5:16; 1Yoh 3:22; 5:14,15
· mencari, mendapat: Ams 8:17; Yer 29:12,13
Ref. Silang FULL: Mat 7:12 - perbuat kepadamu // para nabi · perbuat kepadamu: Luk 6:31
· para nabi: Rom 13:8-10; Gal 5:14
· perbuat kepadamu: Luk 6:31
· para nabi: Rom 13:8-10; Gal 5:14
· sesak itu: Luk 13:24; Yoh 10:7,9
buka semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Rentang Ayat
Matthew Henry: Mat 7:1-6 - Menghakimi dengan Adil dan Bijak
Pasal ini melanjutkan dan menyimpulkan khotbah Kristus di bukit, yang berisi tuntunan untuk dipraktikkan, agar segala perilaku kita benar, baik te...
- Pasal ini melanjutkan dan menyimpulkan khotbah Kristus di bukit, yang berisi tuntunan untuk dipraktikkan, agar segala perilaku kita benar, baik terhadap Allah maupun manusia; sebab rancangan iman Kristen adalah untuk menjadikan manusia itu baik, baik dalam segala hal. Dalam pasal ini kita melihat:
- I. Beberapa aturan mengenai hal mengecam dan menegur (ay. 1-6).
- II. Dorongan agar kita berdoa kepada Allah untuk hal-hal yang kita perlukan (ay. 7-11).
- III. Pentingnya ketegasan dalam segala sesuatu yang kita perbuat (ay. 12-14).
- IV. Peringatan yang diberikan kepada kita agar berjaga-jaga terhadap nabi-nabi palsu (ay. 15-20).
- V. Kesimpulan dari seluruh khotbah, yang menunjukkan pentingnya ketaatan mutlak pada perintah-perintah Kristus, yang tanpanya kita tidak dapat berharap bisa berbahagia (ay. 21-27).
- VI. Kesan para pendengar terhadap ajaran Kristus (ay. 28-29).
Menghakimi dengan Adil dan Bijak (7:1-6)
- Di sini Juruselamat kita mengajarkan bagaimana kita harus menjaga perilaku kita berkenaan dengan kesalahan-kesalahan orang lain. Ungkapan-ungkapan-Nya ini sepertinya dimaksudkan sebagai teguran bagi para ahli Taurat dan orang Farisi, yang sangat kaku dan keras, sok berkuasa dan angkuh, ketika mengutuk orang-orang lain, seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang sombong dan congkak yang suka membenarkan diri. Di sini kita melihat:
- I. Peringatan agar jangan menghakimi (ay. 1-2). Ada orang-orang yang memang bertugas menghakimi -- misalnya para hakim dan hamba Tuhan. Kristus, meskipun tidak memperlakukan diri-Nya sendiri sebagai Hakim, datang bukan untuk menghapus tugas para hakim dan hamba Tuhan itu untuk menghakimi, sebab oleh Dialah para raja memerintah. Tetapi larangan untuk menghakimi ini ditujukan kepada perorangan secara pribadi, kepada murid-murid-Nya, yang kelak akan duduk di atas takhta dan menghakimi, walaupun belum sekarang. Kita perhatikan lagi:
- . Larangannya; Jangan menghakimi. Kita harus menghakimi diri kita sendiri, dan menghakimi perbuatan sendiri, tetapi tidak boleh menghakimi saudara kita, tidak boleh bersikap sok berkuasa atas orang lain, karena kita sendiri juga tidak ingin mereka bersikap demikian terhadap kita. Pedoman yang kita pegang adalah tunduklah seorang kepada yang lain. Janganlah banyak orang mau menjadi guru (Yak. 3:1). Janganlah kita duduk di kursi penghakiman dan menjadikan perkataan kita sebagai hukum bagi semua orang. Janganlah kita menghakimi saudara kita, artinya, kita tidak boleh memfitnah dia; begitulah yang dijelaskan dalam Yakobus 4:11. Janganlah kita tidak mengindahkan dia, atau menghina dia (Rm. 14:10). Janganlah kita menghakimi dengan gegabah, atau menjatuhkan penghakiman seperti itu kepada saudara kita tanpa dasar, hanya karena rasa dengki dan watak buruk kita. Janganlah kita menjelek-jelekkan orang lain, atau menduga-duga hal-hal yang menyakitkan hati hanya berdasarkan perkataan dan perbuatan mereka, karena ini berat untuk ditahan. Janganlah kita menghakimi tanpa belas kasihan dan tidak kenal ampun, atau dengan semangat membalas dendam dan dengan keinginan untuk mencelakakan. Janganlah kita menilai keadaan orang hanya berdasarkan satu perbuatannya, atau menilai siapa mereka berdasarkan pendapat pribadi kita sendiri mengenai diri mereka, sebab kita ini cenderung bersikap berat sebelah. Janganlah kita menghakimi hati orang lain ataupun niat-niat mereka, sebab Allah-lah yang mempunyai hak istimewa untuk menguji hati, dan kita tidak boleh menduduki takhta-Nya. Janganlah juga kita menghakimi nasib kekal mereka, atau menyebut mereka munafik, terkutuk, dan buangan, karena hal-hal ini berada di luar batas kita. Apakah hak kita untuk menghakimi hamba orang lain sedemikian rupa? Nasihati dia, dan bantulah dia, tetapi janganlah menghakiminya.
- . Alasan yang memperkuat larangan ini. Supaya kamu tidak dihakimi. Ini menunjukkan:
- (1) Bahwa bila kita menyangka kita boleh menghakimi orang lain, maka kita juga harus siap untuk dihakimi. Orang yang merampas kekuasaan akan diperhadapkan pada pengadilan. Dia akan diadili orang, dan biasanya orang yang paling suka mengecam akan dikecam dengan paling keras. Tiap orang akan melemparinya dengan batu. Orang yang, seperti Ismael, tangan dan mulutnya melawan setiap orang, akan mengalami hal yang sama juga seperti Ismael, tangan dan mulut tiap-tiap orang akan melawan dia (Kej. 16:12). Demikian pula, orang yang tidak menunjukkan belas kasihan untuk nama baik orang lain juga tidak akan mendapat belas kasihan untuk nama baiknya sendiri. Namun, ini belumlah seberapa. Mereka akan dihakimi Allah, dan dari-Nya mereka akan mendapat penghakiman menurut ukuran yang lebih berat (Yak. 3:1). Kedua belah pihak harus menghadap Dia (Rm. 14:10), dan seperti halnya Dia akan membebaskan orang rendah hati yang menderita, maka Dia juga akan menolak pencemooh yang angkuh, dan akan menghukumnya dengan setimpal.
- (2) Bahwa bila kita tidak berlebihan dan berbelas kasihan dalam menegur orang lain, dan menolak menghakimi mereka, dan lebih suka menghakimi diri sendiri, maka kita tidak akan dihakimi oleh Tuhan. Seperti halnya Allah akan mengampuni orang-orang yang mengampuni saudara mereka, demikian juga Dia tidak akan menghakimi orang-orang yang tidak menghakimi saudara mereka. Orang yang murah hatinya akan beroleh kemurahan. Kemurahan hati adalah bukti akan kerendahan hati, kasih, dan rasa hormat kepada Allah, dan akan diakui serta diberi upah yang sepadan oleh-Nya (Rm. 14:10).
- Penghakiman atas orang-orang yang menghakimi orang lain itu sesuai dengan hukum pembalasan. Dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi (ay. 2). Allah yang adil, dalam penghakiman-penghakiman-Nya, sering kali memperhatikan hukum proporsi, yaitu menjatuhkan keputusan secara adil berdasarkan bobot dari perbuatan orang, seperti dalam kisah Adoni-Bezek (Hak. 1:7; lihat juga Why. 13:10; 18:6). Dengan demikian, Dia akan dibenarkan dan ditinggikan dalam penghakiman-penghakiman-Nya, dan semua makhluk akan terdiam di hadapan-Nya. Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. Dengan cara ini, mungkin di dunia ini orang bisa menyadari dosanya menurut hukuman yang mereka terima. Biarlah hal ini mencegah kita bersikap kejam dalam berurusan dengan saudara kita. Apakah dayaku, kalau Allah bangkit berdiri? (Ayb. 31:14). Apa jadinya kita bila Allah juga bersikap tegas dan kejam dalam menghakimi kita persis seperti cara kita menghakimi saudara-saudara kita; bila Dia juga menimbang kita dengan ukuran yang sama? Bersiap-siaplah untuk menghadapi hal yang sama, jika kita berbuat keterlaluan dalam menunjukkan kesalahan-kesalahan saudara-saudara kita. Dalam hal ini, seperti juga dalam hal-hal lainnya, perlakuan kasar terhadap orang lain akan berbalik menimpa mereka sendiri.
- II. Beberapa peringatan mengenai tindakan menegur. Karena kita tidak boleh menghakimi orang lain, yang merupakan dosa besar, ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh menegur orang lain. Menegur adalah sebuah kewajiban besar yang dapat menjadi sarana untuk menyelamatkan jiwa orang itu dari maut, dan juga untuk menyelamatkan jiwa kita dari tindakan ikut ambil bagian dalam dosa orang yang ditegur itu. Sekarang perhatikanlah di sini:
- . Tidak semua orang pantas memberikan teguran. Mereka yang bersalah atas kesalahan-kesalahan yang sama yang mereka tuduhkan kepada orang lain, atau atas kesalahan-kesalahan yang lebih buruk lagi, akan mempermalukan diri mereka sendiri, dan tidak mungkin mereka akan mendatangkan kebaikan kepada orang yang mereka tegur (ay. 3-5). Berikut ini kita melihat,
- (1) Teguran telak bagi orang-orang yang suka mengecam, yang bertengkar dengan saudaranya karena kesalahan-kesalahan kecil, sementara mereka sendiri melakukan kesalahan-kesalahan besar. Bagi orang-orang yang cepat melihat selumbar di mata saudaranya, namun tidak menyadari balok di dalam mata mereka sendiri, terlebih lagi, bahkan sangat ingin mengeluarkan selumbar itu dari matanya, padahal mereka tidak pantas melakukannya karena mereka sendiri boleh dikatakan buta. Perhatikanlah:
- [1] Ada bermacam-macam tingkatan dalam dosa. Sebagian dosa hanya sebesar selumbar, yang lain sebesar balok. Sebagian sebesar nyamuk, dan yang lain sebesar unta. Akan tetapi, ini tidaklah berarti bahwa ada yang dinamakan dosa kecil, sebab Allah menentang dosa sekecil apa pun. Sebab, bila dosa itu dikatakan sebesar selumbar, (atau serpihan, untuk lebih tepatnya), toh ia ada di mata. Sedangkan, bila sebesar nyamuk, ia ada di tenggorokan. Dan keduanya sama-sama menimbulkan rasa pedih dan sangat berbahaya, dan kita tidak akan merasa nyaman atau sehat sebelum keduanya dikeluarkan.
- [2] Dosa-dosa kita sendiri haruslah tampak lebih besar di mata kita dibandingkan dengan dosa-dosa yang sama yang dilakukan orang lain. Kasih mengajarkan kita untuk menyebutnya selumbar di mata saudara kita, sedangkan pertobatan murni dan dukacita kudus akan mengajar kita untuk menyebutnya balok di mata kita sendiri. Dosa-dosa orang lain harus diperingan, sedangkan dosa-dosa kita sendiri harus diperberat.
- [3] Banyak orang yang memiliki balok di mata mereka, namun mereka tidak mengacuhkannya. Mereka ditindih kesalahan dan kuasa dosa-dosa yang sangat besar, namun mereka tidak meyadarinya, malah membenarkan diri mereka sendiri, seolah-olah mereka tidak perlu bertobat atau memperbarui diri. Sungguh aneh bahwa orang dapat berada dalam keadaan yang begitu berdosa dan menyedihkan, namun tidak menyadarinya, seperti orang yang memiliki balok di matanya, namun tidak mengindahkannya. Ilah dunia ini begitu piawai membutakan pikiran mereka, sehingga sekalipun demikian, mereka bisa berkata dengan penuh keyakinan, kami melihat.
- [4] Biasanya memang begitu, orang yang paling berdosa dan yang tidak menyadarinya sama sekali, sangat lancang dan bebas dalam menghakimi dan mengecam orang lain. Orang-orang Farisi, yang luar biasa angkuh dalam membenarkan diri mereka sendiri, paling keras dalam mengutuk orang lain. Mereka sangat kejam dalam mengecam murid-murid Kristus karena makan dengan tangan yang tidak dibasuh, suatu tindakan yang hampir tidak sebesar selumbar, sementara mereka sendiri mendorong orang untuk tidak menghormati orangtua sendiri, suatu dosa yang sebesar balok. Kesombongan dan sikap tidak mengenal belas kasihan adalah balok-balok yang umum dijumpai di dalam mata orang-orang yang sok kritis dan manis dalam mengecam orang lain. Bahkan, ada banyak orang yang mempunyai dosa tersembunyi dan tidak merasa malu untuk menghukum orang lain yang ketahuan melakukan dosa yang sama. Cogita tecum, fortasse vitium de quo quereris, si te diligenter excusseris, in sinu invenies; inique publico irasceris crimini tuo -- Renungkanlah, boleh jadi kesalahan yang kaukeluhkan itu, setelah diteliti dengan sungguh-sungguh, ternyata terdapat juga di dalam dirimu sendiri; dan pastilah tidak pantas untuk memperlihatkan kemarahan di depan umum terhadap kejahatanmu sendiri (Seneca, de Beneficiis). Begitu pula,
- [5] Bersikap kejam atas kesalahan orang lain dan bersikap lunak atas kesalahan diri sendiri merupakan suatu tanda kemunafikan. Hai orang Munafik (ay. 5). Apa pun yang pura-pura diperbuat oleh orang semacam itu, sudah pasti bahwa dia bukanlah musuh bagi dosa (sebab seandainya demikian, dia juga akan menjadi musuh bagi dosanya sendiri), dan oleh karena itu, orang demikian tidak layak mendapat pujian. Malah sebaliknya, ia sebenarnya merupakan musuh bagi saudaranya, dan oleh sebab itu patut dipersalahkan. Kemurahan hati rohani yang seperti ini harus diawali di rumah. "Bagaimana bisa engkau berkata, bagaimana mungkin tanpa malu engkau bisa berkata, kepada saudaramu, marilah aku bantu memperbarui dirimu, padahal engkau sendiri tidak peduli untuk memperbarui dirimu sendiri? Hatimu sendiri akan mencela engkau atas kemustahilan ini. Engkau hanya akan mendatangkan aib dan bersiaplah untuk menerima perkataan orang, perbuatan jahat membetulkan dosa: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri." I præ, sequar -- Berjalanlah di depan, aku akan mengikuti (bdk. Rm. 2:21).
- [6] Dengan menimbang-nimbang kesalahan sendiri, kita akan terhindar dari sikap mengecam orang dengan sewenang-wenang, namun janganlah itu menghindarkan kita dari memberi teguran yang ramah kepada orang lain dan dari memberi penghakiman dengan tulus dan murah hati. "Karena itu pimpinlah orang ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga diri sendiri (Gal. 6:1). Apa jadinya engkau dulu, apa jadinya engkau sekarang, dan apa jadinya engkau kelak, seandainya Allah membiarkan dirimu begitu saja?"
- (2) Berikut ini adalah kaidah yang baik bagi para pengecam (ay. 5). Gunakanlah cara yang benar, keluarkanlah dahulu balok dari matamu. Keburukan kita sendiri sama sekali tidak boleh dijadikan dalih untuk tidak menegur orang lain. Jika kita berpikir bahwa keadaan kita yang seperti itu membuat kita tidak layak untuk memberikan teguran kepada orang lain, maka ini justru akan semakin memperburuk keburukan kita sendiri. Kita tidak boleh berkata, "Aku mempunyai balok di mataku, dan oleh sebab itu aku tidak mau membantu saudaraku mengeluarkan selumbar dari matanya." Pelanggaran seseorang memang tidak akan pernah bisa dipakai sebagai alat pembelaannya, dan karena itulah, aku harus memperbarui diriku terlebih dulu, supaya dengan demikian aku dapat membantu memperbarui saudaraku, dan dapat membuat diriku layak untuk menegurnya. Perhatikanlah, orang-orang yang menyalahkan orang lain dengan sendirinya harus bebas dari kesalahan dan layak secara hukum. Orang-orang yang menegur di pintu gerbang, yakni yang layak menegur karena jabatan mereka, seperti para hakim dan hamba Tuhan, harus memperhatikan betul bagaimana mereka harus hidup dan harus benar dalam perilaku mereka: seorang penatua jemaat haruslah mempunyai nama baik (1Tim. 3:2, 7). Alat pemadam lilin di ruang mahakudus harus terbuat dari emas murni.
- . Tidak semua orang pantas ditegur. Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing (ay. 6). Hal ini dapat dipandang sebagai:
- (1) Kaidah bagi para murid dalam memberitakan Injil. Bukan berarti bahwa mereka tidak boleh memberitakannya kepada orang-orang yang jahat dan cemar (Kristus sendiri memberitakan Injil kepada para pemungut cukai dan orang berdosa), melainkan bahwa ini merujuk kepada orang-orang yang tetap keras kepala, meskipun Injil telah diberitakan kepada mereka; kepada orang-orang yang menghujatnya, dan menganiaya para pemberitanya. Murid-murid janganlah berlama-lama di antara orang-orang semacam itu, sebab ini hanya akan membuang tenaga dengan sia-sia, melainkan berpaling saja kepada orang lain (Kis. 13:41); begitulah menurut Dr. Whitby. Atau,
- (2) Kaidah bagi semua orang dalam memberikan teguran. Semangat kita dalam melawan dosa harus dituntun dengan kebijaksanaan, dan janganlah kita ke sana kemari memberikan berbagai petunjuk, nasihat, dan teguran, apalagi penghiburan, kepada para pengecam yang sudah keras hatinya, karena semuanya ini tidak akan ada gunanya bagi mereka, malah sebaliknya hanya akan membuat mereka marah dan berang terhadap kita. Lemparkanlah sebuah mutiara kepada babi, maka babi itu akan marah karenanya, seolah-olah engkau telah melemparinya dengan batu. Teguran akan disebut cemoohan (Luk. 11:45; Yer. 6:10). Oleh sebab itu, janganlah memberikan barang yang kudus kepada anjing dan babi (binatang-binatang haram). Perhatikanlah:
- [1] Nasihat dan teguran yang baik adalah barang yang kudus, sebuah mutiara: keduanya adalah perintah-perintah Allah, sangat berharga. Seperti cincin emas dan hiasan kencana, demikian jugalah teguran orang bijak (Ams. 25:12); teguran yang bijak adalah seperti minyak (Mzm. 141:5); laksana pohon kehidupan (Ams. 3:18).
- [2] Di antara angkatan yang jahat, ada sebagian yang sudah sebegitu jahatnya sehingga mereka dipandang seperti anjing dan babi. Perilaku keji mereka sudah sangat terkenal dan kurang ajar. Mereka telah begitu lama berdiri di jalan orang berdosa, sehingga sekarang sudah duduk dalam kumpulan pencemooh. Mereka terang-terangan membenci dan muak terhadap pengajaran, dan senantiasa menentangnya. Sebegitu jahatnya mereka sampai tidak mungkin untuk disembuhkan dan diperbaiki lagi. Mereka berbalik seperti anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi kembali ke kubangannya (2Ptr. 2:22).
- [3] Teguran untuk mengajar percuma saja diberikan kepada orang-orang semacam itu, dan hanya mendatangkan cemohan dan kejahatan kepada si penegur seperti yang bisa diperkirakan akan dilakukan oleh anjing dan babi. Tidak ada lagi yang bisa diharapkan selain bahwa mereka akan menginjak-injak teguran itu, sambil memaki-maki dan mengamuk, sebab mereka tidak sabar jika dikendalikan dan dilawan. Setelah itu mereka akan berbalik dan mengoyak orang yang menegur mereka; mengoyak nama baik mereka dengan caci maki, membalas perkataan yang menyembuhkan dengan perkataan yang melukai, mengoyak mereka dengan penganiayaan. Herodes mengoyak Yohanes Pembaptis karena kesetiaannya. Lihatlah di sini buktinya bagaimana manusia bersikap seperti anjing dan babi. Orang-orang yang bisa dipandang demikian adalah mereka yang membenci teguran dan para penegur, dan menyerang orang yang dengan maksud baik terhadap jiwa-jiwa mereka menunjukkan kepada mereka dosa dan bahayanya. Orang-orang ini berdosa melawan obat penawarnya. Siapakah yang akan menyembuhkan dan menolong orang-orang yang tidak mau disembuhkan dan ditolong? Sudah jelaslah bahwa Allah berketetapan untuk membinasakan orang-orang semacam itu (2Taw. 25:16). Kaidah ini dapat diterapkan juga pada ketetapan-ketetapan Injil yang sifatnya memeteraikan, yang tidak boleh diberikan secara sembarangan kepada orang yang jelas-jelas jahat dan cemar, supaya barang-barang yang kudus tidak dipandang hina, dan supaya dengan demikian orang-orang yang najis menjadi semakin keras hati. Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing. Namun demikian, kita harus sangat berhati-hati dalam mengutuk orang sebagai anjing dan babi, dan tidak boleh melakukannya sebelum menguji segala sesuatunya terlebih dulu, dengan bukti-bukti yang lengkap. Banyak orang yang terhilang karena dianggap demikian, padahal, seandainya sarana-sarana yang benar dipergunakan, ada kemungkinan mereka bisa diselamatkan. Seperti halnya kita harus berhati-hati dalam menyebut orang baik sebagai jahat, dengan menghakimi semua orang percaya sebagai munafik, demikian pula kita harus berhati-hati dalam menyebut orang jahat sebagai tidak tertolong lagi, dengan menilai semua orang jahat sebagai anjing dan babi.
- [4] Yesus Tuhan kita sangat lembut dalam memperhatikan keselamatan umat-Nya. Ia tidak mau begitu saja memperhadapkan mereka dengan kebengisan orang-orang yang akan berbalik mengoyak mereka. Janganlah mereka menjadi keterlaluan saleh, sehingga membinasakan diri mereka sendiri. Kristus menjadikan hukum perlindungan diri sebagai salah satu hukum-Nya sendiri, dan berhargalah darah umat-Nya di mata-Nya.
Matthew Henry: Mat 7:7-11 - Doa sebagai Sarana Menerima Anugerah Doa sebagai Sarana Menerima Anugerah (7:7-11)
Juruselamat kita, dalam pasal sebelumnya, sudah berbicara mengenai doa sebagai suatu kewajiban yang d...
Doa sebagai Sarana Menerima Anugerah (7:7-11)
- Juruselamat kita, dalam pasal sebelumnya, sudah berbicara mengenai doa sebagai suatu kewajiban yang diperintahkan, yang dengannya Allah dihormati, dan yang apabila dilakukan dengan benar, akan mendatangkan upah. Di sini, Ia berbicara mengenai doa sebagai sarana yang ditentukan guna memperoleh apa yang kita butuhkan, terutama anugerah untuk menaati perintah-perintah yang diberikan-Nya, yang beberapa di antaranya sangat tidak nyaman bagi darah dan daging.
- I. Berikut ini adalah sebuah perintah dalam tiga kata yang mempunyai maksud sama, Mintalah, Carilah, Ketoklah (ay. 7), yang artinya, dalam satu kata, "Berdoalah; seringlah berdoa; berdoalah dengan tulus dan sungguh-sungguh; berdoa dan berdoalah terus; Selalulah berdoa dan bertekunlah di dalamnya; buatlah doa sebagai suatu usaha dan bersungguh-sungguhlah dalam mengerjakannya. Mintalah, seperti seorang pengemis yang meminta sedekah." Mereka yang ingin kaya dalam anugerah harus menetapkan hati untuk menekuni usaha meminta-minta, dan mereka akan mendapati bahwa usaha ini sangat menguntungkan. "Mintalah, kemukakanlah segala kebutuhan dan bebanmu kepada Allah, dan serahkanlah dirimu kepada-Nya untuk mendapatkan kebutuhan dan persediaan hidupmu sesuai janji-Nya. Mintalah, seperti pelancong yang menanyakan arah jalan. Berdoa berarti meminta dari Allah (Yeh. 36:37). Carilah, seperti mencari benda berharga yang hilang, atau seperti pedagang yang mencari mutiara yang indah. Carilah melalui doa (Dan. 9:3). Ketoklah, seperti orang yang ingin masuk ke dalam rumah mengetuk pintu." Kita akan dipersilakan masuk untuk berbincang-bincang dengan Allah, akan dibawa ke dalam kasih-Nya, kebaikan-Nya, dan kerajaan-Nya. Dosa telah menutup pintu dan menjadi penghalang bagi kita. Dengan doa, kita mengetuk, Tuan, Tuan, bukakanlah kami pintu! Kristus mengetuk pintu kita (Why. 3:20; Kid. 5:2), dan memperbolehkan kita mengetuk pintu-Nya, suatu kebaikan yang tidak kita berikan kepada pengemis-pengemis biasa. Mencari dan mengetuk menyiratkan sesuatu yang lebih dari meminta dan berdoa.
- . Kita jangan hanya meminta, tetapi juga mencari. Kita harus mendukung doa-doa kita dengan usaha. Dengan menggunakan berbagai sarana yang telah ditentukan, kita harus mencari apa yang kita minta, supaya tidak mencobai Allah. Ketika pengurus kebun anggur meminta agar diberikan waktu satu tahun bagi pohon ara yang tidak berbuah, ia menambahkan, "Aku akan mencangkul tanah sekelilingnya" (Luk. 13:7-8). Allah memberikan pengetahuan dan anugerah kepada orang-orang yang menyelidiki Kitab Suci dan yang menanti di gerbang Hikmat; dan Ia memberikan kuasa melawan dosa kepada orang-orang yang menghindari kesempatan-kesempatan yang bisa membuatnya berdosa.
- . Kita jangan hanya meminta, tetapi juga mengetuk. Kita harus datang ke hadapan pintu Allah, dan harus meminta dengan sesungguh-sungguhnya. Bukan hanya berdoa, melainkan juga memohon dan bergumul dengan Allah. Kita harus mencari dengan tekun, kita harus terus mengetuk, harus bertekun dalam doa dan dalam menggunakan berbagai sarana, harus bertahan sampai akhir dalam melaksanakan tugas.
- II. Inilah janji yang diberikan: usaha kita untuk berdoa, jika memang kita benar-benar berusaha di dalamnya, tidak akan sia-sia. Apabila Allah menjumpai hati yang berdoa, maka Ia akan dijumpai sebagai Allah yang mendengarkan doa. Allah akan memberikan jawaban damai sejahtera kepadamu. Perintah ini berlipat tiga, mintalah, carilah, dan ketoklah. Ada perintah demi perintah, tetapi janjinya berlipat enam, pernyataan demi pernyataan, untuk membesarkan hati kita, karena keyakinan yang kuat terhadap suatu janji akan membuat kita gembira dan tetap taat. Sekarang, kita lihat di sini:
- . Janji itu telah dibuat, dan dibuat sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi perintah itu dengan tepat (ay. 7). Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; bukan akan dipinjamkan kepadamu, atau dijual kepadamu, melainkan diberikan kepadamu. Adakah barang lain yang cuma-cuma selain pemberian? Apa pun yang kaudoakan, sesuai dengan janji itu, dan apa pun yang kau minta, akan diberikan kepadamu, jika Allah menganggapnya baik bagimu. Jadi, apa lagi yang kaukehendaki? Yang diperlukan hanyalah meminta, dan mempunyai. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa, atau karena salah berdoa. Apa yang tidak layak diminta, tidak akan layak dimiliki, dan dengan demikian tidak berharga apa-apa. Carilah, maka kamu akan mendapat, dan usahamu tidak akan sia-sia. Allah sendiri akan ditemukan oleh orang yang tekun mencari Dia, dan jika kita mendapatkan Dia, maka itu sudah sangat cukup bagi kita. "Ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Pintu rahmat dan anugerah tidak akan lagi ditutup bagimu sebagai musuh dan penyelundup, melainkan akan dibukakan bagimu sebagai teman dan anak-anak. Kelak akan ditanyakan, siapakah yang berdiri di muka pintu? Jika kamu mampu berkata, seorang teman, dan memiliki karcis janji yang siap ditunjukkan dengan tangan iman, maka janganlah ragu, kamu akan diizinkan masuk. Jika pintu tidak dibukakan pada ketokan pertama, teruslah berdoa. Jika kita mengetok pintu seorang teman dan berbalik pergi, maka itu merupakan penghinaan bagi dia; meskipun ia tampak berlambat-lambat, tetaplah menunggu."
- . Janji itu diulangi (ay. 8). Maksudnya sama, tetapi dengan beberapa tambahan.
- (1) Janji ini dibuat untuk diberikan kepada semua orang yang berdoa dengan benar. "Bukan hanya kalian murid-murid-Ku yang akan menerima apa yang kalian doakan, tetapi setiap orang yang meminta, menerima, baik orang Yahudi maupun bukan-Yahudi, tua atau muda, kaya atau miskin, tinggi atau rendah, majikan atau pelayan, terpelajar atau tidak terpelajar, mereka semua sama-sama disambut di dalam takhta kasih karunia, jika mereka datang dengan iman, sebab Allah tidak membedakan orang."
- (2) Janji itu dibuat sebagai suatu anugerah, dengan memakai kata-kata yang berlaku untuk waktu kini, jadi bukan sekadar janji untuk masa akan datang. Setiap orang yang meminta, bukan saja akan menerima, tetapi telah menerima. Jika dengan iman kita menerapkan dan memegang janji itu sebagai milik kita, maka itu artinya kita memang tertarik pada sesuatu yang berharga yang dijanjikan itu dan kita sedang menabung untuknya. Jadi, betapa pasti dan tidak mungkin batal janji-janji Allah itu, sampai-sampai janji-janji itu langsung berlaku sebagai milik saat kini, artinya orang-orang percaya yang aktif langsung masuk dan menjadikan berkat-berkat yang dijanjikan itu sebagai miliknya. Apa yang kita miliki dalam pengharapan, menurut janji itu, sama pastinya dan manisnya seperti apa yang sudah ada dalam tangan kita sekarang ini. Allah telah berfirman di tempat kudus-Nya, dan kemudian Dia berkata, "Gilead punya-Ku, Manasye punya-Ku" (Mzm. 108:7-9). Apa saja menjadi kepunyaanku, asalkan aku bisa percaya bahwa memang demikianlah adanya. Bantuan-bantuan yang dihibahkan dengan syarat tertentu akan menjadi milik mutlak ketika segala syarat itu dipenuhi. Begitu pula, setiap orang yang meminta, menerima. Di dalam pernyataan ini Kristus sudah menaruh perintah-Nya supaya itu terlaksana, dan karena Dia mahakuasa, ini sudah cukup.
- . Janji itu digambarkan dengan membandingkannya dengan orangtua di dunia ini yang dengan sendirinya akan memberikan anak-anak mereka apa yang mereka minta. Kristus menarik perhatian para pendengar-Nya dengan bertanya, "Adakah seorang dari padamu, walaupun sesusah-susah dan sejahat-jahatnya ia, yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti?" (ay. 9-10). Dari situ Ia menyimpulkan (ay. 11), "Jadi jika kamu yang jahat, mengabulkan permintaan anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." Sekarang kita lihat kegunaan pernyataan ini:
- (1) Untuk mengarahkan doa-doa dan harapan-harapan kita.
- [1] Kita harus datang kepada Allah, seperti anak-anak menghadap seorang Bapa di sorga, dengan penuh rasa hormat dan keyakinan. Sungguh wajar bila seorang anak yang menginginkan sesuatu atau mengalami kesulitan berlari menghampiri ayahnya sambil mengeluh, "Aduh kepalaku, kepalaku!" Dengan sikap baru seperti itulah kita seharusnya datang kepada Allah untuk meminta pertolongan atas berbagai kebutuhan kita.
- [2] Kita harus datang kepada-Nya untuk meminta hal-hal yang baik, sebab Ia memberikan yang baik kepada mereka yang meminta pada-Nya. Hal ini mengajar kita untuk berserah kepada-Nya. Kita tidak tahu apa yang baik bagi diri kita sendiri (Pkh. 6:12), tetapi Dia tahu apa yang baik bagi diri kita. Oleh sebab itu kita harus menyerahkannya kepada-Nya. Ya Bapa-Ku, jadilah kehendak-Mu. Di sini, si anak diharapkan untuk meminta roti, yakni yang diperlukan, dan ikan, yang menyehatkan. Namun, bila anak itu dengan bodohnya meminta batu, atau ular, atau buah yang belum masak, atau pisau tajam untuk bermain, maka sang ayah, meskipun dia baik hati, akan bertindak sangat bijaksana dengan menolak permintaan itu. Kita sering meminta kepada Allah hal-hal yang akan membahayakan kita jika kita memilikinya. Allah mengetahui hal ini, dan oleh sebab itu Ia tidak memberikannya kepada kita. Penolakan yang dibuat berdasarkan kasih lebih baik daripada pengabulan yang diberikan dengan disertai kemarahan. Kita pasti akan segera celaka seandainya kita sudah menerima semua yang kita inginkan. Hal ini diungkapkan dengan luar biasa bagusnya oleh Juvenal, ahli hukum yang hidup di kerajaan Romawi, dalam Sat. 10.
- (2) Untuk mendorong doa-doa dan harapan-harapan kita. Kita boleh berharap bahwa kita tidak akan ditolak dan dikecewakan. Kita tidak akan menerima batu sebagai ganti roti, yang membuat gigi kita patah (walaupun lapisan gigi kita cukup keras), atau ular sebagai ganti ikan, sehingga kita terpagut. Kita memang mempunyai alasan untuk merasa takut kalau-kalau hal ini akan menimpa kita, karena kita memang pantas diganjar demikian, tetapi Allah akan berbaik hati kepada kita dengan tidak mengganjar kita atas dosa-dosa kita. Dunia sering kali memberi kita batu sebagai ganti roti, dan ular sebagai ganti ikan, tetapi Allah tidak pernah berbuat demikian; tidak, kita akan didengar dan dijawab, seperti anak-anak oleh orangtua mereka.
- [1] Allah telah menempatkan di dalam hati orangtua kecenderungan yang penuh belas kasihan untuk menolong dan memberikan persediaan bagi anak-anak mereka, sesuai dengan kebutuhan mereka. Bahkan orang yang hampir-hampir tidak punya hati nurani terhadap kewajibannya pun masih melakukannya, karena sudah menjadi nalurinya. Tidak pernah ada hukum yang dianggap perlu ditetapkan guna mewajibkan orangtua memelihara anak-anak mereka yang sah, atau, seperti pada zaman Salomo, anak-anak mereka yang tidak sah.
- [2] Dalam hubungan dengan kita, Allah telah menganggap diri-Nya sebagai seorang Bapa, dan mengakui kita sebagai anak-anak-Nya. Oleh sebab itu, karena dengan sendirinya kita pasti akan menolong anak-anak kita, maka kita juga boleh berani untuk datang kepada-Nya untuk minta tolong. Kasih dan kelembutan yang dimiliki para ayah berasal dari Dia; bukan dari alam, melainkan dari Allah Pencipta alam. Oleh sebab itu, kasih dan kelembutan ini jauh lebih besar terdapat dalam diri-Nya. Ia membandingkan kepedulian-Nya terhadap umat-Nya dengan kepedulian seorang ayah terhadap anak-anaknya (Mzm. 103:13), bahkan dengan kepedulian seorang ibu, yang biasanya lebih lemah lembut (Yes. 66:13; 49:14-15). Namun, kasih, kelembutan, dan kebaikan-Nya itu jauh melebihi yang ada pada para orangtua mana pun di dunia ini. Oleh sebab itu, kenyataan ini ditekankan dengan kata apalagi, dan didasarkan pada kebenaran yang tidak dapat diragukan lagi bahwa Allah adalah Bapa yang lebih baik, jauh lebih baik daripada orang tua duniawi mana pun; rancangan-Nya jauh melebihi rancangan mereka. Ayah duniawi kita telah menjaga kita, dan kita telah menjaga anak-anak kita; tapi terlebih lagi, Allah akan menjaga anak-anak-Nya. Ayah duniawi kita sudah jahat karena asalnya, karena merupakan keturunan dari Adam yang sudah jatuh. Mereka telah kehilangan banyak sifat baik yang sesungguhnya dimiliki manusia, dan sifat-sifat yang rusak itu antara lain tidak sabar dan tidak berbaik hati. Namun demikian, mereka memberi pemberian yang baik kepada anak-anak mereka, dan mereka tahu bagaimana memberi apa yang sesuai dan kapan waktunya; apalagi Allah, sebab Dia menyambut ketika orang justru mencampakkan (Mzm. 27:10). Dan,
- pertama, Allah lebih tahu. Orangtua sering kali mencintai anak mereka dengan cara yang bodoh, tetapi Allah penuh dengan hikmat yang tidak terukur. Dia tahu apa yang kita perlukan, apa yang kita inginkan, dan apa yang sesuai bagi kita.
- Kedua, Allah jauh lebih baik hati. Seandainya seluruh kasih sayang para ayah yang lemah lembut di dunia ini digabungkan jadi satu, dan dibandingkan dengan kasih setia yang lemah lembut dari Allah kita, maka ini sama dengan lilin dibandingkan dengan matahari, atau setetes air dengan samudra raya. Allah jauh lebih kaya, dan jauh lebih bersedia memberi kepada anak-anak-Nya dibandingkan dengan ayah kita secara kedagingan, sebab Dia adalah Bapa dari roh kita, yang mengasihi selamanya dan hidup selamanya. Kasih sayang dan kelemahlembutan Sang Bapa bahkan tercurah kepada anak-anak yang tidak taat, anak-anak yang hilang, seperti Daud terhadap Absalom. Jadi, bukankah semuanya ini seharusnya cukup untuk membungkam ketidakpercayaan kita?
Matthew Henry: Mat 7:12-14 - Hukum Emas: Melakukan Kebenaran kepada Sesama Hukum Emas: Melakukan Kebenaran kepada Sesama (7:12-14)
Yesus Tuhan kita di sini menekankan kepada kita perihal melakukan kebenaran terhadap sesama...
Hukum Emas: Melakukan Kebenaran kepada Sesama (7:12-14)
- Yesus Tuhan kita di sini menekankan kepada kita perihal melakukan kebenaran terhadap sesama manusia, yang merupakan bagian yang paling mendasar dari ibadah yang sejati. Melakukan Kebenaran merupakan ibadah kepada Allah, yang merupakan sifat dasar dari kebenaran yang universal (berlaku atas manusia di mana saja).
- I. Kita harus menjadikan kebenaran sebagai peraturan kita, dan harus diatur olehnya (ay. 12). Karena itu, jadikanlah ini sebagai prinsip hidupmu, perbuatlah kepada orang seperti yang kamu kehendaki mereka perbuat kepadamu. Oleh sebab itu, untuk dapat mematuhi perintah-perintah sebelumnya, yang bersifat khusus, yakni supaya kamu tidak menghakimi dan mengecam orang lain, maka ingatlah selalu hukum ini. Kalau tidak ingin dikecam, janganlah mengecam. Atau sebaliknya, patuhilah hukum ini dan kamu akan menerima keuntungan dari janji-janji yang diberikan sebelumnya. Cocoklah kalau hukum keadilan ditambahkan kepada hukum doa, sebab jika kita tidak jujur dalam perilaku kita, maka Allah tidak akan mendengar doa-doa kita (Yes. 1:15-17; 58:6, 9; Za. 7:9, 13). Kita tidak dapat berharap akan menerima pemberian-pemberian yang baik dari Allah, jika kita tidak melakukan hal-hal yang adil dan apa yang mulia, manis, dan sedap didengar bagi sesama. Kita bukan saja harus saleh, tetapi juga harus jujur. Kalau tidak, ibadah kita tidaklah lebih daripada kemunafikan. Nah, berikut ini kita melihat:
- . Hukum keadilan yang ditetapkan. Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Kristus datang untuk mengajar kita bukan saja mengenai apa yang harus kita ketahui dan percayai, melainkan juga apa yang harus kita lakukan; apa yang harus kita lakukan, bukan saja terhadap Allah, melainkan juga terhadap manusia; bukan saja terhadap sesama murid Tuhan, orang-orang yang segolongan dan seiman dengan kita, tetapi juga terhadap semua orang secara umum, siapa saja yang berhubungan dengan kita. Hukum emas dalam bidang keadilan adalah berbuatlah terhadap orang lain seperti yang kita inginkan mereka berbuat terhadap kita. Alexander Severus, seorang kaisar kafir, sangat mengagumi hukum ini, dan menuliskannya di dinding-dinding kamarnya. Ia sering mengutipnya dalam menjalankan penghakiman, Ia menghormati Kristus, dan menolong orang-orang Kristen karena kaidah tersebut. Quod tibi, hoc alteri -- perlakukanlah orang lain seperti engkau ingin mereka memperlakukanmu. Entah kaidah itu dilihat dari sisi negatif (jangan perbuat ... dst.) atau dari sisi positif (perbuatlah ... dst), hasilnya sama saja. Janganlah kita perbuat kepada orang lain kejahatan yang telah diperbuat mereka terhadap kita, atau kejahatan yang akan mereka perbuat kepada kita, sekiranya mereka bisa melakukannya. Kita juga tidak boleh perbuat sesuatu yang kita pikir dapat kita tanggung dengan baik seandainya itu diperbuat terhadap kita, melainkan perbuatlah apa yang kita ingin orang perbuat terhadap kita. Hal ini didasarkan atas perintah agung, Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Seperti halnya kita harus mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri, begitu pula kita harus melakukan kewajiban-kewajiban yang sama baiknya ini kepada mereka. Makna dari kaidah ini terdapat dalam tiga hal.
- (1) Kita harus melakukannya terhadap sesama karena kita tahu ini pantas dan masuk di akal. Kita sendiri bisa menilai bahwa hal ini benar dan kita tahu hal ini benar karena ini sesuai dengan kehendak dan pengharapan kita sendiri, yaitu bagaimana jadinya kalau kita sendiri yang mengalami perlakuan orang lain.
- (2) Kita harus menempatkan orang lain pada tingkat yang setaraf dengan kita sendiri, dan harus beranggapan bahwa kita sama berutang budinya kepada mereka, seperti mereka kepada kita. Kita sama terikatnya pada tugas-tugas keadilan seperti mereka, dan mereka berhak mendapatkan keuntungan darinya sama seperti kita.
- (3) Dalam berurusan dengan orang lain, kita harus menganggap diri kita berada dalam masalah dan keadaan yang sama dengan orang-orang yang berhubungan dengan kita, dan menanganinya sesuai dengan keadaan itu. Seandainya saya mengalami keadaan seperti itu, bersusah payah dalam kelemahan dan penderitaan seperti itu, bagaimanakah saya ingin dan berharap untuk diperlakukan? Dan anggapan seperti ini sah-sah saja, karena kita tahu suatu ketika kita sendiri juga bisa mengalami masalah yang sama. Setidak-tidaknya, seharusnya kita merasa takut, jangan sampai Allah dalam penghakiman-Nya akan perbuat kepada kita apa yang telah kita perbuat kepada orang lain.
- . Alasan yang diberikan untuk memperkuat kaidah ini. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. Kaidah ini adalah ringkasan dari perintah agung kedua, yang merupakan salah satu dari dua perintah yang di atasnya tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi (22:40). Perintah agung ini memang tidak disampaikan dengan panjang lebar dalam hukum Taurat maupun dalam kitab para nabi, namun menyimpulkan keseluruhan kitab-kitab itu. Segala sesuatu yang dikatakan di sana yang berkaitan dengan kewajiban kita terhadap sesama (dan jumlahnya tidak sedikit) dapat diringkas dalam perintah agung ini. Di sini Kristus memakai perintah agung ini dan menjadikannya sebagai hukum, yang menyatukan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang selaras dalam memerintahkan kepada kita untuk melakukan sebagaimana kita juga ingin diperlakukan demikian. Melalui kaidah ini, hukum Kristus ditegakkan, tetapi kehidupan orang-orang Kristen akan dihakimi karenanya. Aut hoc non evangelium, authi non evangelici -- Entah hukum ini bukan Injil, atau orang-orang ini bukanlah orang-orang Kristen.
- II. Kita harus menjadikan agama sebagai urusan kehidupan kita dan bersungguh-sungguh dengannya. Kita harus bersikap tegas dan sangat berhati-hati dalam segenap perilaku kita, yang di sini digambarkan seperti memasuki pintu yang sesak, dan berjalan di jalan yang sempit (ay. 13-14). Perhatikanlah di sini,
- . Penjelasan yang diberikan mengenai buruknya jalan dosa dan baiknya jalan kekudusan. Hanya ada dua jalan, yakni yang benar dan yang salah, baik dan jahat, jalan menuju sorga dan jalan menuju neraka, dan di salah satu jalan itu kita semua sedang berjalan: tidak ada tempat di tengah-tengah, baik di kemudian hari maupun sekarang ini. Pembedaan anak-anak manusia atas orang kudus dan orang berdosa, saleh dan kafir, akan terbawa semuanya sampai ke dalam kekekalan.
- Berikut ini kita melihat:
- (1) Penjelasan yang diberikan kepada kita mengenai jalan dari dosa dan orang-orang berdosa, baik tentang kelebihan maupun kekurangannya.
- [1] Hal yang menarik banyak orang untuk datang berbondong-bondong ke dalamnya, dan membuat mereka tetap tinggal di situ. Lebarlah pintu dan luaslah jalan, maka banyaklah pelancong yang melalui jalan itu.
- Pertama, "Engkau akan memperoleh kebebasan yang berlimpah ruah di jalan itu. Lebarlah pintu itu, dan terbuka lebar-lebar untuk menggoda orang-orang yang menujunya. Engkau bisa masuk melalui pintu itu dengan membawa semua hawa nafsu yang ada padamu. Tidak ada kekangan bagi segala seleramu, bagi gairah-gairahmu. Kamu boleh berjalan menuruti keinginan hatimu dan pandangan matamu; di sana terasa luas." Luaslah jalan itu, dan tidak ada yang membatasi orang-orang yang berjalan di dalamnya, sehingga mereka dapat berkelana tanpa ujung. Luaslah jalan itu, sebab ada banyak jalan-jalan kecil di dalamnya. Ada banyak pilihan bagi jalan-jalan penuh dosa, yang berlawanan satu sama lain, tetapi semuanya di jalan yang luas ini.
- Kedua, "Kamu akan mempunyai sangat banyak teman di jalan itu: banyak orang yang masuk melaluinya, dan berjalan mengikutinya." Jika kita mengikuti orang banyak itu, maka kita akan melakukan yang jahat. Jika kita berjalan bersama kerumunan orang banyak, maka itu adalah jalan yang salah. Kita memang cenderung mengikuti arah arus, dan berbuat seperti apa yang dilakukan kebanyakan orang. Namun, sungguh sangat disayangkan jika kita bersedia binasa demi teman-teman dan masuk neraka bersama mereka, hanya karena mereka tidak akan masuk sorga bersama kita. Jika banyak yang binasa, kita harus semakin berjaga-jaga lagi.
- [2] Yang harus membuat kita takut terhadap jalan itu adalah karena jalan itu menuju kepada kebinasaan. Maut, kematian kekal, berada di ujung jalan itu (dan jalan dosa akan mengantar kita ke sana) -- kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan. Apakah itu jalan raya kecemaran yang terang-terangan, atau jalan belakang kemunafikan yang ditutup-tutupi, jika itu adalah jalan dosa, maka kita akan binasa, bila kita tidak bertobat.
- (2) Berikut ini penjelasan mengenai jalan kekudusan.
- [1] Apa yang ada di dalamnya yang membuat banyak orang takut dan menghindarinya. Biarlah kita ketahui yang terburuk darinya, supaya kita mau duduk dan memperhitungkan harga yang harus kita bayar. Kristus berlaku jujur kepada kita dan memberi tahu kita,
- Pertama, bahwa pintu itu sesak. Pertobatan dan kelahiran kembali merupakan pintu, yang melaluinya kita memasuki jalan ini, dan di dalam jalan inilah kita memulai kehidupan iman dan kesalehan yang sungguh-sungguh. Kita harus keluar dari keadaan dosa dan memasuki keadaan anugerah melalui kelahiran baru (Yoh. 3:3, 5). Ini adalah pintu yang sesak, yang sulit didapat dan sulit dilalui, seperti celah di antara dua bukit batu (1Sam. 14:4). Harus ada hati yang baru dan roh yang baru, dan yang lama harus berlalu. Kecenderung jiwa harus diubah, berbagai kebiasaan dan adat yang buruk harus dibuang, apa yang selama ini kita lakukan harus dihentikan, dan kita harus memulai dari awal lagi. Kita harus berenang melawan arus; berbagai tantangan, baik dari luar maupun dari dalam, harus dihadapi dan dipatahkan. Lebih mudah membuat orang melawan dunia daripada melawan dirinya sendiri, namun, hal ini harus terjadi dalam pertobatan. Ini adalah pintu yang sesak, sebab kita harus merunduk agar dapat melaluinya. Kita harus menjadi seperti anak-anak kecil. Pikiran yang tinggi harus direndahkan. Bahkan kita harus menanggalkan semuanya dan menyangkal diri kita sendiri, menanggalkan dunia, dan menanggalkan manusia lama. Kita harus rela meninggalkan semua demi kepentingan kita di dalam Kristus. Sesaklah pintu itu bagi semua orang, tetapi terasa lebih sesak bagi sebagian orang daripada yang lainnya, seperti misalnya bagi orang kaya dan bagi orang-orang yang sudah lama berprasangka buruk terhadap agama. Sesaklah pintu itu, namun demikian terpujilah Allah, karena pintu itu tidak tertutup atau terkunci bagi kita, ataupun dijaga dengan pedang yang menyala-nyala, seperti yang akan terjadi tidak lama lagi (25:10).
- Kedua, bahwa jalan itu sempit. Kita belum akan langsung berada di sorga segera setelah melalui pintu yang sesak itu, atau tiba di Kanaan segera setelah melintasi Laut Teberau. Tidak demikian halnya, kita harus melalui padang gurun terlebih dulu, harus berjalan melintasi jalan yang sempit, dengan dipagari oleh hukum ilahi, yang luar biasa luasnya, sehingga membuat jalan itu sempit. Diri harus disangkal, tubuh harus dikendalikan, dan kejahatan-kejahatan dimatikan seperti terhadap mata yang kanan dan tangan yang kanan. Godaan-godaan sehari-hari harus dilawan, dan kewajiban-kewajiban yang berlawanan dengan kehendak hati harus dilakukan. Kita harus sanggup menanggung kesukaran, harus bergumul dan bersusah payah, harus berjaga-jaga dalam segala perkara, dan berjalan dengan cermat dan hati-hati. Kita harus mengalami banyak sengsara. Ini adalah hodos tethlimmenē -- jalan penuh penderitaan, jalan yang dipagari dengan duri-duri, namun demikian, terpujilah Allah, sebab jalan ini tidak tertutup. Tubuh yang kita bawa-bawa bersama kita dan kejahatan-kejahatan yang masih tinggal dalam diri kita membuat kita sulit menjalankan kewajiban. Namun, seiring dengan semakin bertumbuhnya pengertian dan kehendak kita, jalan itu pun semakin terbuka meluas, dan akan terasa semakin menyenangkan.
- Ketiga, mengingat begitu sesaknya pintu itu dan begitu sempitnya jalan itu, tidaklah mengherankan bila hanya sedikit orang yang mendapatinya dan memilihnya. Banyak yang melewatkannya begitu saja karena kecerobohan mereka. Mereka tidak mau bersusah-susah mendapatinya. Mereka telah cukup puas dengan keadaan mereka, dan tidak merasa perlu mengubah jalan hidup mereka. Yang lain melihat jalan itu, namun mereka menghindarinya. Mereka tidak suka dibatasi dan dikekang seperti itu. Orang-orang yang sedang menuju sorga itu hanya sedikit, jika dibandingkan dengan orang-orang yang sedang menuju neraka. Yang terakhir ini hanyalah umat yang tersisa, kawanan kecil, seperti sisa-sisa dari panen kebun anggur, dan kedelapan orang yang diselamatkan dalam bahtera (1Ptr. 3:20). In vitia alter alterum trudimus; Quomodo ad salutem revocari potest, quum nullus retrahit, et populus impellit -- Di jalan-jalan orang jahat, mereka saling mendorong ke depan; jadi bagaimana mungkin orang dapat dibawa kembali ke jalan yang aman, sedangkan ia terus didesak maju oleh banyak orang, tanpa ada kekuatan yang melawan desakan itu? (Dikutip dari Seneca, Epist. 29). Hal ini mengecilkan hati banyak orang. Mereka tidak suka berjalan sendirian, tidak suka menyendiri. Akan tetapi, daripada tersandung karena masalah ini, lebih baik kita berkata, bila hanya begitu sedikit orang yang sedang menuju sorga, tentunya masih ada satu jalan lagi bagiku.
- [2] Mari kita lihat apa saja yang ada di jalan ini, yang sekalipun demikian, harus tetap mengundang kita semua untuk mendatanginya. Jalan ini menuju kepada kehidupan, kepada penghiburan dari Allah untuk masa sekarang, yang adalah kehidupan bagi jiwa; menuju kebahagiaan abadi, dan pengharapan akan kebahagiaan yang akan kita terima pada akhir perjalanan kita ini seharusnya membuat kita menanggung segala kesulitan dan ketidaknyamanan yang kita temui di jalan itu. Kehidupan dan kesalehan dipersatukan (2Ptr. 1:3). Sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menanjak itu, tetapi satu jam saja di sorga akan menggantikan semua ketidaknyamanan itu.
- . Perhatian dan kewajiban utama dari setiap diri kita, dengan mengingat semua hal tadi, adalah: masuklah melalui pintu yang sesak itu. Perkaranya sudah dinyatakan dengan baik dan jelas: kehidupan dan kematian, kebaikan dan kejahatan, beserta masing-masing jalan dan tujuan akhirnya, diperhadapkan kepada kita. Nah, biarlah perkara ini diterima secara keseluruhan, dan dipertimbangkan dengan tidak memihak, lalu setelah itu pilihlah jalan yang hendak kau lewati hari ini. Malah terlebih lagi, perkara itu sudah ditentukan sendiri, dan tidak bisa diperdebatkan lagi. Tidak seorang pun yang berpikiran sehat akan memilih pergi ke tiang gantungan sekalipun jalan menuju ke sana rata dan menyenangkan, atau menolak ditawarkan istana dan singgasana, sekalipun jalan menuju ke sana kasar dan kotor. Namun, kesalahan-kesalahan dan kebodohan-kebodohan yang tidak masuk akal seperti inilah yang dibuat manusia, karena masalah dengan jiwa mereka. Oleh sebab itu, janganlah menunda-nunda lagi, janganlah dengan sengaja menangguhkannya lebih lama lagi, tetapi masuklah melalui pintu yang sesak itu. Ketoklah pintu itu dengan segala doa dan upaya yang tulus dan bersungguh-sungguh, maka pintu akan dibukakan; bahkan terlebih lagi, pintu akan dibukakan lebar-lebar, dan engkau pasti akan memasukinya. Memang benar, kita tidak dapat masuk ataupun terus melangkah tanpa bantuan anugerah ilahi, tetapi, yang ini juga benar, yaitu bahwa anugerah itu ditawarkan dengan cuma-cuma, dan tidak akan ditolak oleh orang-orang yang mencarinya dan yang berserah kepadanya. Pertobatan adalah kerja keras, namun itu diperlukan, dan terpujilah Allah, sebab hal ini tidaklah mustahil, asalkan kita mau berusaha keras (Luk. 13:24).
SH: Mat 7:1-11 - Awas penilaian dan penghakiman. (Kamis, 8 Januari 1998) Awas penilaian dan penghakiman.
Kita cenderung menilai dan menghakimi orang lain, tetapi membela diri sendiri. Sebagaimana kita memperlakukan orang l...
Awas penilaian dan penghakiman.
Kita cenderung menilai dan menghakimi orang lain, tetapi membela diri sendiri. Sebagaimana kita memperlakukan orang lain, demikian Tuhan akan memperlakukan kita. Ukuran yang kita pakai kepada orang lain, akan diukurkan juga kepada kita. Tuhan ingin persekutuan orang beriman tumbuh dalam kesucian. Sikap yang diperlukan bukanlah saling menghakimi, tetapi saling mengoreksi untuk membangun bersama.
Memberi dan meminta. Pengikut Kristus dituntut untuk memberi seperti halnya Allah yang pemurah. Pemberian terindah yang dapat kita lakukan ialah membagikan Injil. Namun ada saatnya kita harus menahan diri dari membagikan harta Injil dan kebenaran firman, yaitu bila orang kita bagikan Injil itu terus menerus menolak dan menghina Kristus. Orang yang beriman adalah orang yang dalam iman tekun berdoa, meminta, mencari, mengetuk pintu anugerah Tuhan. Dengan jalan berdoalah kita beroleh segala yang terbaik.
Renungkan: Kristen adalah penatalayan harta Allah. Apakah cara hidup, doa, serta pelayanan kita mencerminkan penatalayan yang bertanggung jawab?
Doa: Tatkala hidup doaku tawar dan lesu, o Tuhan jenguklah aku, supaya aku boleh terus memandang kepada-Mu.
SH: Mat 7:1-11 - Keseimbangan hidup Kristen (Kamis, 18 Januari 2001) Keseimbangan hidup Kristen
Kehidupan Kristen adalah
kehidupan yang seimbang, artinya tidak
mengutamakan satu sikap dengan mengorbankan yang
lain. ...
Keseimbangan hidup Kristen
Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang seimbang, artinya tidak mengutamakan satu sikap dengan mengorbankan yang lain. Sebab sikap yang tidak seimbang akan membawa Kristen ke dalam bahaya-bahaya. Apa saja bahayanya?
Tuntutan untuk hidup sempurna membuat kita bersikap kritis dan menghukum orang lain. Apakah bahayanya sikap demikian (ayat 1-5)? Kata menghakimi di sini bukan berarti mengevaluasi ataupun menghakimi yang berhubungan dengan pengadilan, namun lebih kepada sikap kritis atau sikap menghukum terhadap perbuatan orang lain. Kita yang berkomitmen kepada norma-norma Kerajaan Allah dan kebenaran, tidak mempunyai wewenang untuk bersikap demikian. Jika kita mengambil tempat Allah sebagai Hakim maka Allah akan menuntut pertanggungjawaban dari diri kita, dengan standar yang kita pakai bukan standar Allah (ayat 2). Inilah bahayanya karena Allah menggunakan ukuran anugerah dan keadilan dalam menghakimi manusia, sedangkan kita ukuran apa yang kita pakai? Mengapa berbahaya? Sebab kita yang sesungguhnya penuh dengan dosa (ayat 3) telah dibenarkan karena anugerah Allah. Jika kita yang penuh dengan dosa dihakimi Allah tidak dengan standar-Nya, bagaimana keadaan kita?
Sebaliknya tuntutan untuk mengasihi orang lain dapat membuat kita menjadi tidak peka atau tajam terhadap dosa-dosa orang lain. Ini juga berbahaya. Babi di sini tidak hanya najis namun juga binatang yang buas dan ganas yang dapat menyerang manusia. Demikian pula anjing pada masa itu jangan disamakan dengan anjing yang dapat dipelihara di rumah-rumah seperti sekarang ini. Itu adalah binatang yang najis dan buas. Jadi babi dan anjing ini melambangkan manusia yang secara terang- terangan menolak Injil dengan penghinaan dan serangan fisik. Yesus memberikan jaminan bahwa Kristen dapat menghindari bahaya-bahaya di atas dengan mohon bimbingan-Nya melalui doa dan Allah pasti akan menjawab doa kita sebab doa merupakan sumber kekuatan kita. Namun doa yang bagaimana? Doa yang dipanjatkan secara tekun dan bertujuan memuliakan nama-Nya (ayat 7-11).
Renungkan: Tidak ada alasan bagi Kristen untuk tidak dapat hidup dengan seimbang dalam hubungannya dengan saudara seiman dan sesamanya yang tidak seiman, walaupun hubungan antar manusia tetap merupakan masalah yang sangat pelik.
SH: Mat 7:1-6 - Jadilah saudara, bukan hakim sesamamu! (Kamis, 13 Januari 2005) Jadilah saudara, bukan hakim sesamamu!
Tuhan Yesus tidak saja mengajar para pengikut-Nya tentang relasi
dengan Allah dan sikap terhadap harta. I...
Jadilah saudara, bukan hakim sesamamu!
Tuhan Yesus tidak saja mengajar para pengikut-Nya tentang relasi dengan Allah dan sikap terhadap harta. Ia ingin para murid-Nya memiliki relasi yang benar dengan sesamanya.
Tuhan Yesus melarang kita menghakimi (ayat 1). Maksud Tuhan bukan berarti kita tidak usah memedulikan kesalahan orang lain dan membiarkan ia hidup dalam kesalahan. Ia juga tidak bermaksud bahwa Allah melarang adanya lembaga peradilan. Maksud Tuhan, kita tidak boleh menghakimi dengan menggunakan ukuran yang keras dan tidak bertujuan untuk memulihkan. Ia juga melarang kita menghakimi dengan standar ganda: ukuran yang lunak dan rendah untuk diri sendiri, ukuran yang keras dan terlalu tinggi untuk orang lain (ayat 3-4). Ayat 5 jelas menunjukkan bahwa kita perlu menggunakan kapasitas penilaian kita dengan baik, asal tidak munafik.
Tuhan Yesus juga realistis tentang keinginan baik kita dalam membangun relasi dengan sesama. Bila tadi Ia menentang orang yang terlalu membesarkan masalah orang akibat mengenakan standar terlalu berat, kini Ia menentang orang yang terlalu menganggap enteng masalah sebab menggunakan ukuran yang terlalu rendah. Tuhan keras sekali menyebut bahwa ada orang yang bagaikan anjing atau babi (ayat 6) keduanya menekankan kondisi najis dan bebal yang tidak responsif kepada-Nya.
Penggunaan standar ganda sering kita jumpai masa kini, baik dalam masyarakat luas maupun dalam kalangan gereja. Entah kita cenderung meringankan kesalahan diri sendiri dan memberatkan kesalahan orang lain, atau kita menilai orang dengan memandang kedudukannya. Keduanya tidak Tuhan perkenan atau izinkan. Tuhan Yesus ingin agar kita bertindak sebagai saudara terhadap sesama kita, bukan menjadi hakim apalagi algojo.
Responsku: Aku harus menjadikan sifat dan sikap Allah mengujud penuh dalam sikapku terhadap sesamaku.
SH: Mat 7:1-6 - Jangan menghakimi (Rabu, 13 Januari 2010) Jangan menghakimi
Apa itu munafik? Beda kata dan perbuatan, juga beda dalam dan luar!
Seorang yang munafik bisa menampilkan diri terlihat sangat...
Jangan menghakimi
Apa itu munafik? Beda kata dan perbuatan, juga beda dalam dan luar! Seorang yang munafik bisa menampilkan diri terlihat sangat saleh, kata-katanya sangat rohani, tetapi sikapnya yang melecehkan orang lain membuktikan kebobrokan moralitasnya dan orientasi keduniawiannya.
Salah satu bentuk kemunafikan adalah suka mencela orang lain dengan ukuran atau standar kebenaran buatan diri sendiri atau orang lain, yang bukan dari Tuhan. Oleh karena itu nasihat Tuhan Yesus harus disimak baik-baik. Pertama, Yesus mengajarkan agar jangan kita menghakimi orang lain. Hanya Allah yang memiliki hak untuk menghakimi manusia karena Dialah Sang Pencipta yang mengetahui luar dalam ciptaan-Nya sendiri. Kedua, kita semua manusia berdosa, memiliki kelemahan masing-masing. Waktu kita menghakimi orang lain, kita sebenarnya sedang membuka diri untuk dihakimi juga (ayat 2). Ketiga, orang yang suka menghakimi orang lain tanpa ia sadari telah menempatkan diri sebagai Tuhan yang Maha Tahu akan kesalahan orang lain. Ia lupa bahwa jangan-jangan dirinya memiliki kesalahan yang jauh lebih besar daripada kesalahan orang yang ia hakimi (ayat 3-5).
Ayat enam sebenarnya berdiri sendiri. Di sini Yesus mengingatkan agar dengan hikmat yang dari Tuhan kita tidak menyia-nyiakan waktu berharga untuk orang-orang yang memang tidak mau diajar atau mendengarkan pengajaran hikmat Ilahi. Hanya harus diingat, jangan kita mengukurnya semata-mata dari ketidakikhasan kita melayani orang yang perlu dilayani. Ini juga sebenarnya sejenis penghakiman yang berukuran duniawi, mengukur untung rugi pribadi dalam melayani orang tertentu.
Bagaimana sikap hati yang benar tatkala ada saudara kita yang bersalah? Bukan dengan menghakimi dia, tetapi dengan menyatakan kasih Allah yang bisa berupa nasihat, dorongan, bahkan teguran, sambil menjaga diri tidak jatuh ke dosa yang sama (Gal. 6:1).
SH: Mat 7:1-12 - Standar penilaian diri (Rabu, 16 Januari 2013) Standar penilaian diri
Relasi dengan sesama sering kali bergantung pada ukuran yang kita kenakan pada orang lain atau sebaliknya, apa yang orang lain...
Standar penilaian diri
Relasi dengan sesama sering kali bergantung pada ukuran yang kita kenakan pada orang lain atau sebaliknya, apa yang orang lain ukur dari diri kita. Sering kali ukuran itu berkaitan dengan apa yang dimiliki dan dihasilkan orang itu.
Matius menuliskan pengajaran Yesus dalam hal menghakimi berkaitan dengan apa yang dihasilkan oleh orang yang tidak memiliki karakter surgawi, yaitu orang yang di luar Kristus. Ukuran yang ia pakai adalah dirinya sendiri yang berdosa. Ia tidak dapat melihat dalam terang Kristus apa yang menjadi kekurangan dirinya sendiri. Seseorang yang tidak memiliki Kristus tidak akan dapat melihat dengan ‘jelas’ kesalahan dirinya sendiri, apalagi kesalahan orang lain (5). Maka, penghakimannya itu pasti salah dan ngawur.
Yesus mengajar lebih lanjut untuk ‘tidak melemparkan mutiaramu kepada babi’ (6). Babi menggambarkan orang yang karena tidak memiliki Kristus, tidak pula memiliki kepekaan akan apa yang mulia dan tidak mulia. Sikap menghakimi orang lain adalah sikap yang tidak mulia. Maka, ‘sia-sia’-lah mengajari orang tersebut dengan hal yang mulia, ia pasti menolaknya.
Yesus meneruskan dengan nasihat kepada anak-anak Tuhan untuk berdoa (7-11). Ketika kita sadar bahwa kepekaan kita akan hal yang mulia itu belum terbangun, kita dengan iman meminta hal tersebut pada Allah. Bapa di surga melebihi orang tua di dunia ini, Ia akan memberikan karakter yang mulia bagi setiap anak-Nya yang memintanya.
Perintah negatif ‘jangan menghakimi’ diubah menjadi perintah positif. ‘Lakukan perbuatan baik kepada sesama!’ (12). Inisiatif memberikan yang terbaik harus dimulai dari kita, yang sudah menerima anugerah karakter surgawi.
Kita harus terus menerus memberi diri diubah oleh Kristus sehingga karakter surgawi terbentuk dalam hidup kita. Semakin kita mengenal Kristus dan nilai-nilai mulia-Nya dalam hidup kita, semakin kita memancarkan nilai-nilai mulia itu. Nilai-nilai itu membuat kita tidak mudah menghakimi orang lain, sebaliknya kita akan selalu memberikan yang terbaik buat mereka.
SH: Mat 7:1-14 - Rendah Hati Tanpa Menghakimi (Rabu, 18 Januari 2017) Rendah Hati Tanpa Menghakimi
Menjadi pelaku sangat berbeda dengan menjadi penonton. Hidup mengikut Yesus diwujudkan dalam relasi rendah hati terhadap...
Rendah Hati Tanpa Menghakimi
Menjadi pelaku sangat berbeda dengan menjadi penonton. Hidup mengikut Yesus diwujudkan dalam relasi rendah hati terhadap sesama, bukan menghakimi. Inilah jalan keutamaan kepada kehidupan.
Orang menghakimi sesamanya karena merasa bahwa ia lebih benar, lebih tahu, dan lebih baik. Penghakiman dilakukan tanpa terlebih dahulu mengoreksi diri. Tuhan Yesus mengingatkan betapa munafiknya cara pandang seperti itu. Sama seperti seorang dengan balok di matanya hendak mengeluarkan selumbar di mata saudaranya (1-5). Penghakiman diumpamakan dengan pemberian yang kudus dan berharga, semestinya diberikan kepada yang layak menerimanya. Barang yang berharga jika jatuh ke pihak yang salah akan berbalik melawan, apalagi bila penghakiman kita sudah didasarkan ketidaktulusan dan kebencian.
Beralih dari sikap menghakimi, Tuhan Yesus menasihati supaya kita meminta agar diberi, mencari agar mendapat, dan bahkan mengetuk agar pintu dibukakan. Sikap saat meminta, mencari, dan mengetuk adalah berharap dan memohon dengan merendahkan diri, sama seperti seorang anak kepada orangtuanya (7-10). Sikap rendah hati sangat berlawanan dengan menghakimi. Bahkan saat keberadaan kita jauh melebihi, baik secara umur, pengalaman, sosial ekonomi, dan status lain; hidup rendah hati di hadapan sesama dalam setiap situasi menjadi keutamaan hidup yang senantiasa dipuji. Menghakimi sesama tanpa introspeksi diri diumpamakan seperti pintu yang lebar dan jalan yang terbentang kepada kebinasaan, namun kerendahan hati diibaratkan seperti pintu yang sesak dan jalan sempit kepada kehidupan (13-14).
Salah satu krisis yang kita hadapi adalah krisis relasi. Media sosial yang sifatnya publik dan terbuka mudah dipenuhi dengan akun samaran, saling membantah, pembenaran diri, dan menghakimi sesama. Kita butuh keteladanan sikap rendah hati dan bukan mencibir serta menghakimi. Inilah pilihan bersama yang perlu diperjuangkan untuk meraih kehidupan Kerajaan Allah. [YTP]
SH: Mat 7:1-12 - Kebijaksanaan Kristen (Minggu, 10 Januari 2021) Kebijaksanaan Kristen
Kita menjalani hidup yang singkat di dunia ini disertai dengan kebijaksanaan yang berasal dari Allah, yaitu firman-Nya yang kud...
Kebijaksanaan Kristen
Kita menjalani hidup yang singkat di dunia ini disertai dengan kebijaksanaan yang berasal dari Allah, yaitu firman-Nya yang kudus, mulia, dan benar. Pada bagian akhir dari rangkaian Khotbah di Bukit ini, Yesus mengajarkan kepada pendengar-Nya beberapa kebijaksanaan berelasi.
Pertama, jangan menghakimi. Kebiasaan orang-orang yang berpenampilan "rohani" adalah melihat orang lain lebih berdosa daripada dirinya. Diri sendiri suka membesar-besarkan kesalahan orang lain dan mengkritisinya secara berlebihan. Dirinya tidak melihat betapa besarnya kesalahan sendiri. Dengan begitu, diri sendiri terlihat sebagai orang yang baik. Yesus menegur kemunafikan itu (1-5).
Kedua, Yesus memberi tahu agar semua pengajaran yang Dia sampaikan tidak diberitakan kepada orang-orang yang tidak dapat menghormati firman-Nya. Karena mereka akan menolak, menyia-nyiakan, bahkan mungkin melecehkan firman-Nya dengan membantah dan menyerang-Nya (6).
Ketiga, dalam hal berdoa, Yesus mengungkapkan kemurahan hati Allah Bapa kepada orang-orang yang sungguh-sungguh mencari dan meminta kepada-Nya. Allah pasti menjawab dengan memberi yang baik (7-11). Keseluruhan isi hukum Taurat dan kitab para nabi adalah perintah supaya kita melakukan hal yang baik kepada orang lain jika kita ingin menerima perlakuan yang baik juga (12).
Dengan demikian, kita perlu lebih bijaksana dalam menjalin relasi dengan Tuhan dan sesama. Kita tidak boleh merendahkan orang lain. Kita tidak boleh menghakimi orang lain secara tidak adil. Kita tidak boleh bermaksud jahat kepada orang lain. Kita juga tidak boleh berbuat semena-mena terhadap orang lain. Intinya, kita dilarang berbuat jahat.
Mari kita perlakukan firman Tuhan atau berita Injil serta kebenaran-Nya dengan penuh hormat. Kita tunjukkan keseriusan dalam menghayati firman Tuhan. Kita terus berharap kepada Allah untuk segala sesuatu. Percayalah bahwa semua yang Tuhan nyatakan itu baik bagi kita dan hiduplah bijaksana sebagai seorang Kristen. [IVT]
SH: Mat 7:7-12 - Minta, cari, ketok! (Jumat, 14 Januari 2005) Minta, cari, ketok!
Apakah yang membuat permohonan doa kita dijawab? Kesungguhan
kita berdoakah, atau kebaikan Allah yang ingin memberikan yang
...
Minta, cari, ketok!
Apakah yang membuat permohonan doa kita dijawab? Kesungguhan kita berdoakah, atau kebaikan Allah yang ingin memberikan yang terbaik untuk kita? Tuhan Yesus mengajar kita bahwa keduanya tidak bertentangan tetapi saling menunjang. Kita berdoa dengan penuh kesungguhan bukan karena Allah perlu "dipaksa" oleh klaim-klaim kita, tetapi karena kita percaya Allah baik adanya.
Tuhan Yesus menegaskan kesungguhan dan ketekunan berjalan seiring dengan keyakinan bahwa doa kita disambut oleh Bapa Surgawi yang baik. Ia melukiskan hal berdoa itu dengan tiga kata kerja: minta, cari, ketok (ayat 7). Melalui ketiga kata kerja itu Ia menegaskan dua hal penting tentang doa. Pertama, posisi pendoa ada dalam posisi orang yang berkebutuhan sedangkan Tuhan dalam posisi penjawab dan pemenuh kebutuhan. Dalam posisi demikian, yang menentukan bukan pendoa tetapi sang Penjawab doa.
Kedua, ketiga kata kerja itu menekankan keserasian antara kegiatan berdoa dan sikap bersungguh serta bertekun dalam doa. Kesungguhan dan ketekunan berdoa itu lahir dari keyakinan bahwa Allah baik adanya dan pasti akan menjawab doa-doa kita sesuai dengan sifat baik sempurna-Nya sebagai Bapa Surgawi. Yesus mempertentangkan Bapa Surgawi dengan bapak duniawi. Bila bapak duniawi yang jahat saja tahu memberi yang baik kepada anak-anaknya, alangkah lebih baik lagi sikap dan tindakan Bapa Surgawi kita (ayat 11). Keyakinan akan kebaikan Allah bukan saja berdampak pada kehidupan doa kita, tetapi juga berdampak pada sikap sosial kita (ayat 12). Seperti Bapa Surgawi memberikan yang terbaik untuk kita, kita juga mau memberikan yang terbaik untuk sesama kita.
Ingat: Berdoa berarti menundukkan diri kepada kehendak Allah. Jangan menjadikan doa alat untuk mengatur atau memaksa Tuhan. Yakinlah bahwa Allah baik dan akan memberi yang terbaik bagi kita. Jangan berdoa asal-asalan sebab itu berarti menyepelekan kebaikan Tuhan.
SH: Mat 7:7-11 - Minta, cari, dan ketok .. (Kamis, 14 Januari 2010) Minta, cari, dan ketok ..
Doa tidak boleh dijadikan sarana semata-mata untuk meminta-minta
kepada Tuhan demi memuaskan keinginan yang egosentris...
Minta, cari, dan ketok ..
Doa tidak boleh dijadikan sarana semata-mata untuk meminta-minta kepada Tuhan demi memuaskan keinginan yang egosentris. Doa adalah membangun relasi yang intim dengan Tuhan. Caranya adalah membuka diri apa adanya dan dengan rendah hati memohon berkat-Nya melimpah dalam hidup kita. Tujuannya adalah hidup kita menjadi semakin dekat dengan Tuhan dan bahkan berkat-Nya mengalir keluar melalui kita kepada orang-orang di sekeliling kita.
Tuhan Yesus menggunakan tiga kata kerja untuk mendorong para murid berdoa kepada Allah Bapa. Tiga kata kerja ini adalah, pertama, mintalah! Jelas sumber segala berkat yang kita butuhkan ada pada Allah. Yang kita perlu lakukan hanyalah meminta dengan iman, yaitu percaya bahwa Dia akan memberikan yang terbaik untuk hidup kita (ayat 9-11). Kedua, carilah! Kita diperintahkan untuk mencari kehendak Allah. Allah tahu yang terbaik untuk hidup kita, tetapi kita tidak tahu. Waktu kita mencari dengan segenap hati kehendak Allah itu, maka kita akan menemukan apa yang Tuhan ingin kerjakan melalui dan di dalam anak-anak-Nya. Ketiga, ketoklah! Ada pintu yang tidak bisa kita buka sendiri karena keterbatasan kita. Hanya Allah yang dapat membukakannya bagi kita. Oleh karena itu, kita diminta untuk tekun menantikan Tuhan sendiri bertindak membukakan pintu untuk kita.
Bagaimana tahu kehendak Allah, sehingga yang kita minta memang yang Allah sediakan buat kita, dan yang kita ketok adalah pintu dari Allah yang seharusnya kita masuk? Tidak ada cara lain kecuali kita memelihara kedekatan hati kita dengan hati-Nya, sehingga pikiran kita pun bisa mema-hami pikiran-Nya, dan keinginan-Nya menjadi keinginan kita. Mulailah dengan doa dan membaca Alkitab setiap hari. Pakai waktu meminta hadirat-Nya, mencari pimpinan-Nya, dan bersedia masuk melalui pintu yang Ia bukakan. Selamat menjalani hidup sebagai murid Kristus!
SH: Mat 7:12-29 - Hidup Kristiani dan kewajibannya. (Jumat, 9 Januari 1998) Hidup Kristiani dan kewajibannya.
Kristus merumuskan kembali semua sikap kewajiban dan kehidupan Kristiani. Dari cara-cara merumuskan yang negatif, d...
Hidup Kristiani dan kewajibannya.
Kristus merumuskan kembali semua sikap kewajiban dan kehidupan Kristiani. Dari cara-cara merumuskan yang negatif, diubah menjadi positif. Sikap yang Tuhan tuntut pun diubah dari pasif, masa bodoh menjadi aktif dinamis. Bukan saja Kristen tidak boleh merugikan orang lain, tetapi harus mengasihi sebagaimana ia ingin orang lain berbuat itu pada dirinya. Tekanannya adalah memberikan diri pada sesama bukan menuntut.
Hidup Kristen berat. Tuhan memperhadapkan para pengikut-Nya kepada fakta hidup Kristen yang berat. Harus: memilih jalan hidup yang sempit, bukan yang lebar populer dan kebanyakan orang inginkan; membangun di atas batu karang kokoh ketaatan, bukan di atas sikap kerohanian yang santai; berjaga-jaga bukan saja terhadap para pengajar sesat yang siap berbulu domba bersifat serigala, tetapi terhadap sifat sesat hati sendiri yang hanya beribadah sejauh bibir.
Sikap gereja. Gereja masa kini cenderung mementingkan jumlah daripada mutu. Dan, tidak segan mengorbankan prinsip firman, melacurkan diri dengan prinsip dan cara duniawi.
Renungkan: Khotbah di Bukit memaparkan sikap Kepala Gereja yang mengorbankan hidup-Nya demi beroleh Gereja yang berkualitas.
Doa: Lepaskan kami dari segala jerat kedangkalan rohani.
SH: Mat 7:12-29 - Pilihan yang bukan pilihan (Jumat, 19 Januari 2001) Pilihan yang bukan pilihan
Khotbah di Bukit diakhiri
dengan 4 peringatan yang masing-masing terdiri
dari 2 pilihan yang sangat kontras yaitu 2 jala...
Pilihan yang bukan pilihan
Khotbah di Bukit diakhiri dengan 4 peringatan yang masing-masing terdiri dari 2 pilihan yang sangat kontras yaitu 2 jalan, 2 pohon, 2 klaim, dan 2 pembangun. Peringatan itu merupakan panggilan untuk berkomitmen kepada ajaran-Nya sebab pengikut Kristus bukanlah mereka yang hanya takjub kepada ajaran-Nya (ayat 28-29). Pilihan apa yang kita miliki?
Ada 2 jalan yang tersedia bagi manusia. Jalan bagi
pengikut Kristus adalah sempit: terbatas dan tidak
bebas, karena merupakan jalan yang penuh dengan
tantangan dan penderitaan. Jalan yang tidak
populer karena mengikat kebebasan Kristen untuk
menuruti kehendaknya. Namun jalan itu bukan akhir
dari segalanya sebab di ujungnya tersedia pahala.
Buah adalah lambang dari karya transformasi Allah
di dalam kehidupan orang percaya (Yes. 5:1-7;
Tidak hanya nabi palsu, pengikut Kristus yang palsu pun ada. Faktor yang menentukan palsu atau tidaknya pengikut Kristus adalah ketaatannya kepada kehendak Bapa di surga dan bukan mukjizat yang dilakukan. Mengapa? Mukjizat dapat dikerjakan oleh iblis sedangkan ketaatan kepada Allah hanya Yesuslah yang dapat melakukannya. Inilah yang seharusnya diteladani oleh para pengikut-Nya.
Mana yang akan Anda pilih dalam menjalani kehidupan
di dunia ini? Jalan sempit atau lebar? Berbuah
baik atau tidak? Melakukan kehendak Bapa atau
tidak? Namun sesungguhnya ini bukan pilihan sebab
selain masing-masing mempunyai konsekuensi dalam
kekekalan, melakukan apa yang Kristus ajarkan
adalah satu-satunya batu karang yang teguh dan
merupakan satu-satunya cara membangun fondasi yang
akan menopang dan memampukan kita untuk tetap
bertahan hingga akhir zaman (Yes. 28:16-17;
Renungkan: Karena itu marilah kita menyatakan seluruh Khotbah di Bukit dalam kehidupan praktis sehari- hari.
SH: Mat 7:12-14 - Jangan salah komitmen (Jumat, 15 Januari 2010) Jangan salah komitmen
Apa bukti seseorang sudah menjadi milik Tuhan? Sikap hidup yang
berbeda daripada si milik dunia. Prinsip positif di ay. 12...
Jangan salah komitmen
Apa bukti seseorang sudah menjadi milik Tuhan? Sikap hidup yang berbeda daripada si milik dunia. Prinsip positif di ay. 12 adalah tipikal untuk anak Tuhan, sedangkan semua ajaran bernada negatif adalah tipikal dunia. Pusat hidup orang dunia adalah diri sendiri, apa yang kamu mau orang lain tidak lakukan padamu, jangan lakukan padanya! Hanya anak Tuhan, yang hidupnya sudah diisi firman Tuhan bisa berinisiatif melakukan hal yang baik kepada orang lain karena dia sudah menerima kebaikan dari Tuhan!
Menjadi anak Tuhan bukan hal yang mudah! Memang, pengampunan dan keselamatan adalah anugerah yang tidak bisa kita beli atau gapai dengan kekuatan sendiri. Tetapi menjalani hidup sebagai orang yang sudah menerima anu-gerah, adalah komitmen, perjuangan, dan ketekunan sampai akhir. Hal inilah yang diilustrasikan Tuhan Yesus lewat pintu dan jalan yang luas yang membawa kepada kebinasaan, dan pintu serta jalan sempit yang menuju kehidupan. Pintu yang sempit, tidak membawa kita pada alternatif apa pun kecuali komitmen kepada Tuhan. Di jalan yang sempit kita berjuang melawan godaan memilih jalan yang lebar yang menawarkan alternatif menggiurkan. Perjuangan itu membutuhkan ketekunan seumur hidup, tak boleh lengah apalagi menyerah dari komitmen tunggal kita kepada Tuhan.
Kenyataan dunia ini selalu mengajak kita untuk memilih jalan yang banyak alternatifnya, sehingga kita tidak perlu memberi komitmen tertentu, yang mungkin kita akan sesali kemudian. Apalagi dalam era posmo seperti ini, orang dunia berpendapat bahwa ketekunan pada satu komitmen adalah kebodohan. Kita diajak bersikap pragmatis, yang kelihatan enak, cocok, sekarang ini, itulah yang harus kita kejar.
Menjalani hidup sebagai anak Tuhan, harus mantapkan sikap hidup lebih dahulu: orientasi kita bukan pada diri sendiri tetapi pada Tuhan dan sesama. Lalu, dengan meneladani Tuhan Yesus, kita berani komit kepada-Nya, berjuang dan bertekun sampai akhir!
SH: Mat 7:13-23 - Hanya dua kemungkinan (Sabtu, 15 Januari 2005) Hanya dua kemungkinan
Ucapan Tuhan Yesus ini sangat mengejutkan, terutama untuk
kebanyakan pendengar-Nya yaitu orang Yahudi. Ada semacam
an...
Hanya dua kemungkinan
Ucapan Tuhan Yesus ini sangat mengejutkan, terutama untuk kebanyakan pendengar-Nya yaitu orang Yahudi. Ada semacam anggapan dasar pada mereka bahwa karena mereka keturunan Abraham, mereka pasti umat Allah, milik Allah (band. 3:9-10). Untuk sebagian kita pun mengejutkan, tetapi karena alasan yang berbeda. Karena pengaruh pola pikir modern dan pluralitas agama-agama Timur, ada anggapan bahwa banyak jalan menuju ke Tuhan. Kepercayaan dan kehidupan yang seperti apa pun, akhirnya akan membawa orang ke surga. Tuhan Yesus menentang keras anggapan sesat itu.
Hidup diumpamakan-Nya seperti memasuki gerbang (ayat 13), menjalani jalan (ayat 14), mengeluarkan buah (ayat 17), dan mengalaskan bangunan (ayat 24-27). Hanya ada dua kemungkinan perjalanan dan akhir hidup manusia dalam evaluasi ilahi. Pintu, jalan, buah, dasar yang bagaimana yang kita putuskan untuk menjadi sifat hidup kita kini, akan menentukan nasib kekal kita. Sayangnya yang banyak diminati orang adalah jalan lebar menuju kebinasaan (ayat 13). Orang lebih suka disesatkan dan menyesatkan daripada tunduk kepada kebenaran Allah. Jalan menuju ke kebinasaan memang mudah sebab tinggal mengikuti saja arus dunia yang didorong oleh dosa.
Aktif dalam kegiatan rohani, melakukan banyak pelayanan termasuk membuat mukjizat, fasih melantunkan kalimat-kalimat teologis dan pujian kepada Tuhan bukan jaminan seseorang sungguh di pihak Tuhan. Tanda satu-satunya yang menjamin bahwa kita terhisab ke dalam Kerajaan Surga adalah kita tidak dievaluasi Tuhan sebagai "pembuat kejahatan" (ayat 23). Dengan kata lain, bila hidup kita menunjukkan adanya perjuangan konsisten untuk hidup kudus dengan pertolongan anugerah-Nya, barulah kita memiliki jaminan sah keselamatan kita.
Renungkan: Keselamatan bukan hasil usaha tetapi akibat kita sungguh mengizinkan anugerah-Nya membebaskan kita dari pola hidup berdosa.
SH: Mat 7:13-29 - Standar penilaian kerajaan sorga (Kamis, 17 Januari 2013) Standar penilaian kerajaan sorga
Bagian akhir khotbah di bukit ini menarik karena kita diperhadapkan dengan kesejajaran yang berkesinambungan mulai d...
Standar penilaian kerajaan sorga
Bagian akhir khotbah di bukit ini menarik karena kita diperhadapkan dengan kesejajaran yang berkesinambungan mulai dari dua jalan (luas dan sempit), pintu (lebar dan sesak), tujuan (kehidupan dan kebinasaan), pohon dan buah (yang baik dan tidak baik), orang (bijaksana dan bodoh), dasar bangunan (batu dan pasir), rumah (yang tidak rubuh dan yang hebat kerusakannya).
Kesejajaran yang sinambung ini merupakan klimaks yang menegaskan pelajaran-pelajaran sebelumnya. Berbagai kesejajaran ini merupakan suatu tantangan dari Yesus kepada para murid-Nya dan juga orang banyak yang mendengarkan pengajaran-Nya untuk serius merespons dengan benar.
Di ayat 12, Yesus sudah mendorong inisiatif orang Kristen untuk melakukan yang terbaik bagi sesama. Yesus sendiri meninggalkan teladan bahwa Dia telah melakukan segala sesuatu sebagai pemenuhan hukum Taurat dan para nabi (5:17). Sehingga ketika Ia menyatakan tentang pintu dan jalan maka Ia mengundang kita untuk percaya dan masuk lewat pintu itu dan mengikuti jalan-Nya itu dengan meneladani-Nya (13-14). Hal ini kontras dengan para nabi palsu (15-20), mereka yang berseru-seru, "Tuhan, Tuhan" (21) bahkan yang mengaku telah melakukan berbagai perbuatan ajaib (22-23). Perbuatan (buah-buah) mereka membuktikan kepalsuan iman mereka. Mereka sesungguhnya tidak mengenal Tuhan.
Yesus menghadapkan para murid, orang banyak, dan juga kita pada pilihan, menjadi orang bijak atau bodoh. Anugerah harus direspons dengan benar untuk menghasilkan kehidupan yang berkelimpahan. Yaitu, melakukan firman Tuhan dan menolak bujuk rayu dunia, hawa nafsu, dan para penyesat.
Khotbah di bukit bukan hanya sekadar pengajaran tentang standar moral orang Kristen dalam menjalankan kehidupan kristianinya di dunia ini. Khotbah di bukit adalah cara hidup kristiani dalam rangka menegakkan kerajaan surga, yaitu hidup yang tunduk mutlak pada kedaulatan Allah. Caranya ialah membangun karakter dan perbuatan kristiani yang meneladani Kristus.
SH: Mat 7:13-29 - Buktikan Bila Kau Percaya (Senin, 11 Januari 2021) Buktikan Bila Kau Percaya
Ada ungkapan yang mengatakan "Jika benar-benar cinta, tunjukkanlah melalui tindakan, jangan sebatas perkataan saja." Kalima...
Buktikan Bila Kau Percaya
Ada ungkapan yang mengatakan "Jika benar-benar cinta, tunjukkanlah melalui tindakan, jangan sebatas perkataan saja." Kalimat seperti itu mungkin sering kita dengar ketika mencoba membangun relasi dengan orang yang kita sukai. Pesan yang sama juga berlaku dalam relasi manusia dengan Tuhan.
Jalan yang ada di dunia ini diibaratkan hanya terbagi atas dua jalan. Jalan yang satu lebar, tetapi berujung pada kematian kekal. Jalan yang lain sempit, tetapi berujung pada kehidupan kekal (13, 14). Dari kedua jalan ini kita melihat ada dua tipe manusia yang terlihat sama, tetapi berbeda. Perbedaannya ada pada pangkal dan buahnya.
Pertama, tipe manusia yang melalui jalan lebar. Manusia ini seolah-olah mendengarkan firman Tuhan, beribadah, mengajarkan firman, dan bahkan mungkin melakukan tanda-tanda ajaib. Namun demikian, manusia ini tidak sungguh-sungguh melakukan firman Tuhan (15, 21, 22, 26).
Kedua, manusia yang melewati jalan sempit. Manusia ini mendengarkan firman Tuhan, lalu menghidupi firman tersebut dalam kehidupan pribadi. Ia melakukan kehendak Allah. Ia mempermuliakan Allah Bapa di dalam Anak-Nya (21; bdk. Yoh. 13:31; 14:13). Manusia ini tidak akan mudah terombang-ambing atau terbawa arus zaman. Manusia tipe ini kokoh dan teguh dalam iman seperti bangunan yang memiliki pondasi yang kuat. Manusia tipe kedua ini berjalan di dalam Tuhan Yesus dan menuju kepada-Nya, sebab Yesus adalah jalan dan kebenaran dan hidup (lih. Yoh. 14:6).
Sesungguhnya, setiap orang bisa menjadi pengajar firman Tuhan yang benar-benar melakukan firman-Nya. Setiap orang bisa berdoa, beribadah, dan menghayati firman-Nya dengan sungguh-sungguh. Setiap orang bisa memperoleh mukjizat dari Tuhan Yesus yang ia permuliakan.
Iman kita pada Yesus Kristus harus ditunjukkan melalui hidup yang berbuahkan kebenaran. Kita tidak cukup mendengarkan firman Tuhan saja, tetapi harus melakukan dan menghidupi firman-Nya secara total. Marilah kita hidup beriman dengan memuliakan Allah Bapa di dalam Anak-Nya, Yesus Kristus. [IVT]
Topik Teologia: Mat 7:1 - -- Yesus Kristus
Kemanusiaan Kristus
Kristus Memiliki Natur Intelektual Manusia
Yesus Kreatif dalam Dialog
Dia Memakai Puis...
- Yesus Kristus
- Kemanusiaan Kristus
- Kristus Memiliki Natur Intelektual Manusia
- Yesus Kreatif dalam Dialog
- Dia Memakai Puisi
- Umat Manusia Pada Umumnya
- Manusia Diciptakan sebagai Makhluk Moral
- Manusia Membuat Keputusan Moral
- Existensi Keputusan Moral
- Kej 3:1-5 Kel 19:5 Ima 26:3-6,9-12,14-17 Ula 30:15-20 Yos 24:14-15 2Sa 24:12-13 1Ra 3:14 1Ra 18:21 Ayu 36:11-12 Maz 1:1-2 Maz 103:17-18 Maz 112:1 Ams 1:29-33 Ams 19:16 Ams 28:14 Yes 1:18-20 Yer 21:8-9 Yer 22:3-5 Yeh 33:14-16 Mat 5:19 Mat 5:44-45 Mat 6:14-15 Mat 6:24 Mat 7:1-2 Mar 3:35 Yoh 7:17 Yoh 14:15 Yak 2:10-13
- Dosa
- Dosa-dosa Terhadap Sesama
- Dosa-dosa Kebencian
- Kehidupan Kristen: Tanggung Jawab Terhadap Sesama dan Alam
- Tanggung Jawab Terhadap Sesama
- Tugas Terhadap Orang Lain Pada Umumnya atau Terhadap Orang Kristen
- Sabar dengan Orang Lain
Topik Teologia: Mat 7:3 - -- Yesus Kristus
Kemanusiaan Kristus
Kristus Memiliki Natur Intelektual Manusia
Yesus Kreatif dalam Dialog
Dia Memakai Ilus...
- Yesus Kristus
- Kemanusiaan Kristus
- Kristus Memiliki Natur Intelektual Manusia
- Yesus Kreatif dalam Dialog
- Dia Memakai Ilustrasi
- Dosa
- Dosa-dosa Terhadap Sesama
- Dosa-dosa Kebencian
- Keselamatan
- Kehidupan Kristen: Tanggung Jawab Terhadap Sesama dan Alam
- Tanggung Jawab Terhadap Sesama
- Tugas Terhadap Orang Lain Pada Umumnya atau Terhadap Orang Kristen
- Sabar dengan Orang Lain
Topik Teologia: Mat 7:4 - -- Yesus Kristus
Kemanusiaan Kristus
Kristus Memiliki Natur Intelektual Manusia
Yesus Kreatif dalam Dialog
Dia Memakai Ilus...
- Yesus Kristus
- Kemanusiaan Kristus
- Kristus Memiliki Natur Intelektual Manusia
- Yesus Kreatif dalam Dialog
- Dia Memakai Ilustrasi
- Dosa
- Dosa-dosa Terhadap Sesama
- Dosa-dosa Kebencian
Topik Teologia: Mat 7:6 - -- Yesus Kristus
Kemanusiaan Kristus
Kristus Memiliki Natur Intelektual Manusia
Yesus Kreatif dalam Dialog
Dia Memakai Puis...
- Yesus Kristus
- Kemanusiaan Kristus
- Kristus Memiliki Natur Intelektual Manusia
- Yesus Kreatif dalam Dialog
- Dia Memakai Puisi
- Dosa
- Deskripsi tentang Dosa-dosa dan Pendosa
Topik Teologia: Mat 7:7 - -- Yesus Kristus
Kemanusiaan Kristus
Kristus Memiliki Natur Intelektual Manusia
Yesus Kreatif dalam Dialog
Dia Memakai Puis...
- Yesus Kristus
- Kemanusiaan Kristus
- Kristus Memiliki Natur Intelektual Manusia
- Yesus Kreatif dalam Dialog
- Dia Memakai Puisi
- Pengudusan
- Pengudusan: Fakta yang Tergenapi dan Proses Pertumbuhan
Topik Teologia: Mat 7:8 - -- Pengudusan
Pengudusan: Fakta yang Tergenapi dan Proses Pertumbuhan
Pengudusan sebagai Pertumbuhan dalam Anugerah
Sarana Pertumbuha...
- Pengudusan
- Pengudusan: Fakta yang Tergenapi dan Proses Pertumbuhan
- Kehidupan Kristen: Tanggung Jawab kepada Allah
- Berdoalah karena Allah Mendengarkan Doa
Topik Teologia: Mat 7:9 - -- Pengudusan
Pengudusan: Fakta yang Tergenapi dan Proses Pertumbuhan
Pengudusan sebagai Pertumbuhan dalam Anugerah
Sarana Pertumbuha...
- Pengudusan
- Pengudusan: Fakta yang Tergenapi dan Proses Pertumbuhan
- Kehidupan Kristen: Tanggung Jawab kepada Allah
- Berkomunikasi dengan Allah
- Berdoa kepada Allah
- Motivasi-motivasi untuk Berdoa
- Berdoalah karena Allah Mendengarkan Doa
Topik Teologia: Mat 7:11 - -- Allah yang Berpribadi
Allah sebagai Bapa Orang-orang Percaya
Maz 89:27 Maz 103:13 Yes 43:6-7 Mat 6:8-9 Mat 6:14-15,17-18 Mat 6:...
- Allah yang Berpribadi
- Allah sebagai Bapa Orang-orang Percaya
- Maz 89:27 Maz 103:13 Yes 43:6-7 Mat 6:8-9 Mat 6:14-15,17-18 Mat 6:26,32 Mat 7:11 Yoh 1:12-13 Rom 1:7 Rom 8:15-17 1Ko 1:3 2Ko 1:3 Gal 3:26 Gal 4:6 2Te 2:16 Yak 1:27 Yak 3:9 1Pe 1:17 1Yo 1:3 1Yo 2:1 1Yo 3:1
- Allah itu Baik
- Pengudusan
- Pengudusan: Fakta yang Tergenapi dan Proses Pertumbuhan
- Kehidupan Kristen: Tanggung Jawab kepada Allah
- Berkomunikasi dengan Allah
Topik Teologia: Mat 7:12 - -- Yesus Kristus
Kemanusiaan Kristus
Kristus Memiliki Natur Intelektual Manusia
Yesus Kreatif dalam Dialog
Dia Memakai Perj...
- Yesus Kristus
- Kemanusiaan Kristus
- Kristus Memiliki Natur Intelektual Manusia
- Yesus Kreatif dalam Dialog
- Dia Memakai Perjanjian Lama
- Wahyu Allah
- Wahyu Khusus
- Pandangan Yesus Atas Perjanjian Lama
- Kristus Memakai Perjanjian Lama Secara Otoritatif
- Yesus Memakai Perjanjian Lama di Dalam Diskusi Etika
- Kehidupan Kristen: Tanggung Jawab Terhadap Sesama dan Alam
- Tanggung Jawab Terhadap Sesama
- Tugas Terhadap Orang Lain Pada Umumnya atau Terhadap Orang Kristen
- Berbuat Baik Kepada Orang Lain
Topik Teologia: Mat 7:13 - -- Pekerjaan-Pekerjaan Allah
Keputusan-keputusan Allah
Kedaulatan Pemerintahan Allah
Pemerintahan Allah (Kerajaan) di Dalam Perjanjia...
- Pekerjaan-Pekerjaan Allah
- Keputusan-keputusan Allah
- Kedaulatan Pemerintahan Allah
- Pemerintahan Allah (Kerajaan) di Dalam Perjanjian Baru
- Pengajaran Yesus tentang Kerajaan
- Eskatologi
- Neraka
- Gambaran Neraka
- Gambaran Neraka
- Kehancuran
TFTWMS: Mat 7:1-6 - Penghakiman Yang Benar PENGHAKIMAN YANG BENAR (Matius 7:1-6)
1 "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. 2 Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk m...
PENGHAKIMAN YANG BENAR (Matius 7:1-6)
1 "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. 2 Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. 3 Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? 4 Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. 5 Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." 6 "Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu."
Yesus beralih dari topik kekuatiran dalam pasal 6 kepada penghakiman pada pasal 7, dengan menginstruksikan para pendengar-Nya untuk jangan tergesa-gesa membuat penilaian negatif tentang orang lain. Yesus tidak mengarahkan murid-murid-Nya untuk tidak menghakimi sama sekali, karena hidup sebagai warga Kerajaan Allah sering membutuhkan kearifan yang benar.
Ayat 1. Yesus memerintahkan, "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi." Konstruksi bahasa Yunani tentang larangan Yesus— mh÷ (mē) dengan kata kerja present imperative—menuntut penghentian aksi yang sedang berlangsung. Alkitab NLT menulis "Berhentilah menghakimi orang lain." Apakah Yesus dengan tegas mencela semua jenis penghakiman? Dari teks-teks yang lain, kita tahu kasusnya tidak seperti itu. Sebagai contoh, belakangan dalam khotbah ini, Ia berkata, "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu…. Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka" (7:15, 16). Ia sedang mengatakan bahwa mereka harus menilai ajaran dan gaya hidup guru-guru ini untuk menentukan apakah mereka itu sejati atau palsu dan untuk memutuskan apakah "buah" mereka itu baik atau buruk. Dalam Injil Yohanes, Yesus juga mengatakan, "Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil" (Yoh. 7:24). Nasihatnya itu melarang penghakiman pribadi yang sepenuhnya didasarkan pada ukuran individu itu sendiri, tetapi mendorong penggunaan standar benar penghakiman dari Allah.
Pernyataan Tuhan kita "jangan menghakimi" tidak melarang tindakan menilai antara yang baik dan jahat, karena kita diperintahkan dalam bagian Kitab Suci lainnya untuk membuat penilaian-penilaian ini (Rom. 16:17, 18; 1 Kor. 5:9-13; 2 Kor. 6:14-18; Gal. 1:9; Tit. 1:9-14; 3:10, 11; 1 Yoh. 4:1-3; 2 Yoh. 9-11; Yudas 3, 4). Perkataan Yesus itu harus jangan dipahami untuk mencela disiplin gereja. Yesus sendiri, dalam 18:15-18, memerintahkan hal itu, seperti yang Paulus lakukan (1 Kor. 5:1-5; 2 Tes. 3:6, 14, 15). Bagaimanakah kita bisa tahu bahwa seorang saudara berbuat salah (lihat Gal. 6:1) tanpa menghakimi dia dengan standar benar dari Allah?
Oleh karena itu, perintah Yesus harus dilihat dalam konteks tujuan Khotbah di Bukit—untuk membedakan kebenaran Allah dengan kebenaran para ahli Taurat dan orang-orang Farisi (5:20). Kata Yunani yang digunakan untuk "hakim" (kri÷nw, krinō) dapat mengacu kepada tindakan memilih, menyeleksi, atau menentukan penilaian. Dalam teks ini jelas terlihat bahwa Yesus mencela sikap yang membenarkan diri sendiri dan penghakiman yang keras seperti yang ditunjukkan oleh para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Ia mendesak para pengikut-Nya untuk menghindari semangat jenis ini. Perintah-Nya itu melarang menghakimi berdasarkan penampilan atau menghakimi motivasi atau isi hati orang lain (lihat Yoh. 7:24; 1 Kor. 2:11). Ajaran-Nya itu juga mencela sikap orang yang selalu mencari kesalahan dalam hidup orang lain, sementara menolak untuk melihat kepada dosa-dosanya sendiri (7:3, 4). Kita tidak bisa melakukan penghakiman kekal terhadap orang lain, karena kita semua akan dihakimi oleh hakim yang adil, Yesus Kristus (Yoh. 5:22; Rom. 2:1, 2; 14:4, 10-12; 2 Kor. 5:10; 2 Tim. 4:8; Why. 20:11-15).
Dalam Khotbah di Tempat Datar, perkataan Yesus ditempatkan dalam konteks belas kasihan: "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." "Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni" (Luk. 6:36, 37). Seorang komentator mengatakan, "Sama seperti kita mengampuni karena kita telah diampuni, jadi kita murah hati dalam penghakiman kita terhadap orang lain karena Allah telah menangani kita dengan murah hati."1
Ayat 2. Yesus memberikan dasar bagi perintah-Nya yang melarang penghakiman: "Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." Ayat ini secara puitis memanfaatkan pengulangan kata "hakim" (kri÷mati kri÷nete kriqh÷sesqe, krimati krinete krithēsesthe) dan "ukuran" (me÷trw metreivte metrhqh÷setai, metrōi metreite metrēthēsetai). Sebuah terjemahan yang lebih harfiah akan seperti ini "Karena dengan penghakiman apa engkau menghakimi, engkau akan dihakimi; dan dengan ukuran apa engkau mengukur, ukuran itu akan diukurkan kepadamu."
Ayat ini merupakan paralelisme sinonim di mana "menghakimi" dan "mengukur" adalah setara. Bahasa pengukuran yang Yesus gunakan kemungkinan bersifat pribahasa (lihat Mrk. 4:24; Luk. 6:38). Mishnah mengatakan, "Dengan ukuran apa orang mengukur, ukuran itu akan diukurkan kepada dia lagi."2Metafora ini berasal dari pasar, di mana penjual akan mengukur dengan tepat jumlah barang yang ingin dibeli oleh pembeli. Michael J. Wilkins menjelaskan, "'Ukuran' itu bisa jadi sebuah timbangan, atau wadah atau tongkat yang digunakan untuk menghitung berat atau jarak, tetapi sering digunakan secara kiasan, seperti di sini (lih. 23:32)."3
Orang harus berhati-hati dalam melakukan jenis penghakiman yang Yesus larang karena ia akan dihakimi dengan ukuran yang sama yang ia gunakan untuk menghakimi orang lain. Jika kita menghakimi orang lain secara keras, kita harus mengantisipasi untuk dihakimi dengan keras juga oleh Allah, Hakim tertinggi. Talmud mengatakan, "Orang yang menjatuhkan penghakiman [Ilahi] ke atas sesamanya adalah menghukum lebih dulu dirinya sendiri [untuk dosa-dosanya sendiri]."4David Hill menjelaskan, "Menurut para rabi, Allah menghakimi dunia dengan dua 'ukuran'— belas kasihan dan keadilan."5Orang harus menaruh belas kasihan terhadap orang lain sehingga Allah akan berbelas kasihan kepada dia (Yak 2:13).
Ayat 3, 4. Yesus memberikan dua ilustrasi yang terkait sebagai kasus yang sedang dibahas. Yang pertama melibatkan pengamatan atas suatu kesalahan (melihat, 7:3), dan yang kedua melibatkan koreksinya (mengeluarkan; 7:4). Sebenarnya Ia bertanya, "Bagaimana bisa engkau mengecam saudaramu karena memiliki kesalahan kecil ketika engkau memiliki kesalahan sendiri yang sedemikian besar?"Kata Yunani yang diterjemahkan selumbar (ka¿rfoß, karphos) mengacu kepada partikel jerami atau kayu. Alkitab NIV menulis "selumbar serbuk gergaji," sedangkan Alkitab NJB menulis "serbuk." Yesus tidak membenarkan dosa dalam kehidupan orang yang sedang dihakimi ini, tetapi Ia membedakan dosanya yang lebih kecil dengan dosa yang jauh lebih besar dalam kehidupan si pengecam. Kata yang diterjemahkan balok (doko÷ß, dokos) dapat mengacu kepada setiap balok kayu, termasuk yang digunakan untuk menopang atap rumah. Kiasan yang Yesus gunakan di sini mungkin ditarik dari pekerjaan-Nya selama bertahun-tahun sebagai "tukang kayu" (te÷ktwn,tektōn) atau "tukang bangunan" (13:55; Mrk 6:3).
Seperti bagian khotbah yang lebih awal, Yesus menggunakan gaya bahasa berlebihan untuk membuat jelas pokok pikiran-Nya (lihat 5:23, 24, 29, 30, 34-36, 40). Namun begitu, hiperbola yang Ia gunakan di sini adalah lebih humoris, bahkan tidak masuk akal. Itu mungkin dapat dibandingkan dengan kiasan Yesus tentang unta yang masuk melalui lubang jarum (19:24) atau orang yang menapiskan nyamuk namun menelan unta (23:24). Craig S. Keener berkomentar, "Sebagaimana orang tidak ingin orang buta menuntun dia ke dalam lubang (15:14; 23:16), orang juga tidak mau ahli bedah mata yang buta membedah matanya."6Memiliki "selumbar" atau "balok" di mata seseorang mungkin merupakan pribahasa bagi gagasan tentang dosa yang lebih kecil dan yang lebih besar.7
Ayat 5. Yesus menggunakan ilustrasi kedua yang melibatkan koreksi. Ia menyebut munafik orang yang memiliki dosa yang lebih besar (lihat komentar tentang 6:2, 5). Ia menggambarkan orang itu sebagai individu yang merasa benar sendiri yang menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain. Sifat kebenaran sendiri itu adalah untuk membenarkan diri sendiri sambil mencela orang lain (lihat 2 Sam. 12:1-14). Mengingat fakta itu, Talmud menawarkan nasihat baik ini: "Jangan mengejek sesamamu dengan aib yang engkau sendiri miliki."8
Yesus tidak mengatakan dosa yang lebih kecil harus diabaikan. Sebaliknya, Ia berkata, "Keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." Gagasannya bukanlah pengecam itu harus membuang "balok itu" sehingga ia bisa menghakim saudaranya; melainkan, ia harus membuang balok itu sehingga ia akan dapat melihat dengan lebih jelas bagaimana membantu saudaranya itu untuk membuang "selumbar" dari matanya. Kekuatan untuk membuang selumbar seperti itu tidak terletak pada kebenaran seseorang, melainkan dalam kasih yang ia miliki untuk seorang saudara yang bersalah dan keinginan tulus yang ia miliki untuk membantu dia (Luk. 17:3; Rom. 15:1; Gal. 6:1; 2 Tim. 4:2; Tit 1:13).
Ayat 6. Menyusul perintah-Nya untuk menahan diri dari menghakimi secara tidak adil, Yesus meminta murid-murid-Nya untuk membuat perbedaan penting: "Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu."
Di zaman kuno anjing jarang dijinakkan. Mereka berkeliaran dalam gerombolan dan akan menyerang manusia jika mereka diprovokasi atau cukup lapar. Akibatnya, orang-orang Yahudi memiliki pandangan yang sangat negatif terhadap mereka (Maz. 22:16; Ams. 26:11; Luk. 16:21; 2 Pet. 2:22; Why. 22:15). Memanggil seseorang "anjing" adalah salah satu penghinaan terbesar yang bisa ditujukan kepada seseorang (1 Sam. 17:43; 2 Sam. 16:9). Orang Yahudi menyebut orang non-Yahudi "anjing" (15:26, 27), dan Paulus menggunakan istilah itu untuk guru-guru palsu (Flp. 3:2).
Ungkapan "apa yang kudus" (to a¢gion, to hagion) digunakan dengan variasi kecil dalam Septuaginta untuk mengacu kepada daging korban (Kel. 29:33, 34; Ima. 2:3; 22:10-16; Bil. 18:8-19). Tidak ada orang Yahudi yang menghormati dirinya akan berpikir untuk memberikan sepotong daging yang sudah dipersembahkan sebagai korban kepada Allah kepada anjing. Yesus sedang menyatakan bahwa kabar baik, injil, menuntut rasa hormat dan tidak boleh disia-siakan ke atas siapa saja yang menolak untuk mendengarkannya.
Babi disebut bersama anjing di tempat lain dalam Kitab Suci (2 Pet. 2:22). Mereka adalah binatang yang najis (Ima 11:7; Ula. 14:8) dan karena itu sebagian besar ditemukan di wilayah-wilayah non-Yahudi (8:30-32; Luk. 15:15, 16). Seorang Yahudi yang terhormat bahkan tidak akan menyentuh babi. Selama periode antar perjanjian, Antiokhus, tiran dari dinasti Seleukus, mencoba untuk memaksa orang Yahudi mengorbankan babi dan makan daging babi. Namun begitu, ia menemukan bahwa orang Yahudi lebih rela mati daripada melakukan hal-hal menjijikkan seperti itu.9Karena orang Yahudi tidak memelihara babi, maka babi yang hidup di wilayah Yahudi berkeliaran, sebagai pemburu yang akan makan apa saja (Maz. 80:13).
Melemparkan mutiara, yang bernilai tinggi, kepada makhluk hina seperti babi akan tidak bisa terbayangkan. Sebagaimana kiasan sebelumnya tentang memberikan barang yang kudus kepada anjing, kedua hal itu sangat tidak cocok (lihat Ams. 11:22). Mutiara akan diinjak-injak karena babi tidak menghargai nilainya (lihat 5:13; Ibr. 10:29). Jika seseorang mencoba untuk memberi makan babi dengan mutiara, binatang itu bahkan akan berbalik dengan perasaan dendam dan mencabik-cabik orang itu.
Sekali lagi, sebagaimana "barang yang kudus," "mutiara" melambangkan kabar baik tentang kerajaan (lihat 13:45, 46).10Anjing-anjing dan babi, dalam konteks ini, melambangkan orang tak beragama, bukan bangsa-bangsa Kafir. Kedua istilah itu mengacu kepada semua orang yang memusuhi injil, terlepas dari ras atau kebangsaan mereka. Mereka tidak layak menerima pesan itu karena mereka menghina apa yang kudus (lihat Ams. 9:7-9; 23:9).
Yesus belakangan memberitahu murid-murid-Nya bahwa jika mereka masuk ke sebuah kota atau sebuah rumah dan pemberitaan mereka ditolak, mereka harus "[mengibaskan] debunya dari kaki [mereka]" dan pindah ke kota atau rumah lain di mana orang yang lebih mudah menerima dapat ditemukan (10:13, 14). Setiap kali Paulus mengalami permusuhan dari orang Yahudi yang tidak percaya, ia tidak lagi menginjili mereka dan membawa berita baik itu kepada bangsa-bangsa non-Yahudi yang mau menerimanya (Kis. 13:45-52; 18:5-7; 28:23-28).
TFTWMS: Mat 7:7-11 - Bertekun Dalam Doa BERTEKUN DALAM DOA (Matius 7:7-11)
7 "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibuka...
BERTEKUN DALAM DOA (Matius 7:7-11)
7 "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. 8 Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. 9 Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, 10 atau memberi ular, jika ia meminta ikan? 11 Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."
Yesus kembali kepada topik doa, yang telah dibahas sebelumnya dalam khotbah-Nya (6:5-15). Ia memulai dengan tiga dorongan bagi doa: "Minta," "cari," dan "ketuk" (7:7, 8). Hal-hal penting ini disusul dengan dua ilustrasi yang melibatkan respon seorang ayah kepada anaknya yang meminta "roti" dan "ikan" (7:9, 10). Komentar-Nya tentang doa diakhiri dengan argumentasi yang lebih kecil kepada yang lebih besar ("apalagi") yang menekankan kasih Bapa sorgawi.
Ayat 7, 8. Dengan tiga hal penting yang berbeda, Yesus menekankan pentingnya doa. Minta adalah acuan umum kepada doa (lihat 21:22; Mrk. 11:24; Yoh. 14:13, 14; 15:7, 16; 16:23, 24), sedangkan cari dan ketuk digunakan secara kiasan (lihat Why. 3:20).11
Kehadiran verba perintah yang digunakan dalam ayat 7 menunjukkan tindakan yang berkelanjutan. Alkitab JNT menulis "Teruslah meminta … teruslah mencari … teruslah mengetuk."
Lukas mencatat dua perumpamaan Yesus tentang ketekunan dalam doa yang berhubungan dengan tema "mencari" dan "mengetuk" ini. Lukas 18:1-8 mengetengahkan seorang janda yang terus menerus mencari keadilan dari hakim yang tidak adil dan akhirnya diupahi oleh karena ketekunannya. Dalam Lukas 11:5-8, seseorang mendatangi rumah temannya di tengah malam untuk meminjam beberapa potong roti bagi tamu dadakan. Oleh karena kegigihannya, temannya itu turun dari tempat tidur dan memberi dia apa yang ia butuhkan.
Yesus berjanji, "Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." Allah tidak membenci permintaan doa kita, Ia juga tidak mengabaikannya. Ia selalu membuka pintu untuk kita dan tidak pernah menyuruh kita pulang tanpa memberi apa yang kita butuhkan. Yakobus mengatakan bahwa Allah "memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit" (Yak. 1:5).
Ayat 9, 10. Dua ilustrasi lagi menyusul (disajikan dalam bentuk pertanyaan), yang menunjukkan bagaimana ayah duniawi menanggapi permintaan anak-anak mereka. Pertama, Yesus bertanya, "Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti?" Jawaban yang jelas untuk pertanyaan ini adalah "Tidak!" Hubungan antara "roti" dan "batu" kemungkinan adalah bentuk mereka yang bulat. Perbandingan ini juga tersirat dari pencobaan pertama Yesus di padang gurun, di mana Yesus didesak oleh Iblis untuk mengubah batu menjadi roti (4:3).
Yesus, dengan menggunakan seni pengulangan, melontarkan pertanyaan yang mirip: "atau memberi ular, jika ia meminta ikan?" Sekali lagi, jawabannya adalah tegas, "Tidak!" Pembacaan sambil lalu atas teks itu mengingatkan kita kepada ular berbisa yang akan berpotensi melukai atau membunuh anak—dan ini mungkin saja benar. Bagaimanapun, kata o¡fiß (ophis) biasanya mengacu kepada ular berbisa dalam Perjanjian Baru (Mrk. 16:18; 1 Kor. 10:9). Namun begitu, kemungkinan lainnya adalah bahwa acuan itu di sini adalah kepada ikan yang mirip belut yang ditemukan di Danau Galilea.12Edwin Firmage berpendapat bahwa sudah umum terjadi di banyak kebudayaan kuno untuk mengidentifikasi ikan yang seperti ular sebagai ular.13Dalam kasus ini, "ular " itu hanya akan menjadi batu seperti di atas—tidak bisa dimakan. Imamat 11:9-12 melarang orang Yahudi makan ikan yang tidak bersirip dan bersisik.
Roti dan ikan mewakili makanan yang paling umum dimakan di daerah-daerah berpenduduk di sekitar Danau Galilea. Ketika Yesus secara mujizatiah memberi makan lima ribu dan empat ribu orang, makanan mereka terdiri dari roti dan ikan (14:15-21; 15:32-38). Catatan Lukas menambahkan bahwa Yesus juga mengatakan, "Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking?" (Luk. 11:12). Kalajengking termasuk ke dalam jenis "segala binatang yang merayap dan berkeriapan" yang haram (Ima. 11:29-31), dan atas dasar itu saja mereka tidak boleh dijadikan makanan. Jenis kalajengking tertentu memiliki kulit luar yang keras dan terlihat seperti telur ketika tidur melingkar. Jika seseorang salah mengira jenis kalajengking ini sebagai telur dan mengambilnya untuk diolah menjadi makanan, ia bisa terluka parah.
Ayat 11. Kesimpulan yang Yesus tarik adalah jelas dan kuat: "Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." Yesus menggunakan argumentasi dari yang lebih kecil kepada yang lebih besar untuk menunjukkan bahwa Allah selalu bermurah hati kepada umat-Nya. Dengan begitu, Ia mengacukan para pendengar-Nya sebagai "jahat" (ponhro÷ß, ponēros). Kata ini, yang muncul delapan kali dalam khotbah itu (5:11, 37, 39, 45; 6:13, 23; 7:17, 18), di sini digunakan untuk dibandingkan dengan Allah, yang "baik" secara sempurna (19:17; lihat 5:48). Bila dibandingkan dengan Allah, orang tua terbaik bahkan terlihat jahat.14
Tidak ada orangtua yang penuh kasih akan memperlakukan seorang anak secara begitu kejam dengan memberi dia batu atau ular ketika ia meminta roti atau ikan. Orang tua yang baik hanya menginginkan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Karena orang tua insani ingin menyediakan kebutuhan anak-anak mereka, kita tahu bahwa Bapa sorgawi kita pasti akan memenuhi kebutuhan anak-anak-Nya (Flp. 4:19; Yak. 1:17; 1 Pet. 3:12; 5:7; 1 Yoh. 5:14, 15). Allah ingin memberkati anak-anak-Nya. Kitab Suci tidak menetapkan batasan pada apa yang Ia rela lakukan bagi mereka yang meminta dalam iman dan sesuai dengan kehendak-Nya.
Karena ilustrasi Yesus yang terkait manusia (roti dan ikan) bersifat lahiriah, maka mudah untuk menafsirkan kalimat "apa yang baik" secara lahiriah juga. Namun begitu, sementara Allah memang menyediakan kebutuhan lahiriah anak-anak-Nya (6:33), Ia secara khusus menyediakan kebutuhan rohani mereka. Ketimbang menulis "apa yang baik," Lukas 11:13 menulis "Roh Kudus." Tindakan meminta, mencari, dan mengetuk oleh murid-murid itu dapat secara khusus berkaitan dengan kekuatan rohani yang akan mereka perlukan untuk memenuhi tantangan mengajar yang ditemukan dalam khotbah ini (lihat Rom. 8).
TFTWMS: Mat 7:12 - Ringkasan: Hukum Emas RINGKASAN: HUKUM EMAS (Matius 7:12)
12 "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka...
RINGKASAN: HUKUM EMAS (Matius 7:12)
12 "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."
Ayat 12. Sebagai jenis ringkasan bagi apa yang Ia sudah katakan sebelumnya, Yesus memberikan pedoman untuk berhubungan dengan orang lain yang secara luas telah dikenal sebagai "Hukum Emas." Prinsip dasarnya sebagai etika moral paling tinggi yang pernah diberikan di antara manusia telah bahkan diakui oleh orang-orang yang tidak percaya. Orang bijak dan para filsuf dari Asia, Yunani-Romawi, dan yang berlatar belakang Yahudi telah memberikan nasihat yang serupa. Namun begitu, sebagian besar aturan mereka itu dinyatakan secara negatif.
Filsuf Cina, Konfusius, berkata, "Apa yang engkau tidak inginkan untuk dilaku kan ke atas dirimu sendiri, janganlah dilakukan ke atas orang lain."15Filsuf Yunani, Isocrates, menasihati, "Apa saja yang membuat engkau marah ketika tangan orang lain menimpakan itu ke atas engkau, janganlah lakukan hal itu ke atas orang lain."16Filsuf Yunani, Aristoteles, ketika ditanya bagaimana bersikap terhadap teman-teman, menjawab, "Seperti yang kita inginkan mereka bersikap kepada kita."17Rabi Hillel dilaporkan memberitahu seorang mualaf non-Yahudi, "Dan apa yang engkau benci, jangan kau lakukan kepada sesamamu."18Kitab Tobit dalam Apokrifa menganjurkan," Dan apa yang engkau benci, jangan kau lakukan kepada siapa saja."19Juga, Kitab Sirakh mengatakan, "Hakimilah perasaan sesamamu dengan perasaanmu sendiri, dan dalam setiap masalah bersikaplah bijaksana. "20Surat Aristeas menyatakan," Sejauh engkau tidak ingin kejahatan menimpa dirimu, tapi mengambil bagian dari setiap berkat, (maka itu akan bijaksana) jika engkau lakukan ini kepada para bawahanmu."21
Nasihat Yesus itu dinyatakan secara positif, dan tindakannya tidak terbatas pada kelompok tertentu mana saja (seperti teman-teman dari seseorang): "Perlakukanlah orang dengan cara yang sama engkau menginginkan mereka memperlakukanmu."22
Jika Yesus menyatakan gagasan itu secara negatif, "Hukum Emas itu bisa terpenuhi dengan tidak melakukan apa-apa. Bentuk positif menggerakkan kita untuk bertindak atas nama orang lain; Peraturan itu meminta kita untuk melakukan kepada orang lain semua hal yang kita akan hargai bila dilakukan kepada kita."23Jack P. Lewis mengatakan," Bentuk positif peraturan itu mengikat seseorang kepada perbuatan yang sebanding dengan orang Samaria [Yang Baik Hati] (Luk. 10:30 dst.)."24
Ketika Yesus mengetengahkan Hukum Emas, Ia tidak sedang memberikan hukum baru tetapi menyimpulkan esensi dari Hukum Taurat dan kitab para nabi. Belakangan, Ia membuat pernyataan serupa mengenai perintah Perjanjian Lama untuk "kasihilah TUHAN Allahmu" (Ula. 6:5) dan "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Ima. 19:18). Ia berkata, "Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi" (22:40). Setelah Rabi Hillel memberikan versi negatif Hukum Emas, ia melanjutkan, "Ini adalah isi seluruh Hukum Taurat dan sisanya adalah komentar."25Haruslah diperhatikan bahwa Hukum Emas seperti yang diajarkan oleh Yesus sangat mirip dengan perintah untuk "kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri "(lihat Rom. 13:8-10; Gal. 5:14).
Ayat 12, yang diperkenalkan dengan karena itu(NASB), bisa berfungsi sebagai ringkasan Khotbah di Bukit. Hukum Taurat dan ajaran Yesus harus dilihat melalui lensa Hukum Emas. Ungkapan "Hukum Taurat dan kitab para nabi" sejajar dengan ungkapan sebelumnya "Hukum Taurat atau kitab para nabi" di 5:17. Acuan-acuan ini berfungsi sebagai dasar pengertian bagi isi utama khotbah itu (5:17-7:12).
TFTWMS: Mat 7:13-27 - Nasihat Terakhir NASIHAT TERAKHIR (Matius 7:13-27)
Pada akhir khotbah ini, Yesus menasihati para murid itu untuk mematuhi ajaran-Nya. Ia memaparkan di hadapan mereka ...
NASIHAT TERAKHIR (Matius 7:13-27)
Pada akhir khotbah ini, Yesus menasihati para murid itu untuk mematuhi ajaran-Nya. Ia memaparkan di hadapan mereka serangkaian perbedaan yang dari mana mereka akan diwajibkan untuk memilih: dua jalan yang berbeda (7:13, 14), dua jenis pohon (7:15-20), dua jenis pengikut (7:21-23 ), dan dua jenis tukang bangunan (7:24-27). R. T. France menulis, "Masing-masing menyajikan perbedaan antara yang asli dan yang palsu, dan keaslian ini ditemukan bukan dalam profesi murid itu melainkan dalam kinerjanya."26Penekanannya terletak pada membuat respon yang benar. Kata kerja Yunani poie÷w (poieō), yang biasanya diterjemahkan "membuat" atau "melakukan," muncul sembilan kali dalam bagian ini mengenai ketaatan.
TFTWMS: Mat 7:13-14 - Dua Jalan Dua Jalan (Matius 7:13, 14)
13 "Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, da...
Dua Jalan (Matius 7:13, 14)
13 "Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; 14 karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya." Ayat 13, 14. Yesus mendesak para pengikut-Nya untuk masuk melalui pintu yang sempit. Kata Yunani yang digunakan di sini untuk "sempit" (steno/ß, stenos) menunjukkan "kesulitan yang ekstrim," seolah-olah orang sedang "diperas ke luar melewati lubang bukaan yang kecil." Dalam diskusi-Nya tentang perumpamaan pintu yang sesak, Yesus berkata, "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat" (Luk. 13:24). Istilah Yunani untuk "berjuang" (aÓgwni÷zomai, algōnizomai) adalah sumber kata "agonize (Ind.: tersiksa)" dan "anguish (Ind.: menderita)." Implikasinya adalah bahwa untuk masuk sorga diperlukan banyak usaha (lihat 5:20; 19:24 ).
Kata masuk yang digunakan di sini (ei˙se÷lqate, eiselthate) adalah dalam modus aorist imperative, yang menuntut tindakan tertentu; itu adalah sebuah perintah. Ketika Yesus mengucapkan kata-kata ini, perkataan itu tidak dimaksudkan sebagai peringatan, tapi sebagai nasihat atau undangan. Ia menyambut semua orang yang mau datang kepada Dia.
Mereka yang masuk lewat pintu yang sempit akan juga berjalan di jalan [yang] sempit. Kata kerja Yunani yang diterjemahkan "sempit" (qli÷bw, thlibō) bisa juga berarti "memadatkan," "membatasi," dan "menindas." Jalan yang ditempuh oleh murid-murid Yesus akan diisi dengan kesulitan, pergumulan, dan bahkan penganiayaan. Jalan-jalan kuno Palestina dijadikan sebagai latar belakang untuk gambaran Yesus ini. Robert H. Gundry menulis, "Negeri yang relatif datar memungkinkan jalan yang lebar mudah dilalui. Tapi lingkungan berpegunungan menyempitkan jalan dan membuat jalan itu sulit dilalui."27
Dalam gambaran Yesus itu, bagaimanakah pintu yang sempit dan jalan yang sempit itu berhubungan satu sama lain? France bertanya, "Apakah 'pintu yang sempit' itu berada di awal atau di akhir 'jalan yang sulit'? Atau apakah mungkin jalan yang sulit itu harus dilihat sebagai jalan yang melewati pintu [sempit] itu, sehingga dua gambaran itu menyatu?"28Terlepas dari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini, maksud Yesus adalah jelas. Ia meminta manusia untuk membuat pilihan antara dua jalan hidup alternatif, dengan dua tujuan yang berbeda secara dramatis: hidup kekal dan kehancuran kekal.29Dari dua jalan itu, kita hanya bisa menempuh satu jalan. Dengan memilih satu jalan, kita menolak jalan yang lain. Dua jalan itu berawal di dua tempat yang berbeda, tidak berpotongan, dan tidak punya jalan pintas dari satu jalan ke jalan lainnya. Dalam kehidupan inilah kita harus memutuskan jalan mana yang harus ditempuh dan tujuan mana yang ingin kita capai. Jika kita memutuskan untuk tidak memilih, itu adalah keputusan untuk tidak berjalan di jalan yang sempit.
Yesus mendesak para pendengar-Nya untuk berjalan di jalan yang sempit karena jalan alternatif mengarah kepada kehancuran yang tragis: "Karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan." Kata Yunani yang digunakan untuk "lebar" (eujru/cwroß, euruchōros) artinya "luas." Jalan ini tidak punya syarat atau batasan. Jalan ini tidak meminta komitmen, moral, atau kedewasaan rohani; tetapi upah akhirnya adalah kematian dan kehancuran (Rom. 6:23). Karena jalan itu lebar dan memikat, banyak orang memilih untuk menempuh jalan itu, meskipun itu adalah jalan maut. Umat Allah sudah selalu hampir minoritas (lihat Kej. 6:1-22).
Mengenai ayat-ayat ini, Donald A. Hagner menunjukkan bahwa kiasan "dua jalan" itu merupakan sarana retorika yang digunakan secara umum, dengan mengutip contoh-contoh dari Perjanjian Lama, literatur-literatur antar perjanjian, Gulungan Laut Mati, literatur rabi, dan Bapa Apostolik.30Dalam Perjanjian Lama saja, umat Allah dihadapkan dengan pilihan antara "berkat" dan "kutuk" (Ula. 11:26), "kehidupan dan kemakmuran" dan "kematian dan kemalangan" (Ula. 30:15), "TUHAN" dan "allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah"(Yos. 24:14, 15), "kebenaran dan kejahatan" (Maz. 1:1-6), dan "jalan kehidupan" dan "jalan kematian" (Yer. 21:8).
buka semuaPendahuluan / Garis Besar
Full Life: Matius (Pendahuluan Kitab) Penulis : Matius
Tema : Yesus, Raja Mesianis
Tanggal Penulisan: Tahun 60-an TM
Latar Belakang
Injil ini dengan tepat sekali di...
Penulis : Matius
Tema : Yesus, Raja Mesianis
Tanggal Penulisan: Tahun 60-an TM
Latar Belakang
Injil ini dengan tepat sekali ditempatkan pertama sebagai pengantar PB dan "Mesias, Anak Allah yang hidup" (Mat 16:16). Walaupun nama pengarang tidak disebutkan dalam nas Alkitab, kesaksian semua bapa gereja yang mula-mula (sejak kira-kira tahun 130 M) menyatakan bahwa Injil ini ditulis oleh Matius, salah seorang murid Yesus.
Jikalau Injil Markus ditulis untuk orang Romawi (Lihat "PENDAHULUAN INJIL MARKUS" 08165) dan Injil Lukas untuk Teofilus dan semua orang percaya bukan Yahudi (Lihat "PENDAHULUAN INJIL LUKAS" 08169), maka Injil Matius ditulis untuk orang percaya bangsa Yahudi. Latar Belakang Yahudi dari Injil ini tampak dalam banyak hal, termasuk
- (1) ketergantungannya pada penyataan, janji, dan nubuat PL untuk membuktikan bahwa Yesus memang Mesias yang sudah lama dinantikan;
- (2) hal merunut garis silsilah Yesus, bertolak dari Abraham (Mat 1:1-17);
- (3) pernyataannya yang berulang-ulang bahwa Yesus adalah "Anak Daud" (Mat 1:1; Mat 9:27; Mat 12:23; Mat 15:22; Mat 20:30-31; Mat 21:9,15; Mat 22:41-45);
- (4) penggunaan istilah yang khas Yahudi seperti "Kerajaan Sorga" (yang searti dengan "Kerajaan Allah") sebagai ungkapan rasa hormat orang Yahudi sehingga segan menyebut nama Allah secara langsung dan
- (5) petunjuknya kepada berbagai kebiasaan Yahudi tanpa memberikan penjelasan apa pun (berbeda dengan kitab-kitab Injil yang lain).
Sekalipun demikian, Injil ini tidak semata-mata untuk orang Yahudi. Seperti amanat Yesus sendiri, Injil Matius pada hakikatnya ditujukan kepada seluruh gereja, serta dengan saksama menyatakan lingkup universal Injil (mis. Mat 2:1-12; Mat 8:11-12; Mat 13:38; Mat 21:43; Mat 28:18-20).
Tanggal dan tempat Injil ini berasal tidak dapat dipastikan. Akan tetapi, ada alasan kuat untuk beranggapan bahwa Matius menulis sebelum tahun 70 M ketika berada di Palestina atau Antiokia di Siria. Beberapa sarjana Alkitab percaya bahwa Injil ini merupakan Injil yang pertama ditulis, sedangkan ahli yang lain beranggapan bahwa Injil yang ditulis pertama adalah Injil Markus.
Tujuan
Matius menulis Injil ini
- (1) untuk memberikan kepada sidang pembacanya kisah seorang saksi mata mengenai kehidupan Yesus,
- (2) untuk meyakinkan pembacanya bahwa Yesus adalah Anak Allah dan Mesias yang dinubuatkan oleh nabi PL, yang sudah lama dinantikan, dan
- (3) untuk menunjukkan bahwa Kerajaan Allah dinyatakan di dalam dan melalui Yesus Kristus dalam cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Matius ingin sekali agar pembacanya memahami bahwa
- (1) hampir semua orang Israel menolak Yesus dan kerajaan-Nya. Mereka tidak mau percaya karena Ia datang sebagai Mesias yang rohani dan bukan sebagai Mesias yang politis.
- (2) Hanya pada akhir zaman Yesus akan datang dalam kemuliaan-Nya sebagai Raja segala raja untuk menghakimi dan memerintah semua bangsa.
Survai
Matius memperkenalkan Yesus sebagai penggenapan pengharapan Israel yang dinubuatkan. Yesus menggenapi nubuat PL dalam kelahiran-Nya (Mat 1:22-23), tempat lahir (Mat 2:5-6), peristiwa kembali dari Mesir (Mat 2:15) dan tinggal di Nazaret (Mat 2:23); Ia juga diperkenalkan sebagai Oknum yang didahului oleh perintis jalan Sang Mesias (Mat 3:1-3); dalam hubungan dengan lokasi utama dari pelayanan-Nya di depan umum (Mat 4:14-16), pelayanan penyembuhan-Nya (Mat 8:17), peranan-Nya selaku hamba Allah (Mat 12:17-21), ajaran-Nya dalam bentuk perumpamaan (Mat 13:34-35), peristiwa memasuki Yerusalem dengan jaya (Mat 21:4-5) dan penangkapan-Nya (Mat 26:56).
Pasal 5-25 (Mat 5:1--25:46) mencatat lima ajaran utama yang disampaikan oleh Yesus dan lima kisahan utama mengenai perbuatan-Nya yang besar sebagai Mesias. Lima ajaran utama itu adalah:
- (1) Khotbah di Bukit (pasal 5-7; Mat 5:1--7:29);
- (2) pengarahan bagi orang yang diutus untuk berkeliling memberitakan Kerajaan itu (pasal 10; Mat 10:1-42);
- (3) perumpamaan tentang Kerajaan Allah (pasal 13; Mat 13:1-30);
- (4) sifat seorang murid sejati (pasal 18; Mat 18:1-35) dan
- (5) ajaran di Bukit Zaitun mengenai akhir zaman (pasal 24-25; Mat 24:1--25:46).
Lima kisah utama dalam Injil ini adalah:
- (1) Yesus mengerjakan tanda ajaib dan mukjizat, yang menegaskan tentang realitas kerajaan itu (pasal 8-9; Mat 8:1--9:38);
- (2) Yesus mempertunjukkan lebih lanjut adanya kerajaan (pasal 11-12; Mat 11:1--12:50);
- (3) Pengumuman kerajaan menimbulkan bermacam-macam krisis (pasal 14-17; Mat 14:1--17:27);
- (4) Yesus berjalan ke Yerusalem dan tinggal di situ pada minggu terakhir (Mat 19:1--26:46);
- (5) Yesus ditangkap, dihakimi, disalibkan dan bangkit dari antara orang mati (Mat 26:47--28:20). Tiga ayat yang terakhir dari kitab Injil ini mencatat "Amanat Agung" Yesus.
Ciri-ciri Khas
Tujuh ciri utama menandai Injil ini.
- (1) Kitab ini merupakan Injil yang mencolok sifat ke-Yahudiannya.
- (2) Ajaran dan pelayanan Yesus di bidang penyembuhan dan pelepasan disajikan secara paling teratur. Karena hal ini, maka pada abad kedua gereja sudah mempergunakan Injil ini untuk membina orang yang baru bertobat.
- (3) Kelima ajaran utama berisi materi yang terluas di dalam keempat Injil yang mencatat pengajaran Yesus
- (a) selama pelayanan-Nya di Galilea dan
- (b) mengenai hal-hal terakhir (eskatologi).
- (4) Injil ini secara khusus menyebutkan peristiwa dalam kehidupan Yesus sebagai penggenapan PL jauh lebih banyak daripada kitab lain di PB.
- (5) Kerajaan Sorga\Kerajaan Allah disebutkan dua kali lebih banyak daripada kitab lain di PB.
- (6) Matius menekankan
- (a) standar-standar kebenaran dari Kerajaan Allah (pasal 5-7; Mat 5:1--7:29);
- (b) kuasa kerajaan itu atas dosa, penyakit, setan-setan, dan bahkan kematian; dan
- (c) kejayaan kerajaan itu di masa depan dalam kemenangan yang mutlak pada akhir zaman.
- (7) Hanya Injil ini yang menyebutkan atau menubuatkan gereja sebagai suatu wadah yang menjadi milik Yesus di kemudian hari (Mat 16:18; Mat 18:17).
Full Life: Matius (Garis Besar) Garis Besar
I. Memperkenalkan Mesias
(Mat 1:1-4:11)
A. Silsilah Yahudi Yesus
(Mat 1:1-17)
B....
Garis Besar
- I. Memperkenalkan Mesias
(Mat 1:1-4:11) - A. Silsilah Yahudi Yesus
(Mat 1:1-17) - B. Kelahiran dan Pengungsian ke Mesir
(Mat 1:18-2:23) - C. Perintis Jalan Sang Mesias
(Mat 3:1-12) - D. Pembaptisan Sang Mesias
(Mat 3:13-17) - E. Pencobaan Sang Mesias
(Mat 4:1-11) - II. Pelayanan Mesianis Yesus di dan sekitar Galilea
(Mat 4:12-18:35) - A. Ringkasan Pelayanan yang Awal di Galilea
(Mat 4:12-25) - B. Ajaran tentang Kemuridan dalam Kerajaan
(Mat 5:1-7:29) - C. Kisahan I: Perbuatan-Perbuatan Luar Biasa dari Kerajaan
(Mat 8:1-9:38) - D. Ajaran tentang Pemberitaan Kerajaan
(Mat 10:1-42) - E. Kisahan II: Kehadiran Kerajaan
(Mat 11:1-12:50) - F. Ajaran tentang Rahasia Kerajaan
(Mat 13:1-58) - G. Kisahan III: Krisis Kerajaan
(Mat 14:1-17:27) - H. Ajaran tentang Keanggotaan dalam Kerajaan
(Mat 18:1-35) - III.Puncak Pelayanan Mesianis Yesus di Yudea/Perea dan Yerusalem
(Mat 19:1-26:46) - A. Perjalanan Yesus ke Yerusalem
(Mat 19:1-20:34) - B. Minggu Terakhir yang dilewatkan Yesus di Yerusalem
(Mat 21:1-26:46) - 1. Masuk Yerusalem dan Penyucian Bait Allah
(Mat 21:1-22) - 2. Perdebatan dengan Orang Yahudi
(Mat 21:23-22:46) - 3. Pengecaman terhadap ahli Taurat dan Orang Farisi
(Mat 23:1-39) - 4. Ajaran di Bukit Zaitun tentang Masa Depan Kerajaan
(Mat 24:1-25:46) - 5. Komplotan untuk Mengkhianati Yesus
(Mat 26:1-16) - 6. Perjamuan Terakhir
(Mat 26:17-30) - 7. Getsemani
(Mat 26:31-46) - IV. Yesus Ditangkap, Diadili dan Disalibkan
(Mat 26:47-27:66) - A. Yesus Ditangkap
(Mat 26:47-56) - B. Yesus Diadili
(Mat 26:57-27:26) - C. Yesus Disalibkan
(Mat 27:27-56) - D. Yesus Dikubur
(Mat 27:57-66) - V. Yesus Bangkit
(Mat 28:1-20) - A. Penemuan Luar Biasa Para Wanita
(Mat 28:1-10) - B. Saksi-Saksi Palsu
(Mat 28:11-15) - C. Amanat Tuhan yang Bangkit
(Mat 28:16-20)
Matthew Henry: Matius (Pendahuluan Kitab) Di hadapan kita terdapat,
I. Perjanjian (wasiat) Baru Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita; demikian yang diberikan pada bagian kedua dari...
Di hadapan kita terdapat,
- I. Perjanjian (wasiat) Baru Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita; demikian yang diberikan pada bagian kedua dari Alkitab kita, yang juga disebut kovenan baru, karena kata yang digunakan memiliki kedua makna tersebut. Sebenarnya, bila menyinggung tindakan dan perbuatan Kristus, sebagaimana dimaksudkan di sini, maka istilah yang paling tepat adalah wasiat (Inggris: testament), sebab Kristuslah sang Pemberi Wasiat itu, yang berlaku sah melalui kematian-Nya (Ibr. 9:16-17). Tidak seperti suatu kovenan, dalam wasiat tidak terdapat kesepakatan bersama antara pihak-pihak yang terlibat. Dalam wasiat, apa yang dijanjikan itu dianugerahkan, meskipun bersyarat, berdasarkan suatu kehendak, yakni kehendak bebas, maksud baik dari Sang Pemberi Wasiat. Seluruh anugerah yang terdapat di dalam kitab ini bersumber pada Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita. Karena itu, jika kita tidak mengakui Dia sebagai Tuhan kita, kita tidak dapat mengharapkan manfaat apa pun dari-Nya sebagai Juruselamat kita. Perjanjian ini disebut perjanjian baru, untuk membedakannya dari perjanjian yang diberikan Musa, namun bukan karena perjanjian Musa ini sudah tidak berlaku; juga untuk menyatakan bahwa perjanjian tersebut harus selalu baru, tidak menjadi usang dan ketinggalan zaman. Kitab-kitab Perjanjian Baru ini bukan saja memuat penemuan seutuhnya akan anugerah yang sudah nyata menyelamatkan semua manusia, tetapi juga merupakan sebuah sarana yang sah yang melaluinya anugerah itu disampaikan dan berdiam atas semua orang percaya. Sudah seyogyanyalah dengan cermat kita memelihara, dan dengan penuh perhatian serta sukacita kita membaca pesan dan wasiat terakhir seorang sahabat, yang melalui wasiat itu telah meninggalkan suatu warisan besar, dan bersama warisan ini pula telah mengungkapkan kasih-Nya yang mendalam kepada kita! Betapa terlebih mulianya wasiat yang diberikan Juruselamat kita yang terberkati itu, yang menjamin seluruh kekayaan-Nya yang tidak terkatakan bagi kita! Ini sungguh wasiat-Nya; meskipun wasiat itu, seperti umumnya surat wasiat, ditulis oleh orang lain (kita tidak memiliki bukti apa pun yang merupakan tulisan Kristus sendiri), namun Dia sendirilah yang menyatakannya; dan pada malam sebelum Ia mati, melalui perjamuan malam, Ia menandatangani, memeteraikan, dan mengumumkannya di hadapan dua belas orang saksi. Sebab, meskipun kitab-kitab ini baru ditulis setelah beberapa tahun kemudian, demi manfaat bagi generasi-generasi selanjutnya, in perpetuam rei memoriam – sebagai suatu peringatan abadi, Perjanjian Baru Yesus, Tuhan kita, sudah ditetapkan, dikukuhkan, dan diberitakan sejak kematian-Nya, sebagai sebuah wasiat lisan, yang tentangnya catatan-catatan dalam kitab-kitab tersebut memiliki kesamaan yang tepat. Hal-hal yang dituliskan oleh Lukas merupakan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara orang waktu itu (hal-hal yang diyakini secara pasti, KJV), dan karena itu sudah dikenal baik sebelum ia sendiri menuliskannya. Namun, ketika peristiwa-peristiwa itu dituliskan, tulisan tersebut melampaui dan menyisihkan tradisi lisan, dan tulisan-tulisan ini menjadi perbendaharaan Perjanjian Baru itu. Hal ini ditunjukkan juga dalam judul tambahan yang mengawali banyak salinan Perjanjian Baru bahasa Yunani, Tēs kainēs Diathēkēs Hapanta – Keseluruhan Perjanjian Baru, atau segenap hal mengenainya. Di dalamnya diungkapkan seluruh maksud Allah berkenaan dengan keselamatan kita (Kis. 20:27). Sama sebagaimana hukum Tuhan sempurna adanya, demikian pula halnya dengan Injil Kristus, dan tidak ada lagi yang ditambahkan kepadanya. Kita telah memiliki semuanya, dan tidak ada yang perlu dicari lagi.
- II. Di hadapan kita terdapat Keempat Injil. Injil berarti kabar baik, atau berita kesukaan; dan sejarah kedatangan Kristus ke dalam dunia untuk menyelamatkan orang berdosa ini jelas-jelas merupakan kabar terbaik yang pernah datang dari sorga ke atas bumi; malaikatlah yang memberikan sebutan kesukaan bagi berita itu (Luk. 2:10), Euangelizomai hymin – aku memberitakan kepadamu kesukaan besar; aku memberitakan Injil kepadamu. Nabi pun menubuatkannya (Yes. 52:7; 61:1). Di situ dinubuatkan bahwa pada hari kedatangan Mesias, kesukaan besar itu harus diberitakan. Kata Injil sepadan dengan kata Inggris Gospel yang berasal dari bahasa Sakson kuno [sebuah bahasa Germanik tua – pen.], yang berarti perkataan atau kata Allah (God’s spell atau God’s word); dan Allah dipanggil demikian karena Dia baik, Deus optimus – Allah yang mahabaik, dan karena itu kata Gospel bisa berarti suatu perkataan atau kata yang baik. Bila kita mengambil kata spell dalam artian yang lebih tepat, yaitu charm (carmen), “mantera,” dan memandangnya dari sisi baik, sebagai sesuatu yang menggerakkan dan memengaruhi, tepatnya lenire dolorem – untuk menenangkan hati, atau untuk mengubah hati supaya merasa takjub atau kasih, seperti hal-hal yang umum kita sebut memesonakan atau memikat hati, maka pengertian ini dapat diterapkan pada Injil; sebab di dalamnya sang pembaca mantra menyuarakan manteranya dengan bijak, sekalipun kepada ular tedung tuli (Mzm. 58:5-6). Begitu pula tidak seorang pun yang akan memikirkan adanya mantra lain yang memiliki kuasa seperti keindahan dan kasih Penebus kita. Segenap Perjanjian Baru adalah Injil atau kabar baik itu sendiri. Rasul Paulus menyebut Perjanjian Baru itu Injilnya, sebab ia adalah salah seorang pemberitanya. Alangkah indahnya jika kita juga menjadikannya sebagai Injil kita melalui sambutan hangat dan ketaatan kita terhadap Injil! Lazim keempat kitab yang memuat sejarah tentang Sang Penebus itu kita sebut keempat Injil, dan para penulisnya yang diilhami itu kita sebut pemberita Injil, atau penulis Injil; namun, sebutan ini tidaklah begitu tepat, karena sebutan pemberita Injil menunjuk kepada suatu golongan pengerja atau pelayan tertentu yang menjadi pembantu para rasul: “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun ... pemberita-pemberita Injil” (Ef. 4:11). Ajaran mengenai Kristus harus dijalin dengan, dan didasarkan pada, kisah tentang kelahiran, kehidupan, mujizat-mujizat, kematian, dan kebangkitan-Nya; sebab hanya dengan demikianlah doktrin tersebut tampak dalam terangnya yang paling jelas dan kuat. Seperti halnya dengan alam, demikian juga dalam anugerah, penemuan-penemuan yang paling membahagiakan adalah penemuan-penemuan yang timbul berdasarkan gambaran-gambaran tertentu dari halhal yang nyata. Sejarah alam merupakan filsafat terbaik; begitu pula dengan sejarah suci, baik Perjanjian Lama maupun Baru, adalah sarana kebenaran suci yang paling tepat dan mulia. Keempat Injil ini telah ada sejak awal Kekristenan dan telah diterima teguh oleh gereja mula-mula dan dibacakan dalam pertemuan-pertemuan ibadah Kristen, sebagaimana diungkapkan melalui tulisan-tulisan Justin Martyr dan Irenaeus, yang hidup satu abad lebih sedikit setelah kenaikan Kristus ke sorga; mereka menyatakan bahwa empat Injil sajalah, tidak lebih dan tidak kurang, yang diterima oleh gereja. Sekitar masa itu, keselarasan keempat pemberita Injil itu dihimpun oleh Tatian, dengan judul To dia tessarōn – Injil dari keempat Injil. Pada abad ketiga dan keempat muncul injil-injil lain yang dipalsukan oleh bermacam-macam sekte dan diterbitkan dengan menggunakan nama Petrus, ada lagi dengan nama Tomas, Filipus, dan seterusnya. Namun injil-injil ini tidak pernah diakui maupun dihargai oleh gereja, seperti dikatakan cendekiawan Dr. Whitby. Beliau mengajukan alasan tepat mengapa kita harus setia berpegang pada catatan-catatan tertulis ini, sebab tradisi, dengan pernyataan dan dalih apa pun yang terdapat di dalamnya, tidaklah mampu memelihara berbagai hal dengan pasti, dan hal ini pun telah kita ketahui dari pengalaman. Sebab, meskipun Kristus mengatakan dan melakukan banyak hal yang mengesankan, yang tidak tertulis (Yoh. 20:30;21:25), tradisi tidak menyimpan satu pun bagi kita, semuanya lenyap, kecuali apa yang tertulis [dalam keempat Injil – ed.]. Oleh karena itu, yang tertulis inilah, yang harus kita pegang; dan merupakan berkat Allah bahwa kita memilikinya untuk kita patuhi; itulah perkataan sejarah yang pasti.
- III. Di hadapan kita terdapat Injil menurut Matius. Penulisnya lahir sebagai orang Yahudi, dan bekerja sebagai seorang pemungut cukai, sampai Kristus memanggilnya, dan dia pun meninggalkan rumah cukai, untuk mengikut Dia. Dan penulis merupakan salah seorang yang menyertai-Nya, yang senantiasa datang berkumpul dengan ... Tuhan Yesus ... yaitu mulai dari baptisan Yohanes sampai hari Yesus terangkat ke sorga (Kis. 1:21-22). Oleh sebab itu, ia merupakan saksi yang dapat diandalkan sehubungan dengan apa yang telah dicatatnya di sini. Konon ia telah mencatat sejarah ini sekitar delapan tahun setelah kenaikan Kristus ke sorga. Banyak penulis zaman tersebut yang mengatakan bahwa ia menulisnya dalam bahasa Ibrani atau bahasa Aram; namun tradisi ini disangkal oleh Dr. Whitby secara meyakinkan. Tidak diragukan lagi Injil ini ditulis dalam bahasa Yunani, seperti halnya bagian-bagian lain dalam Perjanjian Baru. Jadi, bukan dalam bahasa yang khusus digunakan oleh orang-orang Yahudi, yang baik bait Allahnya maupun negaranya hampir berakhir pada masa itu, namun dalam bahasa yang umum bagi dunia dan yang melaluinya pengetahuan tentang Kristus akan tersiar dengan efektif kepada seluruh bangsa di dunia. Namun bisa saja ada kemungkinan terdapat edisi dalam bahasa Ibrani yang diterbitkan Matius sendiri pada saat yang sama ketika dia menulisnya dalam bahasa Yunani. Edisi bahasa Ibrani itu untuk orang Yahudi, sedangkan edisi Yunani ditulis untuk orang-orang non-Yahudi, ketika dia meninggalkan Yudea untuk memberitakan Injil kepada mereka. Marilah kita memuji Allah karena kita memiliki Injil ini, dan memilikinya dalam bahasa yang kita pahami.
Jerusalem: Matius (Pendahuluan Kitab) INJIL-INJIL SINOPTIK
PENGANTAR
Ada empat kitab dalam Perjanjian Baru yang berisikan "Kabar Yang Baik" (demikianlah arti kata "Euaggelio...
INJIL-INJIL SINOPTIK
PENGANTAR
Ada empat kitab dalam Perjanjian Baru yang berisikan "Kabar Yang Baik" (demikianlah arti kata "Euaggelion" atau "Injil"). Tiga buah kitab pertama dalam daftar Kitab-kitab Suci itu sangat serupa satu sama lain, sehingga dapat ditempatkan dalam tiga lajur yang sejalan dan dirangkum dengan sekilas pandang saja. Karena itulah ketiga kitab itu disebut : (injil-injil) sinoptik (diturunkan dari kata Yunani "sinopsis", artinya sekilas pandang).
Tradisi Gereja Kristen, yang sudah diketemukan dalam karangan-karangan yang ditulis dalam abad II, menyatakan bahwa masing-masing injil dikarang oleh Matius, Markus dan Lukas. Menurut tradisi itu Matius, seorang pemungut cukai yang termasuk dewan Kedua Belas Rasul Mat 9:9; 10:3, yang pertama menulis injilnya buat orang Kristen bekas Yahudi di Palestina. Karyanya yang ditulis dalam bahasa "Ibrani", yaitu Aram, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Yohanes Markus menyusun injilnya di Roma, sesuai dengan pengajaran agama yang diberikan Rasul Petrus. Yohanes Markus itu adalah seorang Kristen dari Yerusalem, Kis 12:12, yang membantu Paulus dalam karya kerasulannya, Kis 12:25;13:5, 13; Flm 24; 2Tim 4:11, dan juga Barnabas, Kis 15:37,39, pamannya, Kol 4:10. Sebagai "juru bicara" atau penterjemah" Markus juga membantu rasul Petrus, 1Ptr 5:13. Seorang murid lain Lukas, mengarang injil yang ketiga. Ia adalah seorang Kristen bekas kafir, Kol 4:10-14, dan dalam hal ini berbeda dengan Matius dan Markus. Ia berasal dari Antiokhia dan seorang tabib, Kol 4:14. Menurut pendapat sementara ahli Lukas menjadi teman seperjalanan Paulus waktu rasul itu menempuh perjalanannya yang kedua (Kis 16:10 dst) dan yang ketiga (Kis 20:5 dst). Iapun menyertai Paulus waktu dalam penahanan di Roma, baik untuk pertama kalinya, Kis 27:1 dst, maupun untuk kedua kalinya, 2Tim 4:11. Karena itu injil ketiga itu dapat dihubungkan dengan Paulus, bdk barangkali 2Kor 8:18, seperti injil Markus dihubungkan dengan Petrus. Lukas ini masih mengarang kitab lain lagi, yaitu Kisah Para Rasul. Baik injil kedua maupun injil ketiga langsung ditulis dalam bahasa Yunani.
Keterangan-keterangan tersebut yang diambil dari tradisi Gereja diteguhkan oleh penyelidikan masing-masing injil sendiri. Tetapi sebelum hal itu dikupas, baiklah terlebih dahulu dibahas hubungan ketiga injil itu satu sama lain ditinjau dari segi sastra. Ini lazimnya disebut sebagai "Masalah Sinoptik".
Masalah Sinoptik itu sudah dipecahkan oleh para ahli dengan macam-macam jalan. Masing-masing pemecahan yang diusulkan tidak mencukupi, tetapi semua mengandung kebenaran juga. Maka pemecahan-pemecahan yang bermacam-mecam itu dapat menolong untuk menyusun suatu keterangan menyeluruh tentang masalah itu. Mungkin sekali dan bahkan pasti bahwa ada suatu tradisi lisan bersama, yang dituliskan masing- masing penginjil dengan tidak bergantung satu sama lain, sehingga ada perbedaan- perbedaan dalam masing-masing karangan Tetapi tradisi bersama itu tidak dapat secukupnya menjelaskan mengapa ada begitu banyak kesamaan yang mengesankan antara ketiga injil itu sampai dengan hal-hal kecil dan dalam urutan bagian- bagiannya. Kesamaan semacam itu kiranya tidak mungkin kalau ketiga injil itu hanya berdasarkan ingatan saja, meski ingatan orang-orang timur di zaman dahulu sekalipun. Kesamaan yang ada itu lebih mudah diterangkan kalau ketiga injil itu berdasarkan satu atau beberapa tradisi tertulis. Tetapi kalau mau dipertahankan bahwa ketiga injil itu mengambil bahannya dari tradisi tertulis dengan tidak bergantung satu sama lain, maka sukar diterangkan mengapa kesamaan perbedaan antara ketiga injil tu memberi kesan bahwa ketiga penginjil saling mengenal, saling menuruti atau bahkan memperbaiki. Maka harus diterima bahwa ketiga injil, entah bagaimana, saling bergantung secara langsung. Jelaslah Lukas bergantung pada Markus. Tetapi kurang pasti bahwa Markus bergantung pada Matius, seperti dahulu lama sekali dianggap orang: ada banyak petunjuk bahwa ketergantungan kedua injil itu harus dibalikkan. Tidak begitu mungkin bahwa Matius langsung bergantung pada Lukas atau Lukas pada Matius. Memang ada kesamaan dan kesejajaran antara Matius dan Lukas, juga di mana kedua penginjil itu tidak menuruti Markus. Tetapi hal ini kiranya harus diterangkan dengan menerima bahwa Matius dan Lukas menggunakan satu atau beberapa sumber bersama, yang lain dari Injil kedua.
Untuk menerangkan duduknya perkara, kritik modern sudah mengajukan yang diistilahkan sebagai "teori kedua sumber". Sumber yang satu ialah Mrk; dalam bagian-bagian yang berupa cerita, Matius dan Lukas bergantung pada Markus. Sebaliknya, sabda dan wejangan (disebut sebagai "Logia") yang hanya sedikit sekali dalam Markus, oleh Matius dan Lukas diambil dari sumber lain. Sumber ini tidak dikenal, tetapi dapat diandalkan; lazimnya diistilahkan sebagai "Q" (huruf pertama dari kata Jerman "Quelle" = Sumber). Meskipun nampaknya sederhana, namun secara menyeluruh teori itu tidak memuaskan, barangkali justru karena kesederhanaannya. Teori itu tidak secukupnya memperhatikan segala sesuatu yang perlu diperhatikan sehubungan dengan masalah yang mau dipecahkan. Baik Markus seperti ada sekarang, maupun sebagaimana disusun oleh pembela teori kedua sumber tersebut, tidak berhasil benar-benar memainkan peranan sebagai sumber, seperti dikatakan pendukung teori itu.
Memang jelaslah Markus kerap kali nampaknya lebih tua dari pada Matius dan Lukas, tetapi juga kebalikannya sering terjadi : Matius dan Lukas nampaknya lebih tua dari pada Markus. Ada kalanya Markus mempunyai ciri yang mencerminkan tahap perkembangan tradisi lebih jauh dari pada yang tercantum dalam Matius dan Lukas, misalnya kadang-kadang terasa pengaruh pikiran Paulus atau usaha untuk menyesuaikan tradisi asli dengan pembaca yang bukan keturunan Yahudi, sedangkan dalam Matius dan Lukas terdapat ciri ketuaan misalnya ungkapan yang berciri Yahudi atau yang mencerminkan keadaan lingkungan di dalam keadaan yang mendahului keadaannya sekarang?
Hipotesa tersebut didukung pertimbangan lain lagi. Ada kalanya Matius dan Lukas bersesuaian satu sama lain, pada hal berbeda dengan Markus dalam bagian-bagian Injil yang sejalan. Ini tidaklah mungkin, seandainya Matius dan Lukas langsung bergantung pada Markus seperti sekarang ada. Kesesuaian Matius dan Lukas satu sama lin itu kerap kali terdapat dan kadang-kadang kesesuaian itu benar-benar mengherankan. Kesesuaian Matius dan Lukas yang berlainan dari Markus itu hendak diterangkan begitu rupa, sehingga teori kedua sumber itu dapat terus dipertahankan juga. Dikatakan bahwa kesesuaian itu berasal dari penyalin- penyalin Kitab Suci, yang menyesuaikan Matius dan Lukas satu sama lain. Kalau demikian kritik teks dapat menghilangkan kesesuaian itu. Dikatakan pula bahwa penginjil-penginjil sendiri menghasilkan kesesuaian itu, dengan jalan sebagai berikut : baik Matius maupun Lukas dengan tidak saling mengenal secara sama memperbaiki teks Markus yang mereka gunakan, sebab teks itu mereka anggap kurang baik. Memanglah keterangan-keterangan semacam itu kadang-kadang berhasil menjelaskan kesesuaian antara Matius dan Lukas yang kedua-duanya menyimpang dari Markus. Tetapi pengandaian-pengandaian serupa itu itu tidak mungkin memecahkan seluruh masalah. Dengan memperhatikan segala unsur yang perlu diperhitungkan, kesesuaian antara Matius dan Lukas itu lebih mudah dapat diterangkan, dengan cara seperti yang disarankan di muka : Matius dan Lukas menggunakan injil Markus dalam keadaan lain dari yang tersedia sekarang. Agaknya injil Markus yang asli itu kemudian disadur lagi. Dan penyaduran kembali itulah yang memberi injil Markus ciri-ciri baru yang memantulkan perkembangan, tradisi lebih jauh. Inipun menyebabkan bahwa Matius dan Lukas berkesuaian satu sama lain, sedangkan berbeda dengan Markus seperti sekarang ada. Sebab Matius dan Lukas dua-duanya memaik teks Markus yang lebih tua dari pada teks saduran tersebut yang sekarang tercantum dalam Kitab Suci.
Sumber "Q" yang diandaikan oleh teori kedua sumber itu juga kurang memuaskan, sekurang-kurangnya sumber "Q" seperti disusun kembali para sumber dipulihkan dengan hasil yang sangat berbeda-beda. Maka tidak dapat diketahui dengan cukup pasti bagaimana sesungguhnya dokumen itu. Bahkan prinsip bahwa ada satu dokumen tidak pasti juga. Sebab "logia-logia" yang dikatakan berasal dari "Q" itu ditemukan dalam Matius maupun dalam Lukas, tetapi dengan cara yang begitu berbeda, sehingga orang mulai menduga adanya dua kumpulan "logia-logia", dan bukan hanya sebuah saja. Di satu pihak logia-logia yang terdapat dalam bagian tengah Luk, yang kadang-kadang disebut "Bagian Perea" (Luk 9:51 -- Luk 18:14), agaknya berasal dari satu sumber, sedangkan "logia-logia" yang ditemukan dalam bagian- bagian Lukas yang lain diambil dari sumber yang berbeda. Baik "Logia-logia" yang terkumpul dalam Lukas 9:51 -- Luk 18:14, maupun yang terdapat di bagian-bagian lain pada umumnya terdapat juga dalam Matius. Tetapi anehnya, logia-logia macam kedua ditemukan dalam Lukas dan Matius dengan urutan yang pada pokoknya sama, pada hal "logia-logia" macam pertama dalam Lukas merupakan suatu keseluruhan sedangkan dalam Matius tersebar dalam seluruh injilnya. Ada kesan bahwa logia-logia macam kedua ini oleh Matius dan Lukas diambil dari sumber yang berbeda-beda. Sumber yang satu ialah sebuah kumpulan logia (yang oleh Vaganay disebut S = sources = sumber). Bagian terbesar itu oleh Lukas ditempatkan di bagian tengah injilnya (Luk 9:51 -- Luk 18:14), sedangkan oleh Matius dipisah-pisahkan sehingga "logia-logia" dari sumber itu tersebar dalam wejangan-wejangan Yesus yang disajikan Matius Sumber kedua ialah injil Matius dalam keadaan lain dari pada keadaan sekarang.
Memang sama seperti halnya dengan Markus, agaknya perlu diterima bahwa Matius dan Lukas juga pernah ada dalam keadaan lain dari pada keadaannya sekarang. Matius dan Lukas yang tercantum dalam Kitab Suci merupakan saduran dari injil- injil Matius dan Lukas yang sudah ada sebelumnya. Analisa Matius dan Lukas -- analisa itu di sini tidak dapat diadakan-membawa kepada kesimpulan bahwa sekurang-kurangnya Markus dan Matius menempuh tiga tahap perkembangan yang berturut-turut. Ada sebuah dokumen dasar, disusul redaksi pertama yang pada gilirannya disadur sampai ke redaksi yang kini tersedia. Dalam ketiga tahap itu Markus dan Matius saling berpengaruh dengan cara yang berbeda-beda, sehingga akhirnya muncul hubungan-hubungan literer, baik kesamaan maupun perbedaan, seperti sekarang ada. Redaksi Markus yang pertama agaknya terpengaruh oleh dokumen dasar Matius. Karena itu Markus mempunyai kesamaan dengan Matius, yakni di mana Markus bergantung pada dokumen dasar Matius itu: tetapi redaksi yang terakhir pada gilirannya mempengaruhi redaksi Matius yang paling akhir, sehingga redaksi Matius ini bergantung pada Markus. Pengaruh timbal-balik semacam itu nampaknya berbelit-belit dan tidak keruan. Memang demikianlah adanya, hanya begitu caranya untuk menjelaskan kenyataan yang berbelit-belit dan tidak keruan! Mustahilah secara sederhana dan mudah memecahkan masalah sinoptik.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan sastra tersebut, dapat disusun suatu keterangan menyeluruh, yang walaupun tidak pasti namun sangat mungkin untuk menjelaskan keadaan ketiga injil pertama. Pada awal mula ada pewartaan lisan oleh para rasul yang berpusatkan pemberitaan atau Kerigma yang memberitakan wafat Yesus yang menebus dan kebangkitan Tuhan. Pewartaan yang ringkasannya terdapat dalam wejangan-wejangan Petrus, yang tercantum dalam Kis itu biasanya dibarengi cerita-cerita yang lebih terperinci. Mula-mula ada kisah sengsara yang agak segera diberi bentuk tetap, sebagaimana dibuktikan kisah sengsara yang ada dalam keempat injil, yang sangat sejalan: kemudian muncul cerita-cerita kecil mengenai riwayat hidup Yesus dengan maksud menyoroti kepribadianNya, perutusan kekuasaan dan pengajaranNya; cerita-cerita itu memuat suatu kejadian atau wejangan yang menarik, sebuah mujizat, sebuah pepatah, perumpamaan dan sebagainya. Kecuali para rasul ada juga orang lain yan gkhususnya bercerita, seperti misalnya "penginjil-penginjil" (salah satu karunia Roh Kudus khusus yang tidak hanya mengenai keempat penginjil kita; bdk Kis 21:8; Ef 4:11; 2 Tim 4:5). Orang-orang inipun menceritakan kenangan-kenangan injili dalam sebuah bentuk yang menjurus ke bentuk tetap karena terus terulang. Tidak lama kemudian, terutama waktu saksi-saksi dari permulaan mulai memikirkan penulisan tradisi itu. Kejadian-kejadian dan sebagainya yang mula-mula diceritakan tersendiri- tersendiri, cenderung menjadi kelompok, yang kadang-kadang disusun menurut urutannya dalam waktu (misalnya pada satu hari di Kapernaum, Mrk 1:16-39), kadang-kadang menurut urutan yang logis (lima pertikaian Mrk 2:1-3:6). Kelompok yang mula-mula kecil saja, kemudian dihimpun di dalam kelompok-kelompok lebih besar.
Salah seorang pengarang (dan tidak ada alasan mengapa tidak disebut rasul Matius sesuai dengan tradisi) lalu menggubah injil yang pertama. Di dalamnya terkumpul kejadian-kejadian dan perkataan-perkataan Yesus menjadi sebuah kisah terus- menerus yang merangkum seluruh karya Yesus, mulai dengan baptisanNya di sungai Yordan sampai dengan kebangkitanNya. Kemudian, sebuah kumpulan lain yang nama penyusunannya tidak kita ketahui, muncul di samping injil yang pertama itu. Di dalamnya terhimpun perkataan-perkataan Tuhan yang lain, ataupun perkataan- perkataan yang sama tapi dengan bentuk lain. Kedua karya yang tertulis dalam bahasa Aram itu, tidak lama kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani: ada berbagai terjemahan yang berbeda-beda. Dengan maksud menyesuaikannya dengan saudara-saudara beriman yang bukan keturunan Yahudi, injil pertama yang menurut hemat kami digubah oleh Matius, diberi rupa yang baru. Injil yang baru itu berupa sebuah dokumen dan menjadi titik pangkal tradisi Markus. Pada kedua bentuk injil asli yang berasal dari Matius itu boleh ditambahkan sebuah injil kuno lain. Injil itu ialah injil yang menjadi dasar bagi kisah-kisah mengenai Penderitaan dan Kebangkitan Yesus yang tercantum dalam Lukas dan Yohanes. Dengan demikian ada empat dokumen-dasar, sebagai tahap pertama dari ketiga tahap pembentukan injil-injil sinoptik seperti disebut di atas. Keempat dokumen itu ialah : Mat Aram, Kumpulan logia-logia I (S). Mat yang baru dalam bahasa Yunani injil tentang Penderitaan dan Kebangkitan Yesus.
Dalam tahap kedua, keempat tulisan tersebut dipungut dan digabung satu sama lain dengan berbagai cara. Tradisi Mrk mengambil bahannya dari Mat pertama itu dan beberapa penyesuaian yang dialami injil itu, khususnya penyesuaian dengan orang- orang Kristen yang bukan Yahudi. Hanya pengolahan itu juga belum redaksi Mrk yang terakhir, seperti yang kita kenal. Redaksi Mrk yang pertama itulah yang dipakai Mat dan Luk dan yang mempengaruhi kedua penginjil itu. Di pihak lain tradisi Mat sudah menghasilkan redaksi baru dari Mat pertama. Di dalamnya tergabung injil Mat dan Kumpulan "logia-logia" (S). Penulis yang mengerjakan penggabungan itu bekerja dengan sangat teliti Perktaan-perkataan Yesus yang terhimpun dalam S disebarkannya dalam seluruh injilnya dan dengannya penulis menyusun wejangan-wejangan Yesus yang cukup luas. Tidak lama kemudian Lukas menangani karyanya. Dengan saksama Lukas menyelidiki segala sesuatunya yang sudah dikerjakan sebelumnya (Luk 1:1-4). Lalu dalam tahap pertama pekerjaannya - semacam pra-Luk-Lukas memanfaatkan dokumen (Mat dengan rupa baru) yang tertuju kepada orang-orang bukan Yahudi dan yang menjadi dasar bagi Mrk; di samping itu Lukas menggunakan Injil Mat yang sudah tergabung dengan S. Tetapi Lukas juga langsung mengenal Kumpulan S itu. Maka perkataan-perkataan yang terhimpun dalam S itu oleh Lukas kelompok ditempatkan di bagian tengah injilnya, sehingga tidak disusun kembali seperti yang diperbuat Mat. Terutama dalam kisah mengenai Penderitaan dan Kebangkitan Yesus, Lukas menggunakan sebuah tulisan lain lagi, yang juga dipakai oleh injil keempat. Itu menyebabkan adanya kesamaan besar antara Luk dan Yoh dalam kisah tentang Penderitaan dan Kebangkitan, sedangkan Luk (dan Yoh) berbeda sekali dengan Mrk dan Mat. Redaksi Luk yang pertama itu (pra-Luk) belum mengenal Mrk, juga dalam redaksi Mrk yang kedua tidak. Baru kemudian Luk memanfaatlam pra-Mrk itu untuk melengkapi injilnya. Dan dengan demikian kita sampai kepada tahap penyusunan injil-injil sinoptik yang ketiga.
Dalam tahap terakhir ini injil yang berasal dari tradisi Mat secara mendalam diolah dan disadur kembali dengan pertolongan Mrk. Hanya Mrk itu bukanlah redaksi Mrk yang kita miliki, melainkan redaksi dahulu yang disebut di muka sebagai tahap kedua dalam penggubahan injil-injil sinoptik. Hanya redaksi Mrk pertama itu juga disadur dan penyadur itu memperhatikan juga redaksi Mat yang mendahului redaksi terakhir. Barangkali ia juga memanfaatkan redaksi Luk yang pertama dan pasti terpengaruh oleh Paulus. Adapun redaksi Luk yang terakhir memanfaatkan redaksi Mrk yang sudah dipergunakan Mat. Dalam rangka redaksi Luk yang pertama disisipkan beberapa bagian dari Mrk (Luk 4:31-6:19; 8:4-9:50; 18:15-21:38). Penyisipan itu benar-benar sebuah tahap dalam karya Luk yang baru kemudian ditempuh. Ini dibuktikan oleh kenyataan bahwa Luk tidak mengambil bahan dari Mrk, bila bahan yang sama, meskipun dengan bentuk lain, sudah dipungutnya dari sumber Mat atau S yang telah dipakainya. Perlu ditambah pula bahwa Lukas sama dengan Mat dan lebih dari Mat memanfaatkan sumber-sumber khusus yang ditemukannya berkat penyelidikan saksama yang diadakannya (Luk 1:3). Dari sumber-sumber khusus itu dipungutnya kisah masa muda Yesus dan beberapa mutiara yang membuat Luk menjadi sebuah injil yang tidak boleh tidak ada disamping Mrk dan Mat (Orang Samaria yang murah hati, Marta dan Maria, Perumpamaan anak yang hilang. Perumpamaan anak yang hilang, Perumpamaan tentang orang Farisi dengan pemungut cukai, dan lain-lain.
Pandangan mengenai kejadian ketiga injil sinoptik, seperti yang disajikan di atas, menghormati serta menggunakan keterangan-keterangam yang disampaikan oleh tradisi dengan hanya memerincikannya lebih jauh. Tetapi tak mungkin lagi menentukan dengan tegas tanggal dituliskannya masing-masing injil. Dan tradisi tidak memberikan petunjuk tegas mengenai masalah itu. Mengingat jangka waktu yang perlu untuk perkembangan tradisi lisan boleh diduga bahwa penggubahan injil paling dahulu dan baru kemudian penggubahan Kumpulan Pelengkap, mungkin terlaksana antara tahun 40 dan 50. Waktu ini bahkan pasti, seandainya dapat dibuktikan bahwa surat-surat Paulus kepada jemaat di Tesalonika yang ditulis sekitar tahun 51/52 menggunakan wejangan Yesus mengenai akhir zaman yang tercantum dalam injil pertama. Markus tentunya mengarang injilnya menjelang akhir hidup Petrus (begitu dikatakan oleh Klemens dari Aleksandria) atau beberapa waktu setelah Petrus mati (begitu dikatakan oleh Irenus) Kalau demikian maka injil kedua harus dikarang sekitar tahun 64, atau paling sedikit sebelum tahun 70, sebab rupanya Mrk belum tahu tentang kemusnahan Yerusalem. Karya Mat (Yunani) dan Luk menyusul Mrk. Tetapi sukar ditentukan waktu lebih lanjut. Injil Lukas mendahului Kisah Para Rasul, Kis 1:1, tetapi waktu Kis juga kurang pasti (bdk Pengantar Kis) dan tidak memberi pegangan yang kokoh-kuat. Hanya baik Mat maupun Luk kiranya tidak tahu tentang kemusnahan Yerusalem (bahkan Luk 19:42-44; 21:20-24 tidak, sebab di sini hanya dipakai cara bicara yang lazim pada para nabi). Tetapi boleh jadi kedua injil itu mendiamkan kemusnahan Yerusalem itu untuk memberi kesan tua dan karena mau menghormati sumber-sumbernya. Kalau demikian maka waktu dituliskannya kedua injil itu boleh ditunda sampai sekitar tahun 80. Tetapi boleh jadi juga bahwa kedua penginjil itu benar-benar tidak tahu-menahu tentang kejadian itu, sehingga karya mereka harus ditempatkan sebelum tahun 70.
Tetapi bagaimanapun juga, asal-usul rasuli, entah secara langsung entah secara tak langsung, dan caranya ketiga injil sinoptik terbentuk menjamin nilai historisnya, lagi pula memungkinkan menentukan bagaimana "nilai historisnya, lagi pula memungkinkan menentukan bagaimana "nilai historis" itu perlu dipahami. Oleh karena berasal dari perwataan lisan yang berawal pada permulaan jemaat purba, maka ketiga injil itu berdasarkan jaminan yang diberikan oleh orang yang dengan mata kepala sendiri menyaksikan segalanya. Sudah barang tentu baik para rasul maupun pewarta injil lain tidak pernah bermaksud menceritakan "sejarah", sebagaimana istilah itu dipahami oleh ahli ilmu sejarah. Maksud mereka bukan maksud profan melainkan teologis. Mereka berbicara untuk mengajak orang bertobat, untuk membina, menanamkan iman dalam hati dan meneranginya atau untuk membela kepercayaan Kristen terhadap para lawan. Tetapi mereka berbuat demikian berdasarkan kesaksian benar yang dapat dikontrol, sebagaimana dituntut baik oleh ketulusan hati nurani mereka sendiri maupun oleh usaha mereka supaya tidak memberi peluang pihak lawan untuk menyerang. Para penggubah injil yang kemudian mengumpulkan kesaksian-kesaksian para pewarta injil itu berbuat demikian dengan obyektivitas jujur yang sungguh menghormati sumber-sumbernya. Ini cukup terbukti oleh kesederhanaan dan ciri usia tua karya-karya mereka, di mana tidak banyak terdapat perkembangan ajaran Kristen di zaman kemudian, misalnya dari perkembangan teologi Paulus; dan sama sekali tidak terdapat dalam ketiga injil sinoptik cerita-cerita yang merupakan buah daya khayal belaka yang kurang masuk akal, sebagaimana banyak terdapat dalam injil-injil apokrip. Walaupun ketiga injil Sinoptik bukan buku "ilmu sejarah" namun maksudnya ialah memberitakan apa yang sungguh-sungguh terjadi.
Namun demikian ciri historis semacam itu belum juga berarti bahwa segala kejadian dan semua perkataan yang dipaparkan berupan sebuah laporan atau rekaman tepat mengenai apa yang dikatakan atau apa yang terjadi. Ketepatan semacam itu tidak boleh diharapkan seperti yang terjadi pada setiap kesaksian manusiawi, apa lagi kalau kesaksian itu disampaikan dari mulut ke mulut. Dan kenyataan injil sendiripun mengingatkan bahwa pendekatan semacam itu tidak tepat. Sebab kita lihat dalam injil-injil sinoptik bahwa cerita atau perkataan yang sama disampaikan dengan cara yang berbeda-beda. Dan apa yang harus dikatakan tentang masing-masing bagian, lebih lagi harus ditekankan sehubungan dengan urutan dan susunan kejadian dan perkataan dalam masing-masing injil. Urutan itu jelas berbeda dalam masing-masing injil, dan begitupun dapat dinantikan mengingat bagaimana injil-injil itu disusun. Unsur-unsurnya mula-mula diceritakan tersendiri, kemudian lama-kelamaan dikumpulkan dan dikelompokkan, didekatkan satu sama lain, atau dilepaskan yang satu dari yang lain atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang lebih memperhatikan logika dan sistematik dari pada urutan waktu. Harus diterima bahwa banyak kejadian dan perkataan dalam injil-injil sudah dilepaskan dari tempat di mana atau dikatakan terjadi dan dari rangka waktu aslinya. Salah benar orang yang secara harafiah mengartikan kata penghubung dan ungkapan seperti : kemudian, selanjutnya, lalu, pada waktu itu, dan sebagainya. Tetapi kesemuanya itu tidak merugikan sedikitpun kewibawaan kitab-kitab yang diinspirasikan itu bagi kepercayaan Kristen. Kalau ternyata Roh kudus tidak mendorong ketiga juru-bicaranya itu menjadi sejiwa dan sehati bahkan seragam dalam hal-hal terperinci, maka sebabnya ialah : Roh Kudus tidak menganggap penting bagi kepercayaan, bahwa ada keseragaman materiil semacam itu. Bahkan Roh Kudus menghendaki perbedaan-perbedaan dalam kesaksian. Heraklitus mengatakan : "Kesepakatan diam-diam lebih bernilai dari kesepakatan jelas". Sebuah kejadian yang disampaikan kepada kita melalui tradisi-tradisi yang berbeda-beda dan malah tidak berkesesuaian satu sama lain (misalnya tradisi- tradisi mengenai penampakan-penampakan Yesus yang dibangkitkan dari alam maut) pada pokoknya mendapat suatu isi dan keteguhan yang tidak dapat diberikan oleh berita-berita yang seluruhnya sama bunyinya, tetapi hanya berupa pemberitahuan dan laporan belaka. Dan kalau perbedaan dalam kesaksian tidak hanya disebabkan oleh nasib yang dialami setiap kesaksian, karena disampaikan dari mulut ke mulut, tetapi juga oleh perubahan-perubahan yang disengaja, maka hal inipun masih membawa manfaat juga. Tidak boleh diragukan, bahwa para penggubah injil dengan sengaja menyajikan berita-beritanya dengan cara yang berlain-lainan. Dan sebelum penggubah injil, tradisi lisan sudah menyampaikan bahannya sambil menafsirkannya dan menyesuaikannya dengan keperluan-keperluan kepercayaan Kristen yang hidup dan yang justru diteruskan oleh para penginjil. Tetapi turun tangan jemaat Kristen dalam bentuk tradisinya terjadi di bawah bimbingan mereka yang bertanggung-jawab. Dan hal itu tak perlu membingungkan kita, tetapi sebaliknya sangat menguntungkan kita. Sebab jemaat itu tidak lain kecuali Gereja dan orang-orang yang bertanggung-jawab tersebut merupakan "wewenang mengajar" yang pertama. Roh Kudus yang pada waktunya menginspirasikan para penginjil sudah mengetuai segenap karya pengolahan yang mendahului injil tertulis. Roh itu membimbing pengolahan itu sesuai dengan perkembangan kepercayaan dan Iapun menjamin hasil pengolahan itu dengan karunia "tidak dapat sesat", yang tidak mengenai kejadian-kejadian sebagai kejadian belaka, tetapi berita rohani yang terkandunt dalam kejadian. Dengan jalan itu Roh Kudus menyediakan makanan yang dapat dinikmati oleh kaum beriman. Dan Roh Kuduslah yang memberi kepada ketiga penginjil Sinoptik suatu karunia khusus untuk menyajikan kabar yang sama dengan cara yang merupakan milik khas masing-masing penginjil.
Injil Karangan Matius
Cahaya iman tersebut dan garis-garis besar Mrk mudah diketemukan kembali dalam injil karangan Matius. Tetapi tekanannya berbeda. Rangka Mat berlainan dari rangka Mrk dan lebih berbelit-belit. Ada lima "buku" kecil yang susul- menyusul; masing-masing terdiri atas sebuah wejangan yang didahului dan disiapkan dengan beberapa kejadian yang dipilih dengan tepat. Bersama dengan kisah masa muda Yesus dan kisah sengsara kebangkitan kelima "buku" tersebut menjadi suatu keseluruhan seimbang yang terbagi menjadi tujuh bagian. Boleh jadi kerangka susunan tersebut berasal dari injil Matius dalam bahasa Aram, sebagaimana juga masih terdapat dalam Mrk. Bagaimanapun juga kerangka itu tampil jelas dalam Mat Yunani dengan lebih lengkap menyajikan pengajaran Yesus dengan menekankan "Kerajaan Sorga" sebagai pokok utama, Mat 4:17+. Injil Mat itu boleh dikatakan sebuah "drama" tujuh bab mengenai kedatangan Kerajaan Sorga :
1) persiapannya dalam Mesias yang masih kanak-kanak, 1-;
2) pemakluman rencana Kerajaan Sorga kepada rakyat dan murid dalam "khotbah di Bukit", 3-7;
3) pewartaan Kerajaan itu oleh para utusan yang sama seperti Yesus mengerjakan mujizat-mujizat sebagai "tanda-tanda" yang meneguhkan perkataan mereka; sebuah wejangan khusus memberikan kepada para utusan itu petunjuk-petunjuk sehubungan dengan perutusan mereka, yaitu "Wejangan Perutusan", 8-1;
4) Kerajaan Sorga tidak dapat tidak menghadapi hambatan-hambatan dari pihak manusia, sesuai dengan tata laksana dalam kerendahan dan persembunyian yang dikehendaki Allah, sebagaimana diutarakan dalam "Wejangan Perumpamaan- perumpamaan", Mat 11:1-13:52;
5) permulaan Kerajaan Sorga dalam sekelompok murid yang dikepalai oleh Petrus dan yang merupakan pangkal Gereja yang tata tertibnya dibentangkan dalam "Wejangan perihal Jemaat" Mat 13:53-18:35;
6) kemelut yang menyiapkan kedatangan Kerajaan Sorga yang depinitip; kemelut itu ditimbulkan oleh perlawanan yang semakin sengit dari pihak para pemimpin Yahudi dan dinubuatkan dalam "Wejangan tentang akhir zaman". 19-2;
7) Kedatangan Kerajaan Sorga melalui sengsara dan kemenangan ialah Sengsara dan Kebangkitan Yesus, 26-28.
Kerajaan Allah (= Sorga yang harus menegakkan Pemerintahan yang berdaulat di tengah-tengah manusia yang akhirnya mengakui Allah sebagai Raja, mengabdi dan mencintaiNya itu, sudah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Maka Matius yang menulis di tengah-tengah orang Yahudi dan Yesus serta karyaNya Kitab Suci digenapi. Pada tiap-tiap titik balik injilnya, Matius mengutip Perjanjian Lama dengan maksud memperlihatkan bahwa Hukum Taurat dan para Nabi digenapi, artinya: tidak hanya dilaksanakan, tetapi juga dibawa ke kesempurnaan yang memahkotai dan melampauinya. Mat mengutip Perjanjian Lama sehubungan dengan Yesus sendiri untuk menyatakanNya sebagai keturunan Daud, Mat 1:1-17, yang lahir dari seorang perawan, Mat 1:23, di kota Betlehem Mat 2:6; hendak menggaris bawahi tinggalNya di negeri Mesir dan menetapkanNya di kota Kapernaum, Mat 4:14-16, serta masukNya ke Yerusalem sebagai Mesias, Mat 21:5, 16. Mat juga mengutip Kitab Suci sehubungan dengan karya Yesus : mujizat-mujizatNya dengan menyembuhkan orang sakit, Mat 11:4-5, pengajaranNya mengenai "penggenapan" hukum Taurat, Mat 5:17 yang terdiri atas peningkatan hukum Taurat, Mat 5:21-48; 19:3-9; 16:21. Tetapi Mat tidak kurang menonjolkan bahwa perendahan diri Yesus dan kegagalan karyaNya juga menggenapi Kitab Suci pula : pembunuhan atas kanak-kanak di Betlehem, Mat 2:17 dst, masa muda Yesus yang bersembunyi di Nazaret, Mat 2:23, kelembutan hati Sang Hamba yang berbelaskasih, Mat 12:17-21; bdk Mat 8:17; 11:29; 12:7; murid-murid yang meninggalkanNya, Mat 26:31, pengkhitanan demi sejumlah uang yang menertawan, Mat 27:9- 10, penahan Yesus, Mat 26:54, penguburanNya untuk jangka waktu tiga hari, Mat 12:40. Kesemuanya itu sesuai dengan rencana Allah sebagaimana terungkap dalam Kitab Suci. Demikianpun halnya dengan ketidak-percayaan orang Yahudi. Mat 13:13-15, yang lekat pada adat istiadat manusiawi, Mat 15:7-9, dan yang hanya dapat diberi pengajaran pengajaran rahasia berupa perumpamaan, Mat 13:14-15, 35; semuanya dinubuatkan dalam Kitab Suci. Tentu saja injil-injil sinoptik lainpun menggunakan Kitab Suci sebagai pembuktian, tetapi kiranya diambil dari Mat Aram, sedangkan Mat Yunani menonjolkan dan mengembangkan pembuktian alkitabiah itu begitu rupa sehingga menjadi ciri khas injilnya. Bersama dengan susunan sistematik justru ciri alkitabiah tersebut menjadikan karya Matius sebuah "Piagam" tata penyelamatan baru yang menggenapi rencana Allah melalui Kristus : Yesus adalah Anak Allah, hal mana lebih ditekankan oleh Mat dari pada oleh Mrk, 14:33; 16:16; 22:2; 27:40, 43; pengajaranNya merupakan Hukum Baru yang menggenapi yang lama; Gereja yang dilandaskanNya atas Petrus, sedangkan Ia sendiri menjadi batu sendinya yang telah dibuang oleh para pembangun, Mat 21:42, tidaklah lain dari jemaat Mesias yang melanjutkan Jemaat Perjanjian Lama sementara memperluas jemaat lama sampai merangkum bangsa manusia seluruhnya, oleh karena Allah telah mengizinkan bahwa mereka yang pertama dipanggil ditolak, Mat 23:34-38; bdk Mat 10:5-6, 23; 15:24, dengan maksud membuka jalan penyelamatan bagi sekalian bangsa, Mat 8:11-12; 21:33-46; 22:1-10; bdk 12:18, 21; 28:19. Dapat dipahami mengapa injil Mat yang lebih lengkap, lebih baik tersusun dan ditulis dalam bahasa yang lebih baik dari bahasa Mrk, walaupun kurang sedap itu, oleh Gereja semula disambut dengan lebih baik dan dipergunakan dengan lebih leluasa dari pada kedua injil sinoptik lain.
Ende: Matius (Pendahuluan Kitab) INDJIL JESUS KRISTUS KARANGAN MATEUS
KATA PENGANTAR
Tentang pengarang Indjil ini
Karangan Indjil ini sedjak semula terkenal sebagai jang pertama, dan ...
INDJIL JESUS KRISTUS KARANGAN MATEUS
KATA PENGANTAR
Tentang pengarang Indjil ini
Karangan Indjil ini sedjak semula terkenal sebagai jang pertama, dan sebagai tertulis oleh Rasul Mateus. Terdapat kutipan-kutipan dari padanja sudah dalam abad pertama, misalnja dalam buku ketjil peladjaran agama jang berdjudul "Didache", dalam surat Bapa Sutji Klemens dari Roma kepada umat Korintus, dan didalam surat-surat termashur Ignatius Martir, uskup Antiochia.
Mengenai pribadi dan riwajat hidup Mateus kita tahu sedikit sadja. Satu-satunja peristiwa tentangnja didalam Kitab Kudus, ialah peristiwa panggilannja, jang ditjeritakan olehnja sendiri dalam 9:9-13, oleh Markus dalam karangan Indjilnja 2:13-17 dan oleh Lukas dalam 5:27-32. Selain itu hanja disebut namanja dalam daftar nama semua rasul. Didalam tjeritera panggilannja ia sendiri menjebut dirinja Mateus, sedangkan Markus dan Lukas menamakannja Levi. Diduga bahwa nama aslinja Levi dan kemudian sebagai rasul ia disebut Mateus.
Dari ketiga tjeritera tersebut kita ketahui, bahwa bapanja Alfeus, dan sebelum dipanggil oleh Jesus ia seorang pemungut bea di Kafarnaum, agaknja sebagai pegawai Herodes. Dalam daftar nama segala rasul (10:5) ia menamakan dirinja ,Mateus, pemungut bea". Djulukan itu bukan gelaran kehormatan, melainkan sebaliknja pangkat pemungut bea sangat dipandang hina oleh orang Jahudi jang "saleh". Mereka digolongkan pada kaum pendosa dan terasa tak halal bergaul agak erat dengan mereka, misalnja makan semedja dengan mereka. Itu antara lain kita batja dalam Mt. 9:11; Mk. 2:16; Lk. 5:30. Dan memang ada alasan untuk bersikap demikian terhadap mereka. Sebab rupanja kebanjakan mereka tidak djudjur, memperkaja dirinja dengan menuntut bea lebih banjak dari pada jang ditentukan dengan resmi. Mengenai hal itu baik batjalah amanat Joanes Pemandi kepada mereka dalam Lk. 3:12-13. Rupanja Zacheuspun, dalam berita Lk. 19:3-10, termasuk golongan jang kurang djudjur itu, sebelum ia bertemu dengan Jesus. Perhatikanlah chususnja ajat Lk. 19:8. Tetapi orang Jahudi chususnja kaum parisi jang menganggap dirinja golongan jang paling saleh, terlalu menjamaratakan. Bahwa ada banjak pemungut bea, jang djudjur dan luhur hati sudah njata sekali dalam tjatatan Mk. 2:15, bahwa sedjumlah besar pemungut bea dan "orang berdosa" turut makan bersama dengan Jesus sebab banjak dari antara mereka sudah mengikuti Jesus. Tentu sadja Mateuspun termasuk golongan ini dan sebab itu sudah mengenal Jesus dan Jesus mengenal dia, sebelum ia dipanggil mendjadi rasul. Dan bahwa ia tidak lekat pada barang duniawi, dan benar-benar menaruh tuntutan pertama untuk masuk kedalam Keradjaan Allah, jaitu roh kemiskinan, terang sekali sebab ia segera bangun meninggalkan segalanja dan mengikuti Jesus. Dan bukan sedikit jang ditinggalkannja, jaitu pangkat jang ringan pekerdjaannja dan banjak penghasilannja, djuga kalau dilakukan dengan djudjur, dan lagipun ia tentu tjukup kaja, sebab mampu mengadakan suatu perdjamuan "besar" (Lk. 5:29) bagi Jesus dan para pengiringnja dan sedjumlah besar undangan-undangan lain lagi.
Tentang hidup Mateus sesudah Pentekosta kita tahu sedikit dari riwajat lisan jang dapat dipertjajai. Menurut itu ia mengadjar dahulu di Palestina dan disinipun menulis Indjilnja, lalu pergi menjebarkan Indjil kepada bangsa-bangsa bukan Jahudi. Seorang murid rasul-rasul bemama Papias telah menulis kira-kira dalam tahun 125, bahwa Mateus telah mengumpulkan setjara teratur "sabda-sabda" Jesus, dalam bahasa lbrani (Aramea), dan Esebius, seorang penulis sedjarah Geredja jang terkemuka, menulis sekitar tahun 300, bahwa Mateus pertama-tama mengadjar orang sebangsanja di Palestina, dan sebelum meninggalkan mereka untuk mengadjar bangsa-bangsa lain, ia mewariskan kepada mereka, sebagai pengganti kehadirannja sendiri, karangan Indjil tertulis dalam bahasa nenek-mojang mereka.
Karangan asli dalam bahasa Aramea itu diduga ada tertulis antara tahun 40 dan 50, dan 10 atau 20 tahun kemudian, sudah diterdjemahkan kedalam bahasa Junani. Menurut Papias beberapa "orang lain menterdjemahkannja, masing-masing sekedar kemampuannja". Djadi waktu Papias sudah ada beberapa terdjemahan, jang agak berbeda satu sama lain. Satu dari terdjemahan-terdjemahan itu kemudian diterima dengan resmi oleh Geredja purba, sebagai karangan Mateus dan sebagai termasuk Kitab Kudus. Menurut keterangan Geredja agak resmi, terdjemahan ini dalam keseluruhannja, jaitu mengenai isinja tjotjok dengan aslinja, demikian rupa sehingga Mateus harus dinamakan pengarangnja. Menurut Papias, Mateus telah mengumpulkan "logia-logia" Jesus. "Logia" itu biasa diterdjemahkan dengan "sabda", tetapi sekurang-kurangnia dewasa itu, arti kata itu lebih luas, sehingga perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hidup Jesus termasuk padanja djuga.
Rupa-rupanja penterdjemah agak erat mengikuti teks asli, tetapi ada sardjana jang berpendapat atau menduga, bahwa ia sana-sini mengubah susunan asli dan menambah pula bahan dari sumber-sumber jang lain. Soal-soal ilmiah itu tidak mengenai hakekat Indjil dan tidak penting bagi kita. Bagi kita tjukup kepastian, bahwa seluruh karangan Indjil jang kita punjai dalam Kitab Kudus, terdjamin kebenarannja sebagai wahju Allah dan diilham oleh Roh Kudus, oleh djabatan Geredja jang resmi.
Mengenai bahasa dan gaja bahasa, penterdjemah bekerdja dengan sangat bebas. Itu terang sebab bahasanja Junani murni sekali dan rapih teratur menurut tatabahasa Junani. Gaja-bahasapun pada umumnja tidak berbeda dengan jang lazim dewasa itu pada orang Junani. Bahasanja sederhana, tetapi barus dikatakan elok djuga.
Namun demikian masih terdapat bekas-bekas karangan asli berbabasa Aramea djuga, seperti istilah-istilah dan ungkapan-ungkapan Aramea jang tidak diterdjemahkan, lain jang diterangkan artinja dalam bahasa Junani, lain pula jang diterdjemahkan kata-demi-kata, sehingga tetap bertjorak bahasa Jahudi. Hal-hal itu mengesankan, bahwa karangan asli berbahasa Aramea benar. Tetapi jang lebih djelas membuktikan, sepandjang karangan, bahwa pengarang asli sungguh-sungguh seorang Jahudi tulen jang hidup di Palestina, ialah pengetahuannja jang teliti dan luas tentang keadaan dan suasana hidup ditanah itu. Itu misalnja mengenai hal-hal ilmu-bumi, tjorak-tjorak alam, kehidupan keagamaan dan kemasjarakatan, adat-istiadat, partai-partai dan masalah-masalah politik. Pun tentang hal-hal keuangan, dan dalam itu kita barangkali melihat seorang bekas pemungut bea.
Tentang susunan karangan
Tidak seorangpun dari pengarang-pengarang Indjil bermaksud menulis suatu buku sedjarah atau riwajat hidup Jesus. Mateus kurang lagi dari pada pengarang- pengarang jang lain. Ia memang mulai dengan kelahiran Jesus dan mengachirinja dengan wafat dan kebangkitan Jesus, tetapi selain dalam garis besar itu, ia sedikit sekali mengindahkan urutan waktu dalam menjusun pengadjaran-pengadjaran Jesus atau peristiwa-peristiwa jang ditjeritakannja. Njatalah rentjananja menulis satu buku peladjaran agama jang djelas dan mengesankan, tentu sadja sebagai ringkasan pengadjarannja sehari-hari bagi umat. Sebab itu ia mengumpulkan sabda-sabda dan adjaran-adjaran Jesus, jang agak sama isi dan tudjuannja, sehingga mendjadi satu pengadjaran (chotbah) agak pandjang. Demikian misalnja dalam 4:12-7:29; 13: 1-58;19:1-20:34.
Tak lain sikapnja terhadap mukdjizat-mukdjizat atau peristiwa-peristiwa jang lain. la menghubung dengan memandang isi dan tudjuannja. Ia mengindahkan hanja adjaran jang terkandung didalamnja dan sebab itu tjeritera-tjeriteranja pada umumnja ringkas sadja dengan menondjolkan intinja berupa adjaran itu. Haruslah kita perhatikan tjara bekerdja Mateus itu, supaja djangan kita ragu-ragu atau keliru, kalau kita menemukan bahwa tempat dan waktu peristiwa-peristiwa jang diriwajatkan Mateus tidak tjotjok dengan karangan-karangan Indjil lain. Demikian pula harus diperhatikan, bahwa kata-kata penghubung waktu, seperti misalnja "lalu", "kemudian", pada hari (masa) itu" sebenarnja tidak dimaksudkan sebagai penghubung waktu, melainkan merupakan "awal kata" sadja, jaitu unsur gaja bahasa primitip jang tidak berarti, seperti umpamanja dalam bahasa kita dahulu "arkian", "sebermula" dan lain-lain.
Tudjuan karangan Mateus
Telah ditundjuk, bahwa susunan karangan Mateus kurang bersifat sedjarah. Tetapi dalam satu hal ia lebih berwudjud sedjarah dari karangan-karangan lain, jaitu dalam menundjukkan lebih tegas, bahwa Perdjandjian Baru adalah landjutan langsung dan wadjar dari Perdjandjian Lama, malah penjelesaiannja dan bahwa kedua-duanja merupakan satu sedjarah atau djalan penjelamatan manusia, menurut rentjana Allah dari kekal.
Tudjuan chusus pula, dan boleh dikatakan jang utama seluruh karangan, ialah membuktikan, bahwa "Jesus dari Nazaret" benar-benar Mesias jang dinubuatkan sifat-sifat 2dan nasibnja dalam nubuat-nubuat para nabi. la membuktikan itu dengan kutipan-kutipan dari Kitab Kudus sendiri. Sebab itu kita bertemu dengan begitu banjak kutipan-kutipan dari Perdjandjian Lama. Itu tentu pertama-tama bagi umat-umat sendiri, untuk mejakinkan dan menginsjafkan mereka lebih tegas, guna meneguhkan imannja dan menabahkan hatinja terhadap serangan-serangan dari pihak kaum sebangsanja jang belum pertjaja. Mereka terus-menerus, diperolok- olokkan Jahudi kolot itu, diumpat-umpat malah dikutuk seolah-olah mereka telah murtad dari Allah. Tetapi disamping itu Mateus mengharap lagi dengan tulisannja dapat mejakinkan orang-orang baik jang belum sampai pertjaja dan bertobat pula, ataupun tjalon-tjalon jang masih beladjar.
Ada satu persoalan lagi, jang sudah sewadjarnja dan tentu sadja tidak sedikit mengganggu pemikiran dan ketenteraman hati umat muda, maupun tjalon-tjalon jang hendak masuk dan orang-orang lain jang berminat pula, jakni bagaimana mungkin, djustru kalangan-kalangan atasan dan jang tjendekia, seperti para ahli taurat, lagipun orang-orang parisi jang terkenal sebagai golongan jang paling saleh, tidak mengenal Jesus sebagai Mesias, malah bulat menolaknja. Bergandengan pula dengan itu, bagaimana boleh dibiarkan oleh Allah, bahwa kaum Israel, kaum terpilih jang dalam keseluruhannja diberi djandji akan mewarisi Keradjaan Mesias tidak menerimanja. Mateus memberi djawaban jang terang sepandjang seluruh karangan. Inti djawaban itu jakni: nasib mereka adalah akibat kesalahan mereka sendiri. Allah sudah dari kekal mengetahui ketegaran hati mereka, telah menjatakannja dalam nubuat-nubuat para nabi, dan memperhitungkannja dalam rentjana penjelamatan manusia. Mateus selandjutnja menggambarkan pokok dan perkembangan sikap para pemimpin dengan djelas dengan mentjeritakan peristiwa- peristiwa pertemuan mereka dengan Jesus. Pokoknja ialah iri hati mereka terhadap Jesus, sebagaimana segera djuga kentara bagi Pilatus (27:18). Dan dalam segala pertemuan tampak senjata-njatanja, betapa tinggi menondjol keunggulan sikap, keagungan djiwa dan keluhuran hati Jesus diatas kepitjikan, kelemahan dan ketakdjudjuran kaum ahli taurat dan parisi. Setiap kali mereka datang bersoal dengannja, mentjobainja, hendak menangkapnja dalam perkataannja atau menuduhnja, merekalah jang kalah semata-mata didepan orang jang hadir. Malah setjara njata pula mereka setjara moril kalah sama sekali didalam pemeriksaan mahkamah agung dan didepan Pilatus, djuga sepandjang sengsara dan dalam kematian Jesus, achirnja dengan sepenuhnja dalam kebangkitan Jesus, hal mana merekapun tidak dapat menjangkalnja dalam hati mereka. Ingatlah 28:11-15. Kekalahan-kekalahan bertubi-tubi itu, sedangkan "seluruh rakjat mengikuti Jesus", tak boleh tidak mesti menjebabkan iri hati semakin mendjelma mendjadi kebentjian, jang achirnja menghebat sampai mereka mata gelap belaka.
Tetapi selain iri hati, kebentjian dan penolakan terhadap Jesus berpokok lebih dalam lagi, jaitu dalam pertentangan tjita-tjita mereka dengan tjita-tjita Keradjaan Allah jang diandjurkan Jesus. Mereka tidak dapat menerima seorang Mesias jang tidak berminat politik terhadap pendjadjahan Romawi dan tidak pertama-tama berdjandji mendirikan keradjaan David jang baru, jang makmur dan djaja atas segala keradjaan. Sebaliknja Ia menuntut roh kemiskinan, kerendahan hati, penjangkalan diri dan kerelaan memikul salib sebagai dasar keradjaannja.
Dalam 5:20 Jesus telah memperingatkan: Djikalau kebenaranmu tidak melebihi kebenaran para ahli taurat dan orang parisi, kamu tidak akan masuk kedalam Keradjaan Surga. Kemudian Ia berkali-kali dengan setegas-tegasnja membuka kedok kemunafikan dan keburukan hati mereka. la terpaksa, supaja rakjat djelata insjaf dan djangan pertjaja serta mengikuti mereka. Mateus mengumpulkan beberapa utjapan Jesus jang tegas dan agak keras terhadap mereka dalam bab 23 karangannja. Tetapi, betapapun pentingnja menondjolkan apa jang dipaparkan diatas, untuk meneguhkan iman dan menabahkan hati umat muda bangsa Jahudi itu, namun atjara pokok dan tudjuan utama karangan Mateus djauh lebih luas dan umum, jaitu memperkenalkan Jesus seutuh-utuhnja dan merekamkan adjaran-adjaran dan tjita-tjita Jesus sedalam-dalamnja dalam hati umat Jahudi itu, tetapi oleh penjelenggaraan Roh Kudus, kedalam hati seluruh umat manusia untuk segala abad. Tetapi atjara-atjara dan tudjuan-tudjuan jang dibitjarakan diatas itu sebenarnja merupakan unsur-unsur penting atjara pokok dan tudjuan utama tersebut, sebab baik kepribadian Jesus sendiri, maupun kebenaran dan keluhuran adjaran dan tjita-tjita Keradjaan Allah, djustru makin menjolok dalam perlawanannja dengan salah-paham dan sikap buruk para penentang.
Tetapi untuk mendapat gambaran jang lebih utuh, perlu banjak segi-segi lain lagi disoroti. Indjil harus ditulis demikian lengkap, sehingga mendjadi tjermin segenap kebenaran dan pedoman hidup bagi semua orang menghantar mereka kepada keselamatan abadi. Untuk itu Mateus mengumpulkan adjaran-adjaran Jesus, jang diutjapkannja dimuka orang banjak dan kepada murid-murid tersendiri, dalam bentuk utjapan pendek (amsal), perumpamaan atau chotbah. Tetapi pada bentuk pengadjaran Jesus jang paling njata pula, ialah Jesus sendiri, seluruh kepribadian dan kehidupannja. Apa jang diadjarkannja, dilakukannja sendiri dengan sempurna, mendjadi tjontoh dan penundjuk djalan, bagaimana dapat dan harus kitapun mewudjudkan adjaran-adjaran dan tjita-tjita Indjil pada diri kita dan disekeliling kita dalam hidup kemasjarakatan dan keagamaan. Untuk itu Mateus mentjeritakan sadja peristiwa-peristiwa hidup Jesus dan perbuatan-perbuatannja. Pertama-tama untuk menjatakan bahwa Jesus benar-benar Mesias, Putera Allah jang Mahatinggi, penuh berkekuasaan Ilahi, guna membangunkan kepertjajaan jang teguh dan pasti. Dan bagi siapa sadja jang pertjaja dan selandjutnja dengan luhur hati membatja dan merenungkan Indjil, dalam tiap-tiap kalimat, Jesus menondjol sebagai manusia utama, sempurna dalam segala-galanja sehingga mempesona dan menimbulkan hasrat untuk sekedar menjamai kesempurnaan itu. Jesus menondjol sebagai satu-satunja terang dunia sedjati (Jo. 1:5 dan 9;8:12; 12:46) jang tak pernah menjembunjikan diri, melainkan menjinari semua manusia jang hendak mendekatiNja dalam membatja Kitab Kudus, supaja mereka "melihat perbuatan- perbuatannja jang baik dan memuliakan BapaNja jang ada disurga" (Mt. 5:16). Djuga supaja kita memuliakanNja, terlebih dengan mengikuti djedjak Jesus, dalam tjita-tjitaNja serba rohani-abadi, dalam tjintanja tak terhingga kepada BapaNja dan dalam tjinta-kasihNja jang mesra dan kuat kepada semua manusia, sampai mengurbankan Dirinja semata-mata, mengikuti djedjak Jesus djuga sampai berani berkurban, menjangkal diri dan tetap turut memanggul salib kita.
TFTWMS: Matius (Pendahuluan Kitab) Matius: Khotbah Di Bukit 7:1-29
HIDUP SECARA BEDA
Pada bagian akhir khotbah Yesus di Bukit, Ia membahas tema kemunafikan, doa, peraturan yang benar...
Matius: Khotbah Di Bukit 7:1-29
HIDUP SECARA BEDA
Pada bagian akhir khotbah Yesus di Bukit, Ia membahas tema kemunafikan, doa, peraturan yang benar tentang hidup saleh, dan ketaatan yang rajin kepada kebenaran. Ia memperingatkan untuk jangan munafik dalam menghakimi orang lain (7:1-6). Yesus menasihati para pendengar-Nya untuk bertekun dalam doa, berusaha memperoleh pemberian yang baik yang ditawarkan oleh Allah (7:7-11). Ia memberikan prinsip perlakuan timbal balik yang akhirnya dikenal sebagai Hukum Emas (7:12). Sebagai dorongan penutup bagi khotbah itu, Ia menyajikan serangkaian perbedaan yang menantang para pendengar-Nya untuk melakukan pilihan (7:13-27). Setelah Ia menyimpulkan ajaran-Nya, orang banyak itu takjub (7:28, 29).
TFTWMS: Matius (Pendahuluan Kitab) "JANGAN MENGHAKIMI" (Matius 7:1-5)
Yesus mengecam penghakiman yang munafik di mana orang menyalahkan orang lain sementara ia sendiri dalam ...
"JANGAN MENGHAKIMI" (Matius 7:1-5)
Yesus mengecam penghakiman yang munafik di mana orang menyalahkan orang lain sementara ia sendiri dalam dosa yang sama atau bahkan lebih parah. Mounce menjelaskan, Sifat manusia mendorong kita untuk memberikan perhatian yang jauh lebih banyak kepada kekurangan orang lain daripada kesalahan kita sendiri. Kita cenderung menilai orang lain atas dasar standar tinggi kebenaran yang entah bagaimana tidak berlaku untuk kinerja kita sendiri.41
Agar adil dalam penilaian kita tentang orang lain, kita harus mengikuti beberapa panduan.
Kita harus mengevaluasi hidup kita sendiri. Kita harus menanya diri kita sendiri apakah kita melakukan hal-hal yang sama yang kita anggap jijik pada orang lain. Orang harus mengubah dirinya sendiri sebelum ia mencoba mengubah dunia.
Kita harus mendengarkan ketika orang lain mengecam kita. Mungkin ada beberapa kebenaran dalam apa yang mereka katakan yang bisa membantu kita menjadi orang yang lebih baik. Besi punya potensi mempertajam besi (Ams. 27:17).
Kita harus jangan terlalu banyak mengandalkan kesan pertama . Satu pertemuan biasanya tidak cukup untuk mengenal atau memahami seseorang. Kadang-kadang kesan pertama adalah salah.
Kita harus jangan tergesa-gesa membuat kesimpulan. Kita harus mencoba mengumpulkan semua fakta dan memastikan kesimpulan kita tentang orang lain tidak didasarkan pada desas-desus.
Kita harus jangan mencap orang. Menilai seseorang berdasarkan ras, jenis kelamin, atau status sosial-ekonominya adalah tidak adil.
Kita harus mempertimbangkan situasi orang lain sebelum bersikap terlalu kritis. Bisa jadi orang itu sedang menghadapi beberapa masalah sulit dalam hidupnya. Mungkin kita juga berperilaku sama jika kita menjadi dia.
Ketika kita menghadapi orang lain, kita harus mengevaluasi motif kita. Apakah yang kita pedulikan keadaan rohani orang lain (Gal. 6:1-4), atau apakah kita hanya berusaha untuk membuat diri kita terlihat lebih baik daripada orang itu?
Kesimpulan. Ilustrasi Yesus tentang orang munafik yang berusaha menghakimi orang lain berfungsi sebagai peringatan bagi kita.
David Stewart BAPA YANG SEMPURNA (7:7-11)
Yesus menunjukkan bahwa bapak duniawi, meskipun tidak sempurna dan berdosa, memberikan hadiah yang baik untuk anak-anak mereka. Dengan melihat bapak duniawi, kita dapat lebih memahami kasih Bapa sorgawi dan hubungan kita dengan Dia dalam doa.
Bapak duniawi saat ini menghabiskan banyak energi dalam menyediakan kebutuhan anak-anak mereka. Mereka memastikan bahwa anak-anak mereka itu memiliki kebutuhan dasar kehidupan, termasuk makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Lebih daripada itu, bapak-bapak menyediakan pengembangan intelektual anak-anak mereka melalui pendidikan. Mereka membantu anak-anak itu mengerjakan pekerjaan rumah mereka dan tugas-tugas khusus, menjadi anggota komite dan dewan sekolah, dan membayar uang buku dan biaya kuliah mereka. Mereka sering membantu anak-anak mereka mengembangkan keatletan mereka, menghabiskan waktu berjam-jam di halaman belakang untuk belajar menangkap bola dalam permainan bisbol atau sepak bola, atau di lapangan olahraga untuk bermain bola basket. Bapak juga membantu anak-anak mereka mengembangkan rohani mereka dengan membacakan Alkitab kepada mereka, berdoa dengan mereka, menjadi teladan kehidupan Kristen, membawa mereka beribadah, dan mengajar kelas Alkitab mereka. Jika kaum bapak melakukan semua hal ini untuk anak-anak mereka, berapa banyak lagikah yang Bapa sorgawi lakukan untuk kebaikan anak-anak-Nya?
Seperti bapak duniawi, Bapa sorgawi kita peduli terhadap keprihatinan dan kebutuhan kita, baik besar dan kecil. Ia tahu apa yang kita butuhkan bahkan sebelum kita memintanya. Ia kadang-kadang membolehkan kita bergumul melawan kesulitan dalam hidup, karena tahu bahwa hal itu adalah untuk kebaikan dan pertumbuhan rohani kita sendiri. Banyak kali Ia memberi kita apa yang kita butuhkan ketika kita tidak minta, dan Ia terus melakukannya meski kita lupa untuk bersyukur kepada Dia. Kali lain Ia menunggu kita untuk meminta karena Ia ingin kita lebih percaya kepada Dia dan mengakui ketergantungan kita pada-Dia. Bapa kita bisa saja menarik suatu berkat ketika kita menangani berkat itu secara tidak bertanggung jawab. Namun begitu, tidak seperti bapak duniawi, Bapa sorgawi kita adalah sempurna dan punya sumber daya tak terbatas untuk memelihara kita.
David Stewart
TFTWMS: Matius (Garis Besar) Catatan Akhir:
1 Douglas R. A. Hare, Matthew, Interpretation (Louisville: John Knox Press, 1993), 76.
2 Mishnah Sotah 1.7; lihat Talmud Shabbath ...
Catatan Akhir:
- 1 Douglas R. A. Hare, Matthew, Interpretation (Louisville: John Knox Press, 1993), 76.
- 2 Mishnah Sotah 1.7; lihat Talmud Shabbath 127b.
- 3 Michael J. Wilkins, "Matthew," in Zondervan Illustrated Bible Backgrounds Commentary, vol. 1, Matthew, Mark, Luke, ed. Clinton E. Arnold (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2002), 50.
- 4 Talmud Rosh ha-Shanah 16b.
- 5 David Hill, The Gospel of Matthew, The New Century Bible Commentary (Grand Rapids. Mich.: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1992), 146; see Leviticus Rabbah 29.3.
- 6 Craig S. Keener, A Commentary on the Gospel of Matthew (Grand Rapids, Mich.: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1999), 241.
- 7 Lihat Talmud Arakhin 16b; Baba Bathra 15b.
- 8 Talmud Baba Metzia 59b.
- 9 1 Maccabees 1:16, 41, 42, 47; 2 Maccabees 6:18-7:42.
- 10 Dalam Talmud, pidato penting juga dilambangkan dengan "mutiara." (Kiddushin 39b.)
- 11 Dalam Talmud "mengetuk" juga digunakan secara kiasan untuk "doa," yang mengatakan bahwa Mordekhai "mengetuk pintu-pintu gerbang rahmat dan mereka dibuka untuk dia" (Megillah 12b).
- 12 R. T. France, The Gospel According to Matthew, The Tyndale New Testament Commentaries (Grand Rapids, Mich.: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1985), 144; Robert H. Mounce, Matthew, New International Biblical Commentary (Peabody, Mass.: Hendrickson Publishers, 1991), 66.
- 13 Edwin Firmage, "Zoology," in The Anchor Bible Dictionary, ed. David Noel Freedman (New York: Doubleday, 1992), 6:1147.
- 14 Hill, 149.
- 15 Confucius Analects 15.23.
- 16 Isocrates Nicocles (The Cyprians) 61.
- 17 Diogenes Laertius Lives of Eminent Philosophers 5.21.
- 18 Talmud Shabbath 31a.
- 19 Tobit 4:15 (NRSV).
- 20 Sirach 31:15 (NRSV).
- 21 Surat Aristeas 207.
- 22 Dalam Lukas 6:31 Hukum Emas yang diberikan oleh Yesus muncul dalam konteks mengasihi musuh dan tidak membalas dendam terhadap mereka (lihat Luk. 6:27-36).
- 23 Mounce, 66.
- 24 Jack P. Lewis, The Gospel According to Matthew, Part 1, The Living Word Commentary (Austin, Tex.: Sweet Publishing Co., 1976), 113.
- 25 Talmud Shabbath 31a.
- 26 France, 146.
- 27 Robert H. Gundry, Matthew: A Commentary on His Literary and Theological Art (Grand Rapids, Mich.: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1982), 127.
- 28 France, 146.
- 29 Dalam literatur rabi, terdapat juga gambaran tentang dua jalan. Dua jaln ini mengarah ke Firdaus atau Gehena. (Talmud Berakoth 28b.)
- 30 Donald A. Hagner, Matthew 1-13, Word Biblical Commentary, vol. 33A (Dallas: Word Books, 1993), 178.
- 31 Lihat Josephus Antiquities 20.5.1, 2; Wars 2.13.5.
- 32 Lihat Didache 11-13; 16.3; Ignatius Philadelphians 2.1, 2.
- 33 Hill, 151.
- 34 Untuk acuan kepada buah yang baik, lihat Yoh. 15:8; Gal. 5:22-24; Efe. 5:9-12; Kol. 1:10; Yak. 3:17, 18.
- 35 Untuk acuan kepada "hari itu," lihat Mat. 24:36; Luk. 10:12; 17:31; 21:34; 2 Tes. 1:10; 2 Tim. 1:12, 18; 4:8.
- 36 Untuk gambaran tentang hari penghakiman, lihat Mat. 24:36-51; 25:31-46; Kisah 17:30, 31; 2 Kor. 5:10; Why. 20:11-15.
- 37 Leon Morris, The Gospel according to Matthew, Pillar Commentary (Grand Rapids, Mich.: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1992), 182, n. 87.
- 38 Mounce, 70.
- 39 Wilkins, 53-54; lihat Gordon Franz, "The Parable of the Two Builders," Archaeology in the Biblical World 3 (June 1995): 6-11.
- 40 A. T. Robertson, Word Pictures in the New Testament, vol. 1, The Gospel According to Matthew-The Gospel According to Mark (Nashville: Broadman Press, 1930), 63.
- 41 Mounce, 64.
- 42 Herbert Hoover, berbicara kepada World's Conference of the Young Men's Christian Association (YMCA), Cleveland, Ohio, 8 August 1931.
- 43 Penulis asli ilustrasi ini tidak diketahui.
Pengarang: Sellers Crain
Hak Cipta © 2013 pada Truth for Today
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
TFTWMS: Matius (Pendahuluan Kitab) HUKUM EMAS (Matius 7:12)
Dalam apa yang telah menjadi terkenal sebagai "Hukum Emas," Yesus menginstruksikan, "Segala sesuatu yang kamu...
HUKUM EMAS (Matius 7:12)
Dalam apa yang telah menjadi terkenal sebagai "Hukum Emas," Yesus menginstruksikan, "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi" (7:12). Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menemukan banyak penerapan atas pengajaran ini.
Pertama, perhatikanlah kesederhanaan pernyataan-Nya itu. Hukum itu cukup sederhana untuk ditaati oleh seiapa saja. Hukum itu menempatkan ke atas kita secara pribadi tanggung jawab atas cara kita memperlakukan orang lain, dan itu tidak ditentukan oleh perlakuan mereka terhadap kita. Pada dasarnya, kita mengatakan kepada mereka, "Tidak peduli bagaimana Anda memperlakukan saya, saya akan memperlakukan Anda dengan hormat dan bermartabat, sebagaimana saya ingin Anda memperlakukan saya."
Kedua, karena pernyataan itu mengatakan "segala sesuatu," maka pernyataan itu tidak mengecualikan apa saja atau siapa saja. Tidak ada orang atau cara perlakuan yang mungkin kita terima yang dikecualikan; itu mencakup orang-orang yang membenci dan menganiaya kita. Tuhan kita memberikan teladan bagi kita bagaimana kita harus memperlakukan bahkan musuh kita (Luk. 23:34; 1 Pet 2:21).
Ketiga, pernyataan itu adalah lebih dari sekedar saran. Itu merupakan deklarasi yang tegas, kode prilaku yang wajib yang Yesus berikan kepada para pengikut-Nya. Tidak mungkin untuk memahami pernyataan ini dengan cara lain apa saja. Tidak peduli betapa sulitnya itu mungkin, kita dituntut untuk mematuhi perintah ini.
ATURAN UNTUK HIDUP (7:12)
Jika manusia mau hidup berdasarkan Hukum Emas, hari-hari kita akan dipenuhi dengan hubungan dalam kejujuran dan kebaikan. Namun begitu, telah dikatakan bahwa manusia pada dasarnya hidup dengan salah satu dari tujuh aturan/hukum:
- 1. Aturan Lumpur adalah yang terendah dari semua aturan. Itu merupakan gaya hidup yang egois dan jahat. Mereka yang mempraktikkan filosofi comberan ini akan berusaha memerintah dan kalau tidak bisa begitu, mereka akan merusak orang lain.
- 2. Aturan Tanah Liat adalah "Hidung belang," hedonistik, gaya hidup materialistik. Ini adalah filosofi kaum Epikurius—"Marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati."
- 3. Aturan Besi adalah aturan "kekuatan membuat benar." Ini adalah filosofi mereka yang memukuli dan merampok pejalan kaki dalam perumpamaan Yesus tentang orang Samaria yang baik hati.
- 4. Aturan Kuningan adalah aturan timbal balik: "Perlakukanlah orang lain seperti mereka memperlakukan engkau." "Mata ganti mata, dan gigi ganti gigi." Aturan ini disebut juga "aturan legal."
- 5. Aturan Perak adalah aturan "kebaikan negatif." Mereka yang mengikuti aturan ini tidak pernah menyakiti orang lain, tetapi mereka juga tidak melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain.
- 6. Aturan Emas Sepuh adalah kebalikan dari Aturan/Hukum Emas: "Jangan lakukan kepada orang lain apa yang engkau tidak ingin mereka lakukan kepadamu." Orang tidak harus menjadi agamis untuk mengikuti aturan ini.
- 7. Aturan/Hukum Emas adalah yang terakhir dari semua aturan ini. Diakui bahkan oleh orang non-Kristen bahwa aturan ini sebagai ideal secara moral. Pada waktu yang sama Presiden Amerika Serikat, Herbert Hoover mengatakan, "Oleh karena kelemahan manusia, Hukum Emas mungkin dilanggar setiap hari, tapi prinsip agung ini, yang ditujukan untuk kebaikan orang banyak, menembus dan secara mendalam mengubah semua kekuatan di dunia moderen di dalam mana kita hidup."42Bisa jadi tidak mungkin untuk membuat semua orang di dunia melakukan aturan ini; tetapi jika saja kita bisa membuat semua orang yang mengaku percaya kepada Yesus melakukan aturan itu, betapa akan tercipta perbedaan yang hebat!43
TFTWMS: Matius (Pendahuluan Kitab) MEMBUAT PILIHAN (7:13-27)
Kita dihadapkan dengan banyak pilihan setiap hari. Kadang-kadang kita memilih antara yang baik dan lebih baik. Kali lain ki...
MEMBUAT PILIHAN (7:13-27)
Kita dihadapkan dengan banyak pilihan setiap hari. Kadang-kadang kita memilih antara yang baik dan lebih baik. Kali lain kita mungkin memilih yang terbaik dari dua pilihan yang tidak baik. Dalam teks sekarang ini, pilihannya secara jelas adalah antara yang baik dan yang jahat. Kita harus memilih antara yang berikut ini:
TFTWMS: Matius (Pendahuluan Kitab) Memilih Jalan Yang BENAR (Matius 7:13, 14)
Dalam ayat-ayat ini, Yesus menggunakan kiasan jalan untuk menggambarkan pilihan antara dua cara kehidupan ...
Memilih Jalan Yang BENAR (Matius 7:13, 14)
Dalam ayat-ayat ini, Yesus menggunakan kiasan jalan untuk menggambarkan pilihan antara dua cara kehidupan yang mengarah kepada dua nasib yang sangat berbeda. Yang manakah dari dua jalan itu yang kita pilih untuk kita tempuh adalah sepenuhnya terserah kita. Dari awal penciptaan—dimulai dengan Adam dan Hawa di Taman Eden—Allah telah membolehkan manusia untuk membuat pilihan mereka sendiri.
Kehidupan orang Kristen sering digambarkan sebagai "jalan." Faktanya, itu merupakan salah satu nama yang dengannya gereja mula-mula dikenal (Kis. 9:2; 24:14). Pemazmur menggambarkan pilihan antara "jalan orang benar" dan "jalan orang fasik" (Maz. 1:1-6). Dalam satu nubuatan yang mengacu kepada Era Kristen yang akan datang, Yesaya menulis, Di situ akan ada jalan raya, Yang akan disebutkan Jalan Kudus;
Orang yang tidak tahir tidak akan melintasinya, Dan orang-orang pandir tidak akan mengembara di atasnya (Yes. 35:8).
Dalam menulis untuk menyemangati para pembacanya guna mengatasi kelelahan rohani, penulis kitab Ibrani berkata "Kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan luruskanlah jalan bagi kakimu" (Ibrani 12:12, 13).
Ketika bangsa Israel sedang bersiap memasuki Kanaan, Musa mengumpulkan kaum itu bersama-sama untuk memberi mereka pesan perpisahan dan untuk memberitahu mereka bahwa ia tidak akan pergi bersama mereka ke dalam tanah yang dijanjikan itu (Ula. 31:2). Dalam pidato terakhir ini, dengan berapi-api ia menghimbau mereka untuk setia kepada Allah (Ula. 30:19).
Sesaat sebelum kematiannya, Yosua juga menantang Israel, dengan mengatakan, Sekarang, takutlah kepada TUHAN dan layanilah Dia dengan segenap kesetiaan. Jauhkanlah ilah-ilah yang nenek moyangmu sembah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan layanilah TUHAN. Tetapi jika melayani TUHAN terlihat tidak menarik bagimu, maka pilihlah pada hari ini untuk dirimu sendiri siapakah yang kamu akan layani; apakah ilah-ilah yang nenek moyangmu layani di seberang sungai Efrat, atau ilah-ilah orang Amori, yang negerinya sedang kamu diami. Tetapi mengenai aku dan seisi rumahku, kami akan melayani TUHAN! (24:14, 15; NIV).
Ketika kerajaan utara hampir sepenuhnya hanyut dalam penyembahan Baal, Elia menantang nabi-nabi Baal di Gunung Karmel. Ia menolak agama sinkretisme orang Israel dan bertanya, "Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati? Kalau TUHAN itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah dia" (1 Raja 18:21).
Yeremia mengingatkan kaum Yehuda tentang pilihan di hadapan mereka: apakah tetap tinggal di Yerusalem dan dihancurkan bersama dengan kota itu atau melarikan diri dari kota itu seraya penghakiman Allah datang mendekat. Ia menulis, "Beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku menghadapkan kepada kamu jalan kehidupan dan jalan kematian" (Yer. 21:8).
Sejak awal, Allah telah membuat jelas bahwa sebenarnya manusia hanya punya dua pilihan. Kita bisa memilih untuk menaati Allah atau menentang Dia. Tidak ada banyak jalan menuju Allah; hanya ada satu jalan (Yoh. 14:6). Tidak ada banyak jalan menuju ke sorga, hanya ada satu jalan (7:14). Kita harus memilih antara agama sejati dan agama palsu (15:9). Khotbah di Bukit adalah suatu perbedaan antara kebenaran Allah yang akan menuntun kepada hidup yang kekal dan kemunafikan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang akan menuntun kepada kematian yang kekal (5:20).
JALAN YANG LEBAR DAN JALAN YANG SEMPIT (Matius 7:13, 14)
Jalan yang "lebar" disamakan dengan toleransi. Banyak orang percaya bahwa bersikap toleran untuk alasan apa saja adalah jahat. Tentu saja, kadang-kadang tidak toleran juga adalah buruk; tetapi ketika Allah sedang dihujat, ketika kebenaran sedang diserang, atau ketika Firman Allah diganti oleh pendapat manusia, bersikap tidak toleran adalah benar. Kita tidak boleh bersikap kejam atau membenci, tapi kita harus secara tegas membela apa yang Alkitab ajarkan dan menolak untuk menerima pelbagai keyakinan dan praktik yang salah. Yesus tidak toleran terhadap ilah-ilah lain (4:10), terhadap loyalitas yang terbagi (12:30), dan terhadap orang-orang yang mengajarkan jalan lain menuju Allah (Yoh. 10:1-10; 14:6).
Jalan Allah adalah sempit karena jalan itu adalah jalan kebenaran dan kekudusan. Orang Kristen sering disebut "berpikiran sempit," seolah-olah menjadi orang yang "berpikiran luas" adalah ciri orang yang diinginkan. Dalam teks ini Yesus menganjurkan sebaliknya. Ia mengatakan bahwa "berpikiran luas" tidak baik dan "berpikiran sempit" adalah keharusan. "Berpikiran luas" tidak sama dengan "berpikiran terbuka." "Berpikiran terbuka" adalah baik karena hal itu membantu kita dalam mencari dan memahami kebenaran. Sebaliknya, keluasan pikiran berarti menerima setiap pandangan, moralitas, atau gaya hidup menyimpang apa saja yang berlawanan. Inilah sebabnya mengapa Yesus memperingatkan kita untuk menghindari berjalan di jalan yang lebar.
Yesus berkata, "Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu"; "Dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu" (Yoh. 8:24, 32). Ia juga mengatakan, "Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang di sorga akan dicabut dengan akar-akarnya" (15:13). Paulus mendesak Timotius untuk "menasihatkan orang-orang tertentu, agar mereka jangan mengajarkan ajaran lain" (1 Tim. 1:3), Dan "Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau"(1 Tim. 4:16). Jalan yang menuju kepada kehidupan yang kekal adalah sangat sempit, dan sedikit orang yang mendapatinya.
BIS: Matius (Pendahuluan Kitab) KABAR BAIK YANG DISAMPAIKAN OLEH MATIUS
PENGANTAR
Buku Matius menyampaikan kepada kita Kabar Baik bahwa Yesus adalah Raja
Penyelamat yang dijanjikan
KABAR BAIK YANG DISAMPAIKAN OLEH MATIUS
PENGANTAR
Buku Matius menyampaikan kepada kita Kabar Baik bahwa Yesus adalah Raja Penyelamat yang dijanjikan oleh Allah. Melalui Yesus itulah Allah menepati apa yang telah dijanjikan-Nya di dalam Perjanjian Lama kepada umat-Nya. Sekalipun Yesus lahir dari orang Yahudi dan hidup sebagai orang Yahudi, namun Kabar Baik itu bukanlah hanya untuk bangsa Yahudi saja melainkan untuk seluruh dunia.
Buku Matius ini disusun secara teratur; mulai dengan kelahiran Yesus, kemudian mengenai baptisan dan godaan yang dialami-Nya, lalu mengenai karya-Nya di Galilea. Di situ Ia berkhotbah, mengajar dan menyembuhkan orang. Setelah itu buku ini mengisahkan perjalanan Yesus dari Galilea ke Yerusalem, dan apa yang terjadi dengan Yesus dalam minggu terakhir hidup-Nya di dunia ini yang memuncak pada kematian dan kebangkitan-Nya.
Salah satu hal yang dititikberatkan oleh Matius ialah bahwa Yesus adalah Guru yang besar, yang mengajar bahwa Allah memerintah sebagai Raja. Yesus juga mempunyai wibawa untuk menjelaskan arti dari Hukum Allah. Kebanyakan dari ajaran-ajaran Yesus itu dikelompokkan menurut pokok-pokoknya. Ada lima kelompok:
- (1) Khotbah di Bukit yang menyangkut sikap, kewajiban, hak-hak, dan tujuan hidup para anggota umat Allah (pasal 5-7 Mat 5:1-7:28);
- (2) petunjuk-petunjuk kepada kedua belas pengikut Yesus untuk melaksanakan tugas (pasal 10 Mat 10:1-42);
- (3) perumpamaan-perumpamaan tentang keadaan waktu Allah memerintah sebagai Raja (pasal 13 Mat 13:1-58);
- (4) ajaran mengenai makna menjadi pengikut Yesus (pasal 18 Mat 18:1-35); dan
- (5) ajaran tentang akhir zaman dan tentang kedatangan Anak Manusia (pasal 24-25 Mat 24:1-25:46).
Isi
- Daftar asal-usul Yesus Kristus dan kelahiran-Nya
Mat 1:1-2:23 - Pekerjaan Yohanes Pembaptis
Mat 3:1-12 - Baptisan dan godaan terhadap Yesus
Mat 3:13-4:11 - Pelayanan Yesus di tengah-tengah masyarakat Galilea
Mat 4:12-18:35 - Dari Galilea ke Yerusalem
Mat 19:1-20:34 - Minggu terakhir di Yerusalem dan sekitarnya
Mat 21:1-27:66 - Kebangkitan Yesus dan penampakan diri-Nya
Mat 28:1-20
Ajaran: Matius (Pendahuluan Kitab)
Tujuan
Supaya dengan mengenal isi Kitab Injil Matius orang-orang Kristen mengerti,
bahwa Yesus Kristus adalah Mesias, Juruselamat, Raja yang dijanji
Tujuan
Supaya dengan mengenal isi Kitab Injil Matius orang-orang Kristen mengerti, bahwa Yesus Kristus adalah Mesias, Juruselamat, Raja yang dijanjikan, yang diutus Allah sebagai penggenapan nubuatan para nabi dalam Kitab Perjanjian Lama.
Pendahuluan
Penulis : Rasul Matius.
Tahun : Sekitar tahun 61 sesudah Masehi.
Penerima : Orang-orang Kristen keturunan Yahudi, (dan juga setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus).
Isi Kitab: Injil Matius terdiri dari 28 pasal. Menyatakan bahwa Yesus orang Nazaret sungguhlah Mesias (Juruselamat), Raja yang dijanjikan, sebagai penggenapan nubuatan para nabi dalam Kitab Perjanjian Lama.
I. Ajaran-ajaran utama dalam Kitab Injil Matius
Pasal 1-4 (Mat 1:1-4:1).
Raja (Juruselamat) yang dinantikan sudah datang
Bagian ini memaparkan keturunan Yesus, dari Abraham, Ishak, dan Yakub, dengan maksud untuk menunjukkan, bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat (Raja) yang diutus Allah sebagai penggenap nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama.
Pendalaman
- Buka dan bacalah pasal Mat 2:1-2, 11-12. Kalau kedatanga Tuhan Yesus disambut dengan persembahan-persembahan, apakah yang tela saudara persembahkan kepada-Nya?
- Buka dan bacalah pasal Mat 4:1-11. Berapa lamakah Tuhan Yesus berpuasa? Tuhan Yesus dicobai. Siapakah yang menang dalam pencobaan ini? Tuhan Yesus menang dalam pencobaan. Itu berart Tuhan Yesus sanggup menolong saudara dalam pencobaan kalau saudara menerima Dia sebagai Raja dalam hidup.
Pasal 4-25 (Mat 4:12-25:46).
Raja (Juruselamat) itu memberikan ajaran-ajaran
Bagian ini berisikan ajaran-ajaran dasar yang menjadi ciri hidup kerajaan-Nya. Dan juga Yesus menunjukkan kuasa-Nya atas alam semesta, atas penyakit-penyakit melalui mujizat-mujizat yang dilakukan-Nya.
Pendalaman
- Buka dan bacalah pasal Mat 5:1-12. Siapakah yang memiliki kebahagiaan?
- Buka dan bacalah pasal Mat 7:24. Apakah yang menjadi dasar kehidupan yang kuat bag setiap pengikut Yesus?
- Buka dan bacalah pasal Mat 11:25-30. Apakah yang akan saudara dapati, kalau mau datang pada Yesu Sang Raja?
- Buka dan bacalah pasal Mat 16:24. Apakah yang menjadi syarat bagi pengikut Yesus?
- Buka dan bacalah pasal Mat 24:24-25. Tuhan Yesus menyatakan, bahwa setelah Ia kembali ke sorga, akan datan Juruselamat yang palsu, karena hanya Yesuslah Juruselamat yang asli. Saudara mau yang mana, yang asli atau yang palsu?
Pasal 26-27 (Mat 26:1-27:66).
Raja (Juruselamat) mengorbankan dirinya untuk keselamatan umat-Nya
Pendalaman
- Buka dan bacalah pasal Mat 26:26-28. Bagian ini menjelaskan, sebelum Raja itu mengorbankan diri-Nya, I terlebih dahulu mengajak murid-murid-Nya untuk mengadakan perjamua suci. Hal ini merupakan lambang daripada pengorbanan-Nya di kay salib. Dan Ia mengamanatkan agar perjamuan yang serupa dilakukan ole murid-murid-Nya, setelah kenaikan-Nya kesorga. Perjamuan ini disebu Perjamuan Kudus. Ini berarti setiap orang yang percaya pada Yesus harus mengikuti upacara Perjamuan Kudus tersebut. _Tanyakan_: Apakah arti Perjamuan Kudus?
- Buka dan bacalah pasal Mat 27:54. Apakah pengakuan dari komandan prajurit Roma tentang Yesus? Bagaimanakah pendapat saudara, siapakah Yesus?
Pasal 28 (Mat 28:1-20).
Raja (Juruselamat) itu memperlihatkan kemenangannya atas segala kuasa di dunia dan di sorga
Bagian ini menjelaskan, bagaimana Raja yang mengorbankan diri-Nya itu berkuasa atas segala kuasa kematian karena Dialah yang mempunyai segala kuasa baik di sorga maupun di dunia.
Pendalaman
- Buka dan bacalah pasal Mat 28:1-10. Bagian ini menjelaskan bahwa Yesus bangkit persis seperti apa yan telah Ia katakan tentang diri-Nya. Siapakah yang menggulingkan bat penutup kuburan, dan memberitakan tentang kebangkitan Yesus? Jad berita kebangkitan Yesus, diterima pertama kali dari manusia atau dar malaikat Allah? Kalau begitu siapakah yang lebih saudara percayai?
- Buka dan bacalah pasal Mat 28:11-15. Berita bohong tentang Yesus tidak bangkit dari kematian itu, dibua oleh manusia. Jadi siapa yang percaya kepada berita itu, berart percaya kepada berita bohong dari manusia dan menjadi pengiku pembohong.
- Buka dan bacalah pasal Mat 28:16-20. Menurut ayat 18 (Mat 28:18) apakah yang diberikan kepada Yesus? Menurut ayat 19 (Mat 28:19) Raja yang naik ke sorga memberikan Amanat Agung aga murid-murid-Nya pergi ke seluruh dunia, untuk menjadika semua bangsa murid-murid-Nya. Amanat Agung ini berlak untuk semua orang yang percaya kepada Tuhan Yesus. Apakah saudara sudah pernah bersaksi tentang Yesus Kristu kepada orang lain? Pada ayat 20, (Mat 28:20) janji apakah yang diberikan-Nya?
II. Kesimpulan
Melalui Injil Matius, jelaslah bahwa Yesus Kristus adalah Raja yang kekal, Juruselamat dan Penebus dosa yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama. Yesus Kristus adalah Raja dari segala raja, karena Dialah yang mempunyai segala kuasa, baik di sorga maupun di atas bumi.
Pertanyaan-pertanyaan yang Dapat Digunakan untuk Tanya Jawab
- Siapakah yang menulis Injil Matius?
- Apakah isi singkat Injil Matius?
- Bagaimanakah Yesus membuktikan, bahwa Ia adalah raja da Juruselamat yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama?
Intisari: Matius (Pendahuluan Kitab) MENGAPA INJIL INI DITULIS.Matius mempunyai beberapa alasan yang jelas mengapa ia menulis Injil ini:1. Untuk menunjukkan hubungan antara Yesus dengan P
MENGAPA INJIL INI DITULIS.
Matius mempunyai beberapa alasan yang jelas mengapa ia menulis Injil ini:
1. Untuk menunjukkan hubungan antara Yesus dengan Perjanjian Lama.
2. Untuk mencatat ajaran Kristus yang diberikan secara luas pada para murid-Nya.
3. Untuk menjelaskan sikap apa yang diharapkan Kristus dari murid-murid-Nya.
4. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh sejumlah anggota gereja, misalnya mengenai kehidupan masa muda Yesus dan kedatangan-Nya kembali.
5. Untuk menjelaskan tentang cara mengelola Gereja.
PENULISNYA.
Tidak ada pernyataan dalam Injil ini bahwa Matiuslah penulisnya, tetapi tradisi mula-mula menegaskan demikian. Sedikit saja yang kita ketahui tentang Matius, karena ia hanya disebut dalam Mat 9:9 dan Mat 10:3, yaitu bahwa ia seorang pemungut cukai yang dipanggil secara pribadi oleh Yesus. Namanya berarti "anugerah dari Tuhan". Dalam Injil lain ia dipanggil Lewi (Mar 2:14).
PEMBACA INJIL MATIUS.
Hal-hal yang diperhatikan dalam Injil Matius memberi petunjuk bahwa sebagian besar pembacanya adalah orang Yahudi. Sebagian besar dari mereka mungkin sudah menjadi Kristen, tetapi Matius boleh jadi menulis Injil ini untuk meyakinkan orang Yahudi lainnya bahwa Yesus adalah Mesias yang sudah lama dinanti-nantikan oleh bangsa Yahudi.
Namun demikian, ia sama sekali tidak mengabaikan orang-orang bukan Yahudi dan mungkin juga ia menulis dengan tujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan mereka tentang kepercayaan mereka yang bersumber dari kepercayaan Yahudi.
KAPAN INJIL INI DITULIS?
Kita tidak dapat memastikan kapan Injil Matius ditulis. Mungkin Injil ini ditulis setelah Markus menulis Injilnya, karena isinya mirip dengan Injil Markus. Tetapi, Injil ini juga bukan yang terakhir, karena masalah-masalah sehubungan dengan orang-orang Kristen Yahudi yang diperhatikannya berangsur berkurang. Diperkirakan waktunya adalah antara tahun 50 dan 90.
CIRI-CIRI KHUSUS.
1. Injil Matius sangat teratur. Bagian-bagian tentang ajaran Yesus disisipkan di antara penjelasan-penjelasan tentang kegiatan-kegiatan-Nya.
2. Karena ingin menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias Yahudi, ia sering mengutip dari Perjanjian Lama. Ada 65 ayat dalam Matius yang mengacu ke Perjanjian Lama.
3. Matius bicara tentang Kerajaan Surga (33 kali) cocok dengan latar belakangnya sebagai orang Yahudi, sementara Injil-Injil lain bicara tentang Kerajaan Allah.
4. Dari keempat Injil, hanya Matius sendiri yang berbicara mengenai gereja. Ia menulis sebagai seorang gembala yang menangani berbagai masalah dan pertanyaan.
Pesan
1. Yesus adalah Mesias.o Dia berasal dari keturunan Yahudi Mat 1:1-17
o Dia menggenapi nubuatan Perjanjian Lama, misalnya Mat 1:23; 2:6, 18, 23; 4:15, 16 dll.
o Dia datang untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Mat 1:21
o Dia pertama-tama datang kepada bangsa Israel. Mat 15:24
o Dia melukiskan sikap-Nya terhadap Perjanjian Lama. Mat 5:17-48
o Dia menantang pemimpin-pemimpin agama yang menyesatkan umat Allah. Mat 16:5-12; 23:1-36.
o Dia kelak akan bertindak sebagai hakim. Mat 25:31-46
2. Yesus berbicara mengenai suatu kerajaan.
o Dia menjelaskan apa sebenarnya Kerajaan Allah itu: bukan suatu tempat, tetapi
Allah secara aktif memerintah dunia ini. Mat 9:35
o Dia sendiri adalah Raja. Mat 2:2, 16:28
o Dia memberitahukan persyaratan revolusioner untuk dapat masuk ke dalamnya.
Mat 5:3,10,20; 7:21; 19:14,23,24
o Kerajaan-Nya sudah hadir saat ini. Mat 12:28
o Kerajaan-Nya yang sempurna masih akan datang. Mat 16:28
o Pertumbuhan Kerajaan-Nya itu pasti, walaupun tersembunyi. Mat 3:1-23
o Kerajaan Allah layak mendapat prioritas utama manusia. Mat 6:33; 13:44-46
3. Yesus menggarisbawahi hukum Taurat.
o Dia memperkuat hukum Taurat. Mat 5:17-48
o Dia merangkum hukum Taurat. Mat 22:37-40
o Dia menafsirkan hukum Taurat. Mat 23:23
4. Yesus mengutus gereja-Nya.
o Menjadi suatu masyarakat yang bermoral tinggi. Mat 5:20
o Menjadi suatu masyarakat yang berdisiplin. Mat 18:15-18
o Menjadi suatu masyarakat yang bersedia mengampuni. Mat 18:21-22
o Menjadi suatu masyarakat yang berdoa. Mat 18:19-20
o Menjadi suatu masyarakat yang bersaksi. Mat 28:19-20
Penerapan
Berita dalam Injil Matius dapat diterapkan pada dua golongan kelompok utama:
1. Kepada orang yang belum percaya.o Orang Yahudi yang belum percaya: Injil ini menunjukkan bahwa Yesus adalah
Mesias yang telah lama mereka nantikan. Kedatangan-Nya sudah dipersiapkan
dengan saksama di sepanjang sejarah dan kini keselamatan tersedia melalui Dia.
o Bangsa bukan Yahudi yang belum percaya: pembebasan dari dosa dan segala
akibatnya juga berlaku bagi orang bukan Yahudi.
Yesus adalah Juruselamat seluruh umat manusia. Dia menyambut siapa saja yang
menyatakan iman mereka kepada-Nya.
2. Kepada orang-orang Kristen.
o Injil ini akan memperlengkapi Anda dengan ajaran dasar yang penting mengenai
kehidupan dan ucapan-ucapan Yesus.
o Injil ini akan menunjukkan kepada Anda nilai Perjanjian Lama.
o Injil ini akan menunjukkan perlunya hidup sesuai dengan hukum yang baru dan
mencapai standar moral yang tinggi.
o Injil ini juga akan memperlihatkan kepada Anda bagaimana harus hidup dengan
sesama Kristen.
o Injil ini akan mendorong Anda untuk ikut ambil bagian dalam tugas misi ke
seluruh dunia.
o Injil ini akan membangkitkan pengharapan Anda akan kedatangan Yesus kembali.
Tema-tema Kunci
Matius menekankan beberapa tema tertentu. Selidikilah berulang kali catatan-catatan berikut ini dan pakailah konkordansi agar mendapatkan referensi lain yang terkait untuk mempelajari secara lebih mendalam.
1. Allah adalah Bapa surgawi kita. Inilah sebutan bagi Allah yang paling disenangi oleh Matius: Mat 5:16,45,48; 6:1,9; 7:11,21; 10:32,33; 12:50; 16:17; 18:10,14,19.
2. Berbagai gambaran mengenai Yesus. Yesus disebut Anak Daud (Mat 1:1), Juruselamat (Mat 1:21), Raja Orang Yahudi (Mat 2:2), Orang Nazaret (Mat 2:23). Sebutan apalagi bagi Yesus yang dapat Anda temukan? 3. Kutipan-kutipan dari Perjanjian Lama. Matius sering mengatakan 'haI itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi' (Mat 2:15) atau kalimat-kalimat serupa. Carilah referensi lain dan periksalah apa yang mereka ajarkan tentang Yesus.
4. Ajaran Yesus. Lima kali Matius mengatakan 'setelah Yesus mengakhiri perkataan ini' (Mat 7:28; 11:1; 13:53; 19:1; 26:1). Setiap pernyataan itu ditulis pada akhir sekumpulan ajaran Yesus. Buatlah ringkasan dari tiap-tiap 'khotbah' itu. 5. Perumpamaan-perumpamaan Yesus. Yesus mengajar murid-murid-Nya dengan memakai perumpamaan. Tetapi ingatlah, tidak semua orang dapat mengerti makna perumpamaan-perumpamaan itu (Mat 13:10-17). Beberapa perumpamaan terdapat dalam: Mat 7:24-27; 13:3-52; 18:23-35; 20:1-16; 22:1- 14; 25:1-30. Buatlah ringkasan mengenai apa yang diajarkan dalam perumpamaan-perumpamaan di atas dan dalam perumpamaan lain.
6. Mukjizat-mukjizat yang dilakukan Yesus. Matius mencatat banyak mukjizat kesembuhan dan mukjizat-mukjizat lain yang dibuat oleh Yesus untuk menunjukkan bahwa Dia adalah Tuhan atas ciptaan. Dua puluh mukjizat dicatat dalam Injil ini: Mat 8:1-17,23-34; 9:1-8, 18-33; 12:10-13,22; 14:15-33; 15:21-39; 17:14-21; 20:29-34; 21 :18-22. Daftarkanlah semua mukjizat itu dan tulislah dalam satu kalimat tentang apa yang dinyatakan mengenai Yesus dalam tiap-tiap mukjizat.
7. Kerajaan Surga Ungkapan ini menyarikan inti yang penting dalam ajaran Yesus. Pakailah konkordansi untuk mengetahui di mana Yesus mengatakannya dan bayangkan apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh Yesus tentang Kerajaan Surga ini.
Garis Besar Intisari: Matius (Pendahuluan Kitab) [1] KEDATANGAN MESIAS Mat 1:1-4:25
Mat 1:1-17Silsilah keluarga Yesus
Mat 1:18-25Kelahiran Yesus
Mat 2:1-23Kunjungan orang Majus
Mat 3:1-17Pela
[1] KEDATANGAN MESIAS Mat 1:1-4:25
Mat 1:1-17 | Silsilah keluarga Yesus |
Mat 1:18-25 | Kelahiran Yesus |
Mat 2:1-23 | Kunjungan orang Majus |
Mat 3:1-17 | Pelayanan Yohanes Pembaptis |
Mat 4:1-11 | Pencobaan terhadap Yesus |
Mat 4:12-25 | Yesus mulai berkhotbah |
[2] KHOTBAH DI BUKIT Mat 5:1-7:29
Mat 5:1-12 | Ucapan bahagia |
Mat 5:13-16 | Garam dan terang |
Mat 5:17-48 | Sikap Yesus terhadap hukum Taurat |
Mat 6:1-7:29 | Yesus mendorong kehidupan agama yang benar |
[3] KHOTBAH TENTANG KERAJAAN SURGA Mat 8:1-9:38
Mat 8:1-17 | Yesus berkhotbah melalui penyembuhan |
Mat 8:18-22 | Yesus berbicara tentang kemuridan |
Mat 8:23-9:8 | Yesus memperlihatkan kuasa-Nya |
Mat 9:9-13 | Yesus memanggil Matius |
Mat 9:14-17 | Yesus berbicara tentang puasa |
Mat 9:18-38 | Yesus menyembuhkan lagi |
[4] MISI DARI DUA BELAS RASUL Mat 10:1-42
Mat 10:1-15 | Tugas mereka |
Mat 10:16-42 | Masa depan mereka |
[5] TANGGAPAN ORANG BANYAK Mat 11:1-12:50
Mat 11:1-19 | Pertanyaan-pertanyaan Yohanes |
Mat 11:20-30 | Ketidakacuhan orang banyak |
Mat 12:1-50 | Pertentangan dari orang Farisi |
[6] PERUMPAMAAN-PERUMPAMAAN TENTANG KERAJAAN SURGA Mat 13:1-58
[7] PENYATAAN TUHAN YESUS Mat 14:1-17:27
Mat 14:1-12 | Kematian Yohanes Pembaptis |
Mat 14:13-36 | Tuhan atas semesta alam |
Mat 15:1-20 | Sikap Yesus terhadap tradisi |
Mat 15:21-16:4 | Mukjizat dibuat dan dijelaskan |
Mat 16:5-12 | Peringatan terhadap para pemimpin agama |
Mat 16:13-28 | Pengakuan Petrus |
Mat 17:1-13 | Yesus dimuliakan |
Mat 17:14-27 | Kembali ke dunia yang berdosa |
[8] GAYA HIDUP GEREJA Mat 18:1-35
[9] JALAN MENUJU SALIB Mat 19:1-20:34
Mat 19:1-12 | Ajaran yang Yesus berikan |
Mat 19:13-30 | Orang yang Yesus temui |
Mat 20:1-16 | Perumpamaan yang Yesus ceritakan |
Mat 20:17-28 | Penderitaan yang Yesus nubuatkan |
Mat 20:29-34 | Penyembuhan yang Yesus lakukan |
[10] SAAT DI YERUSALEM Mat 21:1-23:39
Mat 21:1-11 | Masuk kota dengan penuh kemenangan |
Mat 21:12-27 | Di Bait Allah |
Mat 21:28-22:46 | Perumpamaan dan pertanyaan |
Mat 23:1-39 | Kecaman Yesus |
[11] KEADAAN MASA DEPAN Mat 24:1-25:46
[12] PUNCAK MISI KRISTUS Mat 26:1-28:20
Mat 26:1-35 | Peristiwa-peristiwa sebelum Getsemani |
Mat 26:36-27:31 | Penangkapan dan penghakiman atas Kristus |
Mat 27:32-66 | Penyaliban |
Mat 28:1-20 | Kebangkitan dan sesudah itu |
Bank BCA Cabang Pasar Legi Solo - No. Rekening: 0790266579 - a.n. Yulia Oeniyati
Kontak | Partisipasi | Donasi