Teks -- Pengkhotbah 3:4 (TB)
Nama Orang, Nama Tempat, Topik/Tema Kamus
kecilkan semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Kata/Frasa (per frasa)
Full Life -> Pkh 3:1-8
Full Life: Pkh 3:1-8 - UNTUK SEGALA SESUATU ADA MASANYA ... ADA WAKTUNYA.
Nas : Pengkh 3:1-8
Allah mempunyai rencana kekal yang mencakup semua maksud dan
kegiatan setiap orang di muka bumi. Kita harus mempersembahkan diri...
Nas : Pengkh 3:1-8
Allah mempunyai rencana kekal yang mencakup semua maksud dan kegiatan setiap orang di muka bumi. Kita harus mempersembahkan diri kepada Allah sebagai persembahan kudus, membiarkan Roh Kudus melaksanakan rencana Allah bagi kita, dan berhati-hati agar kita tidak ke luar dari kehendak Allah sehingga kehilangan waktu dan maksud yang ditetapkan-Nya bagi hidup kita
(lihat cat. --> Rom 12:1;
lihat cat. --> Rom 12:2).
[atau ref. Rom 12:1-2]
Jerusalem -> Pkh 3:1-22
Jerusalem: Pkh 3:1-22 - -- Usaha dan pekerjaan manusia kebanyakan hanya menyedihkan saja dan separuh dari hidupnya ialah berkabung. Kematianlah yang memberikan cirinya kepada se...
Usaha dan pekerjaan manusia kebanyakan hanya menyedihkan saja dan separuh dari hidupnya ialah berkabung. Kematianlah yang memberikan cirinya kepada seluruh hidup manusia. Hidup itu hanya sederetan perbuatan yang tidak kait-mengait dan tidak beruntun-runtun, Pengk 2:1-8, dan tidak bertujuan, Pengk 2:9-13, kecuali kematian yang tidak bermakna sama sekali, Pengk 2:14-22.
buka semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Rentang Ayat
Matthew Henry -> Pkh 3:1-10
Matthew Henry: Pkh 3:1-10 - Berubah-ubahnya Perkara Manusia
Sebelumnya Salomo menunjukkan bahwa pembelajaran, kesenangan, dan pekerjaan hanyalah kesia-siaan belaka, dan menjelaskan bahwa kebahagiaan tidak da...
- Sebelumnya Salomo menunjukkan bahwa pembelajaran, kesenangan, dan pekerjaan hanyalah kesia-siaan belaka, dan menjelaskan bahwa kebahagiaan tidak dapat ditemukan di bangku sekolah, atau di taman-taman Epikuros, atau dengan membolak-balik keduanya. Ia melanjutkan, dalam pasal ini, untuk lebih membuktikan pengajarannya dan kesimpulan yang ditariknya, bahwa kita harus bersukacita dan puas serta memanfaatkan semua yang Allah berikan kepada kita, dengan menunjukkan,
- I. Betapa berubah-ubah semua perkara manusia (ay. 1-10).
- II. Betapa abadi dan tak terselami pertimbangan ilahi untuk perkara-perkara itu (ay. 11-15).
- III. Betapa sia-sia kehormatan dan kekuasaan duniawi, yang disalahgunakan untuk mendukung penindasan dan penganiayaan jika manusia tidak dipimpin oleh rasa takut akan Allah dalam menggunakannya (ay. 16). Sebagai teguran bagi para penindas yang sombong, dan untuk menunjukkan betapa sia-sianya mereka, ia mengingatkan mereka,
- 1. Bahwa mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas hal itu di dunia yang lain (ay. 17).
- 2. Bahwa keadaan mereka, dalam kaitannya dengan dunia ini (karena ia sedang berbicara tentang dunia ini), tidak lebih baik daripada binatang (ay. 18-21). Oleh karena itu, ia menyimpulkan bahwa berhikmatlah kita jika kita menggunakan kuasa yang ada pada kita untuk penghiburan kita dan bukan untuk menindas orang lain.
Berubah-ubahnya Perkara Manusia (3:1-10)
- Tujuan ayat-ayat ini untuk menunjukkan,
- 1. Bahwa kita hidup di dunia yang berubah-ubah, bahwa beberapa peristiwa dan keadaan hidup manusia sangat berbeda satu sama lain, tetapi semua terjadi tanpa pandang bulu. Kita terus melewati dan melewatinya lagi, seperti perputaran hari dan tahun. Dalam perputaran roda kehidupan (Yak. 3:6) terkadang suatu jari-jari berada di tempat teratas dan tidak lama kemudian sebaliknya, selalu ada naik dan turun, tinggi dan rendah. Dari satu ujung ke ujung yang lain, dunia seperti yang kita kenal sekarang selalu berubah, dan akan terus berubah.
- 2. Bahwa setiap perubahan yang terjadi dalam hidup kita, menurut waktu dan saatnya, sudah tetap, tidak dapat diubah, dan telah ditentukan oleh suatu kuasa tertinggi. Kita harus menerima segala sesuatu ketika datang, karena kita tidak memiliki kuasa untuk mengubah apa yang telah ditetapkan bagi kita. Inilah alasan, ketika dalam kelimpahan, kita selayaknya merasa nyaman, tetapi bukan merasa aman-aman. Tidak merasa aman-aman karena kita hidup di dunia yang berubah, dan karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk berkata, besok akan sama seperti hari ini (lembah terdalam kita menjadi satu dengan gunung tertinggi kita). Namun, kita harus tetap merasa nyaman, seperti nasihat Salomo (2:24), bersenang-senang dalam jerih payah kita, dalam ketergantungan yang penuh pada Allah dan penyediaan-Nya, tidak terbuai oleh harapan, ataupun terpuruk karena ketakutan, tetapi dengan hati yang siap menghadapi segala peristiwa. Di sini kita melihat,
- I. Salomo mengemukakan dasar pengajarannya: Untuk segala sesuatu ada masanya (ay. 1).
- 1. Perkara-perkara yang tampaknya paling bertolak belakang satu sama lain, dalam perputaran peristiwa, akan mengambil gilirannya dan terjadi. Siang akan menjadi malam dan malam akan berubah lagi menjadi siang. Apakah sekarang musim panas? Musim dingin akan datang. Apakah sekarang musim dingin? Tunggu saja, sebentar lagi musim panas akan datang. Untuk setiap perkara, ada masanya. Langit yang paling cerah pun akan berawan, Post gaudia luctus – Sukacita menggantikan kepedihan, dan langit yang paling mendung akan menjadi cerah, Post nubila Phoebus – Matahari akan menerobos dari balik awan.
- 2. Hal-hal yang menurut kita paling tidak terduga dan kebetulan, dalam pertimbangan dan rencana Allah telah ditetapkan sampai waktu persis terjadinya, serta tidak dapat dipercepat atau ditunda sejenak pun.
- II. Bukti dan penjelasan ajaran ini, dengan mengemukakan beberapa perkara khusus, ada dua puluh delapan jumlahnya, disesuaikan dengan hari-hari perputaran bulan, yang selalu membesar dan mengecil, antara bulan purnama dan perubahannya. Beberapa perubahan ini sepenuhnya tindakan Allah, beberapa yang lain lebih tergantung pada kehendak manusia, tetapi semua ditetapkan oleh pertimbangan ilahi. Oleh karena itu, segala sesuatu di bawah langit dapat berubah, tetapi di sorga ada keadaan yang tidak dapat berubah, dan ada keputusan tak-terubahkan mengenai perkara-perkara ini.
- 1. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal. Perkara-Perkara ini ditentukan oleh pertimbangan ilahi. Jika kita lahir, maka kita pasti meninggal, dan terjadinya pada waktu yang ditentukan (Kis. 17:26). Beberapa penafsir mengamati bahwa ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, tetapi tidak ada waktu untuk hidup. Hidup begitu singkat sehingga tidak perlu disebutkan. Baru saja kita lahir, kita langsung mulai mengalami kematian. Namun, seperti ada waktu untuk lahir dan ada waktu untuk meninggal, maka akan ada waktu untuk bangkit lagi, waktu yang telah ditetapkan untuk mereka yang terbaring di dunia orang mati untuk diingat (Ayb. 14:13).
- 2. Ada waktu bagi Allah untuk menanam suatu bangsa, seperti Allah menanam Israel di Kanaan, dan, untuk melakukannya, ada waktu untuk mencabut ketujuh bangsa yang ditanam di sana, untuk memberi tempat bagi Israel. Akhirnya, ada waktunya juga Allah berbicara mengenai Israel, untuk mencabut dan membinasakannya, saat takaran kesalahan mereka sudah penuh (Yer. 18:7, 9). Ada waktu bagi manusia untuk menanam, waktu yang menurut musimnya, waktu dalam hidup mereka. Namun, ketika yang ditanam sudah tidak berbuah dan tidak berguna, itulah waktu untuk mencabutnya.
- 3. Ada waktu untuk membunuh, yaitu ketika penghakiman Allah ditimpakan atas suatu negeri dan membuat semuanya tandus. Namun, ketika Dia kembali dalam jalan kasih setia-Nya, maka itulah waktu untuk menyembuhkan yang diterkam-Nya (Hos. 6:1-2), yaitu menghibur suatu bangsa setelah Dia menindas mereka (Mzm. 90:15). Ada waktu ketika, berdasarkan hikmat, pemerintah menggunakan cara yang keras, tetapi, ada waktu ketika, juga berdasarkan hikmat, pemerintah menggunakan cara yang lebih lembut, untuk menyembuhkan, bukan merusak.
- 4. Ada waktu untuk merombak suatu keluarga, suatu penghidupan, kerajaan, yang memang telah siap untuk dihancurkan. Akan tetapi, Allah akan mendapatkan waktu, jika mereka berbalik dan bertobat, untuk membangun kembali yang telah dihancurkan. Ada waktu, waktu yang ditetapkan, bagi Tuhan untuk membangun Sion (Mzm. 102:14, 17). Ada waktu bagi manusia untuk berpisah dengan keluarga, untuk menghentikan perdagangan, dengan kata lain untuk merombak, waktu yang harus dimaklumi dan dihadapi dengan persiapan oleh mereka yang sedang membangun.
- 5. Ada waktu ketika penetapan Allah memanggil kita untuk menangis dan meratap, ketika hikmat dan kasih manusia mau turut pada penetapan itu, mau menangis dan meratap. Contohnya, saat semua orang mengalami kemalangan dan marabahaya, di saat itu sangat aneh jika kita tertawa, dan menari, dan bersukacita (Yes. 22:12-13; Yeh. 21:10). Akan tetapi, di lain pihak, ada waktu ketika Allah memanggil kita untuk bersukacita, waktu untuk tertawa dan menari, dan saat itulah Dia ingin agar kita menjadi hamba-Nya dengan sukacita dan gembira hati. Perhatikanlah, waktu untuk menangis dan meratap diletakkan pertama, sebelum waktu untuk tertawa dan menari, karena kita harus menabur dengan mencucurkan air mata dahulu sebelum menuai dengan bersorak-sorai.
- 6. Ada waktu untuk membuang batu, dengan meruntuhkan dan menghancurkan benteng-benteng, yaitu ketika Allah memberikan damai di perbatasan, dan benteng-benteng itu tidak diperlukan lagi. Akan tetapi, ada waktu untuk mengumpulkan batu untuk membangun kubu-kubu pertahanan (ay. 5). Ada waktu untuk menara-menara tua runtuh, seperti menara yang ada di Siloam (Luk. 13:4), dan untuk Bait Suci sendiri dihancurkan sampai berkeping-keping sehingga tidak satu batupun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain. Tetapi ada juga waktu untuk menara dan piala ditegakkan, yaitu ketika bangsa berjaya.
- 7. Ada waktu untuk memeluk sahabat saat kita mendapatinya setia, tetapi ada waktu untuk menahan diri dari memeluk saat kita mendapatinya tidak adil atau tidak setia, dan ada alasan bagi kita untuk mencurigainya. Di waktu seperti ini, bijaklah bagi kita untuk menarik diri dan menjaga jarak. Ayat ini biasanya diterapkan untuk pelukan dalam pernikahan, seperti yang dijelaskan dalam 1 Korintus 7:3-5; Yoel 2:16.
- 8. Ada waktu untuk mengejar (KJV) mengejar uang, mengejar kedudukan, mengejar kesempatan bagus dan keuntungan besar. Saat kesempatan terbuka, itulah waktu ketika orang bijak akan mencari (demikianlah makna kata ini). Saat ia mulai menjelajahi dunia, memiliki keluarga yang semakin besar, saat ia sedang jaya-jayanya, saat ia berhasil dan memiliki usaha yang berkembang, itulah waktu baginya untuk berjuang dan memanfaatkan kesempatan selagi masih ada. Ada waktu untuk mengejar hikmat, pengetahuan, dan kasih karunia, yaitu ketika manusia mendapat kesempatan di tangannya. Namun, biarlah ia menyadari akan datang waktunya untuk menghabiskan, saat semua yang ia miliki terlalu sedikit untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan, ada waktu untuk membiarkan rugi, yaitu saat hal-hal yang diperoleh dengan cepat akan cepat hilang lenyap dan tidak dapat digenggam erat.
- 9. Ada waktu untuk menyimpan, ketika yang kita miliki bermanfaat, dan kita dapat menyimpannya tanpa menimbulkan pertentangan dalam hati nurani. Namun, mungkin akan datang waktu untuk membuang, ketika kasih kita kepada Allah mengharuskan kita membuang semua yang kita miliki, karena kita akan menyangkal Kristus dan melanggar hati nurani kita jika kita menyimpannya (Mat. 10:37-38). Lebih baik kita menghancurkan semua daripada menghancurkan iman. Bahkan, ketika kasih kita kepada diri sendiri menuntut kita untuk membuangnya, jika hal itu diperlukan untuk menyelamatkan hidup kita, seperti yang terjadi ketika para pelaut yang bersama dengan Yunus membuang muatan kapal ke dalam laut.
- 10. Ada waktu untuk merobek pakaian, seperti ketika berada dalam dukacita besar, dan ada waktu untuk menjahitnya kembali, sebagai tanda bahwa kesedihan itu sudah berlalu. Ada waktu untuk membatalkan yang kita lakukan, dan ada waktu untuk melakukan kembali yang telah kita batalkan. Jerome (Bapa Gereja – pen.) menerapkan hal ini pada peristiwa dirobeknya jemaat Yahudi dan dijahit serta dibangun kembali jemaat Injil di atasnya.
- 11. Ada waktu ketika sudah sepatutnya, dan memang bijaksana serta diwajibkan, bagi kita untuk berdiam diri, yaitu ketika waktu itu adalah waktu yang jahat (Am. 5:13), ketika perkataan kita sama saja dengan melemparkan mutiara kepada babi, atau ketika kita kemungkinan akan salah bicara (Mzm. 39:3). Akan tetapi, ada juga waktu untuk berbicara, untuk memuliakan Allah dan untuk meneguhkan orang lain, ketika berdiam diri sama saja dengan mengkhianati kebenaran, dan ketika dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan. Sungguh suatu hikmat yang besar bagi orang kristen untuk mengetahui kapan harus berbicara dan kapan harus menahan diri.
- 12. Ada waktu untuk mengasihi, dan menunjukkan bahwa kita bersahabat, untuk terbuka dan gembira, dan ini merupakan waktu yang menyenangkan. Akan tetapi, mungkin akan datang waktu untuk membenci, ketika kita melihat alasan untuk memutuskan segala kedekatan dengan beberapa orang yang tadinya sangat kita sukai, dan menjadi orang yang memisahkan diri, seperti ketika kecurigaan kita terbukti. Pada saat seperti cinta itu sangat sulit untuk diakui.
- 13. Ada waktu untuk perang, ketika Allah menghunus pedang untuk penghakiman dan memberinya tugas untuk menghabisi, ketika manusia menghunus pedang untuk keadilan dan mempertahankan hak-haknya, ketika bangsa-bangsa memiliki alasan untuk berperang. Akan tetapi, kita boleh menantikan datangnya waktu untuk damai, yaitu ketika pedang Allah disarungkan dan Dia menghentikan peperangan (Mzm. 46:10), ketika perang berakhir dan di segala penjuru ada damai. Perang tidak akan berlangsung terus, demikian pula tidak akan terjadi yang disebut damai selamanya yang abadi di sisi dunia sebelah sini. Demikianlah, dalam semua perubahan ini, Allah telah menempatkan yang satu berhadap-hadapan dengan yang lain, agar kita dapat bergembira seolah-olah tidak bergembira, dan menangis seolah-olah tidak menangis.
- III. Kesimpulan yang ditarik dari pengamatan ini. Jika keadaan kita sekarang begitu mudah berubah-ubah,
- 1. Maka kita tidak boleh mengharapkan bagian kita dari keadaan kita itu, sebab hal-hal yang baik di dalamnya tidak menentu, dan tidak untuk selamanya ada (ay. 9): Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya? Apa yang dapat dijanjikan orang bagi dirinya dari menanam dan membangun, jika yang disangkanya dibangun dengan sempurna bisa saja segera, bahkan pasti akan, dicabut dan dirombak. Semua jerih lelah dan kekhawatiran kita tidak akan mengubah sifat keadaan yang berubah-ubah itu, dan juga tidak dapat mengubah keputusan ilahi tentang keadaan itu.
- 2. Maka kita harus melihat diri kita seperti sedang dalam masa percobaan menghadapi perkara-perkara itu. Sungguhlah tidak ada keuntungan dalam jerih payah kita. Suatu benda, ketika kita memilikinya, hanya memberi sedikit manfaat bagi kita. Namun, jika kita menggunakan dengan benar hal-hal yang disediakan Sang Penyelenggara, maka akan ada keuntungan di dalamnya (ay. 10): Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia, bukan untuk membuatnya bahagia, tetapi untuk melelahkan dirinya, agar berbagai karunia yang didapatnya dilatih oleh berbagai-bagai peristiwa, agar ketergantungan mereka kepada Allah diuji dalam berbagai perubahan, agar mereka menjadi terlatih karenanya, dan diajar apa itu kekurangan dan apa itu kelimpahan (Flp. 4:12). Perhatikanlah,
- (1) Ada jerih lelah dan kesusahan yang besar di antara anak manusia. Jerih payah dan kesedihan memenuhi dunia ini.
- (2) Jerih lelah dan kesusahan ini adalah bagian yang diberikan Allah bagi kita. Dia tidak pernah menetapkan dunia ini menjadi tempat istirahat kita, dan karena itu tidak pernah menyuruh kita untuk bersantai-santai di dalamnya.
- (3) Bagi banyak orang, jerih lelah itu terbukti hadiah. Allah memberikannya kepada manusia, seperti dokter memberikan obat kepada pasiennya, untuk kebaikannya. Susah payah ini diberikan kepada kita agar kita jemu dengan dunia ini dan merindukan istirahat sesudahnya. Susah payah ini diberikan agar kita terus bekerja dan selalu punya sesuatu untuk dikerjakan. Sebab, tidak ada seorang pun dikirim ke dalam dunia ini untuk bermasalas-malas saja. Setiap perubahan membawa suatu pekerjaan baru bagi kita, yang seharusnya membuat kita bersemangat, lebih daripada perubahan itu sendiri.
SH: Pkh 3:1-15 - Untuk segala sesuatu ada waktunya. (Rabu, 27 Mei 1998) Untuk segala sesuatu ada waktunya.
Dalam tulisan artistik khas Iberani, penulis mengungkapkan pasangan hal-hal yang menurutnya masing-masing ada masa...
Untuk segala sesuatu ada waktunya.
Dalam tulisan artistik khas Iberani, penulis mengungkapkan pasangan hal-hal yang menurutnya masing-masing ada masanya. Ada tujuh (angka penting dalam Perjanjian Lama berarti lengkap) ayat yang masing-masingnya berisi dua pasang hal yang bertentangan. Lahir/meninggal, menanam/mencabut, membunuh/menyembuhkan, merombak/membangun, menangis/tertawa, meratap/ menari, membuang batu/mengumpulkan batu, memeluk/menahan diri, mencari/merugi, menyimpan/membuang, merobek/ menjahit, berdiam diri/berbicara, mengasihi/membenci, perang/damai. Maksud pengkhotbah, semua kejadian dalam alam dan dalam hubungan manusia, telah diatur dalam ritme demikian.
Menerima ritme hidup. Perenungan pengkhotbah bisa dianggap frustrasi. Hidup sudah diatur begitu rupa oleh Tuhan, tidak lagi ada kebebasan. Bisa juga dianggap sesuatu yang positif. Hidup teratur di tangan Allah, aman, terpola punya makna. Jadi dari frustrasi, pengkhotbah bisa bersukacita. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya".
Kehendak Allah. Allah menciptakan manusia segambar dan serupa dengan-Nya. Kepada manusia diberi pengertian berupa akal dan pikiran melebihi ciptaan lain. Juga dalam hal menikmati hidup ini. Justru dengan menyadari bahwa segala sesuatu di tangan Allah dan diatur sesuai kehendak-Nya, kita belajar mengakui ketergantungan kita akan Dia.
SH: Pkh 3:1-22 - Segala sesuatu ada masanya (Jumat, 1 Oktober 2004) Segala sesuatu ada masanya
Pernahkah Anda berangan-angan sekiranya bisa ingin "memutar sang
waktu" kembali untuk mengulang beberapa peristiwa me...
Segala sesuatu ada masanya
Pernahkah Anda berangan-angan sekiranya bisa ingin "memutar sang waktu" kembali untuk mengulang beberapa peristiwa menyedihkan atau menyenangkan di masa lampau dalam kehidupan ini agar Anda mampu memperbaiki ataupun mengalaminya sekali lagi?
Firman Tuhan dalam nas ini mengingatkan kita bahwa untuk segala sesuatu ada masanya. Masa adalah suatu kurun waktu tertentu yang ada awalnya dan ada akhirnya. Yang dimaksud "segala sesuatu" dalam nas ini meliputi tiga hal (ayat 1-8) yaitu: 1). Kegiatan sehari-hari seperti menanam-mencabut; merombak-membangun; merobek-menjahit; mencari untung-merugi. 2). Kejadian yang melibatkan perasaan seperti menangis-memeluk; tertawa-meratap; mengasihi-membenci; berbicara-berdiam diri. 3). Peristiwa kehidupan seperti lahir-meninggal; perang-damai. Hal yang sama juga kami alami yakni pada waktu anak-anak kami masih kecil, kami sering bersepeda dengan mereka. Namun, masa itu tidak selalu ada; sekarang mereka sudah besar dan tidak lagi bersepeda bersama kami. Oleh karena itu, menurut Raja Salomo tindakan yang terbaik menyikapi masa hidup ini ialah dengan berlaku bijak.
Orang bijak menurut nas ini adalah orang yang memercayai bahwa rancangan Tuhan adalah kehendak-Nya yang terbaik meski terkadang "sakit" ia rasakan (ayat 11); orang yang dapat mensyukuri masa hidup yang Tuhan sediakan baginya (ayat 13); ia juga tidak mudah mengeluh karena ia tahu bahwa Tuhanlah yang merencanakan masa hidupnya yaitu hidup untuk kemuliaan-Nya (ayat 14). Yang penting untuk diingat adalah Tuhan meminta kita untuk dapat menggunakan masa hidup ini dengan sebaik-baiknya karena sekali masa hidup kita itu lewat maka "ia tidak akan kembali" lagi (ayat 22).
Masa hidup kita ini ada dalam perhitungan-Nya karena Dialah Tuhan yang mengatur "segala sesuatu" tersebut menjadi indah bagi kita.
Renungkan: Masa hidup kita masing-masing berisikan kehendak dan pemeliharaan Tuhan oleh karena itu, percayakan kepada-Nya.
SH: Pkh 3:1-15 - Segala Sesuatu Indah pada Waktunya (Senin, 28 November 2016) Segala Sesuatu Indah pada Waktunya
Ketidakmampuan manusia mengontrol apa yang akan terjadi sering kali membuat dirinya menyesal. Contohnya, saat ruma...
Segala Sesuatu Indah pada Waktunya
Ketidakmampuan manusia mengontrol apa yang akan terjadi sering kali membuat dirinya menyesal. Contohnya, saat rumah terbakar habis, maka kita sering kali berpikir mengapa harus membangun rumah dengan bersusah payah.
Nas hari ini menekankan betapa manusia tidak mampu mengendalikan masa depan. Karena, "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya" (1). Di sini, ada 7 ayat dengan 14 pasang merism (gaya bahasa yang memakai kata-kata yang berlawanan untuk menunjukkan segala sesuatu yang tercakup di dalamnya) yang menekankan ada waktu untuk mengalami hal-hal yang baik dan menyenangkan, tetapi juga yang buruk dan menyedihkan (2-8).
Hal di atas menunjukkan bahwa kita tidak dapat mengatur apa yang bakal terjadi. Tidak heran apabila Pengkhotbah merespons dengan kalimat, "apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah" (9; bdk. 1:3)? Tentu saja ia menyadari bahwa manusia harus berjerih payah karena itu diberikan oleh Allah (10). Meski demikian, ada hal positif yang dapat dipetik dan dipelajari. Dalam ketidakmampuan manusia mengontrol apa yang terjadi, Tuhan mengendalikan segala sesuatu dan "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya" (11).
Ketika kita mengamati 14 pasang merism, pasangan pertama dimulai dengan kalimat "ada waktu untuk lahir" (2) dan pasangan terakhir dengan kalimat "ada waktu untuk damai" (8). Kata "damai" di sini diterjemahkan dari Shalom. Artinya, Allah merancang kehidupan orang percaya yang dimulai dengan kelahiran, mengalami banyak hal yang baik dan buruk, kemudian berakhir dengan Shalom.
Banyak kesulitan hidup membuat kita letih dan frustasi. Meski kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada masa depan, Pengkhotbah telah memberitahukan bahwa Tuhan akan membuat segalanya indah pada waktunya. Karena itu, kita harus beriman bahwa Allah merancang kehidupan orang percaya untuk berakhir denganShalom dalam hadirat-Nya. Marilah kita menjalani hidup dengan optimis dan tabah. [IT]
SH: Pkh 3:1-15 - Indah pada Waktunya (Kamis, 25 Juni 2020) Indah pada Waktunya
Orang percaya sama dengan orang tidak percaya. Keduanya tidak dapat mengendalikan apa yang akan mereka alami dalam hidup. Semua o...
Indah pada Waktunya
Orang percaya sama dengan orang tidak percaya. Keduanya tidak dapat mengendalikan apa yang akan mereka alami dalam hidup. Semua orang mengalami banyak hal yang menyukakan hati, tetapi juga banyak hal yang mendukakan hati. Jadi, apa yang berbeda dalam kehidupan orang percaya dan orang tidak percaya?
Dengan ungkapan yang berpasangan, "Ada waktu untuk..., ada waktu untuk...", pengkhotbah menyatakan bahwa hidup adalah campuran antara kegembiraan dan kesedihan. Hal ini menekankan pada ketidakmampuan manusia mengendalikan berbagai peristiwa yang terjadi. Karena itu pengkhotbah bertanya, "Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah?" (9). Namun, pengkhotbah juga menyadari bahwa tidak mungkin manusia tidak berjerih payah, karena Allah sudah menetapkan pekerjaan yang harus dilakukan manusia dengan bersusah payah (10, bdk. Kej. 3:17-19).
Supaya kita tidak putus asa, pengkhotbah menegaskan bahwa Allah akan "membuat segala sesuatu indah pada waktunya". Jika kita perhatikan ungkapan berpasangan yang diberikan, ini dimulai dengan "ada waktu untuk lahir" dan diakhiri dengan "ada waktu untuk damai". Pengkhotbah menyatakan bahwa bagi orang percaya, walau harus melewati berbagai hal yang menyenangkan dan menyakitkan, kita dilahirkan untuk berakhir dengan damai bersama Allah. Inilah arti segala sesuatu indah pada waktunya.
Meskipun kita juga mengalami pasang surut seperti orang tidak percaya, tetapi ada perbedaannya. Pada akhirnya, kita berdamai dengan Tuhan. Dan, damai ini tidak dapat diubahkan oleh peristiwa apa pun dalam hidup kita. Karena itu, segala sesuatu menjadi indah pada waktunya.
Dengan mengetahui bahwa pada akhirnya kita akan hidup kekal di dalam damai sejahtera bersama Tuhan, kiranya kita mampu menikmati kehidupan ini dan menjalaninya dengan lebih tenang. Waktu kita sangat berharga. Kita perlu memohon kepada Allah agar dimampukan untuk melihat indahnya hidup bersama-Nya. [INT]
buka semuaPendahuluan / Garis Besar
Full Life: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) Penulis : Salomo
Tema : Kesia-Siaan Hidup yang Terlepas dari Allah
Tanggal Penulisan: + 935 SM
Latar Belakang
Judul kitab ini ...
Penulis : Salomo
Tema : Kesia-Siaan Hidup yang Terlepas dari Allah
Tanggal Penulisan: + 935 SM
Latar Belakang
Judul kitab ini di dalam PL Ibrani adalah _qoheleth_ (dari kata Ibr. _qahal_ -- berkumpul); secara harfiah artinya "orang yang mengadakan dan berbicara kepada suatu perkumpulan." Kata ini dipakai 7 kali dalam kitab ini (Pengkh 1:1,2,12; Pengkh 7:27; Pengkh 12:8-10) dan diterjemahkan sebagai "Pengkhotbah". Di dalam Septuaginta padanan katanya ialah _ekklesiastes_ yang menghasilkan judul _Ecclesiastes_ dalam Alkitab Inggris. Karena itu seluruh kitab ini merupakan serangkaian ajaran oleh seorang pengkhotbah yang terkenal.
Pada umumnya dipercayai bahwa penulisnya adalah Salomo, sekalipun namanya tidak muncul di dalam kitab ini, seperti dalam kitab Amsal (mis. Ams 1:1; Ams 10:1; Ams 25:1) dan Kidung Agung (bd. Kid 1:1). Akan tetapi, beberapa bagian mengesankan Salomo selaku penulis.
- (1) Penulis menyebutkan dirinya sebagai anak Daud, raja di Yerusalem (Pengkh 1:1,12).
- (2) Ia menyebut dirinya pemimpin yang paling bijaksana dari umat Allah (Pengkh 1:16) dan penggubah banyak amsal (Pengkh 12:9).
- (3) Kerajaannya dikenal karena kekayaan dan kemuliaan yang berlimpah-limpah (Pengkh 2:4-9).
Semua unsur ini cocok dengan gambaran alkitabiah mengenai Raja Salomo (bd. 1Raj 2:9; 1Raj 3:12; 1Raj 4:29-34; 1Raj 5:12; 1Raj 10:1-8). Lagi pula, kita tahu bahwa Salomo kadang-kadang mengumpulkan sejumlah orang Israel dan berceramah kepada mereka (mis. 1Raj 8:1). Tradisi Yahudi menyebut Salomo sebagai penulis kitab ini. Pada pihak lain, kenyataan bahwa namanya tidak tercantum dalam kitab ini (seperti halnya dalam kedua kitab lainnya) bisa memberi kesan bahwa orang lain terlibat dalam menyusun kitab ini. Sebaiknya kita memandang kitab ini sebagai ditulis oleh Salomo, tetapi mungkin dikumpulkan dan disusun dalam bentuknya yang sekarang oleh seorang lain, serupa dengan cara beberapa bagian kitab Amsal disusun (bd. Ams 25:1).
Secara liturgis kitab ini menjadi salah satu di antara lima gulungan dari bagian ketiga Alkitab Ibrani, yaitu _Hagiographa_ ("Tulisan-Tulisan Kudus"), yang masing-masing dibacakan di hadapan umum pada salah satu hari raya Yahudi. Pengkhotbah dibacakan pada Hari Raya Pondok Daun.
Tujuan
Menurut tradisi Yahudi, Salomo menulis Kidung Agung ketika masih berusia muda, Amsal pada usia setengah tua dan kitab Pengkhotbah pada tahun-tahun akhir hidupnya. Pengaruh yang bertumpuk dari kemerosotan rohani, penyembahan berhala, dan hidup memuaskan-dirinya pada akhirnya membuat Salomo kecewa dengan kesenangan dan materialisme sebagai cara untuk mencapai kebahagiaan. Kitab Pengkhotbah mencatat renungan-renungan sinisnya tentang kesia-siaan dan kehampaan usaha menemukan kebahagiaan hidup terlepas dari Allah dan Firman-Nya. Ia telah mengalami kekayaan, kuasa, kehormatan, ketenaran, dan kesenangan sensual -- semua secara melimpah -- namun semua itu akhirnya merupakan kehampaan dan kekecewaannya saja, "Kesia-siaan belaka! Kesia-siaan belaka! ... segala sesuatu adalah sia-sia" (Pengkh 1:2). Tujuan utamanya dalam menulis Pengkhotbah mungkin adalah menyampaikan semua penyesalan dan kesaksiannya kepada orang lain sebelum ia wafat, khususnya kepada kaum muda, supaya mereka tidak melakukan kesalahan yang sama seperti dirinya. Ia membuktikan untuk selama-lamanya kesia-siaan melandaskan nilai-nilai kehidupan seorang pada harta benda duniawi dan ambisi pribadi. Sekalipun orang muda harus menikmati masa muda mereka (Pengkh 11:9-10), adalah lebih penting untuk mengabdikan diri kepada Sang Pencipta (Pengkh 12:1) dan membulatkan tekad untuk takut akan Allah dan berpegang pada perintah-perintah-Nya (Pengkh 12:13-14); itulah satu-satunya jalan untuk menemukan makna hidup ini.
Survai
Sulit untuk memberikan analisis yang teratur dari isi kitab Pengkhotbah; tidak ada garis besar yang dengan mudah merangkum semua ayat dan alinea. Dalam beberapa hal, Pengkhotbah mirip dengan petikan-petikan dari catatan harian pribadi seorang ahli filsafat selama tahun-tahun terakhir yang penuh kekecewaan dari hidupnya. Ia memulai kitab ini dengan menyatakan tema pokoknya bahwa seluruh kehidupan ini tak berarti dan serupa dengan menjaring angin (Pengkh 1:1-11). Bagian utama yang pertama dari kitab ini khususnya berhubungan dengan riwayat hidupnya; Salomo melukiskan berbagai segi hidupnya yang sangat mementingkan diri dalam segenap kemakmuran, kesenangan, dan keberhasilan duniawi (Pengkh 1:12--2:23). Usaha memperoleh kebahagiaan melalui cara-cara ini baginya telah berakhir dengan ketidakpuasan dan kehampaan. Bagian terbesar kitab ini berisi rangkaian pikiran acak-acakan yang menggarisbawahi kesia-siaan dan kebingungan dari kehidupan yang tidak berpusat pada Allah. Hidup "di bawah matahari" (frasa yang terdapat 29 kali di dalam kitab ini) adalah hidup yang dilihat dari mata orang yang tidak tertebus dan bercirikan ketidakadilan, ketidakpastian, dan perubahan-perubahan tidak terduga dari nasib, serta pelanggaran-pelanggaran keadilan. Salomo hanya dapat menemui makna pokok hidup ini ketika memandang "di atas matahari" kepada Allah. Mencari kesenangan adalah dangkal dan bodoh; masa muda seseorang terlalu singkat dan kehidupan ini terlalu cepat berlalu untuk dihabiskan secara serampangan. Hidup yang tak menentu dan pastinya kematian menyebabkan Salomo bersikap sinis terhadap maksud dan jalan Allah. Kitab ini ditutup dengan menasihati kaum muda untuk mengingat Allah ketika masih muda, supaya mereka tidak menjadi tua dengan penyesalan pahit dan tugas menyedihkan untuk mempertanggungjawabkan hidup yang disia-siakan kepada Allah.
Ciri-ciri Khas
Lima ciri utama menandai kitab ini.
- (1) Kitab ini sifatnya sangat pribadi, penulis sering kali memakai kata ganti "aku" sepanjang sepuluh pasal pertama.
- (2) Melalui sikap pesimisme penulis, kitab ini menyatakan bahwa hidup yang terpisah dari Allah itu tidak menentu dan penuh dengan kesia-siaan (istilah "sia-sia" terdapat 37 kali dalam kitab ini). Dengan sinis Salomo mengamati pelbagai paradoks dan kebingungan dalam hidup ini (lih. mis. Pengkh 2:23 dan Pengkh 2:24; Pengkh 8:12 dan Pengkh 8:13; Pengkh 7:3 dan Pengkh 8:15).
- (3) Inti nasihat Salomo di dalam kitab ini terdapat di dalam dua ayat terakhir, "Takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang" (Pengkh 12:13-14).
- (4) Gaya penulisan kitab ini terputus-putus; kosakata dan susunan kalimatnya termasuk bahasa Ibrani yang paling sulit dalam PL dan tidak mudah untuk menggolongkannya dalam masa sastra Ibrani tertentu.
- (5) Kitab ini berisi alegori yang paling indah dalam Alkitab mengenai seorang yang makin tua (Pengkh 12:2-7).
Penggenapan Dalam Perjanjian Baru
Sekalipun hanya satu bagian Pengkhotbah yang kelihatan dikutip dalam PB (Pengkh 7:20 dalam Rom 3:10, mengenai universalitas dosa), namun tampaknya ada beberapa rujukan yang tak langsung: Pengkh 3:17; Pengkh 11:9; Pengkh 12:14, dalam Mat 16:27; Rom 2:6-8; 2Kor 5:10; 2Tes 1:6-7; dan Pengkh 5:14 dalam 1Tim 6:7. Kesimpulan penulis tentang kesia-siaan mencari harta duniawi diulang oleh Yesus ketika Ia mengatakan
- (1) bahwa kita hendaknya jangan mengumpulkan harta di dunia ini (Mat 6:19-21,24), dan
- (2) bahwa tidak ada gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya (Mat 16:26).
Tema kitab ini, yaitu hidup tanpa Allah adalah sia-sia dan tanpa arti, mempersiapkan panggung untuk berita kasih karunia PB: sukacita, keselamatan, dan hidup kekal hanya diterima sebagai karunia dari Allah (bd. Yoh 10:10; Rom 6:23).
Dengan berbagai cara, kitab ini mempersiapkan jalan untuk penyataan PB dengan cara terbalik. Acuan yang sering kepada kesia-siaan hidup dan kepastian kematian mempersiapkan pembacanya untuk jawaban Allah terhadap kematian dan penghukuman yaitu, hidup kekal melalui Yesus Kristus. Karena orang PL yang paling bijaksana tidak sanggup menemukan jawaban yang memuaskan bagi aneka persoalan hidup melalui pencarian kesenangan yang mementingkan diri, kekayaan, dan pengumpulan pengetahuan, kita harus mencari jawaban tersebut di dalam Dia yang oleh PB disebut "lebih daripada Salomo" (Mat 12:42), yaitu Yesus Kristus sebab di dalam-Nya "tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan" (Kol 2:3).
Full Life: Pengkhotbah (Garis Besar) Garis Besar
Judul
(Pengkh 1:1)
I. Pendahuluan: Kesia-Siaan Hidup Pada Umumnya
(Pengkh 1:2-11)
II. Kesia-Siaan Hidup Mement...
Garis Besar
- Judul
(Pengkh 1:1) - I. Pendahuluan: Kesia-Siaan Hidup Pada Umumnya
(Pengkh 1:2-11) - II. Kesia-Siaan Hidup Mementingkan Diri yang Dilukiskan
dari Pengalaman Pribadi
(Pengkh 1:12-2:26) - A. Kesia-Siaan Hikmat dan Filsafat Manusia
(Pengkh 1:12-18) - B. Kehampaan Kesenangan dan Kekayaan
(Pengkh 2:1-11) - C. Kesia-Siaan Prestasi Besar
(Pengkh 2:12-17) - D. Ketidakadilan Kerja Keras
(Pengkh 2:18-23) - E. Kesimpulan: Kenikmatan Hanya Berasal dari Allah
(Pengkh 2:24-26) - III.Berbagai Pengamatan Tentang Pengalaman Hidup
(Pengkh 3:1-11:6) - A. Aneka Perspektif Terhadap Tatanan Ciptaan
(Pengkh 3:1-22) - 1. Suatu Waktu Diciptakan untuk Segala Sesuatu
(Pengkh 3:1-8) - 2. Keindahan Penciptaan
(Pengkh 3:9-14) - 3. Allah adalah Hakim Segala Sesuatu
(Pengkh 3:15-22) - B. Berbagai Pengalaman Hidup yang Sia-Sia
(Pengkh 4:1-16) - 1. Mengalami Penindasan
(Pengkh 4:1-3) - 2. Persaingan dalam Bekerja
(Pengkh 4:4-6) - 3. Tidak Mempunyai Teman
(Pengkh 4:7-12) - 4. Lalai Menerima Nasihat
(Pengkh 4:13-16) - C. Aneka Peringatan Kepada Pembaca
(Pengkh 5:1-6:12) - 1. Mengenai Menghampiri Allah
(Pengkh 5:1-5:7) - 2. Mengenai Pengumpulan Kekayaan
(Pengkh 5:7-5:19) - 3. Mengenai Hidup dan Mati
(Pengkh 6:1-12) - D. Serbaneka Amsal-Amsal Hikmat
(Pengkh 7:1-8:1) - E. Masalah-Masalah Keadilan
(Pengkh 8:2-9:12) - 1. Ketaatan Kepada Raja
(Pengkh 8:2-8) - 2. Kejahatan dan Hukumannya
(Pengkh 8:9-13) - 3. Masalah Keadilan Sejati
(Pengkh 8:14-17) - 4. Keadilan Akhir bagi Semua Orang
(Pengkh 9:1-6) - 5. Kemanjuran Iman
(Pengkh 9:7-12) - F. Serbaneka Amsal Lagi Tentang Hikmat
(Pengkh 9:13-11:6) - IV. Nasihat-Nasihat Penutup
(Pengkh 11:7-12:14) - A. Bersukacitalah pada Masa Mudamu
(Pengkh 11:7-10) - B. Ingatlah Allah pada Masa Mudamu
(Pengkh 12:1-8) - C. Berpautlah pada Satu Kitab
(Pengkh 12:9-12) - D. Takutlah Akan Allah dan Berpeganglah pada Perintah-Perintah-Nya
(Pengkh 12:13-14)
Matthew Henry: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab)
Kita masih berada di antara orang-orang Salomo yang berbahagia, yaitu hamba-hambanya yang berbahagia, yang senantiasa berdiri di hadapannya untuk m...
- Kita masih berada di antara orang-orang Salomo yang berbahagia, yaitu hamba-hambanya yang berbahagia, yang senantiasa berdiri di hadapannya untuk mendengarkan hikmatnya. Hamba-hambanya itu merupakan orang-orang pilihan, yang terpilih untuk secara langsung mendengar semua aturan hikmat Salomo, yang diperoleh Salomo secara langsung melalui ilham ilahi. Aturan-aturan hikmatnya itu disampaikan sekarang kepada kita, bukan untuk didengar, seperti oleh hamba-hambanya itu, yang hanya satu kali mendengar, dan kemudian cenderung dimengerti secara keliru atau dilupakan, dan dengan diulang-ulang kehilangan keindahannya. Aturan-aturan hikmatnya itu disampaikan kepada kita untuk dibaca, diulas kembali, direnungkan, dan diingat untuk selama-lamanya. Penjelasan yang kita dapati tentang kemurtadan Salomo dari Allah, pada akhir pemerintahannya (1Raj. 11:1), adalah bagian yang mengiris hati dari kisahnya. Kita dapat menduga bahwa ia menyampaikan Amsalnya pada masa jayanya, sewaktu ia masih menjaga kelurusan hatinya, tetapi menyampaikan Pengkhotbahnya ketika ia sudah tua (sebab tentang beban-beban dan kemerosotan-kemerosotan di usia tua, ia berbicara dengan penuh perasaan, ps. 12). Dan, oleh anugerah Allah, pada usia tuanya itu ia dipulihkan dari kemurtadannya. Dalam kitab Amsal ia menuturkan secara lisan pengamatan-pengamatannya, sementara dalam Kitab Pengkhotbah ia menuliskan pengalaman-pengalamannya itu sendiri. Ini adalah apa yang dibicarakan oleh yang sudah lanjut usianya, dan hikmat yang dipaparkan oleh yang sudah banyak jumlah tahunnya. Judul kitab ini dan penulisnya akan kita jumpai pada ayat pertama, dan oleh sebab itu di sini kita hanya akan mengamati,
- I. Bahwa kitab ini adalah sebuah khotbah, khotbah yang tertulis. Yang ditulis adalah (1:2), kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia, dan itu juga yang diajarkan. Hal itu dibuktikan secara umum melalui banyak alasan dan kejadian-kejadian tertentu, dan berbagai macam keberatan dijawab. Dalam bagian penutup kita mendapati pelajaran dan penerapan dari semuanya, melalui nasihat, untuk mengingat Pencipta kita, takut akan Dia, dan berpegang pada perintah-perintah-Nya. Memang ada banyak hal dalam kitab ini yang gelap dan sulit dipahami, dan ada beberapa hal yang oleh orang-orang yang bobrok pikirannya diputarbalikkan sehingga menjadi kebinasaan mereka sendiri, karena mereka tidak bisa membedakan antara alasan-alasan Salomo dan keberatan-keberatan dari orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan dan yang mementingkan kenikmatan jasmani. Tetapi ada cukup banyak hal yang mudah dan jelas untuk meyakinkan kita (jika kita mau diyakinkan) akan kesia-siaan dunia, dan ketidaksanggupannya sama sekali untuk membuat kita bahagia, dan akan kekejian dosa serta kecenderungannya yang pasti untuk membuat kita sengsara. Juga ada cukup banyak hal untuk menyakinkan kita akan hikmat untuk menjadi orang saleh, dan akan adanya penghiburan serta kepuasan yang utuh yang akan kita peroleh dalam menjalankan kewajiban kita baik terhadap Allah maupun manusia. Hal ini harus diniatkan dalam setiap khotbah, dan khotbah yang baik adalah khotbah yang melaluinya perkara-perkara ini sedikit banyak dijelaskan.
- II. Bahwa kitab ini adalah sebuah khotbah pertobatan, seperti halnya beberapa mazmur Daud adalah mazmur pertobatan. Ini adalah khotbah pengakuan kesalahan, yang di dalamnya sang pengkhotbah dengan sedih menyesali kebodohan dan kesalahannya sendiri, karena sudah menjanjikan dirinya dengan kepuasan dalam perkara-perkara dunia ini, dan bahkan dalam kenikmatan-kenikmatan inderawi yang terlarang, yang sekarang didapatinya lebih pahit daripada maut. Kejatuhannya adalah bukti dari kelemahan kodrat manusia: Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, atau berkata, "Aku tidak akan pernah menjadi orang yang begitu bodoh hingga berbuat begini dan begitu," sebab Salomo sendiri, yang terbijak dari semua orang, bertindak bodoh dengan begitu mencolok. Dan juga janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, karena kekayaan Salomo menjadi jerat yang begitu kuat baginya, dan membuatnya jauh lebih celaka daripada kemiskinan yang didatangkan terhadap Ayub. Pemulihannya adalah bukti dari kuasa anugerah Allah, dengan membawa kembali kepada-Nya orang yang sudah pergi begitu jauh dari-Nya. Pemulihan itu juga adalah bukti dari kekayaan rahmat Allah dalam menerima dia, kendati dengan banyaknya hal yang memperparah dosanya, sesuai dengan janji yang diucapkan kepada Daud, bahwa jika anak-anaknya melakukan kesalahan, mereka akan dihajar, tetapi tidak akan ditinggalkan dan dicabut hak warisnya (2Sam. 7:14-15). Oleh sebab itu, siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh. Dan biarlah orang yang sudah jatuh bergegas untuk bangkit kembali, dan tidak berputus asa dalam mencari bantuan dan diterima kembali.
- III. Bahwa kitab ini adalah khotbah yang mudah diterapkan dalam perbuatan dan bermanfaat. Salomo, setelah dibuat bertobat, menetapkan hati, seperti ayahnya, untuk mengajarkan jalan Allah kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran (Mzm. 51:15), dan untuk memberikan peringatan kepada semua orang untuk berjaga-jaga supaya mereka tidak membentur kepala sendiri pada batu-batu yang begitu mematikan seperti yang dialaminya itu. Dan keputusan hatinya ini adalah buah-buah yang pantas untuk pertobatan. Kesalahan mendasar dari anak-anak manusia, dan yang mendasari semua tindakan mereka untuk meninggalkan Allah, adalah sama dengan kesalahan orangtua pertama kita, yaitu berharap menjadi sama seperti allah dengan menghibur diri sendiri dengan apa yang tampak baik dimakan, indah dipandang, dan memikat untuk membuat orang bijaksana. Nah, maksud dari kitab ini adalah untuk menunjukkan bahwa ini merupakan kesalahan besar, bahwa kebahagiaan kita bukanlah dengan menjadi allah bagi diri kita sendiri, dengan memiliki apa yang kita inginkan dan melakukan apa yang kita dambakan, melainkan dengan membuat Dia yang sudah menciptakan kita menjadi Allah bagi kita. Para filsuf yang mempelajari akhlak manusia banyak berdebat tentang kebahagiaan manusia, atau kebaikan yang utama. Berbagai macam pendapat mereka kemukakan tentangnya. Tetapi Salomo, dalam kitab ini, menentukan jawabannya, dan meyakinkan kita bahwa takut akan Allah dan berpegang pada perintah-perintah-Nya adalah apa yang menjadikan manusia itu seutuhnya. Ia sudah mencoba kepuasan apa yang bisa didapat dalam kekayaan dunia dan kenikmatan-kenikmatan inderawi, dan pada akhirnya menyatakan bahwa semuanya sia-sia dan usaha menjaring angin. Namun, banyak orang tidak mau mendengarkan perkataannya, tetapi justru ingin membuat percobaan berbahaya yang sama, dan terbukti akibatnya mematikan bagi mereka. Salomo,
- 1. Menunjukkan kesia-siaan dari perkara-perkara yang pada umumnya dicari orang untuk memperoleh kebahagiaan, seperti ilmu pengetahuan, kenikmatan inderawi, kehormatan dan kekuasaan, kekayaan dan harta benda yang banyak. Dan kemudian,
- 2. Ia menetapkan obat penawar terhadap usaha menjaring angin yang menyertai perkara-perkara itu. Meskipun kita tidak bisa meniadakan kesia-siaan dari perkara-perkara itu, namun kita dapat mencegah kesusahan yang bisa ditimpakannya kepada kita, dengan tidak melekatkan hati kita kepadanya, dan menikmatinya dengan nyaman, tetapi dengan tidak berharap secara berlebihan terhadap semuanya itu, dan menerima saja tanpa membantah kehendak Allah menyangkut diri kita dalam setiap peristiwa. Terutama, dengan mengingat Allah pada masa muda kita, dan senantiasa takut akan Dia dan melayani-Nya sepanjang hidup kita, dengan mata yang tertuju pada penghakiman yang akan datang.
Jerusalem: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) KITAB PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Kitab kecil ini berjudul: "Perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem", Peng 1:1. ADapun kata Ibrani &q...
KITAB PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Kitab kecil ini berjudul: "Perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem", Peng 1:1. ADapun kata Ibrani "Qohelet" (yang diterjemahkan sebagai: Pengkhotbah), bdk Peng 1:2 dan 12; 7:27; 12:8-10, bukanlah nama diri, tetapi sebuah kata benda yang kadang-kadang memakai kata sandang. Bentuk kata Ibrani memberi kesan seolah-olah mengenai wanita, tetapi ternyata tidak demikian halnya keterangan yang agaknya paling tepat, maka nama itu adalah nama jabatan. Ini menunjuk seseorang yang berbicara di muka jemaat (Ibraninya: Yunaninya: ekklesia). Karena itu sejak Luter, kata "qohelet" itu biasanya diterjemahkan dengan: Pengkhotbah. Pengkhotbah itu dikatakan "anak Daud, raja di Yerusalem", bdk Ams 1:12. Meskipun namanya tidak di sebut, namun "anak Daud" itu pasti disamakan dengan raja Salomo. Kitab Pengkhotbah sendiri jelas menyarankannya, Ams 1:16 (bdk 1Raj 3:12; 4:29-30; 10:7), Ams 2:7-9(bdk 1Raj 3:13, 10:23). Tetapi tidak dapat disangkal juga bahwa hanya sebagai suatu sarana kesusasteraan belaka bahwa Salomo dikemukakan sebagai pengarang kitab ini. Penulis yang sebenarnya menggunakan nama orang bijak yang termasyhur di Israel untuk menyajikan buah pikirannya sendiri. Gaya bahasa dan ajaran kitab (yang nanti akan dibicarakan) tidak mengizinkan Pengkhotbah ditanggalkan di masa sebelum pembuangan. Ada semenatara ahli menyangka bahwa Pengkhotbah tidak dikarang oleh seorang penulis saja, bahkan dikatakan bahwa Pengkhotbat adalah buah tangan dua, tiga, empat, malahan delapan orang penulis yang berbeda-beda. Tetapi dewasa in para ahli semakin mencegah diri dari memotong-motong kitab itu dengan cara demikian. Sebab ahli-ahli yang suka memotong-motong itu tidak menghiraukan jenis sastera dan pemikiran Pengkhotbah. Memang pendapat mereka tidak dapat ditertahankan mengingat kesatuan dalam gaya bahasa dan perbendaharaan kata kitab. Hanya jelas bahwa kitab Pengkhotbah diterbitkan oleh seorang murid yang menambah ayat-ayat penutup, Ams 12:9-14.
Sebagaimana halnya dengan kitab-kitab kebijaksanaan lainnya, misalnya kitab Ayub, kitab Bin Sirakh dan khususnya kitab Amsal, yang semuanya merupakan karya serba majemuk, demikianpun halnya dengan Pengkhotbah. Pemikiran hilir mudik, diulang dan dibetulkan. Tidak ada suatu urusan jelas. Hanya ada satu pikiran saja, yang disoroti dari pelbagai segi. Pikiran pokok itu ialah: Sia-sia belaka semua hal yang merepotkan manusia. Pikiran itu terungkap pada awal dan pada akhir kitab, Ams 1:2 dan 12:8. Segala-galanya memperdaya dan mengelabui: ilmu, kekayaan, asmara, bahkan hidup sendiri. Hidup itu hanya serentetan perbuatan sia-sia yang tidak bermakna, Ams 3:1-11; itu berakhir dengan masa tua, Ams 12:1-7, dan kematian yang mendatangi baik orang bijak maupun orang bodoh, yang kaya dan yang miskin, binatang dan manusia, Ams 3:17-20.
Masalah yang menggelisahkan si Pengkhotbah sama dengan yang menyibukkan Ayub, yakni: Apakah yang baik dan yang jahat mendapat balasannya di bumi? Dan sama seperti Ayub, demikianpun si Pengkhotbah menjawab: Tidak. Sebuah pengalaman ternyata tidak sesuai dengan apa yang lazim diajarkan, Ams 7:25-8:14.
Hanya ada perbedaan ini: Si Pengkhotbah adalah seorang yang sehat-walafiat. Maka ia tidak mempersoalkan, seperti Ayub, mengapa orang harus menderita. Si Pengkhotbah hanya mengkonstatir: Kebahagiaan sia-sia belaka, lalu ia menghibur diri dengan menikmati cukup kesenangan yang dapat diperoleh dari kehidupan ini, Ams 3:12-13; 8:15; 9:7-9. Tetapi lebih tepat dikatakan. Si Pengkhotbah berusaha menghibur dirinya, sebab hatinya tetap terus tidak merasa puas. Masalah yang menggelisahkan dia ialah: Apakah ada kehidupan di alam baka? Tetapi si Pengkhotbah tidak menduga pemecahannya, Ams 3:21; 9:10; 12:7. Namun demikian si Pengkhotbah adalah seorang percaya. ia memang dibingungkan oleh jalannya peristiwa dan hal-ihwal kehidupan manusia sebagaimana diatur dan dibimbing oleh Allah. Tetapi ia menegaskan bahwa Allah tidak perlu memberi pertanggungan jawab, Ams 3:11, 14;7:13. Maka manusia harus menerima saja, baik percoabaan maupun sukacita yang diberikan allah, Ams 7:16, dan ia harus dengan takwa menepati perintah-perintah Tuhan dan takut akan Allah, Ams 5:6; 8:12-13.
Jelaskan bahwa ajaran itu sama sekali tidak seimbang. Akan tetapi, dari membagi-bagikan unsur-unsurnya pada pelbagai pengarang, yang bertentangan satu sama lain dan saling mengoreksi, tidaklah lebih tepat mencari dasar ketidak- seimbangan itu dalam pemikiran yang tidak menentu, karena menghadapi masalah yang dahsyat dan tidak tahu pemecahannya? Baik si Pengkhotbah maupun Ayub tidak sanggup memecahkan masalah yang mereka kemukakan. Pemecahannya hanya dapat diberikan oleh keyakinan tentang pembalasan di alam baka (bdk Pengantar umum).
Kitab Pengkhotbah merupakan karya peralihan. Keyakinan kokoh-kuat dari tradisi sudah tergoncang sampai akar-akarnya, tetapi penggantinya belum ada. Ada yang berkata bahwa di masa peralihan itu pemikiran Ibrani terpengaruh dari luar dan khususnya Pengkhotbah terkena pengaruh asing itu. Kerap kali ada ahli yang mendekatkanPengkhitbah pada pemikiran filsafat Stoa, Epikurus atau pengikut- pengikut Antistenes (Sinisi), yang dapat dikenal si Pengkhotbah melalui kebudayaan Yunani di Mesir. tetapi pengaruh Yunani semacam itu tidak dapat diterima. Alam pikiran Pengkhotbah memang terlalu berbeda dengan alam pikiran filsafat Yunani. Ahli-ahli lain berpendapat bahwa ada kesamaan antara Pengkhotbat dengan beberapa karangan yang berasal dari Mesir, misalnya dengan "Dialog seseorang yang putus asa dengan dirinya" atau "Nyanyian-nyanyian Pemetik kecapi", dan khususnya dengan beberapa karangan yang berasal dari kalangan para bijaksana di Mesopotamia dan dengan "Sajak Pahlwan Gilgamesy". Tidak dapat disangkal bahwa ada kesamaan. Tetapi tidak mungkin menunjukkan pengaruh langsung dari karya-karya tersebut. Kesamaannya terletak dalam pokok pemikiran, yang memang sudah lama ada dan menjadi milik bersama seluruh orang bijaksana di dunia Timur. Si Pengkhotbah secara pribadi memikirkan dan merenungkan warisan dari masa yang lampau itu, sebagaimana juga dikatakan oleh penerbit karyanya, Ams 12:9.
Si Pengkhotbah ternyata seorang Yahudi dari Palestina. Ia barangkali bertempat tinggal di Yerusalem. Ia menulis dalam bahasa Ibrani sebagaimana yang dipakai dikemudian hari. Bahasa Ibraninya bercampur dengan unsur-unsur bahasa Aram dan ia menggunakan dua kata dari bahasa Persia. Semuanya itu menyatakan bahwa kitab Pengkhotbah ditulis agak lama sesudah masa pembuangan, tetapi sebelum abad ke-2 sem. Mas. Dalam abad ke-2 itu Pengkhotbah sudah dimanfaatkan oleh Bin Sirakh. Berdasarkan paleografi maka kepingan-kepingan kitab Pengkhotbah yang ditemukan dalam gua-gua di Qumran dapat ditanggalkan di sekitar tahun 150 seb. Mas. Maka sebaik-baiknya dikatakan bahwa Pengkhotbah dikarang selama abad ke-3 seb. Mas. Di mana itu Palestina berada di bawah pemerintahan wangsa Ptolomeus (Mesir) dan terpengaruh oleh aliran humanisme, tetapi belum mengenal semangat kepercayaan dan pengharapan yang menggalakkan bangsa Yahudi di zaman para Makabe.
Kitab Pengkhotbah hanya mencermikan satu tahap saja dari perkembangan agama Israel. Ia tidak boleh dinilai lepas dari apa yang mendahului atau yang menyusul tahap itu. Dengan menekankan bahwa pemikiran-pemikiran dari masa yang lampau tidak mencukupi dan memaksa orang menghadapi masalah-masalah hidup manusia, Pengkhotbah membuka jalan untuk wahyu yang baru dan lebih lengkap. Kitab itu mengajar orang, bahwa tidak boleh terikat pada harta-benda dunia ini. Dengan menyangkal bahwa orang kaya benar-benar bahagia Pengkhotbah menyiapkan dunia untuk mendengarkan "Berbahagialah orang miskin", Luk 6:20.
Ende: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) PENGCHOTBAH
PENDAHULUAAN
Kitab jang sesuai dengan pendapat Luther kami namakan "Pengchotbah" ini, didalam
Kitab Sutji Hibrani di-hubung2kan dengan "Qo...
PENGCHOTBAH
PENDAHULUAAN
Kitab jang sesuai dengan pendapat Luther kami namakan "Pengchotbah" ini, didalam Kitab Sutji Hibrani di-hubung2kan dengan "Qohelet". Kata ini ada gandingannja dengan kata Hibrani jang berarti: "himpunan, kumpulan". Pula karena bentuk- katanja jang sulit, maka makna kata "Qohelet"-pun tidak begitu djelas. Kami kira suatu keterangan jang boleh diterima, kalau kata ini mengenai seseorang, kang ada sangkut-pautnja dengan suatu himpunan atau rapat orang2 - boleh djadi sekelompok murid guru ilmu kebidjaksanaan. Himpunan itu diketuai dan dipimpinnja dan kepadanja membentangkan pengadjarannja. Dari itu kata "Pengchotbah" hanjalah suatu usaha untuk mendekati arti kata "Qohelet".
Pengchotbah tadi disebut "Putera Dawud, Radja di Jerusjalem" (1,1). Teranglah kiranja, bahwa jang dimaksudkan ialah Sulaiman, radja Israil jang bidjaksana dan kaja dimasa kegemilangan bangsa Jahudi, sebagaimana radja itu hidup dalam hikajat orang2 Jahudi. Ini sesuai dengan gambaran jang disadjikan dalam pasal kedua kitab ini. Namun demikian, kitab itu sendiri memberikan keterangan2 jang tjukup untuk menarik kesimpulan dengan pasti, bahwa bukan Sulaimanlah pengarangnja. Sungguhpun lama orang menganggap Sulaiman sebagai pengarangnja, namun bolehlah dipastikan, bahwa disini kita bertemu dengan chajalan kesusateraan sadja, sebagaimaan tidak djarang terdapat dalam Kitab Sutji dan lazim didjaman dahulu kala. Orang jang mengenal kelaziman ini, tidak akan teperdaja olehnja.
Selain keterangan jang sedikit sekali dalam kitab itu sendiri, tidak ada petundjuk2 lainnja guna menentukan lebih landjut, siapa pengarangnja. Sudah tentulah seorang guru kebidjaksanaan. Bahasa kitab, jang menundjukkan adanja pengaruh bahasa2 asing serta perkembangan kemudian bahasa Hibrani sendiri, dan keternagn2 lainnja lagi menundjukkan, bahwa ia hidup didjaman, ketika Juda sudah bukan keradjaan jang berdaulat lagi, tetapi didjadjah orang2 asing; terangnja didjaman Helenistis, ketika kebudajaan dan agama Jahudi sudah terantjam oleh peradaban Junani. Dari kitab ini adalah salah satu dari antara kitab2 terachir Perdjandjian lama dan pengarangnja kiranja hidup semasa Putera Sirah. Si penchotbah kiranja hidup di Palestina sendiri atau tidak begitu djauh daripadanja - boleh djadi Fenesia, negeri dagang jang tersohor didjaman itu.
Guru ilmu kebidjaksanaan ini sangat boleh djadi tidak menjusun dan menerbitkan sendiri kitab ini. Kitab ini agaknja lebih berwudjud suatu kumpulan amsal2nja, jang dibukukan murid2nja selagi sang guru masih hidup atau tidak lama sesudah meninggal (12,9-10). Anehlah, kalau ia mengadjarkan tidak lebih banjak dari apa jang termuat dalam kitab jang agak ketjil ini. Murid2 hanja mengumpulkan dan mentjatat apa jang menurut pendapat mereka sangat penting dan jang sangat djelas menundjukkan pandangan hidup umum sang guru.
Tjara terdjadinja kitab itu dapat menerangkan pula susunan kitab, jang memberikan kesan ruwet. Djalan pikirannja tidak selalu sama djelasnja dan gandingan antara bagian jang satu dengan bagian jang lainpun kadang2 nampaknja tiada. Umpamanja sadja kumpulan pepatah2 bebas dalam pasal2 9,17-12,8 memutuskan djalan pikiran umum. Tetapi tak perlulah kiranja lalu menduga akan adanja beberapa pengarang atau beberapa murid, jang melengkapi kitab dang guru. Selain tjara lazim orang2 Jahudi berpikir dan mengarang, maka tjara terdjadinjapun dapat kita djadikan pegangan. Sudah pastilah kitab ini muat pepatah2, jang dihidangkan si pengchotbah bukannja pada waktu serta kesempatan jang sama. Lebih tepatlah dikatakan, bahwa pepatah2 itu disampaikan disepandjang hidup sang guru.
Oleh karena itu adjaran kitab ini didalam bagian2nja ditangkap dan saringlah orang harus me-ngira2kan sadja maksud amsal2 tersendiri. Namun demikian, pandangan hidup umum jang dinjatakan dalam seluruh kitab ini adalah djelas. Dengan itu diteguhkan pula, bahwa tokoh jang satu dan sama djualah, jang selalu tampil kemuka dan angkat bitjara. Persoalan, jang memusing2kan si Pengchotbat, ada banja persamaannja dengan persoalan kitab Ijob. Kalau Ijob diasjikan karena soal sengsara, jang ia tidak tahu menemukan pemetjahannja jang memuaskan, maka si Pengshotbah disesakkan oleh ke-sia2-an dunia dan terutama oleh persoalan mati, jang nampaknja mengachiri se-gala2-nja. Ia mentjari makna segala sesuatu, jang achirnja tetap lolos djuga dari tangkapannja. Karena mati se-gala2nja dan teristimewanja hidup manusia serta segala djeri-pajah manusia mendjadi sia2 sama sekali dan kehilangan segala artinja. Entah hidup baik entah djahat, entah bidjaksana entah bodoh kesudahannja selalu sama djuga, jakni mati. Walaupun didalam Perdjandjian Lama teranglah terdapat djua pikiran2 lainnja, namun si Pngchotbah belum lagi mempunjai pemandangan akan sesuatu kekekalan, jang dapat mendjawab banjak dan dimana hidup manusia dapat menemukan gandjaran atau hukumannja. Baginja nampaknja se-gala2nja berachir pada saat mati. Orang saleh dan pendosa. Orang kaja dan miskin, radja dan budak, mereka menemui achir jang sama dan oleh karenanja tidak banjak bedanja dengan hewan. Dari itu si Pengchotbah sampailah kekejakinan, bahwa pandangan hidup jang terbaik bagi manusia ialah tidak terlalu memusingkan dirinja dengan persoalan itu, melainkan menikmati nilai2 nisbi kehidupan sedapat mungkin. Tetapi selaku orang berTuhan, ia toh mau menundukkan segala sesuatunja kepada Allah serta perintah2-Nja (12,13). Kesemuanja inisungguhpun bukan pemetjahan jang sempurna lagi memuaskan, tetapi si pengchotbah jang hidup didalam Perndjandjian Lama itu belum mengenal djawaban jang lebih baik atas persoalan itu. Dipandang dari sudutnja dan mengingat pengetahuan jang ada padanja, maka kesimpulannja jang pesimistis tapi berkegamaan itu dapat diterima. Itu hanja pemetjahan atau djawaban sementara, jang tidak menutup pintu bagi sesuatau jang lebih baik dan jang harus menunggu pembentangan penuh Wahju Ilahi.
Dalam pengadjarannja agaknja si Pengchotbah membantah guru2 ilmu kebidjaksanaan lainnja di Israil (7,25-8,14), seperti umpamanja Kitab Amsal. Orang2 itu mengira sudah memetjahkan persoalan tadi seluruhnja: umur pandjang dan berbahagia adalah gandjaran Allah atas kebajukan, sedangkan hidup tjelaka si pendosa mesti segera berachir. Perempuan2 djalang dan ketidaksetiaan akan hukum Allah mendjadi sebab- musebabnja segala kesengsaraan. Tetapi pemetjahan jang terlalu gampang ini tidak dibenarkan si Pengchotbah. bukan hanja karena kenjataannja tidak selalu berlangsung sebagaimana dikirakan oleh guru2 ilmu kebidjaksanaan itu, tetapi terutama djuga karena mati itu bagaimanapun djua kelihatannja menjudahi semuanja setjara sama. Nah, kalau begitu, apa gerangan artinja umur pandjang jang berbahagia atau keadaan tjelaka itu? Orang saleh dan si pendosa sungguh sama adanja dan tiada lagi soal gandjaran atau hukuman. Meskipun si Penchotbah sendiri tidak mengenal pemetjahan jang sebenarnja, namun ia merasa, bahwa pendapat jang lazim itu bukanlah keterangan jang djitu. Dengan kritiknja ia membuka jalan dan memberikan dorongan, untuk mentjari djawaban jang lain dan bilamana itu sudah diberikan, untuk menerimanja. Seorang jang berguru kepada orang bidjak ini akan terbukalah hatinja bagi Wahju seterusnja.
Demikianlah kitab Pengchotbah beserta dengan kitab Ijob menduduki tempat jang penting dalam perkembangan Wahju Ilahi. Djanganlah Ia dipentjilkan, tetapi arti serta peranannja hendaknja dibuat didalam keseluruhan Perdjandjian Lama dan Perdjandjian Baru. Kitab ini merupakan penguntji suatu masa tertentu dalam perkembangan itu, dan karena persoalan jang diutarakannja merupakan djuga permulaan suatu fase baru, jang lebih mendalam dan lebih luas. Sebagai salah satu dari tokoh2 terachir dari Perdjandjian Lama ia dalam hal ini merupakan persiapan terdekat bagi perdjandjian Baru.
Pada achir kitab ini terdapatlah ichtisar kitab ini.
BIS: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Buku Pengkhotbah berisi buah pikiran dari `Sang Pemikir'. Ia merenungkan
dalam-dalam betapa singkatnya hidup manusia ini, yang
PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Buku Pengkhotbah berisi buah pikiran dari `Sang Pemikir'. Ia merenungkan dalam-dalam betapa singkatnya hidup manusia ini, yang penuh pertentangan, ketidakadilan dan hal-hal yang sulit dimengerti. Maka disimpulkannya bahwa "hidup itu sia-sia". Ia tak dapat memahami tindakan Allah dalam menentukan nasib manusia. Tetapi meskipun demikian, dinasihatinya orang-orang untuk bekerja dengan giat, dan untuk sebanyak mungkin dan selama mungkin menikmati pemberian-pemberian Allah.
Kebanyakan dari buah pikiran Sang Pemikir itu bernada sumbang, bahkan putus asa. Tetapi kenyataan bahwa buku ini termasuk dalam Alkitab, menunjukkan bahwa iman yang mendasarkan Alkitab cukup luas untuk mempertimbangkan juga keragu-raguan dan keputusasaan semacam itu. Banyak orang yang telah membaca buku ini merasa terhibur, karena mereka seolah-olah melihat sifat-sifat mereka berdiri di dalam buku Pengkhotbah ini. Mereka pun sadar bahwa Alkitab yang mencerminkan pemikiran-pemikiran yang sumbang itu, juga memberi harapan tentang Allah, harapan yang memberi arti kehidupan yang sebenarnya.
Ajaran: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab)
Tujuan
Supaya dengan mengetahui isi Kitab Pengkhotbah, anggota jemaat mengerti bahwa
hidupnya merupakan pemberian Allah, yang harus dinikmati dengan
Tujuan
Supaya dengan mengetahui isi Kitab Pengkhotbah, anggota jemaat mengerti bahwa hidupnya merupakan pemberian Allah, yang harus dinikmati dengan rasa penuh tanggung jawab karena akhirnya masing-masing akan diadili oleh Allah.
Pendahuluan
Penulis : Raja Salomo.
Isi Kitab: Kitab Pengkhotbah terbagi atas 12 pasal, dan isi Kitab ini mengajarkan bahwa segala sesuatu dari hidup manusia menjadi sia-sia apabila terpisah dari hubungan dengan Allah.
I. Ajaran-ajaran utama dalam Kitab Pengkhotbah
Pasal 1-2 (Pengkh 1:1-2:26).
Ajaran tentang kehidupan yang terbaik
Bagian ini menjelaskan tentang kesia-siaan hidup dan segala yang terbaik bagi manusia hanya diperoleh apabila berada di dalam Tuhan.
Pasal 3-6 (Pengkh 3:1-6:12).
Ajaran tentang peranan Tuhan dalam hidup manusia
Pasal 3 (Pengkh 3:1-22) menjelaskan bahwa segala sesuatu dalam hidup manusia itu ada waktunya menurut pemberian Tuhan yang tak dapat ditambahkan atau dikurangi oleh manusia. Pasal 3-6; Pengkh 3:16-6:12 mengajar bahwa ketidakadilan yang terjadi di atas dunia akan diadili. Segala usaha manusia berdasarkan kekuatan sendiri adalah sia- sia dan segala kekayaan tidak berguna. Semuanya sia-sia kalau Tuhan tidak memberikan kuasa untuk menikmatinya (pasal Pengkh 6:2).
Pendalaman
- Bacalah pasal Pengkh 3:1,4-15. Apakah maksud Tuhan dalam segala sesuatu?
- Apakah ajaran tentang takut akan Tuhan? (pasal Pengkh 5:1-5:7). Bagaimana ajaran ini diterapkan dalam hidup saudara?
Pasal 7-12 (Pengkh 7:1-12:14).
Ajaran tentang dasar perbuatan baik
Pasal 7 (Pengkh 7:1-29) menjelaskan tentang hikmat yang memang berguna tetapi sukar didapat. Pasal 8 (Pengkh 8:1-17) memberi nasihat supaya manusia mematuhi perintah raja. Pimpinan Allah tidak dapat dimengerti karena orang saleh sering menderita sedangkan orang fasik bahagia dan keduanya akan mati. Kesimpulan dalam pasal 11 (Pengkh 11:1-10) walaupun nasib manusia tidak dapat diubah, namun dituntut untuk bekerja dengan rajin. Karena hidup manusia adalah sia-sia, maka ia harus hidup dengan iman kepada Allah.
Pendalaman
- Bacalah pasal Pengkh 8:12-13. Apakah dasar dari kebahagiaan seseorang?
- Apakah nasihat bagi muda-mudi? (pasal Pengkh 11:9-10; 12:1).
- Apakah kesimpulan dari seluruh Kitab ini? (pasal Pengkh 12:13-14).
II. Kesimpulan/penerapan
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa hidup yang tanpa ima kepada Allah, merupakan kehidupan yang sia-sia.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa, memiliki pengetahua tanpa disertai iman kepada Allah adalah kesia-siaan.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa kebahagiaan di dala hidup hanya bisa sempurna kalau disertai dengan ima kepada Allah, Tuhan Yesus.
- Kebahagiaan dan kesusahan yang dialami manusia, mempunya waktu dan perubahannya sendiri.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa di dunia ini keadila yang sejati tidak ada, tetapi oleh sebab itu ketidakadila tersebut akan diadili.
Pertanyaan-pertanyaan yang Dapat Digunakan untuk Tanya Jawab
- Siapakah penulis Kitab Pengkhotbah?
- Apakah isi Kitab Pengkhotbah?
- Pelajaran rohani apakah yang saudara terima dar mempelajari Kitab Pengkhotbah?
- Apakah kesimpulan Kitab Pengkhotbah?
Intisari: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) Apa sebenarnya hidup ini?
APA ISI PENGKHOTBAH?Seseorang yang membaca Pengkhotbah untuk pertama kalinya akan kaget dengan adanya perpaduan yang aneh a
Apa sebenarnya hidup ini?
APA ISI PENGKHOTBAH?
Seseorang yang membaca Pengkhotbah untuk pertama kalinya akan kaget dengan adanya perpaduan yang aneh antara iman dan fatalisme yang terdapat dalam kitab itu. Kadang-kadang penulis seakan-akan pasrah pada semua kegagalan dan kesia-siaan hidup; pada kesempatan lain ia seakan-akan menasihatkan kita untuk menikmati hidup selagi masih bisa dilakukan; dan sementara itu terdapat banyak petunjuk bahwa Allah mengetahui apa yang sedang terjadi dan bahwa kita harus bergantung pada-Nya serta melayani Dia, dan bahwa pada suatu ketika kita harus bertanggung jawab kepada-Nya. Beberapa orang berpendapat bahwa perbedaan pandangan ini merupakan hasil pemikiran dari beberapa penulis, yang masing-masing mencoba untuk saling memperbaiki, dan bukan hanya hasil seorang penulis. Mereka melihat bahwa kitab ini bertentangan dengan isinya sendiri dan dengan banyak ajaran alkitabiah lainnya. Tetapi, kita tidak perlu mengambil kesimpulan seperti itu jika kita mengerti bahwa Pengkhotbah merupakan semacam traktat Perjanjian Lama yang diperuntukkan bagi orang-orang dunia. Para penulis seakan-akan berkata: "Kalau begitu marilah kita melihat bagaimana rasanya hidup tanpa Allah. Apa yang akan Anda peroleh jika hanya hidup untuk hal-hal duniawi? Hidup menjadi sia-sia dan tanpa arti, menjengkelkan dan penuh dengan penderitaan. Tetapi, Allah bisa mengubah semua itu!
SIAPA PENULIS PENGKHOTBAH DAN KAPAN DITULIS?
Penulis mengatakan bahwa ia adalah anak Daud (Pengk 1:1) dan raja Yerusalem. Sementara orang berpendapat bahwa ia tentu Salomo, walaupun namanya tidak ditulis dalam kitab itu. Jelas bahwa cara hidup dan perhatiannya terhadap kebijaksanaan tercermin di sini, dan hal ini merupakan kesimpulan yang kita harapkan dari padanya setelah ia menjalani kehidupan panjang yang seringkali bersifat duniawi. Kesulitan dengan pandangan ini ialah bahwa ia berbicara mengenai para penerusnya di Yerusalem (Pengk 2:9), dan yang jelas hanya ada seorang penerus. Hal lain ialah bahwa bahasa yang dipakai untuk menulis kitab ini digunakan jauh sesudah zaman Salomo. Oleh karenanya jika Pengkhotbah merupakan hasil karyanya, maka kemungkinan bahasanya diperbarui. Atau mungkin juga, seperti diperkirakan oleh sementara orang, kitab ini merupakan suatu studi berdasarkan nasihat-nasihat Salomo. Oleh karena hal-hal di atas, maka penentuan tahun penulisan secara tepat menjadi sangat sukar. Jika betul kitab itu tulisan Salomo pada masa-masa akhir hidupnya, maka kemungkinannya ialah bahwa kitab itu ditulis paling awal sekitar tahun 940 SM. Apabila kitab itu hasil karya orang lain, maka kemungkinannya ditulis paling lambat sekitar tahun 200 SM.
SI PENGKHOTBAH
Penulis biasa memanggil dirinya Kohelet, kata yang boleh jadi berarti pengkhotbah, guru, juru debat atau bahkan berarti pemimpin suatu parlemen (Pengk 1:1). Pada waktu membicarakan masalah hidup dan mati, yang ada dalam pikirannya adalah kepentingan orang lain (Pengk 12:9-12). Oleh sebab itu, kita juga dapat mengambil pelajaran dari pengalaman dan nasihatnya pada saat kita membaca kitab ini.
Pesan
1. Hidup tanpa Allah adalah kehidupan yang tak berarti
Jika kita berhenti untuk memperhatikan kehidupan, kelihatannya hidup ini tidak mempunyai tujuan. Segala sesuatu terjadi dan terus terjadi, seakan-akan tanpa tujuan sama sekali. Pengk 1:1-11; 3:15; 6:10,11; 11:8; 12:8. Tak ada satu pun yang kita lakukan dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Semua pemikiran kita sia-sia. Semua kenikmatan tidak membuat kita puas. Semua kekayaan dan sukses sia-sia belaka. Pengk 1:8,12-18; 2:1-11; 4:7,8; 5:10. Lebih dari itu, seakan-akan kehidupan itu tidak adil. Orang-orang baik menderita; orang jahat hidup makmur. Sepertinya tidak ada imbalan atau hukuman atas apa saja yang kita lakukan dan bagaimana pun cara hidup kita. Pengk 4:1-8; 5:13-17; 6:2; 7:15; 8:9,10,14; 9:11,12; 10:5-7. Semua ini membuat manusia menjadi sinis, membenci hidup ini dan malahan menginginkan sebaiknya ia tidak pernah dilahirkan. Pengk 2:17-23; 5:16,17; 6:3,6.
Ini menunjukkan bahwa kita memerlukan Allah dalam hidup kita. Kendati gambaran kehidupan begitu membosankan dan menyedihkan, tetapi di balik itu semua Allah selalu berlaku adil.
o Dia berdaulat. Sangat berlawanan dengan kita, Dia melakukan apa yang diinginkan-Nya dan Dia tahu ke mana tujuan-Nya. Oleh karena itu, kita patut menghormati dan memuja Dia. Pengk 3:14; 7:13,14; 9:1.
o Dia adalah seorang hakim yang mengawasi semua masalah manusia dan pada suatu hari akan memanggil mereka untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Oleh karena kita harus mempertanggungjawabkan segalanya di hadapan-Nya, maka kita harus mengingat hal ini dalam kehidupan kita sehari-hari. Pengk 3:15-17; 8:12,13; 12:14.
o Dia adalah pencipta kita yang memberikan kepada kita apa yang kita butuhkan. Kita harus melayani Dia secepat kita dapat dan selagi kita mampu melakukannya. Pengk 11:5; 12:1.
3. Menerima apa yang Allah berikan
Kita harus belajar untuk menerima dan menikmati anugerah Allah yang baik dan terus menjalani hidup ini, walaupun kita kita tidak dapat mengerti maksud-maksud Allah. Ini berarti bahwa kita boleh puas dengan keberadaan kita dan berbahagia dengan cara hidup yang sederhana. Apakah kita kaya atau miskin tidaklah menjadi masalah. Pengk 2:24-26; 3:1-8,12,13,22; 4:6; 5:12; 9:7-10; 11:7-10. Salah satu dari berkat-berkat Allah yang istimewa adalah persekutuan. Bilamana kita dapat berbagi kesukaran hidup dengan orang lain, maka penderitaan itu akan lebih mudah ditanggung. Pengk 4:9-12. Walaupun kita tidak dapat mengerti keseluruhan arti kehidupan kita, cara hidup dengan melulu menggantungkan diri kepada Allah merupakan suatu hikmat yang benar. Pengk 2:12-14; 4:13; 7:11,12,19; 8:1; 9:13-18.
Penerapan
1. Tidak ketinggalan zaman
Sungguh menakjubkan bahwa Kitab Pengkhotbah berisi hal-hal yang dapat diterapkan dalam zaman modern ini. Dewasa ini banyak orang mencoba untuk hidup tanpa Allah, dan merasa bahwa seluruh keberadaan mereka tidak mempunya tujuan. Seperti pada masa Pengkhotbah, mereka mencoba segala macam cara untuk memberi arti kepada kehidupan, tetapi seringkali usaha pencarian mereka berakhir dengan pertanyaan, "Siapakah diriku ini?" "Apa yang saya kerjakan di dunia ini?" "Setelah ini ke mana saya akan pergi?"
2. Terlalu banyak penderitaan
Masalah yang menyangkut hal-hal yang jahat di dunia ini terutama mengenai penderitaan orang tidak berdosa selalu sama. Kehidupan seakan-akan tidak adil, dan hal ini tidak dapat kita mengerti dengan akal dan pikiran kita sendiri.
3. Kita memerlukan Allah
Oleh karena itu, hanya Allahlah yang dapat memuaskan rasa lapar rohani yang telah ditaruh-Nya di dalam hati kita. Ini tidak berarti kita akan mengerti segalanya, tetapi kita percaya kepada-Nya dan kita dapat menikmati segala anugerah-Nya yang baik sementara kita hidup.
4. Penghakiman segera datang
Kita juga perlu ingat bahwa kita hanya hidup sekali saja dan pada suatu ketika Dia akan memanggil kita untuk dihakimi. Oleh karena itu, kita patut mengambil tiap kesempatan yang Allah berikan dalam hidup kita sekarang ini untuk melayani dan hidup bagi-Nya. Hanya dengan cara ini kita dapat memperoleh pengertian yang dalam mengenai arti hidup ini.
Tema-tema Kunci
1. Manusia
Sungguh aneh, bahwa dengan melalui pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan, kita mendapatkan pengertian yang dalam mengenai bagaimana Allah menciptakan kita. Kenyataan bahwa kita memikirkan semua ini, dan bahwa kita perlu mempunyai tujuan hidup, merupakan suatu bukti kebesaran manusia sebagai ciptaan Allah (Pengk 3:10,11). Hal ini juga menunjukkan kepada kita ketidaktahuan manusia yang menyedihkan tentang hal-hal rohani (Pengk 7:23,24; 8:16,17; 11:5,6). Yang lebih buruk lagi ialah bahwa semua ini menunjukkan betapa kita tidak hidup sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah (Pengk 7:20,27-29).
2. Kematian
Kitab Pengkhotbah selalu mengingatkan kita pada fakta yang sering kita lupakan, yaitu bahwa kita semua pada suatu ketika akan mati. Hal ini harus membuat kita lebih peka mengenai bagaimana kita menggunakan segala kesempatan yang ada pada saat ini. Lihat Pengk 2:14-16; 3:18-21; 5:15,16; 6:12; 8:7,8; 9:2-6; 12:1-7.
3. Takut kepada Allah
Seperti sering ditulis dalam Perjanjian Lama, sikap yang benar terhadap Allah digambarkan sebagai takut kepada-Nya, yaitu bahwa kita mengakui Dia sebagai Allah dan hidup sesuai dengan sikap ini. Ini berarti bahwa kita harus menyembah Dia dan berusaha menyenangkan Allah dalam segala hal yang kita lakukan. Sikap ini juga menyangkut pengertian bahwa Dia melihat segala yang kita lakukan dan bahwa pada suatu ketika kita harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita di hadapan-Nya. Lihat Pengk 5:1-7; 7:18,26; 8:2,12, 13; 12:1,13.
4. Hikmat
Pengkhotbah adalah salah satu kitab yang membicarakan mengenai hikmat. Hikmat ini sebenarnya milik Allah sendiri, tetapi Dia memberikannya kepada manusia, laki-laki dan perempuan (Pengk 2:26). Agar kita tidak menganggap hal ini sebagai suatu hal yang sukar dimengerti, kita diberi contoh-contoh mengenai apa yang dimaksudkan dengan hikmat praktis itu (Pengk 8:2-6; 10:1-11:6). Sebenarnya, peringatan si Pengkhotbah yang terakhir ialah bahwa kehidupan itu bukan untuk diketahui, tetapi untuk dijalani (Pengk 12:12-14).
Garis Besar Intisari: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) [1] HIDUP ITU PERCUMA Pengk 1:1-2:26
Pengk 1:1-11Segala sesuatu sia-sia
Pengk 1:12-18Ilmu pengetahuan tidak dapat menolong
Pengk 2:1-11Kenikmatan
[1] HIDUP ITU PERCUMA Pengk 1:1-2:26
Pengk 1:1-11 | Segala sesuatu sia-sia |
Pengk 1:12-18 | Ilmu pengetahuan tidak dapat menolong |
Pengk 2:1-11 | Kenikmatan tidak membawa hasil |
Pengk 2:12-16 | Setiap orang harus mati |
Pengk 2:17-23 | Keberhasilan tidak berarti apa-apa |
Pengk 2:24-26 | Hanya Allah yang dapat memberi kepuasan |
[2] BAGAIMANA ALLAH MENGATUR SEMUANYA Pengk 3:1-22
Pengk 3:1-8 | Segala sesuatu ada waktunya |
Pengk 3:9-15 | Manusia pada tempatnya |
Pengk 3:16-22 | Allah yang menentukan |
[3] KEMISKINAN, KEKAYAAN DAN ALLAH Pengk 4:1-6:6
Pengk 4:1-8 | Manusia ditakdirkan untuk bersusah payah |
Pengk 4:9-12 | Ada penghiburan dalam persekutuan |
Pengk 4:13-16 | Kesia-siaan kuasa |
Pengk 5:1-7 | Pandanglah Allah selalu |
Pengk 5:8-6:6 | Bagaimana menangani harta kekayaan |
[4] AMBILLAH MANFAAT YANG TERBAIK Pengk 6:7-7:29
Pengk 6:7-12 | Apa gunanya? |
Pengk 7:1-22 | Nasihat berhikmat |
Pengk 7:23-29 | Hikmat dan penyelewengan manusia |
[5] BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP MANUSIA DAN TUHAN Pengk 8:1-7
Pengk 8:1-8 | Patuh kepada perintah raja |
Pengk 8:9-15 | Hidup berhikmatlah yang terbaik |
Pengk 8:16, 17 | Tetapi banyak sekali yang tidak dipahami |
[6] HIDUP DAN BAGAIMANA MENJALANI KEHIDUPAN Pengk 9:1-12:14
Pengk 9:1-18 | Kehidupan itu singkat |
Pengk 9:11-18 | Kehidupan seakan-akan tidak adil |
Pengk 10:1-11:8 | Nasihat hikmat selanjutnya |
Pengk 11:9-12:8 | Layanilah Allah selagi engkau mampu melakukannya |
Pengk 12:9-14 | Kesimpulan |
Bank BCA Cabang Pasar Legi Solo - No. Rekening: 0790266579 - a.n. Yulia Oeniyati
Kontak | Partisipasi | Donasi