Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1 - 20 dari 39 ayat untuk cari (0.020 detik)
Pindah ke halaman: 1 2 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(1.00) (2Sam 17:3) (bis)

Sebuah terjemahan kuno: seperti pengantin ... nyawa satu orang saja? Ibrani: seperti kembalinya keseluruhan yang utuh, demikianlah orang yang Tuanku cari.

(0.81) (Mzm 77:7) (jerusalem: Untuk selamanyakah....) Maz 77:8-11 merumuskan masalah pemazmur. Tangan kanan Yang Mahatinggi, bdk Maz 7:17+, ialah tindakan yang menyatakan kuasaNya, nampaknya "berubah", Maz 77:11, yaitu: Allah rupanya merubah sikap terhadap umatNya, tidak lagi menyatakan kuasaNya.
(0.71) (2Sam 17:3) (jerusalem: seperti seorang mempelai perempuan... satu orang saja) Ini menurut terjemahan Yunani Naskah Ibrani ternyata rusak. Secara harafiah berbunyi: seperti kembalilah semua orang yang engkau cari; seluruh rakyat akan selamat.
(0.71) (Ayb 22:13) (jerusalem: Tahu apa Allah?) Ayub memang tidak pernah berkata demikian. Tetapi Elifas mencari-cari tuduhan. Ia menjabarkan hujat itu dari keterangan-keterangan Ayub seperti ini: Jika Allah ternyata tidak perduli, bukankah oleh karena Ia tidak tahu?
(0.71) (Mat 6:2) (jerusalem: orang munafik) Cacian ini mengenai semua orang saleh gadungan yang mencari-cari pujian. Yesus khususnya teringat akan golongan orang Farisi, lihat Mat 15:7; 22:18; 23:13-15.
(0.71) (Ayb 7:17) (jerusalem) Dengan mengejek dan memutarbalikkan artinya pesajak rupanya mengutip Maz 8. Perhatian Allah bagi manusia diartikan sebagai pengawasan yang mencari-cari kesalahan. Pemazmur, Maz 139, menjadikan pengawasan Allah itu pokok andalannya, tetapi Ayub merasa dirinya diperlakukan oleh Allah sebagai musuh belaka yang terus dimata-matai. Dengan membantah sebuah pengertian yang membuat agama menjadi soal hukum dan dosa, pesajak mencari-cari Allah yang berbelaskasihan, Ayu 7:21.
(0.51) (1Tim 6:4) (jerusalem: mencari-cari soal) Dipertentangkan satu sama lain: mencari Allah hal mana dalam Perjanjian Lama menyimpulkan sikap kaum beriman terhadap Allah, Ula 4:29; Maz 27:8; Yer 29:13-14, dll dan oleh Perjanjian Baru terus dijunjung tinggi, Mat 6:33; 7:7-8; Kis 17:27, dll, dan mencari-cari soal-soal halus dengan kurang pantas dan dengan tidak ada habis-habisnya. Ini merupakan suatu "penyakit" bagi "ajaran sehat", 1Ti 6:3; 1:10+, dan keinginan tahu yang seolah-olah mau melampaui rahasia iman, bdk 2Yo 9. Bdk 1Ti 1:4; 2Ti 2:16,23; Tit 3:9.
(0.43) (Mat 7:7) (sh: Minta, cari, ketok! (Jumat, 14 Januari 2005))
Minta, cari, ketok!

Apakah yang membuat permohonan doa kita dijawab? Kesungguhan kita berdoakah, atau kebaikan Allah yang ingin memberikan yang terbaik untuk kita? Tuhan Yesus mengajar kita bahwa keduanya tidak bertentangan tetapi saling menunjang. Kita berdoa dengan penuh kesungguhan bukan karena Allah perlu "dipaksa" oleh klaim-klaim kita, tetapi karena kita percaya Allah baik adanya.

Tuhan Yesus menegaskan kesungguhan dan ketekunan berjalan seiring dengan keyakinan bahwa doa kita disambut oleh Bapa Surgawi yang baik. Ia melukiskan hal berdoa itu dengan tiga kata kerja: minta, cari, ketok (ayat 7). Melalui ketiga kata kerja itu Ia menegaskan dua hal penting tentang doa. Pertama, posisi pendoa ada dalam posisi orang yang berkebutuhan sedangkan Tuhan dalam posisi penjawab dan pemenuh kebutuhan. Dalam posisi demikian, yang menentukan bukan pendoa tetapi sang Penjawab doa.

Kedua, ketiga kata kerja itu menekankan keserasian antara kegiatan berdoa dan sikap bersungguh serta bertekun dalam doa. Kesungguhan dan ketekunan berdoa itu lahir dari keyakinan bahwa Allah baik adanya dan pasti akan menjawab doa-doa kita sesuai dengan sifat baik sempurna-Nya sebagai Bapa Surgawi. Yesus mempertentangkan Bapa Surgawi dengan bapak duniawi. Bila bapak duniawi yang jahat saja tahu memberi yang baik kepada anak-anaknya, alangkah lebih baik lagi sikap dan tindakan Bapa Surgawi kita (ayat 11). Keyakinan akan kebaikan Allah bukan saja berdampak pada kehidupan doa kita, tetapi juga berdampak pada sikap sosial kita (ayat 12). Seperti Bapa Surgawi memberikan yang terbaik untuk kita, kita juga mau memberikan yang terbaik untuk sesama kita.

Ingat: Berdoa berarti menundukkan diri kepada kehendak Allah. Jangan menjadikan doa alat untuk mengatur atau memaksa Tuhan. Yakinlah bahwa Allah baik dan akan memberi yang terbaik bagi kita. Jangan berdoa asal-asalan sebab itu berarti menyepelekan kebaikan Tuhan.

(0.43) (Gal 4:21) (jerusalem: tidakkah kamu mendengarkan hukum Taurat) Ialah mendengarkan kesaksian Kitab Suci, bdk Rom 3:19+. Hendaklah menjadi waris dari apa yang dijanjikan tidak cukuplah orang keturunan Abraham, bdk Mat 3:9; orang harus menjadi keturunan Abraham bukan seperti Ismael, tetapi seperti Ishak, ialah berdasarkan janji, Gal 4:23, yang menjanjikan keturunan lebih berpaut dengan roh dari pada dengan daging, Gal 4:29, sehingga Ishak sebagai keturunan "rohani" Abraham melambangkan orang Kristen, Gal 4:28; bdk Rom 9:6 dst. Jalan pikiran fundamentil itu dijelaskan lebih lanjut dengan hal-hal lain yang dangkal dan sedikit banyak dicari-cari saja.
(0.36) (Yes 3:16) (full: WANITA SION. )

Nas : Yes 3:16-26

Di tengah-tengah kemerosotan rohani, moral, dan politik, kaum wanita Yehuda terpikat oleh segala hal yang berkaitan dengan penampilan lahiriah yang menarik dan bukan oleh kekudusan batin dan kasih kepada Allah. Mereka merupakan wanita yang mementingkan diri sendiri, mencari-cari daya tarik seksual dan hanya memikirkan kebutuhan mereka sendiri, tetapi tidak menunjukkan perhatian kepada orang yang tertindas, miskin, atau kepada keadaan rohani tragis keluarga dan masyarakat mereka. Allah mengancam akan mempermalukan mereka dengan menjadikan mereka budak-budak tertindas dari para penjajah mereka (ayat Yes 3:17,24). Allah masih menuntut kerendahan hati, kesopanan, dan kekudusan di kalangan wanita percaya

(lihat cat. --> 1Kor 11:6;

lihat cat. --> 1Tim 2:9;

[atau ref. 1Kor 11:6; 1Tim 2:9]

bd. 1Pet 3:3-4).

(0.29) (Kej 11:4) (full: MARILAH KITA DIRIKAN ... MARILAH KITA CARI NAMA )

Nas : Kej 11:4

(versi Inggris NIV -- supaya kita mendapat nama). Dosa umat di wilayah Sinear ialah keinginan untuk menguasai dunia dan nasib mereka terlepas dari Allah melalui kesatuan organisatoris, kuasa, dan keberhasilan besar yang berpusatkan manusia. Tujuan ini berlandaskan kesombongan dan pemberontakan terhadap Allah. Allah membinasakan usaha ini dengan memperbanyak bahasa sehingga mereka tidak bisa berkomunikasi satu dengan yang lain (ayat Kej 11:7). Peristiwa ini menjelaskan keanekaragaman bangsa dan bahasa di dunia. Pada saat itu, umat manusia berbalik dari Allah kepada berhala, sihir, dan nujum (bd. Yes 47:12;

lihat cat. --> Kel 22:18;

lihat cat. --> Ul 18:10).

[atau ref. Kel 22:18; Ul 18:10]

Keadaan rohani manusia digambarkan dalam Rom 1:21-28. Akibatnya, Allah menyerahkan mereka kepada nafsu-nafsu dosa di dalam hati mereka sendiri (Rom 1:24,26,28), dan Ia berpaling kepada Abram untuk memulai jalan keselamatan bagi umat manusia

(lihat cat. --> Kej 11:31).

[atau ref. Kej 11:31]

(0.29) (Mat 6:33) (full: CARILAH ... KERAJAAN ALLAH ... KEBENARANNYA. )

Nas : Mat 6:33

Mereka yang mengikut Kristus dihimbau untuk mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya atas segala hal lain. Kata kerja "mencari" menunjuk terjadinya keasyikan terus-menerus ketika mencari sesuatu, atau berusaha dengan sungguh-sungguh dan tekun untuk memperoleh sesuatu (bd. Mat 13:45). Kristus menyebutkan dua hal yang harus kita cari:

  1. 1) "Kerajaan Allah" -- kita harus berusaha sungguh-sungguh agar kepemimpinan dan kuasa Allah dinyatakan melalui kehidupan dan kebaktian kita. Kita harus berdoa agar Kerajaan Allah akan datang dengan kuasa yang luar biasa dari Roh Kudus untuk menyelamatkan orang berdosa, menghancurkan kuasa setan, menyembuhkan orang sakit, dan meninggikan nama Tuhan Yesus

    (lihat art. KERAJAAN ALLAH).

  2. 2) "Kebenaran-Nya" -- melalui Roh Kudus kita harus berusaha untuk menaati perintah Kristus, memiliki kebenaran Kristus, tetap terpisah dari dunia, dan menunjukkan kasih Kristus terhadap semua orang (bd. Fili 2:12-13).
(0.29) (Mat 2:1) (sh: Yang lebih penting dari ilmu. (Kamis, 25 Desember 1997))
Yang lebih penting dari ilmu.

Zaman iptek yang begitu maju ini, patut membuat kita bersyukur. Kita jangan berprasangka buruk terhadap iptek. Namun kita perlu waspada agar tidak menganggap bahwa iptek dapat menjawab semua masalah. Iptek bukan ilah, tetapi untuk dimanfaatkan secara baik dan benar. Jangan sebaliknya kita diperhamba olehnya. Dengan ilmunya, para majusi dapat mengambil kesimpulan benar. Tetapi tindak lanjutnya untuk menemukan kebenaran menjadi salah alamat. Memang masuk akal bahwa seorang raja dilahirkan di istana. Menemukan Sang Raja Juruselamat, memerlukan lebih dari sekadar ilmu!

Ilmu yang ditaklukkan ke bawah kedaulatan ilahi. Para majusi mendapatkan apa yang mereka dambakan dan cari. Ilmu dan kepakarannya tidak menghalangi mereka menyembah sujud ke hadapan sang bayi kecil lemah (ayat 11). Karena para pakar tadi telah menaklukkan diri kepada Kristus, walaupun mereka masih memakai otak, mereka juga menurut apa yang dikatakan Tuhan lewat penglihatan (mimpi).

Renungkan: Penentu kita akan cerdas atau bebal adalah sikap kita kepada kebenaran Allah dalam Yesus Kristus.

Doa: Terima kasih atas kepandaian yang Tuhan berikan kepadaku. Perintahlah akal budiku agar diriku utuh jadi alat-Mu.

(0.29) (Mrk 12:28) (sh: Yang seharusnya diutamakan: kasih! (Minggu, 6 April 2003))
Yang seharusnya diutamakan: kasih!

Sebagian saudara-saudari kita di Barat sudah berani memakai suatu istilah yang sangat jujur: church industry (terjemahan bebas: industri rohani). Makna istilah ini luas, dan tidak dengan sendirinya berkonotasi buruk. Bait Allah dengan berbagai institusinya seperti korban bakaran dan sembelihan juga adalah salah satu contoh "industri rohani" pada zaman Yesus. Semuanya dipakai Allah untuk menjadi berkat bagi umat-Nya. Tetapi semuanya juga terbuka kepada penyelewengan, ketika entah institusi korban bakaran, penerbitan SH, buku/kaset rohani dll. dilakukan semata hanya demi memenuhi kebutuhan religiositas belaka, baik yang bersifat formal ataupun emosional (atau malah cari untung!), dan bukan agar umat makin mengasihi Allah dan sesamanya dalam kasih yang sejati dan hidup.

Penyelewengan seperti ini yang berkali-kali dikecam para nabi, dan terakhir oleh Yesus sendiri (lht. pasal 7). Ini juga disadari oleh sang ahli Taurat. Hal yang paling utama adalah pengajaran yang dikutip dari Ul. 6:4-5, mengasihi Allah, dan mengasihi sesama, bukan pemuasan kebutuhan rohani yang emosional/formal. Lubang jebakan inilah yang mengintai Kristen masa kini. Kasih yang konsisten terhadap Allah dan manusia adalah yang terutama dalam hidup Kristen. Tanpanya, Kristen hanya akan menjadi pendusta rohani dan jauh dari Kerajaan Allah.

Renungkan: Tugas kita: mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran (I Yoh. 3:18).

(0.29) (Yoh 18:1) (sh: Pemimpin sejati (Rabu, 31 Maret 1999))
Pemimpin sejati

Kristus bukan tipe pemimpin yang egois, karena di saat yang mengancam diri-Nya, Ia tidak berusaha menyelamatkan diri-Nya sendiri. Justru di saat seperti itu, Kristus malah memperkenalkan diri, menampilkan diri ke depan untuk melindungi murid-murid-Nya (ay. 8). "Kalau Aku yang kamu cari, biarlah mereka pergi". Inilah salah satu bentuk kepribadian agung yang dimiliki Yesus. Ia mengorbankan diri-Nya demi keselamatan orang lain. Adakah kita menemukan pemimpin-pemimpin seperti Yesus di tengah-tengah bangsa dan gereja kita? Atau paling tidak pernahkah kita menemukan jiwa dan semangat Yesus di tengah-tengah bangsa dan gereja saat ini?

Membela Kristus dengan pedang. Demi menunjukkan bahwa para murid tidak menerima begitu saja perlakuan orang-orang kepada Yesus, sebuah pedang diayunkan Petrus, sebagai bakti kepada Yesus. Demi menunjukkan kepada orang-orang, bahwa walaupun kecil dan lemah, para pengikut Kristus tidak pasrah tetapi berbuat sesuatu. Sebuah bukti, bahwa murid-murid Yesus bukanlah penonton yang tak memiliki kekuatan apa-apa, melihat Gurunya ditangkap dan diseret orang. Namun untuk semua itu Tuhan Yesus mengatakan: "sarungkanlah pedangmu!"

Renungkan: Yesus Kristus tidak pernah menginginkan kita membela kebenaran dengan kekerasan.

(0.29) (Ibr 6:9) (sh: Sauh bagi jiwa kita (Sabtu, 9 Oktober 1999))
Sauh bagi jiwa kita

Jikalau saudara merasa kuatir atau gelisah mengenai apa yang dibaca dalam pasal 6:4-8 kemarin, maka firman Tuhan hari ini diberikan juga oleh Tuhan kepada Saudara! Peganglah sesuatu yang tidak dapat diubah atau digeser! Kalau memang janji keselamatan yang diberikan oleh Allah menjadi sauh kita, maka kita sepenuhnya selamat. Keselamatan memiliki dua dimensi: kini dan kelak. Dalam perjalanan hidup Kristen, masih banyak menghadapi tantangan dan pencobaan. Kita harus terus bertumbuh dan mengembangkan diri dalam kerja dan pelayanan kita

Janji kepada Abraham dan kita. Setelah Allah memberi perintah kepada Abraham untuk jangan membunuh anaknya Ishak dan sebagai penggantinya menyediakan seekor domba jantan (Kej. 22:11-14), maka Allah memberi janji kepada hamba-Nya yang dikutip dalam ayat 14 ini, yang berarti bahwa keturunan Abraham akan menerima dan membagi berkat keselamatan. Supaya janji tersebut diperkuat dua kali lipat, Allah tidak hanya bersumpah, tetapi bersumpah demi diri-Nya sendiri, Allah yang kekal dan yang tidak mungkin berubah!

Renungkan: Banyak orang berusaha mendapat jaminan bagi hidupnya, jangan cari di tempat lain. Sebab janji dan firman Allah dapat

(0.25) (1Taw 14:1) (sh: Bagaimana tahu bahwa Allah menyertai? (Jumat, 8 Februari 2002))
Bagaimana tahu bahwa Allah menyertai?

Penyertaan Allah adalah hal yang sangat menentukan dalam hidup. Disadari atau tidak, dengan cara benar atau salah, sejak manusia jatuh ke dalam dosa dan tersesat dari hadirat Allah, isu penyertaan Allah ini penting dan dicari orang. Terlebih dalam kepemimpinan seperti yang Daud pikul. Bagaimanakah kita tahu bahwa Allah menyertai?

Bagian ini memberikan kita empat petunjuk tentang penyertaan Allah. Pertama, penyertaan Allah datang dan terbukti dalam dukungan pihak-pihak yang sebenarnya tidak tergolong di pihak "kita". Daud sekian lama telah berhasil menegakkan kekuasaannya dengan menaklukkan lawan-lawannya. Semua itu dilakukannya bersama para pembantunya. Namun, kini dalam membangun istana, bantuan datang dari pihak bukan Israel, yaitu dari raja Tirus. Dukungan dan pengakuan luas dari dunia luar adalah kenyataan bahwa Allah menyertai.

Kedua, meski dalam sudut pandang Perjanjian Baru pernikahan hanya terjadi dengan seorang pasangan hidup saja, dalam bagian ini penyertaan Tuhan nyata dalam kesuburan Daud yang menghasilkan banyak keturunan pewaris kerajaannya.

Ketiga, kemenangan berikut yang Daud peroleh atas Filistin terjadi karena sikap Daud yang selalu bertanya-tanya akan kehendak dan pimpinan Allah. Tidak semua keberhasilan dapat dijadikan bukti bahwa Allah menyertai. Kemenangan ini Daud peroleh karena Daud tidak bertindak menuruti ambisinya sendiri atau mengandalkan kemampuan perangnya semata. Sikap bertanya dan meminta penyertaan Allah ini adalah unsur dan bukti terpenting penyertaan Allah. Bergantung dan bertindak sesuai kehendak Allah adalah bukti terpenting bahwa kita dan Allah ada dalam hubungan yang serasi.

Keempat, penyertaan Tuhan tidak hanya terbatas pada perasaan batin seperti damai sejahtera dan kesukaan, tetapi ke luar dalam bentuk pengakuan dari pihak lain. Dalam hal Daud, namanya menjadi masyhur dan bangsa-bangsa lain menjadi takut karena Allah beserta dia.

Renungkan: Bukti penyertaan Tuhan adalah akibat dan bukan tujuan. Yang harus kita cari adalah penyertaan Tuhan bukan bukti atau tandanya.

(0.25) (Ayb 28:1) (sh: Hikmat sejati hanya ada pada Allah (Kamis, 23 Desember 2004))
Hikmat sejati hanya ada pada Allah

Masih ingat pernyataan manusia kecil dan terbatas di ps. 25? Pada ps. 28 ini, Ayub menyatakan sebaliknya. Syair Ayub tersebut dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, Ayub melukiskan bahwa manusia itu berharga di hadapan Allah sebab Allah mengaruniakan kepintaran mencari lokasi sumber alam seperti: emas, perak, besi, dan tembaga (ayat 1-11). Bahkan Ayub memperlihatkan kepiawaian manusia yang jauh melampaui kehebatan burung dan binatang terkuat sekalipun. Ayub menegaskan bahwa keahlian manusia nyata dan patut dihormati karena manusia memiliki hikmat. Akan tetapi, tidak seperti sumber alam yang diketahui tempatnya, manusia tidak dapat menemukan lokasi hikmat (ayat 12-13; 20-21). Itulah sebabnya, Ayub bertanya: "Di mana hikmat dapat diperoleh, di mana tempat akal budi?" (ayat 12). Jelaslah bahwa cara memperoleh hikmat berbeda dengan upaya menggali kepintaran. Allah memberikan kepintaran kepada manusia untuk dipergunakan mencukupi diri sendiri dan mengolah alam. Namun, hikmat tidak bisa didapatkan melalui berbagai keahlian tersebut. Hikmat tidak dapat dibeli atau diperoleh di sembarang tempat. Bagian kedua, Ayub mengungkapkan bahwa dirinya memperoleh hikmat yang dicari-cari itu. Bagi Ayub, hikmat diperolehnya justru melalui penderitaan yang dialaminya. Mengapa? Ayub meyakini hikmat hanya diberikan Allah melalui perkenan-Nya (ayat 25-28).

Di zaman berteknologi mutakhir ini, kita bisa menjumpai banyak orang yang memiliki kepintaran. Namun, mereka belum tentu berhikmat. Perlu kita bedakan dua jenis hikmat yaitu hikmat yang bersumber dari dunia dan hikmat sejati yang berasal dari Allah. Anda ingin menemukan hikmat sejati? Anda harus bertemu dengan Allah. Ia datang menjumpai kita dengan kasih-Nya melalui Yesus Kristus. Memperoleh hikmat sejati dimulai dengan bertemu Yesus sebagai jalan masuk menuju hikmat sejati. Kehadiran-Nya dalam hati akan menerangi hidup Anda.

Renungkan: Hikmat sejati berbeda dengan kepintaran. Milikilah hikmat yang sejati itu.

(0.25) (Mzm 32:1) (sh: Kebahagiaan hanya masalah pilihan (Selasa, 27 Maret 2001))
Kebahagiaan hanya masalah pilihan

Setiap manusia sepanjang zaman berusaha dengan segala daya upaya untuk mendapatkan kebahagiaan hidup. Bahkan ada yang bekerja tanpa mengenal waktu dan menomorduakan keluarga agar meraih promosi jabatan, karena mereka berpikir bahwa kebahagiaan akan didapatkan jika mereka bergelimang harta dan meraih kedudukan tinggi. Setelah meraih semua itu, bukan kebahagiaan yang ia dapatkan namun penyakit karena stress dan bekerja terlalu keras. Lalu dimanakah kebahagiaan?

Sesungguhnya kebahagiaan bukanlah hal yang sulit digapai oleh manusia. Daud sudah membuktikan. Ia menemukan kebahagiaan bukan dalam kekayaan, kedudukan, dan kekuasaan yang ia miliki namun dalam pilihan bijak yang ia tetapkan. Ia memilih untuk bertobat dan mohon ampun dari Allah maka ia menemukan kebahagiaan (1-2, 5). Orang yang menyadari dosanya namun tidak bertobat tidak akan mengalami kedamaian hati namun justru tekanan (3- 4). Ia juga memilih untuk menggantungkan hidupnya kepada Allah (7). Walaupun tekanan dan kesulitan tetap melandanya, ia tidak sendiri sebab Allahlah tempat perlindungannya (6). Yang terakhir ia memilih untuk menaati perintah Allah (8) bukan seperti kuda atau bagal yang terkenal senang membangkang. Pilihannya yang terakhir adalah sangat tepat sebab orang fasik akan mengalami derita bukan selalu secara fisik, namun yang pasti secara hati dan jiwa karena hanya orang yang sudah dipulihkan hubungannya dengan Allah yang akan merasakan damai sejahtera yang sesungguhnya (10).

Kebahagiaan yang diajarkan oleh Daud adalah kebahagiaan yang sejati sebab tidak tergantung dari situasi dan kondisi dirinya, masyarakat sekitar maupun lingkungannya. Bencana dan derita apa pun boleh menimpanya namun karena pilihannya, ia tetap dapat bersukacita dan bersorak-sorai (11).

Renungkan: Karena itu apa sebenarnya yang Anda cari dengan bekerja keras tanpa batas hingga mengalami stres dan gangguan kesehatan yang serius? Uang, rumah, mobil mewah, atau kedudukan? Daud sudah membuktikan bahwa itu semua tidak membawa kebahagiaan. Tentukanlah apakah Anda mau memilih apa yang Daud pilih. Jika ya maka kebahagiaan sejati tidak jauh dari hidup Anda.

(0.25) (Mzm 63:1) (sh: Kehausan yang dipuaskan (Kamis, 17 Juni 2004))
Kehausan yang dipuaskan

Bayangkan Anda di padang gurun tersesat. Kehausan membuat Anda mencari-cari dengan insting untuk hidup. Sayangnya, banyak orang di padang gurun terjebak dengan fatamorgana, sepertinya menemukan sumber air, ternyata hanya bayang-bayang yang membawa kepada kematian.

Pemazmur mengalami kehausan dan kerinduan akan Allahnya seperti orang yang terjebak dalam kegersangan hidup (ayat 2). Namun ia tidak terjebak ke dalam fatamorgana, karena Allah hidup dan nyata selalu dapat dihampiri oleh karena kasih-Nya. Maka dengan "insting" iman, ia bisa melihat Allah yang penuh kasih setia dan hidup seperti di bait suci ketika ia beribadah kepada-Nya (ayat 3). Oleh karena itu tekadnya adalah ia akan menaikkan syukur dan menyatakan komitmen untuk hidup bagi Dia (ayat 3-5).

Pada bagian kedua mazmur ini (ayat 6-9), seruan kerinduan itu dibalaskan dengan pengalaman menikmati keselamatan dari Allah. Kerinduan dan kehausan sejati (ayat 2) akan dipuaskan oleh kenikmatan meja perjamuan ilahi (ayat 6). Bila pada bagian pertama ia bertekad (akan) memegahkan Tuhan (ayat 4), maka sekarang ia bertindak (sedang) bersorak-sorak dan memuji-muji-Nya (ayat 6, 8). Bagaikan gayung bersambut, iman kepada Tuhan tidak sia-sia!

Itu sebabnya di bagian ketiga (ayat 10-12) dengan berani si pemazmur melihat kepada orang-orang yang mengikhtiarkan celakanya. Ia tahu sebagaimana kasih setia Tuhan dinyatakan dalam hidupnya, mereka yang melawan Tuhan akan menerima hukumannya (ayat 10-11).

Setiap orang percaya pasti pernah mengalami kegersangan hidup. Pada saat sedemikian, ingatlah bahwa Allah tetap nyata dan kasih setia-Nya tidak pernah berubah. Tanamkanlah kesadaran mendalam bahwa Allah bukan hanya pelepas dahaga jiwa kita, Ia juga mendengar seruan kita.

Tekadku: Aku hendak memuji Tuhan lagi, karena dahagaku, Engkaulah yang sudah memuaskannya.



TIP #10: Klik ikon untuk merubah tampilan teks alkitab menjadi per baris atau paragraf. [SEMUA]
dibuat dalam 0.07 detik
dipersembahkan oleh YLSA