Apakah kita harus mengampuni orang yang bersalah kepada kita meski dia tidak meminta maaf?

Kristus menanamkan roh pengampunan, roh yang mengasihi bahkan kepada musuh. Inilah roh yang ditunjukkan-Nya di atas salib ketika Dia berdoa kepada Bapa-Nya bagi para prajurit yang memakukan Dia pada kayu salib, meskipun mereka tidak mendoakan diri sendiri ataupun mengungkapkan penyesalan. Kejengkelan dilarang, tetapi di sisi lain, kita memiliki hak untuk mengharapkan adanya penyesalan dari pihak yang bersalah. Dia tidak berhak untuk beranggapan bahwa kita harus melupakan kesalahannya seolah-olah dia tidak pernah melakukannya. Kalau dia menghendaki pengampunan dari kita, dia harus memintanya; tetapi bahkan sebelum dia memintanya kita harus bersedia memberikannya. Di dalam hati kita mungkin sudah mengampuni dia, tetapi, pendamaian yang lahiriah dan formal menantikan perasaan penyesalan dari dia. Dalam Matius 18:15 terdapat isyarat bahwa seseorang yang menderita kesalahan itu harus berusaha menimbulkan penyesalan pada orang yang bersalah kepada kita dengan cara mendatangi dia dan memberitahukan kesalahannya. Andaikata dia tetap tidak mengakuinya, kita tidak diwajibkan untuk memperlakukan dia sebagai saudara, bahkan selanjutnya kita tidak boleh menyimpan kejengkelan dan khususnya tidak boleh ada balas dendam, melainkan membalas kejahatannya dengan kebaikan. Dalam Matius 5:23, 24 tampaknya Tuhan memikirkan pertengkaran yang telah terjadi, bukannya luka-luka. Saudara laki-laki yang mempunyai sesuatu terhadap Anda tampaknya menunjukkan iri hati, atau hutang, sebagaimana yang dikatakan oleh ayat-ayat berikut. Dalam kasus apa pun, seharusnya tidak ada perselisihan. Harus ada pendamaian kembali ter lebih dahulu.




Artikel yang terkait dengan Matius:


TIP #34: Tip apa yang ingin Anda lihat di sini? Beritahu kami dengan klik "Laporan Masalah/Saran" di bagian bawah halaman. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA