Apa persepuluhan itu?

Masalah persepuluhan sudah sering kali didiskusikan dan selalu produktif. Persepuluhan adalah sepersepuluh dari kenaikan melampaui dan di atas semua biaya administratif dan bukan sepersepuluh dari uang pokok. Pada masa-masa awal, sewaktu pertanian menjadi mata pencaharian yang nyaris universal pada umumnya, ini artinya sepersepuluh bagian dari hasil tanah atau kawanan ternak. Kemudian ini menjadi sepersepuluh dari keuntungan industri pribadi dari ciri apa pun (lih. Ul. 14:22, 28, 16:12; II Taw. 31:5, dsb.). Akan tetapi, ada bukti bahwa pada waktu-waktu tertentu ini berarti sepersepuluh dari seluruh harta milik seseorang. Tafsiran yang modern membatasinya pada sepersepuluh dari kenaikan. Ada banyak orang baik yang masih berpendapat bahwa persepuluhan dari pendapatan seseorang harus disisihkan untuk pekerjaan Tuhan. Di bawah ekonomi bangsa Yahudi purba, persepuluhan diatur oleh kitab undang-undang hukum yang diperluas dan dijadikan lebih rumit oleh rabi-rabi; tetapi di dalam kekristenan, hukum terutama yaitu kasih telah diganti dan dipakai untuk masalah persepuluhan maupun untuk masalah-masalah lainnya. Kita hendaknya memberi berdasarkan apa yang kami "peroleh" dari Allah, dan dari hati yang suka memberi dan penuh kasih. Seseorang yang ingin mempersembahkan sepersepuluh dari tanah miliknya harus memperhitungkan kenaikan nilai, atau angkanya, atau bentuk apa pun yang dimiliki aset-aset yang ada, tentu saja di luar ongkos-ongkos yang diperlukan dalam menjalankan bisnisnya. Mengenai biaya dalam rumah tangga, hal ini lebih luwes, dalam pengeluaran rumah tangga dan pribadi besar kemungkinannya untuk meningkat seiring bertambahnya pendapatan, peningkatan seperti itu sering kali merupakan suatu pemborosan ketimbang kebutuhan. Mungkin sekali terjadi bahwa seluruh penghasilan akan tertelan habis. Tetapi kalau kita bertindak hati-hati, kita tidak akan "merampas Allah" dengan cara melipatgandakan pengeluaran kita sampai tidak ada yang tersisa bagi pekerjaanNya. "Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan", dan hal ini secara khusus diterapkan pada ciri pemberian kita bagi pekerjaan Allah. Sementara kita tidak boleh memberi pada pekerjaan Tuhan, uang yang kita berhutang pada kreditor, kita bisa melakukan penyangkalan diri dalam berbagai hal, supaya persepuluhan kita "naik" (atau, kalau tidak naik, maka surplus kita berlebih dan melampaui semua biaya yang diperlukan) yang barangkali bisa menjamin pemberian murah hati kepada tujuan agama.

Allah juga seorang kreditor. Sejumlah besar warga Amerika Serikat berhutang. Tentu saja, tidak dibenarkan bagi mereka untuk menghentikan semua pembayaran kepada gereja dan kepada derma sebelum mereka melunasi hutangnya. Sementara mereka beserta keluarga mendapatkan manfaat dari gereja, iurannya kepada gereja juga harus mereka bayar seperti mereka membayar pajak dan uang sewa. Kreditor-kreditor Anda tidak berharap Anda mengabaikan tugas pembayaran atas makanan yang dibutuhkan tubuh Anda; mereka pasti tidak ingin Anda mengabaikan pembayaran atas makanan bagi jiwa Anda. Akan tetapi ingatlah bahwa persepuluhan tidak diwajibkan dari penghasilan atau pendapatan kotor, tetapi dari "kenaikan".

Sewaktu Yesus duduk menghadapi peti persembahan, Dia memperhatikan bahwa orang kaya memberi jumlah yang besar dari kelimpahannya, sedangkan seorang janda miskin memberi lebih banyak daripada semua orang, sebab dia memberikan "semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya" sebagai persembahan kasih, dan persembahan ini berkenan. Kalau kita hendak menghambur-hamburkan harta benda kita untuk diri sendiri dan keluarga, dan tidak menyisihkan sedikit pun untuk pekerjaan Tuhan, bukankah itu berarti kita "merampas dari Allah"? Praktisnya semua kesulitan yang tercakup dalam masalah ini akan terpecahkan kalau kita mengikuti metode banyak orang Kristen, yang kaya dalam harta maupun pekerjaan baik. Mereka memberi dengan leluasa dari kenaikan kekayaan mereka yang masih ada setelah membayar biaya-biaya bisnis yang memang penting, dan menjadikan Tuhan sebagai rekan dalam semua yang tersisa.

Sebuah persembahan yang tidak kita rasakan, dan yang diperoleh dari surplus kita, merupakan suatu pemberian yang kurang berharga, tanpa memandang berapa besar jumlahnya, sementara orang yang melakukan penyangkalan diri bahkan berkurban, yang memberi dengan hati bersukacita, akan mendapatkan berkat. Roh yang mendorong kita memberi, itu yang penting. Kita seharusnya tidak merencanakan supaya pemberian-pemberian kita kepada Allah akan kembali lagi kepada kita atau menambah keuntungan materi kita. Apa pun yang diberikan untuk pekerjaan Tuhan, entah itu diberikan secara pribadi dengan tangan kita sendiri atau melalui gereja atau organisasi-organisasi cabang, atau melalui saluran lain, harus dikesampingkan seluruhnya dari kita supaya kita tidak menarik keuntungan materi apa pun dari pemberian itu. Kalau kita mengaitkan tali pada persembahan itu, itu sama sekali tidak bisa dikatakan memberi kepada Tuhan.




Artikel yang terkait dengan Matius:


TIP #10: Klik ikon untuk merubah tampilan teks alkitab menjadi per baris atau paragraf. [SEMUA]
dibuat dalam 0.02 detik
dipersembahkan oleh YLSA