Nama Orang, Nama Tempat, Topik/Tema Kamus
kecilkan semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Kata/Frasa (per frasa)
Full Life -> Ams 4:1-4
Full Life: Ams 4:1-4 - DENGARKANLAH, HAI ANAK-ANAK, DIDIKAN SEORANG AYAH.
Nas : Ams 4:1-4
Salomo telah belajar tentang jalan-jalan Allah dari ayahnya dan kini
ia meneruskan pengarahan itu kepada anak-anaknya. Allah ingin ...
Nas : Ams 4:1-4
Salomo telah belajar tentang jalan-jalan Allah dari ayahnya dan kini ia meneruskan pengarahan itu kepada anak-anaknya. Allah ingin agar kesalehan dan pengabdian sungguh-sungguh kepada jalan-jalan-Nya diajarkan terutama melalui pengajaran orang-tua dan teladan di rumah, dan bukan dengan mengalihkan tanggung jawab secara menyeluruh kepada program pendidikan gerejani (Ul 6:7;
lihat art. ORANG-TUA DAN ANAK-ANAK).
Ref. Silang FULL -> Ams 4:1
buka semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Rentang Ayat
Matthew Henry -> Ams 4:1-13
Matthew Henry: Ams 4:1-13 - --
Ketika hal-hal yang berkenaan dengan Allah harus diajarkan, maka ketetapan demi ketetapan, baris demi baris harus diajarkan dengan telaten, bukan h...
- Ketika hal-hal yang berkenaan dengan Allah harus diajarkan, maka ketetapan demi ketetapan, baris demi baris harus diajarkan dengan telaten, bukan hanya karena hal-hal itu mengandung bobot dan nilai yang tinggi, melainkan karena akal manusia, sebaik apa pun, tidak siap menerima semua itu dan sering kali berprasangka buruk terhadapnya. Oleh karena itu, dalam pasal ini Salomo menekankan hal-hal yang sama dengan yang telah ditekankannya kepada kita dalam pasal-pasal sebelumnya, dengan berbagai ungkapan dan kefasihan ilahi yang begitu indah dan dahsyat kuasanya. Di sini terdapat,
- I. Imbauan yang bersungguh-sungguh untuk mempelajari hikmat, yaitu agama dan kesalehan yang sejati, yang berasal dari didikan-didikan baik yang diberikan oleh ayahnya kepadanya dan diperkuat dengan berbagai alasan yang tepat (ay. 1-13).
- II. Peringatan untuk menjauhi pergaulan buruk dan segala persekongkolan dengan pekerjaan kegelapan yang sia-sia (ay. 14-19).
- III. Arahan-arahan khusus untuk memperoleh dan mempertahankan hikmat dan menghasilkan buah-buah hikmat itu (ay. 20-27).
- Perkara ini diketengahkan di hadapan kita dengan begitu jelas dan ditekankan dengan sungguh-sungguh, sehingga kita tidak akan diampuni jika kita binasa dalam kebebalan kita sendiri.
Didikan Orangtua (4:1-13)
- Di sini kita mendapati,
- I. Ajakan yang dilayangkan Salomo kepada anak-anaknya untuk datang dan menerima didikan darinya (ay. 1-2): Dengarkanlah, hai anak-anak, didikan seorang ayah. Artinya,
- 1. “Biarlah anak-anakku sendiri terlebih dahulu menerima dan mengindahkan semua didikan yang aku paparkan untuk mendidik orang lain juga.” Perhatikanlah, para pejabat dan pelayan yang dipercaya untuk mengarahkan kumpulan masyarakat yang lebih luas, haruslah mendidik keluarga mereka sendiri dengan lebih hati-hati, sebab tugas mereka terhadap kepentingan umum sama sekali tidak berarti bahwa mereka boleh melalaikan kepentingan keluarga sendiri. Pekerjaan yang baik itu harus dimulai di rumah sendiri, tetapi tidak boleh berakhir sampai di sana saja, sebab bagaimana mungkin seseorang bisa menjalankan kewajibannya untuk mengurus jemaat Allah, jika anak-anaknya saja tidak menyegani dan menghormatinya karena dia sendiri tidak mau berupaya mendidik mereka dengan benar? (1Tim. 3:4-5). Anak-anak dari orang-orang yang terkemuka dalam hikmat dan kepentingan umum haruslah meningkatkan pengetahuan dan sopan santun, sebanding dengan keuntungan yang mereka miliki oleh karena mempunyai orangtua terpandang seperti itu. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa Rehabeam, anak Salomo, sama sekali bukanlah orang yang terbijak atau terbaik. Hal ini digambarkan untuk menyelamatkan kehormatan dan penghiburan bagi para orangtua yang anak-anaknya tidaklah sebaik didikan yang mereka miliki. Jadi, kita memiliki alasan untuk berpikir bahwa ribuan orang lain menjadi lebih baik oleh karena amsal-amsal Salomo, dibandingkan dengan anaknya sendiri. Jadi tampaknya amsal-amsal itu terutama ditujukan bagi mereka.
- 2. Biarlah semua kaum muda, dalam masa kecil dan masa remaja mereka, mau bersusah payah mendapatkan pengetahuan dan karunia, sebab masa-masa itu adalah masa yang tepat untuk belajar, supaya akal budi mereka dibentuk dan dididik. Dia tidak berkata, anak-anakku, tetapi hai, anak-anak. Kita hanya mendapati satu saja anak kandung Salomo, tetapi (tidakkah Anda pikir demikian?), dia sudi menjadikan diri sendiri sebagai seorang guru dan mengajari anak-anak orang lain! Sebab, di usia muda seperti itulah terletak harapan keberhasilan. Batang pohon juga mudah dibengkokkan ketika masih muda dan lemah.
- 3. Biarlah semua orang yang mau menerima didikan datang dengan sikap seperti anak-anak, sekalipun mereka sudah dewasa. Kesampingkanlah segala prasangka dan biarlah pikiran menjadi seputih kertas. Kiranya mereka menurut, dapat diajari, dan tidak mengandalkan diri sendiri. Kiranya mereka menerima nasihat itu sebagai perkataan dari seorang ayah, yang diucapkan dengan kuasa dan juga kasih sayang. Kita harus menganggapnya berasal dari Allah sebagai Bapa kita di sorga, kepada siapa kita berdoa, dari siapa kita mengharapkan berkat, Bapa dari roh kita, yang harus kita patuhi supaya kita hidup. Kita harus memandang guru-guru kita sebagai ayah kita sendiri, yang mengasihi kita dan mengusahakan kesejahteraan kita. Oleh karena itu, sekalipun didikan mereka mengandung teguran dan hajaran, demikianlah arti yang terkandung dalam kata aslinya, kita tetap harus menerimanya dengan lapang dada. Nah,
- (1) Untuk menganjurkan kita menerima perkataan itu, di sini kita diberi tahu bahwa pengajaran itu bukan saja didikan seorang ayah, melainkan juga merupakan sebuah pengertian, dan karena itulah harus disambut oleh semua makhluk yang berakal budi. Agama memiliki dasar yang teguh dan kita diajar mengenainya dengan alasan yang masuk akal. Agama merupakan sebuah petunjuk (ay. 2), tetapi petunjuk yang didasari ilmu, oleh kaidah-kaidah kebenaran yang tidak terbantahkan, atas dasar ilmu yang baik, yang bukan saja teguh, tetapi juga sangat berharga untuk diterima. Jika kita mengakui ilmu itu, pastilah kita bersedia tunduk kepada hukum.
- (2) Untuk mematrikannya di dalam diri kita, kita diarahkan untuk menerima didikan itu sebagai sebuah karunia, untuk mematuhinya dengan segenap ketekunan, untuk memperhatikannya dan mengenalnya, sebab jika tidak begitu, kita tidak akan mampu mengamalkannya. Kita juga diarahkan untuk tidak melalaikannya, tidak mengabaikan ilmu tersebut atau melanggar hukum itu.
- II. Didikan yang dia berikan kepada mereka.
- Perhatikanlah:
- 1. Bagaimana ia memperoleh didikan tersebut. Ia mendapatkannya dari orangtuanya, dan kini mengajarkan anak-anaknya hal yang sama seperti yang telah diajarkan orangtuanya (ay. 3-4).
- Perhatikanlah:
- (1) Orangtuanya mengasihi dia, dan karena itulah mereka mendidiknya: Aku tinggal di rumah ayahku sebagai anak. Daud mempunyai banyak anak, tetapi Salomolah yang benar-benar menjadi anak laki-laki baginya, sebagaimana Ishak disebut demikian (Kej. 17:19) dan karena alasan yang sama, yaitu karena kepadanyalah perjanjian (kovenan) berlaku. Ia merupakan anak kesayangan ayahnya, melebihi anak-anaknya yang lain. Allah menunjukkan kebaikan yang istimewa kepada Salomo (Nabi Natan menamakan dia Yedija, sebab Allah mengasihi anak itu, 2Sam. 12:25), dan karena itulah Daud pun menunjukkan kebaikan istimewa terhadap Salomo, sebab dia adalah seorang yang berkenan di hati Allah. Para orangtua hanya boleh mengasihi seorang anak lebih dari anak yang lainnya, jika Allah telah jelas-jelas menunjukkan hal yang serupa. Salomo lemah dan merupakan anak tunggal bagi ibunya. Tentu saja harus ada alasan yang jelas dalam menerapkan perlakuan yang berbeda seperti itu oleh kedua orangtua kepada salah seorang anaknya. Lihatlah bagaimana mereka menunjukkan kasih mereka. Mereka mendidiknya secara rohani, membimbingnya supaya rajin belajar dan menerapkan kedisiplinan yang tinggi terhadapnya. Meskipun dia adalah seorang putra mahkota yang akan mewarisi takhta, mereka tidak membiarkannya hidup seenaknya. Bahkan, mereka terus membimbingnya. Mungkin juga Daud lebih keras mendidik Salomo karena dia telah melihat dampak buruk akibat terlalu memanjakan Adonia, yang sama sekali tidak pernah dia tegor dalam hal apa pun (1Raj. 1:6), seperti juga terhadap Absalom.
- (2) Apa yang telah diajarkan orangtuanya, diajarkannya pula kepada orang lain.
- Perhatikanlah:
- [1] Saat Salomo telah dewasa, dia bukan saja mengingat, tetapi juga gemar mengulangi didikan baik yang diajarkan orangtuanya saat ia masih kecil. Dia tidak melupakan didikan itu, sebab didikan itu sudah demikian tertanam dalam dirinya. Dia tidak malu oleh karena didikan itu, justru sangat menghargainya. Saat ia sudah dewasa, dia juga tidak lantas menganggapnya sebagai hal yang kekanak-kanakan dan remeh yang harus ia kesampingkan ketika ia menjadi raja, seolah hal itu dapat mempermalukannya. Dia juga tidak mengulang-ulanginya sebagaimana yang biasa dilakukan anak-anak liar yang mengolok-olok didikan dan menertawakannya bersama-sama dengan kawan-kawan mereka. Dia tidak berlaku seperti anak-anak itu yang merasa bangga karena telah melepaskan diri dari segala didikan dan kekangan.
- [2] Meski Salomo adalah seorang yang bijak dan diilhami secara ilahi, akan tetapi, ketika ia harus mengajarkan hikmat, dia tidak merasa risih untuk mengutip dan memakai kata-kata ayahnya. Orang-orang yang hendak belajar dan mengajar dengan baik dalam bidang agama, tidak boleh mengarang keyakinan baru dan merumuskan perkataan baru sedemikian rupa untuk merendahkan pengetahuan dan bahasa para pendahulu mereka. Jika kita harus terus menempuh jalan-jalan dahulu kala yang baik itu, mengapakah kita menghina perkataan dahulu kala yang baik? (Yer. 6:16)
- [3] Karena telah dididik dengan baik oleh orangtuanya, Salomo menganggap dirinya wajib mendidik anak-anaknya pula. Inilah salah satu cara yang bisa kita tempuh untuk membalas budi orangtua kita yang telah bersusah payah mendidik kita. Bahkan lebih dari itu, kita harus menunjukkan bakti kita kepada kaum keluarga (1Tim. 5:4). Mereka mengajari kita bukan hanya supaya kita belajar, tetapi juga supaya kita mengajarkan pengenalan akan Allah kepada anak cucu kita (Mzm. 78:6). Jika kita tidak melakukannya, berarti kita gagal menunaikan apa yang dipercayakan kepada kita, sebab benih suci didikan dan hukum agamawi ditaruh di tangan kita dengan suatu perintah untuk meneruskan seluruhnya dan secara murni kepada orang-orang yang akan datang setelah kita (2Tim. 2:2).
- [4] Salomo memperkuat himbauan-himbauannya itu dengan kewenangan ayahnya Daud, seorang yang kenamaan di angkatannya dalam segala hal. Biarlah hal ini dicamkan bagi kehormatan agama, yaitu bahwa orang-orang yang terbaik dan terbijak di segala zaman adalah orang-orang yang paling giat, bukan saja dalam menerapkan agama itu bagi diri mereka sendiri, tetapi juga dalam meneruskannya kepada orang lain. Oleh karena itulah kita hendaknya tetap berpegang pada kebenaran yang telah kita terima, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepada kita (2Tim. 3:14).
- 2. Apa didikan-didikan tersebut (ay. 4-13).
- (1) Melalui titah dan dorongan. Daud, saat mengajar anaknya, sekalipun anak itu memiliki kemampuan yang besar dan cepat mengerti, tetap mengungkapkan ajarannya dengan semangat dan ketekunan, mengulangi hal yang sama, lagi dan lagi, untuk menunjukkan bahwa dia bersungguh-sungguh dengan semua itu, dan juga untuk menggugah anaknya lebih dalam lagi dengan semua yang ia katakan. Anak-anak memang harus diajar dengan cara demikian (Ul. 6:7), haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu. Meski Daud memiliki banyak sekali urusan dan mempunyai banyak pengajar untuk anaknya, dia tetap mengajari sendiri anaknya itu.
- [1] Dia mengajar anaknya dengan Kitab Suci dan didikannya sebagai sarana, perkataan ayahnya (ay. 4), perkataan mulutnya (ay. 5), perkataannya (ay. 10), seluruh pelajaran baik yang telah diajarkannya. Mungkin dia terutama memaksudkan Kitab Mazmur yang kebanyakan berisi Maschil – mazmur pengajaran, dan dua di antaranya jelas-jelas disebutkan sebagai mazmur untuk Salomo. Salomo harus memperhatikan kedua mazmur itu dan juga seluruh perkataan lain yang diutarakan ayahnya. Pertama, dia harus mendengar dan menerima perkataan itu (ay. 10), tekun memperhatikan dan menyerapnya, sebagaimana tanah yang menghisap air hujan yang sering turun ke atasnya (Ibr. 6:7). Begitulah Allah menarik perhatian kita pada firman-Nya: Hai anakku, dengarkanlah dan terimalah perkataanku. Kedua, dia harus memegang contoh ajaran yang sehat yang diberikan ayahnya (ay. 4): Biarlah hatimu memegang perkataanku. Perkataan itu baru bisa dipegang jika perkataan tersebut ditanamkan dalam hati, terpatri dalam tekad dan kasih. Ketiga, dia harus menguasai dirinya sendiri dengan perkataan tersebut: Berpeganglah pada petunjuk-petunjukku, taatilah, dan itulah cara untuk bertambah di dalam pengetahuan mengenai hal itu (Yoh. 7:17). Keempat, dia harus setia dan tinggal di dalam perkataan itu: “Jangan menyimpang dari perkataan mulutku (ay. 5), seakan-akan gentar menerima akibatnya yang terlalu besar bagimu, tetapi berpeganglah pada didikan (ay. 13), bertekad untuk tetap teguh dan tidak pernah mengabaikannya.” Orang-orang yang memiliki pendidikan yang baik, sekalipun mereka berusaha mencampakkannya, akan tetap mendapati didikan itu melekat dalam diri mereka selama beberapa saat, dan jika tidak begitu, maka keadaan mereka itu akan menjadi amat memilukan.
- [2] Dia memaparkan hikmat dan pengertian di hadapan anaknya sebagai tujuan yang harus dibidik dalam memanfaatkan sarana-sarana tersebut. Raihlah hikmat yang merupakan hikmat yang terutama. Quod caput est sapientia eam acquire sapientiam – Pastikan untuk memperhatikan ranting hikmat yang merupakan puncaknya, yaitu takut akan TUHAN (1:7). Junius dan Tremellius: Kaidah agamawi di dalam hati merupakan satu hal yang diperlukan. Karena itu, pertama, perolehlah hikmat, perolehlah pengertian (ay. 5). Dan lagi, “Perolehlah hikmat dan dengan segala yang kauperoleh perolehlah pengertian (ay. 7). Berdoalah untuk hikmat itu, bersusah payahlah untuk meraihnya dengan bertekun memakai semua sarana untuk memperolehnya. Tunggulah pada pintuku (8:34). Berkuasalah atas segala kebejatanmu, yang merupakan kebebalanmu: milikilah kaidah-kaidah bijaksana dan kebiasaan-kebiasaan yang bijak. Raihlah hikmat melalui pengalaman, raihlah di atas segala yang kauperoleh. Bergiatlah lebih lagi dalam berusaha memperolehnya, lebih daripada berusaha memperoleh kekayaan dunia ini. Apa pun boleh engkau abaikan, tetapi yang satu ini, tetaplah berusaha memperolehnya, pandanglah itu sebagai tujuan yang besar, dan kejarlah dengan sungguh-sungguh.” Hikmat sejati merupakan karunia dari Allah, tetapi di sini kita tetap diperintahkan untuk mendapatkannya, sebab Allah mengaruniakannya kepada orang-orang yang mau berusaha untuk mendapatkannya. Akan tetapi, setelah mendapatkannya, kita tetap tidak boleh berkata, kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Kedua, jangan lupa (ay. 5), janganlah meninggalkan hikmat itu (ay. 6), janganlah melepaskannya (ay. 13), tetapi peliharalah dia. Orang-orang yang telah memperoleh hikmat ini harus berjaga-jaga supaya tidak kehilangan hikmat lagi akibat kembali ke dalam kebodohan mereka: memang benar, hal yang baik tidak akan diambil dari kita. Akan tetapi, kita harus berhati-hati supaya kita tidak membuangnya sendiri, seperti yang dilakukan oleh mereka yang pertama-tama melupakannya, lalu menghapuskannya dari benak mereka, mengabaikannya dan menolak jalan-jalannya yang baik. Hal baik yang telah diserahkan kepada kita itu haruslah kita jaga dan tidak boleh kita lalai sampai membuatnya terlepas. Janganlah juga kita membiarkannya direnggut dari kita atau menjauhkan diri kita darinya. Jangan pernah melepaskan permata seperti itu. Ketiga, kasihilah dia (ay. 6) dan peluklah dia (ay. 8), sebagaimana orang-orang duniawi memuja harta dan melekatkan hati mereka pada harta itu. Agama haruslah menjadi sesuatu yang amat berharga bagi kita, lebih dari segala sesuatu di dunia ini. Jika kita tidak mampu menjadi ulung dalam hikmat, biarlah kita sungguh-sungguh mengasihi hikmat itu. Marilah kita memeluk anugerah yang kita miliki dengan kasih yang tulus, sebagai orang-orang yang mengagumi keelokannya. Keempat, “Junjunglah dia (ay. 8). Miliki selalu pemikiran yang luhur terhadap agama, dan lakukan semampumu untuk menjaga nama baiknya dan memelihara kehormatannya di antara manusia. Bersatulah dengan Allah dalam tujuan-Nya, yaitu untuk mengagungkan petunjuk-Nya dan menjaganya supaya dihargai, dan berbuat semampumu untuk meraih tujuan itu.” Biarlah anak-anak hikmat tidak hanya membenarkan hikmat itu, tetapi juga mengagungkannya, lebih memilihnya daripada apa pun yang berharga bagi mereka di dunia ini. Saat kita menghormati orang-orang yang takut akan Tuhan, meskipun mereka miskin di dunia ini, dan menghormati seorang miskin yang berhikmat, kita menjunjung hikmat.
- (2) Melalui alasan dan dorongan untuk bertekun mencari hikmat dan berserah di dalam bimbingannya, pertimbangkanlah,
- [1] Hikmat merupakan perkara yang utama, yang harus menjadi kepedulian utama dan terus-menerus dari setiap manusia di dalam kehidupan ini (ay. 7): Adapun hikmat itu terutamalah adanya. Hal-hal lainnya yang begitu ingin kita dapatkan dan pertahankan sama sekali tidaklah sebanding dengan hikmat. Ini adalah kewajiban setiap orang (Pkh. 12:13). Itulah yang mendekatkan kita dengan Allah, yang memperindah jiwa, memampukan kita menggapai tujuan penciptaan, untuk menjalani hidup yang memiliki makna di dunia ini, dan untuk mencapai sorga pada akhirnya. Karena itulah, hikmat merupakan hal yang terutama.
- [2] Hikmat memiliki dasar dan keadilan di dalamnya (ay. 11): “Aku mengajarkan jalan hikmat kepadamu, dan pada akhirnya jalan itu memang akan didapati demikian. Aku memimpin engkau, bukan di jalan serong kedagingan, yang melakukan kejahatan di bawah kedok hikmat, tetapi di jalan yang lurus, sesuai dengan aturan-aturan dan alasan-alasan kekal mengenai apa yang baik dan yang jahat.” Kebenaran natur (kodrat) ilahi tampak dalam kebenaran seluruh petunjuk ilahi. Perhatikanlah, Daud tidak hanya mengajari anaknya melalui petunjuk-petunjuk yang baik, tetapi juga memimpinnya melalui teladan yang benar dan dengan mengamalkan didikan umum pada perkara-perkara khusus. Dengan demikian, dia tidak kekurangan apa pun untuk menjadi bijaksana.
- [3] Hikmat itu akan mendatangkan keuntungan baginya: “Jika engkau baik dan bijak, engkau akan menjadi seperti itu demi keuntungan dirimu sendiri.”
- Pertama, “Hikmat itu akan menjadi kehidupanmu, penghiburanmu, dan kebahagiaanmu. Engkau tidak akan dapat hidup tanpanya.” Berpeganglah pada petunjuk-petunjukku, maka engkau akan hidup (ay. 4). Juruselamat kita pun setuju dengan itu, “Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah.” (Mat. 19:17 ). Kita diharuskan untuk menjadi saleh, sebab taruhannya adalah kesakitan maut, maut yang kekal, atau kehidupan, hidup yang kekal. “Terimalah perkataan hikmat, supaya tahun hidupmu menjadi banyak (ay. 10), sebanyak yang dianggap baik oleh Hikmat Tak Terbatas, dan di dunia yang lain engkau akan menjalani kehidupan yang tidak dapat terhitung panjangnya. Oleh karena itu, peliharalah dia, berapa pun harganya, karena dialah hidupmu (ay. 13). Semua kepuasanmu akan ditemukan di dalamnya.” Jiwa yang tidak memiliki hikmat dan karunia sejati adalah jiwa yang benar-benar mati.
- Kedua, “Hikmat itu akan menjadi penjaga dan pembimbingmu, pelindung dan pemimpinmu melalui segenap marabahaya dan kesukaran dalam perjalananmu mengarungi belantara. Kasihilah hikmat dan berpeganglah erat-erat kepadanya, maka engkau akan dipelihara dan dijaganya (ay. 6) dari dosa, dari kebejatan kejahatan, dari musuh yang terbusuk. Dia akan menjagamu supaya tidak mencelakai dirimu sendiri, dan tidak ada lagi yang dapat mencelakakanmu.” Seperti pepatah orang Inggris, “Jagalah tokomu, maka tokomu itu akan menjaga engkau,” begitu pula “Jagalah hikmatmu, maka hikmatmu akan menjagamu.” Hikmat itu akan menjaga kita dari hambatan dan sandungan dalam kehidupan dan urusan kita (ay. 12).
- 1. Sehingga langkah kita tidak akan terhambat apabila kita melangkah, sehingga kita tidak mendatangkan hambatan bagi diri kita seperti yang menimpa Daud dulu (2Sam. 24:14). Orang-orang yang menjadikan firman Allah sebagai pedoman mereka akan berjalan dengan leluasa dan merasa nyaman.
- 2. Sehingga kaki kita tidak akan tersandung saat kita berlari. Jika orang-orang bijak dan baik tiba-tiba terlibat dalam kesukaran, maka pedoman firman Allah yang teguh mereka jalankan itu akan memelihara mereka sehingga mereka tidak akan tersandung oleh apa pun yang mungkin membahayakan. Kesetiaan dan hati yang lurus akan menjaga kita.
- Ketiga, “Hikmat itu akan menjadi kehormatan dan nama baikmu (ay. 8): Junjunglah hikmat (tunjukkanlah maksud baikmu dalam memajukan hikmat itu) dan sekalipun hikmat tidak membutuhkan bantuanmu, dia tetap akan memberimu imbalan yang melimpah. Engkau akan ditinggikannya, engkau akan dijadikan terhormat.” Pada waktu itu Salomo akan menjadi raja, tetapi hikmat dan kebijakannyalah yang akan menjadi kehormatannya, lebih daripada mahkota atau takhtanya. Itulah yang membuat semua orang di sekelilingnya mengagumi dia. Tidak diragukan lagi, pada masa pemerintahannya dan masa pemerintahan Daud, orang-orang yang benar dan bijak selalu ditinggikan. Bagaimanapun juga, cepat ataupun lambat, agama akan membuat semua orang yang memeluknya dengan sungguh-sungguh menjadi terhormat. Mereka akan diterima oleh Allah, dan disegani oleh semua orang bijak. Mereka akan diakui pada hari yang agung itu, dan akan mewarisi kehormatan yang abadi. Inilah yang ia tekankan (ay. 9): “Ia akan mengenakan karangan bunga yang indah di kepalamu, di dunia ini. Dia akan memujimu di hadapan Allah dan manusia, dan di dunia yang lain mahkota yang indah akan dikaruniakannya kepadamu. Mahkota itu tidak akan menjadi rapuh, mahkota kemuliaan yang tidak akan pernah pudar.” Inilah kehormatan sejati yang mengiringi agama. Nobilitas sola est atique unica virtus – kebajikan merupakan satu-satunya hal yang mulia! Demikianlah Daud menekankan hikmat kepada anaknya. Jadi tidaklah mengherankan, saat Allah bertanya apa yang ia inginkan, dia berdoa, berikanlah kepadaku hati yang penuh hikmat dan pengertian. Jadi, kita harus menunjukkan melalui doa-doa kita seberapa baiknya kita telah dididik.
SH: Ams 4:1-14 - Nasihat mencari hikmat (Senin, 26 Juli 1999) Nasihat mencari hikmat
Hikmat itu sedemikian sangat penting, sehingga sampai
disejajarkan dengan makna hidup seseorang. Tidak ada satu orang
...
Nasihat mencari hikmat
Hikmat itu sedemikian sangat penting, sehingga sampai disejajarkan dengan makna hidup seseorang. Tidak ada satu orang pun yang ingin menyia-nyiakan hidupnya, apabila ia memiliki tujuan yang jelas dalam hidupnya. Demikian pula seseorang yang menyadari bahwa hikmat adalah sesuatu yang sangat berharga, maka ia akan mencari dan memeliharanya. Hikmat inilah yang akan menuntunnya berjalan di jalan lurus dan tidak pernah tersandung. Orang yang menyadari betapa berharganya hikmat, sampai kapan pun tidak akan melepaskannya.
Manfaat hikmat. Pertama, beroleh pengertian tentang yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk; kedua, mengerti dan menghargai makna hidup; ketiga, membuat seseorang dihargai dan dihormati; dan keempat, panjang umur. Orang yang mau mencari dan memelihara hikmat akan menikmati manfaat ini. Banyak orang pada zaman ini yang mencari dan hidup menurut hikmat dunia, dan merasa bahwa diri mereka telah berhasil meraih makna hidup, namun sesungguhnya mereka telah dikelabui oleh sesuatu yang fana (harta, kedudukan, kuasa, kepopuleran, dll.). Hikmat Allah sajalah yang dapat menuntun kita untuk menemukan makna hidup yang kekal, yang tidak pernah akan diambil dari kita.
SH: Ams 4:1-27 - Hati sebagai pusat pengendalian sikap (Sabtu, 22 November 2003) Hati sebagai pusat pengendalian sikap
Tubuh manusia memuat sekitar 100.000 gen. Uniknya, setiap gen
memiliki fungsi sebagai mengendali semua akt...
Hati sebagai pusat pengendalian sikap
Tubuh manusia memuat sekitar 100.000 gen. Uniknya, setiap gen memiliki fungsi sebagai mengendali semua aktivitas yang dilakukan oleh setiap sel di tubuh kita. Gen bekerja tanpa henti setiap detik memberi instruksi kepada sel untuk memproduksi zat-zat yang diperlukan untuk kelangsungan hidup manusia. Akan tetapi, ada unsur lain dalam diri manusia yang juga bekerja tanpa henti, memberi instruksi kepada kita tentang bagaimana seharusnya kita bersikap. Unsur itu adalah hati manusia. Hati manusia adalah pusat pengendalian sikap dan darinyalah keluar instruksi yang biasanya kita jalani dengan patuh. Hati adalah saripati manusia, hati mencerminkan siapa kita sesungguhnya. Hati tidak berbohong, namun hati dapat memerintahkan kita untuk berbohong. Hati tidak bisa membunuh, tetapi hati sanggup menyuruh tangan untuk membunuh. Hati adalah perangkat lunak dalam komputer otak manusia yang dapat memprogramkan kita berbuat seturut kehendaknya. Betapa berkuasanya hati! Itu sebabnya firman Tuhan mengingatkan, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan karena dari situlah terpancar kehidupan “ (ayat 4:23). Hati adalah sumber mata air, bila sumbernya kotor, maka kotorlah airnya, namun bila sumbernya bersih, maka bersihlah airnya. Rupanya hati tidak dengan sendirinya bersih, kita harus menjaganya dengan seksama. Kita harus selalu melindunginya agar tidak tercemari. Bill Bright (alm.), pendiri Campus Crusade for Christ, menawarkan resep untuk menjaga kebersihan hati yaitu dengan cara “bernapas” secara rohani. Jika kita mendukakan Roh Kudus, akuilah dosa; dengan kata lain, “hembuskan napas.” Setelah itu, dengan iman, “tariklah napas”, terimalah kuasa Roh Kudus kembali. Hanya Roh Kuduslah yang dapat menolong kita menjaga hati agar tetap bersih.
Renungkan: Hati yang tak terjaga adalah hati yang terbuka untuk dimasuki siapa pun dan apa pun.
SH: Ams 4:1-9 - Warisan nilai (Rabu, 14 September 2011) Warisan nilai
Ada pepatah, "Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama." Pepatah ini berbicara ...
Warisan nilai
Ada pepatah, "Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama." Pepatah ini berbicara tentang warisan yang diturunkan dari satu generasi kepada generasi berikut. Capaian sebuah generasi akan menjadi kebanggaan generasi selanjutnya. Generasi penerus diharapkan menghasilkan capaian yang akan memuliakan generasi pendahulunya. Sayangnya generasi penerus belum tentu memperoleh capaian yang baik, sebaliknya bisa mengalami kemerosotan bahkan kejatuhan. Lalu apa warisan terbaik dari sebuah generasi kepada penerusnya?
Sebagaimana pesan yang sudah diterima dari ayahnya (3-4), penulis amsal menginginkan anak-anaknya menerima pesan yang sama dari dia. Pesan itu akan menjadi warisan paling berharga dari generasi ke generasi. Isi pesan itu adalah didikan, pengajaran, perintah, dan arahan yang mendorong putra-putranya untuk meraih hikmat dan pengertian (5-9). Karena pengalaman penulis amsal dan pengalaman ayahnya membuktikan bahwa hikmat telah memelihara dan menjagai hidup mereka, ia juga berharap hikmat itu akan memelihara dan menjagai hidup anak-anaknya. Penulis amsal menganjurkan anak-anaknya untuk memperoleh serta meninggikan hikmat dan pengertian yang akan menjunjung tinggi martabat dan kerajaan mereka.
Bila Anda sudah berkeluarga dan memiliki anak, apakah Anda juga membagikan nilai-nilai yang Anda warisi dari orang tua atau generasi terdahulu, yaitu nilai-nilai yang bersumber dari kebenaran Tuhan dan yang kemudian membentuk karakter Anda? Kiranya bukan hanya sebutan sebagai orang Kristen saja yang Anda wariskan, tetapi nilai-nilai hidup seorang Kristen pun hendaknya merupakan harta berharga yang harus Anda wariskan kepada setiap anak. Dengan demikian, seolah tongkat estafet yang dipindah tangankan, nilai-nilai kekristenan itu pun terus disampaikan ke tangan generasi demi generasi dalam keluarga kita dan berakar dalam kehidupan mereka.
Jika belum berkeluarga, tentu indah juga bila berbagi nilai-nilai Kristen dengan siapa pun yang ada di lingkungan Anda.
SH: Ams 4:1-9 - Hidup dalam Didikan Keluarga (Selasa, 2 Agustus 2022) Hidup dalam Didikan Keluarga
Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, mengenalkan pendidikan anak melalui wadah Tri Pusat Pendidikan,...
Hidup dalam Didikan Keluarga
Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, mengenalkan pendidikan anak melalui wadah Tri Pusat Pendidikan, yaitu keluarga (orang tua), guru (sekolah), dan masyarakat. Namun, pendidikan anak yang paling utama adalah keluarga (orang tua). Orang tua memiliki tanggung jawab utama dalam pendidikan anak, sebab Tuhan menitipkan anak kepada orang tua untuk dididik dan diasuh. Pewarisan nilai-nilai luhur kepada anak, utamanya terjadi dalam keluarga.
Salomo telah menerima pengenalan jalan-jalan Allah dari ayahnya. Selanjutnya, ia mengajarkannya juga kepada anak-anaknya. Allah menghendaki agar hidup di jalan-jalan-Nya diajarkan terutama melalui pengajaran dan teladan orang tua dalam keluarga.
Orang tua sungguh mengasihi anaknya, karena itulah mereka mendidiknya. Mereka mendidik anaknya secara rohani, membimbingnya supaya rajin belajar, dan menerapkan kedisiplinan. Orang tua tentu tidak akan membiarkan anaknya hidup seenaknya, namun akan terus membimbing agar anaknya hidup dengan baik dan benar. Orang tua mendidik anak bukan sekadar supaya anak belajar, tetapi agar anak pun mengajarkan pengenalan akan Allah kepada anak-anaknya kelak (1-4).
Hubungan pribadi dengan Allah menjadi langkah pertama dalam memperoleh hikmat sejati. Hikmat merupakan perkara yang utama dalam hidup. Hal itulah yang mendekatkan kita dengan Allah, yang memperindah jiwa, dan yang memampukan kita mencapai tujuan penciptaan, sehingga hidup pun akan menjadi lebih bermakna. Hikmat akan mendatangkan kehidupan dan kebahagiaan. Hikmat akan menjadi pembimbing, pelindung, dan pemimpin dalam menghadapi mara bahaya dan kesulitan hidup. Hikmat juga akan menjadi kehormatan dan nama baik kita (5-9).
Betapa pentingnya pendidikan di dalam keluarga agar terjadi pewarisan nilai-nilai luhur Kerajaan Allah. Oleh karenanya, setiap anggota keluarga perlu berkomitmen untuk terus menghidupi pendidikan kerohanian di dalam keluarga. [CHR]
buka semuaPendahuluan / Garis Besar
Full Life: Amsal (Pendahuluan Kitab) Penulis : Salomo dan Orang Lain
Tema : Hikmat untuk Hidup dengan Benar
Tanggal Penulisan: Sekitar 970-700 SM
Latar Belakang
PL...
Penulis : Salomo dan Orang Lain
Tema : Hikmat untuk Hidup dengan Benar
Tanggal Penulisan: Sekitar 970-700 SM
Latar Belakang
PL Ibrani secara khusus terbagi atas tiga bagian: Hukum, Kitab Para Nabi, dan Tulisan-Tulisan (bd. Luk 24:44). Termasuk dalam bagian ketiga ialah kitab-kitab Syair dan Hikmat seperti Ayub, Mazmur, Amsal, dan Pengkhotbah. Demikian pula, Israel kuno mempunyai tiga golongan hamba Tuhan: para imam, para nabi, dan para bijak ("orang berhikmat"). Kelompok orang bijak khususnya dikaruniai hikmat dan nasihat ilahi mengenai masalah-masalah kehidupan yang praktis dan filosofis. Amsal merupakan hikmat para bijak yang terilhamkan.
Istilah Ibrani _mashal_, yang diterjemahkan "amsal", bisa berarti "ucapan" orang bijak, "perumpamaan", atau "peribahasa berhikmat". Karena itu ada beberapa ajaran (ucapan orang bijak) yang agak panjang dalam kitab ini (mis. Ams 1:20-33; Ams 2:1-22; Ams 5:1-14), dan juga aneka pernyataan ringkas yang menggugah berisi hikmat untuk hidup dengan bijaksana dan benar. Sedangkan kitab Amsal menyajikan suatu bentuk pengajaran berupa amsal yang umum dipakai di Timur Dekat zaman dahulu, hikmatnya itu khusus karena disajikan dalam konteks Allah dan semua standar kebenaran-Nya bagi umat perjanjian Allah. Alasan-alasan popularitas pengajaran berupa amsal pada zaman kuno ialah kejelasannya dan sifat mudah dihafalkan dan disampaikan kepada angkatan berikutnya.
Sebagaimana Daud menjadi sumber tradisi bermazmur di Israel, demikian Salomo menjadi sumber tradisi hikmat (lih. Ams 1:1; Ams 10:1; Ams 25:1). Menurut 1Raj 4:32, Salomo menghasilkan 3000 amsal dan 1005 kidung semasa hidupnya. Penulis lain yang disebutkan dalam Amsal adalah Agur (Ams 30:1-33) dan Raja Lemuel (Ams 31:1-9), keduanya tidak kita kenal. Penulis-penulis lain disebut secara tak langsung dalam Ams 22:17 dan Ams 24:23. Sekalipun sebagian besar Amsal ini digubah pada abad ke-10 SM, waktu terdini yang mungkin bagi selesainya penyusunan kitab ini adalah masa pemerintahan Hizkia (yaitu sekitar 700 SM). Keterlibatan para pegawai Hizkia dalam menyusun amsal-amsal Salomo (Ams 25:1--29:27) dapat diberi tanggal tahun 715-686 SM sementara masa kebangunan rohani yang dipimpin raja yang takut akan Allah ini. Sangat mungkin amsal-amsal gubahan Agur, Lemuel, dan "amsal-amsal dari orang bijak" lainnya terkumpul juga pada waktu itu.
Tujuan
Tujuan kitab ini dinyatakan dengan jelas dalam Ams 1:2-7: memberi hikmat dan pengertian mengenai perilaku yang bijak, kebenaran, keadilan, dan kejujuran (Ams 1:2-3) sehingga
- (1) orang yang tidak berpengalaman dapat menjadi orang bijak (Ams 1:4),
- (2) kaum muda dapat memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan (Ams 1:4), dan
- (3) orang bijak bisa menjadi lebih bijak lagi (Ams 1:5-6).
Sekalipun Amsal pada hakikatnya adalah buku pedoman hikmat untuk hidup dengan benar dan bijaksana, landasan yang diperlukan oleh hikmat tersebut dinyatakan dengan jelas sebagai "takut akan Tuhan" (Ams 1:7).
Survai
Tema yang mempersatukan kitab ini ialah "hikmat untuk hidup dengan benar", sebuah hikmat yang berawal dari tunduk dengan rendah hati kepada Allah dan kemudian mengalir kepada semua bidang kehidupan. Hikmat dalam Amsal ini
- (1) memberi nasihat mengenai keluarga, kaum muda, kemurnian seksual, kesetiaan hubungan pernikahan, kejujuran, kerja keras, kemurahan, persahabatan, keadilan, kebenaran, dan disiplin;
- (2) memperingatkan mengenai bodohnya dosa, pertengkaran, bahaya lidah, kebebalan, minuman keras, kerakusan, nafsu, kebejatan, kebohongan, kemalasan, teman-teman yang tidak baik;
- (3) membandingkan kebijaksanaan dengan kebodohan, orang benar dengan orang fasik, kesombongan dengan kerendahan hati, kemalasan dengan kerajinan, kemiskinan dan kekayaan, kasih dan hawa nafsu, benar dan salah, serta kematian dan kehidupan.
Walaupun kitab ini, seperti Mazmur, tidak dapat diringkas dengan mudah seperti kitab lainnya dalam Alkitab, terdapat struktur yang jelas (lih. Garis Besar); secara khusus hal ini berlaku dalam pasal 1-9 (Ams 1:1--9:18) yang berisi 13 ajaran sebagaimana akan diberikan oleh seorang ayah kepada putranya bila memasuki usia remaja. Terkecuali tiga ajaran (lih. Ams 1:30; Ams 8:1; Ams 9:1), masing-masing diawali dengan "hai, anakku" atau "hai, anak-anakku." Ke-13 ajaran ini berisi banyak titah hikmat yang penting bagi kaum muda. Mulai dengan pasal 10 (Ams 10:1-32) Amsal berisi pengarahan penting mengenai hubungan keluarga (mis. Ams 10:1; Ams 12:4; Ams 17:21,25; Ams 18:22; Ams 19:14,26; Ams 20:7; Ams 21:9,19; Ams 22:6,28; Ams 23:13-14,22,24-25; Ams 25:24; Ams 27:15-16; Ams 29:15-17; Ams 30:11; Ams 31:10-31). Sekalipun Amsal adalah kitab yang isinya sangat praktis, kitab ini juga berisi pandangan yang dalam tentang Allah. Allah adalah perwujudan hikmat (mis. Ams 8:22-31) dan Pencipta (mis. Ams 3:19-20; Ams 8:22-31; Ams 14:31; Ams 22:2); Allah digambarkan sebagai mahatahu (mis. Ams 5:21; Ams 15:3,11; Ams 21:2), adil (mis. Ams 11:1; Ams 15:25-27,29; Ams 19:17; Ams 21:2-3), dan berdaulat (mis Ams 16:9,33; Ams 19:21; Ams 21:1). Amsal ditutup dengan sebuah pujian mengesankan bagi seorang istri yang berbudi luhur (Ams 31:10-31).
Ciri-ciri Khas
Delapan ciri utama menandai kitab ini.
- (1) Hikmat, bukannya dikaitkan dengan kepandaian atau pengetahuan yang luas, tetapi dihubungkan langsung dengan "takut akan Tuhan" (Ams 1:7); jadi orang berhikmat adalah mereka yang mengenal Allah dan menaati perintah-perintah-Nya. Takut akan Tuhan ditekankan berulang-ulang dalam kitab ini (Ams 1:7,29; Ams 2:5; Ams 3:7; Ams 8:13; Ams 9:10; Ams 10:27; Ams 14:26-27; Ams 15:16,33; Ams 16:6; Ams 19:23; Ams 22:4; Ams 23:17; Ams 24:21).
- (2) Sebagian besar nasihat bijaksana dalam Amsal ini adalah dalam bentuk nasihat seorang ayah yang saleh kepada anak atau anak-anaknya.
- (3) Inilah kitab yang paling praktis dalam PL karena menyentuh lingkup prinsip-prinsip dasar yang luas untuk hubungan dan perilaku hidup sehari-hari yang benar -- prinsip-prinsip yang dapat diterapkan kepada semua angkatan dan kebudayaan.
- (4) Hikmat praktis, ajaran saleh, dan prinsip-prinsip hidup mendasar disajikan dalam bentuk pernyataan singkat dan mengesankan yang mudah dihafalkan dan diingat oleh kaum muda sebagai garis pedoman bagi hidup mereka.
- (5) Keluarga menduduki tempat penting yang menentukan dalam Amsal, bahkan seperti dalam perjanjian Allah dengan Israel (bd. Kel 20:12,14,17; Ul 6:1-9). Dosa-dosa yang melanggar maksud Allah bagi keluarga disingkapan secara khusus dan diberi peringatan.
- (6) Ciri sastra yang menonjol dalam amsal-amsal ialah banyak menggunakan bahasa kiasan yang hidup (mis. simile dan metafora), perbandingan dan perbedaan, ajaran singkat, dan pengulangan.
- (7) Istri dan ibu bijaksana yang digambarkan pada akhir kitab (pasal 31; Ams 31:1-31) adalah unik dalam sastra kuno karena
pandangannya yang tinggi dan mulia tentang seorang wanita bijak.
- (8) Nasihat berhikmat dalam Amsal merupakan pendahulu PL bagi banyak nasihat praktis yang terdapat dalam surat-surat PB.
Penggenapan Dalam Perjanjian Baru
Hikmat diwujudkan dalam pasal 8 (Ams 8:1-36) dengan cara yang mirip dengan perwujudan _logos_ ("Firman") dalam kitab Yohanes (Yoh 1:1-18). Hikmat itu
- (1) ikut terlibat dalam penciptaan (Ams 3:19-20; Ams 8:22-31),
- (2) terkait dengan asal-usul kehidupan biologis dan rohani (Ams 3:19; Ams 8:35),
- (3) dapat diterapkan pada hidup yang benar dan bermoral (Ams 8:8-9), dan
- (4) tersedia bagi mereka yang mencarinya (Ams 2:1-10; Ams 3:13-18; Ams 4:7-9; Ams 8:35-36). Hikmat Amsal diungkapkan dengan sempurna dalam Yesus Kristus, yang "lebih daripada Salomo" (Luk 11:31), yang "telah menjadi hikmat bagi kita" (1Kor 1:30) dan yang "di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan" (Kol 2:3).
Full Life: Amsal (Garis Besar) Garis Besar
I. Prolog: Maksud dan Tema-Tema Amsal
(Ams 1:1-7)
II. Tiga Belas Ajaran Hikmat bagi Kaum Muda
(Ams 1...
Garis Besar
- I. Prolog: Maksud dan Tema-Tema Amsal
(Ams 1:1-7) - II. Tiga Belas Ajaran Hikmat bagi Kaum Muda
(Ams 1:8-9:18) - A. Hormatilah Orang-Tua dan Perhatikan Nasihat Mereka
(Ams 1:8-9) - B. Katakan "Tidak" kepada Semua Bujukan Orang Berdosa
(Ams 1:10-19) - C. Tunduklah pada Hikmat dan Takut akan Tuhan
(Ams 1:20-33) - D. Carilah Hikmat dengan Pengertian dan Kebajikannya
(Ams 2:1-22) - E. Ciri-Ciri Khas dan Manfaat Hikmat Sejati
(Ams 3:1-35) - F. Hikmat Sebagai Harta Keluarga
(Ams 4:1-13,20-27) - G. Hikmat dan Dua Jalan Hidup Ini
(Ams 4:14-19) - H. Bujukan dan Kebodohan Kebejatan Seksual
(Ams 5:1-14) - I. Nasihat Mengenai Kesetiaan Dalam Pernikahan
(Ams 5:15-23) - J. Hindari Tanggungan Utang Orang Lain, Kemalasan dan Penipuan
(Ams 6:1-19) - K. Kebodohan yang Sangat dari Semua Bentuk Kebejatan Seksual
(Ams 6:20-7:27) - L. Imbauan Hikmat
(Ams 8:1-36) - M. Hikmat dan Kebebalan Diperbandingkan
(Ams 9:1-18) - III.Himpunan Utama Amsal-Amsal Salomo
(Ams 10:1-22:16) - A. Amsal-Amsal yang Membandingkan Orang Benar dengan Orang Fasik
(Ams 10:1-15:33) - B. Amsal-Amsal yang Mendorong Hidup Benar
(Ams 16:1-22:16) - IV. Perkataan Tambahan Orang Bijak
(Ams 22:17-24:34) - V. Amsal-Amsal Salomo yang Dikumpulkan Para Pegawai Hizkia
(Ams 25:1-29:27) - A. Amsal-Amsal Tentang Bermacam-Macam Orang
(Ams 25:1-26:28) - B. Amsal-Amsal Tentang Berbagai Kegiatan
(Ams 27:1-29:27) - VI. Kata-Kata Hikmat Terakhir
(Ams 30:1-31:31) - A. Oleh Agur
(Ams 30:1-33) - B. Oleh Lemuel
(Ams 31:1-9) - C. Mengenai Istri yang Bersifat Mulia
(Ams 31:10-31)
Matthew Henry: Amsal (Pendahuluan Kitab)
Di hadapan kita sekarang kita dapati,
I. Seorang penulis baru, atau lebih tepatnya seorang juru tulis, atau sebuah pena (kalau Anda mau mengataka...
- Di hadapan kita sekarang kita dapati,
- I. Seorang penulis baru, atau lebih tepatnya seorang juru tulis, atau sebuah pena (kalau Anda mau mengatakan demikian) yang dipakai oleh Roh Kudus untuk mengungkapkan pikiran Allah kepada kita, yang menulis sebagaimana ia digerakkan oleh tangan Allah (begitulah Roh Allah disebut). Orang ini adalah Salomo. Melalui tangannya jadilah kitab suci ini dan dua kitab yang mengikutinya, Pengkhotbah dan Kidung Agung, sebuah khotbah dan sebuah kidung. Menurut pendapat sebagian orang, Salomo menulis Kidung Agung ketika masih sangat muda, Amsal ketika paruh baya, dan Pengkhotbah ketika sudah tua. Dalam judul Kidung Agungnya, ia hanya menyebut dirinya sebagai Salomo, mungkin karena ia menulisnya sebelum naik takhta, ketika dipenuhi oleh Roh Kudus pada waktu muda. Dalam judul Amsalnya, ia menyebut dirinya sebagai Salomo bin Daud, raja Israel, sebab pada waktu itu ia memerintah atas seluruh Israel. Dalam judul Pengkhotbahnya, ia menyebut dirinya sebagai anak Daud, raja di Yerusalem, karena mungkin pada waktu itu pengaruhnya atas suku-suku yang jauh sudah berkurang, dan pemerintahannya terbatas di sekitar Yerusalem. Mengenai penulis ini, kita dapat mengamati,
- 1. Bahwa ia adalah seorang raja, dan anak raja. Sebagian besar penulis kitab suci, sampai sejauh ini, merupakan orang-orang yang berkedudukan tinggi di dunia, seperti Musa dan Yosua, Samuel dan Daud, dan sekarang Salomo. Namun, sesudahnya, penulis-penulis yang penuh ilham pada umumnya adalah nabi-nabi yang miskin, orang-orang yang tidak terpandang di dunia, karena pembabakan baru yang kian mendekat. Dalam pembabakan ini Allah akan memilih apa yang lemah dan bodoh bagi dunia untuk memalukan orang-orang yang berhikmat dan yang kuat, dan orang miskin harus dipekerjakan untuk memberitakan Injil. Salomo adalah seorang raja yang kaya raya, dan kekuasaannya sangatlah luas, raja nomor wahid. Namun demikian, ia bergemar dalam mempelajari perkara-perkara ilahi, dan merupakan seorang nabi dan anak nabi. Bukanlah suatu penghinaan bagi raja-raja dan penguasa-penguasa besar di dunia untuk mengajarkan agama dan hukum-hukumnya kepada orang-orang di sekitar mereka.
- 2. Bahwa ia adalah seorang yang dikaruniai Allah dengan hikmat dan pengetahuan yang luar biasa, sebagai jawaban atas doa-doanya pada waktu ia naik takhta. Doanya itu patut dicontoh: “Berilah aku hikmat dan pengertian.” Jawaban untuk doa itu membesarkan hati: ia mendapatkan apa yang diinginkanya dan semua hal lain ditambahkan kepadanya. Sekarang di sini kita mendapati bagaimana ia memanfaatkan dengan baik hikmat yang telah diberikan Allah kepadanya. Ia tidak hanya mengatur dirinya sendiri dan kerajaannya dengan hikmat itu, tetapi memberikan aturan-aturan hikmat kepada orang lain juga, dan meneruskannya kepada angkatan berikutnya. Demikian pulalah kita harus mengembangkan talenta-talenta yang dipercayakan kepada kita, sesuai dengan apa talenta-talenta itu.
- 3. Bahwa ia adalah orang yang tidak luput dari kesalahan, dan menjelang akhir hidupnya berpaling dari jalan-jalan Allah yang baik itu, yang kepadanya dia mengarahkan orang lain dalam kitab ini. Kita bisa membaca kisahnya dalam 1 Raja-raja 11, dan sungguh merupakan kisah yang sedih, bahwa penulis kitab seperti ini sampai murtad seperti yang diperbuatnya. Janganlah kabarkan itu di Gat. Tetapi biarlah dari sini orang-orang penting yang tersohor berjaga-jaga agar tidak sombong atau merasa aman-aman. Biarlah kita semua belajar untuk tidak menganggap buruk ajaran-ajaran yang baik meskipun kita mendapatkannya dari orang-orang yang hidupnya tidak sepenuhnya sesuai dengan apa yang mereka ajarkan sendiri.
- II. Cara menulis yang baru, yang di dalamnya hikmat ilahi diajarkan kepada kita melalui amsal-amsal, atau kalimat-kalimat pendek, yang memuat seluruh maknanya secara sendiri-sendiri dalam setiap kalimat dan tidak berhubungan satu sama lain. Sebelumnya kita sudah mendapati hukum-hukum, sejarah-sejarah, dan nyanyian-nyanyian ilahi, dan sekarang amsal-amsal ilahi. Seperti itulah beragam cara yang telah dipakai oleh Hikmat Tak Terbatas untuk mengajar kita, supaya, karena tidak satu pun batu yang tidak dibalik untuk membawa kebaikan bagi kita, kita tidak dapat berdalih jika kita binasa dalam kebodohan kita. Mengajar dengan amsal merupakan,
- 1. Cara mengajar di zaman kuno. Ini merupakan cara yang paling kuno di antara orang-orang Yunani. Setiap orang dari tujuh orang bijak Yunani mempunyai semacam satu pepatah yang di dalamnya terkandung nilai mengenai dirinya sendiri, dan yang membuatnya tersohor. Pepatah-pepatah itu digoreskan pada tiang-tiang, dan dipuja-puja dengan begitu rupa sampai orang mengatakannya turun dari sorga. A cœlo descendit, Gnothi seauton – Kenalilah dirimu sendiri adalah perintah yang turun dari sorga.
- 2. Cara mengajar yang jelas dan mudah, yang tidak membutuhkan banyak usaha besar dari guru maupun murid, dan juga tidak memeras otak serta ingatan mereka. Ungkapan-ungkapan yang panjang dan argumentasi-argumentasi yang sukar harus menguras pikiran yang menyusunnya maupun yang harus memahaminya, sedangkan sebuah amsal, yang menyampaikan pengertian sekaligus buktinya dalam kalimat singkat, cepat ditangkap dan diikuti, dan mudah diingat. Baik ibadah-ibadah Daud maupun ajaran-ajaran Salomo singkat tetapi padat. Cara pengungkapan seperti ini dapat dicontoh oleh orang-orang yang melayani perkara-perkara kudus, baik dalam berdoa maupun berkhotbah.
- 3. Cara mengajar yang bermanfaat, dan secara menakjubkan memenuhi apa yang ingin dicapai. Kata mashal, yang di sini digunakan untuk amsal, berasal dari kata yang berarti memerintah atau mempunyai kekuasaan, karena kekuatan dan pengaruh yang berkuasa yang dimiliki pepatah-pepatah bijak dan berbobot atas anak-anak manusia. Barangsiapa mengajar dengan peribahasa berarti dominatur in concionibus – menguasai para pendengarnya. Mudah untuk mengamati bagaimana dunia diatur oleh amsal. Perkataan seperti peribahasa orang tua-tua (1Sam. 24:14), atau (sebagaimana yang biasa kita katakan) seperti kata pepatah, amat berpengaruh dalam membentuk gagasan-gagasan kebanyakan orang dan membulatkan tekad-tekad mereka. Banyak dari hikmat orang-orang zaman dulu diteruskan kepada keturunan mereka melalui amsal. Sebagian orang berpendapat bahwa kita bisa menilai sifat dan tabiat sebuah bangsa melalui ciri-ciri peribahasa rakyatnya. Amsal dalam percakapan adalah seperti aksioma (pernyataan yang dianggap benar – pen.) dalam filsafat, seperti maksim (kebenaran umum – pen.) dalam hukum, dan dalil dalam matematika, yang tidak dibantah siapa pun, tetapi yang berusaha diuraikan semua orang agar hal-hal tersebut berpihak kepada mereka. Namun, ada banyak amsal yang bobrok, yang cenderung merusak pikiran manusia dan mengeraskan mereka di dalam dosa. Iblis mempunyai pepatah-pepatahnya sendiri, dan dunia serta kedagingan juga mempunyai pepatah-pepatah mereka sendiri, yang mencerminkan penghinaan terhadap Allah dan agama (seperti dalam Yehezkiel 12:22; 18:2). Agar kita waspada terhadap pengaruh-pengaruh jahatnya, Allah juga mempunyai pepatah-pepatah-Nya sendiri, yang kesemuanya bijak dan baik, dan bertujuan menjadikan kita demikian. Amsal-amsal Salomo ini bukanlah sekadar kumpulan kata-kata bijak yang sudah disampaikan sebelumnya, sebagaimana sebagian orang menyangkanya, melainkan apa yang diungkapkan oleh Roh Allah kepada Salomo. Yang pertama-tama dari amsal ini (1:7) selaras dengan apa yang sudah difirmankan Allah kepada manusia pada mulanya (Ayb. 28:28, sesungguhnya, takut akan Tuhan, itulah hikmat). Karena itu, walaupun Salomo orang besar, dan namanya merupakan jaminan mutu bagi tulisan-tulisannya seperti nama orang-orang besar lain, namun, sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Salomo. Allahlah, melalui Salomo, yang di sini berbicara kepada kita. Saya katakan, kepada kita. Sebab amsal-amsal ini ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, dan, ketika Salomo berbicara kepada anaknya, nasihat itu dikatakan berbicara kepada kita seperti kepada anak-anak (Ibr. 12:5). Sama seperti tidak ada kitab yang begitu bermanfaat bagi ibadah-ibadah kita seperti mazmur-mazmur Daud, demikian pula tidak ada kitab yang begitu bermanfaat untuk mengatur segala perilaku kita dengan benar seperti amsal-amsal Salomo. Seperti yang dikatakan Daud tentang perintah-perintah Allah, amsal-amsal Salomo itu teramat sangat luas. Dalam kalimat-kalimat pendek, amsal-amsalnya berisi kumpulan lengkap perkara-perkara ilahi yang berkaitan dengan etika, politik, dan ekonomi, dengan menyingkapkan setiap kejahatan, memuji setiap kebaikan, dan menyarankan pedoman-pedoman untuk mengatur diri kita dalam setiap hubungan dan keadaan, dan dalam setiap alur pembicaraan. Uskup Hall, seorang cendekiawan, menarik sebuah ajaran filsafat moral dari Amsal dan Pengkhotbah Salomo ini. Sembilan pasal pertama dari kitab Amsal ini dianggap sebagai pendahuluan, yang menasihati kita agar mempelajari dan melaksanakan aturan-aturan hikmat, dan memperingatkan kita terhadap perkara-perkara yang akan menghalang-halangi kita dalam melakukannya. Jadi, di sini kita mendapati jilid pertama dari amsal-amsal Salomo dalam pasal Amsal 10-24. Setelah itu jilid kedua, pasal 25-29. Kemudian nubuatan Agur, pasal 30, dan nubuatan Lemuel, pasal 31. Maksud dari kesemuanya ini satu dan sama, untuk mengarahkan kita agar mengatur perilaku hidup kita dengan baik sehingga pada akhirnya kita dapat melihat keselamatan yang datang dari Tuhan. Komentar terbaik untuk aturan-aturan ini adalah dengan diatur olehnya.