Teks -- Pengkhotbah 12:8 (TB)
Nama Orang, Nama Tempat, Topik/Tema Kamus
kecilkan semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Kata/Frasa (per frasa)
Full Life -> Pkh 12:8
Full Life: Pkh 12:8 - SEGALA SESUATU ADALAH SIA-SIA.
Nas : Pengkh 12:8
Lihat cat. --> Pengkh 1:2.
[atau ref. Pengkh 1:2]
Jerusalem: Pkh 11:7--12:8 - -- Umur panjang sebagai ganjaran dijanjikan kepada orang Israel, Ula 5:16,33; 11:9,21; 22:7, dll. Umur panjang juga kebahagiaan yang oleh para berhikmat ...
Umur panjang sebagai ganjaran dijanjikan kepada orang Israel, Ula 5:16,33; 11:9,21; 22:7, dll. Umur panjang juga kebahagiaan yang oleh para berhikmat dianggap ganjaran kelakuan benar. Sebaliknya, Pengkhotbah tidak menilai hari tua sebagai suatu kebahagiaan: pada masa tuanya manusia ditakuti kematian Pengk 11:7, menyesal bahwa masa mudanya lewat sudah, Pengk 11:8-12:2, hidupnya kehilangan semangat, Pengk 12:3-5, dan orang hanya menunggu kematiannya tak terpulihkan, Pengk 12:5-7.
Jerusalem: Pkh 12:1-8 - -- Sajak yang indah ini merenungkan masa tua manusia dengan perasaan mendalam dan menyesal sedikit. Sajak ini memakai bahasa kiasan yang maksudnya acap k...
Sajak yang indah ini merenungkan masa tua manusia dengan perasaan mendalam dan menyesal sedikit. Sajak ini memakai bahasa kiasan yang maksudnya acap kali kurang jelas. Dengan menuruti beberapa rabi Yahudi sementara ahli berpendapat bahwa kiasan-kiasan itu menyinggung anggota-anggota badan, satu per satu (terutama Pengk 12:3; lengan, gigi, mata). Tetapi sejumlah penafsir menganggap tafsir ini kurang tepat. Mungkin kiasan-kiasan itu membandingkan masa tua dengan musim dingin. Hanya musim dingin itu tidak disusul musim semi.
Jerusalem: Pkh 12:8 - Kesia-siaan.... Kitab Pengkhotbah diakhiri seperti diawali, Pengk 1:2. Antara kedua ujung ini kita Pengkhotbah telah mengajar kepada manusia betapa rapuhlah ia; tetap...
Kitab Pengkhotbah diakhiri seperti diawali, Pengk 1:2. Antara kedua ujung ini kita Pengkhotbah telah mengajar kepada manusia betapa rapuhlah ia; tetapi iapun memperlihatkan keluhuran manusia, sehingga bumi ini tidak pantas baginya. Kitab ini mengajak manusia untuk beragama tanpa mencari untungnya sendiri; manusia diajak untuk berdoa dengan cara yang sesuai dengan dirinya, sebuah makhluk yang insaf akan kefanaannya di hadapan Allah, rahasia yang tidak terselami, bdk Maz 39.
Ref. Silang FULL -> Pkh 12:8
Ref. Silang FULL: Pkh 12:8 - kata Pengkhotbah // adalah sia-sia · kata Pengkhotbah: Pengkh 1:1
· adalah sia-sia: Pengkh 1:2; Pengkh 1:2
· kata Pengkhotbah: Pengkh 1:1
· adalah sia-sia: Pengkh 1:2; [Lihat FULL. Pengkh 1:2]
buka semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Rentang Ayat
Matthew Henry -> Pkh 12:8-12
Matthew Henry: Pkh 12:8-12 - Kesimpulan dari Semuanya Kesimpulan dari Semuanya (12:8-12)
Di sini, Salomo mendekati bagian akhir tulisannya, tetapi ia enggan berpisah sampai dia sudah menyampaikan maksu...
Kesimpulan dari Semuanya (12:8-12)
- Di sini, Salomo mendekati bagian akhir tulisannya, tetapi ia enggan berpisah sampai dia sudah menyampaikan maksudnya dan meyakinkan para pendengar serta pembacanya untuk mencari kepuasan hanya di dalam Allah dan di dalam melakukan kewajiban terhadap-Nya, yang tidak akan didapat dari ciptaan.
- I. Ia mengulang kembali pernyataannya (ay. 8),
- 1. Yang kebenarannya telah dipaparkan Pengkhotbah dengan utuh. Dengan berpusat pada pernyataan tersebut, ia menegaskan perannya di dalam khotbahnya, dan bahwa berbagai alasan beserta penerapan yang telah diuraikannya memang tepat sesuai tujuan.
- 2. Yang ingin dia tanamkan baik kepada orang lain maupun dirinya sendiri agar selalu ada dan siap dipergunakan dalam segala keadaan. Kita melihat dalam kehidupan sehari-hari bahwa pernyataan ini memang terbukti. Oleh karena itu, biarlah pernyataan ini semakin nyata setiap hari: Kesia-siaan atas kesia-siaan, segala sesuatu adalah sia-sia.
- II. Ia menganjurkan kita untuk mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh segala sesuatu yang telah ditulisnya mengenai hal ini menurut arahan dan inspirasi ilahi. Tulisan di dalam kitab ini benar adanya dan patut kita terima, karena
- 1. Tulisan ini lahir dari seorang yang menyesali perbuatannya, seorang petobat, yang mampu berbicara berdasarkan pengalamannya yang begitu kaya akan kesia-siaan dunia dan kebodohan mengharapkan hal-hal besar dari dunia. Ia adalah Coheleth, seorang yang dipanggil kembali dari pengembaraannya dan berpulang kepada Allah yang kepada-Nya ia telah memberontak. Kesia-siaan atas kesia-siaan, kata si petobat. Semua petobat sejati menyadari kesia-siaan dunia, karena mereka menemukan bahwa dunia tidak dapat melenyapkan beban dosa yang menghimpit mereka.
- 2. Tulisan ini lahir dari seorang yang bijaksana, lebih bijaksana daripada semua manusia yang pernah ada, seorang yang dianugerahi hikmat yang luar biasa, termasyhur karenanya di antara semua kerajaan tetangga, yang pergi mencarinya untuk menyaksikan hikmat, sehingga oleh karenanya ia pantas menjadi hakim atas hal ini. Ia tidak hanya bijaksana sebagai seorang raja, tetapi juga bijaksana sebagai seorang pengkhotbah, dan memang pengkhotbah memerlukan hikmat untuk memenangkan jiwa.
- 3. Dia adalah seorang yang selalu berusaha berbuat baik, dengan dilandasi hikmat. Oleh karena ia berhikmat dan ia tahu bahwa hikmatnya tidak hanya untuk dirinya sendiri dan hikmatnya tidak keluar dari dirinya sendiri, ia mengajarkan juga kepada umat itu pengetahuan yang ia ketahui berguna bagi dirinya sendiri, dan berharap itu juga berguna bagi umat. Para raja menginginkan agar rakyat mereka terdidik baik dalam hal agama, dan mereka sendiri tanpa malu juga ingin diajari tentang pengetahuan yang baik akan Tuhan (KJV). Karena itu raja wajib mengayomi para pelayan Tuhan yang tugasnya mengajari mereka, dan mengucapkan kata-kata pujian kepada mereka (2Taw. 30:22). Janganlah rakyat jelata diolok-olok bahkan oleh orang yang paling bijaksana atau paling hebat sekalipun, karena baik orang yang paling bijaksana maupun paling hebat sekalipun tidak layak atau tidak mampu mengerti pengetahuan yang baik itu. Bahkan mereka yang terdidik baik pun masih perlu diajar agar semakin bertumbuh di dalam pengetahuan.
- 4. Ia berusaha keras dan sungguh-sungguh untuk berbuat baik, berusaha mengajarkan kepada umat pengetahuan. Ia tidak meremehkan umat dengan pengajaran yang diberikannya. Ia tidak menganggap mereka orang-orang rendahan sedangkan dirinya seorang yang sangat berhikmat. Sebaliknya, ia mempertimbangkan harga jiwa-jiwa yang diajarnya dan nilai pokok bahasan yang dikhotbahkannya. Ia menimbang segala sesuatu yang ia baca dan dengar dari orang lain, dan, setelah mempersiapkan dirinya dengan baik, ia mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya. Ia menimbang ucapan dan tulisannya sendiri agar tepat dan jelas. Semua yang dikerjakannya teliti dan terperinci.
- (1) Ia memilih cara khotbah yang paling membawa hasil, yakni melalui amsal atau kalimat-kalimat pendek, yang akan lebih mudah dimengerti dan diingat daripada kalimat yang panjang dan bertele-tele.
- (2) Ia tidak berpuas diri dengan sedikit perumpamaan atau pepatah bijaksana saja dan mengulanginya berkali-kali, tetapi ia melengkapi diri dengan banyak amsal, beragam perkataan bernas, agar ia mampu berbicara di dalam setiap keadaan.
- (3) Ia tidak menyajikan pengamatan yang sudah jelas dan usang, tetapi ia menguji (KJV: mencari dengan keras) pengamatan yang mengejutkan hati dan tidak biasa. Ia menggali dalam-dalam tambang pengetahuan dan tidak hanya mengais apa yang ada di permukaan.
- (4) Ia tidak menyampaikan pokok bahasan dan pengamatannya dengan acak menurut apa yang terlintas di pikirannya, tetapi ia mengaturnya sedemikian rupa dan menyusunnya secara runut agar lebih kuat dan mengena.
- 5. Ia menuliskan apa yang ingin dia kemukakan dengan cara yang menurutnya paling dapat diterima. Ia berusaha mendapat kata-kata yang menyenangkan, kata-kata yang menyukakan hati (ay. 10). Ia berhati-hati agar perkara yang baik tidak dirusak oleh gaya yang salah dan oleh ungkapan yang tidak berkenan dan tidak sesuai. Para hamba Allah harus belajar bertutur tidak dengan kata-kata yang besar atau rumit, tetapi dengan kata-kata yang menyenangkan dan sedap didengar untuk membangun umat (1Kor. 10:33). Mereka yang hendak memenangkan banyak jiwa harus mengerjakannya melalui perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya.
- 6. Apa yang ia tuliskan sebagai pengajaran bagi kita itu, tidak perlu diragukan lagi sangatlah tepat, dan dapat kita andalkan. Ia menulis secara jujur dan tulus, menurut perasaannya yang sesungguhnya, bahkan ia menulis kata-kata kebenaran, pernyataan tentang sesuatu yang tepat dan apa adanya. Siapa saja yang dipandu oleh perkataan pengkhotbah ini pasti tidak akan kehilangan arah. Apalah arti kata-kata yang menyenangkan bagi kita bila kata-kata itu tidak jujur dan tidak mengandung kebenaran? Kebanyakan, kata-kata dipergunakan untuk hal-hal yang manis, untuk memuji, dan bukan untuk hal-hal yang benar (Yes. 30:10), tetapi bagi orang-orang yang memahami diri mereka sendiri beserta kepentingan mereka, kata-kata kebenaran akan selalu menjadi kata-kata yang menyenangkan.
- 7. Apa yang ia dan para orang kudus lain tuliskan akan sangat bermanfaat dan menguntungkan kita, terutama karena memakai penjelasan yang terperinci agar tertanam dalam benak kita (ay. 11). Perhatikan di sini,
- (1) Dua manfaat yang kita terima ketika kita dengan benar menerapkan dan mengembangkan kebenaran ilahi, yang memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Kebenaran ilahi berguna,
- [1] Menyemangati kita di dalam melakukan kewajiban ibadah kita. Kebenaran ilahi layaknya kusa (tongkat pemukul) yang dipakai untuk sapi penarik bajak, membuatnya berjalan maju ketika lesu dan menggerakkannya agar cepat melangkah. Kebenaran Allah membuat hati manusia sangat terharu (Kis. 2:37) dan membuat mereka merenungkan diri ketika mereka lalai dan malas, dan memberi mereka semangat di dalam melakukan kewajiban mereka. Oleh karena perhatian dan perasaan kita mudah menjadi hambar dan datar, maka kita memerlukan kusa ini.
- [2] Menempa kita untuk terus bertahan di dalam kewajiban. Kebenaran ilahi layaknya pasak atau paku bagi orang yang bimbang dan goyah, untuk menancapkan mereka kepada kebaikan. Kebenaran ilahi itu layaknya kusa bagi orang yang lamban dan enggan berkarya, dan layaknya paku bagi orang yang tidak pasti dan melenceng arah, sebagai alat untuk memantapkan hati dan membulatkan tekad agar kita tidak alpa mengerjakan tugas ataupun meninggalkannya. Biarlah apa yang baik di dalam diri kita ditancapkan dan menetap di tempat-Nya yang kudus (Ezr. 9:8).
- (2) Dua cara menyampaikan kebenaran ilahi, supaya orang boleh meraih keuntungan darinya:
- [1] Melalui Kitab Suci, sebagai pedoman utama yang berisi kata-kata orang berhikmat, yakni para nabi yang disebut orang-orang bijaksana (Mat. 23:34). Perkataan di dalam Kitab Suci bersifat jelas dan pasti, sehingga kita kapan saja dapat kembali kepadanya dan menggunakannya sebagai kusa dan paku. Oleh Kitab Suci, kita dapat mengajar diri sendiri. Biarkan firman Allah menghampiri jiwa kita dengan tajam dan penuh kuasa, dan biarkan firman Allah itu meninggalkan kesan yang mendalam dan bertahan lama dalam hati kita sehingga memberi hikmat kepada kita dan menuntun kita kepada keselamatan.
- [2] Melalui penggembalaan. Agar lebih berfaedah bagi kita, kata-kata orang berhikmat sebaiknya disampaikan dan disematkan oleh para pemimpin persekutuan (KJV). Persekutuan ibadah guna kebaktian merupakan lembaga ilahi yang sudah ada sejak lama, yang dimaksudkan untuk kemuliaan Allah dan membangun gereja-Nya. Persekutuan ini tidak hanya ada untuk melayani umat, tetapi memang penting untuk mencapai kedua tujuan tadi. Persekutuan haruslah memiliki pemimpin, yang adalah hamba-hamba Kristus, yang akan memimpin umat, menjadi penyambung lidah Allah bagi umat-Nya dan penyambung lidah umat bagi Allah. Tugas mereka adalah menyematkan kata-kata orang berhikmat, dan menancapkannya seperti paku ke dalam sanubari, supaya firman Allah menjadi seperti palu (Yer. 23:29).
- 8. Apa yang tertulis dan dianjurkan bagi kita itu bersumber dari Allah. Meski sampai kepada kita melalui banyak tangan (para orang berhikmat, para pemimpin persekutuan), namun semua tulisan itu diberikan oleh satu gembala yang sama, yakni gembala Israel yang agung, yang menggiring Yusuf sebagai kawanan domba (Mzm. 80:1). Allah adalah sang Gembala yang, dengan Roh-Nya yang mulia, menyusun Kitab Suci, dan membantu pemimpin persekutuan dalam membuka dan menerapkan Kitab Suci. Kata-kata orang berhikmat ini adalah firman Allah yang sejati, tempat jiwa kita dapat beristirahat. Dari sang Gembala itulah semua gembala atau hamba Tuhan harus menerima apa yang akan mereka sampaikan, dan berbicara menurut cahaya firman yang telah tertulis.
- 9. Jika kita menggunakannya, tulisan suci yang diilhamkan oleh Allah ini sudah cukup untuk memandu kita di jalan kebahagiaan sejati, sehingga kita tidak perlu berlelah-lelah mencari tulisan lain guna mengejar kebahagiaan (ay. 12): " Lagipula, tidak ada lagi yang harus disampaikan kepadamu selain bahwa membuat banyak buku tak akan ada akhirnya." Ini berarti:
- (1) Perihal membuat banyak buku. "Jika apa yang telah kutulis ini tidak mampu menyakinkanmu akan kesia-siaan dunia ini dan akan pentingnya kesalehan, maka sebanyak apapun tulisan yang kubuat tidak akan pernah dapat meyakinkanmu." Jika tujuan penulisan segala kitab yang termuat di dalam Kitab Suci yang telah dianugerahkan Allah bagi kita, tidak kita capai, maka kita pun tetap tidak akan menggapai tujuannya meski kita memiliki Kitab Suci dua kali lebih banyak daripada yang kita miliki sekarang. Mustahil adanya, walaupun kita mempunyai sedemikian banyaknya kitab, hingga dunia ini tidak dapat memuatnya (Yoh. 21:25), dan mempelajari semuanya dengan keras hanya akan membingungkan kita dan melelahkan badan ketimbang menguntungkan bagi jiwa. Kita mempunyai sebanyak apa yang Allah pandang tepat diberikan kepada kita, sebanyak yang Allah pandang tepat untuk kita, dan yang Allah pandang kita pantas menerimanya. Terlebih lagi mereka yang tidak menjadi sadar oleh segala tulisan ini, mereka juga tidak akan menjadi sadar oleh tulisan lain. Biarlah manusia menulis buku sebanyak-banyaknya untuk menuntun hidup, menulis sampai mereka kelelahan sendiri karenanya, mereka tidak bisa memberi petunjuk yang lebih baik daripada yang kita terima dari firman Allah. Atau,
- (2) Perihal membeli banyak buku dan membuat kita menjadi tuan atasnya, dan tuan atas apa yang terkandung di dalamnya ketika kita mempelajarinya dengan seksama. Meski demikian, keinginan untuk belajar tetap tidaklah terpuaskan. Buku jelas akan memberikan kepada seorang manusia hiburan terbaik dan pencapaian terhebat yang dapat diberikan dunia, tetapi bila buku-buku tersebut tidak membuat kita waspada akan kesia-siaan dunia dan kesia-siaan pembelajaran manusia, di antara sekian macam kesia-siaan yang ada, dan akan ketidakmampuannya membuat kita bahagia tanpa ketaatan sejati, maka celakalah kita karena tidak ada akhir yang dicapai maupun keuntungan yang didapat. Semuanya itu melelahkan tubuh tetapi tidak pernah memuaskan jiwa. John Selden (filsuf Inggris yang hidup di abad ke-16 – pen.) yang hebat itu bahkan membenarkan hal ini ketika dia menyadari bahwa di dalam semua buku yang pernah dibacanya, ia tidak menemukan sandaran bagi jiwanya, kecuali di dalam Kitab Suci, khususnya Kitab Titus 2:11-12. Oleh karena itu, marilah kita selalu waspada dan siap siaga.
SH: Pkh 12:1-14 - Menjadi berkat bagi orang lain (Minggu, 21 Juni 1998) Menjadi berkat bagi orang lain
Ada sementara orang yang banyak belajar namun tidak pernah sampai kepada kebenaran. Hal yang diperingatkan tegas oleh ...
Menjadi berkat bagi orang lain
Ada sementara orang yang banyak belajar namun tidak pernah sampai kepada kebenaran. Hal yang diperingatkan tegas oleh Paulus dalam Perjanjian Baru itu (3:7">2Tim. 3:7). Bila demikian, besar kemungkinan orang itu bukan belajar kebenaran tetapi belajar hal-hal yang salah. Ada pula orang yang belajar hanya pengetahuan otak belaka, namun hidup dan kelakuan tidak mengalami perubahan. Itu pun bukan tujuan belajar yang sejati sebab hakikat belajar adalah terbuka untuk dirubah oleh hal (kebenaran) yang telah dipelajari. Ada pula orang yang belajar hanya untuk membanggakan diri, tetapi tidak menjadi berkat bagi orang lain. Sebagai hamba Tuhan, pengkhotbah memberi kita teladan bahwa apa yang secara pribadi telah diselidiki dan dipelajarinya, ia bagikan kepada orang lain dalam catatan perenungannya ini.
Akhir kata. Bila kita membaca sebuah buku bagian penting yang harus kita lihat lebih dulu ialah kata pendahuluan dan daftar isinya. Di sana kita beroleh alasan dan tujuan dan kerangka pikiran penulis. Bagian lain yang lebih penting lagi ialah bagian kesimpulan. Di sana kita melihat nilai-nilai apa yang hendak dibagikan penulis kepada pembacanya. Dengan membaca cermat beberapa hal tadi, kita dapat memutuskan apakah karangan orang itu patut dibeli dan dibaca atau tidak. Pengkhotbah kini tiba di kesimpulan akhir. Apa pesan terpenting dari begitu banyak perenungan hidup yang ke dalamnya kita telah diajak untuk mengarungi? Takutlah akan Allah. Berpeganglah pada perintah-perintah-Nya. Allah akan membuat perhitungan tentang hidup semua orang, baik yang tersembunyi maupun yang terbuka di hadapan publik. Jika saja semua kita menyimak pesan akhir yang penting itu, kita pasti tak akan hidup sia-sia.
Renungkan: Hiduplah di dalam Yesus, andalkan kuasa penebusan-Nya. Anda pasti akan dimampukan-Nya membangun hidup yang sampai kelak akan membangkitkan syukur kepada Tuhan.
SH: Pkh 11:9--12:8 - Sikap hikmat tentang harta. (Sabtu, 20 Juni 1998) Sikap hikmat tentang harta.
Bukankah kebanyakan orang berpikir bahwa bersikap kikir adalah bijak dalam zaman yang sulit ecara ekonomi ini? Tidak! Jus...
Sikap hikmat tentang harta.
Bukankah kebanyakan orang berpikir bahwa bersikap kikir adalah bijak dalam zaman yang sulit ecara ekonomi ini? Tidak! Justru dengan bermurah hati, orang akan bebas dari perbudakan harta. Juga dalam pengaturan Tuhan, bisa jadi kemurahan kita kelak menghasilkan sikap murah hati orang lain kepada kita saat kita membutuhkannya.
Aktif jangan pasif. Meskipun hidup ini diatur Tuhan sepenuhnya, tidak berarti orang beriman harus hidup menanti secara pasif. Kita harus bersikap aktif dan mewujudkan iman kita dalam kegiatan bekerja yang sungguh. Selain harus berani berkeringat dan bekerja keras, ita juga perlu melewati hari-hari kita dalam sikap prihatin. Sikap prihatin itu akan meluputkan kita dari sikap lupa diri yang akan membuat kita hidup sia-sia.
Pedoman bagi orang muda. Masa muda adalah saat orang merasakan berbagai potensinya bertumbuh sangat pesat dan kuat. Potensi dan kesukaan masa muda itu hanya akan bermakna dan bertumbuh benar bila masa itu mengalami pembentukan tangan Tuhan. Itulah inti nasihat pengkhotbah kepada kaum muda dalam bagian ini. Ingat Penciptamu. Jangan lewati masa muda dengan hal-hal yang tidak hakiki. Justru masa muda, bukan masa tua, saat untuk mengutamakan Tuhan. Hanya dengan Dia orang muda sungguh mampu bersuka dalam keceriaan kemudaannya.
Doa: Ya Tuhan, beriku perhatian terpusat kepada hal-hal yang sungguh bernilai dalam hidup ini.
SH: Pkh 11:9--12:14 - Hiduplah dengan-Nya di sini! (Selasa, 12 Oktober 2004) Hiduplah dengan-Nya di sini!
Dalam khotbah perpisahannya, seorang hamba Tuhan tua mengadakan
kilas balik kehidupannya, dan setiap akhir penggala...
Hiduplah dengan-Nya di sini!
Dalam khotbah perpisahannya, seorang hamba Tuhan tua mengadakan kilas balik kehidupannya, dan setiap akhir penggalan peristiwa yang dilaluinya, ia mengakhiri dengan sebuah pernyataan, "Dan Ia pun ada di sini." Apa maksudnya? Tuhan berada di dalam setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Tuhan tidak pernah meninggalkan atau membiarkan hamba Tuhan itu sendirian. Kewajiban kita bukanlah mengetahui maksud-Nya atas semua yang terjadi pada hidup ini melainkan, memercayai-Nya kendati kita tidak senantiasa memahami perbuatan-Nya.
Nas ini merupakan ungkapan hati penulisnya yang sedang dilanda "topan pencarian" makna hidup. Si penulis diduga adalah Raja Solomo yang telah berupaya menemukan apakah makna hidupnya, tetapi akhirnya ia harus menemui kekecewaan. Ia tidak dapat memahami makna hidupnya sebab hidup terlalu luas untuk bisa dimengerti. Di akhir pencariannya, Raja Salomo tidak berpura-pura telah menemukan semua jawaban atas segala yang terjadi dalam hidupnya namun, sebagai kesimpulannya ia memberikan satu nasihat yang sarat hikmat, "Takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya karena ini adalah kewajiban setiap orang" (ayat 12:13). Bagi Raja Salomo, inilah awal dan akhir dari hikmat. Akhir hikmat bukan berarti akhir kehidupan. Bagi orang Kristen kematian bukanlah akhir dari mata rantai kehidupan ini, melainkan ada Tuhan yang harus kita temui. Tidak ada lagi yang akan tersembunyi di hadapan-Nya karena semua perbuatan kita sewaktu hidup di dunia ini akan tersingkap (ayat 14).
Hidup kita berawal dari Tuhan dan berakhir pada Tuhan. Akan tetapi, jangan khawatir terhadap penghakiman Tuhan sebab kematian Tuhan Yesus telah menebus kita dari kerajaan maut menuju hidup kekal.
Renungkan: Sewaktu kita menoleh pada peristiwa di masa lalu, Tuhan ada di situ dan saat kita memandang ke depan Ia ada di sana. Jadi, tidak perlu takut menghadapi semua persoalan dan peristiwa hidup ini karena Tuhan di sini.
SH: Pkh 11:9--12:8 - Hiduplah dengan Saleh (Jumat, 9 Desember 2016) Hiduplah dengan Saleh
Dalam segala kesulitan hidup yang pernah dilewati, kerap kali kita tidak mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup b...
Hiduplah dengan Saleh
Dalam segala kesulitan hidup yang pernah dilewati, kerap kali kita tidak mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup bagi Tuhan (Rm. 12:1). Karena itu, Pengkhotbah memerintahkan kita untuk mengingat Pencipta pada masa muda (12:1). Kata "mengingat" dalam konsep bahasa Ibrani tidak sekadar mengingat dengan akal budi, tetapi juga menjalankannya sebagai suatu komitmen.
Mengapa perlu menjalankan hidup dengan mengingat (komitmen) kepada Tuhan pada masa muda? Sesungguhnya, Pengkhotbah mengetahui bahwa keadaan akan menjadi semakin sulit bagi kita jika tidak memulainya pada usia muda. Perhatikan kata "sebelum" yang muncul pada ayat 1, 2, 6, yang menunjukkan 3 fase yang berbeda dalam hidup manusia. Pertama, sebelum keadaan menjadi sulit karena banyak "hari-hari yang malang" dan tahun-tahun di mana tidak ada lagi kesenangan (1), yaitu keadaan yang penuh kesulitan dan tanggung jawab kita dalam hidup semakin berat.
Kedua, sebelum kondisi fisik kita menua dan menjadi semakin memburuk. Misalnya, tangan sudah gemetar, kaki sudah membungkuk, gigi banyak yang copot, mata sudah rabun, bibir mengatup karena gigi yang berkurang, suara menjadi sangat mengganggu, dan kita tidak dapat menikmati nyanyian, takut ketinggian, rambut memutih, dan sebagainya (3-5). Semua kondisi tersebut memperlihatkan apa yang menyenangkan hati, sekarang sudah tidak menarik bagi kita. Hari-hari yang sulit akan datang tanpa henti (sesudah hujan awan datang kembali, yang berarti hujan akan datang lagi, 2).
Ketiga, waktu tidak ada lagi karena "debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya" (7). Akhirnya, kita tidak dapat lagi mengingat Tuhan karena kematian sudah dekat.
Hidup itu singkat. Jika kita tidak segera berkomitmen hidup takut akan Tuhan, maka hidup akan menjadi semakin sulit. Jangan menunda lagi. Hiduplah dengan mengingat Tuhan. Hiduplah dengan saleh! [IT]
SH: Pkh 11:9--12:8 - Ingat Tuhan Sebelum Terlambat (Rabu, 8 Juli 2020) Ingat Tuhan Sebelum Terlambat
Masa muda adalah masa yang menyenangkan. Jadi, jangan heran kalau manusia pada umumnya ingin menikmati hidup selagi mud...
Ingat Tuhan Sebelum Terlambat
Masa muda adalah masa yang menyenangkan. Jadi, jangan heran kalau manusia pada umumnya ingin menikmati hidup selagi muda. Memang, tidak masalah jika manusia menikmati hidup pada masa muda. Namun, masalah muncul ketika kita tidak berhikmat, bahkan melupakan Tuhan.
Pengkhotbah mengingatkan bahwa apa yang kita lakukan pada masa muda akan berdampak pada masa depan, baik pada hari tua maupun kekekalan. Tindakan dan keputusan masa muda (entah baik atau buruk) merupakan investasi hidup yang hasilnya akan kita tuai pada masa mendatang. Semuda dan sekuat apa pun hari ini, kita harus menerima kenyataan bahwa hari tua pasti tiba. Sebab itu, Pengkhotbah menasihati supaya kita bisa menikmati masa muda. Asalkan, jangan melakukan hal-hal, yang secara fisik, moral, dan rohani akan merugikan kita pada masa tua.
Untuk mencegah malapetaka pada hari tua, Pengkhotbah menyerukan supaya kita mengingat Tuhan selagi kita muda. Pasalnya, hidup di luar Tuhan akan menghasilkan kepahitan, penderitaan, kesepian, dan keputusasaan. Sebaliknya, kehidupan pada masa muda yang berpusatkan kepada Tuhan akan mengubah masa-masa susah pada hari tua menjadi kepuasan, sebab ada pengharapan terhadap hidup yang kekal.
Firman Tuhan ini berlaku bagi kita semua, baik yang tua maupun yang muda. Bagi saudara yang masih muda, nikmatilah masa mudamu. Akan tetapi, jangan sampai gairah masa muda tersebut menjadi penghalang untuk dekat dengan Tuhan. Sebaliknya, masa muda mesti menjadi kesempatan untuk mencari Tuhan. Bagi saudara yang sudah tua, jika di masa muda Anda sudah hidup dalam Tuhan, bersyukurlah. Namun, jika saudara merasa gagal pada masa muda, tidak ada kata terlambat. Hari ini adalah kesempatan yang diberikan Tuhan kepada Anda untuk berbalik kepada-Nya.
Mari kita bertekad memakai masa muda untuk menyenangkan Tuhan! Buang kegalauan, datang kepada Tuhan yang memberi kekuatan dan kedamaian! Kita bersukacita menyambut didikan Tuhan. [ABL]
buka semuaPendahuluan / Garis Besar
Full Life: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) Penulis : Salomo
Tema : Kesia-Siaan Hidup yang Terlepas dari Allah
Tanggal Penulisan: + 935 SM
Latar Belakang
Judul kitab ini ...
Penulis : Salomo
Tema : Kesia-Siaan Hidup yang Terlepas dari Allah
Tanggal Penulisan: + 935 SM
Latar Belakang
Judul kitab ini di dalam PL Ibrani adalah _qoheleth_ (dari kata Ibr. _qahal_ -- berkumpul); secara harfiah artinya "orang yang mengadakan dan berbicara kepada suatu perkumpulan." Kata ini dipakai 7 kali dalam kitab ini (Pengkh 1:1,2,12; Pengkh 7:27; Pengkh 12:8-10) dan diterjemahkan sebagai "Pengkhotbah". Di dalam Septuaginta padanan katanya ialah _ekklesiastes_ yang menghasilkan judul _Ecclesiastes_ dalam Alkitab Inggris. Karena itu seluruh kitab ini merupakan serangkaian ajaran oleh seorang pengkhotbah yang terkenal.
Pada umumnya dipercayai bahwa penulisnya adalah Salomo, sekalipun namanya tidak muncul di dalam kitab ini, seperti dalam kitab Amsal (mis. Ams 1:1; Ams 10:1; Ams 25:1) dan Kidung Agung (bd. Kid 1:1). Akan tetapi, beberapa bagian mengesankan Salomo selaku penulis.
- (1) Penulis menyebutkan dirinya sebagai anak Daud, raja di Yerusalem (Pengkh 1:1,12).
- (2) Ia menyebut dirinya pemimpin yang paling bijaksana dari umat Allah (Pengkh 1:16) dan penggubah banyak amsal (Pengkh 12:9).
- (3) Kerajaannya dikenal karena kekayaan dan kemuliaan yang berlimpah-limpah (Pengkh 2:4-9).
Semua unsur ini cocok dengan gambaran alkitabiah mengenai Raja Salomo (bd. 1Raj 2:9; 1Raj 3:12; 1Raj 4:29-34; 1Raj 5:12; 1Raj 10:1-8). Lagi pula, kita tahu bahwa Salomo kadang-kadang mengumpulkan sejumlah orang Israel dan berceramah kepada mereka (mis. 1Raj 8:1). Tradisi Yahudi menyebut Salomo sebagai penulis kitab ini. Pada pihak lain, kenyataan bahwa namanya tidak tercantum dalam kitab ini (seperti halnya dalam kedua kitab lainnya) bisa memberi kesan bahwa orang lain terlibat dalam menyusun kitab ini. Sebaiknya kita memandang kitab ini sebagai ditulis oleh Salomo, tetapi mungkin dikumpulkan dan disusun dalam bentuknya yang sekarang oleh seorang lain, serupa dengan cara beberapa bagian kitab Amsal disusun (bd. Ams 25:1).
Secara liturgis kitab ini menjadi salah satu di antara lima gulungan dari bagian ketiga Alkitab Ibrani, yaitu _Hagiographa_ ("Tulisan-Tulisan Kudus"), yang masing-masing dibacakan di hadapan umum pada salah satu hari raya Yahudi. Pengkhotbah dibacakan pada Hari Raya Pondok Daun.
Tujuan
Menurut tradisi Yahudi, Salomo menulis Kidung Agung ketika masih berusia muda, Amsal pada usia setengah tua dan kitab Pengkhotbah pada tahun-tahun akhir hidupnya. Pengaruh yang bertumpuk dari kemerosotan rohani, penyembahan berhala, dan hidup memuaskan-dirinya pada akhirnya membuat Salomo kecewa dengan kesenangan dan materialisme sebagai cara untuk mencapai kebahagiaan. Kitab Pengkhotbah mencatat renungan-renungan sinisnya tentang kesia-siaan dan kehampaan usaha menemukan kebahagiaan hidup terlepas dari Allah dan Firman-Nya. Ia telah mengalami kekayaan, kuasa, kehormatan, ketenaran, dan kesenangan sensual -- semua secara melimpah -- namun semua itu akhirnya merupakan kehampaan dan kekecewaannya saja, "Kesia-siaan belaka! Kesia-siaan belaka! ... segala sesuatu adalah sia-sia" (Pengkh 1:2). Tujuan utamanya dalam menulis Pengkhotbah mungkin adalah menyampaikan semua penyesalan dan kesaksiannya kepada orang lain sebelum ia wafat, khususnya kepada kaum muda, supaya mereka tidak melakukan kesalahan yang sama seperti dirinya. Ia membuktikan untuk selama-lamanya kesia-siaan melandaskan nilai-nilai kehidupan seorang pada harta benda duniawi dan ambisi pribadi. Sekalipun orang muda harus menikmati masa muda mereka (Pengkh 11:9-10), adalah lebih penting untuk mengabdikan diri kepada Sang Pencipta (Pengkh 12:1) dan membulatkan tekad untuk takut akan Allah dan berpegang pada perintah-perintah-Nya (Pengkh 12:13-14); itulah satu-satunya jalan untuk menemukan makna hidup ini.
Survai
Sulit untuk memberikan analisis yang teratur dari isi kitab Pengkhotbah; tidak ada garis besar yang dengan mudah merangkum semua ayat dan alinea. Dalam beberapa hal, Pengkhotbah mirip dengan petikan-petikan dari catatan harian pribadi seorang ahli filsafat selama tahun-tahun terakhir yang penuh kekecewaan dari hidupnya. Ia memulai kitab ini dengan menyatakan tema pokoknya bahwa seluruh kehidupan ini tak berarti dan serupa dengan menjaring angin (Pengkh 1:1-11). Bagian utama yang pertama dari kitab ini khususnya berhubungan dengan riwayat hidupnya; Salomo melukiskan berbagai segi hidupnya yang sangat mementingkan diri dalam segenap kemakmuran, kesenangan, dan keberhasilan duniawi (Pengkh 1:12--2:23). Usaha memperoleh kebahagiaan melalui cara-cara ini baginya telah berakhir dengan ketidakpuasan dan kehampaan. Bagian terbesar kitab ini berisi rangkaian pikiran acak-acakan yang menggarisbawahi kesia-siaan dan kebingungan dari kehidupan yang tidak berpusat pada Allah. Hidup "di bawah matahari" (frasa yang terdapat 29 kali di dalam kitab ini) adalah hidup yang dilihat dari mata orang yang tidak tertebus dan bercirikan ketidakadilan, ketidakpastian, dan perubahan-perubahan tidak terduga dari nasib, serta pelanggaran-pelanggaran keadilan. Salomo hanya dapat menemui makna pokok hidup ini ketika memandang "di atas matahari" kepada Allah. Mencari kesenangan adalah dangkal dan bodoh; masa muda seseorang terlalu singkat dan kehidupan ini terlalu cepat berlalu untuk dihabiskan secara serampangan. Hidup yang tak menentu dan pastinya kematian menyebabkan Salomo bersikap sinis terhadap maksud dan jalan Allah. Kitab ini ditutup dengan menasihati kaum muda untuk mengingat Allah ketika masih muda, supaya mereka tidak menjadi tua dengan penyesalan pahit dan tugas menyedihkan untuk mempertanggungjawabkan hidup yang disia-siakan kepada Allah.
Ciri-ciri Khas
Lima ciri utama menandai kitab ini.
- (1) Kitab ini sifatnya sangat pribadi, penulis sering kali memakai kata ganti "aku" sepanjang sepuluh pasal pertama.
- (2) Melalui sikap pesimisme penulis, kitab ini menyatakan bahwa hidup yang terpisah dari Allah itu tidak menentu dan penuh dengan kesia-siaan (istilah "sia-sia" terdapat 37 kali dalam kitab ini). Dengan sinis Salomo mengamati pelbagai paradoks dan kebingungan dalam hidup ini (lih. mis. Pengkh 2:23 dan Pengkh 2:24; Pengkh 8:12 dan Pengkh 8:13; Pengkh 7:3 dan Pengkh 8:15).
- (3) Inti nasihat Salomo di dalam kitab ini terdapat di dalam dua ayat terakhir, "Takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang" (Pengkh 12:13-14).
- (4) Gaya penulisan kitab ini terputus-putus; kosakata dan susunan kalimatnya termasuk bahasa Ibrani yang paling sulit dalam PL dan tidak mudah untuk menggolongkannya dalam masa sastra Ibrani tertentu.
- (5) Kitab ini berisi alegori yang paling indah dalam Alkitab mengenai seorang yang makin tua (Pengkh 12:2-7).
Penggenapan Dalam Perjanjian Baru
Sekalipun hanya satu bagian Pengkhotbah yang kelihatan dikutip dalam PB (Pengkh 7:20 dalam Rom 3:10, mengenai universalitas dosa), namun tampaknya ada beberapa rujukan yang tak langsung: Pengkh 3:17; Pengkh 11:9; Pengkh 12:14, dalam Mat 16:27; Rom 2:6-8; 2Kor 5:10; 2Tes 1:6-7; dan Pengkh 5:14 dalam 1Tim 6:7. Kesimpulan penulis tentang kesia-siaan mencari harta duniawi diulang oleh Yesus ketika Ia mengatakan
- (1) bahwa kita hendaknya jangan mengumpulkan harta di dunia ini (Mat 6:19-21,24), dan
- (2) bahwa tidak ada gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya (Mat 16:26).
Tema kitab ini, yaitu hidup tanpa Allah adalah sia-sia dan tanpa arti, mempersiapkan panggung untuk berita kasih karunia PB: sukacita, keselamatan, dan hidup kekal hanya diterima sebagai karunia dari Allah (bd. Yoh 10:10; Rom 6:23).
Dengan berbagai cara, kitab ini mempersiapkan jalan untuk penyataan PB dengan cara terbalik. Acuan yang sering kepada kesia-siaan hidup dan kepastian kematian mempersiapkan pembacanya untuk jawaban Allah terhadap kematian dan penghukuman yaitu, hidup kekal melalui Yesus Kristus. Karena orang PL yang paling bijaksana tidak sanggup menemukan jawaban yang memuaskan bagi aneka persoalan hidup melalui pencarian kesenangan yang mementingkan diri, kekayaan, dan pengumpulan pengetahuan, kita harus mencari jawaban tersebut di dalam Dia yang oleh PB disebut "lebih daripada Salomo" (Mat 12:42), yaitu Yesus Kristus sebab di dalam-Nya "tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan" (Kol 2:3).
Full Life: Pengkhotbah (Garis Besar) Garis Besar
Judul
(Pengkh 1:1)
I. Pendahuluan: Kesia-Siaan Hidup Pada Umumnya
(Pengkh 1:2-11)
II. Kesia-Siaan Hidup Mement...
Garis Besar
- Judul
(Pengkh 1:1) - I. Pendahuluan: Kesia-Siaan Hidup Pada Umumnya
(Pengkh 1:2-11) - II. Kesia-Siaan Hidup Mementingkan Diri yang Dilukiskan
dari Pengalaman Pribadi
(Pengkh 1:12-2:26) - A. Kesia-Siaan Hikmat dan Filsafat Manusia
(Pengkh 1:12-18) - B. Kehampaan Kesenangan dan Kekayaan
(Pengkh 2:1-11) - C. Kesia-Siaan Prestasi Besar
(Pengkh 2:12-17) - D. Ketidakadilan Kerja Keras
(Pengkh 2:18-23) - E. Kesimpulan: Kenikmatan Hanya Berasal dari Allah
(Pengkh 2:24-26) - III.Berbagai Pengamatan Tentang Pengalaman Hidup
(Pengkh 3:1-11:6) - A. Aneka Perspektif Terhadap Tatanan Ciptaan
(Pengkh 3:1-22) - 1. Suatu Waktu Diciptakan untuk Segala Sesuatu
(Pengkh 3:1-8) - 2. Keindahan Penciptaan
(Pengkh 3:9-14) - 3. Allah adalah Hakim Segala Sesuatu
(Pengkh 3:15-22) - B. Berbagai Pengalaman Hidup yang Sia-Sia
(Pengkh 4:1-16) - 1. Mengalami Penindasan
(Pengkh 4:1-3) - 2. Persaingan dalam Bekerja
(Pengkh 4:4-6) - 3. Tidak Mempunyai Teman
(Pengkh 4:7-12) - 4. Lalai Menerima Nasihat
(Pengkh 4:13-16) - C. Aneka Peringatan Kepada Pembaca
(Pengkh 5:1-6:12) - 1. Mengenai Menghampiri Allah
(Pengkh 5:1-5:7) - 2. Mengenai Pengumpulan Kekayaan
(Pengkh 5:7-5:19) - 3. Mengenai Hidup dan Mati
(Pengkh 6:1-12) - D. Serbaneka Amsal-Amsal Hikmat
(Pengkh 7:1-8:1) - E. Masalah-Masalah Keadilan
(Pengkh 8:2-9:12) - 1. Ketaatan Kepada Raja
(Pengkh 8:2-8) - 2. Kejahatan dan Hukumannya
(Pengkh 8:9-13) - 3. Masalah Keadilan Sejati
(Pengkh 8:14-17) - 4. Keadilan Akhir bagi Semua Orang
(Pengkh 9:1-6) - 5. Kemanjuran Iman
(Pengkh 9:7-12) - F. Serbaneka Amsal Lagi Tentang Hikmat
(Pengkh 9:13-11:6) - IV. Nasihat-Nasihat Penutup
(Pengkh 11:7-12:14) - A. Bersukacitalah pada Masa Mudamu
(Pengkh 11:7-10) - B. Ingatlah Allah pada Masa Mudamu
(Pengkh 12:1-8) - C. Berpautlah pada Satu Kitab
(Pengkh 12:9-12) - D. Takutlah Akan Allah dan Berpeganglah pada Perintah-Perintah-Nya
(Pengkh 12:13-14)
Matthew Henry: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab)
Kita masih berada di antara orang-orang Salomo yang berbahagia, yaitu hamba-hambanya yang berbahagia, yang senantiasa berdiri di hadapannya untuk m...
- Kita masih berada di antara orang-orang Salomo yang berbahagia, yaitu hamba-hambanya yang berbahagia, yang senantiasa berdiri di hadapannya untuk mendengarkan hikmatnya. Hamba-hambanya itu merupakan orang-orang pilihan, yang terpilih untuk secara langsung mendengar semua aturan hikmat Salomo, yang diperoleh Salomo secara langsung melalui ilham ilahi. Aturan-aturan hikmatnya itu disampaikan sekarang kepada kita, bukan untuk didengar, seperti oleh hamba-hambanya itu, yang hanya satu kali mendengar, dan kemudian cenderung dimengerti secara keliru atau dilupakan, dan dengan diulang-ulang kehilangan keindahannya. Aturan-aturan hikmatnya itu disampaikan kepada kita untuk dibaca, diulas kembali, direnungkan, dan diingat untuk selama-lamanya. Penjelasan yang kita dapati tentang kemurtadan Salomo dari Allah, pada akhir pemerintahannya (1Raj. 11:1), adalah bagian yang mengiris hati dari kisahnya. Kita dapat menduga bahwa ia menyampaikan Amsalnya pada masa jayanya, sewaktu ia masih menjaga kelurusan hatinya, tetapi menyampaikan Pengkhotbahnya ketika ia sudah tua (sebab tentang beban-beban dan kemerosotan-kemerosotan di usia tua, ia berbicara dengan penuh perasaan, ps. 12). Dan, oleh anugerah Allah, pada usia tuanya itu ia dipulihkan dari kemurtadannya. Dalam kitab Amsal ia menuturkan secara lisan pengamatan-pengamatannya, sementara dalam Kitab Pengkhotbah ia menuliskan pengalaman-pengalamannya itu sendiri. Ini adalah apa yang dibicarakan oleh yang sudah lanjut usianya, dan hikmat yang dipaparkan oleh yang sudah banyak jumlah tahunnya. Judul kitab ini dan penulisnya akan kita jumpai pada ayat pertama, dan oleh sebab itu di sini kita hanya akan mengamati,
- I. Bahwa kitab ini adalah sebuah khotbah, khotbah yang tertulis. Yang ditulis adalah (1:2), kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia, dan itu juga yang diajarkan. Hal itu dibuktikan secara umum melalui banyak alasan dan kejadian-kejadian tertentu, dan berbagai macam keberatan dijawab. Dalam bagian penutup kita mendapati pelajaran dan penerapan dari semuanya, melalui nasihat, untuk mengingat Pencipta kita, takut akan Dia, dan berpegang pada perintah-perintah-Nya. Memang ada banyak hal dalam kitab ini yang gelap dan sulit dipahami, dan ada beberapa hal yang oleh orang-orang yang bobrok pikirannya diputarbalikkan sehingga menjadi kebinasaan mereka sendiri, karena mereka tidak bisa membedakan antara alasan-alasan Salomo dan keberatan-keberatan dari orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan dan yang mementingkan kenikmatan jasmani. Tetapi ada cukup banyak hal yang mudah dan jelas untuk meyakinkan kita (jika kita mau diyakinkan) akan kesia-siaan dunia, dan ketidaksanggupannya sama sekali untuk membuat kita bahagia, dan akan kekejian dosa serta kecenderungannya yang pasti untuk membuat kita sengsara. Juga ada cukup banyak hal untuk menyakinkan kita akan hikmat untuk menjadi orang saleh, dan akan adanya penghiburan serta kepuasan yang utuh yang akan kita peroleh dalam menjalankan kewajiban kita baik terhadap Allah maupun manusia. Hal ini harus diniatkan dalam setiap khotbah, dan khotbah yang baik adalah khotbah yang melaluinya perkara-perkara ini sedikit banyak dijelaskan.
- II. Bahwa kitab ini adalah sebuah khotbah pertobatan, seperti halnya beberapa mazmur Daud adalah mazmur pertobatan. Ini adalah khotbah pengakuan kesalahan, yang di dalamnya sang pengkhotbah dengan sedih menyesali kebodohan dan kesalahannya sendiri, karena sudah menjanjikan dirinya dengan kepuasan dalam perkara-perkara dunia ini, dan bahkan dalam kenikmatan-kenikmatan inderawi yang terlarang, yang sekarang didapatinya lebih pahit daripada maut. Kejatuhannya adalah bukti dari kelemahan kodrat manusia: Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, atau berkata, "Aku tidak akan pernah menjadi orang yang begitu bodoh hingga berbuat begini dan begitu," sebab Salomo sendiri, yang terbijak dari semua orang, bertindak bodoh dengan begitu mencolok. Dan juga janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, karena kekayaan Salomo menjadi jerat yang begitu kuat baginya, dan membuatnya jauh lebih celaka daripada kemiskinan yang didatangkan terhadap Ayub. Pemulihannya adalah bukti dari kuasa anugerah Allah, dengan membawa kembali kepada-Nya orang yang sudah pergi begitu jauh dari-Nya. Pemulihan itu juga adalah bukti dari kekayaan rahmat Allah dalam menerima dia, kendati dengan banyaknya hal yang memperparah dosanya, sesuai dengan janji yang diucapkan kepada Daud, bahwa jika anak-anaknya melakukan kesalahan, mereka akan dihajar, tetapi tidak akan ditinggalkan dan dicabut hak warisnya (2Sam. 7:14-15). Oleh sebab itu, siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh. Dan biarlah orang yang sudah jatuh bergegas untuk bangkit kembali, dan tidak berputus asa dalam mencari bantuan dan diterima kembali.
- III. Bahwa kitab ini adalah khotbah yang mudah diterapkan dalam perbuatan dan bermanfaat. Salomo, setelah dibuat bertobat, menetapkan hati, seperti ayahnya, untuk mengajarkan jalan Allah kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran (Mzm. 51:15), dan untuk memberikan peringatan kepada semua orang untuk berjaga-jaga supaya mereka tidak membentur kepala sendiri pada batu-batu yang begitu mematikan seperti yang dialaminya itu. Dan keputusan hatinya ini adalah buah-buah yang pantas untuk pertobatan. Kesalahan mendasar dari anak-anak manusia, dan yang mendasari semua tindakan mereka untuk meninggalkan Allah, adalah sama dengan kesalahan orangtua pertama kita, yaitu berharap menjadi sama seperti allah dengan menghibur diri sendiri dengan apa yang tampak baik dimakan, indah dipandang, dan memikat untuk membuat orang bijaksana. Nah, maksud dari kitab ini adalah untuk menunjukkan bahwa ini merupakan kesalahan besar, bahwa kebahagiaan kita bukanlah dengan menjadi allah bagi diri kita sendiri, dengan memiliki apa yang kita inginkan dan melakukan apa yang kita dambakan, melainkan dengan membuat Dia yang sudah menciptakan kita menjadi Allah bagi kita. Para filsuf yang mempelajari akhlak manusia banyak berdebat tentang kebahagiaan manusia, atau kebaikan yang utama. Berbagai macam pendapat mereka kemukakan tentangnya. Tetapi Salomo, dalam kitab ini, menentukan jawabannya, dan meyakinkan kita bahwa takut akan Allah dan berpegang pada perintah-perintah-Nya adalah apa yang menjadikan manusia itu seutuhnya. Ia sudah mencoba kepuasan apa yang bisa didapat dalam kekayaan dunia dan kenikmatan-kenikmatan inderawi, dan pada akhirnya menyatakan bahwa semuanya sia-sia dan usaha menjaring angin. Namun, banyak orang tidak mau mendengarkan perkataannya, tetapi justru ingin membuat percobaan berbahaya yang sama, dan terbukti akibatnya mematikan bagi mereka. Salomo,
- 1. Menunjukkan kesia-siaan dari perkara-perkara yang pada umumnya dicari orang untuk memperoleh kebahagiaan, seperti ilmu pengetahuan, kenikmatan inderawi, kehormatan dan kekuasaan, kekayaan dan harta benda yang banyak. Dan kemudian,
- 2. Ia menetapkan obat penawar terhadap usaha menjaring angin yang menyertai perkara-perkara itu. Meskipun kita tidak bisa meniadakan kesia-siaan dari perkara-perkara itu, namun kita dapat mencegah kesusahan yang bisa ditimpakannya kepada kita, dengan tidak melekatkan hati kita kepadanya, dan menikmatinya dengan nyaman, tetapi dengan tidak berharap secara berlebihan terhadap semuanya itu, dan menerima saja tanpa membantah kehendak Allah menyangkut diri kita dalam setiap peristiwa. Terutama, dengan mengingat Allah pada masa muda kita, dan senantiasa takut akan Dia dan melayani-Nya sepanjang hidup kita, dengan mata yang tertuju pada penghakiman yang akan datang.
Jerusalem: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) KITAB PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Kitab kecil ini berjudul: "Perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem", Peng 1:1. ADapun kata Ibrani &q...
KITAB PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Kitab kecil ini berjudul: "Perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem", Peng 1:1. ADapun kata Ibrani "Qohelet" (yang diterjemahkan sebagai: Pengkhotbah), bdk Peng 1:2 dan 12; 7:27; 12:8-10, bukanlah nama diri, tetapi sebuah kata benda yang kadang-kadang memakai kata sandang. Bentuk kata Ibrani memberi kesan seolah-olah mengenai wanita, tetapi ternyata tidak demikian halnya keterangan yang agaknya paling tepat, maka nama itu adalah nama jabatan. Ini menunjuk seseorang yang berbicara di muka jemaat (Ibraninya: Yunaninya: ekklesia). Karena itu sejak Luter, kata "qohelet" itu biasanya diterjemahkan dengan: Pengkhotbah. Pengkhotbah itu dikatakan "anak Daud, raja di Yerusalem", bdk Ams 1:12. Meskipun namanya tidak di sebut, namun "anak Daud" itu pasti disamakan dengan raja Salomo. Kitab Pengkhotbah sendiri jelas menyarankannya, Ams 1:16 (bdk 1Raj 3:12; 4:29-30; 10:7), Ams 2:7-9(bdk 1Raj 3:13, 10:23). Tetapi tidak dapat disangkal juga bahwa hanya sebagai suatu sarana kesusasteraan belaka bahwa Salomo dikemukakan sebagai pengarang kitab ini. Penulis yang sebenarnya menggunakan nama orang bijak yang termasyhur di Israel untuk menyajikan buah pikirannya sendiri. Gaya bahasa dan ajaran kitab (yang nanti akan dibicarakan) tidak mengizinkan Pengkhotbah ditanggalkan di masa sebelum pembuangan. Ada semenatara ahli menyangka bahwa Pengkhotbah tidak dikarang oleh seorang penulis saja, bahkan dikatakan bahwa Pengkhotbat adalah buah tangan dua, tiga, empat, malahan delapan orang penulis yang berbeda-beda. Tetapi dewasa in para ahli semakin mencegah diri dari memotong-motong kitab itu dengan cara demikian. Sebab ahli-ahli yang suka memotong-motong itu tidak menghiraukan jenis sastera dan pemikiran Pengkhotbah. Memang pendapat mereka tidak dapat ditertahankan mengingat kesatuan dalam gaya bahasa dan perbendaharaan kata kitab. Hanya jelas bahwa kitab Pengkhotbah diterbitkan oleh seorang murid yang menambah ayat-ayat penutup, Ams 12:9-14.
Sebagaimana halnya dengan kitab-kitab kebijaksanaan lainnya, misalnya kitab Ayub, kitab Bin Sirakh dan khususnya kitab Amsal, yang semuanya merupakan karya serba majemuk, demikianpun halnya dengan Pengkhotbah. Pemikiran hilir mudik, diulang dan dibetulkan. Tidak ada suatu urusan jelas. Hanya ada satu pikiran saja, yang disoroti dari pelbagai segi. Pikiran pokok itu ialah: Sia-sia belaka semua hal yang merepotkan manusia. Pikiran itu terungkap pada awal dan pada akhir kitab, Ams 1:2 dan 12:8. Segala-galanya memperdaya dan mengelabui: ilmu, kekayaan, asmara, bahkan hidup sendiri. Hidup itu hanya serentetan perbuatan sia-sia yang tidak bermakna, Ams 3:1-11; itu berakhir dengan masa tua, Ams 12:1-7, dan kematian yang mendatangi baik orang bijak maupun orang bodoh, yang kaya dan yang miskin, binatang dan manusia, Ams 3:17-20.
Masalah yang menggelisahkan si Pengkhotbah sama dengan yang menyibukkan Ayub, yakni: Apakah yang baik dan yang jahat mendapat balasannya di bumi? Dan sama seperti Ayub, demikianpun si Pengkhotbah menjawab: Tidak. Sebuah pengalaman ternyata tidak sesuai dengan apa yang lazim diajarkan, Ams 7:25-8:14.
Hanya ada perbedaan ini: Si Pengkhotbah adalah seorang yang sehat-walafiat. Maka ia tidak mempersoalkan, seperti Ayub, mengapa orang harus menderita. Si Pengkhotbah hanya mengkonstatir: Kebahagiaan sia-sia belaka, lalu ia menghibur diri dengan menikmati cukup kesenangan yang dapat diperoleh dari kehidupan ini, Ams 3:12-13; 8:15; 9:7-9. Tetapi lebih tepat dikatakan. Si Pengkhotbah berusaha menghibur dirinya, sebab hatinya tetap terus tidak merasa puas. Masalah yang menggelisahkan dia ialah: Apakah ada kehidupan di alam baka? Tetapi si Pengkhotbah tidak menduga pemecahannya, Ams 3:21; 9:10; 12:7. Namun demikian si Pengkhotbah adalah seorang percaya. ia memang dibingungkan oleh jalannya peristiwa dan hal-ihwal kehidupan manusia sebagaimana diatur dan dibimbing oleh Allah. Tetapi ia menegaskan bahwa Allah tidak perlu memberi pertanggungan jawab, Ams 3:11, 14;7:13. Maka manusia harus menerima saja, baik percoabaan maupun sukacita yang diberikan allah, Ams 7:16, dan ia harus dengan takwa menepati perintah-perintah Tuhan dan takut akan Allah, Ams 5:6; 8:12-13.
Jelaskan bahwa ajaran itu sama sekali tidak seimbang. Akan tetapi, dari membagi-bagikan unsur-unsurnya pada pelbagai pengarang, yang bertentangan satu sama lain dan saling mengoreksi, tidaklah lebih tepat mencari dasar ketidak- seimbangan itu dalam pemikiran yang tidak menentu, karena menghadapi masalah yang dahsyat dan tidak tahu pemecahannya? Baik si Pengkhotbah maupun Ayub tidak sanggup memecahkan masalah yang mereka kemukakan. Pemecahannya hanya dapat diberikan oleh keyakinan tentang pembalasan di alam baka (bdk Pengantar umum).
Kitab Pengkhotbah merupakan karya peralihan. Keyakinan kokoh-kuat dari tradisi sudah tergoncang sampai akar-akarnya, tetapi penggantinya belum ada. Ada yang berkata bahwa di masa peralihan itu pemikiran Ibrani terpengaruh dari luar dan khususnya Pengkhotbah terkena pengaruh asing itu. Kerap kali ada ahli yang mendekatkanPengkhitbah pada pemikiran filsafat Stoa, Epikurus atau pengikut- pengikut Antistenes (Sinisi), yang dapat dikenal si Pengkhotbah melalui kebudayaan Yunani di Mesir. tetapi pengaruh Yunani semacam itu tidak dapat diterima. Alam pikiran Pengkhotbah memang terlalu berbeda dengan alam pikiran filsafat Yunani. Ahli-ahli lain berpendapat bahwa ada kesamaan antara Pengkhotbat dengan beberapa karangan yang berasal dari Mesir, misalnya dengan "Dialog seseorang yang putus asa dengan dirinya" atau "Nyanyian-nyanyian Pemetik kecapi", dan khususnya dengan beberapa karangan yang berasal dari kalangan para bijaksana di Mesopotamia dan dengan "Sajak Pahlwan Gilgamesy". Tidak dapat disangkal bahwa ada kesamaan. Tetapi tidak mungkin menunjukkan pengaruh langsung dari karya-karya tersebut. Kesamaannya terletak dalam pokok pemikiran, yang memang sudah lama ada dan menjadi milik bersama seluruh orang bijaksana di dunia Timur. Si Pengkhotbah secara pribadi memikirkan dan merenungkan warisan dari masa yang lampau itu, sebagaimana juga dikatakan oleh penerbit karyanya, Ams 12:9.
Si Pengkhotbah ternyata seorang Yahudi dari Palestina. Ia barangkali bertempat tinggal di Yerusalem. Ia menulis dalam bahasa Ibrani sebagaimana yang dipakai dikemudian hari. Bahasa Ibraninya bercampur dengan unsur-unsur bahasa Aram dan ia menggunakan dua kata dari bahasa Persia. Semuanya itu menyatakan bahwa kitab Pengkhotbah ditulis agak lama sesudah masa pembuangan, tetapi sebelum abad ke-2 sem. Mas. Dalam abad ke-2 itu Pengkhotbah sudah dimanfaatkan oleh Bin Sirakh. Berdasarkan paleografi maka kepingan-kepingan kitab Pengkhotbah yang ditemukan dalam gua-gua di Qumran dapat ditanggalkan di sekitar tahun 150 seb. Mas. Maka sebaik-baiknya dikatakan bahwa Pengkhotbah dikarang selama abad ke-3 seb. Mas. Di mana itu Palestina berada di bawah pemerintahan wangsa Ptolomeus (Mesir) dan terpengaruh oleh aliran humanisme, tetapi belum mengenal semangat kepercayaan dan pengharapan yang menggalakkan bangsa Yahudi di zaman para Makabe.
Kitab Pengkhotbah hanya mencermikan satu tahap saja dari perkembangan agama Israel. Ia tidak boleh dinilai lepas dari apa yang mendahului atau yang menyusul tahap itu. Dengan menekankan bahwa pemikiran-pemikiran dari masa yang lampau tidak mencukupi dan memaksa orang menghadapi masalah-masalah hidup manusia, Pengkhotbah membuka jalan untuk wahyu yang baru dan lebih lengkap. Kitab itu mengajar orang, bahwa tidak boleh terikat pada harta-benda dunia ini. Dengan menyangkal bahwa orang kaya benar-benar bahagia Pengkhotbah menyiapkan dunia untuk mendengarkan "Berbahagialah orang miskin", Luk 6:20.
Ende: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) PENGCHOTBAH
PENDAHULUAAN
Kitab jang sesuai dengan pendapat Luther kami namakan "Pengchotbah" ini, didalam
Kitab Sutji Hibrani di-hubung2kan dengan "Qo...
PENGCHOTBAH
PENDAHULUAAN
Kitab jang sesuai dengan pendapat Luther kami namakan "Pengchotbah" ini, didalam Kitab Sutji Hibrani di-hubung2kan dengan "Qohelet". Kata ini ada gandingannja dengan kata Hibrani jang berarti: "himpunan, kumpulan". Pula karena bentuk- katanja jang sulit, maka makna kata "Qohelet"-pun tidak begitu djelas. Kami kira suatu keterangan jang boleh diterima, kalau kata ini mengenai seseorang, kang ada sangkut-pautnja dengan suatu himpunan atau rapat orang2 - boleh djadi sekelompok murid guru ilmu kebidjaksanaan. Himpunan itu diketuai dan dipimpinnja dan kepadanja membentangkan pengadjarannja. Dari itu kata "Pengchotbah" hanjalah suatu usaha untuk mendekati arti kata "Qohelet".
Pengchotbah tadi disebut "Putera Dawud, Radja di Jerusjalem" (1,1). Teranglah kiranja, bahwa jang dimaksudkan ialah Sulaiman, radja Israil jang bidjaksana dan kaja dimasa kegemilangan bangsa Jahudi, sebagaimana radja itu hidup dalam hikajat orang2 Jahudi. Ini sesuai dengan gambaran jang disadjikan dalam pasal kedua kitab ini. Namun demikian, kitab itu sendiri memberikan keterangan2 jang tjukup untuk menarik kesimpulan dengan pasti, bahwa bukan Sulaimanlah pengarangnja. Sungguhpun lama orang menganggap Sulaiman sebagai pengarangnja, namun bolehlah dipastikan, bahwa disini kita bertemu dengan chajalan kesusateraan sadja, sebagaimaan tidak djarang terdapat dalam Kitab Sutji dan lazim didjaman dahulu kala. Orang jang mengenal kelaziman ini, tidak akan teperdaja olehnja.
Selain keterangan jang sedikit sekali dalam kitab itu sendiri, tidak ada petundjuk2 lainnja guna menentukan lebih landjut, siapa pengarangnja. Sudah tentulah seorang guru kebidjaksanaan. Bahasa kitab, jang menundjukkan adanja pengaruh bahasa2 asing serta perkembangan kemudian bahasa Hibrani sendiri, dan keternagn2 lainnja lagi menundjukkan, bahwa ia hidup didjaman, ketika Juda sudah bukan keradjaan jang berdaulat lagi, tetapi didjadjah orang2 asing; terangnja didjaman Helenistis, ketika kebudajaan dan agama Jahudi sudah terantjam oleh peradaban Junani. Dari kitab ini adalah salah satu dari antara kitab2 terachir Perdjandjian lama dan pengarangnja kiranja hidup semasa Putera Sirah. Si penchotbah kiranja hidup di Palestina sendiri atau tidak begitu djauh daripadanja - boleh djadi Fenesia, negeri dagang jang tersohor didjaman itu.
Guru ilmu kebidjaksanaan ini sangat boleh djadi tidak menjusun dan menerbitkan sendiri kitab ini. Kitab ini agaknja lebih berwudjud suatu kumpulan amsal2nja, jang dibukukan murid2nja selagi sang guru masih hidup atau tidak lama sesudah meninggal (12,9-10). Anehlah, kalau ia mengadjarkan tidak lebih banjak dari apa jang termuat dalam kitab jang agak ketjil ini. Murid2 hanja mengumpulkan dan mentjatat apa jang menurut pendapat mereka sangat penting dan jang sangat djelas menundjukkan pandangan hidup umum sang guru.
Tjara terdjadinja kitab itu dapat menerangkan pula susunan kitab, jang memberikan kesan ruwet. Djalan pikirannja tidak selalu sama djelasnja dan gandingan antara bagian jang satu dengan bagian jang lainpun kadang2 nampaknja tiada. Umpamanja sadja kumpulan pepatah2 bebas dalam pasal2 9,17-12,8 memutuskan djalan pikiran umum. Tetapi tak perlulah kiranja lalu menduga akan adanja beberapa pengarang atau beberapa murid, jang melengkapi kitab dang guru. Selain tjara lazim orang2 Jahudi berpikir dan mengarang, maka tjara terdjadinjapun dapat kita djadikan pegangan. Sudah pastilah kitab ini muat pepatah2, jang dihidangkan si pengchotbah bukannja pada waktu serta kesempatan jang sama. Lebih tepatlah dikatakan, bahwa pepatah2 itu disampaikan disepandjang hidup sang guru.
Oleh karena itu adjaran kitab ini didalam bagian2nja ditangkap dan saringlah orang harus me-ngira2kan sadja maksud amsal2 tersendiri. Namun demikian, pandangan hidup umum jang dinjatakan dalam seluruh kitab ini adalah djelas. Dengan itu diteguhkan pula, bahwa tokoh jang satu dan sama djualah, jang selalu tampil kemuka dan angkat bitjara. Persoalan, jang memusing2kan si Pengchotbat, ada banja persamaannja dengan persoalan kitab Ijob. Kalau Ijob diasjikan karena soal sengsara, jang ia tidak tahu menemukan pemetjahannja jang memuaskan, maka si Pengshotbah disesakkan oleh ke-sia2-an dunia dan terutama oleh persoalan mati, jang nampaknja mengachiri se-gala2-nja. Ia mentjari makna segala sesuatu, jang achirnja tetap lolos djuga dari tangkapannja. Karena mati se-gala2nja dan teristimewanja hidup manusia serta segala djeri-pajah manusia mendjadi sia2 sama sekali dan kehilangan segala artinja. Entah hidup baik entah djahat, entah bidjaksana entah bodoh kesudahannja selalu sama djuga, jakni mati. Walaupun didalam Perdjandjian Lama teranglah terdapat djua pikiran2 lainnja, namun si Pngchotbah belum lagi mempunjai pemandangan akan sesuatu kekekalan, jang dapat mendjawab banjak dan dimana hidup manusia dapat menemukan gandjaran atau hukumannja. Baginja nampaknja se-gala2nja berachir pada saat mati. Orang saleh dan pendosa. Orang kaja dan miskin, radja dan budak, mereka menemui achir jang sama dan oleh karenanja tidak banjak bedanja dengan hewan. Dari itu si Pengchotbah sampailah kekejakinan, bahwa pandangan hidup jang terbaik bagi manusia ialah tidak terlalu memusingkan dirinja dengan persoalan itu, melainkan menikmati nilai2 nisbi kehidupan sedapat mungkin. Tetapi selaku orang berTuhan, ia toh mau menundukkan segala sesuatunja kepada Allah serta perintah2-Nja (12,13). Kesemuanja inisungguhpun bukan pemetjahan jang sempurna lagi memuaskan, tetapi si pengchotbah jang hidup didalam Perndjandjian Lama itu belum mengenal djawaban jang lebih baik atas persoalan itu. Dipandang dari sudutnja dan mengingat pengetahuan jang ada padanja, maka kesimpulannja jang pesimistis tapi berkegamaan itu dapat diterima. Itu hanja pemetjahan atau djawaban sementara, jang tidak menutup pintu bagi sesuatau jang lebih baik dan jang harus menunggu pembentangan penuh Wahju Ilahi.
Dalam pengadjarannja agaknja si Pengchotbah membantah guru2 ilmu kebidjaksanaan lainnja di Israil (7,25-8,14), seperti umpamanja Kitab Amsal. Orang2 itu mengira sudah memetjahkan persoalan tadi seluruhnja: umur pandjang dan berbahagia adalah gandjaran Allah atas kebajukan, sedangkan hidup tjelaka si pendosa mesti segera berachir. Perempuan2 djalang dan ketidaksetiaan akan hukum Allah mendjadi sebab- musebabnja segala kesengsaraan. Tetapi pemetjahan jang terlalu gampang ini tidak dibenarkan si Pengchotbah. bukan hanja karena kenjataannja tidak selalu berlangsung sebagaimana dikirakan oleh guru2 ilmu kebidjaksanaan itu, tetapi terutama djuga karena mati itu bagaimanapun djua kelihatannja menjudahi semuanja setjara sama. Nah, kalau begitu, apa gerangan artinja umur pandjang jang berbahagia atau keadaan tjelaka itu? Orang saleh dan si pendosa sungguh sama adanja dan tiada lagi soal gandjaran atau hukuman. Meskipun si Penchotbah sendiri tidak mengenal pemetjahan jang sebenarnja, namun ia merasa, bahwa pendapat jang lazim itu bukanlah keterangan jang djitu. Dengan kritiknja ia membuka jalan dan memberikan dorongan, untuk mentjari djawaban jang lain dan bilamana itu sudah diberikan, untuk menerimanja. Seorang jang berguru kepada orang bidjak ini akan terbukalah hatinja bagi Wahju seterusnja.
Demikianlah kitab Pengchotbah beserta dengan kitab Ijob menduduki tempat jang penting dalam perkembangan Wahju Ilahi. Djanganlah Ia dipentjilkan, tetapi arti serta peranannja hendaknja dibuat didalam keseluruhan Perdjandjian Lama dan Perdjandjian Baru. Kitab ini merupakan penguntji suatu masa tertentu dalam perkembangan itu, dan karena persoalan jang diutarakannja merupakan djuga permulaan suatu fase baru, jang lebih mendalam dan lebih luas. Sebagai salah satu dari tokoh2 terachir dari Perdjandjian Lama ia dalam hal ini merupakan persiapan terdekat bagi perdjandjian Baru.
Pada achir kitab ini terdapatlah ichtisar kitab ini.
BIS: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Buku Pengkhotbah berisi buah pikiran dari `Sang Pemikir'. Ia merenungkan
dalam-dalam betapa singkatnya hidup manusia ini, yang
PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Buku Pengkhotbah berisi buah pikiran dari `Sang Pemikir'. Ia merenungkan dalam-dalam betapa singkatnya hidup manusia ini, yang penuh pertentangan, ketidakadilan dan hal-hal yang sulit dimengerti. Maka disimpulkannya bahwa "hidup itu sia-sia". Ia tak dapat memahami tindakan Allah dalam menentukan nasib manusia. Tetapi meskipun demikian, dinasihatinya orang-orang untuk bekerja dengan giat, dan untuk sebanyak mungkin dan selama mungkin menikmati pemberian-pemberian Allah.
Kebanyakan dari buah pikiran Sang Pemikir itu bernada sumbang, bahkan putus asa. Tetapi kenyataan bahwa buku ini termasuk dalam Alkitab, menunjukkan bahwa iman yang mendasarkan Alkitab cukup luas untuk mempertimbangkan juga keragu-raguan dan keputusasaan semacam itu. Banyak orang yang telah membaca buku ini merasa terhibur, karena mereka seolah-olah melihat sifat-sifat mereka berdiri di dalam buku Pengkhotbah ini. Mereka pun sadar bahwa Alkitab yang mencerminkan pemikiran-pemikiran yang sumbang itu, juga memberi harapan tentang Allah, harapan yang memberi arti kehidupan yang sebenarnya.
Ajaran: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab)
Tujuan
Supaya dengan mengetahui isi Kitab Pengkhotbah, anggota jemaat mengerti bahwa
hidupnya merupakan pemberian Allah, yang harus dinikmati dengan
Tujuan
Supaya dengan mengetahui isi Kitab Pengkhotbah, anggota jemaat mengerti bahwa hidupnya merupakan pemberian Allah, yang harus dinikmati dengan rasa penuh tanggung jawab karena akhirnya masing-masing akan diadili oleh Allah.
Pendahuluan
Penulis : Raja Salomo.
Isi Kitab: Kitab Pengkhotbah terbagi atas 12 pasal, dan isi Kitab ini mengajarkan bahwa segala sesuatu dari hidup manusia menjadi sia-sia apabila terpisah dari hubungan dengan Allah.
I. Ajaran-ajaran utama dalam Kitab Pengkhotbah
Pasal 1-2 (Pengkh 1:1-2:26).
Ajaran tentang kehidupan yang terbaik
Bagian ini menjelaskan tentang kesia-siaan hidup dan segala yang terbaik bagi manusia hanya diperoleh apabila berada di dalam Tuhan.
Pasal 3-6 (Pengkh 3:1-6:12).
Ajaran tentang peranan Tuhan dalam hidup manusia
Pasal 3 (Pengkh 3:1-22) menjelaskan bahwa segala sesuatu dalam hidup manusia itu ada waktunya menurut pemberian Tuhan yang tak dapat ditambahkan atau dikurangi oleh manusia. Pasal 3-6; Pengkh 3:16-6:12 mengajar bahwa ketidakadilan yang terjadi di atas dunia akan diadili. Segala usaha manusia berdasarkan kekuatan sendiri adalah sia- sia dan segala kekayaan tidak berguna. Semuanya sia-sia kalau Tuhan tidak memberikan kuasa untuk menikmatinya (pasal Pengkh 6:2).
Pendalaman
- Bacalah pasal Pengkh 3:1,4-15. Apakah maksud Tuhan dalam segala sesuatu?
- Apakah ajaran tentang takut akan Tuhan? (pasal Pengkh 5:1-5:7). Bagaimana ajaran ini diterapkan dalam hidup saudara?
Pasal 7-12 (Pengkh 7:1-12:14).
Ajaran tentang dasar perbuatan baik
Pasal 7 (Pengkh 7:1-29) menjelaskan tentang hikmat yang memang berguna tetapi sukar didapat. Pasal 8 (Pengkh 8:1-17) memberi nasihat supaya manusia mematuhi perintah raja. Pimpinan Allah tidak dapat dimengerti karena orang saleh sering menderita sedangkan orang fasik bahagia dan keduanya akan mati. Kesimpulan dalam pasal 11 (Pengkh 11:1-10) walaupun nasib manusia tidak dapat diubah, namun dituntut untuk bekerja dengan rajin. Karena hidup manusia adalah sia-sia, maka ia harus hidup dengan iman kepada Allah.
Pendalaman
- Bacalah pasal Pengkh 8:12-13. Apakah dasar dari kebahagiaan seseorang?
- Apakah nasihat bagi muda-mudi? (pasal Pengkh 11:9-10; 12:1).
- Apakah kesimpulan dari seluruh Kitab ini? (pasal Pengkh 12:13-14).
II. Kesimpulan/penerapan
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa hidup yang tanpa ima kepada Allah, merupakan kehidupan yang sia-sia.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa, memiliki pengetahua tanpa disertai iman kepada Allah adalah kesia-siaan.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa kebahagiaan di dala hidup hanya bisa sempurna kalau disertai dengan ima kepada Allah, Tuhan Yesus.
- Kebahagiaan dan kesusahan yang dialami manusia, mempunya waktu dan perubahannya sendiri.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa di dunia ini keadila yang sejati tidak ada, tetapi oleh sebab itu ketidakadila tersebut akan diadili.
Pertanyaan-pertanyaan yang Dapat Digunakan untuk Tanya Jawab
- Siapakah penulis Kitab Pengkhotbah?
- Apakah isi Kitab Pengkhotbah?
- Pelajaran rohani apakah yang saudara terima dar mempelajari Kitab Pengkhotbah?
- Apakah kesimpulan Kitab Pengkhotbah?
Intisari: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) Apa sebenarnya hidup ini?
APA ISI PENGKHOTBAH?Seseorang yang membaca Pengkhotbah untuk pertama kalinya akan kaget dengan adanya perpaduan yang aneh a
Apa sebenarnya hidup ini?
APA ISI PENGKHOTBAH?
Seseorang yang membaca Pengkhotbah untuk pertama kalinya akan kaget dengan adanya perpaduan yang aneh antara iman dan fatalisme yang terdapat dalam kitab itu. Kadang-kadang penulis seakan-akan pasrah pada semua kegagalan dan kesia-siaan hidup; pada kesempatan lain ia seakan-akan menasihatkan kita untuk menikmati hidup selagi masih bisa dilakukan; dan sementara itu terdapat banyak petunjuk bahwa Allah mengetahui apa yang sedang terjadi dan bahwa kita harus bergantung pada-Nya serta melayani Dia, dan bahwa pada suatu ketika kita harus bertanggung jawab kepada-Nya. Beberapa orang berpendapat bahwa perbedaan pandangan ini merupakan hasil pemikiran dari beberapa penulis, yang masing-masing mencoba untuk saling memperbaiki, dan bukan hanya hasil seorang penulis. Mereka melihat bahwa kitab ini bertentangan dengan isinya sendiri dan dengan banyak ajaran alkitabiah lainnya. Tetapi, kita tidak perlu mengambil kesimpulan seperti itu jika kita mengerti bahwa Pengkhotbah merupakan semacam traktat Perjanjian Lama yang diperuntukkan bagi orang-orang dunia. Para penulis seakan-akan berkata: "Kalau begitu marilah kita melihat bagaimana rasanya hidup tanpa Allah. Apa yang akan Anda peroleh jika hanya hidup untuk hal-hal duniawi? Hidup menjadi sia-sia dan tanpa arti, menjengkelkan dan penuh dengan penderitaan. Tetapi, Allah bisa mengubah semua itu!
SIAPA PENULIS PENGKHOTBAH DAN KAPAN DITULIS?
Penulis mengatakan bahwa ia adalah anak Daud (Pengk 1:1) dan raja Yerusalem. Sementara orang berpendapat bahwa ia tentu Salomo, walaupun namanya tidak ditulis dalam kitab itu. Jelas bahwa cara hidup dan perhatiannya terhadap kebijaksanaan tercermin di sini, dan hal ini merupakan kesimpulan yang kita harapkan dari padanya setelah ia menjalani kehidupan panjang yang seringkali bersifat duniawi. Kesulitan dengan pandangan ini ialah bahwa ia berbicara mengenai para penerusnya di Yerusalem (Pengk 2:9), dan yang jelas hanya ada seorang penerus. Hal lain ialah bahwa bahasa yang dipakai untuk menulis kitab ini digunakan jauh sesudah zaman Salomo. Oleh karenanya jika Pengkhotbah merupakan hasil karyanya, maka kemungkinan bahasanya diperbarui. Atau mungkin juga, seperti diperkirakan oleh sementara orang, kitab ini merupakan suatu studi berdasarkan nasihat-nasihat Salomo. Oleh karena hal-hal di atas, maka penentuan tahun penulisan secara tepat menjadi sangat sukar. Jika betul kitab itu tulisan Salomo pada masa-masa akhir hidupnya, maka kemungkinannya ialah bahwa kitab itu ditulis paling awal sekitar tahun 940 SM. Apabila kitab itu hasil karya orang lain, maka kemungkinannya ditulis paling lambat sekitar tahun 200 SM.
SI PENGKHOTBAH
Penulis biasa memanggil dirinya Kohelet, kata yang boleh jadi berarti pengkhotbah, guru, juru debat atau bahkan berarti pemimpin suatu parlemen (Pengk 1:1). Pada waktu membicarakan masalah hidup dan mati, yang ada dalam pikirannya adalah kepentingan orang lain (Pengk 12:9-12). Oleh sebab itu, kita juga dapat mengambil pelajaran dari pengalaman dan nasihatnya pada saat kita membaca kitab ini.
Pesan
1. Hidup tanpa Allah adalah kehidupan yang tak berarti
Jika kita berhenti untuk memperhatikan kehidupan, kelihatannya hidup ini tidak mempunyai tujuan. Segala sesuatu terjadi dan terus terjadi, seakan-akan tanpa tujuan sama sekali. Pengk 1:1-11; 3:15; 6:10,11; 11:8; 12:8. Tak ada satu pun yang kita lakukan dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Semua pemikiran kita sia-sia. Semua kenikmatan tidak membuat kita puas. Semua kekayaan dan sukses sia-sia belaka. Pengk 1:8,12-18; 2:1-11; 4:7,8; 5:10. Lebih dari itu, seakan-akan kehidupan itu tidak adil. Orang-orang baik menderita; orang jahat hidup makmur. Sepertinya tidak ada imbalan atau hukuman atas apa saja yang kita lakukan dan bagaimana pun cara hidup kita. Pengk 4:1-8; 5:13-17; 6:2; 7:15; 8:9,10,14; 9:11,12; 10:5-7. Semua ini membuat manusia menjadi sinis, membenci hidup ini dan malahan menginginkan sebaiknya ia tidak pernah dilahirkan. Pengk 2:17-23; 5:16,17; 6:3,6.
Ini menunjukkan bahwa kita memerlukan Allah dalam hidup kita. Kendati gambaran kehidupan begitu membosankan dan menyedihkan, tetapi di balik itu semua Allah selalu berlaku adil.
o Dia berdaulat. Sangat berlawanan dengan kita, Dia melakukan apa yang diinginkan-Nya dan Dia tahu ke mana tujuan-Nya. Oleh karena itu, kita patut menghormati dan memuja Dia. Pengk 3:14; 7:13,14; 9:1.
o Dia adalah seorang hakim yang mengawasi semua masalah manusia dan pada suatu hari akan memanggil mereka untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Oleh karena kita harus mempertanggungjawabkan segalanya di hadapan-Nya, maka kita harus mengingat hal ini dalam kehidupan kita sehari-hari. Pengk 3:15-17; 8:12,13; 12:14.
o Dia adalah pencipta kita yang memberikan kepada kita apa yang kita butuhkan. Kita harus melayani Dia secepat kita dapat dan selagi kita mampu melakukannya. Pengk 11:5; 12:1.
3. Menerima apa yang Allah berikan
Kita harus belajar untuk menerima dan menikmati anugerah Allah yang baik dan terus menjalani hidup ini, walaupun kita kita tidak dapat mengerti maksud-maksud Allah. Ini berarti bahwa kita boleh puas dengan keberadaan kita dan berbahagia dengan cara hidup yang sederhana. Apakah kita kaya atau miskin tidaklah menjadi masalah. Pengk 2:24-26; 3:1-8,12,13,22; 4:6; 5:12; 9:7-10; 11:7-10. Salah satu dari berkat-berkat Allah yang istimewa adalah persekutuan. Bilamana kita dapat berbagi kesukaran hidup dengan orang lain, maka penderitaan itu akan lebih mudah ditanggung. Pengk 4:9-12. Walaupun kita tidak dapat mengerti keseluruhan arti kehidupan kita, cara hidup dengan melulu menggantungkan diri kepada Allah merupakan suatu hikmat yang benar. Pengk 2:12-14; 4:13; 7:11,12,19; 8:1; 9:13-18.
Penerapan
1. Tidak ketinggalan zaman
Sungguh menakjubkan bahwa Kitab Pengkhotbah berisi hal-hal yang dapat diterapkan dalam zaman modern ini. Dewasa ini banyak orang mencoba untuk hidup tanpa Allah, dan merasa bahwa seluruh keberadaan mereka tidak mempunya tujuan. Seperti pada masa Pengkhotbah, mereka mencoba segala macam cara untuk memberi arti kepada kehidupan, tetapi seringkali usaha pencarian mereka berakhir dengan pertanyaan, "Siapakah diriku ini?" "Apa yang saya kerjakan di dunia ini?" "Setelah ini ke mana saya akan pergi?"
2. Terlalu banyak penderitaan
Masalah yang menyangkut hal-hal yang jahat di dunia ini terutama mengenai penderitaan orang tidak berdosa selalu sama. Kehidupan seakan-akan tidak adil, dan hal ini tidak dapat kita mengerti dengan akal dan pikiran kita sendiri.
3. Kita memerlukan Allah
Oleh karena itu, hanya Allahlah yang dapat memuaskan rasa lapar rohani yang telah ditaruh-Nya di dalam hati kita. Ini tidak berarti kita akan mengerti segalanya, tetapi kita percaya kepada-Nya dan kita dapat menikmati segala anugerah-Nya yang baik sementara kita hidup.
4. Penghakiman segera datang
Kita juga perlu ingat bahwa kita hanya hidup sekali saja dan pada suatu ketika Dia akan memanggil kita untuk dihakimi. Oleh karena itu, kita patut mengambil tiap kesempatan yang Allah berikan dalam hidup kita sekarang ini untuk melayani dan hidup bagi-Nya. Hanya dengan cara ini kita dapat memperoleh pengertian yang dalam mengenai arti hidup ini.
Tema-tema Kunci
1. Manusia
Sungguh aneh, bahwa dengan melalui pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan, kita mendapatkan pengertian yang dalam mengenai bagaimana Allah menciptakan kita. Kenyataan bahwa kita memikirkan semua ini, dan bahwa kita perlu mempunyai tujuan hidup, merupakan suatu bukti kebesaran manusia sebagai ciptaan Allah (Pengk 3:10,11). Hal ini juga menunjukkan kepada kita ketidaktahuan manusia yang menyedihkan tentang hal-hal rohani (Pengk 7:23,24; 8:16,17; 11:5,6). Yang lebih buruk lagi ialah bahwa semua ini menunjukkan betapa kita tidak hidup sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah (Pengk 7:20,27-29).
2. Kematian
Kitab Pengkhotbah selalu mengingatkan kita pada fakta yang sering kita lupakan, yaitu bahwa kita semua pada suatu ketika akan mati. Hal ini harus membuat kita lebih peka mengenai bagaimana kita menggunakan segala kesempatan yang ada pada saat ini. Lihat Pengk 2:14-16; 3:18-21; 5:15,16; 6:12; 8:7,8; 9:2-6; 12:1-7.
3. Takut kepada Allah
Seperti sering ditulis dalam Perjanjian Lama, sikap yang benar terhadap Allah digambarkan sebagai takut kepada-Nya, yaitu bahwa kita mengakui Dia sebagai Allah dan hidup sesuai dengan sikap ini. Ini berarti bahwa kita harus menyembah Dia dan berusaha menyenangkan Allah dalam segala hal yang kita lakukan. Sikap ini juga menyangkut pengertian bahwa Dia melihat segala yang kita lakukan dan bahwa pada suatu ketika kita harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita di hadapan-Nya. Lihat Pengk 5:1-7; 7:18,26; 8:2,12, 13; 12:1,13.
4. Hikmat
Pengkhotbah adalah salah satu kitab yang membicarakan mengenai hikmat. Hikmat ini sebenarnya milik Allah sendiri, tetapi Dia memberikannya kepada manusia, laki-laki dan perempuan (Pengk 2:26). Agar kita tidak menganggap hal ini sebagai suatu hal yang sukar dimengerti, kita diberi contoh-contoh mengenai apa yang dimaksudkan dengan hikmat praktis itu (Pengk 8:2-6; 10:1-11:6). Sebenarnya, peringatan si Pengkhotbah yang terakhir ialah bahwa kehidupan itu bukan untuk diketahui, tetapi untuk dijalani (Pengk 12:12-14).
Garis Besar Intisari: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) [1] HIDUP ITU PERCUMA Pengk 1:1-2:26
Pengk 1:1-11Segala sesuatu sia-sia
Pengk 1:12-18Ilmu pengetahuan tidak dapat menolong
Pengk 2:1-11Kenikmatan
[1] HIDUP ITU PERCUMA Pengk 1:1-2:26
Pengk 1:1-11 | Segala sesuatu sia-sia |
Pengk 1:12-18 | Ilmu pengetahuan tidak dapat menolong |
Pengk 2:1-11 | Kenikmatan tidak membawa hasil |
Pengk 2:12-16 | Setiap orang harus mati |
Pengk 2:17-23 | Keberhasilan tidak berarti apa-apa |
Pengk 2:24-26 | Hanya Allah yang dapat memberi kepuasan |
[2] BAGAIMANA ALLAH MENGATUR SEMUANYA Pengk 3:1-22
Pengk 3:1-8 | Segala sesuatu ada waktunya |
Pengk 3:9-15 | Manusia pada tempatnya |
Pengk 3:16-22 | Allah yang menentukan |
[3] KEMISKINAN, KEKAYAAN DAN ALLAH Pengk 4:1-6:6
Pengk 4:1-8 | Manusia ditakdirkan untuk bersusah payah |
Pengk 4:9-12 | Ada penghiburan dalam persekutuan |
Pengk 4:13-16 | Kesia-siaan kuasa |
Pengk 5:1-7 | Pandanglah Allah selalu |
Pengk 5:8-6:6 | Bagaimana menangani harta kekayaan |
[4] AMBILLAH MANFAAT YANG TERBAIK Pengk 6:7-7:29
Pengk 6:7-12 | Apa gunanya? |
Pengk 7:1-22 | Nasihat berhikmat |
Pengk 7:23-29 | Hikmat dan penyelewengan manusia |
[5] BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP MANUSIA DAN TUHAN Pengk 8:1-7
Pengk 8:1-8 | Patuh kepada perintah raja |
Pengk 8:9-15 | Hidup berhikmatlah yang terbaik |
Pengk 8:16, 17 | Tetapi banyak sekali yang tidak dipahami |
[6] HIDUP DAN BAGAIMANA MENJALANI KEHIDUPAN Pengk 9:1-12:14
Pengk 9:1-18 | Kehidupan itu singkat |
Pengk 9:11-18 | Kehidupan seakan-akan tidak adil |
Pengk 10:1-11:8 | Nasihat hikmat selanjutnya |
Pengk 11:9-12:8 | Layanilah Allah selagi engkau mampu melakukannya |
Pengk 12:9-14 | Kesimpulan |
Bank BCA Cabang Pasar Legi Solo - No. Rekening: 0790266579 - a.n. Yulia Oeniyati
Kontak | Partisipasi | Donasi