Klaim dasar partikularitas adalah keunikan dan finalitas Yesus Kristus. Klaim ini dibangun di atas dasar-dasar Alkitab, ada dalam pernyataan-pernyataan yang jelas dari firman Tuhan. Dengan demikian, untuk memahami konsep ini secara utuh dan tepat, diperlukan pengertian terhadap dasar perkembangannya.
A Dasar Keunikan dan Finalitas Kristus
Keunikan dan finalitas Kristus tidak dapat dimengerti hanya dengan melihat pribadi dan karya Kristus seperti yang diinformasikan oleh Injil. Pinnock menganjurkan agar memahami keunikan Kristus dari konsep Allah yang dicatat oleh PL, sebab keunikan Kristus berakar dalam keunikan Allah Israel.1672 Allah Israel adalah unik, dibanding para allah bangsa lain. Ia adalah Allah yang hidup, masuk ke dalam dan berkarya di dalam sejarah. Dalam berhubungan dengan-Nya, dituntut suatu penyembahan yang eksklusif dan persekutuan yang personal. Konsep Allah yang demikian mempersiapkan dan membangun figur Mesias yang akan datang dalam bentuk manusia, Yesus Kristus. Pinnock memberikan argumentasinya bahwa Kristus adalah unik karena ia berelasi dengan Allah, sebagai Anak Allah." Penjelmaan, pelayanan, dan karya penyelamatan Yesus Kristus adalah manifestasi dari keunikan Allah, sehingga dari konteks inilah konsep (the high) christology lahir.1673 Dengan kata lain, keunikan dan finalitas Kristus ditentukan oleh keunikan dan finalitas Allah, sebab tidak mungkin berbicara tentang Kristus tanpa menghubungkannya dengan Allah dalam konteks trinitarian.
B. Karakteristik Keunikan dan Finalitas Kristus
Aksioma partikularitas yang mengacu kepada keunikan dan finalitas Kristus dapat secara sangat jelas dilihat pada karya-karyaNya, penjelmaan, dan pelayanan-Nya. Inkarnasi menunjuk pada keunikan Kristus.1674 Dia adalah Allah dan manusia sejati. Sebagai manusia, Ia unik karena di dalam kemanusiaan-Nya ada kepenuhan, kesetaraan, dan kemuliaan Allah. Secara paradoks. Yesus Kristus adalah transendensi yang imanen sekaligus imanensi yang transenden. Namun demikian, menurut Pinnock, inkarnasi bukanlah kategori yang normatif, merupakan standar satu-satunya dalam mengungkapkan keunikan-Nya, sebab masih ada faktor-faktor lain, yang dapat dipakai untuk menjelaskan keunikan-Nya. Jadi, walaupun inkarnasi itu unik, tetapi tidak boleh dieksploitasi.1675 Jadi, keunikan figur manusia - ilahi adalah pendekatan "Kristologi dari Atas," yang menurut Pinnock, tidak dapat dinegosiasikan; sebab hal itu akan mengaburkan fakta dan menghilangkan pemahaman yang utuh dan benar tentang Kristus.1676
Finalitas Yesus Kristus dinyatakan secara tegas dalam peranNya sebagai agen kerajaan Allah. Hidup dan pelayanan Yesus Kristus di dunia berkaitan erat dengan kedatangan kerajaan Allah baik secara historis maupun eskatologis. PelayananNya terfokus pada proklamasi dan manifestasi kerajaan itu di tengah kehidupan manusia. Klaim finalitas Yesus Kristus telah diuji melalui kematianNya bagi penebusan banyak orang dan telah dilepaskan melalui kebangkitan-Nya.1677 Respon terhadap kehadiran kerajaan Allah dalam CiriNya sangat menentukan keadaan manusia di masa yang akan datang dalam kekekalan. Dengan kata lain, setiap orang harus berhadapan atau dikonfrontasikan dengan klaim partikularistik Kristus dan menanggapinya dengan positif sebab Dia sebagai finalitas pewahyuan Allah, adalah firman Allah yang final bagi manusia.1678
C. Trilogi Implikasi Partikularitas Clark H. Pinnock
Aksioma partikularistik memiliki trilogi implikasi penting: pertama, keunikan dan finalitas Kristus menolak relativisme. Implikasi logis dan keabsolutan Kristus adalah penolakan terhadap unsur-unsur yang relatif, seperti apa yang dipercayai oleh kaum pluralis. Pandangan modern, yang diwakili oleh mazhab relativitas sejarah Ernst Troeltsch, memahami kekristenan (Kristus) bukan sebagai yang absolute, tetapi sebagai yang relatif. Sebab sebagaimana waktu berubah, maka isi dan bentuk iman (yang ada dalam waktu) juga harus disesuaikan dengan perubahan, sehingga keabsolutan secara relatif hanya ada pada kondisi tertentu.1679 Kedua, keunikan dan finalitas Kristus menolak universalisme. Unsur atau pengalaman keagamaan yang universal tidak menjadikan segala sesuatu sama. Secara teoritis, setiap sistem kepercayaan memiliki partikularitasnya sendiri yang tidak dapat dikompromikan dengan yang lainnya. Partikularitas yang dikompromikan akan menghasilkan penyimpangan (bias).1680 Ketiga, keunikan dan finalitas Kristus menolak unitarianisme. Unitarian di sini dimengerti sebagai pandangan yang memahami keilahian yang ketat singular. Fokus kepada partikularitas Kristus tidak berarti menjadikan kondisi ini unitarian, kepada pribadi kedua Allah saja, tetapi sebaliknya mengacu kepada karya Allah (dan Roh Kudus), sebab kehadiran Kristus tidak dapat dilepaskan dari seluruh ekonomi Allah, Allah ditubuhkan (embodied) dan diartikan oleh Kristus.1681
Model Inklusivisme Clark H. Pinnock: Suatu Rekonsiliasi
Inklusivisme, menurut pemahaman Clark H. Pinnock, didefinisikan sebagai suatu pandangan yang mempertahankan finalitas Kristus sebagai Juruselamat manusia sekaligus menekankan kehadiran Allah yang menyelamatkan di dalam dunia secara lebih luas dan di dalam agama-agama lain.1682 Definisi ini jelas memiliki dua komponen yang sejajar, partikularitas kepercayaan kepada keunikan dan finalitas Yesus Kristus sebagai Juruselamat, dan universalitas jangkauan keselamatan yang ditawarkan kepada manusia. Bagi beberapa pandangan, sikap partikularis eksklusif dan sikap universalis pluralis, kedua komponen ini saling bertolak belakang, tidak ada titik singgung, namun Pinnock yang mewakili sikap inklusif mencoba mendekatkan kedua ekstrim tersebut dalam definisi inklusivismenya.
Usaha rekonsiliasi yang sulit dan beresiko ini ditempuh Pinnock dengan cara memformulasikan pandangannya. yang menurutnya berbasis Alkitab, dengan mengatakan bahwa Allah menyediakan keselamatan bagi dunia melalui karya seorang mediator, Yesus Kristus. Ini berarti bahwa universalitas (keselamatan bagi seluruh dunia) dapat dijangkau atau direkonsiliasi dengan menekankan partikularitas (keselamatan melalui Yesus) dalam kekristenan.1683 Dengan demikian, pandangan inklusivis mencoba meyakinkan bahwa anugerah keselamatan dapat diakses secara universal melalui yang partikular, sebab walaupun metode yang dipakai bersifat partikular, dalam Yesus, namun pengaruh atau dampaknya universal, bagi dunia. Inklusivisme adalah jalan tengah yang berusaha menjembatani partikularisme, yang terlalu sempit menafsirkan partikularitas dan universalitas karya Kristus, dengan universalisme, yang mengeksploitasi universalitas dengan mengabaikan pentingnya partikularitas.1684 Karya Allah secara universal dan partikular harus dimengerti sebagai jalan kembar atau misi yang saling bergantungan. Dengan demikian, ketegangan antara universalitas dan partikularitas dikurangi dan keduanya adalah saling melengkapi (complementary) bukan saling bertentangan (contradictory). Dalam inklusivisme, paket anugerah tidak dapat diperoleh dengan cara partikular atau universal melainkan dengan Cara partikular dan universal.