Pada tahun 1980, Alvin Toffler, pengarang buku future Shock yang menggemparkan itu, menulis kembali sebuah buku yang kemudian menjadi best seller juga dengan judul The Third Wave (Gelombang Ketiga). Dalam buku tersebut Toffler membahas tentang Revolusi Ketiga yang terjadi dalam sejarah dunia setelah Revolusi Pertanian dan Revolusi Industri. Third Wave-nya Toffler menguraikan terjadinya Revolusi budaya dalam kehidupan manusia di bidang-bidang pekerjaan, gaya hidup, etos kerja, sikap seksual, konsep-konsep hidup, tata ekonomi dan politik, dan nilai-nilai baru.
Isu yang akan dibahas dalam tulisan ini hanya mengadaptasi istilah tersebut tanpa ada hubungan konsepsi. Gerakan Gelombang Ketiga adalah suatu gerakan yang. baru dikenal pada lima tahun terakhir ini, namun telah menarik perhatian banyak pemimpin gereja/pendeta di dunia Barat. Majalah beken Christianity Today edisi bulan Mei 1986, mengutip C. Peter Wagner, tokoh Gerakan Gelombang Ketiga: "Gerakan Gelombang Ketiga melayani gereja-gereja dengan tradisi theologia Reformed, namun tidak terlibat dalam pelayanan adikodrati. Kami mengajarkan bagaimana pelayanan tersebut dilakukan dalam gereja-gereja non karismatik tanpa menimbulkan perpecahan. Kami tidak menekankan bahasa lidah."32 Dengan kata lain, Gerakan Gelombang Ketiga ini adalah suatu usaha untuk mendorong gereja-gereja Injili, Reformed, dan Tradisional melibatkan kuasa adikodrati Allah dalam pelayanan dan kehidupan jemaat, bukan saja di dunia Barat tetapi juga di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Gerakan Gelombang Ketiga
Sekitar tahun 1983, sejumlah pemimpin Kristen di Amerika membicarakan tentang Gerakan Gelombang Ketiga (The Third Wave Movement). Gerakan Gelombang Ketiga ini merupakan kelanjutan dari Kebangunan Rohani di Azusa Street, Los Angeles - pada tahun 1906 yang dikenal sebagai Gerakan Pentakosta Modern - dan Gerakan Karismatik yang terjadi sekitar tahun 1950 yang dikenal juga sebagai Gerakan Pentakosta Baru. Gerakan Gelombang Ketiga adalah gerakan yang terjadi dalam gereja-gereja Injili, Reformed dan Tradisional yang mengakui dan memanfaatkan karunia-karunia adikodrati tanpa mengindentifikasikan diri dengan Gerakan Pentakosta atau Karismatik.
Dr, Peter Wagner, dosen Pertumbuhan Gereja pada Fuller Theological Seminary dan merupakan ahli serta pelanjut Gerakan Pertumbuhan Gereja yang dipelopori oleh Dr. Donald McGavran (Bapak Gerakan Pertumbuhan Gereja), adalah salah seorang pelopor Gerakan Gelombang Ketiga ini.
Dalam wawancara pertama kali untuk memperkenalkan Gerakan Gelombang Ketiga ini di majalah Pastoral Renewal edisi Juli - Agustus 1983, Dr. Wagner mengatakan bahwa ia melihat tahun delapan puluhan merupakan awal keterbukaan kaum Injili dan Kristen lainnya terhadap karya adikodrati Roh Kudus, yang telah dialami oleh kalangan Pentakosta dan Karismatik, namun tanpa menjadi Pentakosta atau Karismatik.
Dengan menggunakan pengalamannya sendiri, Dr. Wagner mengatakan bahwa meskipun ia memiliki karunia adikodrati namun ia bukanlah seorang Karismatik atau Pentakosta. Ia adalah anggota Jemaat Lake Avenue Congregational Church (LACC) di Pasadena, karenanya ia menyebut diri adalah Congregationalist. LACC adalah Gereja yang paling bertumbuh di daerah San Gabriel Valley. California Selatan. Anggota jemaatnya 4.000 orang. Sepertiga anggaran mereka digunakan untuk misi dan dua tahun lalu telah dimulai kebaktian dengan bahasa Indonesia untuk melayani para mahasiswa serta pendatang dari Indonesia (sekarang memakai nama Gereja Kristen Indonesia Lake Avenue). Namun demikian LACC terbuka terhadap gerakan Roh Kudus sebagaimana yang telah terjadi di kalangan Karismatik.
Sebagai contoh, ia mengatakan bahwa pada tiap akhir kebaktian umum hari Minggu - ada tiga kali kebaktian umum yang dihadiri masing-masing lebih dari 1.000 orang - gembala sidang mereka mengundang setiap orang yang membutuhkan kesembuhan jasmani dan batin untuk maju ke depan dan menuju ke kamar doa untuk didoakan dan diberikan pengurapan minyak. Mereka juga mempunyai tim yang terdiri dari anggota-anggota yang tahu bagaimana berdoa untuk orang sakit.
Dr. Wagner menguraikan bahwa Jemaat LACC berpikir dan bertindak menurut Cara Congregationalist, bukan cara Karismatik, namun membawa hasil yang sama! Ia sendiri mempunyai beberapa perbedaan dasar dalam theologia dengan kalangan Pentakosta dan Karismatik, namun hal tersebut tidak merusak sedikit juga pelayanan mereka yang membawa manfaat dan tidak menyebutkan diri sendiri sebagai Karismatik.33
Sejak dipopulerkannya Gerakan Gelombang Ketiga pada awal tahun delapan puluhan melalui berbagai media Kristen, khususnya majalah Christian Life yang memiliki rubrik tetap mengenai The Third Wave yang diasuh oleh Dr. Peter Wagner, maka makin banyaklah gereja-gereja Injili, Reformed dan Tradisional menyambut dengan positif masuknya Gerakan Gelombang Ketiga ini ke dalam gereja mereka yang pada mulanya sangat tertutup, khususnya para pendeta yang mengambil program Doctor of Ministry (D.Min.) di Fuller, sebagaimana pepatah mengatakan "tak kenal maka tak sayang, setelah dikenal makin disayang."
Sebagai kelanjutan penggalakkan Gerakan Gelombang Ketiga di antara gereja-gereja Injili, Reformed, dan Tradisional, maka pada tanggal 27 - 30 Mei 1986 di Orlando, Florida, telah diselenggarakan Konferensi dengan tema, Gelombang Ketiga: Kesembuhan Adikodrati dalam Gereja Lokal, yang diikuti oleh 102 pemimpin/pendeta yang mewakili 30 denominasi, antara lain dari: Christian and Missionary Alliance (Kemah Injil di Indonesia), Mennonite (Gereja Kristen Muria di Indonesia), Gereja-gereja Baptis dengan berbagai cabangnya, Gereja Lutheran, Christian Reformed, Presbyterian Church (sealiran dengan G.K.I. atau G.K.T. di Indonesia), Gereja Methodist dan sebagainya. Seorang partisipan memberi komentar: "Suatu pengalaman yang sangat indah dalam Konferensi ini adalah mendalamnya rasa persatuan yang mengatasi keanekaragaman tersebut."34
Dalam Konferensi tersebut, Dr. Peter Wagner menekankan bahwa Konferensi tersebut terpanggil untuk menolong para pemimpin gereja tersebut untuk mengerti dan menginisiatifkan pelayanan-pelayanan yang mengikutsertakan kuasa adikodrati Allah dalam jemaat-jemaat mereka.35
Dalam Konferensi tersebut diadakan pula lokakarya yang dipimpin oleh Pdt. Robert Wise, Gembala Sidang Gereja Reformed di Oklahoma, Pdt. Fred Luthy, Gembala Sidang Gereja Lutheran di Big Rapids, Michigan dan Cathy Schaller serta Georga Eckart, keduanya pendeta awam (lay minister) dari LACC. Keempat hamba Tuhan tersebut telah membuktikan bahwa kuasa adikodrati Allah dapat dan sungguh terjadi di dalam gereja-gereja Injili, Reformed dan Tradisional, dengan terjadinya berbagai kesembuhan Ilahi dalam Konferensi tersebut. Seorang pendeta Presbyterian U.S.A. berkomentar: "Saya pikir Konferensi ini sangat berhasil. Hal tersebut meneguhkan apa yang telah saya percaya. Saya sungguh menghargai roh Konferensi tersebut, kasih dan kesatuan peserta dan kerendahan hati para pembicara. Hal tersebut mendesak saya untuk melaksanakan dengan serius Gelombang Ketiga ini dan berperan di dalamnya." Seorang pendeta dari Southern Baptist (sealiran dengan Seminari Baptis di Semarang) memberikan kesan: "Saya menghargai keseimbangan antara teori dan praktek. Saya merasa itu adalah Konferensi terbaik yang saya ikuti dalam 25 tahun ini. Hal tersebut telah mengesahkan kesembuhan Kristen untuk gereja Injili pada hari ini."36
Dalam Konferensi tersebut Dr. Wagner menegaskan bahwa Gelombang Ketiga merupakan kesinambungan pencurahan Roh Kudus yang terjadi pada Gelombang Pertama dan Kedua ke dalam gereja-gereja Injili tanpa menjadi Pentakosta atau Karismatik, dengan pengalaman kehadiran Roh Kudus dalam kesembuhan dan pelayanan adikodrati lainnya.37