Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 8 No. 1 Tahun 1993 >  ADAKAH KESELAMATAN DI LUAR KRISTUS > 
PENDEKATAN ANTROPOLOGIS 

Setiap manusia, tak terkecuali ia berasal dari bangsa manapun, memiliki kebudayaan apapun, maupun hidup pada zaman kapanpun dan seterusnya; siapapun dirinya tentu memiliki naluri dan nurani beragama yang khas masing-masing. Maka dalam hal ini mula pertama kita tidak perlu terlebih dulu mempersoalkan perbedaan obyek kepercayaannya, pemahaman imaninya serta tata cara peribadatannya, apalagi kadar kedalaman religiusnya. Singkat kata, pada dasarnya setiap orang berhak untuk mengklaim dirinya adalah seorang insan beragama, terlepas dari subyektivitas entah benar atau tidak nilai keyakinannya tersebut. Namun tetap harus diakui adanya fakta obyektivitas bahwa beranjak dari kodrat insaninya semua manusia juga mempunyai dimensi religiositas yang unik. Artinya, pengalaman hidup beragama seseorang merupakan bagian yang memang tak terpisahkan dari natur ciptaan yang melekat pada dirinya sebagai makhluk yang berkapasitas untuk percaya dan menyembah kepada "realitas" yang lebih tinggi dari diri manusia, entah "realitas" itu bersifat tunggal atau jamak, dipanggil sebagai Allah atau dewa ataukah sesuatu yang diilahkan.

Orang Kristen, sama seperti sesamanya manusia yang beragama lain juga mempunyai naluri dan nurani untuk beragama sesuai dengan kodrat manusiawi tadi. Dalam pengertian umum, kita melihat bahwa ungkapan beragama di sini adalah mengandung asumsi dan konotasi seseorang ingin melepaskan hidupnya dari keadaan kacau (sebagaimana kata agama berasal dari bahasa Sansekerta a gamos, yang berarti tidak kacau). Secara lebih mendalam tersirat adanya suatu ketergantungan kepada "realitas" yang lebih tinggi itu agar manusia bisa mencapai hidup yang tidak kacau. Keselamatan menurut keyakinan iman Kristiani, sebagaimana juga dalam beberapa kepercayaan yang lain membutuhkan campur tangan realitas "Juruselamat". Sedangkan upaya menyelamatkan diri dari kebinasaan atau kekacauan hidup yang hanya tergantung kepada kehendak maupun kemampuan diri pada dasarnya bersifat antroposentris. Walaupun demikian, kita menyadari bahwa naluri untuk mempertahankan hidup memang telah terpatri dalam sanubari setiap makhluk ciptaan yang disebut manusia.

Telaah komparatif agama meliputi segi persamaan dan perbedaan. Studi yang cermat dan menyeluruh dalam arti seluas-luasnya, sedalam-dalamnya bahkan selengkap-lengkapnya, tentu tidak dapat dipaparkan hanya melalui tulisan ini. Karena itu di atas penulis hanya menyebutkan aspek persamaan yang paling mendasar dan umum antara umat beragama yang sama-sama menginginkan tercapainya suatu kehidupan yang aman sejahtera dan tidak kacau. Selebihnya tentu masih banyak segi persamaan seperti kesadaran akan adanya satu eksistensi sesudah melewati kesementaraan hidup di dunia ini; pengakuan terhadap adanya sumber kekacauan, kejahatan dan sistem dunia yang telah rusak (baca. berdosa); sementara juga mengharapkan adanya semacam penyelesaian terhadap kekacauan tadi dengan keyakinan adanya jalan keluar yang biasa disebut sebagai suatu sistem keselamatan. Sampai di sini kita juga dapat mengamati perbedaan antara sistem penyelesaian atau jalan, cara serta persyaratan keselamatan yang diyakini dan dianut oleh setiap insan beragama.



TIP #24: Gunakan Studi Kamus untuk mempelajari dan menyelidiki segala aspek dari 20,000+ istilah/kata. [SEMUA]
dibuat dalam 0.07 detik
dipersembahkan oleh YLSA