Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 8 No. 2 Tahun 1993 >  SENI DAN KEKRISTENAN DALAM ERA GLOBALISASI > 
IV (EMPAT) 

Salah satu buku bacaan anak-anak kelas dunia yang amat terkenal ditulis oleh Mark Twain; "Tom Sawyer dan Pengalaman Huckleberry Finn." Buku yang menceritakan dunia nakalnya anak-anak yang penuh dinamika, lugu dan petualangan yang cukup membuat para orang dewasa tak habis pikir dan mumet ini disajikan dengan bahasa penyajian begitu lincah dalam seni bertuturnya. Semua pembaca buku ini di belahan dunia manapun diajak masuk menjadi salah satu tokoh pemeran yang ada di buku karya Mark Twain tersebut. Seniman ini jelas sekali menulis dengan gaya seorang yang begitu paham dan berangkat dari dunia Kristen. Ini bisa terlihat dari latar belakang kehidupan keluarga dari tokoh-tokohnya dan latar belakang dari masing-masing keluarga dan kehidupan masyarakat dari cerita tersebut. Mark Twain bercerita dan menggambarkan dengan kelas bagaimana sikap hidup keluarga dan masyarakat Kristen pada masa itu di negara bagian Eropa.

Kisah petualangan dunia kanak-kanak yang ditulis oleh Laura Ingalls Wilder berdasar kisah nyata pengalaman masa kanak-kanak dirinya dan suaminya, Almanzo Wilder, banyak menarik kalangan penggemar buku terutama anak-anak Amerika dari mana kisah itu sendiri berlatar belakang. Kisah-kisah dalam buku ini sempat ditayangkan lewat layar kaca TV; "Rumah Kecil di Rimba Besar" dan "Rumah Kecil di Padang Rumput." Kisah nyata penuh petualangan ini jelas ditulis oleh seorang seniman yang memiliki latar belakang keluarga yang terdidik secara Kristen karena itulah tak mengherankan karya-karyanya pun lantas menyiratkan suatu karya seni bernafaskan semangat Kristen. Sama halnya dengan kisah Heidi, bahkan pada sebagian besar buku-buku bacaan dengan latar belakang dunia Barat dan ditulis oleh penulis Barat, dunia kekristenan sudah bisa dipastikan akan tersiratkan. Para seniman atau pengarang-pengarang tersebut seolah menjadi saksi dari kebesaran Tuhan Allah. Ia menuliskan kesaksian kisah hidup secara nyata dari panggung kehidupan ini. Tampak sekali mereka menjadi penganut ajaran Kristus Yesus, yang amat menonjol dan bahkan teramat ditonjolkan dan akhirnya menjadi (salah satu) cap, legitimasi karya seni sastra Kristen. Dengan ajaran kasih, yang pertama dan paling utama.

Tidak hanya pada karya-karya berbentuk puisi atau sajak, syair lagu puji-pujian karya cerpen maupun novel (roman) saja, karya seni bernapaskan Kristen termeteraikan dan menjadi saksi pada zaman-zamannya. Di bidang karya sastra drama, banyak sekali karya seni lakon drama panggung yang ditulis dengan siratan bahkan berlatar belakang Kristen. "Waiting for Godot" karya Samuel Beckett contohnya. Lakon drama yang berbicara tentang kegelisahan pada sekelompok orang yang menunggu ini bila disimak secara teliti, ternyata lakon ini berbicara dan mempersoalkan seorang tokoh yang ditunggu-tunggu tapi tak kunjung datang juga. Tokoh yang dikenal oleh mereka dengan baik. Tapi juga samar-samar. Sang Godot yang ditunggu, serta unsur utama penulisan lakon dan masalah utama lakon itu ternyata adalah Sang Mesias yang dikenal oleh setiap orang dengan baik dan mengenal setiap umat dengan amat baiknya.

Lakon bergaya Samuel Beckett seperti "Menunggu Godot" ini di Indonesia lantas mengilhami penulis lakon drama, novelis, wartawan dan budayawan Putu Wijaya pada lakonnya yang diberi judul "Dag Dig Dug". Tema kemanusiaan atau memanusiakan manusia atau lakon yang berbicara tentang kematian dan mempersiapkan suatu kematian itu terasa sangat manusiawi dan menjadi cerminan sebuah masyarakat yang ada di Indonesia. Putu Wijaya mengangkatnya lewat kultur budaya Bali dari mana dan di mana ia dibesarkan. Lakon-lakon drama dengan napas Kristen juga banyak ditulis oleh N. Riantiarno (tokoh dramawan teater Koma). Bahkan beberapa naskah lakon dramanya ditulis sebagai suatu bentuk karya seni drama yang mengangkat dunia kehidupan orang-orang Kristen. Tak jauh berbeda dengan N. Riantiarno, juga Teguh Karya, tokoh teater dan film ini banyak menggarap karya-karya sebagai bentuk kesaksian dirinya sebagai seniman Kristen yang peduli akan hidup dan kehidupan di sekitarnya. Senapas dengan cara yang dilakukan oleh Teguh Karya, juga dilakukan oleh tokoh teater dari Studi teater Bandung (STB) Suyatna Aniran. Panggung bagi para seniman teater Kristen ini lantas menjadi alat mereka untuk menyuarakan firman dan kebesaran Tuhan Allah, Yesus Kristus beserta ajaran-Nya. Idiom atau lambang-lambang mereka manfaatkan sebagai penyalur talenta yang diterima dari-Nya untuk kemuliaan semua umat. Dan cara-cara mereka melimpahkan ilmu pengetahuan dan membagi-bagikan talenta yang didapat dari Tuhan Allah kepada semua orang yang membutuhkannya, diberikannya dengan penuh rasa tanggung jawab dan kasih akan sesamanya tanpa memandang tingkat derajat, kelompok atau golongan. Sikap para seniman yang tak menganut, ajaran membedakan antar sesamanya adalah cerminan ajaran global (universal) yang didapat dari panutan mereka dalam hidupnya, yaitu Kristus Yesus.



TIP #30: Klik ikon pada popup untuk memperkecil ukuran huruf, ikon pada popup untuk memperbesar ukuran huruf. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA