Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 11 No. 2 Tahun 1996 >  COMMON GRACE: SUATU DISKUSI TEOLOGIS DI KALANGAN REFORMED > 
KEBAJIKAN 

Calvin menulis:

In every age there have been some who, under the guidance of nature, were all their lives devoted to virtue... by the mere study of virtue, they evinced that there was some purity in their nature.1036

Sepintas ini mengejutkan, apalagi ia menambahkan:

Such examples, when, seem to warn us against supposing that nature of man is utterly vicious, since under its guidance, some have not only excelled in illustrious deeds, but conducted themselves most honourably through the whole course of their lives.1037

Tapi Calvin menjelaskan hal ini menurut teologinya yang teosentris. Menurutnya, masih ada ruang bagi anugerah ilahi di dalam kerusakan hakekat manusia. Secara negatif, dapat dikatakan, anugerah itu tidak memurnikan hakekat, tapi menjadi kendali internal baginya. Dengan kata lain, Allah tidak membiarkan sama sekali manusia dalam kerusakan radikal hakekatnya. Jika Allah membiarkannya, tidak seorangpun yang tidak akan menunjukkan bahwa hakekatnya sanggup melakukan semua kejahatan moral.1038

Allah melakukannya dengan memberikan rasa malu, ketakutan kepada hukum, hasrat akan keinginan untuk hidup jujur, atau minat untuk mengatasi hawa nafsu.1039

Secara positif, kebajikan luar biasa yang menandai hidup orang-orang tertentu (bukan umat pilihan) merupakan karunia khusus ilahi, dan bukan bakat alami. Atas dasar inilah dapat dikatakan ada orang yang baik, dan ada yang jahat.1040

Calvin juga mengutip Bapa-bapa Gereja. Menurutnya, meskipun bapa-bapa Gereja, kecuali Augustinus, sering terlihat ambivalen dalam pandangan mereka tentang keberdosaan manusia, mereka tidak menilai tinggi, bahkan tidak memperhitungkan kebajikan manusia.1041 Mereka mengasalkan seluruh nilai dari kebajikan itu kepada Roh Kudus. Mereka ingin mengajar manusia supaya sepenuhnya membuang keyakinan akan diri sendiri dan menaruh kekuatannya hanya kepada Allah.1042

Tapi Calvin juga menyatakan bahwa semua kebajikan itu tidak memiliki motivasi untuk memuliakan Allah. Padahal, menurutnya, itu merupakan hal yang prinsip bagi Allah.1043 Kebajikan dengan motivasi memuliakan Allah adalah kebenaran sejati yang seharusnya dilakukan manusia. Kebajikan tanpa motivasi memuliakan Allah hanyalah gambaran luar dari kebenaran sejati. Di hadapan pengadilan Allah kebajikan seperti itu tidak memiliki nilai sama sekali, dan dengan demikian pelakunya tidak dapat disebut orang benar.1044 Mungkin mereka melakukannya dengan motivasi ambisi pribadi, cinta diri, dan sebagainya yang pada dasarnya bukan kasih kepada Allah dan kesungguhan untuk melayani Dia.1045 Dengan demikian, mengikuti Augustinus, betapapun mengagumkannya kebajikan mereka, hukuman lebih layak mereka terima tinimbang pahala. Jika semasa mereka di dunia Allah memberikan pahala kepada mereka, itu bukan karena mereka layak menerimanya. Allah memberikannya dengan tujuan menunjukkan bahwa Ia berkenan akan kebenaran sejati dan tidak membiarkan gambaran luar dari kebenaran itu terwujud tanpa pahala sama sekali.1046



TIP #02: Coba gunakan wildcards "*" atau "?" untuk hasil pencarian yang leb?h bai*. [SEMUA]
dibuat dalam 0.21 detik
dipersembahkan oleh YLSA