Pernyataan Adam yang mengatakan bahwa, "Ini adalah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku," adalah suatu pernyataan yang sama sekali tidak mengandung niat jahat, atau keinginan untuk mendominasi Hawa, istrinya. Justru dengan pernyataan tersebut ia menyambutnya dengan kekaguman. Tindakan ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang setara dengan diri Adam yang ditemukannya pada Hawa.1188 Dengan demikian tentunya Adam sama sekali tidak bermaksud untuk menganggap Hawa mempunyai posisi yang lebih rendah dari dirinya. Dan hal ini menyatakan bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan tidak ada maksud menganggap salah satu lebih rendah dari yang lain. pernyataan yang menyetujui kesejajaran pria dan wanita juga diungkapkan oleh Mary J. Evans, yang mengatakan:
Ulangan 29:9-11 menyatakan dengan jelas bahwa wanita adalah anggota penuh dari komunitas perjanjian. Dan hal ini berarti harus diasumsikan bahwa ia juga mempunyai tanggung jawab yang penuh untuk melakukan tugasnya. Wanita mempunyai tugas khusus untuk kehidupan bangsa, bukan hanya tugas sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga sebagai individu dan mereka juga tidak disisihkan dari tugas kepemimpinan bila keadaannya memang memungkinkan demikian.1189
Selain pendapat yang menyetujui adanya kesejajaran pria dan wanita, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa wanita berada di bawah laki-laki. Pendapat ini antara lain mengambil dasar dari Kej 3:16. Dikatakan bahwa nafsu seorang wanita akan membuatnya menjadi budak kemauan laki-laki. Dikatakan juga bahwa wanita akan mempunyai keinginan sebatas pada apa yang diingini suaminya dan ia tidak menguasai keinginannya sendiri.1190 Tanggapan terhadap pendapat ini tentu sangat beragam. Salah satu di antaranya mengatakan bahwa teks Kej 3:16 bukanlah berisi satu aspek hukuman bagi wanita. Tetapi bagian ini memberikan penjelasan dan gambaran tentang kondisi yang akan terjadi setelah kejatuhan. Keadaan yang akan dialami wanita tersebut dikatakan bukanlah suatu ketetapan yang diberikan Allah, tetapi merupakan akibat dari dosa.1191 Akhirnya penulis mengambil kesimpulan bahwa posisi pria dan wanita adalah sejajar.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah kesejajaran tersebut juga berlaku dalam hubungan pria dan wanita dalam keluarga yakni dalam hubungan mereka sebagai suami dan istri.
Dalam Bil 30:8 dinyatakan tentang istri yang tidak dapat melangkahi otoritas suaminya di rumah dengan alasan janji yang dibuatnya pada Allah. Nazar seorang istri kepada Allah baru dapat dijalankan apabila suaminya mengizinkannya. Menanggapi ayat ini Bruce mengatakan bahwa janji pada Allah tidak boleh menggantikan otoritas yang ada di bumi.1192 Ayat ini seringkali dimengerti sebagai dasar anggapan bahwa istri lebih rendah dari pada suaminya. Sedangkan sebuah tafsiran Alkitab menyatakan bahwa bagian tersebut menunjukkan sumpah seorang wanita yang telah menikah dan sumpah tersebut kemudian dapat dihapuskan oleh suaminya. Ayat ini sebenarnya menunjuk pada wanita yang membawa sumpahnya ke dalam pernikahannya, dan kemudian ia dibatasi dengan keras oleh suaminya. Maksud tindakan ini adalah tindakan perlindungan yang diberikan seorang suami kepada Istrinya.1193 Jadi ayat ini tidak mengatakan atau mendukung posisi wanita atau seorang istri yang dikuasai suaminya.
Sebenarnya dalam kehidupan berkeluarga pun terdapat kesejajaran di antara keduanya. Suami ataupun istri mempunyai otoritas yang sama besarnya. Dan tidak ada perbedaan pengaruh antara keduanya. Karena itu anak diharapkan tunduk kepada ayah dan ibunya.1194 Hubungan kesejajaran itu antara lain tampak dalam hubungan komunikasi mereka, seperti yang dinyatakan dalam Ayub 2:9. Pada ayat ini istri Ayub memberikan nasihat kepada Ayub. Pemberian nasihat itu menunjukkan bahwa memang benar seorang istri tidak mempunyai kedudukan di bawah suaminya.
Bagian lain dalam Alkitab yakni dalam Amsal 31:10-31 memberikan suatu penjelasan lagi tentang hubungan suami istri. Bagian ini menggambarkan tentang ketertundukkan seorang istri di bawah otoritas suaminya. Dikatakan bahwa istri bertindak dengan komersial untuk suaminya, dan tindakan ini dilakukannya dengan kebebasan yang besar.1195 Dari penjelasan kitab Amsal tersebut penulis kemudian memikirkan bahwa sebenarnya dalam kesejajaran itu, tidaklah terlalu aneh jika ada dominasi.1196 Maksudnya, seorang suami tetap sebagai pimpinan dari kelompok yang dipimpinnya yakni keluarganya. Sedangkan istri tunduk di bawah kepemimpinan itu dengan ikhlas, dan ini tidak berarti ia punya status yang lebih rendah.
Perjanjian Lama sendiri menyatakan bahwa tugas suami di rumah sebagai pimpinan adalah merupakan suatu pilihan agung dan bukan hanya sekadar konsekuensi sosiologis. Sehingga hal itu tidak mengandung ide bahwa perempuan lebih rendah mutunya dari laki-laki. Dalam Perjanjian Lama ada beberapa contoh wanita yang lebih bijaksana daripada suaminya. Antara lain Abigail, yang dinyatakan lebih bijaksana dari pada Nabal, suaminya, dan lebih berkonsentrasi untuk kemuliaan Allah daripada Daud (1 Sam 25).1197 Dari hal ini sekali lagi dapat dikatakan bahwa wanita atau istri mempunyai kelebihan, dan itu jelas menunjukkan bahwa memang ia tidak mempunyai mutu yang lebih rendah daripada laki-laki.
Jadi penulis mengambil kesimpulan bahwa suami istri mempunyai hubungan yang sejajar, tetapi dalam kesejajaran itu suami mempunyai posisi sebagai pimpinan.
Namun, dalam praktek kehidupan nyata pada masyarakat Perjanjian Lama, beberapa literatur menerangkan bahwa kehidupan wanita secara keseluruhan adalah menempati posisi yang kedua.1198 Diterangkan bahwa seorang ayah memegang pimpinan secara legal terhadap keluarganya. Dan setiap wanita selalu di bawah otoritas laki-laki, pertama ayahnya dan kedua adalah suaminya. Jadi wanita Israel digambarkan berada di bawah suaminya dan secara umum bisa dikatakan lebih rendah statusnya daripada laki-laki.1199