Lebih dari 10 tahun yang lampau. Hari, tanggal dan bulannya tidak saya ingat lagi. Tapi tempatnya masih saya ingat betul: Jalan Salemba Raya 10, Jakarta Pusat. Karena Ruang Sidang PGI sedang terpakai, maka kami berkumpul dalam keadaan darurat di ruangan lain yang sempit dan panas. Bayangkan: Jakarta, pukul setengah tiga siang!
Siapakah "kami" itu? Kami adalah kelompok kecil yang ditugaskan menyusun konsep "Sumbangan Pikiran PGI untuk Penyusunan GBHN 1988-1993." Siang itu kami akan membahas dan kemudian merumuskan sumbangan pikiran untuk sektor hidup keagamaan. Kebetulan sayalah yang diberi tugas memberikan pengantar awal.
Bila kemudian di dalam GBHN 1988-1993 (dan terus bertahan sampai GBHN 1993-1998) disebutkan antara lain:
"tanggung jawab bersama dari semua golongan beragama dan berkepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk secara terus-menerus dan bersama-sama meletakkan landasan moral, etik, dan spiritual yang kokoh bagi pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila,"
kalimat tersebut adalah hasil rapat kami siang itu. Dari pena sayalah kalimat itu berasal. Semua ini saya kemukakan, bukanlah untuk menyombongkan diri atau membanggakan apapun. Saya (terpaksa) menceritakannya agar fakta historis itu tidak dialpakan atau dipalsukan. Saya ingin memberikan kesaksian yang otentik, bagaimana dan mengapa kami tiba pada perumusan tersebut di atas.
Ini tidak berarti bahwa pertimbangan-pertimbangan kami pada waktu itu dengan sendirinya bisa dianggap sebagai tafsiran resmi. Namun paling sedikit kami dapat mengatakan apa-apa yang ada di balik kalimat tersebut pada waktu kami merumuskannya. Khususnya mengenai hubungan agama dan negara di dalam negara Pancasila, yang notabene sedang mengalami kerancuan yang luar biasa, baik secara konsepsional dan terlebih lebih secara operasional. Kerancuan ini, pada gilirannya, menjadi akar penyebab 1001 macam kerancuan dan kericuhan yang lain.