Ada tiga asas yang berlaku bagi hubungan agama dan negara dalam negara Pancasila. Ini membedakannya dari negara-negara yang mempunyai dasar/landasan yang lain.
Pertama, asas inklusif dan non diskriminatif. Semua agama mempunyai hak dan kewajiban konstitusional yang sama. Perbedaan dihormati, namun tidak dibeda-bedakan berdasarkan alasan apapun. Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan membantu semua agama tanpa pengecualian dan pembeda-bedaan.
Kedua, asas kebebasan dan kerukunan beragama. Negara menjamin kebebasan maupun kerukunan hidup beragama. Kedua asas ini terkait secara timbal balik. Kebebasan tidak boleh mengancam kerukunan, dan kerukunan tidak boleh mematikan kebebasan. Sebaliknyalah, kebebasan dilaksanakan dalam semangat kebebasan. Negara mempunyai kewajiban untuk menjadi wasit yang tidak berpihak, untuk menjamin kedua-duanya terlaksana secara seimbang dan dinamis.
Ketiga, asas kemitraan yang sejajar dan timbal balik antara agama dan negara, yang dapat dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut: (a) Negara mengakui otonomi agama, dan agama mengakui otonomi negara. masing-masing tidak mencampuri langsung urusan dan otoritas yang lain. (b) Namun demikian, antara keduanya terdapat keterkaitan fungsional. Tanpa mencampuri secara langsung urusan-urusan internal keagamaan, negara mempunyai tanggung jawab keagamaan yaitu melindungi dan membantu agar semua agama hidup dan berkembang dan menjamin baik kebebasan maupun kerukunan hidup beragama.
Di pihak lain, tanpa mencampuri secara langsung urusan-urusan kenegaraan (termasuk di sini pemaksaan kehendak dengan melalui kekuatan massa!), agama mempunyai tanggung jawab kenegaraan. Tanggung jawab ini adalah untuk meletakkan kerangka landasan moral, etik dan spiritual bagi pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. Tanggung jawab yang harus dilaksanakan secara terus menerus dan bersama-sama. Artinya, kerangka landasan moral, etik dan spiritual itu tidak hanya kontribusi satu agama tertentu saja!