Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 13 No. 1 Tahun 1998 >  KEPRIHATINAN ALLAH TERHADAP WONG CILIK (PERSPEKTIF PERJANJIAN LAMA) > 
C. KEPRIHATINAN ALLAH TERHADAP WONG CILIK 

Keprihatinan Allah terhadap wong cilik sungguh-sungguh mendapat tekanan dalam Perjanjian Lama, misalnya Allah menyatakan dirinya sebagai pelindung dan penolong wong cilik (Kel 20:22-23; Im 19:9-10; Ul 23:8; Za 7:9-10).

Beginilah firman Tuhan semesta alam: Laksanakanlah hukum yang benar dan tunjukkanlah kesetiaan dan kasih sayang kepada masing-masing! Janganlah menindas janda dan anak yatim, orang asing dan orang miskin, dan janganlah merancang kejahatan dalam hatimu terhadap masing-masing. (Zak 7:9-10).

Melalui nabi-nabinya Allah mengutuk penindasan dan perlakuan ketidakadilan terhadap wong cilik (Am 2:6-7; 5:10; Yer 5:8; 10:2; 22:3; Yeh 22:7). Mengapa Allah mempunyai perhatian yang besar terhadap wong cilik? Mengenai pertanyaan yang penting ini, O'Hagan mengajukan tiga pendapat yang secara ringkas dapat dikatakan sebagai berikut: (1) di dalam Alkitab sering orang kaya menjadi pelaku yang menindas wong cilik, dan mereka sangat materialistis, biasanya lebih mengutamakan harta mereka daripada Allah dan hukum-hukumnya. (2) Perhatian Allah terhadap wong cilik adalah merupakan sifatNya. Israel dipilih oleh Allah ketika bangsa Israel menjadi bangsa yang paling lemah. (3) Ada kecenderungan bahwa orang kaya memusatkan dirinya pada harta kekayaannya, berbeda dengan Wong cilik mereka banyak berharap kepada Allah.1273

Jika Allah berprihatin terhadap wong cilik, itu bukan berarti bahwa Allah tidak mempunyai perhatian terhadap para priyayi, orang kaya, penguasa karena kekayaan itu sendiri berasal dari Allah (Kej 27:28, Ams 10:22). Akan tetapi Allah mengecam orang kaya dan penguasa yang menindas wong cilik, sebaliknya Allah memberkati orang kaya yang membagi makanan mereka terhadap wong cilik.

Beberapa bentuk ungkapan keprihatinan Allah terhadap wong cilik di Perjanjian Lama disebutkan berikut ini:

1. Allah adalah Pembebas Kaum yang Tertindas

Di dalam kitab Keluaran kita bisa melihat bentuk nyata dari keprihatinan Allah terhadap wong cilik yang tertindas. Bangsa Israel merupakan bangsa yang menderita dan hopeless, diperlakukan tidak adil oleh para penguasa masyarakat dan ditindas oleh para penguasa di Mesir. Israel betul-betul sangat miskin dan menjadi korban dari ketidakadilan.

Ketika bangsa Israel berteriak meminta tolong kepada Allah maka Allah bukan berpangku tangan tetapi dengan segera menyatakan keprihatinan-Nya: "Allah mendengar mereka mengerang, lalu Ia mengingat kepada perjanjian-Nya dengan Abraham, Ishak dan Yakub. Maka Allah melihat orang Israel itu, dan Allah memperhatikan mereka." (Kel 2:24-25). Allah membebaskan wong cilik dari penindasan dan membawa ke suatu negeri yang baru.

Peristiwa pembebasan bangsa Israel dari penindasan bangsa Mesir yang dipelopori oleh Allah sendiri ini, telah banyak ditafsirkan ke dalam berbagai dimensi. Gustavo Gutierrez dan Segundo - representatif dari aliran Teologi Pembebasan - melihat usaha-usaha pembebasan itu dari dimensi pembebasan tekanan politik yang diikuti dimensi agama. Gutierrez menyatakan:

The liberation of Israel is a PoliticalAction. It is the breaking away from a situation of despoliation and misery~j and the beginning of the Construction of a just and fraternal society, It is the suppression of disorder and the creation of new order. The initial chapters of Exodus describe the oppression in which the Jewish people lived in Egypt, in that. "land of slavery" (13:3; 20:2; Deut. 5:6); repression (1:10-11); alienated wort (5:6-14); humiliation (1:13-14); enforced birth control policy (1:15-22).1274

Segundo juga mengatakan yang sama:

The Old Testament and the Exodus event in particular, show us two central elements completely fused into one: i.e., God the Liberator and the political process of liberation which leads the Israelites from bondage in Egypt to the promise land.1275

Bagi mereka, "God of Exodus is the God of history and He is political liberator more than He is the God of nature."1276 Pandangan-pandangan ini ditolak oleh beberapa teolog dari kalangan Injili. Nunez 22) menyatakan bahwa tujuan klimaks dari pembebasan adalah dimensi spiritual. Dia menyatakan sebagai berikut:

It is also evident that the Exodus had economic, social, and political consequences from Israel. But in spite of what might be said in the Theology2 of Liberation, the supreme purpose of that liberating deed was spiritual.1277

Fawcet juga mempunyai pendapat yang sama dengan Nunez, dia mengatakan bahwa pokok berita dari Alkitab adalah bukan sebuah janji dari penindasan yang sementara, tetapi ini merupakan sebuah berita tentang pembebasan dari akibat-akibat dosa.1278 Pandangan ini terlalu memberi tekanan pada dimensi kerohanian, karena secara fakta Allah memperhatikan keduanya, yakni dimensi politik dan dimensi rohani. Kitab Keluaran 3:7-9 menyatakan:

Dan TUHAN berfirman: "Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umatKu di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka. Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi, dan orang Yebus. Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka.

Allah bertindak membebaskan orang Israel juga didasarkan pada perjanjian Allah dengan nenek moyang Israel, Abraham, Isaak dan Yakub (Kel 6:5-7).

Jadi Allah memperhatikan keduanya seperti yang diungkapkan oleh Sider:

"The God of the Bible cares when people enslave and oppress others. At the Exodus he acted to end economic, oppression and bring freedom to slaves. Now of course the liberation of oppresed slaves was not God's only purpose in the Exodus. God also acted because of His covenant with Abraham, Isaac, and Jacob. In addition, he wanted to create a special people to whom he could reveal himself. Both of these concerns were clearly central to God's activity at the Exodus. The liberation of the a poor, oppressed people, -however, was also right at the heart of God's design.

Alasan yang lain adalah peristiwa pembebasan ini menjadi dasar bagi Allah dalam membuat hukum-hukum perlindungan bagi wong cilik dalam masyarakat Israel (Im 25:38, 42, 55; Ul 15:15).

Allah adalah Allah yang campur tangan dalam pembentukan sejarah manusia, Dia adalah yang aktif, pelindung bagi para wong cilik, dan pembebas bagi orang-orang yang tertindas.

2. Keprihatinan Allah terhadap wong cilik Direfleksikan melalui Hukum-hukumNya

Penindasan kepada wong cilik (orang miskin, janda, anak yatim dan musafir) dilarang oleh Allah. Di dalam kitab Keluaran 22:21-24 dikatakan: "Janganlah kautindas atau kautekan seorang orang asing, ... Seorang janda atau anak yatim jangan kau tindas..." dan beberapa hukuman disebutkan jika bangsa Israel tidak mengikuti perintah ini. Allah melindungi mereka karena mereka lemah dan mudah dieksploitasi. Bahkan di dalam Ul 10:18 perlindungan ini dihubungkan dengan diri Allah sebagai Hakim yang tertinggi yang tidak mau menerima suap tetapi mengusahakan keadilan kepada para janda, anak yatim, dan orang asing.1279

a. Hukum Sabat

Di dalam kitab Keluaran 23:10-11 ditulis bahwa tahun Sabat diadakan untuk memberikan kesempatan kepada wong cilik supaya dapat makan: "Enam tahunlah lamanya engkau menabur di tanahmu dan mengumpulkan hasilnya, tetapi pada tahun ketujuh haruslah engkau membiarkannya dan meninggalkannya begitu saja, supaya orang miskin di antara bangsamu dapat makan ... Demikian juga kau lakukan dengan kebun anggurmu dan kebun zaitunmu. Enam harilah lamanya engkau melakukan pekerjaanmu, tetapi pada hari ketujuh haruslah engkau berhenti, supaya lembu dan keledaimu tidak bekerja dan supaya anak budakmu perempuan dan orang asing melepaskan lelah" (Kel 23:10-12).

Tujuan memberhentikan ladang untuk ditanami adalah supaya wong cilik yang miskin dapat makan. Di dalam tahun ini para budak juga menerima pembebasan (Ul 15:12-18) dan seluruh hutang-hutang dihapus (Ul 15:1-6). Ketaatan terhadap hukum ini akan mendapat berkat dari Allah, karena Allah berprihatin terhadap kesejahteraan orang miskin (Ul 15:6).

b. Tahun Yobel

Imamat 25 adalah salah satu teks yang paling radikal di antara teks-teks Alkitab yang lain. Dalam pasal ini dikatakan bahwa setiap lima puluh tahun Allah memerintahkan untuk mengembalikan semua tanah yang sudah dibeli kepada para pemiliknya yang asli (Im 25:23-28). Prinsip dasar yang mendasari hukum ini adalah bahwa tanah adalah milik Allah sendiri yang dipercayakan pada bangsa Israel (Im 25:23). Tanah merupakan hal yang sangat esensial dalam menunjang kelangsungan ekonomi di Israel kuno karena dasar ekonomi pada waktu itu adalah pertanian. Tahun Yobel bertujuan untuk menjaga kemungkinan-kemungkinan keburukan ekonomi yang disebabkan oleh ketidakberuntungan wong cilik karena mereka terpaksa atau dipaksa untuk menjual tanahnya (25:26-27) atau tanah mereka hilang karena mereka menjadi miskin (25:25)

c. Tithing dan Gleaning

Hukum ini terdapat di dalam Imamat 19:9-10; Mangan 14:18; 26:12-15; Bilangan 18:21-32.

Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kausabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya, dan janganlah kaupungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu. Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kau petik untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu janganlah kaupungut, tetapi semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; ...." (Im. 19:9-10).

Butir-butir gandum yang jatuh harus ditinggalkan bagi orang miskin dan orang asing untuk diambilnya. Sebab kaum ini mempunyai pendapatan yang kecil dan harapannya kecil untuk hidup hanya dari pendapatannya yang didapat. Allah ingin para tuan tanah untuk bersyukur atas panen mereka dan sebagai ujud pernyataan syukurnya itu Allah memerintahkan mereka untuk berbagi hasil panen kepada orang-orang yang kurang beruntung (wong cilik).

d. Penentangan Pembungaan Uang

Di dalam kitab Pentateukh yang berisi pernyataan tentang hukum yang menentang pembungaan uang adalah, Kel 22:24; Ul 23:20-21; dan Im 25:35-37. Tujuan dari pelarangan ini adalah untuk melindungi wong cilik yang miskin. Menurut Gamoran, peraturan ini dapat dimengerti dengan pemahaman sebagai berikut: (1) Karena peminjam adalah orang yang keadaan ekonominya tidak baik (2) Meminjami uang adalah aksi yang benar untuk membantu meringankan kondisi kemiskinan seseorang. (3) Membungakan uang berarti dapat mengambil keuntungan dalam kemiskinan. (4) Hukum ini ditulis untuk melarang adanya tindakan-tindakan ketidakadilan.1280

3. Melalui Para NabiNya Allah Mengutuk Penindasan terhadap Wong Cilik

Di dalam kitab para nabi terlihat bahwa nabi-nabi Israel mempunyai perhatian tidak hanya terhadap isu moral dan agama tetapi juga isu-isu sosial. Ketidakadilan sosial bagi para nabi Israel merupakan alasan utama bagi datangnya hari penghakiman oleh Allah. Keprihatinan para nabi Israel terhadap ketidakadilan sosial direfleksikan melalui berita-berita yang disampaikan: Amos, di mana dia mengutuk eksploitasi dan penindasan orang-orang miskin dan orang-orang lemah (4:1; 5:11; 8:4,6). Yesaya mengutuk keadaan ketidakadilan (Yes 1:21, 23; 5:7; 10:1-2; 58:8), melupakan para janda dan anak yatim (Yes 1:23; 10:2), dan penindasan bagi Wong cilik (3:14-15; 10:2). Yeremia mencela penindasan kepada orang miskin (Yer 5:28; 7:6); dan pelecehan keadilan (7:5). Yehezkiel mencela penindasan terhadap orang miskin, janda, dan anak-anak yatim (18:12, 16; 22:29); dan Zakaria mencela pelupaan terhadap keadilan (7:9), penindasan pada para janda, anak yatim, dan orang asing (7:10).

Para nabi Israel memproklamasikan kepada bangsa Israel untuk melakukan dan mencari keadilan (ttplvn).

Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda janda. (Yes 1:17).

Di dalam kitab syair dan hikmat, Allah melarang penindasan terhadap orang-orang miskin (Maz 132:15); Dia memperhatikan orang-orang miskin (Maz 72:13); setiap orang yang berbuat baik kepada orang-orang miskin (31:9; 22:22) dianggap sebagai orang yang berbahagia (Ams 14:21). Allah akan memberkati kepada orang yang membagi makanannya kepada orang-orang miskin (Ams 2:9), dan yang mempunyai belas kasihan terhadap kaum lemah (Ams 19:17). Akan tetapi Allah akan menutup telinga-Nya terhadap mereka yang menutup telinganya terhadap orang miskin (Ams 21:13).

Dari keseluruhan pembahasan di atas mengingatkan kepada kita semua bahwa Allah sangat memperhatikan nasib wong cilik. Bagaimana dengan kita? Kiranya pembahasan ini mengurangi skandalon-skandalon pemikiran kita yang cenderung rentan terhadap isu-isu di atas. Obstacle teologis yang telah diciptakan oleh warisan pemikiran para teolog terdahulu, secara tidak sadar telah memenjarakan kita ke dalam praduga-praduga yang kurang beralasan. Munculnya paham social gospel telah banyak membuat orang Kristen phobia untuk terlibat dalam penyelesaian masalah-masalah sosial yang ada. Seakan-akan melakukan pelayanan-pelayanan sosial tak ubahnya memutar dirinya mengikuti paham social gospel.

Artikel ini kiranya dapat membantu pemahaman kita, dalam tugas mengemban amanat Allah yang telah dipercayakan kepada orang-orang percaya. Sehingga kita semua lebih menjadi jelas akan tugas kita dalam berpartisipasi untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang ada di sekitar kita, apalagi pada masa krisis ekonomi yang berkepanjangan ini.



TIP #27: Arahkan mouse pada tautan ayat untuk menampilkan teks ayat dalam popup. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA