Mereka yang percaya akan firman yang diberikan Allah mengenai AnakNya dalam Kitab-kitab Injil tidak meragukan kenyataan-kenyataan yang diceritakan disana. Mereka mempunyai kesaksian Roh, bahwa firman itu adalah benar. Bersama-sama dengan Petrus mereka tahu bahwa segala kejadian yang dikemukakan mengenai kesengsaraan dan kematian Yesus Kristus dan kebangkitanNya yang mulai itu bukanlah "dongeng-dongeng isapan jempol manusia." Petrus melihat dengan mata kepala sendiri penderitaan-penderitaan Kristus, dan Markus adalah pengikutNya. Yahya menceritakan mengenai apa yang dia dengar dan lihat, yang dia saksikan dan raba dengan tangannya sendiri.(1Yoh 1:1) Matius adalah salah seorang dari yang duabelas murid Tuhan Yesus. Lukas menceritakan kepada kita betapa teliti dia memilih saksi-saksi untuk tulisannya itu, "supaya engkau dapat mengetahui kebenaran segala sesuatu yang diajarkan kepadamu.(Luk 1:4)
Tetapi dalam abad kesangsian dan kritik historis kita harus menghadapi mereka yang menyangkal kebenaran Injil, baik keasliannya, maupun kejujurannya. Ada yang mengatakan, bahwa Yesus Kristus adalah suatu mitos dan peristiwa-peristiwa dari riwayat hidupNya adalah "dongeng-dongeng isapan jempol manusia" yang berasal dari tahyul-tahyul Roma, Yunani dan Mesir yang bersaingan satu sama lain dan yang telah ada lebih dulu. Ahli-ahli gnostik masa-masa pertama memungkiri kematian karena mereka terpaksa mempertahankan pendiriannya sendiri Al Qur'an dengan mutlak menyatakan bahwa Yesus tidak pernah dibunuh maupun disalibkan. "Allah telah mengunci matahari mereka (orang-orang Yahudi) karena kekafirannya ... karena ucapan mereka: Sesungguhnyalah kami telah membunuh Al Masih, 'Isa putra Maryam Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan 'Isa bagi mereka.(Surat IV. 155-157) Dari semula Islam Ortodhoks selalu memungkiri penyaliban yang historis dari Yesus. Dia tidak mati untuk dosa kita katanya. Dia tidak pernah bangkit dari kematian. Kepergiannya dari dunia ini ke dunia berikutnya bukanlah melalui salib.
Teori Strauss dan kaum rasionalis lainnya, bahwa tubuh Yesus diturunkan dari salib sebelum kematianNya benar terjadi dan bahwa Dia hidup kembali berkat rempah-rempah yang ada dalam kuburan itu, dengan senang dianut oleh sekte modern dari Ahmadyah di Punjab. Pemimpin mereka Ghulam Ahmed dari Qadian, menemukan teori yang sama mengenai Yesus, orang Nazaret, yang sadar kembali, yang mengadakan perjalanan ke India dan menjadi guru disana, dalam sebuah buku yang bernama "Riwayat Hidup yang tidak dikenal dari Kristus", yang ditulis oleh seorang pengarang roman Russia, Novovitkh. Kemudian dia "menemukan" kuburan Yesus di Kashmir dan menyatakan dirinya sebagai Messias baru! Dengan propaganda yang bersemangat dan lihay sekte ini memompakan dunia dengan Injil baru ini, yang diciptakan orang Anti-Kristus. Pengarang roman Irlandia, George Moore, menduga dalam bukunya "The Brook Kereith", bahwa Kristus sebenarnya tidak mati diatas salib, tetapi hanya pingsan dan sehat kembali dan melanjutkan usaha yang lebih luas dari pengabdian sosial. Demikianlah ahli-ahli teori ini memungkiri apa yang kita pandang sebagai sesuatu yang asli dan paling utama dalam amanat kita. Bagaimanakah kita bisa mempersiapkan diri untuk memberikan mereka jawaban mengenai kepercayaan dan harapan yang ada dalam diri kita? Kita tidak melihatnya dengan mata kepala sendiri Kenapa kita mempercayainya? Kepercayaan harus berdasarkan bukti. Dan buktinya menyeluruh dan tak dapat disangkal akan memperkuat keyakinan kita untuk mempelajari kenyataan ini.
1. Pertama-tama, kematian Kristus diatas salib bukanlah sesuatu yang mendadak tetapi telah jelas diramalkan dalam nubuatan Yahudi. Hamba Allah yang menderita dalam Kitab nabi Yesaya, Mazm 22 yang disebut Mazmur Messias yang menggambarkan kematian Kristus Yesus, pengkhianatan terhadapNya sampai bagian-bagian kecilnya dan mengenai kematianNya dalam nubuatan-nubuatan lain semuanya ini sudah biasa bagi mereka yang mempelajari Alkitab. Peristiwa besar yang akan datang telah lama sebelumnya dibayangkan. "Lihatlah Anak Domba Allah," kata Yahya Pembaptis; dan dalam kata-kata ini dia simpulkan segala arti dari ajaran Perjanjian Lama, bahwa "tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan" dan bahwa Anak Domba Allah harus disembelih karena dosa dunia. Kunci dari Perjanjian Lama akan hilang, jika kita menyangkal, bahwa "Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai dengan Kitab Suci.(Joh 1:29; Ibr 9:22; 1Kor 15:3) Bahkan kunci itu hilang bagi rahasia Pengorbanan darah sebagai suatu perdamaian untuk dosa manusia diantara segala bangsa dan pada tiap abad."
Dia tertikam dari sebab pendurhakaan kita; Dia diremukkan dari sebab kesalahan kita; ... dan karena bilur-bilurNya kita menjadi sembuh.(Yes 53:5) Kata-kata ini ditulis tidak lama sebelum zaman Plato, 429 S.M. Dalam bukunya Politia (Jilid IV) Plato menceritakan kepada kita tentang seorang penebus yang berkorban sebagaimana, yang diperlukan dunia untuk mengembalikan kebenaran: "Orang benar yang sempurna, yang tanpa melakukan sesuatu kesalahan, mungkin nampak seperti ketidakadilan yang paling kasar; ya, seorang yang akan didera, dibelenggu, disiksa, dibuat buta, dan setelah mengalami segala macam penderitaan, diikat pada sebuah tiang, harus mengembalikan asal keaslian dari kebenaran." Tidaklah penting untuk menanyakan dari mana Plato mendapat gagasannya mengenai seorang yang benar yang menderita bagi orang-orang yang tidak benar dengan maksud membawa mereka kembali kepada Allah. Tetapi gagasan itu memang ada dan hampir sama jelasnya seperti dalam amanat ilahi dari Yesaya. Orang yang benar-benar suci hidupnya pasti akan penuh duka cita, dihina, dibuang, disalibkan.
2. Kematian diatas salib bukanlah suatu tragedi yang mendadak bagi Yesus sendiri Itu tidaklah merupakan suatu kekecewaan dan kegelapan bagi harapan-harapanNya. Sebaliknya, Dia melihat bahwa ini tidak dapat dielakkan dan berkali-kali Dia menyatakan kepastian dari peristiwa yang dahsyat ini. Sejak permulaan pekerjaanNya Dia telah melihat bayangan yang mendekat itu. Pada pembaptisanNya, Dia, yang tidak mengenal dosa, menghitung diriNya diantara para pembuat jahat. Dia merumuskan arti menjadi murid sejak semula sebagai pemikulan salib. Setelah mengakui, bahwa Dia adalah Messias "Yesus mulai menyatakan kepada murid-muridNya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan ... dibunuh." "Anak Manusia akan diserahkan kedalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit.(Mat 16:21; Mr 9:31) Yang menjadi ciri dari bulan-bulan terakhir dari Tuhan Yesus Kristus, menurut ringkasan keempat Injil adalah usaha yang sengaja dan telah untuk ketiga kalinya diulangi, untuk mengajar pada murid-muridNya yang kabur pengertian nya mengenai kepastian dan arti dari kematianNya yang kejam dan yang telah mendekat itu.
3. Detail-detail dari penyaliban yang dicatat oleh mereka yang dalam beberapa hal melihatnya sendiri, melenyapkan keragu-raguan bahwa Dia sungguh benar-benar mati. Mengenai hal ini mereka memberikan keterangan-keterangan dengan begitu khidmat, seakan-akan mereka melihat adanya kemungkinan timbulnya kesangsian mengenai fakta ini di kemudian hari. "Lalu berserulah Yesus dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawaNya ... Waktu kepala pasukan yang berdiri berhadapan dengan Dia melihat matiNya demikian, berkatalah ia: Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!" Yahya menceritakan, bagaimana "seorang dari antara prajurit itu menikam lambungNya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air." Kemudian dia menambah: "Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan dia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya.(Mr 15:37,39; Joh 19:34,35) Ini bukanlah kata-kata dari orang yang lekas percaya dan ingin menipu dirinya. Kepala pasukan itu melaporkan kenyataan itu dengan resmi dan membenarkan kematian Yesus kepada Pilatus (Mrk 15:44). Yusuf dari Arimatea meletakkan Yesus yang telah mati itu dalam makam dan yang ada disana dan melihat Dia sudah mati adalah Maria Magdalena dan Maria, ibuNya (Mr 15:47).
Tiap penulis dalam Perjanjian Baru menceritakan kematian Kristus Yesus; sama sekali tidak ada suara kedengaran dalam seluruh Kisah Rasul-rasul yang memperdengarkan kesangsian bahwa Yesus Kristus disalibkan. Baru sesudah berabad-abad timbul kelancangan pada orang untuk meragukan kenyataan-kenyataan historis dan mengajarkan dongeng-dongengan yang mereka karang dengan isapan jempol manusia, Setelah melontarkan kritik-kritik yang ganas terhadap dokumen-dokumen itu, seorang sarjana bukan Kristen, seperti Rabbi Joseph Klauser, dalam bukunya mengenai Yesus dari Nazaret, menarik kesimpulan, bahwa Injil-injil yang ringkas itu merupakan catatan-catatan yang dapat dipercaya dan bahwa Yesus hidup dan mati seperti yang diceritakannya.
4. Beberapa tahun yang lalu Samuel E. Stokes mengumpulkan bukti-bukti dari penulis Yahudi dan yang bukan Yahudi mengenai keaslian naskah-naskah kesaksian Kristen, dan mungkin ada juga orang yang mau mendengar Pliny, Tacitus, Lusian dan Josephus atau bahkan Celsus, karena mereka semua adalah kafir atau musuh kepercayaan Kristen dalam penguatan Injil yang mereka sangsikan. Dalam catatannya mengenai pembakaran Roma (A.D 64) dan bagaimana Nero berusaha mengelakkan sangkaan terhadap dirinya, Tacitus berkata: "Maka, untuk membisukan laporan itu, Nero menuduh sebagai orang-orang yang bersalah dan sebagai gantinya, orang-orang yang paling dibenci oleh umum karena kejahatan yang diam-diam mereka lakukan dan menghukum mereka dengan kekejaman yang tak ada taranya. Orang-orang ini disebut Kristen. Kristus, yang merupakan asal dari nama itu, telah dihukum mati pada ketika Tiberius menjadi Kaisar, oleh kuasa usaha Pontius Pilatus, dan untuk beberapa lama tahyul yang merusak itu dapat dicegah. Kemudian dia muncul kembali tidak hanya di Judea, dimana kerusuhan itu mula-mula timbul, melainkan juga di Roma, dimana segala macam pembunuhan dan hal-hal yang memalukan dan kotor bertemu satu sama lain dan menjadi kebiasaan. Lalu mula-mula beberapa dari mereka ditangkap dan dipaksa mengaku dan berdasarkan keterangan mereka sejumlah besar dihukum, tidak terutama karena pembakaran kota Roma dengan sengaja, tetapi karena kebencian terhadap bangsa itu. Dan mereka tidak hanya dihukum mati, tetapi dihukum mati dengan penghinaan dengan menyuruh mereka memakai kulit-kulit binatang dan disuruh di gigit oleh anjing-anjing sampai mati, atau disalibkan dan kemudian dibakar dan kalau sudah gelap, dibakar sebagai ganti lampu malam." (Annales" 15:44).
Lucian dari Samosata (lahir A.D. 100) dalam "Matinya Peregrinus", mengatakan: "Orang-orang Kristen masih tetap memuja orang besar itu, yang disalibkan di Palestina karena Dia memperkenalkan agama baru ini kepada dunia ... Bangsa malang ini meyakinkan dirinya sendiri, bahwa mereka sama sekali tidak bisa mati dan akan hidup untuk selama-lamanya dan oleh karena itu mereka meremehkan saja soal kematian dan banyak diantara mereka yang dengan rela menyerahkan dirinya. Dan orang yang pertama kali memberikan undang-undang kepada mereka telah meyakinkan mereka bahwa mereka semua adalah saudara satu lama lain, apabila mereka telah melanggar dan meninggalkan dewa-dewa bangsa Yunani dan memuja Filsuf mereka yang disalibkan itu serta hidup menurut hukumNya."
Kedua pasal yang termasyur dalam "Antiquities" (Masa-masa Purba) dari Josephus adalah luas terkenal dan mungkin tulen. Bagaimanapun juga seluruh sejarah Josephus memperkuat bingkai historis dari Injil. "Herodes Akbar, Arkhekaus, puteranya Herodes Antipas, Herodias, puterinya Salome, Yahya Pembaptis Hanas (Ananus), Kayafas (Caiphas) Pontius Pilatus, Felix dan isterinya orang Yahudi, Drusilla, Porsius Festus, Herodes Agrippa, Bernice, orang-orang Farisi dan Saduki, semuanya ada dalam sejarah Yosephus, dalam hubungannya yang sama terhadap satu sama lain seperti dalam penulisan Perjanjian Baru."
Celsus, orang Epicuris, adalah salah seorang lawan agama Kristen yang paling keras, kira-kira A.D. 170. Dalam bukunya yang berjudul "The True Discourse", sebagaimana dikutip oleh Origen dalam jawabannya Celsus secara mengejek menyinggung kesengsaraan Kristus dan menurut kutipan itu dia mengatakan -- Ya, Bapa jikalau bisa, biarlah kiranya cawan ini lepas dari padaku - dia menyebut Kristus Yesus yang disalibkan, dan bicara tentang mereka yang membunuh Dia sebagai: mereka yang menyalibkan TuhanMu. Dia menyerang kepercayaan Kristen, bahwa Kristus menderita kesengsaraan demi umat manusia. Dia mencoba membantah kenyataan dari kebangkitan Kristus. Dia menyinggung juga soal malaikat yang menggulingkan batu dari makam itu. Dia mencoba menunjukkan ketololan kepercayaan Kristen dalam kebangkitan badan dan mentertawakan orang-orang Kristen karena mereka berkata: Dunia telah disalibkan bagiku dan aku untuk dunia." Kesaksian kematian dan kebangkitan dari Tuhan Yesus dari seorang musuh Injil sangat besar artinya.
5. Kita terpaksa menarik kesimpulan, bahwa jika ada bukti untuk sesuatu peristiwa dalam sejarah manusia, maka bukti itu adalah untuk penyaliban Yesus Kristus. Kesaksian yang menguatkannya terdapat juga dalam kebiasaan Perjamuan Kudus dan perayaan Hari Minggu. Memecah-mecahkan roti dan turutnya kita minum dari cawan itu berasal dari malam pada waktu mana Tuhan Yesus dikhianati. Dia sendiri yang memulai sakramen ini dan penyelenggaraannya yang umum oleh seluruh Gereja Kristen -- sekalipun ada perbedaan dalam liturgi dan tafsiran upacara - adalah bukti yang tidak langsung, tetapi meyakinkan dari kematian Yesus. Tradisi yang tidak putus-putus seperti ini adalah contoh dari bukti sejarah, yang tak dapat disangkal.
Tuhan Yesus mengatakan, bahwa Dia adalah "Tuhan atas hari Sabat,(Mat 12:8) dan Dia membuktikannya dengan kenyataan, bahwa sesudah kematian dan kebangkitanNya kembali dari antara orang mati, Gereja segera mulai merayakan hari pertama dari minggu sebagai pengganti hari ketujuh Yahudi; maka Hari Minggu itu sendiri adalah bukti dari kematian dan kebangkitan Tuhan. Tiap agama besar yang bukan Kristen mempunyai lambangnya yang jelas; kuncup teratai, swastika, bulan sabit dsb. Salib adalah lambang agama Kristen. Bagaimanakah ini, yang merupakan tanda penurunan yang bersifat menghina, keaiban, celaan, kesalahan dan sakrat ulmaut dari sesuatu yang tak berdaya, bisa menjadi lambang dari kehormatan, keberanian, iba hati dan kerelaan menolong yang penuh belas kasihan? Tidak ada penjelasan lain, kecuali melalui Dia yang digantung pada salib demi kita dan menebus kita dari dosa dan membersihkan salib itu dari kutukan.
6. Akhirnya, jika masih ada yang menyangsikan adanya bukti sejarah dari kenyataan pokok ajaran Perjanjian Baru, kita mempunyai juga kesaksian dari katakombe-katakombe dan tugu-tugu Kristen masa-masa pertama. Batu-batu ini dengan perlambangnya serta pertaliannya dengan salib itu meneriakkan, bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai dengan yang tertulis dalam Alkitab.
Masihkah kita memerlukan bukti selanjutnya untuk kepercayaan kita?
Yesus mati dan bangkit kembali menurut nas Alkitab. Nabi-nabi telah meramalkan kematianNya. Semua nas Alkitab berpusat pada Penebusan. Semua nas Alkitab adalah kesaksian mengenai Juruselamat yang mati dan Tuhan yang bangkit kembali dari antara orang mati. Tema asasi dan yang selalu terdapat dalam pokok amanat Alkitab adalah jawaban atas pertanyaan, bagaimana seorang yang penuh dosa bisa dibenarkan di depan Allah? Dan jawabnya ialah melalui kematian Kristus untuk menebus orang yang berdosa. Jalan lain tidak ada. Tidak ada Injil lain. Kalau ini palsu, maka kepercayaan kita, yaitu kekristenan kita seluruhnya, adalah percuma, karena satu-satunya berita yang baik, yang ada pada kita ialah bahwa Yesus Kristus mati "karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita.(Rom 4:25,)