Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1 - 11 dari 11 ayat untuk amarahnya [Pencarian Tepat] (0.001 detik)
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(1.00) (Am 1:11) (jerusalem: saudaranya) Israel dan Edom memang bersaudara, Kej 25:21-24; 29-30; bdk Ula 2:1+
(0.70) (Hos 11:9) (jerusalem: Aku ini Allah...) Transendensi Allah ditekankan. Hanya dalam keterangan Hosea ini transendensi itu tidak menakutkan, seperti halnya dalam nas-nas yang lebih tua. (Kej 19:12+; 2Sa 6:6-8) atau lebih muda (Yes 6:3) dari nabi Hosea. Hosea merumuskan transendensi Allah itu dengan bahasa kasih. Kekudusannya Tuhan menyatakan diri melalui belaskasihanNya yang mengampuni, sedangkan manusia biasanya hanya melampiaskan amarahnya.
(0.50) (1Sam 11:6) (full: BERKUASALAH ROH ALLAH ATAS DIA, DAN MENYALA-NYALALAH AMARAH-NYA. )

Nas : 1Sam 11:6

Janji pemberian kuasa oleh Roh Kudus yang diungkapkan oleh Samuel ketika Saul diurapi sebagai raja (1Sam 10:6) kini digenapi. Perhatikan bahwa Saul, selaku raja, memberi kepemimpinan militer yang sama terhadap musuh-musuh Israel sebagaimana telah dilakukan oleh para hakim (bd. 1Sam 14:6 di mana frasa ini dipakai untuk Simson). Salah satu aspek dari karya Roh Kudus di dalam diri orang percaya ialah amarah sejati terhadap dosa dan penganiayaan orang lain. Yesus sendiri beberapa kali mengungkapkan kemarahan seperti itu terhadap dosa dan kejahatan

(lihat cat. --> Luk 19:45;

lihat cat. --> Yoh 11:33).

[atau ref. Luk 19:45; Yoh 11:33]

(0.50) (Mzm 78:38) (full: IA BERSIFAT PENYAYANG, IA MENGAMPUNI. )

Nas : Mazm 78:38

Kesabaran dan kemurahan Allah dinyatakan dengan jelas dalam mazmur ini. Berkali-kali umat-Nya memberontak dalam ketidaksetiaan, namun Allah menahan amarah-Nya. Allah tidak akan pernah meninggalkan anak-anak-Nya hanya karena mereka gagal menyenangkan-Nya secara sempurna. Akan tetapi, kita tidak boleh menyalahgunakan kesabaran dan pengampunan Allah dalam ketidaktaatan dan pemberontakan yang disengaja. Jikalau kita terus-menerus menyedihkan hati-Nya dengan dosa kita, akhirnya Dia akan menghukum kita dalam murka-Nya sama seperti yang dilakukan-Nya kepada Israel (bd. Ibr 3:7-19).

(0.35) (Ayb 41:1) (sh: Hanya Allah yang mampu (Selasa, 20 Agustus 2002))
Hanya Allah yang mampu

Tidak ada keraguan bahwa Lewiatan (buaya) berkaitan dengan kepercayaan mitos (ayat 40:20), meskipun gambarannya, sama seperti Behemoth, mirip seperti reptil yang asli. Namun, Lewiatan (hidup) di dalam air. Yang dimaksud di sini adalah laut dan kedalaman samudera, bukan di sungai di mana Behemoth hidup. Ini menunjukkan bahwa Lewiatan hidup bukan di laut biasa saja, tetapi di samudera yang sangat luas dan dalam. Dua dari tiga pemunculan Lewiatan dalam PL menunjukkan bahwa Allah berperang untuk membunuhnya (Mzm. 74:14, Yes. 27:1). Namun demikian, dalam Mzm. 104:26, Lewiatan telah dijinakkan dan telah menjadi binatang yang tak berbahaya, bermain-main di lautan ciptaan Allah.

Tidak ada alasan untuk menyamakan Lewiatan dan Behemoth karena ciri-ciri yang sangat berbeda. Dalam bagian ini, pertama-tama Lewiatan dilukiskan memiliki kekuatan yang menakutkan manusia (ayat 40:20-41:2). Tidak mungkin ia ditangkap dan amat berbahaya untuk mencoba menjinakkannya. Gambaran tentang ciri-ciri fisiknya dimulai dari 41:3. Dari pengungkapan ini, terlihat bahwa Lewiatan memang mirip buaya. Ayat-ayat yang muncul berbicara mengenai rahang dan gigi yang mengerikan (ayat 41:5), "sisik" yang tidak dapat ditembus oleh apa pun (ayat 41:3,6-8,14). Lehernya yang keras menjadi kekuatannya (ayat 41:13). Di lain pihak, ciri yang dimilikinya adalah nafas api seperti yang dipunyai binatang naga dalam mitos dan legenda (ayat 41:9-12). Namun demikian, dalam 41:24-25, Lewiatan dilihat sebagai makhluk bumi. Ia digambarkan sebagai raja dari binatang-binatang yang tiada taranya di atas bumi. Dalam 41:24b, ia dinyatakan sebagai makhluk, yang tidak mengenal takut. Dari bahasa aslinya, kata "makhluk" dapat diterjemahkan dengan lebih tepat, yaitu "yang dibuat". Allah yang membuat Lewiatan. Setelah Ayub melihat Lewiatan dan Behemoth, Ayub tidak hanya mengerti, tetapi juga dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Yahweh kepadanya (ayat 40:20 dan 41:4-5). Hanya Yahweh yang dapat melakukan semuanya itu!

Renungkan: Mari kita merenungkan kebesaran Allah di dalam dunia ini dan mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Dia!

(0.35) (Nah 1:1) (sh: Pembalas tapi sabar?! (Minggu, 15 Desember 2002))
Pembalas tapi sabar?!

Kini kita sudah terbiasa dengan mengunyah permen yang sekaligus memberikan rasa manis, asam dan asin. Sayang, wawasan dan pemahaman kita tentang karakter Allah tidak seluas wawasan dan pemahaman kita tentang permen. Mungkin kita telah mempunyai pemahaman dan pengetahuan teologis yang benar dan seimbang tentang Allah, tetapi sering tidak berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, kita mengaku Allah itu mahaadil, kudus dan membenci dosa, tetapi tindakan kita sering memberi kesaksian bahwa seakan-akan Allah toleran dan tidak terganggu oleh berbagai dosa "kecil" yang kita lakukan. Nahum 1 memberikan gambaran tentang Allah yang seimbang. Pertama, Allah digambarkan sebagai Allah yang membalas, mendendam dan menghukum dengan penuh cemburu dan amarah kepada para musuh-Nya (ayat 2-3). Kuasa-Nya atas alam semesta pun tidak tertandingi, sehingga orang tidak tahan menghadapi amarah-Nya (ayat 3-6). Dan sepatutnyalah Asyur gentar, karena Allah akan menghabisi mereka (ayat 9-14). Tetapi, Yahweh juga panjang sabar (ayat 3). Ia juga baik, mau menjadi pelindung, dan mengenal orang yang berlindung kepada-Nya (ayat 7-8). Ini terwujud terutama melalui perlindungan-Nya kepada Yehuda yang telah banyak menderita karena Asyur (ayat 15). Kegarangan hukuman-Nya atas penindas, muncul dari kasih-Nya yang besar dan adil bagi mereka yang tertindas (ayat 12). Ia pengasih, tetapi juga tegas dan adil!

Renungkan:
Pikirkan bagaimana Anda dapat menyatakan rasa syukur Anda memiliki Allah yang adil dan pengasih melalui tindakan-tindakan dalam kehidupan sehari-hari!

(0.35) (Mrk 3:1) (sh: Yesus, Tuhan atas Sabat (Kamis, 23 Januari 2003))
Yesus, Tuhan atas Sabat

Tradisi yang berlaku di agama Yahudi, hari Sabat adalah hari ketika umat berada di rumah ibadat untuk beribadah pada Allah (ayat 1). Sebagai orang Yahudi, Yesus pun beribadah pada hari Sabat di sinagoge. Bagi Yesus ini adalah suatu kebiasaan baik, ketika umat mengekspresikan rasa syukur kepada Allah yang telah menciptakan alam semesta ini. Namun, ternyata tidak semua orang berpikiran yang sama dengan Yesus. Ada sekelompok orang yang datang ke sinagoge bukan untuk bersekutu dan beribadah, tetapi untuk mempersalahkan Yesus (ayat 2). Mereka adalah para pemimpin agama Yahudi (ayat 6; bdk. 2:24-28).

Keberadaan seorang yang tangannya mati sebelah dijadikan objek oleh para pemimpin agama Yahudi. Mereka berharap agar Yesus menyembuhkannya, sehingga Yesus dipersalahkan karena melanggar hukum Sabat. Meski tidak diutarakan, Yesus tahu pikiran mereka. Yesus meminta orang yang tangannya mati sebelah untuk berdiri di tengah-tengah (ayat 3). Meskipun orang tersebut tidak menunjukkan indikasi bahwa ia sedang sekarat, tetapi Yesus menyembuhkannya. Melalui tindakan ini, Yesus menyatakan bahwa Dia adalah Tuhan atas hari Sabat.

Apa yang harus dilakukan pada hari Sabat: berbuat baik dan menyelamatkan orang atau berbuat jahat dan membunuh orang? Para pemimpin agama itu tahu pilihan yang tidak melanggar Sabat. Tetapi, karena tidak mau percaya pada Yesus, mereka tetap diam. Yesus marah -- kemarahan yang mengungkapkan bahwa Yesus adalah manusia sejati -- tetapi bukan kemarahan yang tanpa alasan. Yesus marah karena kedegilan orang yang tidak mau percaya pada- Nya. Marah yang timbul karena ingin mendamaikan manusia dan Allah. Amarah Yesus adalah amarah damai. Penolakan terhadap damai inilah yang membangkitkan amarah-Nya.

Renungkan: Yesus adalah Tuhan atas hari Sabat. Hari Sabat adalah hari ibadah dan bukan hari mencari musuh.

(0.30) (Neh 5:1) (sh: Ancaman dari dalam lebih serius (Jumat, 17 November 2000))
Ancaman dari dalam lebih serius

Pembangunan tembok Yerusalem juga mendapat ancaman dari praktik ketidakadilan yang merajalela dalam masyarakat Yahudi. Mereka yang berkuasa dan kaya menindas saudara-saudara sebangsa yang miskin. Mereka meminjamkan uang dengan mengambil bunga yang tinggi. Lalu mereka juga merampas tanah dan harta benda sebagai pembayaran hutang kaum miskin. Bukan itu saja, mereka tidak segan- segan menjadikan anak-anak orang miskin sebagai budak untuk membayar hutang. Mereka yang miskin akan semakin miskin sebab mereka masih harus membayar pajak yang tinggi kepada raja Persia.

Kemarahan Nehemia menunjukkan bahwa ancaman yang sedang terjadi ini sangat serius dan dapat menimbulkan kehancuran yang fatal dalam masyarakat Yahudi. Akar permasalahannya adalah pertama, mereka tidak lagi takut akan Allah sebab firman Tuhan dengan jelas melarang menarik bunga uang atau riba dari saudara sebangsanya (Im. 25:35-37; Ul. 23:19-20). Kedua, tidak adanya kasih yang nyata di antara mereka yang menyebut diri sebagai umat Allah, telah mencemarkan nama Allah (9). Padahal saat ini sebagai umat Allah mereka tidak hanya sedang membangun tembok kota tetapi sedang membangun spiritual dan moralnya. Ancaman itu akan menghambat pembangunan. Permasalahan yang serius ini ditangani secara serius, hati-hati, dan tegas. Nehemia tidak bertindak pada saat amarahnya menyala-nyala tapi memikirkan masak-masak sebelum mengambil tindakan. Ia melakukan pendekatan terhadap para pelaku penindasan sebelum masalah ini diumumkan. Keseriusan dan ketegasan Nehemia dalam menghentikan praktik penindasan ini nampak jelas dari usulan dan tindakan yang ia ambil (11-13). Hasilnya, ia berhasil mendapatkan persetujuan dari para penindas untuk segera menghentikan praktik penindasan (9-12). Maka pembangunan bangsa Yehuda dapat kembali berjalan dengan lancar.

Ancaman yang besar bagi pelayanan dan misi gereja bukan datang dari luar tapi justru dari dalam. Nehemia dapat dengan mudah mengatasi ancaman yang datang dari kerajaan tetangga tetapi ancaman yang serius terhadap misinya justru datang dari bangsanya sendiri.

Renungkan: Apakah potensi ancaman dari dalam yang dapat menghancurkan misi dan pelayanan Kristen di Indonesia saat ini?

(0.30) (Mzm 6:1) (sh: Iman dalam pergumulan. (Jumat, 17 Maret 2000))
Iman dalam pergumulan.

Sebuah pertanyaan yang berawal dengan kata "mengapa" mungkin akan muncul di benak kita, apabila kita    mendengar kesaksian seorang Kristen yang begitu saleh dan takut    akan Tuhan, mengalami berbagai kemelut dan bencana dalam    kehidupan imannya. Sebuah keluarga yang begitu setia beribadah    dan hidup melayani Tuhan, tiba-tiba harus kehilangan anak satu-    satunya karena menjadi korban pembunuhan, ketika terjadi    perampokan di rumahnya. Beberapa bulan kemudian, suami dari ibu    yang telah kehilangan anak satu-satunya ini pun terkena PHK.    Betapa pedih dan memilukan hati tragedi kehilangan anak satu-    satunya, ditambah lagi dengan kehilangan pekerjaan. Sepertinya    tidak satu hal pun yang dapat mengobati luka dan kepedihan hati    keluarga ini. Mengapa hal ini menimpa keluarga yang setia dan    takut akan Tuhan? Mengapa seolah-olah Tuhan tidak bertindak    menolong mereka? Sampai berapa lama keluarga ini harus mengalami    pergumulan?

Nampaknya pergumulan yang dialami Daud pun demikian berat,    sampai seluruh tubuhnya pun terasa sakit dan lemah. Selaras    dengan pemahaman PL bahwa penderitaan adalah akibat dari murka    Tuhan atas dosa manusia, maka di awal mazmur ini, Daud    mengaitkan penderitaan yang dialaminya dengan hukuman, murka,    hajaran, dan amarah-Nya. Pemahaman ini terus bertumbuh dengan    bertambahnya pengenalan akan Tuhan yang penuh kasih setia, yang    akan mendengar doanya dan menyelamatkannya. Bahkan semua    musuhnya pun akan mendapat malu dan mundur dari padanya.

Tuhan bukan hanya mengizinkan penderitaan sebagai hukuman bagi    yang berdosa, namun juga mengizinkan berbagai penderitaan dan    pergumulan mewarnai kehidupan Kristen yang setia, saleh, dan    hidup takut akan Tuhan. Penghayatan makna pembentukan-Nya bukan    dari kesuksesan dan kelancaran hidup yang senantiasa diwarnai    dengan kesenangan. Justru sebaliknya terlebih banyak Kristen    belajar makna pembentukan-Nya melalui berbagai pergumulan yang    seringkali membawa duka pada awalnya, namun membawa sukacita di    hari kemenangan.

Renungkan: Tuhan menghargai setiap doa ungkapan pergumul-an    yang dinaikkan dengan tulus hati dan bukan dengan motivasi    pemberontakan.  Teladanilah Daud yang pada akhirnya mengerti    makna pergumulan yang berbuahkan iman dan pengharapan di dalam    Tuhan.

(0.30) (Mzm 78:17) (sh: Kasih setia Tuhan tidak bergeser (Sabtu, 27 Oktober 2001))
Kasih setia Tuhan tidak bergeser

Mazmur ini mengajak Israel untuk mengingat kembali campur tangan Tuhan kepada nenek moyang mereka pada peristiwa Keluaran, ketika mereka gagal menaati Tuhan di padang gurun. Pemazmur mengajak Israel untuk mengingat bagaimana Tuhan menimpakan tulah atas Mesir (ayat 43-51), memimpin mereka melintasi Laut Merah dan padang gurun (ayat 13, 52, 53), dan memasuki serta menduduki tanah Kanaan (ayat 54-55). Namun demikian Israel memberontak terhadap Allah, mengharapkan Tuhan melakukan keajaiban-keajaiban ketika mereka tidak menaati kehendak-Nya (ayat 17-20), meragukan kemampuan-Nya (ayat 22), dan mencobai Dia (ayat 41).

Sebagai respons atas keluhan Israel, Tuhan mengirimkan api yang menimpa mereka (ayat 21), menghujani mereka dengan manna (ayat 23- 25), mengirimkan burung puyuh melalui angin tenggara (ayat 26-29), dan membunuh mereka yang dengan kerakusannya memberontak kepada Tuhan (ayat 30-31). Namun demikian mereka tetap berbuat dosa, tidak percaya, memperdaya Tuhan dengan mulut mereka, dan tidak setia kepada perjanjian Allah (ayat 32, 36, 37). Namun Tuhan yang penyayang mengampuni kesalahan mereka, tidak memusnahkan mereka, menahan murka-Nya, dan tidak membangkitkan segenap amarah-Nya (ayat 38), karena Ia mengingat kesementaraan mereka (ayat 39).

Kesetiaan Tuhan tidaklah bergantung kepada kesetiaan umat-Nya. Ia tetap setia ketika umat-Nya mengingkari-Nya. Ia tetap mengingat umat-Nya, sekalipun umat-Nya tidak lagi mengingat-Nya. Ia menghajar mereka sebagai tindakan pendisiplinan, namun tidak menarik kebaikan-Nya terhadap mereka. Yang memungkinkan Israel menjadi umat Allah bukanlah jasa, kebaikan, ataupun kelebihan mereka, melainkan kasih setia Tuhan yang tidak pernah bergeser dari kehidupan mereka. Demikian juga dengan kita. Yang memungkinkan kita tetap setia kepada Tuhan bukanlah diri kita sendiri, melainkan kasih setia Tuhan yang tidak pernah bergeser dari hidup kita.

Renungkan: Karakteristik kesetiaan manusia sedemikian rapuh, tetapi kasih setia Tuhan tidak berubah dan tetap teguh selama-lamanya. Inilah yang menjadi jaminan bagi kita untuk tetap menjadi umat-Nya. Renungkan bagaimana keagungan kesetiaan Tuhan menopang dan menguatkan Anda!



TIP #35: Beritahu teman untuk menjadi rekan pelayanan dengan gunakan Alkitab SABDA™ di situs Anda. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA