Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1 - 12 dari 12 ayat untuk penumpang [Pencarian Tepat] (0.000 detik)
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(1.00) (Yun 1:7) (jerusalem: karena siapa kita ditimpa) Orang zaman dahulu berpendapat bahwa kehadiran seorang penjahat di kapal membahayakan semua penumpang.
(0.86) (Yun 1:7) (ende)

Dengan membuang undi orang menanjai dewa (Allah). Taufan itu memang timbul karena salah satu dewa marah kepada seorang penumpang kapal. Amarahnja harus diperdamaikan.

(0.61) (1Tim 4:14) (ende: Kurnia Roh)

Itu disini tidak berarti suatu kurnia Roh kudus atau suatu kekuasaan untuk sementara, seperti jang dibitjarakan dalam 1Ko 12 sampai 1Ko 14, melainkan disini suatu kekuasaan jang menetap. Diduga dan agak pasti, bahwa kekuasaan itu ialah kekuasaan keuskupan. Menurut 2Ti 1:6 tahbisan keuskupan diberi kepadanja oleh penumpang tangan Paulus, berdasarkan suatu pernjataan dari Roh Kudus jang istimewa. Ingatlah pula 1Ti 1:18. Penumpang tangan para orang tua-tua tentu sadja dilakukan sebagai tanda persetudjuan dan penjaksian.

(0.36) (Kis 27:31) (full: JIKA MEREKA TIDAK TINGGAL DI KAPAL. )

Nas : Kis 27:31

Pernyataan Paulus di sini tampaknya bertentangan dengan ayat Kis 27:22,24. Jikalau Allah berjanji kepada Paulus bahwa Ia akan melindungi nyawa semua orang yang berlayar bersamanya (ayat Kis 27:24) dan Paulus menyatakannya tanpa syarat, "tidak seorang pun di antara kamu yang akan binasa" (ayat Kis 27:22), bagaimana mungkin perginya para awak kapal menyebabkan kematian para penumpang? Jawabannya terdapat dalam kebenaran alkitabiah bahwa janji-janji Allah kepada umat-Nya biasanya tergantung pada ketaatan mereka kepada kehendak-Nya (lih.

Kej 1:26-31 dan Kej 6:5-7;

Kel 3:7-8 dan Bil 14:28-34;

2Sam 7:12-16 dan 1Raj 11:11-13; 12:16).

(0.35) (Yun 1:1) (sh: Kebencian mengorbankan segalanya (Sabtu, 12 Juli 2003))
Kebencian mengorbankan segalanya

Di zaman sekarang ini banyak orang berlomba-lomba mengklaim bahwa dirinya telah dipanggil Allah untuk menjadi pelayannya. Bentuk panggilan itu pun bermacam-macam. Ada yang merasa dipanggil secara langsung, melalui mimpi, melalui peristiwa-peristiwa, dlsb. Tetapi umumnya rata-rata orang yang merasa terpanggil itu selalu memberi respons positif. Bahkan ada yang rela meninggalkan pekerjaan -- yang dianggap sekuler -- untuk bekerja penuh waktu sebagai pendeta.

Tetapi berbeda dengan Yunus. Ia justru melarikan diri meskipun telah mendapat panggilan yang jelas (ayat 3). Diduga bahwa Yunus bersikap demikian karena ia mengetahui bahwa Kota Niniwe dihuni oleh orang-orang jahat, yang telah menghancurkan bangsanya (ayat 2). Penolakan ini menggambarkan bahwa Yunus sangat membenci Niniwe. Bahkan dia rela membiarkan orang lain sebagai korban. Perhatikanlah betapa para awak kapal dan semua penumpang mengalami ketakutan yang luar biasa, bahkan semua muatan kapal harus dibuang (ayat 4-5). Ketika undian jatuh kepada Yunus, ia mengakui bahwa dirinyalah penyebab malapetaka itu, dan karenanya dia rela dibuang ke laut (ayat 12). Respons para awak kapal? Mereka tidak membuangnya tetapi berusaha mendayung kapal ke darat agar semua penumpang selamat (ayat 13). Usaha ini tidak berhasil, sehingga tidak ada jalan lain kecuali harus membuang Yunus ke laut.

Kebencian dapat membuat seseorang menolak panggilan Allah, bahkan dapat membuat orang lain menjadi menderita. Yunus yang mengenal Allah membenci Niniwe, sebagai bangsa kafir dan jahat; Sebaliknya, para awak kapal, yang adalah orang-orang kafir justru bertindak lain: tidak mengenal Allah tetapi percaya bahwa Allah Israel berkuasa atas alam (ayat 13).

Renungkan: Kebencian membawa hasil yang merugikan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.

(0.35) (Luk 8:22) (sh: Keselamatan atas kuasa alam (Selasa, 18 Januari 2000))
Keselamatan atas kuasa alam

Dalam sebuah perjalanan lewat udara, penumpang dikejutkan oleh pengumuman yang menghimbau aagar mereka duduk tenang dan segera mengenakan sabuk pengaman karena badai di udara. Keadaan yang terjadi di luar perkiraam itu menimbulkan kepanikan semua penumpang. Suasana tegang, gelisah, kuatir, dan takut bercampur menjadi satu. Seandainya salah satu penumpangnya adalah Anda, apa yang akan Anda lakukan? Mungkin Anda pun akan merasakan hal yang sama. Dalam suasana seperti ini sangat sulit untuk tetap bersikap tenang dan percaya bahwa keadaan dapat dikendalikan oleh awak pesawat yang handal dan tahu bagaimana cara mengatasinya.

Keadaan yang sama dihadapi para murid Tuhan Yesus ketika perahu yang mereka tumpangi dilandai angin taufan dan badai kencang. Pada saat itu mereka berada bersama-sama Yesus dan mereka tahu bahwa Dia berkuasa atas jagad raya, termasuk alam tetapi kepanikan dan ketakutan tenggelam melilit mereka. Titik lemah para murid dalam peristiwa ini muncul dalam keraguan mereka terhadap keyakinan iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Iman mereka ditutupi oleh keraguan bahwa kekuatan dan keganasan alam tak dapat diatasi. Anggapan ini bukan saja telah mengesampingkan kuasa dan kedaulatan Yesus sebagai Tuan atas alam, tetapi juga peran-Nya sebagai Juruselamat atas hidup manusia. Para murid seharusnya percaya bahwa berada bersama Yesus memampukan mereka tetap bersikap tenang dan berpikir jernih menghadapi berbagai bentuk bencana, bukan sebaliknya. Bencana angin taufan itu hanyalah salah satu dari bencana-bencana lain yang pasti dialami dalam hidup selanjutnya.

Renungkan: Permasalahan yang dihadapi para murid sebenarnya masalah yang sering muncul dalam kehidupan kita juga. Bencana alam dapat menimpa tanpa dapat diduga. Peristiwa terjadinya gempa bumi, gunung meletus, banjir, tanah longsor, air pasang dlsb. biasanya meminta korban jiwa yang tidak sedikit. Hal ini menunjukkan betapa rapuhnya manusia, yang tak mampu menahan amukan alam. Apapun bencana yang terajdi, kita tetap memiliki Tuhan yang berkuasa atas alam yang diciptakannya. Milikilah pengharapan di dalam-Nya, karena hanya Dia, Tuhan atas alam yang mampu memeberikan kedamaian dan ketenangan.

(0.30) (Kis 27:33) (sh: Gereja adalah tangan Allah yang memelihara hidup (Senin, 21 Agustus 2000))
Gereja adalah tangan Allah yang memelihara hidup

Karena Paulus, seluruh penumpang kapal yang berjumlah 276 jiwa selamat mencapai daratan tanpa cacat sedikit pun (34). Pengharapan yang disuarakan Paulus menjadi kenyataan. Yang menjadi pusat dari peristiwa itu adalah bagaimana Allah bekerja melalui Paulus dan bagaimana Allah bekerja bagi Paulus sehingga banyak orang diberkati.

Setelah berhasil meyakinkan dan menenangkan para penumpang kapal yang panik, Paulus melanjutkan pelayanannya kepada mereka dengan memperhatikan kebutuhan fisik mereka. 14 hari puasa (terpaksa karena badai) membuat fisik mereka sangat lemah. Fisik yang lemah akan melemahkan hati dan semangat. Padahal kekuatan fisik sangat diperlukan untuk membawa kapal ke daratan terdekat. Walau Paulus sengaja tidak mendahulukan masalah rohani, namun ia tetap memperlihatkan kepada mereka tentang iman dan keyakinannya kepada Allah (35). Dan ini memberikan dampak yang besar bagi hati dan semangat mereka (36).

Di samping itu, Allah juga bekerja secara tidak kentara bagi Paulus sehingga tidak hanya Paulus yang selamat dan dapat melanjutkan perjalanannya ke Roma, namun orang-orang lain pun mendapatkan berkat (42-43). Paulus adalah teladan yang indah tentang kehidupan yang dipakai Allah tidak hanya untuk memelihara kehidupan dan keselamatan fisik bagi sesama manusia namun juga menyelamatkan jiwa-jiwa terlepas dari kuasa dosa karena Injil Yesus Kristus yang ia wartakan. Hidupnya mempunyai kuasa dan makna bagi masa kini dan masa depan serta bagi kesejahteraan fisik dan rohani bagi umat manusia.

Renungkan: Gereja-gereja yang berada di tengah masyarakat Indonesia yang masih terpuruk dalam kemelut ekonomi yang berkepanjangan, seharusnya mempunyai kuasa dan makna seperti Paulus. Karena itu sangat ironis jika gereja yang dimampukan untuk membangun gedung yang megah, mendirikan sekolah bergengsi, menyelenggarakan perayaan gerejawi secara mewah, dan jemaatnya hidup dalam kelimpahan berkat, sementara itu masyarakat di sekitarnya masih harus bergumul untuk sesuap nasi dan pendidikan dasar bagi anak- anaknya. Adalah sangat egois jika gereja hanya datang dengan sebuah ayat emas penginjilan kepada masyarakat yang berteriak dan menangis karena kemiskinan yang menghimpit. Hai Gereja, jadilah perpanjangan tangan Allah!

(0.25) (Kej 1:3) (sh: Tidak ada preman-preman Ilahi (Selasa, 28 Januari 2003))
Tidak ada preman-preman Ilahi

Kita mengenal bagaimana tiap-tiap tempat di lingkungan sekitar kita (terutama di daerah perkotaan) mempunyai premannya sendiri- sendiri. Ada preman pasar, preman terminal, pelabuhan, bahkan sekolah. Ada juga preman spesialisasi mengompas supir/kondektur bus-bus kota, sementara yang lain membatasi diri pada mengompas penumpang, dll. Kira-kira seperti itu pula pemahaman kebanyakan orang di Timur Tengah pada zaman Perjanjian Lama mengenai ilah teritorial. Masing-masing ranah (mis. langit, laut, darat, pertanian, dsb.) mempunyai 'preman' Ilahinya sendiri-sendiri. Mereka sangat berkuasa dan ditakuti di teritorinya, tetapi tidak berdaya di teritori lain. Bahkan menurut para penafsir, Allah Israel, Yahweh sendiri pun, kadang dijuluki "Allah padang gurun", dan dianggap oleh bangsa-bangsa lain hanya berkuasa di sana (bdk. 1Sam 4:6).

Di dalam nas ini, ditekankan bahwa cakrawala, laut, darat, dan juga tumbuh-tumbuhan diciptakan oleh Allah. Tidak hanya itu, Ia tidak memakai apa pun selain firman-Nya untuk menciptakan semua-Nya itu. Tidak hanya itu, semua yang diciptakan-Nya itu pun dipandangnya sebagai "baik" (ayat 10,12). Semua ranah itu, cakrawala, darat, air, terang dan kegelapan, hari, senja, tumbuh-tumbuhannya dan lainnya, diciptakan oleh Allah; hadir dan muncul karena firman Allah semata. Bahkan, demikian ditunjukkan kisah ini, Allah sanggup melalui firman-Nya saja menghadirkan terang dan menumbuhkan tumbuhan tanpa benda penerang seperti matahari. Hanya Allah seperti inilah yang layak disembah dan ditaati.

Renungkan: Allah bukanlah Allah teritorial, yang berkuasa, layak menerima penyembahan, dan ditaati kehendak-Nya hanya dalam saat dan pada tempat-tempat tertentu saja. Ketika kita mengabaikan dan melupakan kehendak dan kebenaran Allah di dalam satu saja momen keputusan/tindakan hidup, kita sedang menyangkali kedaulatan Allah.

(0.25) (1Raj 22:24) (sh: Bagi Allah tidak ada unsur kebetulan. (Rabu, 15 Maret 2000))
Bagi Allah tidak ada unsur kebetulan.

Pernahkah Anda mendengar suatu kisah nyata dimana seorang yang karena terlambat    bangun, ketinggalan pesawat yang akan membawanya ke luar negeri.    Namun pesawat itu tidak pernah sampai ke tujuannya karena telah    meledak di udara hingga menewaskan seluruh penumpang dan    awaknya. Mungkin Anda berkomentar: 'Kebetulan ia terlambat    bangun dan ketinggalan pesawat'. Sedangkan komentar dari orang    yang selamat itu adalah 'wah karena kebetulan malam sebelumnya    aku bertemu dengan teman lama, jadi kami ngobrol hingga larut    malam. Akibatnya aku terlambat bangun'.

Berdasarkan komentar-komentar di atas dapat disimpulkan bahwa    istilah 'kebetulan' dipergunakan untuk mengekspresikan suatu    peristiwa yang kemungkinan terjadinya sangat kecil karena    berbagai alasan. Namun tidak terkandung suatu keyakinan bahwa    ada suatu kuasa yang mengontrol dan memungkinkan suatu hal yang    tidak mungkin terjadi, menjadi  kenyataan.

Bagaimana tanggapan kita tentang peristiwa kematian Ahab?    Apakah suatu kebetulan jika Ahab merencanakan untuk keluar    berperang dengan cara menyamar menjadi seorang prajurit? Jika    seorang tentara musuh menarik panahnya dan menembak sembarangan,    tetapi akhirnya mengenai Ahab tepat di antara sambungan baju    zirahnya yang terbuat dari besi? Jawaban untuk pertanyaan-    pertanyaan di atas adalah semua rentetan peristiwa yang terjadi    hingga tewasnya Ahab, bukanlah suatu kebetulan. Ada suatu kuasa    yang begitu berdaulat yang mengontrol segala sesuatu dan    mengizinkan segala sesuatu terjadi atau tidak.

Allah di belakang semua peristiwa itu. Ia ingin menunjukkan    bahwa firman yang Ia ucapkan melalui Mikha adalah benar adanya.    Walau Ahab berusaha membuktikan bahwa ramalan Mikha tidak akan    pernah terjadi, namun yang terjadi justru sebaliknya. Ia terkena    panah musuh tepat di bagian yang sangat tidak mungkin untuk    dijadikan sasaran. Allah ingin menunjukkan bahwa kekuasaan Ahab    tidak ada artinya.

Renungkan: Ahab mungkin berhasil memberangus mulut Mikha    dengan jalan memenjarakan Mikha, namun kebenaran tetap akan    muncul, dan bukan secara kebetulan. Tidak ada satu pun peristiwa    yang terjadi secara kebetulan, karena Allah yang berdaulat    mengendalikan semuanya.

(0.21) (Yeh 27:12) (sh: Siapa seperti Tirus, yang sudah dimusnahkan di tengah lautan? (Senin, 17 September 2001))
Siapa seperti Tirus, yang sudah dimusnahkan di tengah lautan?

Bersama mitra usaha multi regional yang berlimpah barang-barang mewah, Tirus kembali dilukiskan sebagai kapal yang berlabuh dengan megah di tengah lautan (ayat 12-25). Pada wilayah di mana Tirus berpikir untuk menjadi penguasa, di tengah lautan (ayat 4) ia dilanda oleh bencana. Kekuatan angin timur telah memecahkannya dan ia terbenam bersama segenap krunya ke dasar lautan (ayat 26-26). Mendengar teriakan maut para penumpang pada hari tenggelamnya Tirus, si kapal maha indah, para pemilik sahamnya turut meratap bersama karena kehilangan kapal yang penuh dengan semarak kemegahan (ayat 27-29). Mereka sangat berkabung karena kehancuran ini membuat mereka amat merana (ayat 30-31). Dalam syair ratapan, mereka berkata: "Siapa seperti Tirus, yang sudah dimusnahkan di tengah lautan?" (ayat 32).

Sungguh tragis, prestasi Tirus yang meraup keberuntungan dengan mitra dagangnya telah menyebabkan raja-raja dunia kehilangan referensi kekayaannya. Hal ini telah membuat Tirus terkagum-kagum kepada dirinya sendiri.

Kini, kapal molek telah dihancurkan oleh begitu banyak unsur dari kekayaan yang termuat di dalamnya. Barang-barang dan krunya telah berubah menjadi kuburan di dalam air (ayat 33-34). Orang-orang pesisir terheran-heran melihatnya, raja-rajanya menggigil, mukanya berkerut, dan para pesaing usahanya bersuit-suit kegirangan terhadapnya (ayat 35-35). Sebuah raksasa dalam keindahan kini telah musnah dan nubuatan Yehezkiel telah digenapi: "Aku menentukan bagimu akhir hidupmu yang mendahsyatkan dan engkau tidak terjumpai lagi. Engkau dicari orang, tetapi tidak ditemui lagi untuk selama-lamanya, demikianlah firman Tuhan." (ayat 26:21).

Renungkan: Burung merak walaupun berbulu sangat mempesona namun dari abad ke abad selalu dicela sebagai simbol kesombongan. Keanggunan Tirus sebagai kapal yang maha indah tentu saja tidak salah bila tidak disertai perilaku congkak. Titanic, yang didesain tidak dapat tenggelam juga mengalami nasib yang sama. Semua keangkuhan berakhir sama, yakni kebinasaan. Kristen, ingatlah, Allah menentang semua yang berhati congkak. Berhati-hatilah dengan manifestasi dosa yang selalu menarik manusia terpikat kepadanya.

(0.21) (Yun 1:1) (sh: Tuhan belum selesai (Kamis, 13 Desember 2001))
Tuhan belum selesai

Bagi orang Israel, Niniwe merupakan simbol kekejaman bangsa Asyur. Ke sanalah Tuhan mengutus Yunus untuk memberitakan peringatan Tuhan, peringatan yang membukakan peluang bertobatnya bangsa yang kejam itu.

Bagaimana respons Yunus? Menolak dan tidak rela! Ia berbalik arah dan pergi berlayar menuju Tarsis. Ia mengira dapat melarikan diri dari Tuhan. Bukankah ini suatu perkiraan yang keliru? Jika Yunus tidak rela melaksanakan tugas dari Tuhan, Tuhan pun tidak rela Yunus berbalik arah. Ia segera bertindak. Ia mengirimkan badai, yang oleh masyarakat saat itu diyakini sebagai akibat dosa terhadap Tuhan. Lalu, para pe-numpang kapal memutuskan untuk mengundi siapakah yang bertang-gung jawab atas malapetaka ini. Undian jatuh pada Yunus dan ia pun mengakui dosanya. Ia meminta mereka melemparnya ke laut agar ben-cana ini berlalu. Yunus berpikir, inilah akhir perjalanan hidupnya: be-rangkat sebagai nabi yang dipakai Tuhan, berakhir sebagai pelarian yang dibuang Tuhan; sekali lagi perkiraan yang keliru. Tuhan malah mengi-rimkan seekor ikan besar untuk menyelamatkan Yunus dari kematian.

Melalui perikop ini, kita belajar dua hal. Pertama, mata Tuhan tertuju pada semua bangsa, tidak hanya pada satu bangsa. Berbeda dengan kita yang selalu mengarahkan mata hanya kepada orang-orang tertentu; biasanya yang kita sukai, hormati, dan baik kepada kita. Tidak mudah untuk membagikan kasih Tuhan kepada orang yang tidak kita sukai, tidak kita hormati, dan tidak baik kepada kita. Tuhan meminta Yunus, dan juga kita, untuk mengasihi mereka yang tidak layak kita kasihi. Kedua, Tuhan belum selesai dengan kita. Diri kita adalah seum-pama bangunan yang masih belum selesai. Tuhan akan terus membentuk kita meski kadang kita melawan-Nya. Seperti Yunus, kita pun masih diberikan kesempatan menerima uluran tangan-Nya. Adakalanya Tuhan harus mengirimkan "badai" untuk menyadarkan kita. Tetapi, di tengah badai sekalipun, Ia tetap mengirimkan "ikan" untuk menyelamatkan kita.

Renungkan: Tuhan ingin agar kita memiliki mata-Nya dan hati-Nya. Maukah kita masuk ke dalam proses belajar mengasihi? Mari kita menyediakan diri kita senantiasa untuk dibentuk oleh Tuhan.



TIP #28: Arahkan mouse pada tautan catatan yang terdapat pada teks alkitab untuk melihat catatan ayat tersebut dalam popup. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA