Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 2801 - 2820 dari 5211 ayat untuk hebrew:Nya [Pencarian Tepat] (0.007 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.17988583333333) (Am 5:1) (sh: Hidup hanya ada pada Allah (Minggu, 20 Juli 2003))
Hidup hanya ada pada Allah

Hidup hanya ada pada Allah. Konsekuensi hidup bersekutu dengan Allah adalah hidup menurut jalan-Nya. Sebaliknya, konsekuensi meninggalkan Allah dengan segala jalan-Nya berarti kematian dan ratapan (ayat 1-3). Sikap mereka yang meninggalkan Allah tampak dalam tingkah laku mereka sehari-hari. Mereka mengubah keadilan menjadi ipuh dan menghempaskan kebenaran ke tanah (ayat 7,10); menindas dan merampas hak milik orang lemah dengan uang dan memungut pajak gandum yang mestinya harus ditolong oleh negara (ayat 11,12). Semua kejahatan itu jelas perbuatan-perbuatan yang melawan Allah sekaligus menghancurkan nilai kemanusiaan.

Tuhan sama sekali tidak menolelir sikap hidup mereka yang membunuh kehidupan dan pengharapan mereka yang lemah. Sebagaimana Allah memihak kepada Israel ketika ditindas di Mesir, demikianpun Allah akan mendengar seruan mereka yang tertindas di antara umat Allah. Para penindas akan mengalami penghukuman Allah. Kemewahan yang mereka peroleh dari hasil penindasan akan musnah. Kebun anggur yang mereka bangun dengan indah tidak akan mereka nikmati (ayat 11).

Sesungguhnya hanya di dalam Allah ada kehidupan. Carilah Tuhan, maka kamu akan hidup. Israel keliru menyamakan Tuhan dengan tempat. Semua tempat ibadah tidak menjamin Tuhan boleh didapatkan, sebab Tuhan ada bagi hati yang bertobat.

Renungkan: Tuhan tidak menginginkan ibadah status. Ia ingin agar hubungan nyata dengan-Nya terwujud di dalam kelakuan sehari-hari kita.


Bacaan untuk Minggu ke-7 sesudah Pentakosta

Zakharia 9:9-13; Roma 8:6-11; Matius 11:25-30; Mazmur 145

Lagu KJ 450

(0.17988583333333) (Am 7:1) (sh: Indikator kesungguhan kenabian (Rabu, 23 Juli 2003))
Indikator kesungguhan kenabian

Indikator kesungguhan kenabian. Nabi Amos memperoleh inspirasi ilahi lewat berbagai penglihatan (ayat 1:2,4,7,8). Berulang kali Amos beroleh penglihatan akan datangnya hukuman Allah yang dahsyat. Berulangkali pula Amos menempatkan diri di tempat umat-Nya. Ia mengajukan permohonan agar Allah mengasihani dan tidak menjatuhkan hukuman sedahsyat itu. Inilah indikator pertama kesungguhan kenabian. Seorang nabi sejati tidak mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Nabi sejati peka terhadap suara dan kehendak Tuhan tetapi juga prihatin akan keadaan umat.

Sesudah dua kali berturut-turut Amos bersyafaat di hadapan Allah, pada penglihatan ketiga dan selanjutnya (ps. 8), Allah tidak lagi memberi kesempatan kepada umat-Nya untuk luput dari hukuman. Kesabaran Allah ada batasnya. Masa penghukuman itu pasti akan datang. Tidak ada waktu berbalik. Amos pun tidak lagi memohon kepada Allah untuk mengubah rencana-Nya. Amos adalah hamba Allah, maka ia tidak boleh membela umat yang berdosa lebih dari ia "membela" kebenaran Allah. Penghukuman akan terjadi, tragedi peperangan akan menghancurkan: [1] ibadah Israel yang penuh dengan kemunafikan (ayat 9; bdk. 4:4,5); [2] para penguasa dan keluarga mereka yang berlaku lalim terhadap rakyat (ayat 9,11).

Lain halnya dari Amos adalah Amazia, imam palsu yang melayani Yerobeam. Yang imam ini lakukan adalah ciri nabi palsu. Untuknya kenabian atau keimaman adalah soal "cari makan" (ayat 12). Urusannya bukanlah membela umat dan menaati Tuhan tetapi memberi keyakinan-keyakinan palsu kepada raja (ayat 12). Kepalsuan membuatnya siap mengusir Amos sebab pemberitaan Amos tentang kematian Raja Yerobeam dan pembuangan Israel membahayakan (ayat 11). Semua nabi profesional hanya menubuatkan hal-hal yang menyenangkan.

Renungkan: Kita pun dipanggil untuk menyatakan dan mempraktikkan kebenaran kepada keluarga dan orang-orang sekitar kita.

(0.17988583333333) (Ob 1:1) (sh: Firman yang menghukum (Senin, 17 Desember 2001))
Firman yang menghukum

Firman yang menghukum. Firman Tuhan datang dalam beragam bentuk: ada yang berupa penghiburan, nasihat, ada pula yang berupa hukuman. Obaja, yang berarti hamba Allah atau penyembah Allah, dipakai Tuhan untuk menyampaikan firman-Nya kepada bangsa Edom. Firman untuk Edom adalah hukuman yang akan Tuhan timpakan kepadanya, bukan firman yang enak untuk didengar.

Dosa keangkuhan Edom mengundang murka dan hukuman Tuhan. Edom melihat dirinya tinggi dan besar, berkuasa dan mapan; menganggap dirinya lebih mulia daripada bangsa-bangsa lain; merasa bahwa mereka lebih kuat dan bijaksana daripada bangsa- bangsa lain. Puncak keangkuhan yang berbuah dosa dan murka Allah adalah tatkala Edom menganggap diri tak tertandingi, bahkan oleh Tuhan sekalipun.

Dalam keangkuhannya, Edom tidak lagi menyembah Allah. Edom telah melupakan Allah Ishak dan Allah Abraham. Edom lupa bahwa Tuhan sanggup melumpuhkannya, dan itulah yang akan Tuhan lakukan kepada Edom.

Keangkuhan memang dapat menipu kita. Keangkuhan meyakinkan kita bahwa kita memang sehebat yang kita pikirkan. Keangkuhan membutakan mata untuk melihat kenyataan dengan tepat dan menulikan telinga untuk mendengar kebenaran tentang siapa kita. Dan hal yang paling parah ialah keangkuhan membuat kita menyembah diri sendiri, bukan Tuhan. Firman Tuhan memberi kita nasihat untuk melawan keangkuhan, yakni dengan mencontoh teladan Tuhan Yesus, "...yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri- Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba..." (Flp. 2:6- 7). Ada dua pelajaran penting yang tersirat di sini. Pertama, jangan pernah menganggap diri terlalu tinggi dan bertahan dalam ketinggian itu. Kedua, jangan pernah mendahulukan kepentingan pribadi. Sebaliknya, dahulukanlah kehendak Tuhan.

Renungkan: Jika kedua hal tersebut diabaikan, waspadalah, sebab itu adalah awal keangkuhan dan tanda bahwa Anda mengundang Allah memberlakukan murka-Nya.

(0.17988583333333) (Mat 1:1) (sh: Wanita di balik rencana keselamatan Allah (Jumat, 24 Desember 2004))
Wanita di balik rencana keselamatan Allah

Wanita di balik rencana keselamatan Allah. Pada umumnya kedudukan seorang wanita dalam hak waris, hak belajar, hak bekerja, hak berpendapat, dll. dalam budaya dunia dianggap remeh. Akan tetapi, pandangan Allah terhadap wanita berbeda dengan dunia. Nas inilah buktinya.

Injil Matius dibuka dengan penulisan garis keturunan Yesus yang terdiri dari empat puluh dua keturunan dari Abraham sampai Daud; keturunan Daud yang terbuang ke Babel; generasi yang lahir dari pembuangan ke Babel (ayat 17). Yang menarik dari nas ini ialah dituliskannya tiga nama wanita yang memiliki riwayat hidup yang "cacat" Mengapa? Cerita tentang mereka kurang baik dan tidak terhormat. Ketiga wanita tersebut yakni: Tamar (ayat 3); Rahab (ayat 5a); Batsyeba, istri Uria (ayat 6). Pertama, sebenarnya Tamar adalah menantu dari Yehuda (Kej. 38:6, 8-11). Janji Yehuda untuk memberikan Syela menjadi suami bagi Tamar ternyata bohong (ayat 14). Jadi, Tamar menyamar sebagai "wanita nakal" untuk menggoda Yehuda dan melahirkan Peres dan Zerah. Kedua, Rahab adalah seorang "wanita nakal" Kanaan yang melindungi pasukan pengintai Israel saat mereka hendak melarikan diri dari kota Yerikho (Yos. 2). Penyebab Rahab menolong mereka karena ia memercayai Allah Israel (ayat 9-13). Ketiga, Batsyeba adalah istri Uria yang menjadi korban keinginan nafsu Raja Daud, ketika suaminya berperang membela Israel melawan Amon. Batsyeba melahirkan seorang anak yang meninggal tidak lama setelah ia lahir. Barulah kemudian Salomo lahir (ayat 2 Sam. 11).

Allah dalam kehendak-Nya dan kedaulatan-Nya memilih Tamar, Rahab, dan Batsyeba menjadi nenek moyang Yesus. Hal ini menunjukkan bahwa penggenapan keselamatan Allah melalui Yesus bagi manusia, tidak berdasarkan "bersih" tidaknya maupun terhormat tidaknya status seseorang di masyarakat. Keselamatan bagi hidup kita pun tidak didasarkan pada siapakah kita, bagaimanakah masa lalu kita, apa pekerjaan kita, dll.

Renungkan: Syarat menjadi bagian dari umat Allah bukan karena keberadaan kita melainkan hati dan iman yang tertuju kepada-Nya.

(0.17988583333333) (Mat 6:9) (sh: Doa yang benar (Senin, 10 Januari 2005))
Doa yang benar

Doa yang benar. Tuhan Yesus bukan hanya mengoreksi motivasi dan isi ibadah, serta doa yang salah. Ia kini mengajar mereka bagaimana mereka seharusnya berdoa. Berdoa itu berbicara langsung dengan Allah secara hangat, sederhana, dan apa adanya. Dengan hangat kita memanggil Allah, Bapa Surgawi kita sebab Tuhan Yesus, Putra-Nya yang Tunggal telah lebih dulu memanggil kita untuk mengikut Dia dan belajar dari Dia. Doa itu sederhana, tidak rumit dan bertele-tele sebab bukan pertunjukan rohani, tetapi merupakan perjumpaan hati dengan hati. Doa dalam hubungan riil memungkinkan orang membuka hidupnya apa adanya di hadapan Allah.

Doa yang baik mendahulukan kepentingan Allah lalu menempatkan kepentingan kita di dalam wilayah kepentingan Allah. Inilah sifat isi doa yang Tuhan Yesus ajarkan. Tiga pokok penting menyangkut Allah (ayat 9-10) merangkul tiga pokok penting kebutuhan nyata kita (ayat 11-13). Doa yang dimulai dengan sapaan iman kepada Allah Bapa Surgawi, ditutup dengan pernyataan iman tentang kedaulatan Allah (ayat 13b). Tiga hal yang perlu kita utamakan dalam doa dan hidup kita adalah Nama, Kerajaan, dan kehendak Allah. Kita berdoa agar diri Allah dijunjung tinggi, pemerintahan-Nya terwujud, dan kehendak-Nya yang baik itu terjelma dalam dunia nyata ini di dalam dan melalui kita. Allah juga memperhatikan kebutuhan jasmani dan rohani kita. Karena itu, kita tidak perlu ragu memohon Allah memenuhi kebutuhan hidup kita dan kebutuhan kita akan pengampunan dan kemenangan dalam pencobaan.

Kita perlu berdoa menurut doa yang Tuhan Yesus ajarkan ini dengan segenap hati dan menjadikan kebenaran di dalamnya model bagi doa-doa kita. Hubungan kita dengan Allah tidak dapat dilepaskan dari keadaan hubungan kita dengan sesama, jadi penerimaan Allah akan doa kita pun terkait dengan penerimaan kita akan sesama kita.

Ingat: Hayati dan terapkan prinsip serta isi doa ini setiap kali Anda berdoa.

(0.17988583333333) (Mat 7:1) (sh: Jadilah saudara, bukan hakim sesamamu! (Kamis, 13 Januari 2005))
Jadilah saudara, bukan hakim sesamamu!

Jadilah saudara, bukan hakim sesamamu! Tuhan Yesus tidak saja mengajar para pengikut-Nya tentang relasi dengan Allah dan sikap terhadap harta. Ia ingin para murid-Nya memiliki relasi yang benar dengan sesamanya.

Tuhan Yesus melarang kita menghakimi (ayat 1). Maksud Tuhan bukan berarti kita tidak usah memedulikan kesalahan orang lain dan membiarkan ia hidup dalam kesalahan. Ia juga tidak bermaksud bahwa Allah melarang adanya lembaga peradilan. Maksud Tuhan, kita tidak boleh menghakimi dengan menggunakan ukuran yang keras dan tidak bertujuan untuk memulihkan. Ia juga melarang kita menghakimi dengan standar ganda: ukuran yang lunak dan rendah untuk diri sendiri, ukuran yang keras dan terlalu tinggi untuk orang lain (ayat 3-4). Ayat 5 jelas menunjukkan bahwa kita perlu menggunakan kapasitas penilaian kita dengan baik, asal tidak munafik.

Tuhan Yesus juga realistis tentang keinginan baik kita dalam membangun relasi dengan sesama. Bila tadi Ia menentang orang yang terlalu membesarkan masalah orang akibat mengenakan standar terlalu berat, kini Ia menentang orang yang terlalu menganggap enteng masalah sebab menggunakan ukuran yang terlalu rendah. Tuhan keras sekali menyebut bahwa ada orang yang bagaikan anjing atau babi (ayat 6) keduanya menekankan kondisi najis dan bebal yang tidak responsif kepada-Nya.

Penggunaan standar ganda sering kita jumpai masa kini, baik dalam masyarakat luas maupun dalam kalangan gereja. Entah kita cenderung meringankan kesalahan diri sendiri dan memberatkan kesalahan orang lain, atau kita menilai orang dengan memandang kedudukannya. Keduanya tidak Tuhan perkenan atau izinkan. Tuhan Yesus ingin agar kita bertindak sebagai saudara terhadap sesama kita, bukan menjadi hakim apalagi algojo.

Responsku: Aku harus menjadikan sifat dan sikap Allah mengujud penuh dalam sikapku terhadap sesamaku.

(0.17988583333333) (Mat 9:14) (sh: Yang baru meniadakan yang lama (Jumat, 21 Januari 2005))
Yang baru meniadakan yang lama

Yang baru meniadakan yang lama. Pada malam hari orang menyalakan lampu atau lilin supaya tidak kegelapan. Bila matahari sudah terbit semua alat penerang itu tidak lagi diperlukan. Demikian juga dengan semua upacara agama yang biasa dipraktikkan orang-orang Farisi, para ahli Taurat, termasuk murid-murid Yohanes pembaptis. Pada dasarnya peraturan-peraturan itu, misalnya berpuasa (ayat 14), dibuat untuk menolong orang mengharapkan kedatangan Mesias. Akan tetapi, Yesus Sang Mesias sudah hadir di tengah-tengah mereka. Mereka seharusnya berhenti menanti, dan mulai menikmati sukacita kehadiran-Nya (ayat 15).

Tuhan Yesus ingin menyatakan bahwa Ia datang bukan untuk sekadar menambalkan atau menambahkan sesuatu yang baru kepada ajaran agama yang lama. Kata "lama" (Yun.: palaios) berarti aus atau usang karena pemakaian. Ajaran Yahudi telah menjadi begitu tidak fleksibel karena akumulasi dari tradisi-tradisi nonalkitabiah selama berabad-abad. Ajaran Yahudi tersebut sudah berubah menjadi upacara semata-mata yang malah menjauhkan mereka dari Allah. Tuhan Yesus bukan sedang menambahkan ajaran baru ke dalam wadah yang lama itu. Ia sedang menyatakan bahwa masa yang baru (neos) dan kerajaan yang baru (kainos) sudah tiba dengan kehadiran-Nya. Dengan demikian, mereka yang ingin berbagian dalam kerajaan yang baru itu harus meninggalkan semua pemahaman agama dan sikap hidup yang lama lalu menerima Kristus dan hidup dalam kebenaran-Nya.

Apakah pesan Yesus ini dapat diartikan sebagai menolak tradisi rohani orang Kristen masa kini? Ya dan tidak. Kita tetap perlu bergereja, berdoa, membaca Firman, dsb. Namun, semua kebiasaan rohani tersebut menjadi sia-sia kalau kita tidak intim dengan Tuhan Yesus.

Renungkan: Jika Tuhan Yesus hadir dalam hidup dan ibadah kita, pasti suasananya adalah kesukaan dan bukan kedukaan.

(0.17988583333333) (Mat 9:18) (sh: Sang Mesias (Sabtu, 22 Januari 2005))
Sang Mesias

Sang Mesias. Mesias yang diharapkan orang Yahudi adalah seorang yang akan membebaskan mereka dari penindasan pemerintahan Romawi. Namun, bukan seperti itu gambaran yang dipaparkan Matius.

Bagi Matius, Mesias mempunyai kuasa atas hidup dan matinya manusia. Kuasa itu tampak pada Tuhan Yesus ketika Ia menyembuhkan wanita yang sudah dua belas tahun mengalami pendarahan dan membangkitkan anak kepala rumah ibadat (ayat 18-25). Mereka sama-sama datang kepada Tuhan Yesus dan mendapat pertolongan. Tuhan Yesus berkuasa atas kematian dan penyakit yang 12 tahun tidak tersembuhkan. Ini membuktikan bahwa Dia adalah Mesias yang mereka tunggu.

Ironis sekali karena yang merespons dan mengakui Tuhan Yesus sebagai Anak Daud (gelar untuk Mesias) adalah dua orang buta yang tidak bisa melihat perbuatan mukjizat-Nya itu (ayat 27-31). Ketika Tuhan Yesus mengusir setan dari seorang bisu, orang banyak menjadi heran. Sebaliknya, orang Farisi justru beranggapan bahwa Ia mengusir setan dengan kuasa penghulu setan (ayat 32-34). Orang Yahudi percaya setan yang merasuk dalam diri seseorang harus diusir oleh setan yang lebih berkuasa. Oleh karena itu, mereka sama sekali tidak mengakui Yesus sebagai Sang Mesias yang mereka tunggu-tunggu.

Lewat iman kepala rumah ibadat, perempuan yang sakit pendarahan, orang buta, serta sahabat-sahabat si bisu, kita dapat melihat tindakan iman yang menyebabkan mereka menikmati anugerah Tuhan Yesus. Mereka percaya akan kemahakuasaan Tuhan Yesus untuk memulihkan penderitaan yang mereka alami. Dia adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa, yang membuat iman kita kepada-Nya tidak sia-sia. Beriman dan berharap penuh kepada-Nya adalah kunci kemenangan kita.

Responsku: Aku akan menanggalkan ketidakpercayaanku serta memusatkan hidupku hanya kepada Dia.

(0.17988583333333) (Mat 9:35) (sh: Komitmen untuk ikut Tuhan (Selasa, 26 Januari 2010))
Komitmen untuk ikut Tuhan

Judul: Komitmen untuk ikut Tuhan
Mengapa Matius menaruh kisah pemanggilan lengkap para murid di pasal 10 ini? Di pasal 8-10 Matius menyisipkan tema panggilan pemuridan (ayat 8:18-22; 9:9-13) di tengah-tengah kisah pelayanan-Nya. Tujuannya jelas, yaitu agar para murid melihat dan mengerti misi dan cara Tuhan Yesus melayani, baru mereka bisa berkomitmen untuk menjadi murid-Nya. Itupun kita masih melihat bahwa di antara kedua belas murid itu, ada satu yang akan mengkhianati Yesus (ayat 4).

Demonstrasi Yesus lewat pengajarannya yang berotoritas dan kuasa penyembuhan-Nya yang luar biasa bukan hanya untuk menyatakan bahwa Dialah Allah yang perkasa. Lebih dari itu, Dia adalah Allah yang hadir ke dalam dunia untuk menyatakan kasih dan pertolongan Allah atas manusia yang menderita dibelenggu dosa dan berbagai kelemahan. Ungkapan "seperti domba yang tidak bergembala" dikutip dari Perjanjian Lama (Bil. 27:17; 1Raj. 22:17; 2Taw. 18:16; Yeh. 34: 5; Zak. 10:2) menggambarkan keadaan umat Tuhan yang tidak memiliki pemimpin yang baik sehingga tersesat dan berada dalam bahaya dicaplok oleh orang jahat. Oleh karena kasih seperti itulah, Yesus memanggil para murid. Yesus bukan membutuhkan pertolongan mereka untuk menyelamatkan manusia. Yesus sedang mempersiapkan mereka untuk meneruskan misi Yesus kelak, menjadi alat Allah untuk menyelamatkan manusia berdosa.

Hanya milik Allah yang sudah ditebuslah yang bisa menjadi alat Allah yang kudus untuk memenangkan dunia yang dibelenggu dosa ini kembali kepada Allah. Yesus mempersiapkan para murid, yang kelak disebut gereja, untuk hal ini. Gereja perlu, pertama-tama memiliki hati Kristus yang peduli dan penuh kasih. Gereja harus bersumber dan bersandar pada kuasa-Nya yang dahyat untuk mendemonstrasikan kasih Allah tersebut lewat pemberitaan Injil dan uluran tangan kepedulian akan sakit penyakit dan berbagai penderitaan manusia berdosa. Maukah Anda dipersiapkan menjadi alat anugerah-Nya?

(0.17988583333333) (Mat 10:16) (sh: Mengikut Yesus? Keputusanku (Senin, 24 Januari 2005))
Mengikut Yesus? Keputusanku

Mengikut Yesus? Keputusanku. Hidup di tengah-tengah musuh yang siap sedia mengintai dan menerkam sangat menakutkan setiap orang. Gambaran inilah yang Yesus berikan kepada pengikut-Nya. Mereka bagaikan domba-domba yang diutus ke tengah-tengah serigala. Dalam mengemban tugas, ada kemungkinan mereka ditangkap, diadili, dibenci, bahkan dibunuh. Untuk itu Yesus berpesan agar mereka cerdik namun tulus (ayat 16).

Yesus meminta mereka untuk waspada terhadap: majelis agama yang adalah serigala yang bengis (ayat 17); pemerintah, dengan otoritas yang dimilikinya dapat menindas dengan cara yang halus tapi menyakitkan (ayat 18-19); keluarga yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi kita namun bisa menjadi musuh dalam selimut (ayat 22). Semuanya dapat membenci (ayat 22), mengancam (ayat 26), bahkan membunuh tubuh meskipun tidak dapat membinasakan jiwa (ayat 28). Lalu, perlukah para murid takut dan kuatir menghadapi semua ancaman tersebut? Yesus menggambarkan bahwa Allah sangat peduli terhadap mereka karena mereka lebih berharga di mata-Nya dibandingkan dengan burung pipit (ayat 29-31). Oleh karena itu, mereka tidak perlu takut dan kuatir menghadapi kesulitan dan ancaman. Dia berjanji akan memperlengkapi dengan kekuatan, kemampuan, dan perlindungan karena mereka sangat berharga di mata-Nya. Namun, tidak berarti Allah akan mencegah terjadinya kesulitan dalam diri kita. Itu adalah ujian bagi kita sebagai pengikut Yesus yang sejati untuk bertahan menghadapi tekanan hidup sehari-hari.

Sampai saat ini pun mengikut dan menaati Yesus serta memberitakan Dia selalu membangkitkan berbagai perlawanan. Mengingat tugas dan tantangan berat yang harus dihadapi, maka kesetiaan dan keberanian mutlak diperlukan. Mereka yang menghadapi segala kesulitan dan bertahan sampai akhir akan menerima penghargaan yang mulia dari Allah.

Tekadku: Walau tekanan menghadang, aku akan bertahan sampai akhir dengan anugerah Allah.

(0.17988583333333) (Mat 12:15) (sh: Mesias sejati (Rabu, 30 Januari 2013))
Mesias sejati

Judul: Mesias sejati
Usai perdebatan dengan orang Farisi, Yesus pergi menyingkir (15a). Yesus menghindari konfrontasi yang lebih terbuka dengan orang Farisi guna melanjutkan pelayanan-Nya kepada orang banyak yang mengikuti Dia. Namun, Ia melarang mereka untuk bercerita tentang diri-Nya, karena mereka salah mengerti tentang misi-Nya yang bukan hanya melakukan mukjizat.

Matius mengutip Yesaya 42:1-4 untuk menjelaskan misi Yesus. Nubuat Mesianis tentang sosok Hamba Tuhan digenapi dengan sempurna dalam diri Yesus. Pertama, Ia adalah Hamba yang terpilih dengan urapan Roh Kudus, tepat seperti penyataan Bapa dalam peristiwa pembaptisan-Nya (18; lih. Mat. 3:16-17). Kedua, Yesus bekerja bukan untuk popularitas (19). Ketiga, di dalam pribadi-Nya, orang-orang yang lemah akan menemukan kekuatan, sebab Ia tidak akan membiarkan "buluh yang patah terkulai" atau "sumbu yang pudar nyalanya menjadi padam" (20). Keempat, Ia akan menjadi poros pengharapan bagi semua bangsa (21).

Gambaran Mesias ini berbeda jauh dengan yang diharapkan orang Israel pada saat itu. Sebab itu Yesus menyingkir guna menghindari harapan yang berlebihan terhadap diri-Nya. Di sinilah kesejatian sebuah pelayanan tergambar jelas; tidak ada upaya menonjolkan diri. Pengutusan datang dari Bapa, maka kehendak Bapalah yang terutama. Sekalipun memiliki kuasa yang mampu melakukan berbagai hal, Yesus memilih taat pada misi kemesiasan-Nya.

Kekuasaan cenderung korup adalah pemeo yang terbukti benar di dunia ini. Bukan hanya berlaku untuk pemimpin politik, tetapi juga pemimpin masyarakat bahkan pemimpin agama. Banyak fakta yang menunjukkan penyelewengan dari misi mula-mula sebuah kepemimpinan. Kita bersyukur memiliki Yesus yang setia pada misi-Nya. Bagaimana dengan kesetiaan kita mengikut dan melayani Dia? Apakah kita akan seperti orang banyak dalam cerita ini yang hanya menjadikan Dia sebagai pembuat mukjizat? Atau kita menyalahgunakan kepercayaan Yesus kepada kita untuk melayani-Nya dengan mengkorupsi kemuliaan dan berkat Tuhan?

Diskusi renungan ini di Facebook:
http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2013/01/30/

(0.17988583333333) (Mat 15:1) (sh: Penafsiran yang salah (Minggu, 11 Februari 2001))
Penafsiran yang salah

Penafsiran yang salah. Penafsiran yang salah membawa pengaruh besar bahkan cenderung sangat berbahaya. Seorang yang menafsirkan bahwa Alkitab adalah benda keramat, akan lebih menghargai Alkitab sebagai benda dan bukan firman-Nya yang berkuasa. Demikianlah yang terjadi pada orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang salah menafsirkan makna dan peran perintah Allah dan tradisi.

Mereka sengaja mengkhususkan waktu dan tujuan untuk datang dari Yerusalem menjumpai Yesus. Mereka mempermasalahkan tentang murid-murid-Nya yang tidak membasuh tangan sebelum makan. Mereka yakin bahwa Yesus menjunjung tradisi ini, bukan untuk kepentingan kesehatan tetapi makna upacara pembasuhan yang biasa dilakukan para imam sebelum melayani. Mereka menafsirkan bahwa bila tangan untuk makan sudah bersih maka makanan yang masuk pun bersih, demikian pula seorang imam yang akan melayani harus mencuci tangannya (dan kaki) supaya bersih. Apakah ini makna sesungguhnya dari upacara pembasuhan?! Yesus memperingatkan mereka dengan keras karena salah menafsirkan tradisi dan hukum Allah. Mereka lebih mementingkan hal-hal yang tampak di luar dan mengabaikan kemurnian hati dalam melakukannya. Mereka tampak rajin beribadah dan lebih meninggikan ketaatan kepada Allah daripada kepada manusia (ayat 5-6), namun sesungguhnya hati mereka tidak pernah menyembah Allah, betapa munafiknya mereka.

Seringkali Kristen salah menafsirkan firman-Nya dan mementingkan hal-hal lahiriah: rajin beribadah, memberikan persepuluhan, berdiakonia, dan penginjilan; padahal ketika kita melakukannya hati kita tidak tertuju kepada Allah.

Renungkan: penafsiran yang salah seperti orang Farisi dan ahli Taurat membuat kita lelah memikul beban kemunafikan.

Bacaan untuk Minggu Epifania 6

Imamat 13:1-2, 44-46

I Korintus 10:31-11:1

Markus 1:40-45

Mazmur 32

Lagu: Kidung Jemaat 370

PA 6 Matius 15:1-20

Dapatkah kita bayangkan bagaimana orang Farisi sebagai pemuka agama yang buta kebenaran, kemudian menuntun kaum awam untuk melihat kebenaran? Kebenaran apakah yang akan diajarkan dan kemudian diterima oleh kaum awam? Seperti pepatah mengatakan jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang.

Bagaimana bila seorang Guru Sekolah Minggu mengajarkan kepada anak-anak Sekolah Minggu bahwa sekarang bukan zamannya lagi menghormati orang- tua, karena yang lebih penting adalah rajin ke Sekolah Minggu? Bagaimana reaksi orang-tua mendengar hal ini?

Kita menyadari betapa berbahayanya pemimpin yang demikian. Yesus menegur mereka dan menegaskan bahwa Kekristenan bukanlah agama legalitas tetapi relasi istimewa Allah dan umat-Nya.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

1. Masalah apakah yang sebenarnya mau diangkat oleh orang Farisi tentang kesalahan murid-murid-Nya? Apakah masalah ini hanya sekadar masalah kebersihan dan kesehatan? Masalah kehidupan sehari- hari Yesus dan murid-murid-Nya pun tak luput dari pemandangan mereka, apa yang dapat kita pelajari dari sikap mereka?

2. Bagaimana reaksi Yesus? Bandingkan kesalahan murid- murid menurut orang Farisi dengan kesalahan orang Farisi yang diungkapkan Yesus! Apakah maksud Yesus mengatakan bahwa mereka adalah orang munafik? Bagaimana seharusnya memahami firman Tuhan dan tradisi?

3. Apakah dapat kita katakan bahwa ibadah orang Farisi hanya sebagai pameran? Jelaskan dan berikan contoh yang relevan masa kini!

4. Perhatikan respons murid-murid di ayat 12! Mengapa mereka berespons demikian? Apakah mereka mengerti perkataan Yesus? Jelaskan! Menurut Yesus apa yang seharusnya dibersihkan: penampilan luar atau penampilan dalam? Manakah yang dilihat dan dinilai Allah?

5. Pernahkah Anda menjumpai Kristen yang menjadikan ibadah sebagai pameran? Berikan contoh konkrit! Bagaimana sikap Anda meresponi hal ini? Menyadari betapa berbahayanya pemimpim rohani yang `buta', bagaimana seharusnya kita menjaga hidup kita?

(0.17988583333333) (Mat 17:14) (sh: Bukan besar atau kecil, tapi ada atau tidak ada (Minggu, 18 Februari 2001))
Bukan besar atau kecil, tapi ada atau tidak ada

Bukan besar atau kecil, tapi ada atau tidak ada. Yesus memakai ilustrasi biji sesawi untuk menggambarkan iman, karena biji sesawi adalah biji yang paling kecil di antara biji-biji lainnya. Dapat dikatakan bahwa Yesus tidak sedang membicarakan besar atau kecilnya iman, tetapi ada atau tidak adanya iman.

Pada saat Yesus kembali ke kerumunan orang banyak, datanglah seorang bapak menemui-Nya dengan sikap menyembah. Ia memohon belas kasihan Yesus atas anaknya yang sangat menderita karena sakit ayan. Ia mengadukan bahwa murid-murid-Nya tidak dapat menyembuhkan anaknya. Yesus menegur keras semua orang: murid-murid, orang banyak, dan semua angkatan yang tidak percaya dan sesat. Kepada mereka semua, Yesus mengajukan 2 pertanyaan: (ayat 1) berapa lama lagi Ia harus tinggal di antara mereka, dan (ayat 2) berapa lama lagi Ia harus sabar terhadap mereka. Ia tidak selamanya ada bersama mereka, tetapi selama Ia ada bersama mereka, mereka dapat mendengar pengajaran-Nya, melihat perbuatan-Nya, dan mengenal-Nya, tetapi mereka tetap tidak percaya kepada Mesias sejati. Hal ini menegaskan bahwa waktu-Nya di dunia terbatas. Setelah mengajukan pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban, Ia meminta anak yang sakit itu dibawa kepada-Nya. Ia mengusir setan dan anak itu sembuh. Kemesiasan-Nya mengalahkan segala kuasa.

Kemudian murid-murid menanyakan mengapa mereka gagal mengusir setan. Hanya satu alasannya karena mereka tidak memiliki iman. Mereka mengandalkan kekuasaan manusia dan bukan kekuasaan Allah.

Renungkan: Seringkali kegagalan kita bukan saja akibat tantangan dan ancaman dari luar tetapi ketiadaan iman yang membiarkan kita mengandalkan kemampuan, potensi, dan kebiasaan kita. Masalahnya bukan besar atau kecilnya iman, tetapi ada atau tidak ada iman.

Bacaan untuk Minggu Epifania 7

Yesaya 43:18-25

II Korintus 1:18-22

Markus 2:1-12

Mazmur 41

Lagu: Kidung Jemaat 309

PA 7 Matius 16:21-28

Komitmen mengikut Kristus bukanlah pilihan yang mudah, justru penuh risiko dan pergumulan. Mengapa? Karena menjadi pengikut-Nya berarti bersedia untuk dimusuhi dunia. Seringkali Kristen salah memahami arti menjadi pengikut Kristus: bahagia dan hidup bebas hambatan, sehingga ketika badai kehidupan datang bertubi-tubi menerpa hidupnya, Kristen `protes' kepada Allah. Kristen mulai goncang, putus asa, dan kehilangan pengharapan karena tidak pernah membayangkan bahwa jalannya memang tidak mudah.

Bagaimanakah sesungguhnya menjadi pengikut Kristus seperti yang Yesus teladankan? Prinsip-prinsip apa saja yang harus kita terapkan? Kita akan mempelajarinya melalui perikop ini!

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

1. Apa yang ingin dijelaskan Matius dengan penunjuk waktu: "Sejak waktu itu.."? Mengapa Yesus baru menyatakan penderitaan-Nya setelah murid-murid-Nya mengenal-Nya sebagai Mesias, Anak Allah yang hidup (ayat 12-20)? Dari pihak siapa sajakah penderitaan itu? Apakah mereka adalah orang-orang yang mengerti arti Mesias yang dijanjikan? Mengapa justru mereka yang membuat-Nya menderita?

2. Apakah fokus pernyataan Yesus hanya penderitaan-Nya saja (ayat 21)? Jika demikian mengapa Petrus menegur Yesus (ayat 22)? Apakah yang sedang dipikirkan Petrus saat itu? Apakah hal ini bertentangan dengan rencana Allah bagi keselamatan manusia? Jelaskan! Mengapa Iblis selalu berusaha merintangi bahkan menggagalkan rencana Allah?

3. Apakah arti perkataan Yesus di ayat 24? Apakah setiap orang yang mengikut-Nya harus memiliki komitmen demikian? Bagaimana kaitannya dengan pernyataan selanjutnya (ayat 25)? Perhatikan kata `mau' (ayat 24, 25) dan jelaskan maknanya? Manakah yang merupakan pilihan dan manakah yang merupakan konsekuensi (ayat 25)? Apakah dampak pilihan ini bernilai kekal? Mengapa demikian?

4. Bagaimana pemahaman Anda tentang Mesias yang mati dan bangkit, dan sejauh mana pengaruhnya dalam hidup Anda? Bagaimanakah pilihan hidup Anda sebagai pengikut-Nya dan apa konsekuensi konkritnya? Apakah Anda tetap meyakini bahwa pilihan Anda tidak salah? Mengapa demikian?

(0.17988583333333) (Mat 19:13) (sh: Motivasi mengikut Yesus (Jumat, 18 Februari 2005))
Motivasi mengikut Yesus

Motivasi mengikut Yesus. Pada umumnya, orang datang ke gereja dengan kerinduan ingin bertemu Tuhan. Namun, ada juga mereka yang mengikut Tuhan karena kepentingan tertentu.

Terdapat tiga motivasi mengikut Yesus yang tampil di nas ini. Pertama, menganggap diri paling layak mengikut Tuhan, yang diwakili oleh sikap para murid Yesus. Mereka menganggap diri sebagai pengikut-Nya yang paling baik, paling tinggi rohaninya, paling berkuasa, sampai-sampai merasa berhak menentukan siapa yang boleh mendekati Yesus (ayat 13-15). Kedua, menganggap diri paling baik. Ini diwakili oleh seorang muda yang kaya. Pemuda ini merasa dirinya telah menjalankan semua perintah Allah dan mengikuti tata peraturan agama (ayat 16, 18, 20). Oleh karena itu, ia ini yakin bahwa dia pasti masuk surga. Pertanyaannya kepada Yesus bukan lahir dari ketulusan melainkan pameran kebaikan di hadapan orang lain. Ketiga, merasa paling banyak berkorban, diwakili Petrus. Bukankah harga sudah dibayar, tentu hasil melimpah harus diraup dan dinikmati (ayat 27).

Terhadap motivasi keliru ini Yesus menjawab tegas bahwa Dia melihat hati! Dia mengetahui siapa yang tulus hati seperti anak kecil sehingga beroleh anugerah Kerajaan Surga (ayat 14). Orang yang rendah hati, tidak terikat pada kekayaan adalah orang yang dikaruniai Kerajaan Surga (ayat 21). Sedangkan orang yang telah meninggalkan segala sesuatu untuk mengikut Yesus, akan mendapatkan dirinya diperkaya dengan keluarga besar Allah (ayat 28-29). Sebaliknya mereka yang bertahan dalam motivasi keliru, kehilangan semuanya (ayat 30).

Gereja banyak berisikan orang-orang yang bermotivasi keliru dalam mengikut Yesus. Yang dicari bukan kemuliaan Tuhan, tetapi nama, kehormatan, dan keuntungan pribadi. Tuhan mengenal hati setiap anak-Nya. Hanya mereka yang tulus di hadapan-Nya akan menerima kasih karunia menikmati Kerajaan Surga.

Yang kulakukan: Menjaga motivasi diri tetap murni mengikut Tuhan.

(0.17988583333333) (Mat 20:29) (sh: Siapakah orang ini? (Kamis, 28 Februari 2013))
Siapakah orang ini?

Judul: Siapakah orang ini?
Bisa dikatakan, zaman ini adalah zaman pencitraan sebab yang terpenting dari seorang tokoh bukan lagi apa yang sebenarnya dia kerjakan, tetapi bagaimana persepsi orang lain tentang apa yang dia kerjakan. Seseorang bisa saja sejatinya raja tega kelas paus, tetapi jika ia berhasil membangun persepsi bahwa dirinya dermawan, biarpun semua kebaikan itu formalitas belaka, tetapi efeknya bisa menutupi segala kejahatannya. Maka jika ada tokoh yang tak butuh pencitraan karena semua tindakannya menyatakan integritasnya, maka tokoh itu bagaikan air menyegarkan yang memuaskan dahaga di zaman pencitraan ini.

Sang Mesias tak butuh pencitraan. Yesus yang sejak awal dinyatakan datang untuk "menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka" (1:21, 23) ditunjukkan menepati semua nubuat tentang diri-Nya. Seruan kedua orang buta, "Kasihanilah kami, Tuhan" dijawab dengan belas kasihan dan mukjizat penyembuhan yang merestorasi penglihatan mereka, merupakan salah satu buktinya. Namun Yesus tak hanya berhenti di situ. Di titik yang menentukan di dalam narasi Injil Matius, di mana perjalanan Yesus dari Galilea usai dan kini Ia secara sadar memasuki Yerusalem untuk menjalani kehendak Sang Bapa, Ia pun secara sadar menggenapi nubuat PL di Za. 9:9. Tak seperti para raja dan penguasa di Mat. 20:25, Ia justru menonjolkan kerendahan hati-Nya: datang bukan sebagai raja gagah perkasa yang menunggangi kuda jantan, tetapi bagai hamba yang menunggangi keledai. Ketaatan dan kerendahan sebagai hamba kemudian didemonstrasikan-Nya dengan mati di kayu salib.

Sepatutnya respons kita sejalan dengan respons orang Yerusalem di ayat 8-9. Kita mempersiapkan kedatangan-Nya dan mengarahkan orang untuk bertanya-tanya siapa Dia, karena melihat kesaksian yang meneladani belas kasihan dan kerendahan hati-Nya. Orang Kristen tak butuh kekuasaan politis, apalagi pencitraan ala politisi, karena kita cukup mengandalkan Kristus. Tugas kita adalah memperkenalkan Yesus kepada semua orang, jangan sampai mereka tidak pernah mendengar kabar baik tentang Sang Juruselamat.

Diskusi renungan ini di Facebook:
http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2013/02/28/

(0.17988583333333) (Mat 22:34) (sh: Belajar Bertanya dengan Tulus (Selasa, 21 Maret 2017))
Belajar Bertanya dengan Tulus

Cara lazim yang dipakai untuk mengajar oleh para guru pada zaman Yesus adalah dengan mengajukan pertanyaan dan kemudian menerangkan jawabannya. Pertanyaan yang tulus untuk tujuan belajar sangatlah berbeda dengan pertanyaan yang memiliki motif menjebak atau menjatuhkan.

Yesus mampu menjawab setiap pertanyaan dari orang-orang Farisi, Herodian, dan golongan Saduki. Bahkan pertanyaan seorang ahli Taurat mengenai hukum yang terbesar dijawab oleh Yesus dengan kuasa dan hikmat Allah, yaitu mengasihi Allah dan sesama. Jawaban yang Yesus berikan tidak terbantahkan karena hukum terbesar itu telah menyarikan semua yang dituliskan dalam Taurat Musa dan kitab para Nabi.

Beralih dari pihak yang ditanya, Yesus balik bertanya mengapa Daud menyebut Mesias sebagai "tuan", bila Mesias adalah anak keturunan Daud (Mzm.110:1). Pertanyaan Yesus membuat orang-orang yang berupaya mencobai dan menjebak-Nya bungkam seribu bahasa. Keengganan mereka tidak menjawab pertanyaan Yesus karena motif terselubung mereka bukan dilandaskan pada kasih, melainkan pada kejahatan. Jika pertanyaan seseorang dilandasi oleh kasih dan ketulusan, maka kasih tersebut akan mempertemukan orang dengan sesamanya dalam tanya-jawab yang imbang dan sehat. Selain itu, kebungkaman mereka bukan tanda kerendahan hati, melainkan ekspresi kekerasan dan kedegilan hati untuk menyangkal kebenaran Allah.

Sebaliknya, bertanya dengan tulus akan membawa seseorang kepada pencerahan. Karena yang mencari mendapat, yang meminta akan diberi, dan bagi yang mengetok pintu akan dibukakan. Tetapi, sikap congkak justru mengurungkan maksud baik pihak lain untuk menolongnya.

Kecongkakan, ego diri, dan sikap intoleransi akan menutup peluang untuk masing-masing pihak saling belajar dan bertemu dengan yang lain sebagai saudara dalam kemanusiaan. Karena itu, mengasihi Allah tidak dapat berjalan seiring dengan merendahkan sesama. Marilah kita bertanya dengan tulus! [YTP]

(0.17988583333333) (Mat 23:16) (sh: Yesus membongkar kesesatan (Sabtu, 5 Maret 2005))
Yesus membongkar kesesatan

Yesus membongkar kesesatan
Mulai ayat 13 Tuhan Yesus menujukan tujuh kata-kata celaka-Nya kepada para pemimpin rohani waktu itu. (Ayat 14 tidak terdapat dalam naskah yang dianggap lebih awal). Bila di pasal 22 Tuhan Yesus mematahkan taktik licik mereka dengan jawaban-jawaban yang tepat dan berkuasa, dalam pasal ini Tuhan secara langsung melawan dan membongkar kesalahan dan kejahatan mereka.

Yesus menyebut mereka celaka sebab mereka buta rohani (ayat 16) dan munafik (ayat 23,25,27). Mereka buta sebab berpikir salah tentang hal apa yang mendasari pengudusan. Yang lebih penting dan yang menguduskan, yaitu Allah dan hal-hal dari Allah (ayat 20-22) mereka tempatkan lebih rendah daripada tata cara atau alat yang sesungguhnya justru perlu dikuduskan. Yesus juga menelanjangi tiga macam kemunafikan mereka. Pertama, mereka melaksanakan aturan ibadah secara rinci, tetapi mengabaikan hakikat ibadah, yaitu keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan (ayat 23). Kedua, mereka kudus lahiriahnya saja, hati mereka serakah dan rakus (ayat 25). Ketiga, mereka kudus di hadapan manusia, tetapi hati mereka busuk penuh berbagai manifestasi maut (ayat 27). Di mata Allah mereka seperti kubur berkapur indah, namun berisikan bangkai.

Mudah sekali kita terjebak berpikir bahwa ucapan tajam Yesus ini hanya untuk para pemimpin agama waktu itu. Memang konteks historis ucapan ini perlu kita terima, namun ucapan celaka ini harus juga dengan serius kita camkan. Ini merupakan kebalikan dari ucapan bahagia Yesus di pasal 5. Ini memperingatkan kita bahwa Juruselamat yang penuh kasih dan mengampuni kita melalui kematian-Nya juga adalah Tuhan yang kudus yang menuntut bahwa karya keselamatan-Nya berdampak nyata dalam kehidupan sehari-hari kita. Iman kita harus disertai perbuatan serasi. Ibadah kita harus disahkan oleh sikap hati dan perbuatan sosial yang sepadan.

Camkan: Yesus yang berkata "bahagialah…" juga adalah Ia yang tegas berkata "celakalah…" Kata-kata mana ingin kita dengar dari Dia tentang kita?

(0.17988583333333) (Mat 24:15) (sh: Penyesat dan mukjizat (Kamis, 29 Maret 2001))
Penyesat dan mukjizat

Penyesat dan mukjizat. Percayakah Anda bila ada seorang yang memiliki kemampuan luar biasa: menyembuhkan, mengajar, berbahasa roh, mengusir setan, dan memimpin sebuah KKR, kemudian ia mengaku sebagai mesias? Apakah hal-hal ini yang menandai bahwa dialah Yesus Anak Allah? Sama sekali tidak cukup mewakili!

Memang tidak dapat disangkali bahwa para mesias atau nabi palsu dapat melakukan tanda-tanda ajaib dan mukjizat- mukjizat yang dapat menarik perhatian dan iman seseorang. Zaman akhir ini semakin banyak bermunculan berita yang sempat menghebohkan, membingungkan, menguatirkan, dan menantang kesetiaan iman orang percaya. Sepertinya apa yang diungkapkan para penyesat layak dipercaya dan diikuti. Banyak orang telah rela mengorbankan hidupnya mati sia-sia bersama sang pemimpin yang nampaknya rohani, suci, dan berhikmat. Namun sesungguhnya para pemimpin ini sendiri tidak jelas untuk apa atau siapa mereka berkorban dan dengan tujuan apa. Mengingat betapa simpang-siurnya kedatangan mesias yang disalahgunakan para penyesat, maka Yesus mengingatkan para murid-Nya dan Kristen masa kini untuk waspada dan tidak mudah diombang-ambingkan. Ia tidak menginginkan seorang pun Kristen yang gagal mempertahankan imannya karena beralih kepada perkataan para penyesat.

Namun di lain pihak, Pembinasa keji, seperti dinyatakan dalam Kitab Daniel, akan menyatakan penghukuman-Nya. Saat ini adalah saat penyiksaan yang berat, sampai dikatakan bahwa batas waktu yang ditetapkan hanya karena mengingat keselamatan orang-orang percaya (22). Tidak seorang pun tahan menghadapi penghukuman-Nya yang dahsyat dan mengerikan, akibat dosa manusia yang menumpahkan murka Allah.

Saat akhir ini bertujuan menguji iman Kristen. Bagaimana Kristen menghadapinya? Tak ada kuasa dalam diri kita yang memampukan kita bertahan dan setia, hanya Allah yang berdaulat dan berkuasa yang sanggup membawa kita ke jalan kemenangan dan kehidupan kekal. Maukah kita tetap berpegang senantiasa kepada pengharapan ini?

Renungkan: Doa adalah kunci utama menghadapi para penyesat dan jangan takut karena yang memastikan pengharapan adalah Allah yang menguasai dan mengontrol segala sesuatu. Ia tidak pernah membiarkan kita tersesat.

(0.17988583333333) (Mat 24:45) (sh: Tuan akan datang dengan tiba-tiba (Minggu, 1 April 2001))
Tuan akan datang dengan tiba-tiba

Tuan akan datang dengan tiba-tiba. Kepergian sang tuan dalam kurun waktu yang tidak terbatas dapat memunculkan dua sikap dalam diri hamba yang ditinggalkannya. Bila hamba itu setia ia akan menghargai kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan oleh tuannya. Waktu yang ada betul-betul dipakai dengan bijaksana dan penuh tanggung jawab untuk menghasilkan karya yang menyenangkan hati tuannya. Ketika tuannya datang, hamba ini dapat memperlihatkan hasil kerja yang optimal. Tuannya pun sangat menghargai jerih lelahnya dan memberikan pahala kepadanya. Ia naik pangkat dan menjadi orang kepercayaan tuannya.

Sebaliknya bila hamba itu jahat ia akan bersikap lalai, meremehkan waktu, dan mengerjakan hal-hal yang jahat, waktu yang ada disia-siakan dan tugas yang dipercayakan kepadanya tidak dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Firman Tuhan menyatakan dengan jelas bahwa ketika tuannya kembali hukuman bagi hamba yang jahat pasti akan dijatuhkan. Ia akan mengalami kesengsaraan dan penderitaan.

Jumlah waktu yang sama dimiliki oleh setiap manusia. Tidak ada yang lebih dan tidak ada yang kurang. Waktu terus berjalan maju, tak ada yang dapat menunda. Suatu ketika waktu ini akan habis. Dalam kurun waktu ini Tuhan Yesus mempercayakan tugas kepada murid-murid-Nya. Ia ingin agar waktu yang diberikan dapat dimanfaatkan untuk mengerjakan tugas-tugas yang telah dipercayakan- Nya. Suatu hari Ia pasti datang kembali dan menuntut pertanggungjawaban dari hamba-hamba-Nya. Hamba yang setia diberikan pahala sedang hamba yang jahat akan dihukum dalam penderitaan.

Renungkan: Bagaimana Anda memanfaatkan waktu yang masih ada saat ini? Upayakan karya yang memuliakan Tuhan, supaya ketika Tuhan Yesus datang Ia mendapati Anda setia.

Bacaan untuk Minggu Sengsara 6

Zakharia 9:9-12

Ibrani 12:1-6

Markus 11:1-11

Mazmur 24

Lagu: Kidung Jemaat 282



TIP #30: Klik ikon pada popup untuk memperkecil ukuran huruf, ikon pada popup untuk memperbesar ukuran huruf. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA