Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 301 - 320 dari 376 ayat untuk dihukum (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.13) (2Raj 18:1) (sh: Hizkia kudus dalam lingkungan berdosa (Rabu, 6 Juli 2005))
Hizkia kudus dalam lingkungan berdosa

Betapa sulit menjaga hidup kudus di lingkungan yang tidak mengenal Tuhan. Apalagi bila keluarga juga tidak seiman. Namun, itulah risiko hidup di dunia modern.

Ternyata keadaan tersebut bukan hanya terjadi di dunia modern. Sejak zaman dulu anak-anak Tuhan sudah mengalami hal yang sama, yaitu tantangan dan godaan untuk kom-promi dengan dosa. Hizkia menjadi raja di tengah-tengah lingkungan yang jahat baik lingkungan di negaranya sendiri maupun di kerajaan Israel. Ahas, ayah Hizkia adalah raja yang tidak takut akan Tuhan. Pada masa pemerintahannya, Yehuda menyembah berhala. Sedangkan di bagian utara, kerajaan Israel dipimpin oleh Raja Hosea yang berlaku jahat sebagai penguasa terakhir. Tentu Hizkia menyaksikan kejatuhan Israel di tangan Asyur. Pada saat itu, ia belajar bahwa dosa harus dihukum. Israel berdosa besar terhadap Allah maka mereka harus menerima hukuman-Nya yang dahsyat.

Hizkia menyadari dosa tersebut maka ia tidak mau mengulang dosa yang dilakukan ayahnya dan bangsanya. Hizkia memutuskan untuk hidup kudus dan setia beribadah kepada Allah Israel (ayat 3-6). Penulis 2Raja memberikan komentar yang sangat positif terhadap Hizkia, "di antara semua raja-raja Yehuda, baik yang sesudah dia maupun yang sebelumnya, tidak ada lagi yang sama seperti dia" (ayat 5). Kesetiaannya dihargai oleh Allah dengan memberikan kepadanya kemenangan terhadap para musuh Yehuda. Pada masanya tidak ada musuh yang bertahan melawannya.

Sikap yang benar di tengah-tengah kedurjanaan adalah tetap percaya kepada Yesus, satu-satunya Allah yang layak disembah, dan setia mempertahankan hidup kudus. Biarpun orang lain menjalani hidup yang najis dan mengolok-olok cara hidup kudus kita sebagai anak-anak Tuhan, kita tidak boleh menyerah apalagi kompromi. Tuhan akan menyertai kita seperti Ia menyertai Hizkia.

Camkan: Kita bisa melawan arus kejahatan dunia jika kita hidup dalam hadirat-Nya.

(0.13) (Ayb 8:1) (sh: Logis tetapi salah (Jumat, 3 Desember 2004))
Logis tetapi salah

Bildad kini ganti berbicara, tajam dan terus terang, langsung memojokkan Ayub. Penderitaan itu tak lain adalah hukuman Allah atas dosa-dosa Ayub. Karena itu, anjurannya sederhana sekali. Bertobat, Allah akan mengampuni dan memulihkan bahkan jauh melebihi kondisi sebelumnya. Alur pemikiran Bildad sederhana, logis, dan tampaknya teologis juga. Begini: Allah tidak mungkin menghukum semena-mena, hanya kepada orang berdosa hukuman itu Ia jatuhkan. Penderitaan adalah wujud hukuman Tuhan. Karena Ayub sedang menderita, berarti Ayub dihukum Tuhan. Jadi jelas bahwa Ayub berdosa.

Ada dua kesalahan Bildad dalam pemikiran itu. Pertama, bila hukuman membuat orang menderita, tidak harus berarti bahwa semua penderitaan adalah hukuman. Bildad tidak memberi tempat bagi tindakan Tuhan yang memang memberatkan hidup manusia namun, bukan sebagai hukuman melainkan alat atau proses pemurnian untuk orang yang dikasihi-Nya. Kedua, menyimpulkan kondisi moral-spiritual seseorang dari kondisi lahiriah yang sedang dialaminya adalah hal keliru (ayat 6). Kondisi moral-spiritual seseorang seharusnya dinilai dari fakta konkret kehidupan moral-spiritualnya bukan dari kondisi lahiriahnya. Bildad jelas menolak evaluasi dari penutur dan dari Allah sendiri tentang integritas Ayub sebab telah meragukan kesucian dan kejujuran Ayub (ayat 6).

Ada tuduhan lain lagi yang dilecutkan Bildad kepada Ayub. Ia menuduh Ayub sombong dan tidak mau merendahkan diri untuk belajar dari orang-orang yang lebih tua dan berpengalaman. Bildad menuduh Ayub sebagai semacam orang muda yang menolak wibawa orangtua, tradisi, guru-guru, orang-orang berhikmat (ayat 8-10). Ini adalah falsafah yang mirip falsafah kita di Timur. Pandangan orangtua dan yang dituakan dianggap menyuarakan pendapat Allah sendiri. Dalam wawasan dunia orang Timur, semakin tua semakin berilmu, semakin bertenaga dalam, semakin menyerupai yang ilahi. Jadi kesalahan menolak Allah pada Ayub itu pastilah karena ia mengabaikan nasihat orang-orang tua.

Renungkan: Jangan-jangan kedangkalan pemahaman Alkitab kita membuat ucapan kita menyakiti hati sesama.

(0.13) (Ayb 16:1) (sh: Kebenaran di atas kenyataan (Senin, 29 Juli 2002))
Kebenaran di atas kenyataan

Sekali lagi kita membaca teriakan Ayub yang memilukan, "Semangatku patah, umurku telah habis, dan bagiku tersedia kuburan" (ayat 17:1,11). Hidup Ayub tidak selalu penuh penderitaan, bahkan di masa lampau ia pernah mencicipi kehidupan yang baik, (ayat 16:12) tetapi kemudian semuanya lenyap (ayat 14,15). Kita semua merindukan ketenteraman dan kesejahteraan; kehilangan kedua hal ini akan membuat kita kehilangan keseimbangan hidup. Sekuat-kuatnya kita, niscaya kita akan terhuyung-huyung dan kehilangan pegangan. Kita tidak dapat melihat secercah sinar, kita hanya mampu memandang malam yang kelam.

Dietrich Bonhoeffer, seorang pendeta berkebangsaan Jerman yang terkenal dengan bukunya, The Cost of Discipleship, pernah berjalan "terhuyung-huyung" dalam kegelapan hidup karena menentang kekejaman Hitler. Ia ditangkap dan pada akhirnya dihukum gantung, meski ia bukan orang Yahudi. Di penjara, orang hanya mengenalnya sebagai seseorang yang tegar. Namun, dengan jujur ia mengakui bahwa di dalam sukmanya, ia gelisah dan tidak tenteram. Ia berjuang untuk tegar, namun ia pun dapat terguncang.

Ayub pun berupaya keras untuk tetap berharap walau berharap telah menjadi sebuah perjuangan, bukan lagi penghiburan. Ia berseru, "Meskipun begitu orang yang benar tetap pada jalannya dan orang yang bersih tangannya bertambah-tambah kuat" (ayat 17:9). Saya tidak tahu apakah itu yang Ayub alami - bertambah kuat- namun itulah yang ia proklamasikan sebagai pernyataan imannya. Ia menolak untuk mengubah kebenaran menjadi serupa dengan kenyataan. Bagi Ayub, kebenaran tetap kebenaran kendati tidak sesuai dengan kenyataan.

Dalam mengarungi laut penderitaan, kita harus berjuang keras untuk tetap berpegang pada kebenaran firman Tuhan walau kenyataan terlihat berbeda. Firman Tuhan adalah sauh yang menancap di dasar laut sehingga sebesar apa pun ombak bergulung di permukaan, perahu kehidupan kita tidak akan terseret oleh ombak yang menggunung.

Renungkan: Kita tidak selalu dapat memahami kenyataan hidup, tetapi kita selalu dapat mempercayai kebenaran firman-Nya.

(0.13) (Ayb 21:1) (sh: Allah masih berdaulat (Kamis, 16 Desember 2004))
Allah masih berdaulat

Tudingan Zofar bahwa orang fasik segera akan binasa dijawab dengan fakta nyata lapangan bahwa orang fasik ternyata banyak yang hidup mujur (ayat 7-15). Hal itu membuktikan bahwa tuduhan-tuduhan kepada Ayub tidak sesuai kenyataan. Penderitaan Ayub bukan diakibatkan oleh dosa-dosanya.

Ayub menyadari penuh bahwa kemujuran orang fasik bukan berarti mereka bebas terus berdosa di dalam dunia milik Allah ini. Ayub mengetahui bahwa pada akhirnya orang fasik akan menerima hukuman Allah (ayat 16-21). Teori hukuman dosa yang diajukan Zofar dianggap Ayub sebagai kesombongan mau mengajari Allah bagaimana bertindak terhadap orang berdosa (ayat 22-26). Bagi Ayub sikap Zofar dan teman-temannya itu petunjuk adanya niat jahat mereka. Mereka tidak dapat membuktikan bahwa Ayub berdosa. Akan tetapi, mereka memaksakan bahwa penderitaan Ayub adalah bukti Ayub berdosa. Kenyataannya orang fasik selamat dan orang yang menggugatnya malah binasa (ayat 27-34). Tanpa disadari sebenarnya Ayub pun bersikap mau mengajari Allah bagaimana seharusnya bertindak menghadapi orang fasik (ayat 19-21).

Persoalan theodicy (soal pengaturan dan kebaikan ilahi dalam dunia yang di dalamnya terjadi penderitaan) adalah persoalan klasik yang mencuat di perikop ini. Bagaimana Allah bertindak menghadapi orang fasik dan orang benar? Para teman Ayub mencoba menjelaskannya dengan pemahaman bahwa orang fasik pasti akan dihukum oleh Allah, sedangkan orang benar akan diberkati. Namun mereka membalikkan pandangan ini sedemikian sehingga orang yang menderita pastilah sedang menerima hukuman Allah atas dosa-dosanya. Ini adalah pandangan yang keliru sama sekali. Yang benar adalah Allah berdaulat atas kehidupan manusia. Ia adil, pasti akan membalaskan kejahatan manusia dengan hukuman dan kebaikan mereka dengan berkat. Namun, kapan dan bagaimana adalah hak Allah untuk menentukannya.

Camkan: Allah berdaulat atas hidup orang fasik maupun orang benar. Kalau saat ini orang fasik masih hidup enak-enakan, sementara orang benar menderita, itu hanyalah masalah waktu!

(0.13) (Ayb 22:1) (sh: Dosa sosial (Sabtu, 3 Agustus 2002))
Dosa sosial

Bila dalam ucapan-ucapannya sebelumnya Elifas terdengar sebagai yang paling menahan diri dari menuduh dan berupaya untuk menghibur Ayub (ayat 4:6; 5:17), kini terang-terangan Elifas menuduh Ayub dihukum Tuhan karena dosa-dosanya.

Seperti halnya ucapan Zofar dan Bildad, ucapan Elifas ini pun mengandung kebenaran. Firman Allah tidak saja melarang orang dari melakukan perbuatan salah, tetapi juga mendorong orang untuk berbuat benar. Perintah-perintah Allah dalam Taurat maupun uraiannya, serta ucapan para nabi, menegaskan dua sisi sifat perintah-perintah Allah itu. Karena itu, kejahatan tidak saja harus berbentuk melakukan yang jahat terhadap orang lain, tetapi bisa juga dalam bentuk menahankan yang baik terhadap orang lain. Dosa-dosa juga tidak saja bersifat individual tetapi bisa pula bersifat sosial. Bahkan dalam sorotan Alkitab, aspek sosial menjadi ukuran dari kesungguhan spiritualitas seseorang.

Dengan terang-terangan, kini Elifas menuduh Ayub telah melakukan dosa-dosa sosial dalam bentuk menerima gadai (ayat 6), tidak peduli terhadap orang miskin (ayat 7) dan menelantarkan para janda dan yatim piatu (ayat 9). Kelak Ayub akan menegaskan kembali bahwa tuduhan bahwa dirinya telah melakukan ketidakpedulian sosial ini pun tidak benar (ps. 29). Maju selangkah lebih jauh, Elifas juga menuduh bahwa Ayub telah meremehkan Allah. Rupanya Elifas menafsirkan ucapan-ucapan Ayub sejauh ini yang membela bahwa dirinya benar di hadapan Allah sebagai kemunafikan. Seolah Ayub menganggap Allah dapat dikelabui atau Allah tidak peduli terhadap benar atau salahnya perbuatan orang. Berdasarkan pengandaian keliru ini, Elifas lalu mengunci khotbahnya dengan undangan agar Ayub bertobat (ayat 21-30). Undangan untuk bertobat diikuti dengan janji yang mengandung kebenaran: Orang yang bertobat dan mengikuti jalan benar, akan diperkenan Tuhan dan beroleh berkat-berkat-Nya. Sayang semua kebenaran ini berasal dari orang yang tidak pernah membuka mata dan telinga hatinya kepada rintihan rohani sahabatnya, Ayub.

Renungkan: Meski tidak beroleh keberuntungan sosial, kita tetap harus memiliki kepedulian sosial.

(0.13) (Ayb 31:1) (sh: Pembelaan terakhir Ayub (Sabtu, 10 Agustus 2002))
Pembelaan terakhir Ayub

Solilokui atau ungkapan perasaan terdalam Ayub melalui perkataan ini (ps. 29-31) ditutup dengan pengakuan bahwa dirinya tidak bersalah (ps. 31). Kembali Ayub menggunakan gaya bahasa seakan dirinya diadili, dan kini ia berkesempatan untuk membela dirinya dalam cara lain. Dalam nas ini hati nurani Ayub tampil ke depan, dan memberikan pertanggungjawaban tentang kehidupannya di hadapan prinsip-prinsip moralitas yang benar. Pertanggungjawaban ini sekaligus juga menjadi pertanyaan kepada Allah (ayat 35), yang telah "mengamat-amati … dan menghitung ..." (ayat 4), dan ketetapan-ketetapan-Nya.

Pertanggungjawaban itu diberikan Ayub dalam bentuk rangkaian perkataan, 'jika saya melakukan dosa A maka biarlah B terjadi pada saya.' Para penafsir nas ini menghitung ada empat belas (dua kali tujuh) bentuk dosa yang Ayub nyatakan tidak pernah ia lakukan (dengan kutukan jika dirinya ternyata melakukan dosa tersebut). Angka tujuh dalam PL bermakna kegenapan. Dua kali tujuh menunjukkan kesungguhan Ayub membela perkaranya di hadapan Allah.

Hampir semua dosa yang diucapkan Ayub berkaitan dengan etika kehidupan, kecuali satu, mengenai ibadah (menyembah berhala, ayat 26-27). Hal ini menunjukkan Ayub layak menerima pujian dari Allah sebagai orang yang "demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan" (ayat 1:8). Yang perlu diperhatikan di sini adalah keteguhan Ayub untuk tetap mempertahankan integritas moralnya, walaupun prinsip pada ayat 2-3, terbukti dalam kehidupan Ayub terjadi sebaliknya. Namun Ayub tetap menjaga integritasnya, bukan karena takut dihukum, atau demi berkat Allah. Ayub telah terpuruk, tetapi ia tetap menjaga kehidupannya. Kini, dari Allah pula Ayub menanti jawaban atas semua pergumulan, kebingungan, dan jeritan hatinya.

Renungkan: Apa alasan Anda menjaga moralitas kehidupan Anda? Seharusnya bukan supaya masuk surga, atau demi berkat Tuhan dalam hidup. Tetapi semata karena kerinduan untuk tetap ada dalam hubungan dengan Allah yang benar, betapapun sulit dan membingungkan hidup yang harus dijalani.

(0.13) (Ayb 42:7) (sh: Kemenangan Ayub (Kamis, 22 Agustus 2002))
Kemenangan Ayub

Yahweh kini berbicara kepada teman-teman Ayub, pertama kepada Elifas yang kemungkinan adalah juru bicara mereka, lalu kepada mereka bertiga sekaligus. Meskipun Ayub tidak lagi diajak bicara, namun Yahweh terus menyebut Ayub sebagai "hamba-Ku", sebuah sebutan yang jarang dipakai, yang menunjukkan perkenanan Yahweh kepadanya. Yahweh menghakimi baik Ayub maupun teman-temannya berdasarkan tuduhan yang dilontarkan mereka kepada-Nya (ayat 7-9). Ia murka karena ucapan-ucapan itu (ayat 7) dan menyebutnya "bodoh" (ayat 8). Istilah yang tidak muncul dalam terjemahan bahasa Indonesia ini bukan hanya berarti bodoh, namun kejahatan seksual seperti perkosaan. Mereka yang berbicara dengan "bodoh" telah berbicara bohong dan menyesatkan umat Allah. Karena itu, mereka harus menaikkan kurban pendamaian. Berbicara keliru tentang Allah, bagi penulis kitab Ayub, layak mendapatkan hukuman mati.

Apa kekeliruan sahabat-sahabat Ayub? Mereka merasa tahu tentang Allah dan bahkan membela Allah. Di sini terjadi sesuatu yang ironis: teman-teman Ayublah yang justru disalahkan Allah, dan Ayub yang dibela. Ternyata sahabat-sahabat Ayub belum mengenal Allah dengan lebih dalam. Mereka hanya melihat bahwa orang yang menderita pasti adalah orang jahat yang dihukum Allah. Ini bukan hanya keliru, tetapi juga penghujatan. Mereka yang memiliki pemahaman seperti ini justru adalah orang-orang yang benar-benar berdosa.

Mereka akhirnya minta Ayub mendoakan mereka agar dilepaskan dari hukuman. Yahweh mengabulkan permohonan Ayub. Ayub pun dipulihkan. Kini nyatalah bahwa Allah pun memiliki belas kasihan. Ayub menang, ia tidak seperti yang dituduhkan Iblis kepadanya (ps. 1-2). Pemulihan Ayub mengandung hal yang ironis (ayat 11-17). Kini semua yang telah meninggalkannya kembali dan memberikan penghiburan dan bantuan. Hal ini sebenarnya keliru karena ia tidak lagi memerlukannya. Ayub digambarkan memiliki kebahagiaan ganda, lebih dari sebelumnya.

Renungkan: Anda dapat menemukan hidup Anda kembali melalui kehilangan dan sikap rendah hati di hadapan Allah.

(0.13) (Mzm 12:1) (sh: Dusta manusia dan kebenaran firman Allah (Jumat, 10 Januari 2003))
Dusta manusia dan kebenaran firman Allah

Ketika semakin banyak orang melakukan kejahatan, kita merasa tersudut sendirian tanpa daya melawan arus dosa massal teramat dahsyat. Perasaan demikian pernah dialami oleh hamba Tuhan seperti Elia, kini juga dialami oleh pemazmur. Dengan memperdalam pemahamannya tentang arti dan makna firman Allah, pemazmur dapat mengatasi pergumulan berat jenis ini.

Dosa sorotan mazmur ini adalah dosa kata-kata. Kata-kata mutlak perlu bagi berbagai segi kehidupan kemanusiaan kita. Tanpa kata, tak mungkin kita berkomunikasi membangun hubungan-hubungan. Dalam kehidupan agama pun, kata-kata berperanan normatif. Kebiasaan religius, norma etis, petunjuk ibadah, semuanya diatur melalui kata-kata. Dalam iman Kristen, hal itu bersumber pada kata-kata Allah di dalam Alkitab. Apabila kata-kata vital peranannya, dosa kata-kata fatal akibatnya. Bayangkan apa yang terjadi apabila kebanyakan orang menerima dusta sebagai hal yang wajar, dan apabila semua kata yang orang komunikasikan lahir dari pikiran dan hati bercabang dua. Mungkinkah mempertahankan masyarakat manusia yang seluruh sendinya goyah?

Dosa dalam kata-kata tidak benar, dusta, bibir manis, namun bercabang arti, cakap besar, dan alat kata untuk menjatuhkan orang lain, dilawan pemazmur dengan serius. Ia minta agar Tuhan bertindak tegas supaya mereka yang berdosa kata seolah Tuhan tidak ada, disadarkan bahwa Tuhan ada (ayat 4,5). Melawan kejahatan tidak cukup secara negatif saja, harus juga positif. Kata-kata dusta dan keji tidak cukup ditolak dan dihukum. Kata- kata benar yang murni teruji dan yang mengandung janji-janji yang membangun harus dijunjung tinggi. Kata-kata berkualitas demikian hanya ada di dalam kata-kata Allah sendiri, yaitu firman-Nya.

Renungkan: Kita harus menjunjung tinggi firman Allah dengan menyerasikan kata-kata kita dengan kebenaran dan keindahannya.

(0.13) (Mzm 73:1) (sh: Allah tetap baik (Rabu, 20 April 2005))
Allah tetap baik


Pernah mengalami listrik di rumah padam? Kalau itu terjadi berkali-kali, menjengkelkan bukan? Bagi kita, PLN tidak profesional. Namun, kadang kala pemadaman itu sengaja dilakukan PLN untuk menghindarkan kecelakaan yang lebih besar. Misalnya ketika terjadi kebakaran di perumahan penduduk yang padat.

Contoh di atas menggambarkan betapa terbatasnya pemahaman kita tentang sesuatu. Demikian juga dengan si peMazmur sebelum ia menuliskan Mazmur ini. Mula-mula peMazmur meyakini Tuhan itu baik (ayat 1), tetapi kemudian ia melihat bahwa hidup orang-orang fasik lebih mujur, lebih sehat, dan lebih makmur (ayat 3-5). Padahal mereka sombong, berbuat jahat, dan bahkan takabur menghujat Allah (ayat 6-11). Jadi peMazmur merasa sia-sia mempertahankan hati yang bersih (ayat 13) karena hidupnya malah seperti dihukum dan hampir hancur (ayat 14). Di sisi lain ia merasa bahwa mengikuti jalan hidup orang fasik adalah suatu pengkhianatan iman (ayat 15).

Tuhan tidak membiarkan peMazmur dalam kebimbangan terus menerus. Tatkala peMazmur mendekatkan diri kepada-Nya (ayat 17), ia melihat bahwa pada akhirnya orang fasik akan dihancurkan (ayat 18-20). Oleh karena itu, walaupun sekarang peMazmur masih mengalami dukacita karena pergumulan itu (ayat 21-22), ia memercayakan diri sepenuh-Nya kepada Tuhan. Ia yakin pada waktu-Nya Tuhan akan menyelamatkannya (ayat 23-27). Lebih daripada itu peMazmur bertekad untuk memahsyurkan perbuatan baik Tuhan (ayat 28).

Allah tetap setia dan mengasihi kita walaupun Ia mengizinkan kita menderita sementara orang fasik sepertinya menikmati hidup. Itu hanya masalah waktu. Bagi orang fasik itu adalah kesempatan dalam kesabaran Allah untuk bertobat sebelum dihancurkan. Bagi kita itu adalah kesempatan menyaksikan iman sejati yang tetap percaya bahwa Allah baik!

Renungkan: Bergumul dan bergumul terus demi kebenaran. Pastikan bahwa kita ada di pihak kemenangan Allah, bukan di pihak lawan-lawan-Nya.

(0.13) (Mzm 79:1) (sh: Doa yang jujur (Rabu, 27 April 2005))
Doa yang jujur


Biasanya doa yang dinaikkan kepada Tuhan tertata dalam kata-kata indah, penuh syukur dan puji kepada-Nya. Jeritan, keluh kesah, protes kita anggap tidak layak. Nuansa doa adalah kesejukan, ketentraman, dan kedamaian. Dalam teks ini kita bertemu doa yang sangat manusiawi, jujur, dan tidak munafik. PeMazmur berbicara apa adanya, semua yang mengganjal dituangkan tuntas.

Bait Allah telah dinajiskan, Yerusalem telah menjadi reruntuhan. Jenazah orang-orang percaya dijadikan santapan binatang liar, darah umat Tuhan tumpah di mana-mana (ayat 1-3). Oleh sebab itu, keinginan supaya para musuh mereka menuai bencana adalah keinginan yang wajar dan sangat manusiawi (ayat 6-7,12). Inilah doa yang sangat jujur dan tidak munafik. Lebih dalam daripada manusiawi peMazmur mengemukakan alasan bahwa kehancuran dan kekalahan umat Tuhan sama dengan kehancuran dan kekalahan Tuhan sendiri. Kemenangan bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan adalah sama dengan kemenangan dewa mereka (ayat 10). Oleh sebab itu Tuhan perlu menolong mereka demi nama-Nya sendiri (ayat 9).

Doa peMazmur adalah doa yang terbuka, komunikasi yang transparan. PeMazmur menyadari bahwa salah satu alasan penderitaan mereka adalah dosa-dosa masa lampau mereka (ayat 8). Namun, peMazmur juga meyakini belas kasih Tuhan yang melampaui kebersalahan mereka. Itu sebabnya ia berani menaikkan permohonan disertai tekad untuk memasyhurkan nama Tuhan selama-lamanya.

Saat Gereja Tuhan dianiaya, sikap doa yang jujur, terbuka kepada Tuhan harus dipanjatkan. Gereja boleh berseru mohon pertolongan. Gereja bahkan boleh menuntut agar kebenaran ditegakkan dan musuh dihukum. Akan tetapi, Gereja tidak boleh lupa memeriksa diri dengan jujur, mengaku segala dosa, dan bertobat. Gereja juga harus bertekad untuk hidup lebih sungguh bagi Tuhan, menyaksikan Dia dengan setia.

Renungkan: Doa yang tulus didengar Tuhan. Doa sedemikian membukakan diri untuk dibentuk Tuhan.

(0.13) (Mzm 85:1) (sh: Anjing yang kembali ke muntahannya (Minggu, 4 November 2001))
Anjing yang kembali ke muntahannya

Kehidupan orang percaya seringkali masih jatuh bangun di dalam dosa. Memang proses penyucian merupakan lorong yang sempit dan sulit dilewati.

Mazmur 85 adalah doa bangsa Israel untuk kembali meminta belas kasihan Allah. Mereka mengingat pemulihan yang Allah lakukan setelah mereka dihukum akibat dosa-dosa mereka (ayat 2-4). Mungkin hal ini mengacu pada peristiwa pascapembuangan Babilonia. Kini mereka memohon lagi pada Allah agar Ia menyingkirkan murka-Nya berdasarkan kasih setia-Nya (ayat 5- 8). Secara tersirat, dapat disimpulkan bahwa mereka menyeleweng lagi, sehingga Allah kembali menghukum mereka.

Bangsa Israel tidak memberikan contoh yang baik ketika menyia- nyiakan pengampunan Tuhan. Namun demikian, mereka tidak tenggelam dalam rasa bersalah dan penghukuman. Mereka menyadari dosa mereka dan berbalik pada Tuhan. Tentu mereka malu ketika sekali lagi harus meminta pertolongan Allah yang mereka sakiti hati-Nya. Mereka tahu bahwa Allah akan memberikan keselamatan-Nya pada orang-orang yang takut akan Dia (ayat 10). Kini mereka harus mendengarkan firman Tuhan agar tidak bebal seperti anjing yang kembali ke muntahannya (ayat 9).

Pada akhirnya, doa dan harapan dalam ayat 5-8 akan dijawab dengan kondisi shalom, sebagaimana diimani bangsa Israel (ayat 11- 14). Kasih, kesetiaan, kebaikan, keadilan, dan damai sejahtera akan memerintah Israel. Inilah tanda bahwa Allah kembali menyertai mereka.

Renungkan: Ketika Anda kembali jatuh ke dalam dosa, beranilah berharap pada kasih setia dan keselamatan dari Allah. Berbaliklah pada-Nya, dan dengan anugerah Tuhan, jangan berbuat dosa lagi!

(0.13) (Mzm 97:1) (sh: Arti kehadiran-Mu (Selasa, 11 Oktober 2005))
Arti kehadiran-Mu

Ada satu persamaan ketika kita membaca kisah pertobatan para hamba Tuhan, yaitu kehadiran Tuhan yang mengubah kehidupan mereka. Namun, kehadiran Tuhan dapat membawa dampak berbeda bagi orang-orang yang menolak-Nya.

Sudah tiba waktunya Tuhan hadir di atas bumi. Sudah tiba saatnya, Ia memberitahukan diri-Nya di hadapan bumi dan semua isinya. Saat Ia hadir, keadilan dan hukum Tuhan diwartakan (ayat 2,6). Saat Ia datang, tidak ada satu pun ciptaan-Nya yang tahan menghadapi-Nya. Semua benda-benda alam bukanlah tandingan-Nya apalagi para musuh Allah (ayat 3-5). Mereka akan hangus dalam murka-Nya. Murka itu ditujukan-Nya kepada orang-orang yang terus-menerus menolak melakukan hukum-hukum-Nya (ayat 7), yang lebih menyukai sesembahan palsu. Orang-orang seperti itu akan melihat siapakah Allah yang sejati. Penyataan kemuliaan Allah yang sejati itu akan membuat mereka malu.

Dampak kehadiran Tuhan juga dirasakan oleh umat-Nya. Kehadiran Tuhan justru membuat mereka bersorak-sorai. Ketaatan umat Tuhan melakukan perintah Tuhan dalam suasana penyembahan palsu kini diganjar-Nya dengan kehormatan. Kesusahan yang dipikul umat-Nya digantikan-Nya dengan sukacita (ayat 8). Saat para musuh Allah dihukum, umat-Nya justru dibela-Nya (ayat 10-11). Bagi umat-Nya, masa kesusahan telah pergi, masa sukacita kini datang (ayat 12).

Taat melakukan perintah Tuhan dalam masyarakat yang tidak mengenal hukum-Nya memang sulit. Namun, kesulitan itu segera sirna saat kita mengizinkan Tuhan hadir. Kehadiran Tuhan membawa pengharapan bagi kita sehingga kita tetap bisa bersukacita dan bersyukur dalam keadaan sulit. Tidak untuk selamanya, Tuhan membiarkan kita menderita dalam kecaman musuh. Meski saat ini, kita belum melihat Tuhan menghukum mereka, namun waktu itu akan tiba.

Renungkan: Sudahkah Anda meminta Ia hadir dalam hidup Anda?

(0.13) (Mzm 137:1) (sh: Merespons krisis (Kamis, 28 November 2002))
Merespons krisis

Reaksi pertama seseorang yang sedang berada di dalam penderitaan dan krisis adalah mengasihani diri sendiri. Benarkah seharusnya demikian? Melalui mazmur ini kita melihat suatu keadaan yang menyedihkan dari orang-orang Israel yang ada di dalam pembuangan. Mereka menangis di tepi sungai-sungai Babel. Tiada sukacita, tiada musik dan tari-tarian di sana. Bahkan penderitaan semakin bertambah selain karena memori mereka tentang Sion, para penyiksa mereka memaksa agar mereka menyanyikan lagu dari tanah mereka. Itu membuat mereka berhadapan muka dengan muka dengan krisis yang menyengat. Bagaimana mereka bisa menyanyikan nyanyian iman dan sukacita ketika mereka berada dalam keterpurukan seperti itu? Jika mereka menyanyi pun, itu hanyalah melintas di bibir semata. Krisis ini menimbulkan dua respons. Pertama, Yerusalem kembali ditegaskan sebagai pusat untuk kehidupan orang beriman (ayat 5-6). Ini adalah sebuah pengharapan akan kembalinya sukacita. Pengharapan ini dinyatakan dalam bentuk sumpah khidmat: Yerusalem tidak akan dapat dilupakan. Kedua, suatu respons pahit (ayat 7-9). Kalau sebelumnya bangsa Israel menyatakan akan mengingat Yerusalem maka di sini Allah diminta untuk mengingat akan penghakiman yang adil bagi mereka yang menghancurkan tempat kediaman Allah. Ayat 7 memusatkan perhatian kepada orang-orang Edom yang di dalam kitab Obaja jelas sekali dinyatakan ikut terlibat dalam pengepungan Yerusalem. Allah diharapkan akan membalaskan perbuatan mereka. Ayat 8-9 berbicara tentang Babel, sang perusak, yang diharapkan akan memperoleh malapetaka sebagaimana mereka telah bertindak kejam terhadap bangsa Israel.

Kelihatannya ada sesuatu yang janggal ketika kita melihat bahwa dalam ayat 9, kita diajak berbahagia kala musuh kita dihantam dengan sedemikian kejam. Bagaimana kita menjelaskan hal ini? Ini merupakan satu kejujuran diri dan kemarahan yang kudus karena keadilan harus ditegakkan dan kejahatan harus dihukum.

Renungkan:
Dalam krisis, jangan terjebak oleh perasaan Anda. Jadilah tuan atas diri Anda sendiri!

(0.13) (Mzm 143:1) (sh: Dalam tangan Tuhan (Jumat, 29 November 2002))
Dalam tangan Tuhan

Tidak bisa kita sangkali bahwa pengulangan seruan pemazmur seperti "dengarkan doaku", "berikan telinga kepada permohonanku", dan "jawablah aku", memberikan kesan bahwa pemazmur "melemparkan" dirinya sepenuhnya ke dalam tangan Allah yang dipercayainya murah hati. Dua sifat Allah dimunculkan di sini (ayat 1): kesetiaan dan keadilan. Keyakinan pemazmur dilandaskan atas pengenalannya sendiri akan Allah yang telah hadir dalam sejarah bangsanya.Di tengah-tengah krisis yang dialaminya, pemazmur mengakui keberdosaannya (ayat 2). Namun, ia juga tidak menghindar dari Allah, tetapi justru Ia memerlukan Allah karena musuh-musuhnya sudah dekat mengancam jiwanya (ayat 3-6). Gambaran yang dipakai di sini sangat kelam. Pemazmur menunjukkan bahwa secara psikologis dan spiritual ia telah hancur (ayat 3), mirip seperti orang yang telah lama meninggal. Krisisnya makin menjadi-jadi ketika ia mengingat akan pekerjaan Allah dalam sejarah (ayat 5-6). Ia juga mengharapkan hadirnya titik cerah dalam situasi yang dihadapinya. Ia seperti tanah yang tandus, putus asa menantikan Tuhan.

Pemazmur terus berteriak kepada Allah, ia mengharapkan respons Allah segera. Ia memerlukan jaminan dari Allah sendiri, seakan-akan ia akan segera musnah jikalau tidak mendapatkan keselamatan dari Tuhan. Namun, sekali lagi, pemazmur tetap memahami bahwa kehendak Allah lebih dari segala sesuatu. Ia memang ingin keluar dari krisis, tetapi ia tetap ingin agar Allah sendiri yang menuntunnya melewati hari-hari yang sukar. Mazmur ini ditutup dengan seruan agar dirinya dihidupkan kembali (ayat 11). Penghidupan kembali ini bukanlah sekadar penghidupan fisik, tetapi secara mental, psikologis, dan spiritual. Ia perlu mendapatkan kesegaran dan kekuatan baru untuk hidup. Menarik sekali, karena sekali lagi kita diperhadapkan pada satu cerminan bahwa keadilan harus ditegakkan dan yang bersalah harus dihukum.

Renungkan:
Anda tidak bisa mengendalikan hidup Anda dan kesulitan-kesulitan yang menimpa Anda. Jadilah hamba yang rendah hati, bersedia masuk dalam pelukan Tuhan yang tenteram.

(0.13) (Ams 10:18) (sh: Hati-hati gunakan lidahmu (Senin, 24 Juli 2000))
Hati-hati gunakan lidahmu

Pernahkah Anda membandingkan antara Basuki Abdullah pelukis kondang, Rudi Hartono maestro bulutangkis, dan Kusni Kasdut seorang pembunuh yang dihukum mati beberapa tahun yang lalu? Apa persamaan yang mereka miliki dan apa yang membedakan mereka? Mereka sama-sama terkenal. Ketenaran mereka disebabkan karena hasil karya tangannya. Namun dua tokoh yang pertama menggunakan tangannya untuk berkarya bagi manusia, sedangkan yang terakhir menggunakan tangannya untuk mengakhiri hidup manusia.

Penulis Amsal memaparkan bagaimana 2 jenis manusia -- manusia bebal dan manusia bijak -- menggunakan lidahnya dan dampak apa yang akan diterimanya. Orang dapat menggunakan lidahnya untuk berdusta demi kepentingannya atau untuk menyakiti perasaan orang lain (18). Ia dapat menggunakannya asal-asalan dan tak dapat dipertanggung-jawabkan (19). Lidah juga dipergunakan untuk memfitnah ataupun memprovokasi pihak lain (31-32).

Orang yang menggunakan lidahnya seperti uraian di atas akan merugikan diri sendiri, itulah dampak yang jelas yang akan diterimanya cepat atau lambat (19). Artinya, kenyataan yang diterima tidak sesuai dengan harapan. Selain kerugian, ia juga akan mendapat celaka karena penyalahgunaan lidah (21, 31). Bagaimana dengan orang benar? Ia menggunakan lidahnya secara hati-hati dan bertanggungjawab (19). Karena itu bibirnya dihargai orang banyak (20). Bibirnya dipergunakan bagi ketenteraman, penghiburan, dan kesejahteraan banyak orang (21, 32). Orang yang mempergunakan bibir dan lidahnya dengan cara yang bijaksana dan benar disebut orang benar. Dan orang benar adalah orang yang paling berbahagia sebab jalan-Nya akan melindunginya (29). Walaupun harus menunggu, namun impiannya akan menjadi kenyataan (28). Akhirnya orang benar akan tetap teguh berdiri walaupun banyak goncangan yang harus dialaminya (30).

Renungkan: Anda bebas memilih untuk menentukan apakah akan menggunakan lidah Anda untuk menghasilkan rangkaian kata-kata indah atau rangkaian kata-kata `busuk'. Namun Anda harus ingat bahwa setelah pilihan dijatuhkan, Anda menjadi terikat untuk menerima apa pun konsekuensi atas pilihan itu.

(0.13) (Yes 4:2) (sh: Cinta yang tak berbalas (Jumat, 10 Oktober 2003))
Cinta yang tak berbalas

Allah mengasihi manusia. Kasih-Nya nyata melalui penciptaan, pemeliharaan dan penebusan manusia. Fakta kasih tersebut mestinya membuat manusia merespons dan hidup dalam kasih. Namun, yang terjadi justru sebaliknya, manusia tidak merespons kasih itu. Meskipun Allah mengasihi manusia, Allah tetap akan menghukum mereka yang tidak mengetahui arti terima kasih, bahkan yang melawan Sang Pemberi Cinta.

Kasus bangsa Yehuda yang masih kita baca menunjukkan bahwa Allah begitu gemas dan geram ingin menghukum Yehuda dan mengambil segala-galanya. Sekali lagi, ini bukanlah sebuah kata akhir. Karena ternyata ada beberapa orang yang tersisa (ayat 4:2-6). Merekalah yang membedakan keadaan Yehuda waktu itu dengan keadaan Sodom yang sama sekali lenyap hancur. Mereka disebut "kudus": Allah telah menyingkirkan segala kenajisan melalui penghakiman dan api yang menyucikan. Suatu saat Gunung Sion akan menjadi tudung suci, menjadi tempat teduh bagi orang-orang yang mau berlindung kepada Tuhan. Keadaan ini kontras dengan situasi yang menyebabkan Yehuda dihukum, yaitu ketika mereka merasa cukup diri dan meninggalkan Tuhan yang mencintai mereka.

Kitab Yesaya ini berlanjut terus dengan mengungkapkan sebuah puisi cinta tentang Allah yang mengasihi Yehuda (ayat 5:1-7). Allah menjaga dan memelihara Yehuda secara khusus. Sang Pemilik anggur mengharapkan anggur-anggur yang bagus, namun yang ada anggur- anggur liar. Maka, lagu cinta itu berubah menjadi dukacita. Dengan penuh kesedihan, Allah menumpahkan murka-Nya dan "mengambil, menghancurkan, merusak" kebun anggur-Nya, sungguh kata-kata yang keras. Namun, pilihan apa lagi yang dapat diambil Allah ketika cinta-Nya tak berbalas? Ia adalah Allah yang adil.

Renungkan: Setiap tarikan nafas Anda adalah anugerah Allah. Hari ini, wujudkan satu sikap atau sifat yang merupakan respons Anda kepada kasih itu!

(0.13) (Yes 10:1) (sh: Memahami horizon (Sabtu, 18 Oktober 2003))
Memahami horizon

Dalam hidup kita, ada horizon yang menjadi batas bagi kita untuk bertindak, merasa, dan berpikir. Ketidakmampuan orang untuk memahami batas-batas dirinya menjadikan dia "keterlaluan", "tidak tahu diri". Kalau kita memperhatikan apa yang terjadi di dalam dunia ini, sebenarnya masalah hidup manusia adalah kegagalannya memahami dan menghidupi horizon yang telah ditentukan baginya.

Bacaan hari ini berbicara tentang kegagalan memahami horizon. Pihak pertama, sebagai umat Allah, para pemimpin Israel seharusnya bertindak sebagai umat: taat dan beribadah kepada Allah mereka (ayat 1-4). Namun, meskipun mereka sudah dihukum, setelah "semuanya itu", mereka tetap berkeras hati. Karena itu, murka Allah pun tidak surut. Pihak kedua yang gagal memahami horizonnya, yaitu kerajaan Asyur. Allah memakai kerajaan Asyur untuk menghantam Siria dan Israel. Namun demikian, Asyur yang sebenarnya hanyalah alat yang meninggikan diri di atas Allah. Sang alat mengepalkan tinjunya menantang tuannya. Asyur tidak memahami bahwa dia tidak boleh sembarangan menggunakan kekuasaannya. Ketika Asyur mencoba untuk menghantam Yehuda dan menyamakan Yehuda dengan bangsa-bangsa lain, Asyur sedang menghina Allah. Yehuda memiliki Yahweh, dan Yahweh harus dihormati.

Kegagalan Asyur memahami horizon jelas ditunjukkan dalam perkataan ini: "... aku telah meniadakan batas-batas antara bangsa" (ayat 13). Meniadakan batas dan membesarkan diri adalah skandal yang tidak bisa ditoleransi. Karena itu Allah harus turun tangan di sini. Allah adalah Allah semesta alam yang telah menetapkan batas-batas dan memiliki rencana-Nya sendiri. Ia bukan hanya akan membakar keangkuhan Asyur dengan api. Ia sendiri adalah api yang menghanguskan.

Renungkan: Ketika Anda melakukan sesuatu yang melewati batas-batas seharusnya, ingatlah api yang membakar Asyur!

(0.13) (Yes 13:9) (sh: Kehancuran Babel. (Minggu, 04 Oktober 1998))
Kehancuran Babel.

Pada bagian ini Yesaya dengan sangat rinci menggambarkan kehancuran kerajaan Babel oleh orang Madai. Nubuat ini digenapi kira-kira 100 tahun kemudian yaitu pada 539 SM. Orang Madai ialah penduduk terbesar dari Kerajaan Media Persia yang diperintah oleh Raja Koresy. Tak seorang pun membayangkan bahwa Babel, kerajaan adikuasa itu akan hancur sedemikian mengenaskan. Kerajaan Babel yang pernah mengalami masa kejayaan dengan merebut kota Yerusalem pada tahun 586 SM dan menawan bangsa Israel selama 70 tahun, akhirnya hancur dihukum oleh Tuhan. Ibukotanya yang megah dengan taman gantungnya yang sangat terkenal itu berubah menjadi arena pembantaian (ayat 12-22).

Keadaan pada akhir zaman. Bagian ini memperingatkan kita tentang akhir zaman. Bila gambaran yang kita lihat ini adalah hukuman Allah yang bersifat sementara, pada akhir zaman kelak kelak Allah akan bertindak dengan akibat-akibat yang kekal tak terpulihkan. Bumi menjadi sunyi dan bergoncang, bintang-bintang dan gugusan-gugusannya tidak bercahaya, bulan tidak bersinar, langit gemetar dst., adalah gambaran yang diberikan oleh Tuhan Yesus dalam Matius 24:29 dan 21:25">Lukas 21:25, demi-kian juga Nabi Yehezkiel 32:7 atau oleh Yohanes dalam 6:12-13">Wahyu 6:12-13. Gambaran tentang malapetaka yang akan meruntuhkan seluruh tatanan alam semesta itu hanyalah sebagian kecil dari penghukuman kekal yang Tuhan akan jatuhkan atas ciptaan yang berdosa ini. Hukuman kekal itu akan diiringi pula oleh keselamatan kekal. Langit dan bumi baru, ciptaan baru yang seanteronya murni dalam kekudusan semata.

Renungkan: Semua yang dinubuatkan oleh Yesaya tentang Babel terjadi. Masih lebih dahsyat yang akan terjadi di akhir zaman. Mari kita persiapkan diri menyambut Hari kedatangan-Nya.

Doa: O Tuhan, berikanku hati yang sedemikian terlibat akan dunia ini namun di dalam kasih dan kekudusanMu, agar aku dapat peka akan tanda-tanda kehadiranMu, penghakimanMu dan kedatangan kerajaanMu.

(0.13) (Yes 21:1) (sh: Carilah Tuhan! (Selasa, 7 September 2004))
Carilah Tuhan!

Apabila kita memperhatikan berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar kita, misalnya krisis bangsa Indonesia yang belum tuntas, meningkatnya tindakan kejahatan, dll., berbagai kejadian tersebut mungkin membawa kita mempertanyakan tentang keberadaan Tuhan. Sebenarnya, pertanyaan yang lebih penting diajukan ialah apakah kita telah melawan Tuhan dan mendukakan-Nya dengan dosa-dosa yang kita lakukan baik secara pribadi maupun kelompok sehingga bangsa kita mengalami krisis ini.

Nas ini menyatakan nubuat Nabi Yesaya terhadap tiga negara yaitu Babilonia/Babel (ayat 1-10), Duma/Edom (ayat 11-12), dan Arabia (ayat 13-17). Ketiganya adalah negara yang memiliki kekuatan dan kemegahan dunia pada waktu itu. Akan tetapi, ketiganya melakukan dosa-dosa yang tidak disukai Allah. Babilonia mempraktekkan pemujaan dewa-dewa Babel, pelajaran ilmu sihir dan pelacuran di kuil dewa-dewa Babilonia. Oleh karena itu, di dalam Alkitab Babilonia dijadikan lambang bangsa yang melawan Allah, sehingga Babilonia akan dihukum Allah dengan cara dihancurkan bersama dengan dewa-dewa mereka (ayat 9). Demikian juga, Duma/Edom yang merupakan musuh Israel. Ketika Israel jatuh ke "tangan" Asyur akibat Israel menyembah allah lain (ayat 17:4-6), Duma justru bersukacita. Akibatnya, Allah menghukum Duma dalam sekejap yaitu ukuran satu kali jaga malam (ayat 11-12). Sedangkan, Arabia yang pada waktu itu terkenal dengan kafilah-kafilahnya yang terbiasa bepergian ke tempat jauh (ayat 14), juga akan dihancurkan dalam satu tahun ukuran masa kerja prajurit upahan karena kesombongannya. Segala kemegahan, kekayaan, dan kemakmuran ketiga bangsa itu akan dihancurkan oleh Allah karena mereka menolak Dia (ayat 16-17). Allah tidak berkompromi atas dosa-dosa mereka.

Agar bangsa Indonesia memperoleh belas kasih Tuhan, kita harus mencari Tuhan disertai pertobatan, bertekad menjadi pelaku firman Tuhan, dan sikap tidak berkompromi dengan dosa.

Renungkan: Pertobatan ialah langkah awal perbaruan hidup. Carilah Tuhan maka engkau akan hidup (Amos 5:4).

(0.13) (Yes 29:17) (sh: Pengharapan karena anugerah (Kamis, 16 September 2004))
Pengharapan karena anugerah

Krisis berkepanjangan bisa membuat kita menjadi skeptis. Kita akan merasa sepertinya keadilan tidak mungkin lagi diperjuangkan dan Tuhan seolah tiada. Sebaliknya kita cenderung beranggapan bahwa keadaan sial, gagal, dan celaka merajalela berjaya mengalahkan kebenaran. Keadaan seperti ini dapat membuat kita tidak lagi memercayai Tuhan dan tidak lagi mengharapkan kebenaran akan ditegakkan. Perikop ini menegur sikap skeptis dan mengajak kita menaruh harapan besar kepada anugerah Allah.

Tuhan akan menyatakan anugerah-Nya untuk memulihkan Israel. Kata "hanya sedikit waktu lagi" menyiratkan bahwa masa anugerah itu akan segera datang (ayat 17). Masa anugerah ini memberikan penghiburan bagi Israel yang saat itu berada dalam kesulitan. Orang-orang yang sengsara dan miskin akan bersukaria dan akan memuji Allah Israel (ayat 19). Sebaliknya, Allah akan menghabisi orang-orang yang menindas sesamanya dan menghina hukum-Nya. Dia juga akan membinasakan orang berdosa, orang yang suka memfitnah, orang yang mencegah perbuatan jahat dihukum, dan orang yang suka menyebarkan cerita bohong dengan tujuan supaya orang jujur tidak mendapat keadilan (ayat 20-21). Masa anugerah ini juga akan membawa dampak perubahan yang lain. Yaitu orang-orang bodoh akan dapat mengerti dan menjadi bijaksana bahkan orang-orang yang sering menggerutu akan senang untuk diajari berbagai pengetahuan (ayat 24). Pembelajaran yang terjadi dalam diri orang tersebut bukan karena paksaan, tetapi oleh kerelaan. Kerelaan yang "ditumbuhkan" karena anugerah Allah hadir bagi Israel.

Masa anugerah Allah tersebut juga terjadi bagi kita pada masa kini. Orang Kristen memiliki kepastian terhadap anugerah Tuhan itu oleh karena kematian dan kebangkitan Allah Yesus atas maut. Atas dasar karya Kristus itu, Roh Allah mengoperasikan anugerah Tuhan itu kedalam hidup kita.

Renungkan: Orang yang mengalami anugerah Allah akan meninggalkan sikap skeptis dan menjadi bersikap yakin bahwa kekudusan Allah pasti akan menang.



TIP #33: Situs ini membutuhkan masukan, ide, dan partisipasi Anda! Klik "Laporan Masalah/Saran" di bagian bawah halaman. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA