Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 3201 - 3220 dari 3553 ayat untuk juga (0.002 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.15) (Luk 11:1) (sh: Belajar berdoa dari Yesus (Rabu, 18 Februari 2004))
Belajar berdoa dari Yesus

Yang melatarbelakangi permohonan para murid agar Yesus mengajar mereka berdoa adalah tindakan Yesus. Yesus berdoa. Mereka lalu meminta agar Yesus mengajarkan mereka berdoa (ayat 1). Ini penting untuk kita perhatikan. Ada apakah dengan doa atau kehidupan doa Yesus sehingga mereka terdorong untuk belajar hal berdoa dari-Nya? Tentu ada hal yang sangat menarik dari yang mereka lihat tentang Yesus yang berdoa, sehingga para murid meminta diajar berdoa. Hanya doa yang hidup di dalam mana kemesraan hubungan terpancar yang mampu membuat orang lain tertarik untuk berdoa. Sebenarnya doa tidak dapat dipelajari seperti orang belajar ilmu. Doa juga bukan suatu metode yang dapat dikuasai melalui banyak latihan. Doa adalah hubungan dengan Allah yang bertumbuh makin mesra sehingga menjadi sesuatu yang hidup. Itu sebabnya Yesus mengajar para murid-Nya agar doa dimulai dengan menyapa Allah sebagai Bapa (ayat 2). Justru karena Yesuslah kita boleh mengenal dan menyapa Allah sebagai Bapa. Karena sang Putra adalah uluran tangan Bapa menyambut kita maka kita menghayati hubungan anak-Bapa dengan Allah di surga.

Doa yang benar tidak bersemangatkan pementingan diri sendiri. Seperti halnya semua hubungan atau percakapan yang sehat menaruh perhatian pada semua pihak yang bercakap, demikian pun seharusnya isi doa. Itu sebabnya doa yang Yesus ajarkan ini memberi perhatian baik kepada kepentingan Allah (ayat 2) maupun kepada kepentingan kita (ayat 3-4). Kepentingan Allah didahulukan bukan karena kepentingan kita tidak penting, tetapi justru supaya kita menyadari betapa besar kasih dan perhatian Bapa kepada kita. Prinsip dan kerangka pemikiran doa yang Yesus ajarkan ini patut membentuk pula kehidupan doa kita. Ingatlah bahwa bila Yesus berkenan mengajar kita berdoa, pasti Bapa berkenan menyambut doa kita.

Renungkan: Tanda pertama bahwa kita dalam hubungan erat dengan Allah adalah hidup dalam doa.

(0.15) (Luk 11:14) (sh: Tidak ada posisi netral (Jumat, 20 Februari 2004))
Tidak ada posisi netral

Berbagai film misteri, kisah pengobatan alternatif, pelatihan manajemen yang mengembangkan kekuatan adikodrati, belakangan ini menguak fakta bahwa mayoritas orang Indonesia menyukai bahkan mempercayai hal-hal tersebut. Begitu banyak orang percaya akan hal-hal mistis yang bisa menjadi pengantara agar orang menerima keberuntungan, jodoh, kekuatan, panjang umur, bahkan mengatasi masalah karena ulah makhluk-makhluk halus jahat. Kesan seperti ini bermasalah karena menisbikan kejahatan roh-roh jahat dan menyetarakan mereka dengan Allah atau membuat Allah seolah bekerjasama dengan roh-roh jahat.

Dalam bagian firman ini terjadi hal yang berlawanan dari kondisi di atas. Ketika Yesus mengusir roh-roh jahat dengan kuasa Allah, banyak orang yang menuduh Dia mengusir setan dengan kuasa penghulu setan (ayat 14-15). Dengan tegas Yesus menelanjangi kedegilan pendapat itu sebab jelas tidak masuk akal (ayat 17-19). Sikap Yesus jelas: tidak ada posisi netral atau titik temu antara Allah dan Iblis, antara kebenaran dan kejahatan, antara kekudusan dan dosa. Titik!

Masalahnya dalam setiap kebudayaan dan zaman selalu ada manifestasi dukun (dengan ilmu putih) mengalahkan manifestasi dukun (ilmu hitam). Bagaimana dengan pernyataan terhadap mereka yang mengaku hamba Tuhan namun sulit dibedakan dari dukun? Bagaimana kita dapat membedakan mana pekerjaan ajaib dari Tuhan? Jawab Yesus tegas: orang yang bersama Yesus dan hidup dalam Yesus, yang tidak mencatut nama Yesus, yang taat mengasihi dan menghayati hidup sebagai milik Yesus, merekalah hamba Allah sejati. Sebaliknya, hasil karya dari orang yang “mengusir setan” bukan dalam keberpihakan pada Yesus, hanya sesaat saja (ayat 24-26), dan tidak mendorong pertobatan sejati dan langgeng.

Renungkan: Prinsip hidupku: Aku adalah milik Yesus. Karena aku di pihak Yesus, tidak saja pengaruh kuasa Iblis tak akan mempan, aku juga harus menolak tegas setiap dosa dan tipu daya Iblis.

(0.15) (Luk 11:37) (sh: Hidup vs bangkai (Senin, 23 Februari 2004))
Hidup vs bangkai

Pertentangan sengit antara Yesus dan orang Farisi serta para ahli Taurat tidak dapat lagi dihindari. Tindakan Yesus makan tanpa mencuci tangan lebih dulu, mereka anggap sebagai pelanggaran simbol moral. Namun, Yesus berbuat demikian justru untuk menelanjangi kepalsuan dan kebusukan mereka di balik sikap kaku dan semangat mempertahankan berbagai aturan, hukum, dan tradisi keagamaan.

Hukum, aturan, tradisi itu sendiri sebenarnya tidak salah; karena itu tetap diperlukan (ayat 42b). Kita sama seperti orang Farisi bila hanya mengutamakan tradisi yang mementingkan hal-hal luar, tetapi tidak memelihara sumber segala tindakan kita yaitu hati. Juga apabila hukum dan peraturan kita laksanakan seumpama robot tanpa semangat keadilan dan kasih di dalamnya (ayat 39-42). Orang yang hidup demikian di mata Yesus sebenarnya tidak hidup tetapi mati. Tradisi, peraturan, ibadah, kesalehan yang berorientasi ke diri sendiri bukan ke Allah dan sesama, adalah seperti kubur berkapur yang isinya bangkai belaka!

Bahkan kegiatan menggali dan menafsirkan firman pun dapat menjadi kegiatan yang memuakkan hati Allah! Sekarang kecaman tajam Yesus ditujukan kepada para ahli Taurat. Mereka mempelajari arti firman tetapi mereka tidak melakukannya. Mereka membebani orang lain untuk melakukan Taurat, tetapi mereka tidak menaatinya (ayat 46). Mereka bersemangat menghargai para nabi dengan membangun kubur bagi mereka. Namun, Yesus mengartikan itu tidak lain sebagai ungkapan persetujuan dengan mereka yang membunuh para nabi. Menolak taat kepada esensi firman adalah sama dengan membunuh firman. Ucapan Yesus ini menunjuk kepada sikap mereka kelak yang begitu bersemangat ingin menyingkirkan Yesus.

Renungkan: Awas! Di balik semangat memelihara aturan dan membela arti firman, bisa jadi tersembunyi hati beku yang dingin terhadap Allah dan sesama!

(0.15) (Luk 12:22) (sh: Murid dan hartanya bag. II (Kamis, 26 Februari 2004))
Murid dan hartanya bag. II

Kadang muncul kesan dari pembacaan sepintas dwivolume Lukas dan Kisah Para Rasul karyanya (mis. Luk. 1:53, 6:24, 16:19-31; 18:18-26; 21:1-4; Kis. 8:20 dll.), bahwa Lukas sangat antikekayaan (sekaligus antipemiliknya) Apalagi, seperti pada nas ini, kita juga membaca di dalamnya pengajaran tentang menjual harta pribadi (ayat 33; bdk. 18:22; Kis. 4:32-5:1, dan Luk. 10:4). Inikah yang harus kita lakukan: membenci semua bentuk harta kepemilikan dan menjual semua milik kita?

Zaman Tuhan Yesus adalah zaman yang keras. Peristiwa seperti peperangan atau bencana alam dapat dalam sekejap mencampakkan keadaan seseorang dari pas-pasan menjadi tidak memiliki apa-apa. Jika ini terjadi, lembaga keluarga besar dan kekerabatan marga ala Yahudi menjadi semacam JPS (Jaring Pengaman Sosial) dalam keadaan ini. Namun, JPS ini sirna bila seseorang melakukan sesuatu yang ditentang keluarga besar dan kerabatnya, misalnya: mengikut Yesus dan menjadi Kristen. Karena itu, seorang murid kala itu dihadapkan pada pertanyaan: apa JPS-nya bila ia mengikut Yesus? Bagaimana bila panennya gagal, atau alat bertaninya (bentuk “kekayaan” yang mungkin dimiliki petani Palestina) dirampok?

Yesus menjawab “jangan kuatir!” (ayat 22). Allah Bapa mahakuasa (ayat 31-32). Sang murid tidak diajak untuk membenci kekayaan, tetapi agar ia beriman kepada Allah yang setia menyediakan providensi dan “jaring pengaman”-Nya, serta menolak cara-cara “wajar” yang justru menjauhkannya dari Allah (ayat 30). Beriman bukanlah sekadar percaya, tetapi menunjukkan bagaimana kedaulatan Allah nyata dalam diri sang murid (ayat 31). Allah memelihara melalui karya kasih-Nya yang “alamiah” (ayat 24,28) maupun yang luar biasa, dan melalui jaringan kasih sesama murid ketika mereka saling berbagi (ayat 33a).

Renungkan: Andalah sang murid itu! Gumulkan terus bagaimana pekerjaan dan harta Anda dapat menunjukkan kemuridan Anda, dan dapat menjadi alat bagi Allah untuk mengasihi sesama Anda!

(0.15) (Luk 13:22) (sh: Waktu penyelamatan yang sempit (Selasa, 2 Maret 2004))
Waktu penyelamatan yang sempit

"Orang modern terkenal dengan kesibukan dan jadwal yang padat. Sampai-sampai mereka tidak memiliki waktu untuk menunda pekerjaan. Akan tetapi, untuk hal rohani, justru kebalikannya". Apakah pernyataan ini dapat dibenarkan? Inilah tantangan buat kita, orang-orang Kristen yang hidup pada zaman modern sekarang ini. Kesempatan untuk mendapatkan keselamatan tidak selalu ada, dan kita juga tidak mengetahui kapan kesempatan itu berakhir.

Atas pertanyaan mengenai jumlah orang yang diselamatkan, Yesus menjawab justru dengan menyingkapkan urgensi waktu. Pintu sempit menyebabkan orang harus berjuang dan berdesak-desakan dengan orang lain untuk memasukinya. Jangan menunda-nunda mengambil keputusan.

Sikap menunda orang Yahudi disebabkan oleh keyakinan bahwa mereka sudah pasti akan masuk Kerajaan Allah, sehingga tidak merasa urgensinya untuk mengambil keputusan. Padahal, Yesus berkata, "Aku tidak tahu dari mana kamu datang." Mereka tidak dikenal Yesus oleh karena mereka tidak memilih untuk mengenal Dia. Oleh sebab itu banyak kejutan akan terjadi. Orang yang menyangka akan masuk ke Kerajaan Allah justru ditolak, sedangkan orang-orang yang mereka cap kafir tetapi memiliki Yesus akan menikmatinya bersama dengan para orang saleh Perjanjian Lama (ayat 28-30).

Yesus sendiri menyadari urgensi di dalam pelayanan-Nya. Ia berkata, hari ini dan esok adalah untuk melayani, karena hari ketiga Dia harus mati untuk menyelamatkan umat manusia (ayat 32-33). Yesus menangisi Yerusalem yang menolak untuk menerima dan percaya kepada-Nya. Maka mereka hanya akan menyaksikan peristiwa salib tanpa dapat menikmati khasiatnya.

Untuk dilakukan: Bila Anda belum atau tidak merasa perlu mengambil keputusan mengenai keselamatan Anda, sekaranglah saat yang tepat.

(0.15) (Luk 14:15) (sh: Paradoks keselamatan dan paradoks manusia. (Kamis, 30 Maret 2000))
Paradoks keselamatan dan paradoks manusia.

Di dalam pengajaran Kristen, keselamatan juga diistilahkan sebagai    "Perjamuan Dalam Kerajaan Allah" (ayat 15-24). Orang yang diundang    dalam Perjamuan itu memang patut disebut berbahagia karena    mereka diundang bukan berdasarkan perbuatan baik, atau    penyangkalan diri, atau pun ketaatan mereka dalam menjalankan    ajaran agama. Dengan kata lain Perjamuan itu gratis.

Walaupun gratis, ini tidak berarti bahwa keselamatan itu murah.    Justru sebaliknya karena keselamatan itu sedemikian berharga,    sehingga setiap orang yang menerimanya harus rela    melepaskan/mengalami kehilangan segala sesuatu. Menerima    keselamatan di dalam Yesus mungkin akan membawa konsekuensi    negatif terhadap kariernya, kehidupan sosialnya, atau kehidupan    keluarga, bahkan nyawanya. Setiap Kristen harus siap untuk    memberikan tempat kedua setelah Kristus bagi segala sesuatu atau    bahkan kehilangan yang paling berharga (ayat 25-26). Di samping itu    ia  pun harus siap menderita seperti Kristus dan disita segala    hak dan miliknya kecuali "Anugerah di dalam Kristus" (ayat 27).    Setiap orang yang mau mengikut Kristus harus menghitung-hitung    dan mempersiapkan diri (ayat 25-35). Karena itulah walaupun    keselamatan itu gratis namun ada kondisi yang tidak terelakkan    yang harus dijalani bagi setiap pengikut-Nya. Inilah paradoks    keselamatan.

Yesus mengungkapkan perumpamaan yang menggambarkan  bagaimana    orang yang diundang ke dalam Perjamuan itu menolak untuk datang    dengan berbagai alasan (ayat 15-24). Ternyata kesempatan untuk    menghadiri Perjamuan itu bisa dipandang sebagai suatu    kebahagiaan dan hak istimewa atau sebagai sesuatu yang tidak    bernilai. Bagaimanakah kita menggambarkan mereka yang menolak    undangan? Mereka adalah yang menikmati anugerah Allah  berupa    ladang, lembu, dan perkawinan, namun memandang Pemberi Anugerah    sebagai sesuatu yang membosankan. Mereka mengakui bahwa hidup di    dunia bukan segala-galanya namun mereka  mencari kepuasan di    dalamnya. Mereka secara sengaja menolak keselamatan itu. Itulah    paradoks manusia.

Renungkan: Supaya mendapatkan anugerah-Nya berupa kehidupan    kekal, manusia harus segera ke luar dari paradoksnya dan masuk    ke dalam paradoks keselamatan. Tidak ada pilihan lain.

(0.15) (Luk 14:25) (sh: Mengikut Yesus sepenuh hati (Jumat, 5 Maret 2004))
Mengikut Yesus sepenuh hati

Setelah krismon melanda Indonesia tahun 1997, kita bisa melihat di mana-mana monumen kegagalan pembangunan. Misalnya, gedung seperempat atau setengah jadi yang ditinggal mangkrak oleh pemiliknya karena dana yang menciut gara-gara dolar membengkak. Ilustrasi seperti ini (lihat 28-30) dipakai oleh Yesus untuk mengajarkan bahwa mengikut Yesus harus penuh perhitungan.

Mengikut Yesus tidak boleh setengah-setengah, harus sepenuh hati. Kata-kata Tuhan Yesus bahwa seorang pengikut Yesus harus membenci orang tua, suami-istri, dan saudara-saudaranya (ayat 26), sebenarnya bermaksud menegaskan prioritas hati lebih kepada Yesus daripada kepada hal-hal lain, termasuk kepada dirinya sendiri.

Untuk itulah Yesus mengajukan dua perumpamaan yang menegaskan kesungguhan hati mengikut Dia. Seorang yang mau membangun menara (mungkin sekali menara pengawas kebun anggur) harus memperhitungkan anggarannya supaya jangan sampai hanya separuh jalan sudah defisit, akhirnya terbengkalai (ayat 28-29). Atau, seorang yang mau pergi berperang harus memperhitungkan kekuatan lawan dengan kekuatan pasukannya untuk memastikan kemenangannya (ayat 30-32). Kedua perumpamaan ini menyimpulkan satu hal, yaitu seseorang harus memperhitungkan sungguh-sungguh harga yang harus dibayar dalam mengikut Tuhan, baru dengan demikian ia layak disebut murid Tuhan (ayat 33).

Mengikut Tuhan kalau separuh hati adalah ibarat garam yang berubah menjadi tidak asin. Garam yang kehilangan rasa asin berarti kehilangan fungsinya. Demikian juga menjadi murid Tuhan yang setengah-setengah sama saja dengan tidak berfungsi apa-apa. Tidak ada gunanya selain dibuang! (ayat 34-35)

Untuk dilakukan: Anda sudah jalan sejauh ini sebagai anak Tuhan. Sekarang waktunya untuk memutuskan mau mengikut Dia sepenuh hati, dengan konsekuensi taat sepenuhnya, atau ...?

(0.15) (Luk 15:1) (sh: Di hadapan Allah, manusia sangat berharga. (Jumat, 31 Maret 2000))
Di hadapan Allah, manusia sangat berharga.

Dalam memberikan penghargaan kepada sesamanya, manusia cenderung    menghargai sesamanya bukan berdasarkan hakikatnya sebagai    manusia yang mempunyai harkat. Tetapi penghargaan itu seringkali    berdasarkan apa yang ia punyai, prestasi yang dicapai, dan    kontribusi yang  ia berikan. Oleh karena itu, manusia pun    terjebak dalam kompetisi untuk berkarya setinggi-tingginya    sampai menjadi seorang manusia yang mempunyai kekayaan,    kedudukan, dan sekaligus menjadi dermawan.

Yesus tidak demikian. Ia tidak sekadar bercakap-cakap dengan    orang berdosa, bahkan ia makan bersama-sama dengan mereka, yang    dalam tradisi Yahudi makan bersama menunjukkan suatu hubungan    yang akrab atau saling menghargai satu dengan yang lain.  Para    Farisi dan ahli Taurat mengecam-Nya sebagai Seorang yang terlalu    berkompromi dalam soal moralitas, karena bagi mereka akrab atau    berdekatan dengan orang berdosa adalah najis. Yesus menjelaskan    dasar tindakan-Nya dengan tiga buah perumpamaan sekaligus yang    mempunyai tema sama. Dengan menceritakan perumpamaan yang    sedemikian, Yesus paling tidak mem-punyai dua maksud. Pertama,    Ia mengekspresikan kesungguhan dan keseriusan atas penjelasan    tentang sikap-Nya terhadap orang berdosa. Kedua, Ia rindu agar    orang Farisi, ahli Taurat, dan semua pengikut-Nya meneladani-    Nya.

Ketiga perumpamaan itu mengungkapkan bahwa baik dirham (1 hari    gaji buruh), domba, dan anak bungsu, masing-masing mempunyai    nilai yang tak terhingga bagi pemiliknya. Nilai itu timbul bukan    dari apa yang dapat mereka lakukan atau jumlah mereka karena    hanya satu yang hilang, namun timbul dari hakekat mereka masing-    masing.  Karena itulah ketika  kembali ditemukan, meluaplah    sukacita pemiliknya, sampai mengajak    orang-orang lain pun    bersukacita. Nilai manusia terletak pada hakekatnya sebagai    makhluk yang telah diciptakan serupa dan segambar dengan Sang    Pencipta Yang Agung.

Renungkan:  Kristen harus memakai perspektif Yesus ketika    bersikap kepada koleganya, karyawannya, pembantu rumah    tangganya,  pengemis, dan anak jalanan, bahkan para eks    narapidana sekalipun. Siapa pun mereka, mereka  adalah makhluk    yang menjadi objek Kasih Allah juga.

(0.15) (Luk 16:1) (sh: Penggunaan uang dalam Kekristenan. (Sabtu, 1 April 2000))
Penggunaan uang dalam Kekristenan.

Cara yang dipakai oleh sang bendahara dalam perumpamaan ini bukanlah cara yang benar.    Namun demikian kita bisa meneladani kejelian dan kecerdikannya    dalam merencanakan masa depan. Ia menyadari bahwa dia akan    segera meninggalkan jabatannya dan tentunya akan kehilangan    otoritas di dalam mengelola harta tuannya. Karena itu ia    menggunakan kesempatan yang masih ada, untuk menjalin    persahabatan dengan menggunakan harta tuan-nya. Tujuannya jelas,    supaya ia nantinya mendapat balasan dengan diberi tumpangan.

Apa yang diutarakan dalam perumpamaan ini menggambarkan posisi    kita sebagai Kristen dalam hubungannya dengan harta. Tak satu    pun harta yang ada pada kita  dalam hidup ini  adalah milik    kita. Kita hanyalah dipercayai untuk mengelolanya. Suatu saat    kita akan meninggal-kan semuanya. Karena itu ketika kita masih    mempunyai wewenang atas Mamon yang tidak jujur, kita harus    menggunakannya untuk membangun persahabatan yang bernilai kekal.    Karena itulah penggunaan uang bagi Kristen bukanlah hal yang    sepele. Meskipun bila dibandingkan dengan kekayaan sorgawi,    nilainya sangat kecil, namun cara kita menggunakan yang sangat    kecil ini dapat menunjukkan apakah kita orang yang setia atau    tidak (ayat 10-12). Apakah kita adalah hamba yang layak dipercaya    untuk mengelola harta titipan "Tuan" kita?

Dalam hal penggunaan harta itu, apakah kita menggunakannya    untuk melayani Allah ataukah harta itu akan mempergunakan kita    untuk melayaninya? Janganlah kita seperti orang-orang Farisi    yang tidak hanya menjadi hamba uang, namun juga kehidupan    perkawinannya diwarnai dengan kawin cerai (ayat 14, 18). Walau    demikian mereka masih menganggap apa yang diajarkan Yesus    terlalu kaku sehingga mereka mencemoohnya. Mereka menilai    tindakan mereka berdasarkan standar mereka sendiri., sedangkan    Yesus menilainya berdasarkan standar Allah yaitu hukum Ilahi    yang ideal dan bukan sekadar legalisme atau tradisi.

Renungkan: Manakah yang akan Anda lakukan: menggunakan uang    untuk pekerjaan Tuhan seperti membeli Alkitab bagi suku-suku    terasing di pedalaman atau menggunakannya untuk kenikmatan    pribadi seperti makanan, pakaian, bepergian, dlsb.? Kita perlu    menyoroti cara penggunaan uang dengan standar Allah bukan dengan    standar kita.

(0.15) (Luk 16:19) (sh: Kesalahan yang fatal seorang manusia. (Minggu, 2 April 2000))
Kesalahan yang fatal seorang manusia.

Bahaya cinta uang tergambar dalam cerita Yesus tentang seorang kaya yang    berpakaian mewah dan tiap hari mengadakan pesta pora dalam    kemewahan. Seringkali kita berpendapat bahwa karena ia tidak    mendermakan uangnya dan tidak mempunyai belas kasihan kepada    orang miskin, maka ia tidak dapat diselamatkan. Jawaban ini akan    membawa kita pada pemahaman yang salah, yakni bahwa keselamatan    manusia dapat diperoleh dengan upayanya sendiri, padahal    keselamatan adalah karena iman.

Orang kaya tersebut tidak pernah sungguh-sungguh percaya    seperti pengakuannya. Dia bukan seorang ateis, juga bukan    seorang Saduki yang tidak percaya pada kehidupan sesudah    kematian. Kesalahan utamanya ialah bahwa ia tidak pernah serius    terhadap berita firman Tuhan.  Bukankah Hukum Taurat mengajarkan    kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, tetapi    mengapa ia tidak pernah menunjukkan belaskasihannya kepada    Lazarus. Ia pun berkata kepada Abraham bahwa saudara-saudaranya    tidak mungkin menanggapi secara serius firman Tuhan jika tidak    ada orang yang datang dari dunia orang mati.    Abraham atau    di sini berarti Allah, menolak permintaan orang kaya bukan    karena Ia melihat bahwa kedatangan orang mati tidak akan    membantu. Mereka tidak perlu diyakinkan bahwa kehidupan setelah    kematian itu ada atau penghakiman setelah kematian atau neraka    itu ada. Namun mereka perlu diyakinkan bahwa pengabaian dan    pemberontakan terhadap firman-Nya adalah suatu hal yang serius.    Dan ini berhubungan dengan masalah moralitas manusia dan    karakter moralitas Allah.

Renungkan: Jika kita meremehkan peringatan Alkitab tentang    dosa kita di hadapan-Nya, maka betapapun banyaknya penglihatan    tentang dunia orang mati yang kita terima, tidak pernah akan    meyakinkan kita secara pribadi bahwa kita berada dalam bahaya,    jika kita tidak bertobat.

   Bacaan untuk Minggu Sengsara 5:    Yehezkiel 37:11-14    Roma 8:6-11    Yohanes 11:1-4,17, 34-44    Mazmur 116:1-9

   Lagu: Kidung Jemaat 358

(0.15) (Luk 17:1) (sh: Karakter murid yang beriman (Kamis, 11 Maret 2004))
Karakter murid yang beriman

Beberapa nasihat dalam perikop ini saling berkaitan satu sama lain karena merupakan aspek-aspek dari karakter murid. Setiap aspek hanya mungkin dikembangkan bila aspek lain diikutsertakan dan juga ikut dikembangkan. Orang yang mengabaikan salah satu aspek, atau hanya menekankan aspek tertentu saja tidak mungkin menjadi murid yang berkenan kepada Tuhan.

Aspek pertama yang dibahas adalah menegor dan mengampuni dosa (ayat 3-4). Kristen yang tidak menegor ada dalam bahaya membiarkan penyesatan terjadi atau bahkan turut serta dalam penyesatan (ayat 1-2). Orang yang bersalah sering tidak menyadari kesalahannya sehingga perlu kehadiran orang lain untuk menegornya. Kristen yang tidak menegor berarti bersikap tidak peduli terhadap keselamatan orang lain. Sebaliknya menegor dosa harus diimbangi pula dengan mengampuni dosa. Orang yang bertobat atas kesalahannya harus diberi kesempatan untuk memperbarui dirinya.

Aspek kedua adalah mengenai iman (ayat 5-6). Bagi para murid, menjadi Kristen yang peka terhadap dosa dan siap memberi pengampunan membutuhkan iman yang besar. Namun, Yesus mengajar bahwa yang penting bukan besar-kecilnya iman melainkan bagaimana iman itu dikerjakan. Maka rintangan sebesar apapun akan teratasi. Kerjakanlah penegoran atas dosa, dan pengampunan sebagaimana Allah sudah mengampunimu. Itulah buah imanmu.

Aspek ketiga adalah mengenai ketaatan sebagai hamba (ayat 7-10). Murid yang beriman mendapatkan kekuatannya justru dari ketaatannya sebagai hamba. Sumber kekuatan untuk menegor dan mengampuni dosa adalah ketaatan sepenuhnya kepada Allah. Jadi semua aspek kemuridan ini berkait satu sama lainnya.

Renungkan: Iman yang diwujudkan dalam tindakan nyata akan menghasilkan karakter Kristen yang menjadi berkat bagi sesama.

(0.15) (Luk 17:20) (sh: Kerajaan Allah sudah datang! (Sabtu, 13 Maret 2004))
Kerajaan Allah sudah datang!

Mungkin Anda masih ingat berapa kali muncul nubuat-nubuat mengenai kedatangan Yesus kedua kali dalam dua dekade terakhir ini. Bukan hanya melanda manca negara, tetapi juga di Indonesia. Berita-berita ini menjadi isu yang hangat dan sangat menggairahkan. Walau tidak satu pun terbukti benar, banyak orang yang terkecoh olehnya. Tak sedikit orang yang menjadi goncang imannya.

Hari kedatangan Tuhan yang kedua kali tidak dapat diprediksi dengan melihat tanda-tanda lahiriah zaman ini (ayat 20-21). Oleh sebab itu semua usaha untuk menandai dalam kalender kita akan berakhir sia-sia. Kerajaan Allah sebenarnya sudah datang di dunia ini (ayat 21). Ia hadir pada setiap hati orang percaya. Orang percaya dan kehidupannya seharusnya menjadi bukti kehadiran kedaulatan dan pemerintahan Allah tersebut.

Yesus mengingatkan orang banyak bahwa akan ada banyak sikap terhadap kedatangan Anak Manusia. Ada orang yang dengan semangat mencari-cari tanda, menghitung-hitung hari kedatangan Anak Manusia itu (ayat 22-23), namun mereka tidak akan menemukannya. Sebaliknya ada pula orang-orang yang tidak mempedulikan sama sekali hari kedatangan Anak Manusia itu. Mereka akan sibuk dengan urusan mereka masing-masing, hidup dalam dosa, sama seperti orang-orang yang kemudian dibinasakan oleh air bah pada masa Nuh (ayat 26-27) dan yang kemudian dimusnahkan oleh api dan belerang pada zaman Lot (ayat 28-29).

Justru, penghukuman seperti yang dialami oleh nenek-nenek moyang mereka akan menimpa mereka pada masa kini (ayat 30-37) apabila mereka tidak bertobat dan mencari Kerajaan Allah dengan sungguh-sungguh sebelum Anak Manusia benar-benar datang.

Renungkan: Hanya dengan menerima kehadiran Kerajaan Allah, yaitu merajakan Anak Manusia dalam hidup kita, kita akan dihindarkan dari penghukuman yang begitu dahsyat.

(0.15) (Luk 18:31) (sh: Yang buta dan yang melek (Rabu, 17 Maret 2004))
Yang buta dan yang melek

Perjalanan Yesus sudah mendekati akhir. Keadaan ini nampak dari tindakan Yesus di sepanjang perjalanan sampai saat ini, yang sudah mempersiapkan para murid-Nya untuk masuk dan memahami rencana Bapa akan kayu salib Yesus (ayat 9:22; 9:44; 13:31). Pertanyaannya adalah, apakah mereka sudah semakin mengerti atau masih buta terhadap rencana karya Allah tersebut?

Kondisi ketidakmengertian para murid akan penderitaan yang Yesus akan alami adalah suatu ironi. Hal ini akan nampak lebih mencolok oleh karena perikop selanjutnya yang mengisahkan tentang Yesus mencelikkan mata seorang buta dari Yerikho (ayat 18:35-43). Para murid sudah lama bersama-sama dengan Tuhan Yesus, bahkan mereka banyak memperoleh pelajaran berharga dari apa yang Yesus perbuat dan ajarkan. Namun, mereka tetap tinggal 'buta' terhadap misi Tuhan Yesus. Bahkan, Lukas 9:45 menyebutkan, mereka tidak mengerti namun tidak berani bertanya. Jadi, mereka menyadari mereka 'buta' tetapi tidak berani meminta supaya Yesus 'mencelikkan' mata rohani mereka!

Orang buta di Yerikho ini menyadari kebutaannya. Ia juga sudah mendengar akan Yesus yang berkuasa atas penyakit-penyakit. Ia percaya, Yesus adalah Mesias yang dari Allah (ayat 18:38-39). Maka, ia memohon Yesus mencelikkan matanya (ayat 41). Orang buta ini mohon supaya matanya dicelikkan! Yesus mencelikkan mata orang tersebut!

Berapa lama lagikah baru para murid yang sadar akan ke'buta'annya mohon pada Yesus supaya 'dicelikkan'? Ataukah mereka akan bertahan terus dalam ke'buta'an mereka oleh karena pengharapan-pengharapan keliru akan Mesias yang mereka warisi dari agama Yahudi? Sungguh ironis bukan?

Renungkan: Apakah kita dibutakan oleh pandangan-pandangan populer mengenai Mesias yang diajarkan oleh aliran-aliran yang tidak jelas dasar Alkitabnya? Maukah kita dicelikkan Tuhan?

(0.15) (Luk 19:11) (sh: Peringatan kepada mereka yang .. (Jumat, 19 Maret 2004))
Peringatan kepada mereka yang ..

Mengajarkan kebenaran kepada para murid Yesus saja sudah sulit, apalagi kepada orang banyak. Yesus menyadari bahwa para murid masih salah mengerti tentang kerajaan Allah. Mereka menyangka Kerajaan Allah akan segera datang melalui kehadiran Yesus di Yerusalem, padahal tidak demikian (ayat 11).

Melalui perumpamaan ini Yesus sekali lagi mengajar mereka bahwa Kerajaan Allah yang sempurna dan terakhir belum lagi datang. Setelah Yesus selesai dengan tugas keselamatan-Nya di kayu salib, mati dan bangkit pada hari ketiga, Dia akan pulang kepada Bapa untuk menerima hormat dan kemuliaan yang dulu dimiliki-Nya (ayat 12). Sementara itu, Ia meninggalkan para murid di dunia ini untuk meneruskan misi Yesus dengan penuh tanggungjawab (ayat 13). Tugas itu harus dipertanggungjawabkan pada saat Yesus datang kedua kali (ayat 15). Murid-murid yang setia dan dedikatif akan menerima pujian 'hamba yang baik' dan menerima kepercayaan lebih besar dalam Kerajaan-Nya (ayat 16-19), tetapi murid-murid yang tidak setia serta meragukan kasih-Nya akan kehilangan segala kehormatan dan hak-haknya (ayat 26). Perumpaman ini juga membicarakan nasib orang-orang yang menolak kerajaan Allah, menolak Yesus sebagai Tuhan mereka (ayat 14). Siapakah mereka? Mungkin sekali orang-orang Yahudi. Mereka akan dihakimi, dan dibinasakan sebagai pemberontak (ayat 27).

Bagi kita yang hidup pada masa penantian kedatangan Yesus yang kedua kali, perumpamaan ini sangat relevan. Adakah kita akan terbukti hamba yang setia, yang mengupayakan secara maksimal pelayanan Injil yang dipercayakan kepada kita, ataukah kita malas dan mempermainkan anugerah Allah? Atau bahkan, jangan-jangan kita ada di golongan orang-orang yang menolak Dia?

Camkanlah: Waktunya akan tiba untuk kita mempertanggungjawabkan semua perbuatan kita di hadapan Hakim yang Adil.

(0.15) (Luk 19:28) (sh: Sambutan dan penolakan (Sabtu, 20 Maret 2004))
Sambutan dan penolakan

Akhirnya perjalanan Yesus hampir mencapai garis akhir. Ia sudah semakin dekat ke Yerusalem. Ia tidak hanya mengetahui apa yang akan terjadi di depan-Nya, tetapi juga mengetahui bahwa sebentar lagi misi yang diemban-Nya sebagai Mesias akan mencapai puncaknya.

Maka tiba waktu bagi Yesus untuk menyatakan Kemesiasan-Nya secara frontal. Sesuai dengan nubuat Zakharia (Zak. 9:9-10), Mesias sebagai raja akan masuk ke Yerusalem dengan mengendarai keledai muda. Pernyataan frontal ini diperlukan agar terbuka pula semua sikap yang selama ini mungkin tersembunyi, sehingga jelas siapa kawan, siapa lawan.

Sambutan gempita dari para murid dan pengikut Yesus yang begitu luar biasa menunjukkan bahwa masyarakat menerima kehadiran Mesias. Dengan mengutip Mazmur 118:26 yang biasa dikumandangkan pada perayaan Pondok Daun para murid menyambut 'Dia yang datang dalam nama Tuhan' menuju takhta kerajaan di Yerusalem (Luk. 19:38). Sambutan yang gegap gempita itu segera mendapatkan protes dari orang-orang Farisi. Namun, Yesus menolak protes mereka dan menegaskan bahwa batu akan bersorak bila suara manusia dibungkam (ayat 40)!

Jelaslah bagi kita kini: siapa kawan, siapa lawan! Orang Farisi dan kelompok yang selama ini menentang Yesus, yang sekaligus mewakili kelompok orang banyak (terbukti kelak merekalah yang menyalibkan Yesus), dan warga Yerusalem sendirilah yang akan bangkit menentang Yesus.

Untuk itulah Yesus meratapi Yerusalem (ayat 41-44). Oleh karena mereka menolak Mesias maka mereka akan mengalami penghukuman dahsyat. Yesus sekaligus menubuatkan penghancuran kota Yerusalem yang akan terjadi empat puluhan tahun kemudian.

Renungkan: Sekali waktu kelak, semua lutut akan bertelut, semua lidah akan mengaku, Yesus itu Tuhan.

(0.15) (Luk 20:20) (sh: Jawaban Yesus sungguh bijaksana dan mengherankan (Rabu, 24 Maret 2004))
Jawaban Yesus sungguh bijaksana dan mengherankan

Perikop ini menampilkan intrik politik yang dihalalkan para imam, ahli Taurat dan tua-tua Yahudi. Mereka memakai orang lain untuk memuji pengajaran Yesus dan sekaligus mengajukan perta-nyaan: "apakah kami diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar?" (ayat 23). Para imam dan ahli Taurat sebenarnya secara politis bertentangan posisi dan pemahaman dengan orang Saduki. Para ahli Taurat ingin mempertahankan kemurnian Taurat, juga mereka cenderung anti Kaisar (Pemerintah Romawi). Sebaliknya orang Saduki yang lebih rasional cenderung menolak "pandangan yang fundamentalistis" dari para ahi Taurat itu. Sungguh aneh tapi nyata bahwa untuk melawan Yesus, para ahli Taurat dan orang Saduki "berkolusi" dan kompromi menyuruh orang lain datang kepada Yesus. Menurut anggapan mereka itu adalah cara yang tepat untuk menjerat Yesus demi tujuan mereka bersama (ayat 20-22), sebab menurut mereka Yesus hanya berurusan dengan hal rohani saja (ayat 21,23).

Mereka tidak membayangkan bagaimana cara Yesus menjawab pertanyaan mereka. Kelicikan para imam, ahli Taurat dan tua-tua Yahudi dilucuti dengan jawaban Yesus yang bijaksana (ayat 24,26). Pada mata uang yang dipakai sebagai alat pembayaran yang sah, tertera tulisan dan gambar Kaisar (ayat 24-25). Mereka bungkam dan tidak berkutik lagi. Sungguh menarik bahwa jawaban Yesus itu, mengandung ajaran agar para pemimpin agama Yahudi belajar taat kepada Allah dan menghormati Kaisar (=Pemerintah). Mereka harus memberikan apa yang wajib diberikan kepada Allah dan apa yang wajib diberikan kepada Kaisar (pemerintah). Mereka harus tahu memberi ibadah dan ketaatan kepada Allah dan ketaatan sipil yaitu kewajibannya kepada Kaisar.

Renungkan: Dalam menyongsong Pemilu 2004, setiap Kristen perlu belajar dan meminta hikmat dari Tuhan Yesus dalam menentukan sikap dan pilihannya, agar tidak terjebak dan terjerat intrik politik.

(0.15) (Luk 20:27) (sh: Yesus membentangkan kebenaran Allah (Kamis, 25 Maret 2004))
Yesus membentangkan kebenaran Allah

Setelah para pemimpin agama Yahudi dibungkamkan oleh Yesus dengan jawaban-Nya (ayat 20-26), tampillah orang Saduki yang lebih dikenal sebagai kelompok yang berpemahaman rasional. Perikop ini mengisahkan bagaimana Yesus menjawab pertanyaan yang rasional dari kelompok orang Saduki. Mereka mengenal tradisi kawin mawin di antara orang Yahudi. Seorang janda yang tujuh kali kawin dan semua suaminya meninggal, maka siapakah kelak yang berhak menjadi suaminya pada kebangkitan orang mati nanti? (ayat 27-33). Mereka bertanya untuk semata-mata menjerat Yesus.

Kemampuan Yesus menjawab pertanyaan kaum rasionalis bukan saja mempertunjukkan pengetahuan-Nya akan Taurat dan semua peraturan dalam masyarakat Yahudi, tetapi juga otoritas ilahi-Nya. Jawaban Yesus membentangkan kebenaran Allah yang hidup (ayat 38). Yesus menegaskan bahwa hal kawin mawin itu hanya terjadi dalam hidup yang sementara ini. Yesus mengetahui bahwa kaum Saduki tidak percaya akan kebangkitan orang mati. Jawaban Yesus itu sekaligus merupakan ajakan bagi kaum Saduki untuk percaya bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang mati. Bahkan dengan cara itu Yesus hendak menuntun mereka untuk percaya kepada-Nya, sebagai Allah yang hidup yang hadir di tengah-tengah mereka (ayat 34-37). Lalu bagaimana reaksi mereka terhadap jawaban Yesus itu? Sebenarnya tidak beralasan manusia menguji kebenaran Allah berdasarkan pikiran manusia belaka. Para ahli Taurat memuji Yesus bukan karena percaya kepada-Nya, tetapi mereka hendak merendahkan ketidakmampuan orang Saduki menjebak dan menjerat Yesus (ayat 39-40).

Renungkan: Setiap Kristen perlu mawas diri untuk tidak terjatuh ke dalam pandangan kelompok Saduki yang tidak percaya akan kuasa dan kedaulatan Allah dalam hidup kita kini dan yang akan datang.

(0.15) (Luk 21:29) (sh: Berjaga dan berdoa (Senin, 29 Maret 2004))
Berjaga dan berdoa

Sudah jelas dikatakan bahwa keda-tangan Yesus kedua kali tidak diketahui oleh siapapun. Namun, manusia selalu berspekulasi tentang waktu kedatangan-Nya. Sebenarnya apa yang harus dilakukan oleh para murid untuk berjaga-jaga?

Pertama, berjaga-jaga diisi bukan dengan pesta pora dan kemabukan (ayat 34), melainkan dengan tetap sadar dan hidup yang benar dan mulia. Berjaga-jaga bukanlah suatu aktivitas yang diisi dengan usaha-usaha spekulasi yang menghitung-hitung kapan tepatnya kedatangan Yesus yang kedua kali. Berjaga-jaga berarti percaya dan taat penuh kepada firman-Nya (ayat 32-33).

Kedua, berjaga-jaga haruslah diisi dengan berdoa (ayat 36). Dalam hal ini berdoa memiliki multi arti, yaitu berdoa berarti menyadari diri tidak sanggup berjaga-jaga dengan kekuatan sendiri, melainkan dengan bersandar pada kekuatan dari Allah. Berdoa, berarti mempercayakan hidup di saat-saat penantian ini dengan tetap percaya bahwa Allah akan menjaga dan mencukupkan kebutuhan hidup mereka. Berdoa menyebabkan mereka tidak tergoda untuk menyangkali imannya ketika harus menghadapi persoalan di masa penantian ini. Berdoa, berarti berjaga-jaga dengan penuh kewaspadaan, mendapatkan kekuatan Allah untuk bertahan bahkan luput dari semua yang harus terjadi di saat-saat penantian itu.

Berjaga-jaga dan berdoa berjalan bersama-sama. Murid-murid Tuhan dapat bertahan sampai Tuhan datang bila hidup mereka berjaga-jaga dan berdoa. Demikian juga dengan kita, murid-murid Tuhan masa kini. Kita harus menata hidup kita dan doa kita sehingga saat sebelum Tuhan datang, di mana penderitaan akan semakin menjadi-jadi, kita tetap setia. Ketika Tuhan datang, kita boleh berdiri menyambut-Nya (ayat 36).

Untuk dilakukan: Berjaga dan berdoa berarti hidup benar, sesuai kehendak-Nya, dan bersandar penuh kepada pertolongan-Nya.

(0.15) (Luk 22:14) (sh: Perjamuan terakhir (Rabu, 31 Maret 2004))
Perjamuan terakhir

Rencana pembunuhan sudah digelar. Apakah Yesus mengetahui rencana tersebut? Ya. Tetapi mengapa masih mengadakan perjamuan Paskha? Bukankah lebih baik menyingkir saja ke Galilea? Yesus tahu kedatangan-Nya ke dunia adalah untuk mati di kayu salib. Yesus tetap berdaulat dan berkuasa. Ancaman kematian tidak menyurutkan semangat hidup-Nya atau membuat-Nya gentar dan putus asa. Yesus tidak dikuasai oleh situasi yang terjadi. Situasi dan keadaan tetap di bawah kendali dan kuasa-Nya. Buktinya? Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk mempersiapkan perjamuan Paskha (ayat 22:7-13).

Saat persiapan murid-murid tepat mendapati semua yang dikatakan Yesus sebelumnya. Yesus mengetahui dengan pasti bahwa penderitaan sedang menanti-Nya. Namun kerinduan-Nya untuk me-rayakan Paskha bersama dengan murid-murid-Nya tidak terhalang (ayat 15). Perjamuan Paskha ini adalah yang terakhir dilakukan bersama murid-murid-Nya. Menarik untuk dicatat bahwa Lukas begitu memperhatikan soal perjamuan makan. Di dalam Injil Lukas sedikitnya tercatat sembilan kali perjamuan makan (ayat 5:29-32; 7:36-50; 9:12-17; 10:38-42; 11:37-54; 14:1-24; 24:28-32, 36-43). Dari semua rekaman perjamuan tersebut, yang paling dramatis adalah perjamuan Paskha terakhir, menjelang kematian-Nya.

Perjamuan merupakan wujud persekutuan yang intim. Dalam suasana perjamuan Paskha, Yesus mengungkapkan makna Paskha secara baru. Makna Paskha menjadi baru karena berkaitan dengan kematian-Nya di kayu salib. Roti perjamuan Paskha diberi arti baru. Roti Paskha menerima makna baru sebagai lambang tubuh Kristus yang diserahkan bagi murid-murid (ayat 19). Demikian juga dengan cawan Paskha. Cawan Paskha diberi makna baru sebagai tanda perjanjian baru karena tercurahnya darah Kristus di kayu salib (ayat 20).

Renungkan: "Bukalah mata rohani kami melihat kedalaman makna kematian-Mu ya Yesus"! Jadikanlah ini doa sepanjang hidup Anda.

(0.15) (Luk 22:63) (sh: Pengadilan yang tidak adil (Selasa, 6 April 2004))
Pengadilan yang tidak adil

Sebelum diperiksa di rumah imam besar Yesus terlebih dahulu dibawa ke sidang Sanhedrin (ayat 54,66). Apa yang Yesus alami? Disangkal murid-Nya, diolok-olok orang yang menahan-Nya. Wajah-Nya ditutup dan dipukuli. Yesus sama sekali tidak bereaksi.

Persidangan yang menghadapkan Yesus sebagai terdakwa difokuskan pada persoalan jati Diri-Nya yaitu mengenai siapa Yesus sebenarnya. Yesus diperhadapkan dengan para pemimpin agama Yahudi yang berjumlah 71 orang yang terhimpun dalam suatu lembaga bernama Sanhedrin dan yang dipimpin oleh seorang imam besar. Lukas dengan jelas melukiskan dan memaparkan kepada kita bahwa para pemimpin agama Yahudilah yang seharusnya bertanggung jawab atas kematian Yesus, bukan warga Yahudi. Tidak ada sama sekali sentimen antiYahudi dalam tulisan Lukas.

Sebenarnya mengklaim diri sebagai Mesias bukanlah suatu kejahatan yang dapat diadili. Bagi orang Yahudi Mesias adalah pembebas yang diutus Allah untuk melepaskan mereka dari penjajahan Romawi. Terhadap pertanyaan Mahkamah Sanhedrin, Yesus memberi jawaban yang mengejutkan mereka. Yesus adalah Mesias tetapi bukan seperti yang mereka pahami. Dia adalah Mesias dalam arti perwujudan kehadiran Allah di bumi (ayat 69). Yesus tidak hanya memiliki kuasa Allah, tetapi juga berada di hadirat Allah. Mereka segera bereaksi. Mahkamah Sanhedrin merasa tidak perlu lagi menghadirkan saksi-saksi. Pernyataan Yesus sendiri sudah cukup untuk menghukum-Nya. Yesus dihukum karena Ia menyatakan siapa Dia sebenarnya. Ini ironis. Yesus disalibkan karena Ia adalah Mesias Anak Allah. Tidak ada kesalahan apapun yang terdapat pada-Nya. Tidak ada tuduhan pidana dan perdata yang dapat menghukum-Nya. Yesus dihukum semata-mata karena siapa Dia sebenarnya.

Renungkan: Seperti Yesus yang adalah Anak Allah menderita, kita pun menderita oleh dunia ini.



TIP #28: Arahkan mouse pada tautan catatan yang terdapat pada teks alkitab untuk melihat catatan ayat tersebut dalam popup. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA