(0.17880419642857) | (Kel 1:1) |
(ende) PENGUNGSIAN KATA PENGANTAR Kitab pengungsian terdiri dari bagian Riwajat dan bagian Perundang-perundangan jang erat berhubungan. Adapun intinja ialah: mikdjidjat agung pembebasan umat Israel dari perbudakan Mesir. Maka isi kitab seluruhnja tergantung padanja seperti pada pusatnja. Kisah pengungsian merupakan kelandjutan kitab Kedjadian dan menggambarkan pembebasan keluarga-keluarga Hibrani, keturunan para Bapa-bangsa, jang mendjalankan kerdja-paksa tertindas oleh rakjat Mesir. Maksud Tuhan membebaskan mereka ialah: membina mereka mendjadi bangsa jang bertjorak-kepribadian sendiri diantara bangsa-bangsa merdeka lainnja. Demikian Tuhan mulai melaksanakan djandji-djandjiNja kepada Bapa Ibrahim (Kedj. 12). Dengan tjara jang mengagumkan Tuhan menjiksa rakjat Mesir jang menentang kehendakNja, serta memimpin umatNja menjeberangi air Laut menudju kemerdekaan. Tuhan menggunakan Musa untuk melaksanakan maksud ini. Musa adalah seorang tokoh penting dalam sedjarah umum. Karena pendidikannja diistana Parao, di Mesir, pula karena kedudukan dan bakat-pembawaannja jang serba istimewa, tepat sekali ia terpilih akan memperdjoangkan kemerdekaan bangsanja. Akan tetapi bila ia hanja kit apandang sebagai pahlawan kemerdekaan nasional, kita belum djuga memahami keagungannja jang sedjati dan nilai perdjoangannja jang kekal. Kitab pengungsian menundjukkan, bagaimana Musa, jang semula membela bangsanja dengan semangat meluap tak terkendalikan, berkat pertemuannja langsung dengan Tuhan sendiri berubah mendjadi manusia lain. Sedjak peristiwa itu, ia nampak sebagai utusan Tuuhan jang teguh imannja serta dengan rendah hati pertjaja akan Tuhan, dan jang dengan pengorbanan dirinja akan berhasil membebaskan bangsanja. Karena itu pembebasan ini bukannja terutama hasil prestasi manusia, melainkan mukdjidjat Tuhan sendiri demi umatNja. Israel djuga tidak mengungsikan diri melainkan dibebaskan. Maka arti tjerita ini lebih daripada peristiwa hitoris belaka, jang masih mungki djuga terjapai dengan usaha manusiawi. Makna lebih mendalam jang tertjantum dalam kerja Tuhanini ialah: memimpin umatNja mengedjar kemerdekaan sedjati dalam mengabdi Tuhan dan hidup beserta Tuhan. Adapun pengungsian ini titik-tolak penebusan umat Israel dan segenap umat manusiadari penindasan dosaserta akibat-akibatnja, awal perdjalanan menudju tanah-air, damai kekal dan kebahagiaan sedjati. Makna itu melampaui dugaan manusia ini tertjerminkan dengan djelasnja dalam peristiwa-peristiwa adjaib sekitar Pembebasan. Oleh pengarang sutji tjampur- tangan Jahwe jang memungkinkan kedjadian-kedjadian itu, djauh lebih ditekankan daripada jerih-pajah manusia. Hal ini nampak dengan terangnja pula dari hubungan erat antar Musa dan Tuhan. Apapun jang didjalankan Musa, dilakukannja sesudah berunding dengan Jahwe, atau titahNja dan dengan bantuanNja. Hubungan mesra dengan Tuhan ini akibat dari pertemuan pertama dibukit Horeb atau Sinai (Peng. 3). Ditjeritakan bahwa disanalah Tuhan mewahjukan namaNja "Jahwe". Artinj: ketika itu Musa dianugerahi keinsyafan jang sangat mendalam, bahwa Tuhan senatiasa aktif menjertai umatNja. (Tentang nama "Jahwe" lihatlah tjatatan pada 3:14). Djustru karena pembebasan umat Israel merupakanlah pralambang dan awal pelaksanaan Penebusan jang sedjati, maka peristiwa-peristiwa jang tertjantum didalam buku ini mendasari keselamatan kita sendiri. Perdjandjian dan Hukum-Perdjandjian merupakan tema jang kedua kitab ini. Perdjandjian digunung Sinai mengungkapkan dan mengabdikan arti jang dalam dari Pembebasan jang serba mengagumkan, sedangkan konskwensi-konsekwensinja bagi umat ditetapkan dalam Hukum. Adapun Israel sebagi bangsa sama sekali tergantung dari Tuhan dan perlindunganNja. Hal itulah kini djuga ditandaskan dengan konkrit: Israel terikatkan pada Tuhan dengan suatu Perdjandjian atau Persekutuan. Seperti pembebasan dari Mesir, begitu pula Perdjandjian ini diprakarsai oleh Tuhan sendiri, dan mentjantum djaminan, bahwa Ia mengangkat Israel sebagai milikNja jang sangat chas. Jahwe mengadakan dengannja ikatan tjintakasih jang baru dan erat. Maka Israel mendjadi umat Tuhan dalam arti jang sepenuhnja. Dalam Hukum-Perdjandjian, jang intinja terdiri dari Dekalog (kesepuluh firman; kesepuluh perintah), Tuhan mempermaklumkan apa jang diharapkanNja dari umatNja; bagaimana seharusnja sikap dan tjara hidup suatu bangsa jang mendjadi milik Tuhan. Ini penting, karena akal-budi manusia mendjadi suram akibat dosa. Faham umat manusia tentang Tuhan dan tuntutan-tuntutanNja tersesatkan dalam banjak hal. Maka dari itu, dalam rangka pelaksanaan Keselamatan adikodrati, Tuhan sekarang membangkitkan dan menghidupkan faham-faham jang sehat tentang suasana dan tjara-hidup manusiawi jang benar. Itulah sjarat dan titik-tolak hubungan baru antara Tuhan dan manusia jang sedang dibangun. Karena perintah-perintah jang mengatur hidupp Israel berdasarkanlah atas perwahyuan hubungan jang chas antara Jahwe dan Israel itu, maka didalamnja telah termuat djuga daja-penggerak untuk menuntun orang beriman kearah tuntutan- tuntutan hidup jang semakin sempurna, sedjadjar dengan berkembangnja kesatuan- hidup dengan Tuhan jang semakin sempurna djuga. Di dalam Dekalog Tuhan pertama-tama menjatakan Diri sebagai Allah jangtunggal, jang bersifat Pribadi sempurna dan transenden. (Kata transenden itu berarti: berada diatas alam serba terbatas, diatas machluk-machluk, tataran berpikir, berkehendak dan bertindak jang serba tertjipta; djadi pada taraf jang berlainan sama sekali). Dengan demikian faham tentang Tuhan jang terlampau berbentuk manusiawi pun ibadat jang bersifat magis atau materiil -- seperti terdapatlah pada bangsa-bangsa disekitar Israel -- ditolak. Umat Jahwe tertjegah daripada mentjiptakan dewa-dewa menurut gambaran manusia jang djauh dari sempurna, binatang-binatang atau hal-hal bendawi (lihat misalnja: Kebidj. 13-15). Bersama dengan itu Tuhan menggariskan pedoman-pedoman tjara-hidup jang akan mentjerminkan kesempurnaan dan kesutjian Allah sendiri. Jang ditekankan terutama ialah sikap terhadap Tuhan dan terhadap saudara-saudara sebangsa. Meskipun Hukum-Perdjandjian ini kurnia Tuhan sendiri, tetapi Musa sebagai perantara djuga berperanan aktif dalam merumuskan tuntutan-tuntutan Tuhan itu, jang difahami olehnja dalam hubungannja jang langsung dan bersifat perorangan dengan Jahwe. Adapun sangat lajak untuk perumusannja jang konkrit Musa djuga bersandar pada hukum-hukum dan padatan-padatan jang berlaku ketika itu. Azas-azas hukum jang ditentukan oleh Musa itu, kita ketemukan dalam kitab Pengungsian ini kadang-kadang dalam bentuk jang lebih teruraikan. Mislanja dalam peraturan-peraturan tentang Tempat Sutji dan ibadat. Dalam upatjara ibadahnja umat Israel menampakkan kesutjiannja dan menjatakan penjerahan dirinja kepada Jahwe. Dalam tempat Sutji Tuhan serta kemuliaanNja hadir setjara tampak ditengah-tengah umatNja. Dari sana pula Tuhan memimpin Israel selama perdjalananNja. Demikianlah terutama di Tempat Sutji umat menghajati Perdjandjianja dengan Jahwe, satu-satunja Allah sedjati dan Allah Israel. Djadi Hukum-Perdjandjian bersifat religius, tetapi sekaligus meliputi seluruh hidup djuga. Hukum ini mengatur hubungan-hubungan sosial jang mempersatukan bangsa, pun mengatur hubngan Israel dengan bangsa-bangsa lain, sedemikian rupa sehingga tjiri-tjiri chas Israel selaku bangsa Tuhan tetap terdjamin. Maka sekaligus djuga merupakan Undang-Undang Dasar. Demikianlah dalam kehidupan bangsa Israel unsur-unsur kodrati dan adikodrati erat-erat berdjalinan. Pembagian Kitab Pengungsian dibagi menurut dua pokok utama tersbut diatas: A. Bagian riwajat : Fasal 1-18 I Pembebasan dari Mesir Situasi ditanah Mesir : 1 Panggilan Musa : 2 - 7,7 Siksaan-siksaan tanah Mesir : 7,8 - 11,10 Tentang Paskah : 12,1-36 Keberangkatan dari Mesir : 12,37 - 14,14 Penjeberangan laut : 14,15 - 15,21 II Perdjalanan dipadang-gurun : 15,22 - 18,27 B. Bagian perundang-undangan: Fasal 19-40 III Perdjandjian digunung sinai Terbentuknja Perdjandjian dan Dekalog : 19 -20,21 Kitab Perdjandjian : 20,22 - 23, 19 Djandji-djandji untuk waktu depan : 23,20-33 Perdjandjian diperkuatkan : 24 IV Peraturan-peraturan tentang ibadat dan Tempat Sutji : 25 - 31, 18 V Israel murtad -- Perdjandjian diperbarui : 32 -34,33 VI Pembangunan Tempat sutji : 33 - 40, 38 Terdjadinja Kitab Pengungsian Tradisi-tradisi jang digunakan pengarang Kitab Pengungsian mempunjai akarnja dalam jaman peristiwa-peristiwa sendiri berlangsung. Unsur-unsur pokok perwahjuan Tuhan dan hukum telah termaktub oleh Musa serta pembantu-pembantunja. Maka dalam Kitab ini kita dihubungkan dengan realita sedjarah dan dengan bentuk- dasar Hukum. Hukum ini oleh Musa dipahatkan diatas batu, seperti lazimnja dokumen-dokumen juridis dan historis jang penting pada djaman itu, ialah jang perlu diabadikan. Loh-loh batu ini dipelihara dan disimpan dengan chidmat di Tempat Sutji. Pandjang atau singkatnja Dekalog dan dokumen-dokumen lain jang asli ini sekarang tidak dapat ditentukan lagi dengan pasti, kerenan kemudiannja telah ditjantumkan dalam suatu redaksi jang lebih luas. Tanpa kenjataan historis Pembebasan dari Mesir, Perwahjuan Tuhan di Sinai dan kegiatan Musa, kita tidak dapat memahami sedjarah bangsa Israel selandjutnja, pun pula bangunnja kembali sesudah masa pembuangan itu berdasarkan atas kepertjajan akan Perdjandjian dengan Jahwe dan atas Hukum Musa. Maka dari itu fakta-fakta tersebut hanjalah mungkin terlaksana karena ada landasannja historis. Perlu diketahui, bahwa pada bangsa Israel, seperti djuga pada bangsa lain-lain dewasa itu, tradisi lisan merupakan djalan penting untuk mengenangakan dan menjalurkan peristiwa-peristiwa sedjarah kepada keturunan-keturunan berikutnja. Sudah barang tentu isi tradisi ini dari abad keabad berkembang dan bertambah unsur-unsur baru. Ini nampak terutama pada peraturan-peraturan jang mengatur hidup kemasjarakatan dan upatjara Ibadat. "Hukum dasar" jang asli tjukup sederhana, dan selaras dengan situasi bangsa Israel sebagai bangsa jang belum memiliki wilajah kediaman sendiri dan mengembara sebagai gembala-gembala. Situasi permulaan ini berkali-kali nampak dengan djelasnja dikitab Pengungsian. Lambat-laun peraturan-peraturan dasar ini semakin terperintji dan disesuaikan situasi baru, terutama ketika Israel sudah mendjadi bangsa jang berkediaman tetap dan bertjotjoktanam. Tetapi penjesuaian ini berlangsung selaras dengan jiwa Hukum Musa dan dalam rangka Perdjandjian dengan Jahwe. Maka dari itu sudah selajaknjalah pengetrapan-pengetrapan lebih landjut ini dimasukkan kedalam Hukum Musa dan djuga dipandang sebagai peraturan-peraturan berasal dari Tuhan, jakni sebagai konsekwensi langsung dari Perdjandjian. Demikian dalam kitab Pengungsian, disamping unsur jang menggambarkan situasi Israel pada djaman Musa, terbajangkan djuga proses perkembangan perundang- undangan dan organisasi upatjara ibadat selandjutnja. Misalnja ada peraturan- peraturan tentang pertanian dan peraturan untuk Tempat Sutji, jang baru dikemudian hari sesudah umat menetap di Kanaan dan sesudah kenisah di Jerusalem didirkan, mendapat wujudnja. Djadi Sabda Tuhan semakin meresapi kehidupan bangsa dan memberinja perudjudan jang njata. Sementara proses perkembangan ini berlangsung, struktur-dasar Israel jang semula serta Hukumannja tetap bertahan sebagai titi-tolak ilahi dan landasan, dan tetap terpelihara dalam tradisi. Tambahan-tambahannja bukan unsur jang asing, melainkan perkembangan organis jang berlangsung atas dorongan Roh Tuhan. Sekaligus ini merupakan pengertian dan penghajatan jang lebih mendalam dari peristiwa-peristiwa sedjarah, ialah Pembebasan dan Perwahjuan di Sinai. Tuhan sendiri memupuk kesadaran itu, terutama dengan perantaraan para pemimpin Israel dan para Nabi. Adapun pengarang kitab Pengungsian kemudian menggunakan bahan tradisi lisan dan tertulis jang sudah ada. Seperti dalam kitab Kedjadian, begitu pula disini kita dapat membedakan tiga aliran tradisi pokok, jang mendjadi sumber terpenting bagi pengarang, jakni tradisi Jahwitis, tradisi Elohistis dan tradisi Imam. Tradisi imam itu mendjadi kerang tjeritanja, lainnja mendjadi sumber-bahan. (Lihat djuga: Kata Pendahuluan Umum). Adalah maksud pengarang sutji kitab ini, untuk mengolah bahan tradisi dan menjusun gambaran total dari sedjarah pembebasan Israel dan Perdjandjian bersama dengan wudjud-wudjud konkrit dari Sabda dan Kerja Tuhan ini, seperti jang telah terbentuk didalam kehidupan umat. Jang disadjikannja bukan laporan peristiwa- peristiwa melulu. Ia djuga mengungkapkan maknanja religius jang sesungguhnja, seperti dimaksudkan oleh Tuhan. Didjelaskannja, bagaimana Sabda, Karja dan tuntutan-tuntutan Tuhan tetap bertahan, walaupun manusia banyak menentangnja. Maka dalam kitab ini terpaparkan suatu taraf dari sedjarah-keselamatan dan diuraikan bagiamana Sabda Tuhan terlaksana dan berkembang didunia menudju titik- achirnja, ialah Perdjandjian Baru. Perumusan-perumusan Hukum Sebagai akibat penggunaan bermatjam-matjam tradisi, terutama dalam bagian Hukum kita ketemukan beberapa ichtisar Hukum Musa, jang nada-nadanja dan uraiannja saling berlainan. Dekalog (20,2-17) diuraikan kiranja menurut tradisi Imam, sedangkan peraturan- peraturan jang biasanja disebut "Kitab Perdjandjian" (20,22-23,19) berasallah dari tradisi Elohistis. Saduran Jahwistis dari hukum Perdjandjian tertjamtumkan dalam kissah pembaharuan Perdjandjian (34,10-27). Ichtisar ini kadang-kadang disebut "Dekalog kultis", artinja jang berhubungan dengan ibadat. Tradisi Imam terutama menaruh perhatian atas peraturan-perturan liturgis tentang hari raja Paskah (12) dan tatasusunan Tempat Sutji, pun pula atas peristiwa diadakannja Imamat (25-29 dan 35-40). Latarbelakang historis Dalam menilai peristiwa-peristiwa jang ditjeritakan, kita hendaknja dengan seksama memperhatikan makna dari bentuk-bentuk literer (misalnja gaja historis, didaktis, juridis, puetis) jang dipakai pengarang, agar kita dapat menangkap maksudnja jang benar. Mengenai peristiwa-peristiwa jang menakdjubkan perlu ditajtat: Dalam membebaskan bangsaNja, Tuhan memang bertindak sendiri dengan tjara adikodrati. Namun ini tidak berarti, bahwa Tuhan selalu menghapuskan segala sebab-musabab kodrati. Tetapi karena Allah ikut bertjampurtangan, maka peristiwa setjara aktif sedang melaksanakan Keselamatan. Berpangkal pada peristiwa nampaknja kuasa Jahwe dalam sedjarah dengan membebaskan umatNja, semua kedjadian-kedjadian penjelamatan selandjutnja menjadi satu rangkaian, jang semakin terang menglihatkan terlaksananja Karja Tuhan jang agung itu, dan merupakan pertumbuhannja menudju kepenjelesaiannja. Maka dari itu penulis Kitab ini mempunjai tugas utama untuk mewartakan fakta- fakta sedjarah sebagai manifestasi Karja-penjelamatan Tuhan didunia ini. Berhubungan dengan itu beberapa hal, jang dari sudut sedjarah dan ilmu bumi boleh dianggapnja penting, tidak begitu diperhatikannja. Djuga dalam tradisi rakjat rupa-rupanja hal tersebut tidak ditekankan. Misalnja nama Parao Mesir sadja tidak disebutkan. Begitu pula djalan perantauan umat Israel dan tempatnja menjeberangi laut sukar sekali ditentukan dengan pasti. Bahkan letak gunung Sinai tidak terterakan dengan tepat, dan dalam tradisi elohistis dan deuteronomistis bukit ini disebut dengan nama lain, jakni Horeb. Tidak adanja ketentuan jang tepat mengenai tempat terdjadinja peristiwa- peristiwa tadi, mungkin djuga disebabkan karena tempat-tempat dan keadaan itu bagi angkatan-angkatan kemudian lama-kelamaan mendjadi kabur. Sungguhpun begitu kitab Pengungsian masih tjukup djuga menggambarkan situasi historis dan memberi pedoman-pedoman geografis. Maka kalau ini kita tambah dengan sumber-sumber sedjarah lainnja, latarbelakang konkrit dari kedjadiankedjadian mendapat sorotan semakin terang. Kapan Pengungsian terdjadi? Perihal ini ada dua pendapat jang tjukup ada alasannja. Ada jang beranggapan bahwa Pengungsian terdjadi dalam abad ke-XV sebelum Masehi, dibawah dinasti Mesir jang ke-18. Pendapat ini berpegangan pada 1 Radj. 6,1 jang menjebutkan, bahwa Salomon memulai pembangunan kenisah 480 tahun sesudah Pengungsian dari Mesir. Adapun pembangunan ini berlangsung sekitar tahun 960 sebelum Masehi. Tetapi petundjuk mengenai waktu ini mungkin mempunjai arti simbolis sadja. Maka dari itu pendapat ini terutama didasarkan atas kenjataan, bahwa dalam abad XVI sebelum Masehi ditanah Mesir terdjadi pergolakan politik jang berpengaruh besar. Sekitar 1580 pendjadjahan semitis dari radja-radja Hiksos berpengaruh besar. Sekitar 1580 pendjadjahan semitis dari radja-radja Hiksos digulingkan oleh bangsa Mesir, dan ibukota Avaris (kemudian namanja Tanis direbut. Dengan demikian telah lampaulah djaman jang menguntungkan bagi kaum Hibrani, jang sebagai orang semit ada kesamaannja dengan Hikson. Mungkin ketika itulah penidasan para Parao Mesir mulai (Peng. 1,8), dan lambat-laun semakin kuat keinginan akan meninggalkan tanah Mesir. Alasan-alasan lain ialah: semakin lemahnja kekuatan militer, terutama dibawah Parao Amenofis III (1413-1377) dan Amenofis IV (= Ekhnaton 1377-1358). Lagipula surat-surat Tell-el-Amarna, dari djaman itu djuga, menjebutkan bahwa radja-radja bawahan ditanah Suria dan Kanaan meminta bantuan Parao untuk melawan serangan bangsa Chaibiru, suatu nama jang menurut beberapa orang ahli menundjukkan bangsa Hibrani. Achirnja tafsiran tertentu dari tulisan diatas tiang Parao Merneptah (1229 seb. Mas.), jang mentjeritakan kemenangan gilang-gemilang atas bangsa Israel ditanah Kanaan. Ini berarti Israel sudah terlebih dahulu berkediaman disana. Alasan-alasan tersebut diatas dapat disangsikan kebenarannja. Lagi pula ada keberatan, misalnja: pada djaman dinasti ke-18 istana Parao tidak berada didaerah utara (Avaris), tetapi di Thebe (lihat: Peng. 2,5;15.20;7,15). Maka dari itu kebanjakan para ahli berpendapat, bahwa peristiwa Pengungsian terdjadi dibawah dinasti ke-19 dalam abad XIII sebelum Masehi. Pada djaman itu jang mendjadi Parao ialah: Ramses II (1301-1234) dan Merneptah (1234-1220). Kalau begitu, kedatangan suku-suku Hibrani ditanah Mesir dan kekuasaan Jusuf bertepatan waktu dengan muntjulnja dinasti Hiksos (lihat keterangan pada Kedj. 47,17). Selain itu nama-nama kota jang disebut-sebut, jakni Ra'amses dan Pitom (Peng. 1,11) selajaknja didirikan oleh Ramses II. Tiang Merneptah (lihat diatas) menjarankan, bahwa bangsa Israel di Kanaan belum memiliki wilajah kediaman jang tetap. Djadi rupa-rupanja tanah itu mereka masuki tidak lama sebelum tahun 1229, dan Pengungsian dari Mesir terdjadi 40 tahun sebelumnja, sekitar tahun 1270. Ketjuali itu penjelidikan ilmu purbakala ditanah Palestina mengungkapkan, bahwa kebudajaan orang Kanaan dibeberapa tempat terputus sekitar achir abad ke-XIII, dan bahwa kota-kota jang digempur diduduki lagi antara 1150. Ini merupakan suatu petundjuk jang boleh dipertjaja, bahwa pada djaman itulah tanah Kanaan diduduki oleh umat Israel. Memang kesukarannja ialah, bahwa kalau begitu Pengungsian terdjadi lama sekali sesudah pengusiran para Hiksos, dan bahwa bangsa Hibrani mungkin sampai berabad- abad ditindas oleh orang Mesir. Tetapi pertama-tama: belum pastilah penindasan itu mulai segera sesudah runtuhnja pemerintah Hiksos (kira-kira 1580). Kemudian: nama-nama Mesir jang dipakai orang Hibrani sedjak beberapa generasi, menundjukkan bahwa mereka masih lama diam ditanah nenek-mojang dan sanak-saudara Harun misalnja ada jang mempunjai nama Mesir, dan djuga Musa adalah nama Mesir. Achirnja kami tjatat setjara singkat pendapat, bahwa sebelum umat dibawah pimpinan Josua masuk Kanaan, sudah ada beberapa suku atau kelompok Hibrani jang berhasil masuk kedalam tanah Kanaan itu dari sebelah selatan. Mereka kemudian menggambungkan diri dengan persekutuan Israel. Namun tanda-tandanja kurang djelas untuk mentjapai kepastian dan gambaran jang terang mengenai imigrasi itu, apalagi mengenai adanja pengungsian dari Mesir sebelum djaman Musa. Djalan jang ditempuh pada Pengungsian Titik-tolaknja, jakni kota Ra'amses, mungkin sama dengan ibukota Avaris/Tani didelta bengawan Nil. Ada jang menjangka, bahwa tempat Israel bertolak itu terletak disebelah selatan Tanis, jaitu dikota jang kemudian disebut Qantir. Seluruh wilajah muara Nil bagian timur mempunjai nama Gosjen. Djalan jang ditempuh bangsa Israel sukar ditentukan dengan pasti, karena perbedaan antara tradisi J dan E. Rupa-rupanja menurut tradisi Jahwis umat Israel berangkat melalui djalan biasa menjusur pantai kearah timur-laut. Nama migdol dan Baal-Safon mungkin menundjukkan djalan utara ini. Begitu pula nama laut, jang menurut laut, jang menurut Kitab Sutji bukan "Laut Merah", tetapi "Laut Gelagah", jakni paja atau rawa jang banjak ada gelagah-papirus. Nama ini (dalam bahasa Hibrani "yam suf") terdapat djuga dalam bahasa Mesir ("pa-sufi"); jang dimaksudkan: sebidang rawa disekitar danau Menzaleh disebelah utara. Mungkin tradisi ini terbentuk, karena kurang djelasnja tjatatan-tjatatan sedjarah, atu djuga karena djalan inilah jang pernah dilalui suku-suku semitis lainnja. Tradisi Elohis, jang tersebar diantara suku-suku Israel utara, seperti djuga tradisi Deuteronomis setjaa positif menundjukkan djalan lain, jakni kearah tenggara (Peng. 13,17; Ul. 1,2). Tradisi ini djuga ada dasarnja dalam fakta, bahwa sedjak kira-kira tahun 1300 seb. Mas. djalan menjusur pantai utara jang melalui Pelusim, dilengkapi dengan pos-pendjagaan Mesir, sehingga tidak aman bagi orang-orang Israel. Karena dalam kitab Pengungsian kedua tradisi itu didjalinkan, maka gambaran tentang djalan jang ditempuh telah mendjadi sedikit kabur. Tetapi gambaran jang terachirlah pada umunja dianggap benar. Migdol mungkin nama jang tepat penjeberangan didekat "Danau-danau Pahit", jang tjukup berbahaja. Besarlah kemungkinannja bagian selatan Danau-danau pahit ini, jang ketika itu terhubungkan dengan Laut Merah, tempat jang dilalui rakjat Israel. Perdjalanan selandjutnja, melalui padang pasir, dapat kita temukan kembali dengan agak pasti melalui wahah-wahah (oase) disemenandjung Sinai. Dibagian selatan semenandjung ini ada tiga bukit jang agak menjolok, jaitu: Djebel Serbal, Djebel Katerin dan Djebel Musa. Menurut tradisi kuno jang lajak dipertjaja, bukit terakhir inilah gunung Sinai, seperti djuga ternjata dari namanja. Gunung itu setinggi 2244 meter. Pentingnja Kitab Pengungsian Pengungsian dan Perdjandjian di Sinai tetap menjadi dasar jang sutji bagi Israe. Dari sumber ini iman dan kesusilaannja sebagai umat Allah mendapat inspirasi dan kekuatannja. Perdjindjian lain-linnja jang disebut dalam Kitab Sutji semuanja dipandang dalam hubungannja dengan Perdjandjian jang utama ini. Begitu pula semua hukum-hukum dikemudian hari terhubunglah dengan Hukum-dasar ini. Pun pula semua mukdjidjat, jang menampakkan selandjutnja kuasa Jahwe jang menjelamatkan, mengingatkan akan Pembebasan jang pertama ini. Salah satu tanda jang djelas sekali, bahwa Pengungsian tetap besar artinja ialah: perajaan Paskah setiap tahun. Perajaan itu bukan hanja peringatan akan apa jang terdjadi dimasa lampau, tetapi sekaligus merupakan kesaksian iman, pengharapan dan kepertjajaan. Israel tetap menjadari dirinja sebagai bangsa jang dibebaskan dari Mesir (Peng. 12,27;13,8 lih, djuga: 13,14-15). Tiap-tiap kali Israel mengikat diri lagi pada wadjib-wadjibnja sebagai umat terpilih, lagipula menegaskan kejakinannja, bahwa Jahwe tetap hadir menjertainja, untuk lebih landjut melaksanakan pembebasan ini terutama pada masa bahaja dan penindasan. Demikian djuga, kemudian didjaman para Nabi berulang-ulang memperingatkan umat, akan Perdjandjian dan Hukum Musa. Mereka tidak mewartakan suatu jang baru semata-mata, tetapi mendorong kearah penghajatan jang lebih mendalam. Kemerosotan dan keruntuhan bangsa mereka gambarkan sebagai djalan kembali ketanah Mesir, dan pembebasan dari pembuangan sebagai Pengungsian baru melalui padang pasir menudju tanah jang didjandjikan. Djadi mukdjidjat agung jang diperkuat oleh Tuhan dengan perantaraan Musa semakin nampak sebagai pembebasan jang menjeluruh, menundjuk kearah pembebasan jang definitif dan sempurna dalam Kristus. Oleh karena itu dalam Perdjandjian Baru Penebusan kitapun dibandingkan dengan Pengungsian Israel sebagai latarbelakangnja. Jesus itu adalah Israel jang baru. Ia kembali dari tanah Mesir, melalui air pemandianNja dan bertolak kepada gurun. Ia pula bagaikan Musa jang baru mengumumkan Hukum Keradjaan Allah diatas bukit (lih. Injil S. Matteus). Djuga S. Joanes, S. Petrus dan terutama S. Paulus berbitjara tentang penebusan dan baptis kita dalam hubungan dengan Pengungsian. Hari raja Paskah adalah pesta pembebasan kita berkat Darah Jesus, Domba Paskah (mis.: 1Kor. 10, 1-13;5,7). Dalam perajaan Enkaristi kita melangsungkan pesta Paskah ini, penebusan kita dilaksanakan dan kita persiapkan akan memasuki Tanah jang didjandjikan (Jo. 6,22 dsl.) Kitapun, umat Allah jang baru, mengalami Pengungsian. Maka dari itu sambil merenungkan kitab Pengungsian, kita hendaknja semakin menjelami Karja Penebusan Kristus. Adapun tudjuan pembebasan ialah: terbentuknja suatu Bangsa baru. Demikian pula Karja Kristus mempersatukan kaum beriman mendjadi persekutuan hidup jang nampak, umat jang tersutjikan kepada Tuhan dan jang mendjadi milikNja (1Petr. 2). Kurnia-pembebasan menimbulkan ikatan istimewa, jakni Perdjandjian dengan Allah jang dunia ini menampakkan diri dalam persatuan mereka jang menghajati ikatan itu. Demikian kitab Pengungsian, disamping menggambarkan Penebusan kita, sekaligus djuga melambangkan Geredja Sutji jang satu. |
(0.17880419642857) | (Kel 14:31) |
(ende) Penjeberangan laut Merah dalam keadaan sangat berbahaja ini salah satu peristiwa sedjarah jang terpenting dalam riwajat umat Israel. Dalam peristiwa ini Tuhan mewahjukan MahakuasaNja jang menjelamatkan serta maksudNja jang istimewa mengenai umatNja. Sangat mungkin sementara itu sebab musabab alam-kodrati berperanan djuga. Misalnja: angin Timur (aj.21)(Kel 14:21), demikian pula awan dan api (aj.20,24)(Kel 14:20,24). Akan tetapi kalau peristiwa ini kita terangkan setjara kodrati belaka, kita tidaklah menangkap maksud pengarang sutji, pun djustru tidak memahami apa jang menjebabkan tjerita ini begitu penting bagi iman kita. Pertama-tama sangat djelaslah dalam riwajat ini tjampurtangan Tuhan sendiri ditekankan. Kemudian "angin Timur" tidak menundjukkan sebab kodrati semata-mata, melainkan serta merta mentjamkan karja Tuhan sendiri (Demikian pula halnja dengan awan dan api; lihat Kel 13:21 tjatatan). Angin (ruah) memperingatkan kita akan Roh Allah, jang pada pentjiptaan alam melajang diatas air, dan jang kemudian memisahkan air dari daratan (Kej 1:2:9; bandingkan djuga dengan pemisahan terang dari gelap: dan pemisahan umat Israel dari rakjat Mesir: (Kel 14:20). Ini kita ketemukan djuga dalam tjerita air bah (Kej 8:1). Dalam Hos 13:15 angin Timur (qadim) sedjadjar dengan nafas Jahwe (ruah). Angin dilukiskan sebagai alat Mahakuasa Tuhan djuga dalam Maz 104:3-4; Yer 10:13; Yeh 37:9 (hubungan antara roh dan angin). Dalam teks-teks bertjorak eskatologis-apokaliptis (mentjantum ramalan-ramalan tentang djaman terachir), jang ada persamaannja dengan teks-teks pentjiptaan, angin adalah Mahakuasa tuhan jang mengatur menjusun segala-galanja, dan berlawanan dengan keadaan katjau-balau. Salah-satu kekuasaan-pengatjau jang terpenting ialah laut beserta binatang-binatang isinja jang dahsjat (Maz 74:12-15; 89:10-11; Ayu 3:8; Yeh 27:1 bandingkan Kel 14:21 : Jahwe membendung arus laut). Djadi pada penjeberangan Laut Merah ini Jahwe seakan-akan mengulangi karjanja menjusun tjiptaanNja (demikian dengan djelasnja dalam Maz 77:17-20 dan Yes 51:9-10; binatang laut jang dahsjat itu kekuasaan-pengatjau dan sekaligus lambang Mesir). Djadi umat Israel dibebaskan oleh kekuasaan jang hanja dimiliki Tuhan sendiri. Pengungsian dari Mesir dan pembebasan dari perbudakan ini mempunjai arti jang lebih dalam djuga, jakni pertobatan dari dosa, perubahan rohani dari hidup tanpa Tuhan mendjadi umat Tuhan, jang seutuh-utuhnja pertjaja akan Tuhan. Perubahan sikap hidup inilah maksud dan tudjuan pokok dari pembebasan jang serba mengagumkan itu (lih. aj.31)(Kel 14:31). Perdjalanan menjeberangi air dalam Kitab Sutji tetap melambangkan Keselamatan dan harapan akan Keselamatan (bandingkan Kej 8:22 tjatatan). Demikianlah penjeberangan ini melambangkan baptis: melalui air kita diselamatkan, dan bersama Kristus kita bangkit memulai hidup baru mendjadi umat Tuhan. (Mat 3:13-17 par: Jesus sebagai Israel baru, sekaligus djuga menundjukkan baptis; 1Ko 10:2,6) |
(0.17880419642857) | (Kel 22:20) |
(ende) Pengutjilan (hibr. "cherem") berarti mempersembahkan seseorang atau suatu benda kepada Tuhan mendjadi milikNja semata-mata, sehingga apa jang dipersembahkan itu tidak digunakan lagi oleh manusia. Maka dari itu kota jang terkena pengutukan sematjam itu harus dihantjur-leburkan orang-orang harus dibunuh, benda-benda jang berharga harus diserahkan ke Tempat Sutji (lihat Ula 7:1-2; Yos 2:10; 12 bandingkan Kel 6:11: Jericho sebagai kota Kanaan jang pertama-tama ditaklukkan dipersembahkan kepada Tuhan). Menurut ajat ini orang dengan menjembah berhala menolak untuk beribadat-bakti kepada Jahwe, oleh umat Israel harus dipersembahkan kepada Jahwe. Demikianlah Israel mengelakkan diri dari bahaja jang mengantjam imannja. |
(0.17880419642857) | (Ul 2:34) |
(ende) Begitu pula kutuk-pembasmian (cherem) merupakan unsur jang termasuk "perang kudus". Dari sebab kemenangannja ditjapai dengan kekuatan ilahi: maka barang djarahan-djarahannjapun entah sebagian entah seluruhnja diserahkan kepada Allah sebagai persembahan. Barang itu tidak boleh dipergunakan oleh manusia: maka dimusnahkan. Hal serupa itu kita djumpai pula pada bangsa-bangsa lainnja: djuga dengan alasan religius. Ketjuali itu ada pula alasan-alasan kemiliterannja: jakni: kota-kota jang telah direbut itu tidak dapat terus-menerus diduduki; maka adalah berbahaja kalau kota-kota itu dibiarkan utuh sadja sebab ada kemungkinan timbul serangan dari belakang. Kutuk-pembasmian ini mempunjai arti sedjarahnja didalam masa berat selama perlawanan-perlawanan pertama di Kanaan. Sebagai tjontoh jang klasik ialah penaklukan kota Jeriko (Yos 6; 7). |
(0.17880419642857) | (Hak 1:1) |
(ende) HAKIM-HAKIM PENDAHULUAN Kitab “Hakim2” mendapat namanja dari tokoh2 jang memainkan peranan utama dalam kisah jang dikumpulkan dalam kitab ini.sedjak dulu kala kata Hibrani jang menjatakan nama mereka itu, diterdjemahkan dengan kata ”hakim2”; tetapi sebutan ini tidak seluruhnja sesuai dengan fungsi jang mereka djalankan. Selain tokoh nabiah Debora (4, 4-5), “hakim2” itu tidak mempunjai tugas resmi dalam hal peradilan. Mereka adalah terutama pedjuang dan pahlawan perang dan disebut pula dengan istilah “penjelamat” (2, 16; 3, 9. 15), hal mana sesungguhnja lebih bersesuaian dengan peranan , jang dimainkan mereka. Didalam sungguhnja lebih bersesuaian dengan peranan, jang dimainkan mereka. Didalam keadaan2 darurat mereka itu dipanggil langsung oleh Allah dan diilhami serta dibimbing oleh roh dan kekuatanNja, untuk menjelamatkan Israil atau sebagian dari penindas2. Tokoh Sjimsjon jang agak gandjil itu tampilseorang diri benar2 dan sama sekali tidakdapat dinamakan pemimpin rakjatdalam arti manapun djua. Namun demikian, iapun adalah seorang “hakim” (16, 31).dari seluruh kitab itu djelaslah kiranja, bahwa tokoh2 tersebut tidak disebut “hakim” dalam arti kata jang lazim. Mereka itu terutama adalah utusan Jahwe jang berkarunia, untuk bertindak atas namaNja. Dalam banjak hal mereka sama dengan para nabi. Tetapi kalau nabi2 itu diutus untuk berbitjara atas nama Jahwe, maka “hakim2” itu diutus untuk bertindak atas namaNja. Karunia atau charisma inilah jang merupakan tjiri chasnja. Si perebut kekuasaan, Abimelek tidak disebut “hakim”, tetapi “penguasa” (9, 22). Sebaliknja, beberapa tokoh dari antara mereka itu (Gide’on, Jeftah), memperlihatkan suatu ketjondongan jang amat kuat, untuk beralih dari panggilan charismatisnja kesuatu kekuasaan jang stabil, hal mana dengan sendirinja mengandung suatu peradilan jang teratur. Tetapi unsur ini rupa2nja tidak tertjantum dalam djabatan “hakim” menurut logat kitab Hakim2. Namun demikian, “hakim” sebagai utusan Jahwe memberikan keadilan kepada umatNja, dengan membebaskannja dari penindasan, hal mana berarti “hukuman” bagi para penindas. Perhubungan2 hukum antara umat dan Jahwe serta antara Israil dan musuh2nja, jang diperkosa itu dipulihkan oleh mereka dan dalam arti demikian pengertian “hakim”tidaksamasekali asing pada fungsi charismatis mereka. Boleh djadi dengan alasan itu terpilihlah kata itu bagi mereka. “Hakim2” itu tampil didjaman antara kematian Josjua’sampai ke Sjemuel. Tetapi tokoh Sjemuel (I Sjem.. 7, 15-17) dan djuga “Eli (I Sjem. 4, 18) termasuk djaman itu dipandang dari sudut historis dan theologis. Djuga tokoh Sjemuel pada permulaan tampilnja (I Sjem. 11, 5-11) masih kelihatan banjak persesuaiannja dengan hakim2 itu. Dalam diri Sjaul hasratakan keradjaan,jangdahulu sudah ada, mendapat perwudjudannja jang tetap, sehingga dengan itupun sesungguhnja djaman hakim2 itu berachir setjara definitif. Bagian pertamakitab Sjemuel (p. 1-12) bolehlah dari segi kesusasteraan dipandang sebagai kelandjutan langsung dari kitab Hakim2. Makanja ada ahli jang berpendapat, bahwa pasal2 permulaan Sjemuel itu memang tadinja termasuk dalam kitab Hakim2 dan baru kemudian dilepaskan daripadanja. Namun tiada bukti2 luaran bagi anggapan itu, bahwasanja kedua kitab itu dahulu pernah merupakan satu keseluruhan. Dalam menentukan lebih landjut djaman Hakim2 setjara chronologis, sedjauh itu disebutkan dalam kitab tersebut, orang terbentur pada kesulitan2 jang tidak ketjil. Ini bergandingan pula dengan kesulitan2 sematjam itu berkenaan dengan kitab Josjua’. Kelihatannja sadja kitab itu sendiri memberikan petundjuk2 jang amat teliti, sehingga rupa2nja sangat mudahlah menentukan lamanja waktu itu dengan tepat. Djika semua keterangan dikumpulkan (3, 8. 11. 14. 30; 4, 3; 5, 31; 6, 1; 8, 28; 9, 2; 10, 2. 3. 8; 12, 7. 9. 11. 14; 13, 1; 15, 20; 16, 21) maka sampailah kedjumlah 410 tahun, hal mana dibenarkan pula oleh 11, 26. Tetapi apabila hal ini dibandingkan dengan keterangan2 lain, timbullah keberatan2 jang tak teratasi. Meurut I Rdj. 6, 1 antara keluarnja Israil dari Mesir dan pembangunan baitullah oleh Sulaiman ada djarak waktu 480 tahun. Sudah temasuk didamnja waktu empatpuluh tahun digurun – pada dirinja angka ini agak di-buat2, - djaman Josjua’, para Hakim, ‘Eli, Sjemuel, Sjaul, Dawud dan keempat tahun permulaan pemerintahan Sulaiman. Djadi tidak mungkinlah djumlah 410 tahun itu bagi djaman para Hakim. Orang boleh mentjoba petjahkan soal ini dengan menempatkan beberapa Hakim pada waktu jang sama, - hal mana mungkin djuga, - dengan menundjuk akan di-buat2nja angka2 itu, dalam mana mungkin djuga, - dengan menundjuk akan di-buat2nja angka2 itu, dalam mana angka empatpuluh (_satu angkatan), sebagian atau lipatnja, memainkan peranan jang menjolok. Tetapi melalui djalan ini orang masih belum smpai kehasil jang memuaskan. Hampir semua ahli oleh karenanja melepskan sama sekali keterangan2 kitab Hakim2, untuk lalu membuat perhitungan mereka dengan menggunakan keterangan2 lain. Dengan kemungkinan jang tjukup besar dapatlah diterima, bahwa keluarnja Israil dari Mesir terdjadi sekitar tahun 1259. Naiknja Dawud diatas tachta dapat ditanggalkan sekitar th. 1012. Djika itu dikurangi dengan empatpuluh tahun digurun, djaman Josjua’ dan Djaman ‘Eli, Sjemuel dan Sjaul, maka djaman para Hakim berlangsung dari sekitar th. 1200 sampai l.k. th. 1040, djadi 160 – 180 tahun lamanja. Untuk melukiskan lebih landjut djaman sedjarah Israil tersebut maka diluar kitab Hakim2 itu sendiri hanja tersedialah keterangan sedikit sadja. Namun keterangan jang sedikit itu tjukuplah untuk membuat kembali suatu gambaran global jang agak teliti. Didjaman itu ditada keradjaan2 besar jang berkuasa, sehingga dalam kitab Hakim2 mereka tidak memainkan peranan sedikitpun. Israil datang dari gurun, dimana suku2 itu hidup dan susunannja sama seperti semua suku bedawi. Pada waktu tampilnja Mohammad belum banjak perubahannja dalam hal itu. Dari segi ekonomis penghidupan digurun itu sangat miskin. Palestina, jang pada hakikatnja bukannja salah satu tanah jang tersubur, bagi suku2 itu tampaknja seperti tanah susu dan madu. Adapun susunan kemasjarakatan suku2 digurun terdiri atas beberapa tingkatan dan taraf. Intipati keseluruhan dan sebetulnja satu2nja kesatuan jang kuat ialah keluarga. Keluarga terdiri atas bapak dengan isteri2 mereka. Melihat keturunan2nja sampai ke angkatan jang keepat adalah idam2an jang sangat diharapkan. Bapak keluarga adalah sungguh penguasa satu2nja jang mutlak dan kepala jang menentukan se-gala2nja. Beberapa keluarga sedemikian itu dari asal jang sama merupakan marga, jang terikat satu sama lain agak erat karena kesadaran akan asal jang sama itu. Achirnja beberapa marga karena asal jang sama merupakan suku inilah sebenarnja kestuan tertinggi, jang dikenal kalangan bedawi. Tidak djaranglah, marga2 jang sebetulnja asing, dimasukkan dalam suku lain, tetapi dalam hal itu asal jang sama lalau di-angan2kan. Proses inipun tidak djarang terdjadi pula di israil. Dengan pelbagai suku israil itu terdjadilah kenjataan jang aneh, bahwasanja mereka itu merupakan kesatuan jang lebih tinggi, bukannja berdasarkan asal-usul, melainkan agama. Mereka dipersatukan satu sama lain karena iman jang sama akan Allah jang Esa, Jahwe, dengan ibadah umum jang bersesuaian dengan itu dan tempat sutji pusat, jang sungguhpun bukan satu2nja tapi toh jang utama adanja. Digurun tempat itu ialah Kadesj. Iman jang satu dan penghajatannja itu tidak pernah membiarkan rasa persatuan fundamentil melenjap dari tengah2 Israil. Suku2 primitif itu merembes ke Palestina didjaman Josjua’ dan djuga sesudahnja; hal mana lambat-laun mengakibatkan perombakan umum. Mereka menduduki sebagian negerr itu, baik dengan djalan damai maupun dengan djalan kekerasan, chususnja daerah2 pegunungan. Kota2 dan dataran2 untuk sebagian terbesar sementara tiu masih berada ditangan peduduk aseli. Pendahuluan pertama kitab Hakim2 menjadjikan gambaran jang agak boleh dipertjajai dari perembesan itu. Bangsa2 Kena’an, jang ada hubungan damainja dengan suku2 Israil, memiliki kebudajaan jang lebih tinggi tarafnja, hal mana njata sudah dari pemakaian besi. Mereka bukan bangsa2 pengembara, melainkan penduduk jang menetap sebagai petani, jang pusat kemasjarakatannja ialah kota dengan kebudajaan jang lebih tinggi dan kemakmuran jang agak besar. Agama mereka polytheistis, jang bersesuaian dengan penghidupan mereka sebagai petani. Dewa2 dan dewi2 mereka adalah dewa2 kesuburan, jang harus menanggung kesuburan tanah, manusia dan ternak. Pemudjaan dewa-dewi itu sangat bertjorak indriawi dan erotis. Tiap2 pusat ekonomis dan kemasjarakatan mempunjai Ba’alnja (Tuhan) sendiri dan Asjtarte (‘Asjtoret), djodohnja. Terhadap dewa2 dan dewi2 jang konkrit dengan pemudjaan jang mewah dan tjarut itu sangat menjoloklah Allah Israil, jang sungguhpun kuasa tapi toh agak abstrak dan amat susila, dan jang lebih sesuai dengan hidup keras digurun jang kersang daripada dengan hidup jang indah-sedap ditanah pertanian dan kemewahan kebudajaan-kota. Israil harus mengikat perang lawan situasi tiu. Dari segi militer dan kebudajaan, mereka djauh terbelakang. Djarang sekali mereka berhasil menduduki kota2 dan menetap disitu. Dan djika mereka mula2 berhasil, tidak djarang mereka tak lama kemudian dipukul mundur oleh penduduk aseli. Namun demikian, dimanapun djuga ada kesempatan, suku2 Israil itu menetap disitu setelah beberapa lama mengembara. Hal itu per-tama2 membawa akibat ini, bahwasanja persatuan antara suku jang toh sudah rumit itu diperlemah lagi dan didjaman para Hakim tidak djarang berubah mendjadi persaingan, perengketaan dan peperangan antara mereka sendiri. Karena kurang kukuhnja persatuan itu, maka tidak djaranglah penduduk aseli berhasil menaklukkan salah satu suku Israil, sedangkan suku2 dari urun dapat meluaskan pendjarahannja, dengan tak banjak perlawanan, sampai ke-daerah2 jang diduduki Israil. Kesulitan2 terbesar datang dari pihak Felesjet. Orang2 Felesjet menetap di-pantai2 Kena’an, kira2 waktu Israil merembes dari timur. Dari sana mereka merembes kepedalaman dan dengan sendirinja berbentrok dengan suku2 Israil. Dalam djaman para Hakim jang belakangan orang2 Felesjet jang lebih unggul dalam bidang militer menaklukkan sebagian besar wilajah Israil. Riwajan Sjimson dan Sjemuel memberikan buktinja jang djelas. Karena kenjataan, bahwasanja Israil berubah dari suku 2 pengembara mendjadi petani2 tetap, haruslah djuga terdjadi perubahan total dalam hal susunan masjarakatnja. Tentu sadja hal ini terdjadi dalam prosed lambat-laun, tetapi proses ini toh mendapatkan suatu kemadjuan jang mentjelakakan. Israil melihat susunan jang disesuaikan dari penduduk aseli. Pusat persatuan bukannja marga, melainkan kota, tempat ber-bagai2 marga tinggal ber-sama2. Karena hubungan Israil dengan penduduk negeri lebih bertjorak damai daripada perang, maka terdjadi djuga pertjampuran antara Israil dan orang2 Kena’an, lebih2 di-kota2. Kisah Abimelek dalam kitab Hakim2 adalah gambaran jang djelas dari perubahan susunan itu. Abimelek bukanlah seorang Sjeik atas suatu marga atau suku, melainkan radja suatu kota, dimana orang2 Israil tinggal bersama dengan orang2 Kena’an. Akan tetapi dalam bidang keigamaanlah Israil hanja dapat bertahan dengan banjak susah-pajah dan memelihara hidupnja sendiri. Agama dan ibadah bangsa2, dengan mana mereka berhubungan itu, mempunjai pengaruh jang tak terelakkan atas suku2 primitf itu. Betul mereka tak akan melepaskan Allah mereka sendiri: Jahwe tetap adalah Allah segala suku Israil. Tetapi Ba’al2 serta ‘Asjtoret2 setempat, jang telah memberkati umat mereka sendiri, tidak boleh dimurkakan, karena suku2 pengembara jang mendjadi penetap itu harus memperolah penghidupannja dari tanah jang sama djua. Budjukan, utnuk mengharapkan kesuburan dari dewa2 itu, terlalu besar. Maka menurut kenjataannja sampailah sebagian Israil pergi meudja Ba’al2 dan ‘Asjtoret2 disamping dan bersama dengan Allah mreka. Mereka mangambil-alih ibadah penduduk aseli dan malahan menirunja dalam ibadah mereka sendiri kepada jahwe. Di-mana2 timbullah pertjampur-adukan keigamaan, jang hendak memperdamaikan Ba’al dengan Jahwe. Betul, Jahwe adalah jang terbesar dari antara dewa2, jang dimintai pertolongan didalam keadaan darurat, tetapi bagi keperluan2 hidup sesehari Ba’al dan ‘Asjtoret lebih pentinglah adanja. Masih lama Jahwe harus berdjuang lawan Ba’al, sebelum Ba’al dikalahkan setjara definitif. Ditengah syncretisme jang umum itu tidak pernahlah Jahwe kehilangan pemudja2 sedjatiNja. Mereka itu memelihara tetap berkobarnja njala-api agama jang murni, sekalipun itu sering kali tertimbun abu. Tiap2 kali keadaan darurat sampai kepuntjaknja, maka tampillah dari kalangan mereka itu orang2 jang menjelamatkan baik agama maupun bangsa dari keruntuhan. Dari tengah2 mereka itu dipanggillah para Hakim, jang selain pahlawan perang djuga senantiasa raksasa2 dalam iman jang utuh kepada Jahwe adanja. Tetapi pemudja2 Jahwe jang sedjati, seperti Gide’on, Jeftah dan Sjimson-pun tidak selalu tahu menark kesimpulan2 susila dari iman mereka. Sebab keruntuhan keigamaan dibarengi dengan anarki susila jang tidak kurang ketjilnja. Dalam hal inipun djaman para Hakim dalam sedjarah Israil itu merupakan “abad besi” pula. Walaupun senantiasa ada suatu djarak antara iman keigamaan dan penghajatan susilanja. Namun tidak pernahlah di Israil djarak tadi sebesar dan kurang diinsjafi seperti didjaman itu. Tambahan kedua pada kitab Hakim2, jang melukiskan kebedjatan susila Gibe’on, jang dilindungi satu suku tertentu, sungguhpun suatu keterlaluan, namun menunjdjukkan suatu gedjala bagi keseluruhannja. Para Hakim sendiri bukanlah selalu tjontoh kesusilaan, hal mana bagi kita mungkin mendjadi batu sandungan. Djika sudah demikian halnja dengan pembesar2, maka dapatlah sedikit banjak dibajangkan, bagaimana keadaannja dengan rakjat djelata. Gambaran total djaman para Hakim adalah gambaran keprimitifan, kebiadaban, keliaran dan anarki jang besar, dalam mana ikatan suku2pun hanja sangat lemah adanja. Kendati demikian, arus-bawah jang kuat dari iman akan Jahwe tetap ada dan didjaman itupun tidak sampai lenjap. Dalam saat2 berkarunia arus itu sampai kepermukaan, untuk membuat Israil ttetap jakin akan kewadjiban2 susilanja maupun atas keastuan fundamentilnja dalam Allah jang kudus, Jahwe. Dari djaman tersebut kitab Hakim2 memelihara sedjumlah petilan bgi angkatan kemudian, jakni kisah jang pandjang atau pendek sekitar keenam tokoh, jang oleh karenanja lazim disebut “Hakim2 besar”, jaitu ‘Otniel, adik Josjua’, Ehud, Barak (Debora_, Gide’on, Jeftah dan Sjimsjon. Di-tengah2nja tersisiplah tjatatan2 jang santat singkat tentang enam tokoh lainnja, “Hakim2 ketjil”, jaitu Sjamgar, Tola’ Jair, Ibsan Elon dan Abdon, hal mana sesungguhnja tidak begitu djelas, apa mereka itu menurut sedjarah termasuk dalam djaman itu. Kisah pandjang-lebar tentang Abimelek adalah kelandjutan dan sematjam timbalan terhadap kisah Gide’on. Adapun Hakim2 besar itu tidak boleh dipandang begitu sadja sebagai pahwalan2 bangsa, sebab njaris dapat dikatakan adanja suatu “bangsa”, tetapi Israil lebih merupakan suatu kumpulan suku2. Djadi, mereka itu lebih tepat dikatakan pahwalan2 suku atau marga, jang perbuatan2 kedjajaannja di-sandjung2. Lepas dari bingkai jang merangkum tokoh2 itu dalam kitab Hakim2, maka njatalah mereka itu hanja sematjam pahlawan setempat sadja. Tiba2 mereka itu tampil kedepan ditengah suku ini atau itu lawan bahaja2 jang mengantjam dari luar atau penindasan dari pihak penduduk Kena’ an. Mereka menjerukan perang pembebasan, jang kemudian mereka selesaikan dengan hasil jang gemilang. Kadang2 beberapa suku lainnja, jang menghadapi bahaja atau penindasan jang sama, menggabungkan diri dengannja. Ehud adalah pahlawan suku Binjamin; ‘Otniel melakukan tugas itu bagi beberapa marga Juda dibagian selatan negeri itu. Debora dan Barak memimpn pemberontakan suku Efraim, jang diikuti suku2 Naftali, Zebulun, Isakar, Binjamin dan Menasje, sedangkan suku2 Rubed, Gad dan Asjer tetap lepas tangan. Gide’on adalah pahlawan marga Abi’ezer dari suku Menasje, jang berhasil mengikut- sertakan suku2 Asjer, Zebulun, dan Naftali dalam perang pembebasar. Isakar mempunjai pahlawannja dalam diri Tola’, sedang Menasje dapat membaggakan Jair. Gilead (Gad) diseberang timur Jarden me-mudji2 Jeftah dan suk Dan menurunkan raksasa Sjimsjon jang terpentjil, jang meluaskan petulangan2nja sampai kewilajah Juda. Efraim mempunjai tokoh sekundernja dalam diri ‘Abdon disamping Debora dan Barak. Suku Juda sama sekali tidak diketemukan dalam kitab Hakim2, tetapi kitab Sjemuel akan mengisahkan pahlawan, jakni Dawud, jang akan mengetjilkan semua tokoh lainnja. Kisah jang pandjang atau pendek itu merupakan bagian pokok kitab tersebut (5, 6- 16, 31). Itu didahului fua pendahuluan (1, 1-2, 5; 2, 6-3, 5) dan keseluruhannja dikuntji dengan dua tambahan jang satu tentang tempat sutji suku Dan (17) dan jang lain mengisahkan keruntuhan suku Binjamin sebagai hukuman atas kedurdjanaan kota Gibe’a (19-21). Di-tengah2 terdapat pula suatu penahuluan (10) jang mendahlui kisah2 tentang Jeftah dan Sjimsjon. Tiap2 kisah hakim selandjutnja ditempatkan dalam rangka jang serupa, jang perumusannja hanja merupakan ulangan singkat dari gagasan, jang dirumuskan dengan pandjang-lebar dalam pendahuluan adjaran jang kedua (3, 7.11; 4, 12.30; 4, 1-3.23.24; 5, 51c; 6, 1-2.7-10; 10, 6- 15; 12, 7; 13, 1; 15, 200; 16, 31b). dari itu njatalah, bahwa kisah2 tersebut gunanja untuk mendjelaskan gagasan jang dirumuskan dalam pendahuluan. Dari ichtisar ini djelaslah sudah, bahwa kitab Hakim2 tersusun dari ber-bagai2 unsur, jang terang berbeda satu sama lain. Kisah itu diambil dari sumber2 jang lebih kuno dan baru diolah mendjadi suatu kesatuan oleh penjuun dan lagi seakan2 dibubuhi dennga beberapa tjatatan. Kisah2 itu diluar dan sebelum tersusunnja kitab tersebut sudah ada tersendiri. Kisah2 itu sudah beredar didalam tradisi suku masing2, dan ketika achirnja dimasukkan dalam kitab, maka kisah2 itu hampir2 tidak dioleh lebih landjut, tapi diambil begitu sadja sebagaimana adanja. Pastilah kisah2 itu sudah lama ada didalam tradisi lisan se-mata2, sebelum kemudian dituliskan. Tetapi sangat boleh djadi kisah2 itu bukan baru dalam kitab Hakim2 itu terdapat bentuk tulisannja. Hanja tentang tjatatan2 ketjil mengenai hakim2 ketjil bolehlah kiranja diterima, bahwa itu dirumuskan oleh penjusun kitab itu, tetapi toh berdasarkan tradisi2 jang samar2. Djuga pendahuluan pertama jang bertjorak historis itu, se-tidak2nja mengenai isinja, berasal dari tradisi. Tetapi haruslah diterima, bahwa kisah2 itu sendiri terdjadi tak lama semudah peristiwa2 jang dikisahkan itu sendiri an segera mendapat bentuknja jang kurang lebih tetap. Dapat djuga dikirakan, bahwa didalam tradisi lisan itu pelbagai kisah tentang orang jang sama dan tentang peristiwa jng sama ditjampuradukkan. Asal kuno kisah2 jang tidak dapat disangkal ini merupakan djaminan pula bagi nilah sedjarahnja. Kalaupun dalam tradisi itu ditambahkan beberapa unsur, -pun pula unsur2 jang lebih bertjorak fokloristis, namun intipati dan perintjian2 umum kisah itu bersesuaian dengan kenjataan. Disini kita tidak bersua dengan dongengan, legenda atau mythos, melainkan dengan peristiwa2 dari masa kono Israil. Betul, kisah2 tu terlalu fragmentaris tjoraknja, untuk dapat menggambarkan kembali djaman para hakim dengan segala hal-ihwalnja jang ketjil2 tetapi bagan2 it mempunjai dasar jang sungguh2. Pada umumnja disetudjui, bahwa kitab Hakim2 dalam bentuknja jang sekarang tidak terdjadi dan tidak tersusun sekali djadi. Kitab itu boleh dikata berkembang setjara ber-angsur2. dengan itu tidaklah dimaksudkan, bahwa kisah2 itu tadinja sudah ada sendiri2, melainkan bahwa pengumpulannja berdjalan dalam beberapa tingkatan. Tetapi dalam menentukan lebih landjut tingkatan masing2, timbullah pendapat jang ber-lain2an antara para ahli. Ada ahli, jang berpangkal pada tradisi lisan sampai kelima tingkatan. Tingatan2 itu tidak selalu redaksi jang ber-turut2, tetapi djuga kumpulan2 jang sedjadjar djalannja dan kemudian dilebur djadi suatu kesatuan. Lebih umum ialah pendapat bahwasanja tjukup dua redaksi sadja, untuk sampai kebentuknja jang sekarang. Redaksi pertapa agaknja memuat kisah2 dari 5, 12-9, 57 bersama dengan pendahuluan jang bertjorak historis, 1, 1-2, 5. redaksi kedua, jang lebih bersifat theologis, telah menambahkan jang lain2 kepada redaksi pertama itu dan memperkaja bahan2 jang sudah ada dengan keterangan2 baru. Dari pengumpul belakangan ini berasallah pendahuluan kedua (2, 6-3, 6) dan kedua tambahan (17-18; 19-21). Menurut beberapa ahli kedua tambahan itu merupakan gantinja I Sjem. 1-12, jang katanja mula2 termasuk dalam kitab Hakim2. Tetapi rupanja tiada tjukup alasan, untuk menerima hubungan dengan I Sjem itu. Selandjutnja dapat dikirakan djuga adanja imbuhan2 ketjil dikemudian hari, jang tidak dapat merubah sedikitpun pada keseluruhannja. Djuga soal, bila kitab itu mendapat bentuknja jang definitif, djawabja sangat ber-beda2. sebagaimana halnja dengna kitab Jasjua’, demikian kitab Hakim2 oleh banjak ahli di-hubung2-kan dnegan Pentateuch (kelima kitab Musa), sedangkan dewasa ini lebih banjak ahli meng-hubung2kannja dnegan kitab Ulangtutur. Soal ini sudah dibitjarakan berkenaan dengan kitab Josjua’, dan apa jang dikatakan disana dapatlah diulang disini. Lebih baiklah kiranja dilepaskan sadja dari karja2 lainnja. Untuk menanggalkan kibtab itu melalui djalan lain. Tak seorangpun menjangkal, bahwa kitab Hakim2pun didukung oleh gagasan2 keigamaan jang sama seperti Ulangtutur, tetapi hal ini tidak berarti dengan mutlaknja, bahwasanja kitab tersebut bergantung dari padanja mengenai waktu terdjadinja. Dari sebab itu lebih baiklah penentuan waktu itu didasarkan atas keterangan2 dari kitab itu sendiri. Dari 18, 30-31 agaknja dapat disimpulan, bahwa si redaktor menjusun karjanja sesudah tahun 733 atau 722, keitik keradjaan utara Israil diangkut kepembuangan oleh Asyria. Tetapi tidak sedikitlah ahli jang menganggap ajat2 tersebut sebagai imbuhan belakangan, sendangkan ahli2 lainnja mau memperbaiki teks itu, sehingga bukan penduduk negeri itu melainkan peti Jahwelah jang diangkut ketempat lain, hal mana di-hubung2kan dengan penghantjuran tempat sutji di Silo didjaman Sjemuel oleh orang2 Felesjet. Rumus jang di-ulang2 sadja dalam bagian2 terachir: “tiada radja di Israil” (17, 6; 18, 15; 19, 1; 21, 25) sebagai pendjelasan adanja kebedjatan susila, mengandaikan pengetahuan tentang keradjaan di Israil, malahan sebagai faktor tatatertib dan kesedjahteraan. Tetapi keradjaan belakangan dalam hal itu ternjatalah bukan suatu berkah, karena ketika itu terutama dikeradjaan utara tidak djaranglah keradjaan itu mendjadi sebab musababnja keruntuhan keigamaan dan susila. Redaktor terachir, jang membuat tjatatan2 itu, mestilah hidup pada awal keradjaan, jang mengachiri kekatjauan djaman para hakim. Djadi didjman Sjaul atau Dawud, sekitar th. 1050-950. bahwasanja dalam kitab itu ada ketjondongan2 anti-radja (Gibe’on, Abimelek) dapatlah diterangkan dari sumber2 jang digunakan, dan djustru pda awal keradjaan ketjondongan2 serupa itu masih lama berpengaruh. Pun kenjataan, bahwasanja kisah2 itu dilandjutkan dengan djiwa jang sama dalam kitab Sjemuel dapatlah dipandang sebagai suatu pembenaran penanggalan tersebut diatas. Bagaimanapun djua, pendapat jang hendak menanggalkan kitab itu (dalam redaksinja jang pertama) sesudah terdjadinja Ulangtutur sekitar tahun 632 atau (dalam redaksinja jang kedua) sedudah waktu pembugann tidak mempunjai alasan tjukup, untuk diterima sebgai pasti. Untuk memebrikan penanggalan kemudian, dikemukakan pula ktjaman terhadap tempat sutji di Dan, salah satu tempat sutji dikeradjaan utara, kritik mana terselip dalam pasal 17-18. Tetapi tjelaan tersebut sudah tjukup didjelaskan dnegna kenjataan, bahwa tempat sutji tersebut didirikan oleh orang2 jang sama sekali tak berwenang dan setjara se-wenang2 dan tanpa petundjuk satupun dari pihak Jahwe. Djuga didjaman kuno sekali tjara serupa itu tidak dapat dibenarkan oleh kalangan2 agama, dan kisah itu pada dirinja menerangkan keruntukhan besar dalam bidang keigamaan didjaman para hakim. Dalam seluruh kitab itu tidak terdapat petundjuk2 adanja perpisahan atanra Juda dan keradjaan-utara, tetapi Israil malahan dipandang sebagai suatu kesatuan. Dan hal ini njatalah dapat dimengerti didjaman sebelum perpisahan. Betul dapatlah diterima, bahwa belakanganpun masih ada perubahan dan imbuhan ketjil2an, karena tiada kitab satupun dari Perdjandjian Lama dipandangn sebgai sesuatu, jang tidak boleh diubah lagi. Sikap tersebut baru dari waktu djauh belakangan. Pada hakikatnja sukarlah, jah malahan tidak mungkinlah menjebut nama2 para penjusun kitab Hakim2. Dikalangan Jahudi dan djuga dikalangan Kristern lamalah Sjemuel dianggap sebagai pengarangnja dan itupun oleh beberapa ahli masih dianggap mungkin. Tetapi achirnja kesemuanja itu hanja bersandarikan perkiraan sadja dan tetap sukar dibuktikan. Maka itu lebih baiklah tidak menebut nama2 sadja. Satu2nja, jang dapat diketahui dari kitab itu sendiri. Ialah bahwasanja para penjususnnja adalah orang2 jang berkeigamaan, jang hidup dari gagasan2 jang djuga tampak dalam kitab Ulangtutur. Si atau para penjusun haruslah ditjari dikalangan Levita dan imam. Lebih dari itu tidak dapat. Gagasan-pokok keigamaan, untuk mana seluruh kitab itu telah ditulis, ialah keadilan Allah jang berbelaskasihan. Semua kisah dimaksudkan, untuk memperlihatkan dalam bentuk jang konkrit, bahwa betapapun djua tidak-setianja umat kepada Jahwe, Allah toh tidak pernah melupakan umatNja. Segala kedjadian ditudjukanNja, untuk memperingatkan umat akan kesetiaan, agar dnegna itu terdjamnlah kebahagiaan dan kesedjahteraan. Bahkan terus adanja bangsa2 kafir di Kena’an adalah suatu tanda kerelaan Jahwe. Rangka jang berulang kembali dari kitab itu ialah sbb.: Umat meninggalkan Jahwe, bukannja per-tama2 karena tingkah-laku susilanja, melainkan lebih2 karena ketidak-setiaan keigamaan, jang berupa pemudjaan serta kepertjajaan pada berhala2 negeri itu. Ketidak-setiaan ini dihukum Jahwe dengna penindasan oleh pihak musuh. Tetapi hkukman itu tidak dimaksudkan untuk menolak umat, melainkan lebih untuk menginssjafkan umat agar berbalik kepada Jahwe. Apabila umat berpaling dari berhala dan berbali k kepada Jahwe, maka Jahwe segera mengutus seorang penjelaman. Si penjelamat tidak mengambil inisiatif, melainkan dipanggil oelh Allah, untuk memenuhi tugas penjelamatan atas namaNja. Bahwasanja Jahwe jang bertindak, sangatlah djelas digambarkan oelh riwajat Gide’on, jang harus mengurangi lasjkarnja sampai djumlah jang se-ketjil2nja (7, 1-8), jang maksudnja dirumuskan dengan tegas (7, 2). Kebebasan dan kesedjahteraan berlangsung selama mat tetap setia. Apabla umat kemudian tidak setia lagi, maka proses jang sama berulang kembali. Tetapi dalam kitab Hakim2 samasekali tidak dinjatakan, bahwa ketidak-setiaan, jang ber-ulang2 itu akan memuntjak djadi penolakan definitif,sebagaimana jang dinjatakan dlam kitab Radja2. Sebaliknja; kendati ketidaktetapan umat, kepertjajaan akan Jahwe dan harapan akan kerelaannNja, adalah faktor jang tetap: kerelaan Allah adalah lebih besar daripada kedurhakaan umat. Kepertjajaan ini adalah kekuatan jang menjelamatkan dan diperorangkan dalam tokoh2 para hakim. Mereka tidak ragu2 mengikuti panggilan Jahwe, karena mereka tahu, bahwa Jahwe adalah berbelaskasihan dan selalu akan mengampuni kedjahtan umat jang bersesal dan akan melepaskannja dari penindasan .itupun jang dipudji oleh surat kepada orang2 Hibrani pada tokoh2 tersebut. (Hbr. 11, 32). Dan inilah artinja jang tetap dari sedjarah para hakim, bahwasanja kepertjajan akan Allah serta kerelaanNja mendatangkan penjelamatan dalam diri Hakim jang terbesar. Penjelamat definitif dari segala penindasan dan bahkan dari akarnja, dosa, ialah: Jesus Kristus. Tetapi sedjarah para hakim adalah djuga suatu peringatan jang tetap akan sesal dan tobat, sjarat bagi penebusan dan penjelamatan. |
(0.17880419642857) | (Hak 19:1) |
(ende) Kalau fasal 17-18(Hak 17-18) menjatakan merosotnja hidup keigamaan di Israil, maka kisah jang kedua ini menggambarkan keruntuhan tatasusila bangsa terpilih. Dengan tjaranja sendiri tjerita inipun menandaskan adjaran umum kitab Hakim2. Bila bangsa terpilih murtad dari Jahwe pasti dihukum pula; bila lalu bertobat, Jahwe berbelas-kasihan dan Ia tak pernah lupa akan umatNja. Pokok inilah jang mau dikemukakan dan si pengarang tidak memberikan pernilaian mengenai segala sesuatu jang diperbuat suku2 jang masih primitip ini. Pada umumnja seluruh kedjadian itu dinilai dengan keluhan ini: Tidak ada radja di Israil sehingga setiap orang memperbuat apa sadja (Hak 19:21-25). Dalam kisahnja nampak djuga persatuan Israil jang asasi dalam agamanja, sehingga semua suku ber-sama2 bertindak untuk menghapus kedjahatan dari tengah2 bangsa. Karenanja merekapun tidak membiarkan satu suku ditumpas sama sekali. |
(0.17880419642857) | (Yoh 2:4) |
(ende) Djawaban Jesus kepada ibuNja ini sangat kabur maksudnja, sehingga mendapat tafsiran jang berlain-lainan. Terdjemahan kami didasarkan pada tafsiran jang diandjurkan dalam tahun-tahun terachir, tetapi sudah pula terdapat dalam abad keempat. Ungkapan bagian pertama beberapa kali kita temui dalam bahasa Kitab Kudus, tiap kali dengan tjorak arti jang berbeda-beda, jaitu sebagai suatu penolakan mutlak, dalam arti "tidak setudju", atau untuk menjatakan perasaan kurang senang terhadap suatu andjuran. Bagian jang kedua dari djawaban Jesus, baik dahulu dan maupun sekarang masih diartikan sebagai suatu penolakan. Akan tetapi njata bahwa ibu Jesus tidak mengertinja sebagai suatu penolakan, seperti njata dari ajat jang berikutnja (#TB Yoh 2:5). Menurut pendapat para ahli bahasa, kalimat itu dapat djuga sebagai suatu pertanjaan, kira-kira seperti kami menterdjemahkannja. Sapaan "wanita" dalam bahasa Jahudi mengandung suatu penghormatan, tetapi tjoraknja sukar untuk diterdjemahkan dalam bahasa-bahasa lain. Kami memilih sapaan "ibu", jang sudah lazim dipakai sebagai sapaan penghormatan. |
(0.17880419642857) | (Kis 15:20) |
(ende) Dua tuntutan dari hukum Jahudi itu, jaitu tidak boleh makan daging dari kurban-kurban jang telah dipersembahkan kepada dewa-dewa dan tidak boleh "berzinah" dengan sendirinja termasuk tuntutan-tuntutan Indjil djuga. Istilah "zinah" dalam hukum Jahudi meliputi segala perbuatan jang berlawanan dengan undang-undang pernikahan dan hak serta kemurnian perkawinan. Dalam hal-hal itu adat istiadat orang kafir terlalu bebas Kedua pantangan jang lain dituntut barangkali sebab orang Jahudi terlalu djidjik akan makanan itu, sehingga dapat menimbulkan perselisihan dan perpetjahan didalam umat-umat, misalnja kalau saudara-saudara Jahudi melihat orang serani jang bukan Jahudi makan atau mengadjak makan daging atau darah itu Barangkali Jakobus djuga ingat bahwa larangan dan pantangan-pantangan itu sudah sedjak dahulu berlaku bagi orang-orang asing jang hidup ditengah-tengah orang Jahudi. Lih. Ima 17:10; 18:26; 20:2. |
(0.17880419642857) | (Gal 2:17) |
(ende) Kedua kalimat padat dan agak kabur ini dapat ditafsirkan barangkali seperti berikut: |
(0.17880419642857) | (Gal 2:19) |
(ende) Oleh karena hukum aku telah terhadap hukum". "Oleh karena hukum" dapat ditafsirkan: penjelidikan buku-buku Perdjandjian Lama telah mejakinkan Paulus, dan sebenarnja harus mejakinkan tiap-tiap orang Jahudi, bahwa nubuat-nubuat Perdjandjian Lama telah dipenuhi dalam Jesus, lagi bahwa tugas Perdjandjian Lama sudah selesai dan diganti dengan hukum Indjil. Lain tafsiran lagi, berhubung dengan kalimat "aku telah disalibkan bersama dengan Kristus", ialah: Kristus dihukum mati berdasarkan (pura-pura berdasarkan) tuntutan-tuntutan hukum taurat. Dengan itu Ia sebenarnja dikeluarkan (dikutjilkan) dari lingkungan hukum taurat, djadi lepas dari padanja. Demikian halnja Paulus dan sekalian orang Jahudi jang pertjaja akan Kristus dan dalam permandian turut mati (disalibkan) denganNja. Bdl. Rom 7:1-4. |
(0.17880419642857) | (Kol 2:9) |
(ende: Seluruh kepenuhan) Pada pokoknja artinja sama seperti dalam Kol 1:19. Hanja disini lebih ditindjau dari sudut kekuasaan Allah, menerima salah paham adjaran palsu, jakni bahwa kalangan-kalangan Malaekat mempunjai kepenuhan (kuasa) Ilahi itu. Dalam Kol 2:9 ini lebih ditindjau dalam keseluruhannja sebagai merangkum seluruh kesempurnaan Allah; atau disini chususnja lebih ditekankan segi-segi pengetahuan dan kebidjaksanaan Ilahi jang sempurna. Disini ditambah pula bahwa kepenuhan itu ada dalam Kristus "setjara bertubuh". Itu tentu berarti, bahwa Kristus sebagai manusia mendapatnja dalam "inkarnasi" dan sedjak itu tetap mempunjainja. Dan sedjak Ia dimuliakan dan duduk disebelah kanan Bapa, Ia memberi bagian dalam kepenuhan itu kepada tiap-tiap manusia jang pertjaja dan hidup dalam kesatuan hidup denganNja'. Tak mungkin bagian itu dapat ditambahi lagi dari suatu sumber diluar Kristus. Djadi tiap orang beriman dapat mempunjai seluruh kepenuhannja jaitu seluruh kesempurnaan dalam segala seginja, melulu dalam kesatuan hidup dengan Kristus. |
(0.17880419642857) | (1Yoh 5:7) |
(ende) Dalam ajat ini ditulis djuga tentang Trinitas Kudus (Tritunggal Kudus). Ini barangkali tambahan jang baru kemudian ditambahkan dan tambahan ini adalah sebagai hasil komentar pada teks-teks aslinja, menurut komentar ini Bapa disimbolkan dengan Roh, Sabda disimbolkan dengan darah dan Roh Kudus dengan air. Hingga ketiganja memberi penjaksian dalam surga. Selandjutnja surat St. Joanes ini mengarahkan perhatiannja pada pikiran bahwa Roh jang hadir dalam tiap-tiap orang serani oleh permandian adalah penjaksi tertinggi tentang Jesus, jang mendjadi objek dari iman. Disini tekanan djatuh pada sumber Roh itu, ialah Jesus jang telah dimuliakan karena kematianNja. Tekanan "Jesus tidak datang dalam air sadja", maksudnja ditudjukan pada permandian St. Joanes, sedang permandian dari Tuhan Jesus bukan dengan air sadja, tetapi dalam Roh dan darah dan air. |
(0.17880419642857) | (Kej 1:5) |
(full: JADILAH PETANG DAN JADILAH PAGI, ITULAH HARI PERTAMA.
) Nas : Kej 1:5 Sebutan ini diulang enam kali dalam pasal ini (Kej 1:5,8,13,19,23,31). Kata Ibrani untuk hari adalah _yom_. Biasanya kata ini artinya suatu hari sepanjang 24 jam (bd. Kej 7:17; Mat 17:1), atau bagian siang dari suatu hari ("hari" sebagai lawan dari "malam"). Tetapi kata ini bisa juga dipakai untuk jangka waktu yang tidak tentu (mis: "musim panen," Ams 25:13). Banyak orang percaya bahwa hari-hari penciptaan merupakan hari dalam arti 24 jam karena digambarkan sebagai terdiri atas "petang" dan "pagi" (ayat Kej 1:5; bd. Kel 20:11). Yang lain percaya bahwa "petang" dan "pagi" hanya berarti bahwa suatu petang mengakhiri tahap penciptaan tersebut dan keesokan paginya merupakan awal yang baru lagi. |
(0.17880419642857) | (Kej 17:2) |
(full: MENGADAKAN PERJANJIAN
) Nas : Kej 17:2 (versi Inggris NIV -- perjanjian-Ku). Dahulu Allah sudah mengadakan perjanjian dengan Abram untuk memberikan kepadanya negeri perjanjian (pasal Kej 15:1-21); kini Dia memperbaharui janji tersebut dengan menyatakan bahwa dari keturunan Abram akan muncul banyak bangsa dan raja (ayat Kej 17:6), bahwa Tuhan akan menjadi Allah atas keturunannya itu, dan bahwa Sarai istrinya itu, akan melahirkan seorang putra serta menjadi ibu dari berbagai bangsa dan raja (ayat Kej 17:15-16). Abram dan keturunannya akan melihat penggenapan perjanjian itu ketika mereka mengikat diri kepada Allah dan kewajiban-kewajiban perjanjian (ayat Kej 17:9-14; lihat cat. --> Kej 15:6). [atau ref. Kej 15:6] |
(0.17880419642857) | (Kej 25:31) |
(full: HAK KESULUNGAN.
) Nas : Kej 25:31 Hak kesulungan (yaitu, hak yang dimiliki oleh anak sulung) terdiri atas:
|
(0.17880419642857) | (Kej 29:28) |
(full: LABAN MEMBERIKAN KEPADANYA RAHEL, ANAKNYA ITU, MENJADI ISTERINYA.
) Nas : Kej 29:28 Pernikahan Yakub dengan dua orang bersaudara bertentangan dengan peraturan ciptaan Allah bahwa pernikahan hanya boleh terdiri dari satu orang laki-laki dan satu orang perempuan (lihat cat. --> Kej 2:24; [atau ref. Kej 2:24] bd. Kel 20:17; Ul 5:21). Kemudian, di dalam Hukum Musa, Allah secara khusus melarang bentuk pernikahan Yakub (Im 18:18). PB memandang monogami (satu istri dan satu suami) sebagai satu-satunya bentuk pernikahan yang sah (Mat 19:4-6; Mr 10:4-9). Allah mungkin membiarkan poligami dalam PL karena mereka tidak memahami sepenuhnya kehendak Allah mengenai pernikahan dan karena hati mereka keras. Berbagai dampak buruk dari poligami digambarkan dalam ayat Kej 29:30; 30:1; 35:22; 1Raj 11:1-12. |
(0.17880419642857) | (Kel 13:2) |
(full: KUDUSKANLAH BAGI-KU SEMUA ANAK SULUNG.
) Nas : Kel 13:2 Karena Allah telah menyelamatkan semua anak sulung Israel dan membebaskan orang Israel dari Mesir, kini mereka dianggap-Nya sebagai milik sendiri.
|
(0.17880419642857) | (Kel 20:8) |
(full: INGATLAH ... HARI SABAT.
) Nas : Kel 20:8 Sabat PL adalah hari ketujuh dalam setiap minggu. Menguduskan hari itu berarti memisahkannya sebagai berbeda dari hari lainnya dengan berhenti bekerja supaya dapat istirahat, melayani Allah, dan memusatkan perhatian pada hal-hal yang menyangkut keabadian, kehidupan rohani, dan kehormatan Allah (ayat Kel 20:9-11; bd. Kej 2:2-3; Yes 58:13-14).
|
(0.17880419642857) | (Im 5:5) |
(full: HARUSLAH IA MENGAKUI DOSA.
) Nas : Im 5:5 Mengakui dosa berarti mengaku kepada Allah bahwa kita telah berdosa dan bahwa pikiran, ucapan, dan tindakan kita salah. Pengakuan dituntut Allah untuk memberikan pengampunan (Hos 5:15; 1Yoh 1:9) dan harus senantiasa disertai dengan berbalik dari dosa yang diakui (Ams 28:13; Dan 9:3-19; Mr 1:5), berdoa memohon pengampunan (Mazm 38:19; 51:3) dan merendahkan diri di bawah penghakiman Allah (Neh 9:33). Lihat Luk 15:11-24 untuk contoh dari pengakuan dosa dan pengampunan yang sejati di dalam kisah anak yang hilang (bd. Kis 19:18; Yak 5:16). |
(0.17880419642857) | (Im 13:3) |
(full: MENYATAKAN ORANG ITU NAJIS.
) Nas : Im 13:3 Di sini kenajisan harus disamakan dengan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak dan kekudusan Allah. Kenajisan dapat disebabkan oleh proses menjadi orang-tua (lihat cat. --> Im 12:2 sebelumnya), [atau ref. Im 12:2] penyakit (pasal Im 13:1-14:57; dan Bil 5:2; 12:10-14) atau kematian (Bil 5:2; 31:19; 35:33). Semuanya ini menyimpang dari kesempurnaan yang dimaksudkan Allah pada saat penciptaan. Dengan kata lain, hukum-hukum yang bertalian dengan kenajisan senantiasa mengingatkan umat Israel akan dampak-dampak yang menghancurkan dari dosa. |