(0.17585760869565) | (Mrk 13:24) |
(sh: Dia datang! (Kamis, 10 April 2003)) Dia datang!Dia datang! Kedua kata ini bisa diucapkan dengan berbagai ekspresi dan intonasi. Baik dalam intonasi gemetar penuh ketakutan ataupun intonasi kegembiraan yang luar biasa. Frase yang sama, dengan intonasi yang berbeda memberitahukan pesan yang berbeda pula.
Yesus mengajarkan kedatangan Anak Manusia dalam nas ini dalam
"intonasi" yang berbeda. Jika sebelumnya dalam Injil Markus
kedatangan Sang Anak Manusia bermakna penghakiman yang
menakutkan karena diberitakan bagi mereka yang belum percaya,
bahkan menolak Yesus, kini kedatangan Sang Anak Manusia adalah
sesuatu yang menjadi pengharapan dan dinantikan oleh Kristen.
Saat itu adalah saat di mana orang-orang pilihan dikumpulkan
(ayat 27). Sekali lagi, Yesus mengajarkan kepada para murid-Nya
(dulu dan sekarang!) untuk terus berjaga-jaga (ayat
Dari sini ada sesuatu hal yang perlu dipertanyakan: adakah Kristen
sedang berjaga-jaga? Ataukah terlena? (bdk. dengan Renungkan: Kristen yang terlena adalah Kristen yang tidak mengharapkan dan tidak menduga jika seandainya Yesus Kristus datang hari ini, kini dan di sini. |
(0.17585760869565) | (Luk 1:26) |
(sh: Tidak mengerti namun percaya (Rabu, 24 Desember 2003)) Tidak mengerti namun percayaTidak mengerti namun percaya. Bangsa Yahudi hidup di bawah ketentuan tradisi atau budaya yang sangat ketat dan ekstrim. Salah satunya adalah tidak diperkenankannya hubungan seks di luar nikah, dengan alasan apa pun. Jika itu terjadi maka perempuan yang mengandung akan diusir, bahkan dibuang untuk diasingkan. Ironisnya lagi, perempuan itu dikeluarkan dari ikatan keluarga. Kenyataan ini sempat membuat Maria kuatir karena ia mengandung tanpa pernah berhubungan seks dengan tunangannya. Sekali lagi, berbeda dengan respons Zakharia. Maria dengan penuh hormat menerima kenyataan tersebut. Itu dikarenakan utusan Tuhan, malaikat Gabriel yang mengunjungi dirinya. Tujuan Gabriel adalah mempersiapkan Maria menjadi alat Allah untuk kelahiran Juruselamat, Yesus. Sebenarnya bagi Maria itu adalah kehormatan besar, karena pada masanya ada kerinduan besar bagi para perempuan di Israel untuk menjadi ibu bagi Mesias (bdk. 1:42). Allah menjatuhkan pilihan-Nya kepada perempuan Maria. Hal itu dinyatakan dengan terus terang oleh Gabriel melalui salamnya “Salam, engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau” (ayat 28). Hanya saja pemilihan itu memakai cara yang sulit dimengerti dan bahkan berpotensi menimbulkan kesalahpahaman di kalangan Yahudi yang sangat memperhatikan kesucian keluarga. Potensi itu digambarkan di Injil Matius, justru oleh sikap calon suaminya sendiri, Yusuf (Mat. 1:19). Namun, berbeda dari Zakharia yang ketidakmengertiannya itu membuahkan sikap tidak percaya, Maria justru belajar menerima hal yang sulit itu. Dikarenakan imannya kepada Tuhan ia menerima risiko kehancuran hubungannya dengan Yusuf. Lagipula, Elisabet isteri Zakharia yang juga mengalami kuasa Allah yang ajaib itu, memberikan kekuatan kepada Maria untuk menerima hal sulit itu. Renungkan: Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Maka orang-orang yang dipilih-Nya dan dipakai-Nya juga harus berani mengatakan, “Ya Tuhan ku percaya, jadilah padaku sekehendak-Mu!” |
(0.17585760869565) | (Luk 1:57) |
(sh: Mengapa bersukacita dan memuji? (Selasa, 24 Desember 2002)) Mengapa bersukacita dan memuji?
Mengapa bersukacita dan memuji? Saat untuk ini telah mendekat, ditandai dengan kelahiran anak Zakharia, Yohanes yang kemudian disebut Pembaptis. Karena itu, sumber sukacita Zakharia tidaklah hanya kelahiran anaknya, tetapi juga kedatangan Dia, yang jalan-Nya akan dipersiapkan oleh Yohanes. Kedatangan-Nya, dan karya penyelamatan yang dilakukan-Nya, sudah cukup untuk memicu pujian dan ucapan syukur dari Zakharia ini (ayat 64, 68). Bagian ini ditutup dengan catatan bagaimana Yohanes Pembaptis menjadi besar, dan tinggal di padang gurun sampai saatnya ia mulai melayani Israel. Dengan demikian, narasi Injil ini seakan-akan menahan nafas, menanti kemunculan sang Mesias, Juruselamat, yang tinggal beberapa saat lagi. Kedatangan Mesias adalah dasar lebih kuat lagi bagi sukacita sejati kita.
Renungkan: |
(0.17585760869565) | (Luk 4:22) |
(sh: Jangan anggap enteng (Minggu, 2 Januari 2000)) Jangan anggap entengJangan anggap enteng. Sikap menganggap enteng memang bukan sikap yang bijaksana. Betapa banyak orang yang akhirnya mengalami cacat fisik atau mati, karena menganggap enteng luka kecil di kaki atau tangan. Sikap ini mewarnai sikap orang-orang Nazaret dalam meresponi berita yang dibawa Yesus. Mereka kagum atas pengajaran Yesus, namun meragukannya, sehingga berakibat menjadi benci dan timbul nafsu untuk melenyapkan Yesus ketika membeberkan kebenaran dari peristiwa janda Sarfat dan Naaman. Makna kepergian Yesus adalah bahwa penghakiman sudah dijatuhkan ke atas mereka karena penolakannya terhadap Yesus. Sejak itu Yesus tidak pernah ke Nazaret lagi. Mereka menolak untuk disamakan dengan janda Sarfat yang adalah orang kafir, miskin, dan tak berpengharapan. Apalagi disamakan dengan Naaman yang kafir dan berpenyakit kusta --- dikutuk Allah. Orang Nazaret adalah bangsa pilihan Allah, hidup beribadah, berpenghidupan layak, dan tidak sedang di bawah kutukan Allah. Karena itulah mereka tidak membutuhkan Yesus dan Injil-Nya. Mereka merasa bahwa dosa mereka tidak begitu serius/ menjijikkan, sehingga perlu pertolongan dari Allah. Mereka memandang remeh dosa, sehingga meremehkan Yesus dan misi-Nya. Hal ini berakibat fatal bagi mereka. Kecenderungan menganggap remeh dosa terjadi di mana-mana juga saat ini. Salah satu bentuknya adalah memperhalus penyebutan perbuatan dosa yang menjijikkan supaya enak didengar. Misalnya, homoseksual/ lesbian disebut penyimpangan hormon, heteroseksual disebut penyimpangan seksual, kesalahan bertindak hingga menewaskan orang lain atau manipulasi uang negara disebut salah prosedur. Renungkan: Betapa berbahayanya sikap demikian, karena masyarakat makin lama akan mempunyai konsep meremehkan dosa dan tidak lagi menghiraukan akibatnya. Kalau sudah demikian mereka tidak membutuhkan Yesus. Ke mana mereka akan pergi nantinya? |
(0.17585760869565) | (Luk 14:15) |
(sh: Paradoks keselamatan dan paradoks manusia (Kamis, 30 Maret 2000)) Paradoks keselamatan dan paradoks manusiaParadoks keselamatan dan paradoks manusia. Di dalam pengajaran Kristen, keselamatan juga diistilahkan sebagai "Perjamuan Dalam Kerajaan Allah" (ayat 15-24). Orang yang diundang dalam Perjamuan itu memang patut disebut berbahagia karena mereka diundang bukan berdasarkan perbuatan baik, atau penyangkalan diri, atau pun ketaatan mereka dalam menjalankan ajaran agama. Dengan kata lain Perjamuan itu gratis. Walaupun gratis, ini tidak berarti bahwa keselamatan itu murah. Justru sebaliknya karena keselamatan itu sedemikian berharga, sehingga setiap orang yang menerimanya harus rela melepaskan/mengalami kehilangan segala sesuatu. Menerima keselamatan di dalam Yesus mungkin akan membawa konsekuensi negatif terhadap kariernya, kehidupan sosialnya, atau kehidupan keluarga, bahkan nyawanya. Setiap Kristen harus siap untuk memberikan tempat kedua setelah Kristus bagi segala sesuatu atau bahkan kehilangan yang paling berharga (ayat 25-26). Di samping itu ia pun harus siap menderita seperti Kristus dan disita segala hak dan miliknya kecuali "Anugerah di dalam Kristus" (ayat 27). Setiap orang yang mau mengikut Kristus harus menghitung-hitung dan mempersiapkan diri (ayat 25-35). Karena itulah walaupun keselamatan itu gratis namun ada kondisi yang tidak terelakkan yang harus dijalani bagi setiap pengikut-Nya. Inilah paradoks keselamatan. Yesus mengungkapkan perumpamaan yang menggambarkan bagaimana orang yang diundang ke dalam Perjamuan itu menolak untuk datang dengan berbagai alasan (ayat 15-24). Ternyata kesempatan untuk menghadiri Perjamuan itu bisa dipandang sebagai suatu kebahagiaan dan hak istimewa atau sebagai sesuatu yang tidak bernilai. Bagaimanakah kita menggambarkan mereka yang menolak undangan? Mereka adalah yang menikmati anugerah Allah berupa ladang, lembu, dan perkawinan, namun memandang Pemberi Anugerah sebagai sesuatu yang membosankan. Mereka mengakui bahwa hidup di dunia bukan segala-galanya namun mereka mencari kepuasan di dalamnya. Mereka secara sengaja menolak keselamatan itu. Itulah paradoks manusia. Renungkan: Supaya mendapatkan anugerah-Nya berupa kehidupan kekal, manusia harus segera ke luar dari paradoksnya dan masuk ke dalam paradoks keselamatan. Tidak ada pilihan lain. |
(0.17585760869565) | (Luk 16:19) |
(sh: Hati yang beku (Rabu, 10 Maret 2004)) Hati yang bekuHati yang beku. Masalah orang kaya di dalam perumpamaan ini adalah hati yang beku, sama sekali tidak peka akan kebutuhan orang di sekelilingnya. Hati beku itu hanya mungkin dimiliki oleh orang yang seluruh hidupnya dikuasai oleh diri sendiri dan kesenangannya, yaitu hidup mementingkan diri sendiri. Orang kaya ini hidup berkelimpahan (ayat 19). Sementara berpesta pora tidak sedikit pun ia peduli akan seorang pengemis yang hadir setiap hari di dekat pintu rumahnya. Pengemis yang begitu tidak memiliki apa-apa bahkan untuk makan saja menantikan remah atau sisa dari meja orang kaya tersebut. Bahkan pengemis itu dinajiskan oleh anjing-anjing yang menjilat boroknya. Yang lebih mengerikan lagi dari si orang kaya itu, adalah sebenarnya ia mengenal nama si pengemis itu, Lazarus (ayat 24). Berarti ketidakpedulian orang kaya itu bukan karena ia tidak pernah melihat atau bertemu dengan Lazarus melainkan karena ia mengeraskan hati untuk tidak mempedulikannya. Kesempatan di dunia ini ada batasnya, demikian juga dengan penderitaannya. Lazarus mati dan diangkat malaikat untuk menikmati apa yang tidak pernah dinikmatinya sebelumnya di dunia ini, yaitu kasih dan perhatian, kepedulian terhadap nasibnya. Orang kaya itu mati juga dan sekarang dalam keadaan menderita luar biasa. Sekarang orang kaya itu merasakan bagaimana penderitaan yang dialami Lazarus dahulu, bahkan saya percaya lebih lagi daripada yang dirasakan Lazarus. Sekarang orang kaya itu merasakan betapa sengsaranya tidak dipedulikan Allah! Bukan untuk sementara, tetapi untuk selamanya. Tidak ada yang dapat mencairkan kebekuan hati, kalau itu adalah pilihan yang disengaja! Tidak juga kalau mukjizat kebangkitan orang mati terjadi di depan mata (ayat 31). Camkanlah: Hanya hati yang masih mau mendengar suara Tuhan akan mampu mendengar jeritan orang lain. Jangan sampai hatimu beku! |
(0.17585760869565) | (Luk 22:24) |
(sh: Melayani (Rabu, 13 April 2011)) MelayaniJudul: Melayani Padahal jauh sebelum itu, model kepemimpinan yang melayani sudah diajarkan oleh Yesus kepada para murid-Nya (26). Hal ini terlihat dengan jelas ketika Yesus menanggapi perdebatan di antara para murid mengenai siapakah yang paling hebat di antara mereka (24). Sungguh memprihatinkan! Di tengah situasi menjelang perpisahan dengan Tuhan Yesus karena peristiwa salib yang akan terjadi, para murid justru memperdebatkan hal yang tidak pantas. Bukan hak mereka mempersoalkan siapa yang terbesar dan layak menjadi pemimpin di antara mereka.Kristus telah memberikan teladan kepada mereka dengan memposisikan diri sebagai pelayan (27). Dialah yang memiliki otoritas dan hak untuk itu (29). Dalam kehidupan pelayanan, terkadang kita tergoda untuk membandingkan diri dengan orang lain dalam masalah keberhasilan melayani. Atau kita lebih suka memilih pelayanan dengan hierarki yang tinggi agar dapat menyuruh dan bukan disuruh. Atau kita lebih mengerjakan hal-hal besar, yang bakal dikagumi orang dibandingkan mengerjakan hal-hal yang dianggap remeh. Padahal justru di situlah letak kegagalan kita, seperti yang diingatkan Yesus kepada Petrus (31). Tuhan Yesus mengingatkan para murid bahwa saat krisis menimpa mereka, adalah penting memperlengkapi diri dengan senjata rohani (36-37). Sayang sekali para murid memahaminya sebagai senjata jasmani (38). Semua itu terjadi karena mereka terjebak pada model kepemimpinan duniawi. Sebagai pengikut Kristus, mari kita mengevaluasi diri. Adakah kita menerapkan prinsip pelayanan yang meneladani Tuhan Yesus, atau terjebak pandangan modern yang mengutamakan hak dan kuasa? Kiranya kita meneladani Kristus, memimpin melalui melayani. Diskusi renungan ini di Facebook:
|
(0.17585760869565) | (Yoh 8:1) |
(sh: Upaya menjebak Yesus gagal (Rabu, 16 Januari 2002)) Upaya menjebak Yesus gagalUpaya menjebak Yesus gagal. Pemimpin-pemimpin agama tetap menolak untuk percaya kepada Yesus. Tetapi, mereka tidak punya alasan yang kuat untuk menyingkirkan Yesus. Ketika mereka menangkap basah pasangan yang berzinah, mereka segera membawa perempuannya. Tidak dapat dipastikan apakah perempuan ini sudah bersuami atau belum. Kita juga tidak diberi tahu mengapa mereka tidak membawa laki-lakinya. Tetapi, dari ayat 6, jelas sekali bahwa tujuan pemimpin-pemimpin agama bukanlah untuk menghukum pasangan yang berzinah ini, melainkan untuk menjebak Tuhan Yesus. Mengapa? Jika Yesus menolak untuk melempari perempuan ini dengan batu, maka pemimpin agama dapat menuduh Yesus menentang hukum Musa. Dengan demikian, mereka dapat membawa Yesus ke pengadilan agama Yahudi. Sebaliknya jika Yesus setuju agar perempuan ini dilempari dengan batu hingga mati, maka mereka akan membawanya ke hadapan pemerintah Romawi. Bangsa Yahudi sebagai jajahan Romawi tidak berhak menghukum mati manusia. Hak ini hanya ada pada pemerintah Romawi. Jebakan seperti ini mirip dengan yang dicatat dalam Markus 12:13-17. Bagaimana Tuhan Yesus harus menjawab mereka? Ia mengatakan perempuan ini boleh dilempari batu oleh orang-orang yang tidak berdosa (ayat 7). Tuhan Yesus tidak bermaksud bahwa hakim-hakim yang mengadili di pengadilan harus tanpa dosa. Bila prinsip ini diterapkan maka tidak ada yang dapat menjadi hakim. Tuhan Yesus mengatakan pernyataan yang keras ini karena Ia menuntut agar mereka yang hendak melempari perempuan ini dengan batu jangan pernah terlibat dalam dosa seksual. Mendengar tuntutan ini, mereka yang menuduh perempuan itu pulang meninggalkan perempuan tersebut sebagai tertuduh. Dalam narasi ini kita mendapatkan dua pelajaran penting. Pertama, semua manusia berdosa, tidak terkecuali bangsa Yahudi yang menganggap diri sebagai umat pilihan Allah. Kedua, Yesus sama sekali tidak berdosa. Ia tidak meremehkan dosa perempuan itu, melainkan Ia memberikan kesempatan kedua kepada perempuan itu. Yesus yang tanpa dosa menampakkan diri sebagai orang yang penuh rahmat dan anugerah. Renungkan: Jangan sia-siakan jika Tuhan Yesus memberikan kesempatan kedua bagi kita. Segeralah bertobat. |
(0.17585760869565) | (Yoh 11:45) |
(sh: Sidang agama merencanakan pembunuhan (Senin, 4 Maret 2002)) Sidang agama merencanakan pembunuhanSidang agama merencanakan pembunuhan. Perikop ini merupakan kelanjutan peristiwa penampakan kuasa Yesus memberi hidup dengan membangkitkan Lazarus dari kubur. Para pelayat yang menjadi saksi mata sebagian menjadi percaya kepada Yesus (ayat 45). Tetapi, ketika sebagian mereka melaporkan peristiwa itu kepada orang-orang Farisi, Sanhedrin bersidang. Sanhedrin adalah mahkamah agama tertinggi untuk orang Yahudi, terdiri dari orang Farisi dan Saduki, para imam, dan pemuka umat. Sidang perlu diadakan sebab mereka melihat bahwa situasi yang Yesus akibatkan melalui membangkitkan Lazarus sudah menjadi krisis. Yesus semakin tenar dan semakin memiliki banyak pengikut. Hal tersebut dapat mengundang bahaya bagi keamanan apabila penjajah Roma mengetahuinya. Dua kali mereka menunjukkan keprihatinan tentang “bait Allah kita” dan “bangsa kita”. Tetapi, sebenarnya yang sedang mereka pikirkan adalah status dan popularitas mereka sendiri. Di tengah persidangan itu Kayafas bicara. Ucapannya jelas sekali menunjukkan sikap ingin menyingkirkan semua hal yang mengganggu kekuasaan mereka, termasuk Yesus sekalipun (ayat 50-52). Tetapi, ucapannya itu sekaligus bernilai nubuat sebab dalam pengertian Yohanes, Kayafas telah menyampaikan hal tentang penyelamatan. Maksud Kayafas, membunuh Yesus berarti menyelamatkan orang Yahudi dari hukuman Roma bila gerakan para pengikut Yesus semakin besar dan diartikan sebagai pemberontakan. Tetapi, dalam sudut pandang Yohanes, yang Kayafas katakan menyangkut cara Allah menyelamatkan manusia melalui kematian Yesus. Untuk Yohanes, salib Yesus bukan saja penyataan Allah, tetapi juga penyelamatan dari Allah (bdk. 1:29). Ucapan Kayafas tentang keselamatan itu dalam catatan Yohanes menggunakan kata bangsa, bukan umat. “Umat” adalah kata untuk Israel sebagai umat pilihan Allah. Dengan tidak menggunakan istilah ini, Yohanes ingin menegaskan bahwa pikiran Kayafas politis saja sifatnya dan dengan itu, Israel memang telah berhenti dari kedudukan sebagai umat Allah. Melalui itu, upaya memburu dan membunuh Yesus menjadi resmi dijalankan. Renungkan: Kita perlu belajar melihat pertarungan antara kuasa Allah dan kuasa kejahatan dalam perspektif kedaulatan Allah dan kemenangan Kristus. |
(0.17585760869565) | (Yoh 18:1) |
(sh: Reaksi Yesus ketika ditangkap (Senin, 25 Maret 2002)) Reaksi Yesus ketika ditangkapReaksi Yesus ketika ditangkap. Yohanes membuat lukisan yang berbeda dari catatan Injil sinoptis tentang penangkapan Yesus. Ia tidak mencatat tentang pergumulan doa Yesus di Getsemani, tetapi menyoroti hal lain dari peristiwa penangkapan tersebut. Yohanes melukiskan bagaimana reaksi Yesus menghadapi kedatangan Yudas si pengkhianat dengan rombongan serdadu yang ingin menangkapnya, dan menghadapi kemarahan Petrus yang ingin membela-Nya. Tempat penangkapan tersebut adalah tempat yang sering Yesus kunjungi untuk memelihara persekutuan-Nya dengan Bapa dan dengan para murid-Nya. Itulah sebabnya, Yudas si pengkhianat mengetahui tempat untuk menangkap Yesus (ayat 2). Yudas tentu sering juga berada di taman itu bersama para murid Yesus lainnya. Tetapi, keberadaannya kini adalah untuk mengkhianati Yesus. Ia telah menempatkan dirinya dalam status yang lain, bukan lagi murid, tetapi sebagai pemandu para musuh Yesus untuk menangkap dan membunuh-Nya. Yesus sama sekali tidak menunjukkan keinginan menyelamatkan diri apalagi ketakutan. Sebaliknya, wibawa Ilahi- Nya tampak jelas. Ketika Ia menjawab “Akulah Dia” atas pertanyaan para prajurit, segera saat itu semua pihak musuh menyadari kewibawaan kudus dalam diri Yesus (ayat 4-6). Hampir bersamaan dengan itu, kasih Yesus kepada para murid-Nya dinyatakannya dengan meminta agar mereka diizinkan pergi oleh para serdadu tersebut (ayat 8). Petrus rupanya telah menyiapkan pedang dan menyerang seorang hamba imam. “Sarungkan pedangmu,” kata Yesus kepada Petrus. Pengkhianatan dan permusuhan tidak boleh dilawan dengan permusuhan. Kekerasan jangan dibalas dengan kekerasan. Pedang tidak dapat menyelesaikan masalah. Kekerasan tidak dapat menyelamatkan. Hanya kasih yang mampu menutup permusuhan dan mengganti angkara murka dengan penyelamatan. Kasih Allah yang ingin menyelamatkan orang-orang pilihan-Nya itu hanya dapat digenapi dengan jalan kematian Yesus. Seluruh permasalahan dosa harus diselesaikan dari akarnya, dan hanya dengan menyerahkan diri taat kepada Allahlah semua pemberontakan manusia dapat dihancurkan kuasanya. Renungkan: Jalan salib Yesus bukanlah jalan pembelaan diri, namun penaklukan diri penuh pada kehendak Allah, apa pun risikonya. |
(0.17585760869565) | (Kis 15:35) |
(sh: Aku beda, boleh kan? (Selasa, 13 Juni 2000)) Aku beda, boleh kan?Aku beda, boleh kan? Iklan ini begitu akrab di telinga kita menjelang pemilihan umum 1999 kemarin. Iklan ini menegaskan bahwa perbedaan selera, pendapat, dan pilihan itu wajar, dan memang akan selalu ada bila manusia hidup bersama dalam suatu komunitas. Namun harus diingat bahwa keberbedaan itu tidak boleh menghambat jalannya pembangunan nasional dan proses demokratisasi di negara ini. Perselisihan tajam antara Paulus dan Barnabas dalam masalah Markus harus dipandang juga sebagai kewajaran yang terjadi di antara dua individu. Namun demikian tidak bisa dikatakan bahwa Allah mentolerir/menyetujui perbedaan yang berakhir dengan pecahnya tim pelayanan mereka yang solid. Dimasukkannya peristiwa ini oleh Lukas dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan gereja memberikan manfaat yang sangat besar bagi gereja sepanjang segala abad dan tempat untuk belajar: 'berbeda secara dewasa dan bertanggungjawab'.
Sehubungan dengan kasus Markus (18), Paulus dan Barnabas bukan sekadar
salah paham namun sudah berselisih tajam, sudah sampai pada satu
titik dimana tidak mungkin dicari jalan tengah, kecuali harus
berpisah. Yang menarik untuk diamati adalah bahwa Paulus dan
Barnabas mampu melihat pokok permasalahan secara obyektif dan
melokalisir perselisihan tajam, sehingga tidak merambah ke
pribadi ataupun pelayanan mereka. Secara pribadi Paulus dan
Barnabas dan Markus tidak terlibat permasalahan pribadi. Walaupun
tidak dicatat di dalam kelanjutan Kisah Para Rasul, Paulus tetap
menghargai dan menilai baik Barnabas (1Kor. 9:6). Bahkan setelah
itu Paulus begitu memuji dan membutuhkan Markus (Kol. 4:10; Renungkan: Inilah gambaran 'berbeda yang dewasa dan bertanggung jawab'. Berbeda namun dapat tetap memperkaya pelayanan dan memberdayakan jemaat. Tumbuhkembangkanlah semangat untuk berani 'berbeda' yang dewasa dan bertanggungjawab. |
(0.17585760869565) | (Kis 17:1) |
(sh: Risiko memberitakan kebenaran (Minggu, 29 Mei 2005)) Risiko memberitakan kebenaranRisiko memberitakan kebenaran
Hal yang sama terjadi dengan Paulus ketika melayani di Tesalonika. Dengan berani Paulus memberitakan Injil kepada orang-orang Yahudi maupun orang-orang Yunani yang hadir di rumah sembahyang Yahudi. Dengan merujuk kepada Perjanjian Lama, kitab suci orang Yahudi, Paulus menjelaskan kebenaran Injil bahwa Kristus harus menderita dan mati, kemudian bangkit (ayat 3). Pemaparan kebenaran yang begitu gamblang membawa pendengar Yahudi kepada pertobatan. Banyak orang nonyahudi pun yang menjadi percaya pada Tuhan Yesus sebagai Juru selamat mereka (ayat 4). Sayang sekali, tidak semua orang Yahudi dapat menerima bahwa orang-orang kafir juga mendapatkan anugerah keselamatan yang sama dengan mereka. Oleh sebab itu, orang-orang Yahudi ini memfitnah Paulus sebagai pengacau dan pemberontak terhadap hukum Roma dengan mengembus-embuskan isu politik. Kemudian mereka menghasut penduduk Kota Tesalonika untuk melawan Paulus dan kawan-kawannya (ayat 5-7). Sikap ini membuktikan penolakan mereka terhadap kebenaran tentang Tuhan Yesus. Pada masa kini pun penolakan terhadap kebenaran masih terus berlanjut. Gereja yang setia memberitakan Injil harus selalu siap untuk ditolak, dibenci, dan bahkan dianiaya. Akan tetapi, kita tidak perlu berkecil hati karena di pihak lain akan selalu ada orang-orang yang oleh pekerjaan Roh Kudus hatinya terbuka untuk menerima kebenaran dan diselamatkan. Doakan: Bagi para pengabar Injil dan gereja-gereja yang menghadapi aniaya oleh karena pemberitaan Injil yang mereka lakukan, supaya Tuhan memberikan kekuatan sehingga mereka tidak undur. |
(0.17585760869565) | (Kis 18:1) |
(sh: Pemeliharaan Tuhan bagi Misi Injil (Rabu, 1 Juni 2005)) Pemeliharaan Tuhan bagi Misi InjilPemeliharaan Tuhan bagi Misi Injil
Allah memelihara misi pengabaran Injil yang dilakukan Paulus melalui beberapa cara. Pertama, Allah memberikan Paulus kepekaan untuk mengetahui kebutuhan orang-orang di sekelilingnya. Kepekaan Paulus juga terlihat saat ia sendiri yang menanggung biaya pelayanannya. Ia tidak membebankannya kepada orang-orang percaya yang pernah ia layani. Sungguh teladan yang luar biasa! Untuk itu, ia bekerja sebagai tukang kemah yang juga dilakukan oleh Akwila dan Priskila (ayat 2-3). Kedua, Roh Kudus menguatkan Paulus dengan visi adanya umat pilihan yang harus diselamatkan di kota Korintus. Visi ini membuat ia tidak meninggalkan kota tersebut, walaupun Injil Kristus ditentang oleh orang-orang Yahudi yang ada di Korintus (ayat 6-8,12-17). Ketiga, Allah melindungi Paulus dari ancaman para musuhnya sehingga ia dapat tinggal delapan belas bulan lamanya untuk mengajar umat dan melayani pekerjaan Tuhan (ayat 10-11). Ada dua teladan Paulus yang dapat kita ikuti. Pertama, bergantung penuh kepada pemeliharaan Tuhan untuk mencukupi kebutuhan pelayanan, bukan kepada manusia. Akibatnya, pelayanan kita tidak dikendalikan orang lain. Kedua, kita perlu belajar peka akan kebutuhan orang lain. Jangan sampai pelayanan kita dikendalikan oleh rasa suka atau tidak suka terhadap sikap atau jenis orang tertentu. Hal yang paling penting adalah senantiasa meminta pimpinan Tuhan yang jelas melalui firman dan doa untuk visi pelayanan. Kalau Tuhan sudah menetapkan pimpinan-Nya, kita boleh meyakini bahwa rintangan apa pun akan dapat kita atasi. Renungkan: Hati yang tulus untuk dipakai Tuhan, kepekaan akan kebutuhan di sekitar kita, dan ketaatan pada pimpinan Roh Kudus adalah kunci kesuksesan pelayanan kita. |
(0.17585760869565) | (Kis 25:1) |
(sh: Providensia Allah yang tak bersuara (Senin, 14 Agustus 2000)) Providensia Allah yang tak bersuaraProvidensia Allah yang tak bersuara. Menurut sejarah, Festus memiliki karakter dan kemampuan yang lebih baik dibandingkan pendahulu dan penerusnya. Ia terkenal sangat anti dengan para pengacau keamanan wilayahnya sebab dulu ia pernah menghancurleburkan tanpa ampun seorang yang mengaku sebagai mesias dan para pengikutnya. Wali negri seperti Festus membuka kembali peluang orang-orang Yahudi untuk melaksanakan hasrat jahatnya. Mereka mendapatkan sekutu. Tindakan Festus diawal pemerintahannya sangat membesarkan hati anggota Mahkamah Agama. Betapa tidak, baru tiga hari di Kaisarea, ia sudah pergi mengunjungi Yerusalem untuk bertemu dengan para tokoh masyarakat. Para pemuka agama Yahudi melihat kesempatan emas untuk membunuh Paulus di dalam sosok wali negri yang baru. Karena itu mereka segera meminta Festus untuk mengirim Paulus ke Yerusalem. Festus menolak permintaan mereka dengan suatu alasan yang masuk akal sehingga tidak menyinggung perasaan mereka (4). Bahkan Festus juga mengundang wakil dari mereka untuk pergi ke Kaisarea bersama-sama dengan dia. Ini membuktikan bahwa Festus benar-benar ingin mengambil hati mereka agar mau mendukungnya sebagai wali negri yang baru. Dalam persidangan yang dipimpin oleh Festus, orang-orang Yahudi benar-benar di atas angin bukan karena materi dakwaannya namun karena dukungan sang penguasa. Semua tuduhan mereka tidak terbukti karena sebagai Kristen Paulus tidak pernah melanggar hukum Taurat maupun perintah Kaisar (7-8). Menurut undang-undang Roma, Paulus harus dibebaskan. Namun Festus bermaksud menyenangkan orang-orang Yahudi dengan mengirim Paulus ke Yerusalem untuk diadili. Dengan kecerdikan dan pemahaman tentang undang-undang Romawi, Paulus berhasil mematahkan kekuatan aliansi Festus dengan orang-orang Yahudi. Sehingga Festus tidak ada pilihan lain kecuali mengirim Paulus ke Roma. Renungkan: Melalui peristiwa ini, providensia Allah yang tidak bersuara terungkap sebab rencana Allah bahwa Paulus akan ke Roma untuk memberitakan Injil hampir terealisasi (22:11). Meski providensia Allah begitu berkuasa dan berdaulat atas keputusan individu-individu, Paulus tetap dituntut untuk mewujudnyatakan iman, keberanian, integritas, dan kecerdikannya. |
(0.17585760869565) | (1Kor 7:25) |
(sh: Menjaga keseimbangan (Sabtu, 13 September 2003)) Menjaga keseimbanganMenjaga keseimbangan. Masalah percabulan adalah masalah yang harus disikapi dengan serius pula. Karenanya Paulus begitu keras menegur jemaat yang terlibat dalam masalah ini. Pada perikop ini Paulus kembali menyoroti masalah tersebut, hanya saja saat ini lebih diarahkan kepada tanggung jawab sebagai umat pilihan Allah. Paulus menyoroti empat hal: [1] jika seorang pria memilih untuk tidak terikat perkawinan dengan gadisnya, ia harus memusatkan perhatian pada Tuhan (ayat 32); [2] jika seorang pria memilih untuk terikat dalam lembaga perkawinan, ia harus menyenangkan isterinya (ayat 33); [3] bagi gadis yang tidak menikah, sebaiknya mereka memusatkan perhatian kepada perkara Tuhan supaya tubuh dan jiwa mereka tetap kudus (ayat 34a); [4] bagi yang ingin terikat dalam perkawinan mereka harus dapat menyenangkan suaminya (ayat 34b). Dalam kondisi yang dikatakan darurat ini, Paulus terus berusaha mengimbau agar jemaat tetap menjalankan tanggung jawab yang Tuhan percayakan, karena mereka tidak tahu apa yang akan terjadi. Imbauan Paulus di ayat 29 dan 30 ini sebenarnya paradoks: orang- orang yang beristeri harus berlaku seolah-olah mereka tidak beristeri; orang-orang yang menangis, seolah-olah tidak menangis, dst. Sebenarnya Paulus sedang tidak membingungkan kita, karena ayat-ayat ini diucapkan agar jemaat Korintus selalu mengingat bahwa tugas utama mereka adalah melayani Tuhan atau memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan. Kita melihat dua pelajaran penting: [1] orang percaya dituntut untuk memikirkan pelayanan secara serius, bukan hanya kepentingan pribadi saja; [2] mereka yang serius dalam pelayanan harus juga perlu memperhatikan keseimbangan antara pelayanan dan keluarga, sehingga tanggung jawabnya dapat terlaksana dengan baik. Renungkan: Tiap kita mempunyai kebutuhan dan pergumulan pribadi yang berbeda-beda. Bagaimana kita menjaga keseimbangan antara keduanya? |
(0.17585760869565) | (Ef 1:1) |
(sh: Bagaimana bentuk relasi rasul-jemaat? (Kamis, 3 Oktober 2002)) Bagaimana bentuk relasi rasul-jemaat?Bagaimana bentuk relasi rasul-jemaat? Paulus adalah rasul terhadap jemaat Efesus. Lebih dari itu, Paulus menjadi rarul bukan karena diutus oleh jemaat, bukan karena sukarela menawarkan diri untuk pelayanan, melainkan karena kehendak Allah (ayat 1). Kerasulannya menjadi dasar isi surat dan sekaligus menyatakan sifat resmi surat yang ditulisnya. Hubungan Paulus dengan jemaat didasarkan pada relasi formal yakni rasul dan jemaat. Sementara itu jemaat yang menerima surat dilukiskan Paulus sebagai kudus dan percaya. Kudus karena menjadi milik Allah melalui iman pada Yesus. Jemaat Efesus juga dinyatakan sebagai percaya karena memiliki relasi dengan Yesus. Jemaat Efesus telah mendasarkan hidupnya pada Yesus. Dua ciri utama jemaat adalah kudus dan percaya. Paulus adalah rasul, sedang jemaat adalah kudus dan percaya. Ini dua keadaan dan status yang berbeda. Bagaimana relasi keduanya? Paulus menjelaskan bahwa keduanya terkait karena memiliki dasar yang sama yakni Yesus Kristus. Yesus mempersatukan Paulus dan jemaat Efesus. Paulus dan jemaat masing-masing memiliki dasar yang sama. Paulus adalah rasul Yesus Kristus, sementara jemaat Efesus adalah jemaat Yesus Kristus. Juka Kristus menjadi dasar relasi manusia, maka setiap perbedaan merupakan berkat. Tanpa Kristus setiap perbedaan status, gender, ras, atau etnis dapat menjadi sumber konflik. Di samping itu ada factor lain penghubung Pauus dan jemaat yakni Allah yang dikenal sebagai Bapa. Allah adalah Bapa oleh karena Yesus Kristus. Bapa adalah sumber anugerah dan damai baik kepada Paulus maupun jemaat Efesus. Anugerah adalah inisiatif perbuatan Allah untuk menciptakan damai. Sementara damai adalah bentuk perbuatan Allah yakni menciptakan damai antarmanusia dan manusia dengan Allah. Kebenaran ini tidak saja menghubungkan Paulus dengan jemaat Efesus, tetapi juga dengan kita kini. Oleh karena Yesus Kristus dan pilihan Bapa atau Paulus, maka kini kita mengakui otoritas surat ini. Renungkan: Sebagai apakah kita ingin dikenal oleh orang lain? Bagaimana sehari-hari kita mempersepsikan diri kepada orang lain? Apakah kita sudah menjadikan Kristus sebagai dasar relasi dengan orang lain? |
(0.17585760869565) | (Ef 1:1) |
(sh: Keselamatan ajaib (Jumat, 31 Oktober 2003)) Keselamatan ajaibKeselamatan ajaib. Ajaibnya keselamatan dari Tuhan, akan kita sadari apabila kita membandingkan keadaan kita di luar Kristus dengan berkat-berkat rohani yang kita dapat dalam keselamatan (ayat 3). Juga apabila kita merenungkan bahwa untuk mewujudkan keselamatan itu, Allah Bapa (ayat 3-6), Putra (ayat 7-12), Roh Kudus (ayat 13-14) mengerjakan karya-karya yang indah, serasi dalam kerjasama demi kita ciptaan-Nya yang telah berontak berdosa terhadap-Nya. Kota Efesus, lazimnya kota besar, pastilah dipenuhi dengan berbagai gaya hidup yang salah. Namun, di kota itu kini keselamatan telah mewujud. Orang percaya yang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dalam kehidupan mereka mengalami keselamatan ajaib. Mereka bukan lagi orang yang hidup sia-sia dalam kecemaran dosa. Mereka diubah Tuhan menjadi orang-orang kudus (ayat 1). Sejak itu, berkat rohani seperti kasih karunia dan damai sejahtera (ayat 2), serta seluruh kepenuhan arti keselamatan (ayat 3) menjadi pengalaman riil mereka. Itulah keajaiban keselamatan yang Tuhan kerjakan dari waktu ke waktu, termasuk yang kini Anda terima dan alami. Bagian ini berbicara tentang sumber keselamatan dan maksud keselamatan. Bapa telah memilih kita (ayat 4), menetapkan kita menjadi anak-anak-Nya (ayat 5). Rencana itu terwujud karena Putra-Nya, Yesus Kristus melakukan karya penyelamatan bagi kita. Itu akan kita renungkan besok. Ajaran tentang rencana keselamatan dan pilihan kekal Allah Bapa ini membuat keselamatan bertumpu pada sesuatu yang pasti dan bukan pada kondisi atau pengalaman kita. Maksud keselamatan adalah agar kita hidup memuliakan Allah. Menerima anugerah Allah yang ajaib ini pasti mendorong kita menaikkan pujian syukur dan menjadikan kehidupan kita suatu kepujian yang serasi dengan kemuliaan dan anugerah-Nya itu. Renungkan: Keajaiban rencana keselamatan Allah dan kurban penyelamatan yang ditanggung-Nya bagi kita, menolong kita agar dapat menghayati keselamatan, mensyukurinya, dan hidup kudus. |
(0.17585760869565) | (Ef 1:7) |
(sh: Hak dan tanggung jawab anak-anak Allah (Sabtu, 1 November 2003)) Hak dan tanggung jawab anak-anak AllahHak dan tanggung jawab anak-anak Allah. Diangkatnya kita menjadi anak-anak Allah adalah dampak dari keputusan Allah memilih kita. Sebagai anak, ada hak yang harus kita terima dan ada kewajiban yang harus kita jalankan. Pernyataan Paulus ini, merupakan adaptasi dari hukum Romawi saat itu yang menetapkan bahwa anak yang diadopsi juga harus memiliki dan menikmati hak yang sama dengan anak kandung.Pertanyaan buat kita adalah siapa saja anak-anak Allah itu? Paulus menegaskan bahwa anak-anak Allah tidak hanya terdiri dari etnis Yahudi saja, tetapi juga etnis non Yahudi. Hal ini jelas melalui kata “kami” (ayat 11,12), dan kata “kamu juga” (ayat 13). Kedua etnis ini sekarang tidak hanya memiliki dasar yang sama yaitu Yesus Kristus (ayat 11,13), tetapi juga sama-sama berada dalam Kristus, memiliki warisan yang sama dan dimeteraikan dengan Roh Kudus sebagai tanda bahwa mereka adalah sah milik Kristus (ayat 13-14). Kita adalah orang-orang Kristen yang juga anak-anak pilihan Allah di dalam Kristus. Kita sudah mengalami penebusan,pengampunan dosa oleh pengurbanan Kristus. Langkah selanjutnya yang harus kita lakukan, sebagai tanggung jawab kita adalah: Pertama, hidup kudus dan tanpa cela. Dalam hal ini kita bertanggung jawab untuk meninggalkan perilaku cemar kita dan memasuki proses penyucian yang dilakukan oleh Roh Kudus. Kedua, bergandengan tangan dengan seluruh umat percaya membawa kasih Kristus yang telah kita terima dan alami kepada orang yang belum mengenal-Nya agar mereka pun dapat dipersatukan dalam karya penebusan-Nya. Renungkan: Pancarkan kemuliaan Tuhan yang telah memilih dan memiliki kita secara utuh dan penuh melalui sikap hidup kita, sehingga dunia dapat melihat tanda bahwa kita adalah sah milik Allah. |
(0.17585760869565) | (2Tim 2:8) |
(sh: Pusat berita Injil adalah Yesus Kristus (Selasa, 27 Agustus 2002)) Pusat berita Injil adalah Yesus KristusPusat berita Injil adalah Yesus Kristus. Pada perikop ini nampaknya Paulus telah mewaspadai satu hal penting, yaitu Kristus, sang Berita Injil itu dilupakan! Hal ini dipaparkan Paulus pada ayat 8, "Ingatlah ini: Yesus Kristus yang telah …." Paulus mengingatkan Timotius bahwa pusat pemberitaannya dalam pelayanan meneruskan tongkat estafet berita Injil adalah Kristus. Dia yang telah berinkarnasi, mati, dan bangkit untuk orang percaya harus terus didengungkan karya dan keberadaan-Nya kepada semua orang. Memang untuk semua ini ada konsekuensi atau harga yang harus dibayar, yaitu rela berkorban dan rela menderita. Paulus mencontohkan pengalaman hidupnya yang mengalami penderitaan karena terus menjadikan Kristus pusat pelayanan dan pemberitaannya (ayat 9-10). Tetapi, semua penderitaan itu tidak mampu menghalangi semangat Paulus memberitakan Injil karena dia percaya bahwa Kristus mendampinginya (bdk. 4:16-17). Justru dalam penderitaan tersebut ia tidak hanya semakin menyadari arti dipilih sebagai umat pilihan, tetapi juga arti bersatu bersama Kristus. Paulus meyakini satu hal: yaitu bahwa orang-orang yang menjadi sasaran berita Injil itu diselamatkan oleh Kristus. Suatu keyakinan yang luar biasa, yang seharusnya juga dapat menjadi keyakinan semua orang percaya. Banyak Kristen masa kini, termasuk para hamba Tuhan, tidak memiliki keyakinan seperti yang Paulus miliki. Pertama, mereka memberitakan tentang Kristus, tetapi sikap hidup dan kepribadiannya tidak mencerminkan kehadiran Kristus. Kedua, merasa memiliki kemampuan berkhotbah dan mengumpulkan massa sehingga akhirnya pemberitaan Injil tidak lagi berpusat pada Kristus, tetapi berpusat pada diri sendiri. Kesombongan dan kebanggaan diri menutup rapat-rapat untuk Kristus dinyatakan. Ketiga, mengklaim diri orang percaya, tetapi tidak memiliki keberanian untuk meneruskan tongkat estafet berita Injil karena takut mengalami penderitaan. Kristus yang telah berinkarnasi, mati, dan bangkit bagi umat-Nya itu telah dilupakan. Renungkan: Jika keadaan ini yang terjadi jangan mengklaim diri sebagai pemegang tongkat estafet berita Injil! |
(0.17585760869565) | (Ibr 4:1) |
(sh: Syarat masuk perhentian kekal (Selasa, 25 Oktober 2005)) Syarat masuk perhentian kekalSyarat masuk perhentian kekal Sejarah Israel memberitahukan ada banyak orang yang tidak boleh masuk Tanah Perjanjian. Mereka gagal karena tidak percaya kepada Allah yang telah terbukti mencurahkan kasih karunia-Nya. Kekerasan hati mereka yang terus-menerus menolak Tuhan menyebabkan mereka binasa di padang gurun. Penulis Ibrani mengingatkan para pembacanya yang sedang dicobai imannya untuk meninggalkan Tuhan, agar mereka tetap bertahan supaya jangan akhirnya ditolak oleh Tuhan. Tanah Perjanjian bukanlah perhentian terakhir bagi umat Tuhan (ayat 8). Penulis Ibrani memakainya sebagai lambang bagi perhentian kekal bagi semua umat manusia. Menurut penulis Ibrani, yang paling penting adalah berhasil masuk dalam perhentian kekal yang disediakan Allah bagi umat-Nya setelah menjalani hidup dalam dunia ini (ayat 9-11). Menurutnya, hari ketujuh sesudah rangkaian hari Allah menciptakan dunia menekankan hal tersebut (ayat 4). Dunia yang diciptakan selama enam hari melambangkan kehidupan di dalam dunia yang sementara ini. Oleh karenanya, hidup di dunia milik Allah ini harus dilakukan dengan iman dan ketaatan kepada-Nya. Ketidaktaatan akan rencana Tuhan akan membawa umat-Nya kepada kebinasaan yang lebih mengerikan dibandingkan kegagalan masuk Tanah Perjanjian. Firman Allah tidak saja berisi undangan yang lembut, tetapi juga bisa menjadi senjata yang mematikan (ayat 12-13). Karena itu, penulis Ibrani mendesak pembacanya untuk berespons benar terhadap undangan Injil dari Roh Allah (ayat 7). Ini berarti setiap orang, termasuk mereka yang mengaku diri Kristen perlu memeriksa adanya kesejatian respons terhadap Injil. Kita perlu menyadari bahwa menunda-nunda keputusan untuk mengikut Yesus, atau mengurangi ketaatan kepada Yesus bisa berarti menutup kesempatan untuk beroleh hidup dari Dia. Camkan: Orang yang menegarkan hatinya untuk menolak Kristus membuktikan dirinya memang bukan orang pilihan! |