Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 3421 - 3440 dari 6683 ayat untuk akan [Pencarian Tepat] (0.009 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.20301352962963) (Mat 14:13) (sh: Hati yang peduli (Jumat, 8 Februari 2013))
Hati yang peduli

Judul: Hati yang peduli
Di tengah-tengah dunia yang individualistik, orang Kristen dipanggil untuk menyatakan kepedulian, meneladani Yesus. Sebenarnya Yesus dan murid-murid ingin menenangkan diri di tempat yang sunyi. Namun, melihat antusias orang banyak, Yesus menunjukkan belas kasihan-Nya dan menyembuhkan mereka yang sakit (5, 34-36).

Yesus juga peduli terhadap kebutuhan jasmani orang banyak. Ia mendorong para murid untuk peduli dan bertindak. Saat para murid menganggap diri tidak mungkin melakukan sesuatu yang signifikan dengan sumber daya yang sangat sedikit (17), Yesus membuatnya menjadi mungkin. Mereka belajar menyerahkan yang sedikit itu ke dalam tangan Yesus yang berkuasa. Dia akan memberkati yang sedikit untuk kelimpahan bagi orang banyak. Para murid yang melayani pun mendapat bagian (20).

Yesus bisa memiliki hati peduli karena Ia hidup dekat dengan Bapa (23) dan mengerti tujuan misi-Nya. Ia bukan hanya peduli terhadap orang banyak, tetapi juga murid-murid-Nya yang sedang mengalami kesulitan karena angin badai dan gelombang. Ia menghampiri mereka dengan berjalan di atas air agar mereka tahu bahwa Ia juga berkuasa atas alam, sehingga mereka tidak perlu takut. Ia juga mengajar mereka untuk fokus kepada Dia, melalui mengizinkan Petrus ikut berjalan di atas air. Dengan fokus kepada-Nya mereka akan sanggup mengatasi gelombang kehidupan. Mereka akhirnya mengakui bahwa Dia sungguh-sungguh Anak Allah (33).

Mari kita belajar meneladani Tuhan Yesus agar selalu peduli terhadap kebutuhan sesama kita. Bila kita merasa potensi dan kekuatan kita tidak seberapa untuk melakukannya, mari kita datang dan serahkan semua itu kepada Tuhan Yesus, maka Ia sanggup melipatgandakan dan memakai kita menjadi saluran berkat. Terlebih lagi, bila kita sendiri mengalami berbagai kesulitan, masalah, dan gelombang kehidupan, janganlah takut, tetapi serahkanlah kepada Tuhan Yesus, maka Ia yang berkuasa atas sakit penyakit dan alam akan menolong dan memberi jalan keluar kepada kita.

Diskusi renungan ini di Facebook:
http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2013/02/08/

(0.20301352962963) (Mat 16:1) (sh: Buta karena ketidakpercayaan (Kamis, 10 Februari 2005))
Buta karena ketidakpercayaan

Buta karena ketidakpercayaan. Orang yang tidak percaya karena tidak mengerti bisa ditolong dengan membuat mereka mengerti. Akan tetapi, kalau ketidakpercayaan itu disebabkan oleh ketidakmauan untuk menerima kebenaran, tidak ada yang bisa menolong. Hal itu sama dengan sengaja membutakan diri.

Orang Farisi dan Saduki sangat berbeda dalam pandangan teologi dan politik mereka (lihat artikel di hal. 39,40). Hanya dalam satu hal mereka sama, yaitu tidak percaya Tuhan Yesus. Sebenarnya mereka sudah mengikuti Tuhan Yesus sejak lama dan melihat tanda-tanda ajaib yang dilakukan-Nya. Di depan mereka terpampang bukti-bukti ke-Mesiasan-Nya. Sayang, mereka membutakan mata supaya tidak perlu percaya dan menerima Dia. Jadi, permintaan mereka kepada Tuhan Yesus akan tanda bukanlah permintaan tulus. Kalaupun tanda diberikan, mereka tetap tidak akan percaya. Oleh sebab itu, Tuhan Yesus menjawab dengan keras. Mereka tahu membaca tanda-tanda alam, tetapi buta terhadap tanda-tanda zaman. Tuhan menyebut mereka angkatan yang jahat dan tidak setia. Maksudnya adalah mereka sengaja menolak percaya walaupun tanda-tanda untuk itu sangat jelas. Tuhan Yesus berkata bahwa mereka hanya akan mendapatkan satu tanda, yaitu tanda Yunus!

Itu sebabnya juga, Tuhan Yesus mengingatkan para murid-Nya supaya waspada kepada pengajaran orang Farisi dan Saduki (ayat 12). Walaupun mereka pengajar-pengajar agama Yahudi, kebenaran tidak ada pada mereka karena mereka menolak percaya kepada Sumber Kebenaran.

Masa kini, orang lebih suka memilih hal-hal yang menyenangkan hati, bukan kebenaran yang menyelamatkan dan mengubah hidup. Berpegang pada kebenaran tidak saja membuat kita menolak kompromi, tetapi juga berani menegor kekerasan hati sesama kita.

Renungkan: Kita perlu memupuk kasih kita kepada Tuhan dan firman-Nya agar kehidupan kita jernih memancarkan kemuliaan Tuhan.

(0.20301352962963) (Mat 21:23) (sh: Motivasi di balik pertanyaan (Jumat, 25 Februari 2005))
Motivasi di balik pertanyaan

Motivasi di balik pertanyaan. Orang yang mencari kebenaran tentu akan banyak bertanya. Ia akan mencari jawab yang boleh memuaskan pikirannya, hatinya, dan akhirnya memutuskan untuk menerima atau menolak kebenaran itu.

Pertanyaan para imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi tentang asal muasal kuasa Tuhan Yesus adalah pertanyaan masuk di akal. Tuhan Yesus tidak langsung menjawab pertanyaan mereka karena Ia mau menguji ketulusan mereka, apakah mereka bertanya karena mau percaya atau sedang mencari jalan menjebak Dia. Maka Ia balik bertanya.

Pertanyaan Tuhan Yesus kepada para pemimpin Yahudi ini (ayat 25a) ternyata tidak bisa mereka jawab. Lebih tepatnya mereka tidak mau menjawab. Mereka menghadapi dilema. Di satu sisi orang banyak mengagungkan Yohanes Pembaptis sebagai nabi (ayat 26). Kalau mereka menjawab baptisan Yohanes bukan dari surga, orang banyak akan kecewa dan meninggalkan mereka. Sebaliknya, kalau mereka mengakui baptisan Yohanes berasal dari surga maka jawaban itu menuding balik kepada mereka (ayat 25b). Kemunafikan mereka akan terbongkar. Jadi, mereka lebih baik menjawab, "Kami tidak tahu." (ayat 27a)

Sikap para pemimpin agama ini begitu munafik! Mereka mendengar, melihat, dan menyaksikan kebenaran di depan mereka. Namun, mereka menolak untuk memercayai-Nya. Mereka lebih memikirkan keselamatan status mereka daripada keselamatan rohani, yaitu dibenarkan oleh Tuhan Yesus.

Hari ini banyak orang yang hanya mencari selamat sendiri, bukan mencari kebenaran. Mereka tidak bersedia menanggung konsekuensi percaya dan menerima kebenaran karena hal itu bisa berarti kehilangan popularitas, karir, dan kenyamanan hidup. Terhadap orang-orang yang demikian, jawaban Tuhan Yesus kepada para pemimpin agama di atas memang sepantasnya: "Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu"(ayat 27b).

Renungkan: Bila kita tidak sungguh-sungguh percaya, maka ketidakpercayaan itu sudah menghakimi kita!

(0.20301352962963) (Mat 21:28) (sh: Kesadaran rohani (Senin, 4 Maret 2013))
Kesadaran rohani

Judul: Kesadaran rohani
John Newton menyadari bahwa di sepanjang hidupnya ia menerima banyak anugerah Allah. Pada usia 80 tahun, John menjadi pikun. Namun ia berkata, "Tetapi ada dua hal yang saya tidak bisa lupa, bahwa saya adalah pendosa besar, dan bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat yang Besar."

Dari dua perumpamaan, kita akan belajar tentang dua kesadaran rohani yang harus dimiliki saat berhadapan dengan kebesaran anugerah Allah. Pertama, kesadaran bahwa kita dahulu adalah orang-orang yang pernah melawan Tuhan, tetapi kemudian sadar dan menyesali dosa-dosa kita. Sikap pemimpin Yahudi seperti anak sulung yang ketika diperintahkan oleh sang bapak bersikap seolah-olah menaati kehendak bapaknya, tetapi tidak melakukan. Meskipun anak sulung terlihat sopan dan hormat di luar, di dalam hatinya dia tidak hormat. Di sisi lain, Yesus menggambarkan sikap orang-orang berdosa sebagai anak bungsu (32). Ia terlihat kasar, tetapi dia jujur walaupun salah dan akhirnya menyesal/ bertobat. Yesus memperingatkan kita jangan sampai di luar kita terlihat taat melakukan apa yang Tuhan perintahkan, tetapi hati kita jauh dari Tuhan.

Kedua, kesadaran akan betapa berdosanya kita dan betapa tidak terpahaminya kasih Allah kepada kita manusia yang berdosa. Yesus menegur kejahatan yang dilakukan umat Israel dan para pemimpin agama dengan mengambil gambaran tentang penggarap kebun anggur. Para penggarap kebun itu menyiksa dan membunuh hamba-hamba dari pemilik kebun, gambaran dari orang-orang Yahudi yang membunuh nabi-nabi.Mereka juga membunuh anak pemilik kebun, gambaran dari orang-orang Yahudi yang membunuh Yesus (37-38).Yesus sebenarnya sedang mengungkapkan kenyataan yang sepertinya tidak masuk akal, tetapi benar. Yesus sendiri adalah Anak Allah yang dikirim ke dalam dunia yang jahat, tetapi Ia mati disalib oleh karena kejahatan mereka.

Kesadaran rohani akan betapa berdosanya kita dulu dan betapa besarnya anugerah Allah kepada kita, akan memampukan kita hidup di dalam kerendahan hati dan ucapan syukur.

Diskusi renungan ini di Facebook:
http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2013/03/04/

(0.20301352962963) (Mat 22:15) (sh: Dua kewarganegaraan, dua kewajiban, satu hati (Sabtu, 3 Maret 2001))
Dua kewarganegaraan, dua kewajiban, satu hati

Dua kewarganegaraan, dua kewajiban, satu hati. Kristen di Indonesia memiliki dua kewarganegaraan: Indonesia dan Sorga, dua kewajiban: terhadap pemerintah RI dan Tuhan, tetapi keduanya ini harus diwujudnyatakan dalam kebulatan dan keutuhan hati, karena keduanya memang satu keutuhan pengabdian.

Inilah yang dipertegas oleh Yesus ketika menanggapi pertanyaan yang menjerat dari orang-orang Farisi yang mendapatkan dukungan dari orang-orang Herodian, yakni anggota-anggota suatu partai Yahudi yang menghendaki keturunan Herodes Agung yang memerintah atas mereka dan bukan gubernur Romawi. Mereka memperkirakan Yesus akan menjawab dengan 'ya' atau 'tidak' terhadap pertanyaan mereka (17). Yesus tahu maksud pertanyaan ini dan apa risikonya bila menjawab dengan salah satu di antara jawaban di atas. Jawaban 'ya' akan menimbulkan kemarahan mereka karena mengalami penderitaan di bawah jajahan Romawi, sedangkan jawaban 'tidak' akan memancing kemarahan pemerintah Romawi. Yesus menegur keras kejahatan dan kemunafikan hati mereka, serta dengan bijaksana menjawab pertanyaan mereka (18-21). Jawaban Yesus telah menggagalkan niat hati mereka yang jahat dan menelanjangi kemunafikan mereka (22).

Pelajaran yang kita dapatkan dari perikop ini adalah pengajaran Yesus tentang keberadaan Kristen yang seharusnya dapat menempatkan diri sebagai warganegara Indonesia dan Sorga dalam proporsi yang tepat dan benar. Benarkah sebagai warganegara Indonesia kita melakukan kewajiban sebagai bentuk pengabdian kita kepada bangsa dan negara, sehingga peran sekecil apa pun yang mampu kita lakukan telah menjadi pemikiran, sikap, sumbangsih, dan peran konkrit kita di tengah masyarakat? Apakah kita melakukan semuanya ini juga dalam rangka pengabdian kita kepada Allah, yang semata- mata tidak terkurung hanya dalam wadah keagamaan?

Renungkan: Peran ganda Kristen dalam dunia memberikan ruang lingkup yang luas untuk menyatakan perannya, baik sebagai warganegara yang memberikan sumbangsih nyata bagi bangsa dan negara maupun sebagai warga jemaat yang memiliki citra Kristen. Firman-Nya akan menuntun kita sebagai warganegara Indonesia dan Sorga dalam proporsi yang tepat dan benar.

(0.20301352962963) (Mat 22:41) (sh: Pemahaman sempit meniadakan pengharapan pasti (Selasa, 6 Maret 2001))
Pemahaman sempit meniadakan pengharapan pasti

Pemahaman sempit meniadakan pengharapan pasti. Berulang-kali orang-orang Farisi berusaha mencobai Yesus, namun di luar perhitungan mereka ternyata Yesus tidak pernah terjerat oleh tipu muslihat mereka.

Pada kesempatan ini, bukan lagi mereka yang bertanya kepada Yesus tetapi Yesus yang menanyai mereka: bagaimana pemahaman mereka tentang Mesias (42a). Mereka tahu dengan pasti bahwa Mesias yang dinantikan adalah keturunan Daud, seperti yang mereka baca dalam nubuatan nabi-nabi. Mereka memahami secara hurufiah makna nubuatan ini maka penantian mereka pun adalah melihat kepada garis keturunan Daud. Berdasarkan pemahaman inilah maka dengan lantang mereka menjawab pertanyaan Yesus (42b). Pemahaman sepotong ini telah membawa mereka kepada penantian yang sia-sia, karena mereka melupakan bagian Kitab Suci lain seperti yang dikutip oleh Yesus, dimana Daud menyatakan tentang Mesias (43- 44). Ketika mereka mendengar penjelasan Yesus yang berpijak pula dari kebenaran firman Tuhan, maka mereka menjadi mati kutu, tak kuasa lagi mempertahankan argumentasi mereka tentang Mesias anak Daud. Akhir bacaan kita mencatat bahwa sejak saat itu mereka tidak lagi berani menjebak Yesus dengan pertanyaan tipu muslihat mereka, karena mereka benar-benar mati kutu (44).

Betapa mengherankan, orang-orang Farisi yang menguasai Kitab Suci ternyata tidak mampu menjawab dengan tepat dan benar. Hal ini dikarenakan pemahaman yang sempit dan sepenggal-sepenggal akan firman Tuhan, sehingga mereka hanya terpaku pada apa yang tertera dan tertulis, dan bukan kepada kebenaran yang diungkapkan secara utuh dan berkesinambungan. Kita menyadari betapa berbahayanya pemahaman demikian, karena akan membawa kita kepada pengharapan yang sia-sia. Apabila kita salah memahami firman Tuhan maka akan berakibat: pengenalan yang sempit akan Yesus Kristus, kehidupan rohani yang dangkal, dan pengharapan yang tidak pernah berujung kenyataan. Betapa sia-sianya hidup iman kita!

Renungkan: Jangan mudah puas dengan pemahaman Anda saat ini, teruslah belajar menggali dan memahami firman Tuhan dengan benar dan utuh, sehingga Anda memiliki pemahaman yang benar dan pengharapan yang pasti.

(0.20301352962963) (Mat 25:1) (sh: Pola hidup siaga (Sabtu, 12 Maret 2005))
Pola hidup siaga

Pola hidup siaga
Kebiasaan buruk "baru bertindak" jika keadaan sudah menjadi genting sudah makin membudaya. Undang-Undang Antiteroris dibentuk setelah peristiwa bom Bali. Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk setelah negara dirugikan triliunan rupiah, dlsb. Kebiasaan ini membuat orang terlena dan berakibat fatal. Jauh lebih fatal bila sikap itu menyangkut hal yang menentukan nasib kekal orang.

Perumpamaan ini berbicara tentang Kerajaan Surga (ayat 1), dikaitkan dengan kedatangan Anak Manusia kelak (ayat 13). Keadaan manusia dalam evaluasi Tuhan kelak terbagi ke dalam dua kelompok. Kelompok yang seperti gadis yang cerdas (ayat 4,7) dan kelompok yang mirip gadis yang bodoh (ayat 3,8). Yang cerdas diizinkan ambil bagian dalam pesta sang pengantin sebab meski ada penundaan mereka telah menyiapkan agar pelita mereka tetap menyala. Karena mereka tanggap terhadap Yesus dan berjaga-jaga merindukan kedatangan-Nya, mereka akan disambut oleh Yesus ketika Ia datang kembali untuk menggenapkan Kerajaan Surga. Sebaliknya, mereka yang tidak tanggap dan tidak siaga akan ditolak (ayat 11,12).

Kerajaan Surga datang di dalam dan melalui hidup, ajaran, dan perbuatan Yesus (lihat Mat. 4:17). Kelak pada kedatangan-Nya kedua kali Yesus akan merampungkan pewujudan Kerajaan Surga dan menentukan siapa yang layak berbagian di dalamnya. Orang yang menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru selamatnya pasti akan memiliki sikap rindu berjumpa dengan-Nya. Pengharapan tersebut seharusnya meujud di dalam sikap hidup sehari-hari. Sikap siaga menantikan kedatangan Tuhan yang digambarkan sebagai membawa minyak cukup, dituntut Tuhan dari orang Kristen. Justru karena masa kini orang makin tidak peduli terhadap kebenaran dan makin mengabaikan soal kedatangan Tuhan, perumpamaan ini patut mengembalikan kita ke siaga penuh.

Doaku: Tuhan, firman-Mu ini menyentak daku dari keterlenaan. Kiranya kasih karunia-Mu memberiku hati yang rindu berjumpa Engkau.

(0.20301352962963) (Mat 26:26) (sh: Yesus memaknai Paskah secara baru (Kamis, 17 Maret 2005))
Yesus memaknai Paskah secara baru

Yesus memaknai Paskah secara baru
Untuk orang Yahudi merayakan Paskah berarti merayakan kemerdekaan mereka dari perbudakan Mesir. Keluarga berkumpul, menceritakan ulang kisah itu, dan makan bersama untuk merayakan pembebasan Allah tersebut. Dengan berbuat demikian mereka menemukan ulang jati diri mereka sebagai umat Tuhan pada tindakan kuasa pembebasan Allah.

Dalam kisah ini Yesus dan para murid-Nya pun merayakan Paskah. Akan tetapi, dari pemaparan rinci yang penulis Injil Matius lakukan dalam perikop ini terdapat unsur-unsur yang membedakannya dari Paskah Perjanjian Lama. Tuhan Yesus tidak memfokuskan Paskah pada tindakan pembebasan dari Allah dalam Perjanjian Lama, tetapi pada tindakan pembebasan yang akan dilakukan Tuhan Yesus melalui kematian-Nya. Dalam perjamuan akhir bersama murid-murid-Nya, Ia menyebut roti itu sebagai tubuh-Nya (ayat 26) dan anggur itu sebagai darah-Nya (ayat 27-28). Pembebasan yang akan dikerjakan Tuhan Yesus itu adalah pembebasan yang membuat orang lepas dari kuasa dan konsekuensi dosa (ayat 28). Hanya orang yang sudah menerima arti Paskah baru ini yang akan ambil bagian dalam perjamuan kekal dengan Yesus dan Allah kelak (ayat 29). Tindakan Yesus ini menciptakan makna dan tradisi baru yaitu perayaan Paskah dan Perjamuan Kudus.

Sekarang kita merayakan Paskah sebagai peringatan kemenangan Yesus yang melalui kematian-Nya telah melepaskan kita dari belenggu dosa dan hukuman terhadap dosa. Setiap kali kita berpartisipasi dalam Perjamuan Kudus, kita mensyukuri tindakan penyelamatan dari Yesus, menegaskan jati diri kita sebagai bagian dari umat yang telah ditebus Allah, dan menyiapkan diri kita menyambut kedatangan-Nya kedua kali kelak.

Doaku: Tuhan, terima kasih Engkau telah menebusku dari dosa dengan mengurbankan tubuh dan darah-Mu sendiri. Tolong aku melihat makna hidupku dan menjalaninya dalam terang pengurbanan-Mu. Amin.

(0.20301352962963) (Luk 1:57) (sh: Mengapa bersukacita dan memuji? (Selasa, 24 Desember 2002))
Mengapa bersukacita dan memuji?

Mengapa bersukacita dan memuji?
Bagi sanak keluarga Zakharia dan Elisabet, jelas karena kelahiran anak bagi pasangan tersebut yang menunjukkan rahmat Tuhan yang besar kepada mereka (ayat 57-58). Namun, alasan mereka tidak hanya itu. Zakharia dan Elisabet punya alasan yang lebih besar lagi. Alasan dari sukacita dan pujian itu lah yang telah menyebabkan mereka melakukan dan mengalami hal-hal yang membuat para sanak keluarganya heran (ayat 62), dan banyak orang geger (ayat 65). Alasan itu tampak jelas melalui himne yang dinyatakan oleh Zakharia. Himne Zakharia yang didasari oleh kuasa Roh Kudus, di samping berfungsi sebagai pujian kepada Tuhan (terutama 68-75, juga 78-79), juga merupakan nubuat tentang Yohanes Pembaptis (ayat 76-77). Himne ini menunjukkan karya penyelamatan Allah bagi Israel. Allah tidak pernah melupakan umat-Nya, dan telah menjanjikan kepada Abraham dan mereka yang bertahan kedamaian yang diisi dengan ibadah; kelepasan dari musuh tanpa rasa takut.

Saat untuk ini telah mendekat, ditandai dengan kelahiran anak Zakharia, Yohanes yang kemudian disebut Pembaptis. Karena itu, sumber sukacita Zakharia tidaklah hanya kelahiran anaknya, tetapi juga kedatangan Dia, yang jalan-Nya akan dipersiapkan oleh Yohanes. Kedatangan-Nya, dan karya penyelamatan yang dilakukan-Nya, sudah cukup untuk memicu pujian dan ucapan syukur dari Zakharia ini (ayat 64, 68). Bagian ini ditutup dengan catatan bagaimana Yohanes Pembaptis menjadi besar, dan tinggal di padang gurun sampai saatnya ia mulai melayani Israel. Dengan demikian, narasi Injil ini seakan-akan menahan nafas, menanti kemunculan sang Mesias, Juruselamat, yang tinggal beberapa saat lagi. Kedatangan Mesias adalah dasar lebih kuat lagi bagi sukacita sejati kita.

Renungkan:
Apa yang sedang Anda siapkan menjadi dasar kegembiraan pada hari Natal besok? Ada dua pilihan: semata karena Anda akan berlibur? Atau karena Anda akan merenungkan kembali kebenaran kabar baik Natal, lalu bergembira ria dan bersukacita bersama keluarga dan teman?

(0.20301352962963) (Luk 4:31) (sh: Mesias membawa perhentian (Minggu, 7 Januari 2007))
Mesias membawa perhentian

Judul: Mesias membawa perhentian Sesudah proklamasi bahwa diri-Nya adalah Mesias, Yesus mulai mewujudkan kepedulian dan keterlibatan-Nya dalam berbagai belenggu yang manusia alami saat itu. Semua itu dibuat-Nya di hari Sabat sampai sesudah masa Sabat melalui Sabda-Nya yang berkuasa. Sebagian dari masalah yang Ia atasi bersumber dari roh-roh jahat.

Setan menantang Yesus, Yesus "menghardik" setan itu, lalu setan itu "keluar" (35). Dengan bahasa yang sama, Lukas menuturkan kisah penyembuhan ibu mertua Simon yang demam keras (38). Yesus "menghardik" demam itu dan penyakit itu pun "meninggalkan" wanita itu (39). Penggunaan kata-kata "menghardik", "keluar", dan "meninggalkan", yang sering dipakai dalam pengusiran setan menunjukkan bahwa bagi Lukas, penyembuhan penyakit sering berjalan seiring dengan pembebasan dari kuasa Iblis (40-41; bdk. Luk. 8:3; terutama Kis. 10:38). Dalam ay. 41, sekali lagi Yesus "menghardik" setan-setan dan dengan keras melarang mereka berbicara tentang Dia. Dalam misi-Nya untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah (43-44), Yesus mendemonstrasikan kemenangan-Nya atas kuasa Iblis yang menentang dan menghalangi rencana Allah. Ia menggenapi nubuat Yesaya, dengan firman kuasa-Nya Ia membawa kelepasan dan perhentian dari berbagai perusakan yang datang dari dosa dan si jahat.

Perikop ini juga mencatat berbagai respons orang-orang yang telah menerima pertolongan Yesus. Ibu mertua Simon mengungkapkan rasa syukurnya dengan melayani Yesus dan para murid-Nya (39), suatu respons positif yang berulang kali dicatat oleh Lukas (bdk. Luk. 7:36-50; 8:1-3; Kis. 16:33-34). Betapa berbeda dengan respons jemaat di rumah ibadat yang hanya "takjub" saat mendengar ajaran Yesus dan menyaksikan penyembuhan orang yang kerasukan (32, 36). Juga berbeda dengan respons orang banyak, yang ingin menahan Yesus untuk kepentingan mereka sendiri (42).

Responsku: Taati firman-Nya dan sebarluaskan perhentian dari-Nya dengan menyaksikan firman Yesus Kristus.

(0.20301352962963) (Luk 6:17) (sh: Kebahagiaan vs nestapa (Sabtu, 17 Januari 2004))
Kebahagiaan vs nestapa

Kebahagiaan vs nestapa. Yesus datang untuk membawa kebahagiaan sejati kepada umat-Nya. Namun, kebahagiaan macam apa yang Yesus berikan? Orang banyak yang melihat kehebatan Yesus dalam hal menyembuhkan sakit penyakit, mengusir roh jahat, datang untuk mendapatkan kebahagiaan hidup. Namun, Yesus menunjukkan kepada mereka hal yang lebih fundamental.

Yesus mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukan terletak pada kesehatan, kelepasan dari tekanan mental, atau pun kelepasan dari berbagai kebutuhan hidup sehari-hari. Kebahagiaan sejati adalah mengenal Allah dan kehendak-Nya, serta hidup di dalam ketaatan melakukan kehendak-Nya. Itu bisa disimpulkan dari ayat 20-23. Kemiskinan, kelaparan, dukacita karena dibenci dan ditolak, dan disalahmengerti, bahkan sampai kematian sekali pun tidak dapat menghilangkan sukacita kita karena mengetahui bahwa kita dikasihi Tuhan.

Sebaliknya, seseorang boleh saja memiliki kekayaan, perut yang kenyang dan bisa tertawa puas karena puji-pujian palsu. Semua itu tidak akan menjadikannya berbahagia. Sesungguhnya, Tuhan mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang nestapa, karena mereka tidak akan bisa menikmati kekayaannya, mereka akan kelaparan, berduka dan menangis dan mendapatkan pujian hampa yang tidak memberi mereka apa-apa.

Kebahagiaan yang sejati adalah ketika seseorang dapat menikmati hidup yang Tuhan berikan saat ini dengan suatu antisipasi pasti untuk hidup yang kelak jauh lebih baik. Kebahagiaan itu terjadi bukan karena hidup sekarang sudah tidak ada penderitaannya lagi, tetapi karena kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam hidup sekarang ini.

Renungkan: Apakah Anda bahagia? Apakah Anda yakin bahwa hidup Anda sekarang ini adalah hidup di dalam kehendak Tuhan, dan bahwa Tuhan hadir serta menyertai Anda?

(0.20301352962963) (Luk 6:37) (sh: Siapa yang pantas menghakimi? (Senin, 19 Januari 2004))
Siapa yang pantas menghakimi?

Siapa yang pantas menghakimi? Salah satu pandangan pasca modern berpendapat bahwa kebenaran bersifat relatif, lokal, dan diikat oleh kebudayaan tertentu. Jadi, kalau ada orang yang mengabarkan akan kebenaran yang diyakininya, sanggahan yang akan diberikan kepada orang Kristen tersebut adalah bukan apa buktinya Injil Kristen itu menyelamatkan, melainkan apa hak orang Kristen mengklaim bahwa Injil itu adalah kebenaran satu-satunya. Menurut pandangan ini tidak seorangpun berhak mengklaim bahwa pandangannyalah yang paling benar karena dengan demikian ia telah menghakimi orang lain.

Ada satu Kebenaran yang mutlak, dan berlaku universal yaitu Kebenaran yang diwahyukan Tuhan sendiri. Jadi, Tuhan sumber Kebenaran berhak menghakimi orang-orang yang menolak kebenaran-Nya atau yang merelatifkan Kebenaran itu.

Teks kita juga membicarakan mengenai siapa yang berhak menghakimi seseorang benar atau tidak (ayat 37-38). Akan tetapi, pembahasannya sangat berbeda dari pandangan pasca modern. Jelas yang berhak menghakimi adalah Tuhan, sumber Kebenaran. Sedangkan kita, anak-anak-Nya, walaupun sudah hidup dibenarkan, tetap bukan sumber Kebenaran. Kita juga belum sempurna dalam menaati dan melakukan kebenaran. Oleh sebab itu kita tidak berhak menilai dan menghakimi orang lain akan sikap mereka terhadap Kebenaran.

Ada dua bahaya mengancam orang yang suka menghakimi orang lain. Pertama, mereka menjadikan diri mereka Allah atas orang lain. Kedua, mereka buta terhadap kelemahan diri karena terlalu berfokus kepada kesalahan orang lain. Pada akhirnya, karena mereka adalah orang buta yang mencoba menuntun orang buta lainnya, mereka terjatuh ke dalam lubang (ayat 39).

Renungkan: Dia yang menciptakan semua manusia dan yang adalah sumber Kebenaran adalah yang berhak menghakimi semua manusia. Siapakah kita yang berani-beraninya menghakimi sesama kita?

(0.20301352962963) (Luk 9:22) (sh: Pengakuan iman dan identitas diri (Minggu, 5 Maret 2000))
Pengakuan iman dan identitas diri

Pengakuan iman dan identitas diri. Setiap hari Minggu, Kristen di seluruh dunia mengikrarkan Pengakuan Iman Rasuli. Namun berapa banyakkah yang menyadari bahwa di dalam setiap pengakuan iman yang diucapkan terkandung di dalamnya pernyataan identitas diri mereka. Pengakuan iman tidak bisa dilepaskan dari identitas diri. Pengakuan para murid bahwa Yesus adalah Mesias (9:20-21) merupakan puncak pengalaman mereka bersama Yesus, karena merupakan awal dari kehidupan iman para murid dengan identitas baru. Setelah melarang memberitahukan kepada orang lain tentang identitas-Nya, Yesus menyatakan rentetan peristiwa yang harus Ia derita hingga kebangkitan-Nya.

Berdasarkan pemahaman ini, setiap murid harus menjauhkan setiap pemahaman bahwa menjadi murid-Nya akan terlepas dari setiap tantangan dan penderitaan. Justru sebaliknya, Yesus mengingatkan bahwa setiap pengikut-Nya harus menyangkal diri, memikul salib setiap hari, mengalami penderitaan, mengalami malu dan penghinaan karena Dia. Ini berarti bahwa setiap murid-Nya harus seperti Yesus yang mengalami berbagai penderitaan karena kesetiaannya kepada kehendak-Nya, walau sering kali bertentangan dengan keinginan pribadi kita masing-masing.

Ini seakan-akan merupakan anti-klimaks dari pengakuan para murid yang menakutkan dan menyebabkan para murid gentar. Oleh karena itu Yesus merasa perlu menguatkan iman para murid dengan mengatakan bahwa di antara mereka akan melihat Kerajaan Allah sebelum mati yaitu melihat kemuliaan Yesus dan Kerajaan-Nya (9:28-36). Ini merupakan jaminan atas pengharapan mereka terhadap Yesus sendiri.

Renungkan: Pengakuan iman yang kita ucapkan harus senantiasa mengingatkan kita akan identitas kita sebagai Kristen yang harus hidup menurut kehendak-Nya, walaupun harus menentang arus dunia dan keinginan pribadi.

Bacaan untuk Minggu Sengsara 1: Kejadian 2:7-9; 3:1-7 Roma 5:12-19 Matius 4:1-11 Mazmur 130

Lagu: Kidung Jemaat 446

(0.20301352962963) (Luk 11:5) (sh: Bapa yang baik (Kamis, 19 Februari 2004))
Bapa yang baik

Bapa yang baik. Perasaan dan anggapan berikut ini sangat boleh jadi membuat kita tidak mempraktikkan doa. Allah terlalu besar, mulia, jauh dari kita yang kecil dengan segala masalah kehidupan yang sepele. Allah tidak merasakan pergumulan manusia sebab sebagai Allah Ia tidak mungkin mengenal apalagi merasakan segala masalah kita. Allah sempurna adanya, tidak mungkin Ia mengurangi kesempurnaan-Nya dengan ikut campur memperhatikan segala urusan kita yang bersumber dari segala kekurangan dan dosa kita. Allah sudah menciptakan kita dengan potensi untuk bertumbuh sendiri tanpa harus lagi melibatkan Dia.

Yesus menolak anggapan dan kesan salah tadi. Sebaliknya dari menolak untuk terlibat, justru kebesaran Allah berarti kebesaran hati-Nya untuk memperhatikan manusia serendah apapun dengan problem dan kebutuhan sepele bagaimanapun. Di dalam hubungan persahabatan kita, meminta tolong dan memberi tolong adalah hal yang lumrah (ayat 5-8). Itu tidak dirasakan sebagai hal mengganggu Sebabnya hanya satu: karena mereka memiliki hubungan persahabatan. Lebih lagi jika hal tersebut terjadi di dalam hubungan bapak-anak (ayat 9-11).

Tidak ada bapak yang tidak sayang kepada anak-anaknya sendiri dan tidak memberi perhatian khusus. Karena itu, tidak ada anak mana pun yang menjauhi bapanya bila anak itu memerlukannya. Ini hanya gambaran tak sempurna bagi yang jauh lebih indah akan kita alami di dalam hubungan akrab kita dengan Allah dalam doa.

“Oleh karena itu,” ujar Yesus, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; … Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (ayat 9,13).

Renungkan: Semakin kita menyadari bahwa kita adalah anak-anak dari Bapa yang baik di surga, semakin kita akan mendoakan hal-hal utama yang Allah rencanakan untuk hidup kita.

(0.20301352962963) (Luk 11:27) (sh: Respons yang benar (Sabtu, 21 Februari 2004))
Respons yang benar

Respons yang benar. Saya pernah berpikir bahwa bila saya hidup di zaman Yesus, sebagai salah seorang dari murid-Nya, saya akan memiliki kerohanian yang lebih baik. Pemikiran seperti itu lazim ada pada kebanyakan orang. Itulah pola pemikiran yang melatarbelakangi komentar seorang perempuan waktu itu (ayat 27). Mungkin itu pula yang bercampur pada pemikiran mereka yang ingin menyaksikan tanda mukjizat lebih banyak dari Yesus (ayat 28-30), semakin banyak melihat semakin beriman.

Yesus menolak anggapan itu. Menurut-Nya, hubungan istimewa itu tidak bergantung pada hubungan darah, atau banyak menyaksikan atau mengalami tanda ajaib. Entah orang mengalami berkat dan kebahagiaan dari Yesus atau tidak, terkait juga pada tanggung jawab orang untuk merespons Yesus dengan benar. Hanya pada orang yang sesudah mendengar firman-Nya lalu menaati, ada kebahagiaan mengalami hubungan yang benar dengan Yesus (ayat 28). Hubungan yang menempatkan orang hidup dalam naungan berkat Allah adalah hubungan yang timbal-balik dan hidup antara yang bersangkutan dengan Yesus.

Oleh karena yang penting hubungan timbal balik, tanda utama pelayanan Yesus mengikuti pola pelayanan Yunus (ayat 30). Seperti Yunus datang dengan firman yang menuntut respons percaya dan pertobatan dari penduduk Niniwe, demikian juga Yesus menuntut pendengar-Nya merespons firman-Nya dengan pertobatan. Tidak merespons dengan pertobatan berarti menolak Yesus. Menolak Yesus berarti memilih hukuman. Pada hari penghakiman Allah kelak, respons ketaatan kepada firman Yesus inilah yang akan menentukan apakah orang akan masuk ke dalam kebahagiaan kekal atau penghukuman kekal (ayat 31).

Renungkan: Ingat! Terhadap Yesus kita tidak bisa netral. Maksud kekal Allah untuk hidup kita hanya akan kita hayati bila kita merespons-Nya kini dan di sini dalam ketaatan.

(0.20301352962963) (Luk 12:49) (sh: Api pemisahan dari Yesus (Sabtu, 28 Februari 2004))
Api pemisahan dari Yesus

Api pemisahan dari Yesus. Api di dalam Alkitab bisa melambangkan Roh Kudus yang membawa semangat menyala-nyala dalam hati orang percaya. Api juga bisa melambangkan kuasa Allah untuk memurnikan umat-Nya. Kelihatannya arti yang kedua inilah yang dipakai Yesus dalam pemberitaan-Nya di perikop ini.

Yesus datang untuk melemparkan api ke bumi. Hal ini senada dengan apa yang Yohanes Pembaptis katakan tentang Yesus di bagian awal Injil Lukas ini. “Ia akan membaptis kamu dengan . . . api. Alat penampi sudah di tangan-Nya untuk membersihkan tempat pengirikan-Nya . . . debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan.” (ayat 3:16-17)

Api pemisahan itu datang untuk memurnikan siapa milik Allah siapa yang bukan. Memang Yesus datang untuk menyelamatkan manusia, tetapi sekaligus untuk menyatakan penghukuman bagi mereka yang menolak-Nya. Api pemisahan itu merupakan penderitaan yang menimpa manusia. Orang percaya akan tetap pada percayanya, walau api penderitaan itu begitu dahsyat.

Yesus sendiri juga harus melalui baptisan api itu (ayat 12:50). Yesus menerima baptisan itu bukan karena Ia berdosa, tetapi justru untuk membuktikan bahwa Dia berasal dari Allah dan diutus Allah untuk menjadi agen pemurnian tersebut.

Akibat pemurnian tersebut akan terjadi pemisahan antara orang percaya dengan orang yang menolak untuk percaya. Yesus menguraikan pemisahan itu dengan ilustrasi perpecahan di antara keluarga (ayat 52-53). Gambaran keluarga yang terpecah sampai terjadi perlawanan di antara anggota keluarga sungguh mengerikan. Bukankah hal itu sudah terjadi ketika anggota keluarga yang bertobat harus dikucilkan dan bahkan dibunuh oleh anggota keluarga yang lain tidak percaya?

Renungkan: Apakah Anda sungguh-sungguh sudah menjadi milik Tuhan? Ingat, Tuhan tahu siapa milik-Nya!

(0.20301352962963) (Luk 14:1) (sh: Sejalan dengan sikap dan tindakan Allah (Rabu, 29 Maret 2000))
Sejalan dengan sikap dan tindakan Allah

Sejalan dengan sikap dan tindakan Allah. Masalah yang menyebabkan perbedaan pendapat Yesus dan orang Farisi tentang penyembuhan pada hari Sabat (ayat 1-6) sangat serius, karena fokusnya pada sikap Allah terhadap kebutuhan dan keselamatan manusia. Orang-orang Farisi berpendapat bahwa hormat bagi Allah dan bagi hukum-hukum-Nya adalah segala-galanya, sehingga umat-Nya tidak boleh bekerja pada hari Sabat. Setiap orang percaya pasti setuju dengan pendapat ini karena sesuai dengan firman-Nya. Namun, mereka menambahkan bahwa menyembuhkan orang pada hari Sabat adalah kerja. Karena itulah, maka penyembuhan yang dilakukan-Nya harus ditunda.

Sikap itu nampaknya merupakan bukti kekudusan, penyangkalan diri, dan dedikasi penuh kepada Allah. Tetapi Yesus mengkritik, dengan mempertanyakan apakah mereka akan menarik lembunya yang terperosok ke dalam sumur pada hari Sabat. Mereka tidak dapat menjawab, karena pasti tidak akan membiarkan lembunya mati apabila harus menunggu hingga keesokan harinya. Jika demikian, mengapa harus membuat orang yang sakit busung air itu menunggu, sedangkan mereka tidak membiarkan lembunya menunggu?

Pertanyaan mereka tidak berhubungan dengan kemuliaan Allah, tetapi dengan kepentingan pribadi. Mereka berkeyakinan, jika mereka mentaati hukum Allah, mereka akan mendapatkan pahala dan diterima Allah untuk masuk ke dalam Kerajaan-Nya. Motivasi mereka: semakin berat peraturannya maka pahala mereka semakin banyak. Mereka pun mengizinkan menarik lembunya, karena jika lembunya mati mereka akan menderita kerugian. Namun jika penderita busung air itu tidak disembuhkan dan mati, mereka tidak menderita kerugian apa pun.

Sikap Farisi ini nampaknya menjadi sikap kebanyakan orang. Yesus menggambarkannya dengan dua perumpamaan. Di dalamnya tergambar orang yang selalu ingin mendapatkan kehormatan dan keuntungan bagi diri mereka sendiri (ayat 7-14). Yesus mengecam sikap yang demikian karena bertentangan dengan Hukum Kerajaan Allah dan menghalangi mereka untuk mendapatkan anugerah Allah (ayat 11, 14).

Renungkan: Sikap Kristen haruslah seperti Yesus di mana seluruh sikap dan tindakan terhadap manusia adalah sejalan dengan sikap dan tindakan Allah terhadap manusia.

(0.20301352962963) (Luk 14:1) (sh: Kemunafikan: racun kehidupan (Rabu, 3 Maret 2004))
Kemunafikan: racun kehidupan

Kemunafikan: racun kehidupan. Orang munafik selalu merasa lebih baik daripada orang lain. Perasaan demikian muncul karena status, prestise, atau juga prestasi yang dilebih-lebihkan. Perasaan pede yang berlebihan ini mengakibatkan mereka lalai untuk memeriksa diri apakah tindakan mereka sesuai dengan status; prestasi mereka sepadan dengan prestise. Mereka juga akan cenderung curiga dan menganggap orang lain yang berhasil sebagai musuh atau saingan.

Sekali lagi Yesus mengkonfrontir orang-orang Farisi dengan kemunafikan mereka (ayat 3), mereka bungkam tidak bisa membantahnya (ayat 6). Sabat adalah larangan bagi orang lain, tetapi mereka akan selalu mencari alasan untuk membenarkan diri ketika melanggarnya. Ketidakpekaan terhadap orang lain selain membuat mereka tidak peduli pada orang lain, juga membuat akal sehat mereka tumpul. Yesus menunjukkan bagaimana orang sedemikian akan dipermalukan melalui perumpamaan pesta perkawinan (ayat 7-11). Kerendahan hati adalah kata kuncinya! Rendah hati berarti mengenali diri sendiri dan posisinya secara tepat, baik di mata Allah, maupun di hadapan orang lain.

Akhirnya, Yesus juga mengingatkan agar kemunafikan diganti dengan sikap peduli kepada orang lain. Orang munafik cenderung memilih-milih orang untuk dijadikan teman bergaul; pergaulan mereka dilakukan bukan atas dasar kemanusiaan, tetapi atas dasar prestise. Maka, perumpamaan di 12-14 ini sangat tepat untuk menyindir orang-orang munafik. Pergaulan sedemikian tidak menjadi berkat, baik bagi orang yang diundang maupun bagi diri sendiri. Sebaliknya orang yang kemanusiaannya tinggi bergaul dengan tidak memandang golongan, prestise sebagai alat ukur untuk orang lain.

Renungkan: Kemunafikan adalah racun kehidupan yang lambat tetapi pasti akan menghancurkan hidup, prestise, dan prestasimu.

(0.20301352962963) (Luk 16:10) (sh: Siapakah Tuanmu? (Selasa, 9 Maret 2004))
Siapakah Tuanmu?

Siapakah Tuanmu? Mata-mata tugasnya memang mengabdi kepada dua tuan. Tuan yang pertama adalah tuan yang sebenarnya, tuan yang kedua adalah orang yang dimata-matainya demi tuan yang pertama. Ada juga mata-mata yang berkhianat kepada tuan pertamanya, sekaligus kepada tuan yang kedua. Alasannya sederhana, uang. Ia tidak mengabdikan dirinya kepada salah satu dari tuan itu, melainkan kepada kekayaan yang akan didapatnya dengan sikap mendua tersebut.

Sebagai orang Kristen seharusnya tidak ada alternatif siapa Tuan kita. Justru orang luar bisa menilai kita dapat dipercaya, baik hal kecil maupun hal besar, karena ternyata kita setia kepada Tuan kita (ayat 10-12). Orang akan mempercayakan kita Mamon yang tidak jujur, karena kita jujur. Mereka percaya kepada kita karena kita hanya mengabdi kepada Allah dan bukan kepada Mamon (ayat 13-14).

Hal ini berlawanan dengan apa yang diyakini oleh orang-orang Farisi. Mereka munafik dalam hal lahiriah sepertinya mereka mengabdi kepada Allah, padahal batin mereka menyembah Mamon (ayat 14-15). Apa yang tidak kelihatan di dalam tingkah lahiriah mereka, sebenarnya terpancar juga dari ucapan dan ajaran mereka.

Maka, siapa yang mempertuankan Tuhan Yesus akan mengenal dengan sungguh otoritas-Nya. Dia yang datang mengakhiri era Perjanjian Lama dan memulai era Kerajaan Allah menarik banyak orang untuk menjadi umat Kerajaan Allah (ayat 16b, 'setiap orang menggagahinya berebut memasukinya' bisa dibaca lebih tepat menjadi 'setiap orang ditarik untuk memasukinya'). Namun Dia tidak datang menyudahi peraturan Taurat itu. Justru dalam kedaulatan-Nya, Taurat diperjelas dan ditafsir secara lebih kontekstual seperti yang dinyatakan-Nya mengenai masalah perceraian (ayat 18).

Renungkan: Siapakah Tuhanmu? Adakah pengabdian Anda kepada-Nya dapat dilihat orang dalam kesetiaan akan hal-hal sehari-hari di dunia ini?

(0.20301352962963) (Luk 18:9) (sh: Syarat menjadi orang yang dibenarkan (Senin, 15 Maret 2004))
Syarat menjadi orang yang dibenarkan

Syarat menjadi orang yang dibenarkan. Orang bebal adalah orang yang selalu merasa diri paling benar. Amsal memberikan nasihat kepada kita agar menghindarkan diri dari orang seperti itu karena biarpun kesalahannya sudah di depan mata, mereka akan tetap ngotot bahwa mereka benar. Namun, betapa pun mereka menganggap diri paling benar, di hadapan Allah sumber Kebenaran mereka tetaplah orang berdosa.

Hanya ada dua cara untuk menjadi orang yang disebut benar menurut Firman Tuhan yang kita baca hari ini. Pertama, dibenarkan oleh Allah sendiri. Hal inilah yang terjadi pada si pemungut cukai dalam perumpamaan Yesus di 9-14. Pemungut cukai itu datang dengan penuh kerendahan diri dan penyesalan akan keberdosaannya. Ia menyadari diri tidak layak untuk diampuni, oleh karenanya ia hanya memohon belas kasihan. Tetapi, justru kesadaran diri berdosa dan tidak layaklah yang membuatnya dilayakkan menerima anugerah pembenaran.

Hal yang sebaliknya terjadi pada si orang Farisi. Ia datang dengan keyakinan yang tinggi akan hidupnya yang benar. Ia datang tidak untuk meminta belas kasih Tuhan. Ia malah dengan bangga memaparkan hal-hal yang baginya adalah bukti kebenarannya. Yesus berkata, orang Farisi tetap tinggal sebagai orang berdosa, sedangkan si pemungut cukai mendapatkan pembenaran dari Tuhan.

Kedua, untuk mendapatkan pembenaran dari Allah, kita harus menjadi seperti anak kecil (ayat 17). Anak kecil dicirikan dengan ketulusan dan kepolosan, tanpa pretensi. Sikap inilah yang diperlukan untuk dapat menyambut uluran tangan kasih Allah. Sikap jujur bahwa dirinya membutuhkan jamahan Allah adalah syarat untuk seseorang dijamah Allah.

Renungkan: Dengan mengakui bahwa kita adalah orang-orang berdosa, kebenaran Allah akan diberlakukan atas kita.



TIP #17: Gunakan Pencarian Universal untuk mencari pasal, ayat, referensi, kata atau nomor strong. [SEMUA]
dibuat dalam 0.13 detik
dipersembahkan oleh YLSA