Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 341 - 360 dari 1185 ayat untuk Kitab [Pencarian Tepat] (0.002 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.28230219298246) (Why 1:3) (full: BERBAHAGIALAH IA YANG MEMBACAKAN. )

Nas : Wahy 1:3

Ini adalah yang pertama dari tujuh "ucapan bahagia" atau ucapan berkat yang ditemukan dalam kitab Wahyu, yang dikaruniakan kepada mereka yang membaca, mendengar, dan taat kepada perkara-perkara yang tertulis di dalam kitab ini. Enam ucapan berkat lainnya dapat ditemukan dalam Wahy 14:13; 16:15; 19:9; 20:6; 22:7; 22:14 (bd. Luk 11:28). Kenyataan bahwa orang percaya harus melaksanakan perintah-perintah kitab Wahyu menunjukkan bahwa kitab ini bersifat praktis dengan petunjuk-petunjuk moral dan bukan sekadar suatu nubuat tentang perkara-perkara yang akan datang. Kita harus membaca kitab ini bukan saja demi memahami rencana Allah untuk masa yang akan datang bagi dunia dan umat-Nya, tetapi juga demi mempelajari dan menerapkan prinsip-prinsip rohani yang besar. Terutama sekali, kitab ini harus membawa kita lebih dekat kepada Yesus Kristus dalam iman, pengharapan, dan kasih.

(0.26680605263158) (Why 1:1) (sh: Hai Yohanes, mengapa Wahyu? (Sabtu, 13 Desember 2003))
Hai Yohanes, mengapa Wahyu?

Hai Yohanes, mengapa Wahyu? Mengapa bukan kitab pengajaran doktrin akhir zaman yang sistematis dengan poin-poin yang lugas, dibantu peta waktu yang lengkap detil kronologisnya (bila perlu ditambah sisipan CD software interaktif yang lebih user-friendly)? Mengapa kitab Wahyu ada dalam bentuk seperti yang kita temukan sekarang? Alasan utamanya sederhana saja: Allah di dalam Kristus yang membuatnya seperti demikian; Ia memilih untuk mengaruniakan-Nya dalam bentuk seperti ini (ayat 1). Lalu apa maksudnya? Atau yang lebih penting, apa maksud-Nya?

Kitab Wahyu bukanlah bahan kursus tertulis jarak jauh bagi Kristen yang kebetulan punya waktu luang lebih dan tertarik (bila bukan terobsesi) dengan hal-hal akhir/eskatologi. Yohanes mencatatnya, dan Kristus mengaruniakannya bagi jemaat Kristen yang sedang menderita yaitu Kristen yang terperangah menyaksikan (dan mengalami!) kuasa dunia yang jahat dan dahsyat! Intipati dari apa yang ada di dalam kitab Wahyu telah digemakan pada ayat-ayat yang kita baca sekarang. Kitab ini ditulis agar Kristen mengetahui hal-hal yang akan segera terjadi (ayat 1); sebab, apa yang akan terjadi itu adalah penghiburan bagi mereka (ayat 3). Jati diri Yesus, Tuhan mereka pun menjadi penghiburan dan teladan bagi mereka. Kristus adalah Sang Saksi yang setia dan terus mengasihi kita (ayat 5). Kuasa-Nya yang dahsyat telah nyata dari karya-Nya menyelamatkan Kristen dari dosa (ayat 5), dan akan terus nyata melalui segala sesuatu yang ia sedang dan akan kerjakan selanjutnya (ayat 7-8).

Mengapa Allah kini mengaruniakan Anda kesempatan untuk membaca, menggali, dan merenungkan kitab Wahyu? Agar iman Anda makin teguh, hati Anda makin berserah, dan karya kesaksian Anda makin nyata dalam dunia. Semua ini adalah demi Tuhan kita, yang bagi-Nya “kemuliaan dan kuasa sampai selama-lama-Nya” (ayat 6).

Renungkan: Taatilah Tuhan dalam segala sesuatu, karena hanya dalam ketaatan berita kitab Wahyu menjadi kabar bahagia bagi kita.

(0.25770547368421) (Hak 1:1) (jerusalem) Bagian pertama Hakim-hakim ini mengumpulkan beberapa catatan yang menghasilkan sebuah gambar menyeluruh tentang perebutan Tanah Suci. Tetapi gambar itu berbeda sekali dengan kesan yang diberikan kitab Yos 1-12. Menurut Hak 1 Tanah Suci direbut melalui berbagai serbuan yang dilontarkan masing-masing suku atau kelompok orang Israel tersendiri dan terlepas satu sama lain. Dan perebutan itu akhirnya jauh dari lengkap. Catatan-Catatan Hakim mengenai caranya orang Israel menetap di bagian selatan negeri Kanaan jauh lebih dekat dengan kenyataan historis dari pada apa yang dikatakan Yos 10. Dalam Hakim 1 terkumpul tradisi-tradisi Yahwista yang menonjolkan peranan suku Yehuda, bdk Hak 9 dan Hak 17. Tradisi-tradisi itu tidak dimanfaatkan waktu kitab Yosua disusun untuk pertama kalinya, oleh karena kurang sesuai dengan bagan kitab Yosua dan tidak cocok dengan maksud teologis penyusun. Beberapa dari tradisi-tradisi yang mula-mula disingkirkan, kemudian disisipkan ke dalam kitab Yosua waktu untuk kedua kalinya diterbitkan, misalnya Yos 14:6-15; 15:13-19. Penyusun hakim yang berhaluan tradisi Ulangan menyisipkan tradisi-tradisi tsb ke dalam kitabnya pula. Tetapi supaya jangan bertentangan dengan kitab Yosua penyusun Hakim berkata bahwa peristiwa-peristiwa itu terjadi setelah Yosua meninggal, Hak 1:1.
(0.25770547368421) (Ams 1:1) (sh: Tujuan penulisan (Senin, 19 Juli 1999))
Tujuan penulisan

Tujuan penulisan. Kitab Amsal dimulai dengan pokok bahasan yang memaparkan maksud dan tujuan penulisan kitab Amsal. Kitab ini membimbing pembaca untuk hidup dengan kebijaksanan, disiplin, berpengetahuan, dan hidup dalam kebenaran. Tulisan-tulisan Amsal yang terfokus pada hikmat yang muncul sampai 41 kali dalam kitab ini menunjukkan betapa pentingnya untuk dicermati oleh pembacanya. Melalui kata-kata bijak yang ditulis dalam bentuk syair, peribahasa, pernyataan-pernyataan pengajaran, penulis mendesak pembacanya agar memiliki hikmat dalam seluruh aspek hidup.

Takut akan Tuhan, adalah tema dari seluruh tulisan kitab Amsal, dan merupakan awal dari hidup berhikmat. "Takut" bukan berarti 'ngeri', 'seram', tetapi lebih menunjukkan sikap hormat, menjunjung tinggi, menundukkan diri pada kedaulatan Allah dan menaati perintah-perintah-Nya. Tuhan adalah sumber hikmat tertinggi dan ilahi. Karena itu setiap orang perlu datang kepada Sang Sumber hikmat dan memperoleh hikmat daripada-Nya. Setiap manusia harus mengakui bahwa segala kepandaian dan kemampuan yang ada padanya berasal dari Allah, Sumber hikmat. Siapa pun yang mau datang memperoleh hikmat daripada-Nya akan memiliki hidup bijaksana, bermoral tinggi, dan selaras dengan kehendak-Nya.

(0.24952224561404) (Kel 1:1) (ende)

PENGUNGSIAN

KATA PENGANTAR

Kitab pengungsian terdiri dari bagian Riwajat dan bagian Perundang-perundangan jang erat berhubungan. Adapun intinja ialah: mikdjidjat agung pembebasan umat Israel dari perbudakan Mesir. Maka isi kitab seluruhnja tergantung padanja seperti pada pusatnja.

Kisah pengungsian merupakan kelandjutan kitab Kedjadian dan menggambarkan pembebasan keluarga-keluarga Hibrani, keturunan para Bapa-bangsa, jang mendjalankan kerdja-paksa tertindas oleh rakjat Mesir. Maksud Tuhan membebaskan mereka ialah: membina mereka mendjadi bangsa jang bertjorak-kepribadian sendiri diantara bangsa-bangsa merdeka lainnja. Demikian Tuhan mulai melaksanakan djandji-djandjiNja kepada Bapa Ibrahim (Kedj. 12).

Dengan tjara jang mengagumkan Tuhan menjiksa rakjat Mesir jang menentang kehendakNja, serta memimpin umatNja menjeberangi air Laut menudju kemerdekaan. Tuhan menggunakan Musa untuk melaksanakan maksud ini.

Musa adalah seorang tokoh penting dalam sedjarah umum. Karena pendidikannja diistana Parao, di Mesir, pula karena kedudukan dan bakat-pembawaannja jang serba istimewa, tepat sekali ia terpilih akan memperdjoangkan kemerdekaan bangsanja.

Akan tetapi bila ia hanja kit apandang sebagai pahlawan kemerdekaan nasional, kita belum djuga memahami keagungannja jang sedjati dan nilai perdjoangannja jang kekal. Kitab pengungsian menundjukkan, bagaimana Musa, jang semula membela bangsanja dengan semangat meluap tak terkendalikan, berkat pertemuannja langsung dengan Tuhan sendiri berubah mendjadi manusia lain. Sedjak peristiwa itu, ia nampak sebagai utusan Tuuhan jang teguh imannja serta dengan rendah hati pertjaja akan Tuhan, dan jang dengan pengorbanan dirinja akan berhasil membebaskan bangsanja.

Karena itu pembebasan ini bukannja terutama hasil prestasi manusia, melainkan mukdjidjat Tuhan sendiri demi umatNja. Israel djuga tidak mengungsikan diri melainkan dibebaskan. Maka arti tjerita ini lebih daripada peristiwa hitoris belaka, jang masih mungki djuga terjapai dengan usaha manusiawi. Makna lebih mendalam jang tertjantum dalam kerja Tuhanini ialah: memimpin umatNja mengedjar kemerdekaan sedjati dalam mengabdi Tuhan dan hidup beserta Tuhan. Adapun pengungsian ini titik-tolak penebusan umat Israel dan segenap umat manusiadari penindasan dosaserta akibat-akibatnja, awal perdjalanan menudju tanah-air, damai kekal dan kebahagiaan sedjati.

Makna itu melampaui dugaan manusia ini tertjerminkan dengan djelasnja dalam peristiwa-peristiwa adjaib sekitar Pembebasan. Oleh pengarang sutji tjampur- tangan Jahwe jang memungkinkan kedjadian-kedjadian itu, djauh lebih ditekankan daripada jerih-pajah manusia.

Hal ini nampak dengan terangnja pula dari hubungan erat antar Musa dan Tuhan. Apapun jang didjalankan Musa, dilakukannja sesudah berunding dengan Jahwe, atau titahNja dan dengan bantuanNja. Hubungan mesra dengan Tuhan ini akibat dari pertemuan pertama dibukit Horeb atau Sinai (Peng. 3). Ditjeritakan bahwa disanalah Tuhan mewahjukan namaNja "Jahwe". Artinj: ketika itu Musa dianugerahi keinsyafan jang sangat mendalam, bahwa Tuhan senatiasa aktif menjertai umatNja. (Tentang nama "Jahwe" lihatlah tjatatan pada 3:14).

Djustru karena pembebasan umat Israel merupakanlah pralambang dan awal pelaksanaan Penebusan jang sedjati, maka peristiwa-peristiwa jang tertjantum didalam buku ini mendasari keselamatan kita sendiri.

Perdjandjian dan Hukum-Perdjandjian merupakan tema jang kedua kitab ini. Perdjandjian digunung Sinai mengungkapkan dan mengabdikan arti jang dalam dari Pembebasan jang serba mengagumkan, sedangkan konskwensi-konsekwensinja bagi umat ditetapkan dalam Hukum.

Adapun Israel sebagi bangsa sama sekali tergantung dari Tuhan dan perlindunganNja. Hal itulah kini djuga ditandaskan dengan konkrit: Israel terikatkan pada Tuhan dengan suatu Perdjandjian atau Persekutuan.

Seperti pembebasan dari Mesir, begitu pula Perdjandjian ini diprakarsai oleh Tuhan sendiri, dan mentjantum djaminan, bahwa Ia mengangkat Israel sebagai milikNja jang sangat chas. Jahwe mengadakan dengannja ikatan tjintakasih jang baru dan erat. Maka Israel mendjadi umat Tuhan dalam arti jang sepenuhnja.

Dalam Hukum-Perdjandjian, jang intinja terdiri dari Dekalog (kesepuluh firman; kesepuluh perintah), Tuhan mempermaklumkan apa jang diharapkanNja dari umatNja; bagaimana seharusnja sikap dan tjara hidup suatu bangsa jang mendjadi milik Tuhan.

Ini penting, karena akal-budi manusia mendjadi suram akibat dosa. Faham umat manusia tentang Tuhan dan tuntutan-tuntutanNja tersesatkan dalam banjak hal. Maka dari itu, dalam rangka pelaksanaan Keselamatan adikodrati, Tuhan sekarang membangkitkan dan menghidupkan faham-faham jang sehat tentang suasana dan tjara-hidup manusiawi jang benar. Itulah sjarat dan titik-tolak hubungan baru antara Tuhan dan manusia jang sedang dibangun.

Karena perintah-perintah jang mengatur hidupp Israel berdasarkanlah atas perwahyuan hubungan jang chas antara Jahwe dan Israel itu, maka didalamnja telah termuat djuga daja-penggerak untuk menuntun orang beriman kearah tuntutan- tuntutan hidup jang semakin sempurna, sedjadjar dengan berkembangnja kesatuan- hidup dengan Tuhan jang semakin sempurna djuga.

Di dalam Dekalog Tuhan pertama-tama menjatakan Diri sebagai Allah jangtunggal, jang bersifat Pribadi sempurna dan transenden. (Kata transenden itu berarti: berada diatas alam serba terbatas, diatas machluk-machluk, tataran berpikir, berkehendak dan bertindak jang serba tertjipta; djadi pada taraf jang berlainan sama sekali).

Dengan demikian faham tentang Tuhan jang terlampau berbentuk manusiawi pun ibadat jang bersifat magis atau materiil -- seperti terdapatlah pada bangsa-bangsa disekitar Israel -- ditolak. Umat Jahwe tertjegah daripada mentjiptakan dewa-dewa menurut gambaran manusia jang djauh dari sempurna, binatang-binatang atau hal-hal bendawi (lihat misalnja: Kebidj. 13-15).

Bersama dengan itu Tuhan menggariskan pedoman-pedoman tjara-hidup jang akan mentjerminkan kesempurnaan dan kesutjian Allah sendiri. Jang ditekankan terutama ialah sikap terhadap Tuhan dan terhadap saudara-saudara sebangsa.

Meskipun Hukum-Perdjandjian ini kurnia Tuhan sendiri, tetapi Musa sebagai perantara djuga berperanan aktif dalam merumuskan tuntutan-tuntutan Tuhan itu, jang difahami olehnja dalam hubungannja jang langsung dan bersifat perorangan dengan Jahwe. Adapun sangat lajak untuk perumusannja jang konkrit Musa djuga bersandar pada hukum-hukum dan padatan-padatan jang berlaku ketika itu.

Azas-azas hukum jang ditentukan oleh Musa itu, kita ketemukan dalam kitab Pengungsian ini kadang-kadang dalam bentuk jang lebih teruraikan. Mislanja dalam peraturan-peraturan tentang Tempat Sutji dan ibadat.

Dalam upatjara ibadahnja umat Israel menampakkan kesutjiannja dan menjatakan penjerahan dirinja kepada Jahwe. Dalam tempat Sutji Tuhan serta kemuliaanNja hadir setjara tampak ditengah-tengah umatNja. Dari sana pula Tuhan memimpin Israel selama perdjalananNja. Demikianlah terutama di Tempat Sutji umat menghajati Perdjandjianja dengan Jahwe, satu-satunja Allah sedjati dan Allah Israel.

Djadi Hukum-Perdjandjian bersifat religius, tetapi sekaligus meliputi seluruh hidup djuga. Hukum ini mengatur hubungan-hubungan sosial jang mempersatukan bangsa, pun mengatur hubngan Israel dengan bangsa-bangsa lain, sedemikian rupa sehingga tjiri-tjiri chas Israel selaku bangsa Tuhan tetap terdjamin. Maka sekaligus djuga merupakan Undang-Undang Dasar. Demikianlah dalam kehidupan bangsa Israel unsur-unsur kodrati dan adikodrati erat-erat berdjalinan.

Pembagian Kitab Pengungsian dibagi menurut dua pokok utama tersbut diatas:

A. Bagian riwajat : Fasal 1-18

I Pembebasan dari Mesir Situasi ditanah Mesir : 1 Panggilan Musa : 2 - 7,7 Siksaan-siksaan tanah Mesir : 7,8 - 11,10 Tentang Paskah : 12,1-36 Keberangkatan dari Mesir : 12,37 - 14,14 Penjeberangan laut : 14,15 - 15,21

II Perdjalanan dipadang-gurun : 15,22 - 18,27

B. Bagian perundang-undangan: Fasal 19-40

III Perdjandjian digunung sinai Terbentuknja Perdjandjian dan Dekalog : 19 -20,21 Kitab Perdjandjian : 20,22 - 23, 19 Djandji-djandji untuk waktu depan : 23,20-33 Perdjandjian diperkuatkan : 24

IV Peraturan-peraturan tentang ibadat dan Tempat Sutji : 25 - 31, 18

V Israel murtad -- Perdjandjian diperbarui : 32 -34,33

VI Pembangunan Tempat sutji : 33 - 40, 38

Terdjadinja Kitab Pengungsian

Tradisi-tradisi jang digunakan pengarang Kitab Pengungsian mempunjai akarnja dalam jaman peristiwa-peristiwa sendiri berlangsung. Unsur-unsur pokok perwahjuan Tuhan dan hukum telah termaktub oleh Musa serta pembantu-pembantunja. Maka dalam Kitab ini kita dihubungkan dengan realita sedjarah dan dengan bentuk- dasar Hukum.

Hukum ini oleh Musa dipahatkan diatas batu, seperti lazimnja dokumen-dokumen juridis dan historis jang penting pada djaman itu, ialah jang perlu diabadikan. Loh-loh batu ini dipelihara dan disimpan dengan chidmat di Tempat Sutji. Pandjang atau singkatnja Dekalog dan dokumen-dokumen lain jang asli ini sekarang tidak dapat ditentukan lagi dengan pasti, kerenan kemudiannja telah ditjantumkan dalam suatu redaksi jang lebih luas.

Tanpa kenjataan historis Pembebasan dari Mesir, Perwahjuan Tuhan di Sinai dan kegiatan Musa, kita tidak dapat memahami sedjarah bangsa Israel selandjutnja, pun pula bangunnja kembali sesudah masa pembuangan itu berdasarkan atas kepertjajan akan Perdjandjian dengan Jahwe dan atas Hukum Musa. Maka dari itu fakta-fakta tersebut hanjalah mungkin terlaksana karena ada landasannja historis.

Perlu diketahui, bahwa pada bangsa Israel, seperti djuga pada bangsa lain-lain dewasa itu, tradisi lisan merupakan djalan penting untuk mengenangakan dan menjalurkan peristiwa-peristiwa sedjarah kepada keturunan-keturunan berikutnja.

Sudah barang tentu isi tradisi ini dari abad keabad berkembang dan bertambah unsur-unsur baru. Ini nampak terutama pada peraturan-peraturan jang mengatur hidup kemasjarakatan dan upatjara Ibadat. "Hukum dasar" jang asli tjukup sederhana, dan selaras dengan situasi bangsa Israel sebagai bangsa jang belum memiliki wilajah kediaman sendiri dan mengembara sebagai gembala-gembala. Situasi permulaan ini berkali-kali nampak dengan djelasnja dikitab Pengungsian.

Lambat-laun peraturan-peraturan dasar ini semakin terperintji dan disesuaikan situasi baru, terutama ketika Israel sudah mendjadi bangsa jang berkediaman tetap dan bertjotjoktanam. Tetapi penjesuaian ini berlangsung selaras dengan jiwa Hukum Musa dan dalam rangka Perdjandjian dengan Jahwe. Maka dari itu sudah selajaknjalah pengetrapan-pengetrapan lebih landjut ini dimasukkan kedalam Hukum Musa dan djuga dipandang sebagai peraturan-peraturan berasal dari Tuhan, jakni sebagai konsekwensi langsung dari Perdjandjian.

Demikian dalam kitab Pengungsian, disamping unsur jang menggambarkan situasi Israel pada djaman Musa, terbajangkan djuga proses perkembangan perundang- undangan dan organisasi upatjara ibadat selandjutnja. Misalnja ada peraturan- peraturan tentang pertanian dan peraturan untuk Tempat Sutji, jang baru dikemudian hari sesudah umat menetap di Kanaan dan sesudah kenisah di Jerusalem didirkan, mendapat wujudnja.

Djadi Sabda Tuhan semakin meresapi kehidupan bangsa dan memberinja perudjudan jang njata. Sementara proses perkembangan ini berlangsung, struktur-dasar Israel jang semula serta Hukumannja tetap bertahan sebagai titi-tolak ilahi dan landasan, dan tetap terpelihara dalam tradisi. Tambahan-tambahannja bukan unsur jang asing, melainkan perkembangan organis jang berlangsung atas dorongan Roh Tuhan. Sekaligus ini merupakan pengertian dan penghajatan jang lebih mendalam dari peristiwa-peristiwa sedjarah, ialah Pembebasan dan Perwahjuan di Sinai. Tuhan sendiri memupuk kesadaran itu, terutama dengan perantaraan para pemimpin Israel dan para Nabi.

Adapun pengarang kitab Pengungsian kemudian menggunakan bahan tradisi lisan dan tertulis jang sudah ada. Seperti dalam kitab Kedjadian, begitu pula disini kita dapat membedakan tiga aliran tradisi pokok, jang mendjadi sumber terpenting bagi pengarang, jakni tradisi Jahwitis, tradisi Elohistis dan tradisi Imam. Tradisi imam itu mendjadi kerang tjeritanja, lainnja mendjadi sumber-bahan. (Lihat djuga: Kata Pendahuluan Umum).

Adalah maksud pengarang sutji kitab ini, untuk mengolah bahan tradisi dan menjusun gambaran total dari sedjarah pembebasan Israel dan Perdjandjian bersama dengan wudjud-wudjud konkrit dari Sabda dan Kerja Tuhan ini, seperti jang telah terbentuk didalam kehidupan umat. Jang disadjikannja bukan laporan peristiwa- peristiwa melulu. Ia djuga mengungkapkan maknanja religius jang sesungguhnja, seperti dimaksudkan oleh Tuhan. Didjelaskannja, bagaimana Sabda, Karja dan tuntutan-tuntutan Tuhan tetap bertahan, walaupun manusia banyak menentangnja.

Maka dalam kitab ini terpaparkan suatu taraf dari sedjarah-keselamatan dan diuraikan bagiamana Sabda Tuhan terlaksana dan berkembang didunia menudju titik- achirnja, ialah Perdjandjian Baru.

Perumusan-perumusan Hukum

Sebagai akibat penggunaan bermatjam-matjam tradisi, terutama dalam bagian Hukum kita ketemukan beberapa ichtisar Hukum Musa, jang nada-nadanja dan uraiannja saling berlainan.

Dekalog (20,2-17) diuraikan kiranja menurut tradisi Imam, sedangkan peraturan- peraturan jang biasanja disebut "Kitab Perdjandjian" (20,22-23,19) berasallah dari tradisi Elohistis.

Saduran Jahwistis dari hukum Perdjandjian tertjamtumkan dalam kissah pembaharuan Perdjandjian (34,10-27). Ichtisar ini kadang-kadang disebut "Dekalog kultis", artinja jang berhubungan dengan ibadat.

Tradisi Imam terutama menaruh perhatian atas peraturan-perturan liturgis tentang hari raja Paskah (12) dan tatasusunan Tempat Sutji, pun pula atas peristiwa diadakannja Imamat (25-29 dan 35-40).

Latarbelakang historis

Dalam menilai peristiwa-peristiwa jang ditjeritakan, kita hendaknja dengan seksama memperhatikan makna dari bentuk-bentuk literer (misalnja gaja historis, didaktis, juridis, puetis) jang dipakai pengarang, agar kita dapat menangkap maksudnja jang benar.

Mengenai peristiwa-peristiwa jang menakdjubkan perlu ditajtat: Dalam membebaskan bangsaNja, Tuhan memang bertindak sendiri dengan tjara adikodrati. Namun ini tidak berarti, bahwa Tuhan selalu menghapuskan segala sebab-musabab kodrati. Tetapi karena Allah ikut bertjampurtangan, maka peristiwa setjara aktif sedang melaksanakan Keselamatan. Berpangkal pada peristiwa nampaknja kuasa Jahwe dalam sedjarah dengan membebaskan umatNja, semua kedjadian-kedjadian penjelamatan selandjutnja menjadi satu rangkaian, jang semakin terang menglihatkan terlaksananja Karja Tuhan jang agung itu, dan merupakan pertumbuhannja menudju kepenjelesaiannja.

Maka dari itu penulis Kitab ini mempunjai tugas utama untuk mewartakan fakta- fakta sedjarah sebagai manifestasi Karja-penjelamatan Tuhan didunia ini. Berhubungan dengan itu beberapa hal, jang dari sudut sedjarah dan ilmu bumi boleh dianggapnja penting, tidak begitu diperhatikannja. Djuga dalam tradisi rakjat rupa-rupanja hal tersebut tidak ditekankan. Misalnja nama Parao Mesir sadja tidak disebutkan. Begitu pula djalan perantauan umat Israel dan tempatnja menjeberangi laut sukar sekali ditentukan dengan pasti. Bahkan letak gunung Sinai tidak terterakan dengan tepat, dan dalam tradisi elohistis dan deuteronomistis bukit ini disebut dengan nama lain, jakni Horeb.

Tidak adanja ketentuan jang tepat mengenai tempat terdjadinja peristiwa- peristiwa tadi, mungkin djuga disebabkan karena tempat-tempat dan keadaan itu bagi angkatan-angkatan kemudian lama-kelamaan mendjadi kabur.

Sungguhpun begitu kitab Pengungsian masih tjukup djuga menggambarkan situasi historis dan memberi pedoman-pedoman geografis. Maka kalau ini kita tambah dengan sumber-sumber sedjarah lainnja, latarbelakang konkrit dari kedjadiankedjadian mendapat sorotan semakin terang.

Kapan Pengungsian terdjadi?

Perihal ini ada dua pendapat jang tjukup ada alasannja. Ada jang beranggapan bahwa Pengungsian terdjadi dalam abad ke-XV sebelum Masehi, dibawah dinasti Mesir jang ke-18. Pendapat ini berpegangan pada 1 Radj. 6,1 jang menjebutkan, bahwa Salomon memulai pembangunan kenisah 480 tahun sesudah Pengungsian dari Mesir. Adapun pembangunan ini berlangsung sekitar tahun 960 sebelum Masehi. Tetapi petundjuk mengenai waktu ini mungkin mempunjai arti simbolis sadja. Maka dari itu pendapat ini terutama didasarkan atas kenjataan, bahwa dalam abad XVI sebelum Masehi ditanah Mesir terdjadi pergolakan politik jang berpengaruh besar. Sekitar 1580 pendjadjahan semitis dari radja-radja Hiksos berpengaruh besar. Sekitar 1580 pendjadjahan semitis dari radja-radja Hiksos digulingkan oleh bangsa Mesir, dan ibukota Avaris (kemudian namanja Tanis direbut. Dengan demikian telah lampaulah djaman jang menguntungkan bagi kaum Hibrani, jang sebagai orang semit ada kesamaannja dengan Hikson. Mungkin ketika itulah penidasan para Parao Mesir mulai (Peng. 1,8), dan lambat-laun semakin kuat keinginan akan meninggalkan tanah Mesir.

Alasan-alasan lain ialah: semakin lemahnja kekuatan militer, terutama dibawah Parao Amenofis III (1413-1377) dan Amenofis IV (= Ekhnaton 1377-1358). Lagipula surat-surat Tell-el-Amarna, dari djaman itu djuga, menjebutkan bahwa radja-radja bawahan ditanah Suria dan Kanaan meminta bantuan Parao untuk melawan serangan bangsa Chaibiru, suatu nama jang menurut beberapa orang ahli menundjukkan bangsa Hibrani. Achirnja tafsiran tertentu dari tulisan diatas tiang Parao Merneptah (1229 seb. Mas.), jang mentjeritakan kemenangan gilang-gemilang atas bangsa Israel ditanah Kanaan. Ini berarti Israel sudah terlebih dahulu berkediaman disana.

Alasan-alasan tersebut diatas dapat disangsikan kebenarannja. Lagi pula ada keberatan, misalnja: pada djaman dinasti ke-18 istana Parao tidak berada didaerah utara (Avaris), tetapi di Thebe (lihat: Peng. 2,5;15.20;7,15). Maka dari itu kebanjakan para ahli berpendapat, bahwa peristiwa Pengungsian terdjadi dibawah dinasti ke-19 dalam abad XIII sebelum Masehi. Pada djaman itu jang mendjadi Parao ialah: Ramses II (1301-1234) dan Merneptah (1234-1220). Kalau begitu, kedatangan suku-suku Hibrani ditanah Mesir dan kekuasaan Jusuf bertepatan waktu dengan muntjulnja dinasti Hiksos (lihat keterangan pada Kedj. 47,17). Selain itu nama-nama kota jang disebut-sebut, jakni Ra'amses dan Pitom (Peng. 1,11) selajaknja didirikan oleh Ramses II. Tiang Merneptah (lihat diatas) menjarankan, bahwa bangsa Israel di Kanaan belum memiliki wilajah kediaman jang tetap. Djadi rupa-rupanja tanah itu mereka masuki tidak lama sebelum tahun 1229, dan Pengungsian dari Mesir terdjadi 40 tahun sebelumnja, sekitar tahun 1270.

Ketjuali itu penjelidikan ilmu purbakala ditanah Palestina mengungkapkan, bahwa kebudajaan orang Kanaan dibeberapa tempat terputus sekitar achir abad ke-XIII, dan bahwa kota-kota jang digempur diduduki lagi antara 1150. Ini merupakan suatu petundjuk jang boleh dipertjaja, bahwa pada djaman itulah tanah Kanaan diduduki oleh umat Israel.

Memang kesukarannja ialah, bahwa kalau begitu Pengungsian terdjadi lama sekali sesudah pengusiran para Hiksos, dan bahwa bangsa Hibrani mungkin sampai berabad- abad ditindas oleh orang Mesir. Tetapi pertama-tama: belum pastilah penindasan itu mulai segera sesudah runtuhnja pemerintah Hiksos (kira-kira 1580). Kemudian: nama-nama Mesir jang dipakai orang Hibrani sedjak beberapa generasi, menundjukkan bahwa mereka masih lama diam ditanah nenek-mojang dan sanak-saudara Harun misalnja ada jang mempunjai nama Mesir, dan djuga Musa adalah nama Mesir.

Achirnja kami tjatat setjara singkat pendapat, bahwa sebelum umat dibawah pimpinan Josua masuk Kanaan, sudah ada beberapa suku atau kelompok Hibrani jang berhasil masuk kedalam tanah Kanaan itu dari sebelah selatan. Mereka kemudian menggambungkan diri dengan persekutuan Israel. Namun tanda-tandanja kurang djelas untuk mentjapai kepastian dan gambaran jang terang mengenai imigrasi itu, apalagi mengenai adanja pengungsian dari Mesir sebelum djaman Musa.

Djalan jang ditempuh pada Pengungsian

Titik-tolaknja, jakni kota Ra'amses, mungkin sama dengan ibukota Avaris/Tani didelta bengawan Nil. Ada jang menjangka, bahwa tempat Israel bertolak itu terletak disebelah selatan Tanis, jaitu dikota jang kemudian disebut Qantir. Seluruh wilajah muara Nil bagian timur mempunjai nama Gosjen.

Djalan jang ditempuh bangsa Israel sukar ditentukan dengan pasti, karena perbedaan antara tradisi J dan E. Rupa-rupanja menurut tradisi Jahwis umat Israel berangkat melalui djalan biasa menjusur pantai kearah timur-laut. Nama migdol dan Baal-Safon mungkin menundjukkan djalan utara ini. Begitu pula nama laut, jang menurut laut, jang menurut Kitab Sutji bukan "Laut Merah", tetapi "Laut Gelagah", jakni paja atau rawa jang banjak ada gelagah-papirus. Nama ini (dalam bahasa Hibrani "yam suf") terdapat djuga dalam bahasa Mesir ("pa-sufi"); jang dimaksudkan: sebidang rawa disekitar danau Menzaleh disebelah utara.

Mungkin tradisi ini terbentuk, karena kurang djelasnja tjatatan-tjatatan sedjarah, atu djuga karena djalan inilah jang pernah dilalui suku-suku semitis lainnja.

Tradisi Elohis, jang tersebar diantara suku-suku Israel utara, seperti djuga tradisi Deuteronomis setjaa positif menundjukkan djalan lain, jakni kearah tenggara (Peng. 13,17; Ul. 1,2). Tradisi ini djuga ada dasarnja dalam fakta, bahwa sedjak kira-kira tahun 1300 seb. Mas. djalan menjusur pantai utara jang melalui Pelusim, dilengkapi dengan pos-pendjagaan Mesir, sehingga tidak aman bagi orang-orang Israel.

Karena dalam kitab Pengungsian kedua tradisi itu didjalinkan, maka gambaran tentang djalan jang ditempuh telah mendjadi sedikit kabur. Tetapi gambaran jang terachirlah pada umunja dianggap benar. Migdol mungkin nama jang tepat penjeberangan didekat "Danau-danau Pahit", jang tjukup berbahaja. Besarlah kemungkinannja bagian selatan Danau-danau pahit ini, jang ketika itu terhubungkan dengan Laut Merah, tempat jang dilalui rakjat Israel.

Perdjalanan selandjutnja, melalui padang pasir, dapat kita temukan kembali dengan agak pasti melalui wahah-wahah (oase) disemenandjung Sinai. Dibagian selatan semenandjung ini ada tiga bukit jang agak menjolok, jaitu: Djebel Serbal, Djebel Katerin dan Djebel Musa. Menurut tradisi kuno jang lajak dipertjaja, bukit terakhir inilah gunung Sinai, seperti djuga ternjata dari namanja. Gunung itu setinggi 2244 meter.

Pentingnja Kitab Pengungsian

Pengungsian dan Perdjandjian di Sinai tetap menjadi dasar jang sutji bagi Israe. Dari sumber ini iman dan kesusilaannja sebagai umat Allah mendapat inspirasi dan kekuatannja. Perdjindjian lain-linnja jang disebut dalam Kitab Sutji semuanja dipandang dalam hubungannja dengan Perdjandjian jang utama ini. Begitu pula semua hukum-hukum dikemudian hari terhubunglah dengan Hukum-dasar ini. Pun pula semua mukdjidjat, jang menampakkan selandjutnja kuasa Jahwe jang menjelamatkan, mengingatkan akan Pembebasan jang pertama ini.

Salah satu tanda jang djelas sekali, bahwa Pengungsian tetap besar artinja ialah: perajaan Paskah setiap tahun. Perajaan itu bukan hanja peringatan akan apa jang terdjadi dimasa lampau, tetapi sekaligus merupakan kesaksian iman, pengharapan dan kepertjajaan. Israel tetap menjadari dirinja sebagai bangsa jang dibebaskan dari Mesir (Peng. 12,27;13,8 lih, djuga: 13,14-15). Tiap-tiap kali Israel mengikat diri lagi pada wadjib-wadjibnja sebagai umat terpilih, lagipula menegaskan kejakinannja, bahwa Jahwe tetap hadir menjertainja, untuk lebih landjut melaksanakan pembebasan ini terutama pada masa bahaja dan penindasan.

Demikian djuga, kemudian didjaman para Nabi berulang-ulang memperingatkan umat, akan Perdjandjian dan Hukum Musa. Mereka tidak mewartakan suatu jang baru semata-mata, tetapi mendorong kearah penghajatan jang lebih mendalam. Kemerosotan dan keruntuhan bangsa mereka gambarkan sebagai djalan kembali ketanah Mesir, dan pembebasan dari pembuangan sebagai Pengungsian baru melalui padang pasir menudju tanah jang didjandjikan.

Djadi mukdjidjat agung jang diperkuat oleh Tuhan dengan perantaraan Musa semakin nampak sebagai pembebasan jang menjeluruh, menundjuk kearah pembebasan jang definitif dan sempurna dalam Kristus.

Oleh karena itu dalam Perdjandjian Baru Penebusan kitapun dibandingkan dengan Pengungsian Israel sebagai latarbelakangnja. Jesus itu adalah Israel jang baru. Ia kembali dari tanah Mesir, melalui air pemandianNja dan bertolak kepada gurun. Ia pula bagaikan Musa jang baru mengumumkan Hukum Keradjaan Allah diatas bukit (lih. Injil S. Matteus).

Djuga S. Joanes, S. Petrus dan terutama S. Paulus berbitjara tentang penebusan dan baptis kita dalam hubungan dengan Pengungsian. Hari raja Paskah adalah pesta pembebasan kita berkat Darah Jesus, Domba Paskah (mis.: 1Kor. 10, 1-13;5,7). Dalam perajaan Enkaristi kita melangsungkan pesta Paskah ini, penebusan kita dilaksanakan dan kita persiapkan akan memasuki Tanah jang didjandjikan (Jo. 6,22 dsl.)

Kitapun, umat Allah jang baru, mengalami Pengungsian. Maka dari itu sambil merenungkan kitab Pengungsian, kita hendaknja semakin menjelami Karja Penebusan Kristus.

Adapun tudjuan pembebasan ialah: terbentuknja suatu Bangsa baru. Demikian pula Karja Kristus mempersatukan kaum beriman mendjadi persekutuan hidup jang nampak, umat jang tersutjikan kepada Tuhan dan jang mendjadi milikNja (1Petr. 2). Kurnia-pembebasan menimbulkan ikatan istimewa, jakni Perdjandjian dengan Allah jang dunia ini menampakkan diri dalam persatuan mereka jang menghajati ikatan itu. Demikian kitab Pengungsian, disamping menggambarkan Penebusan kita, sekaligus djuga melambangkan Geredja Sutji jang satu.

(0.24952224561404) (Ul 4:1) (ende)

Setelah pengantar historis dan pemberitaan mengenai karja agung dari Jahwe kini menjusul pendjelasan tentang kewadjiban-kewadjiban Perdjandjian. Ketetapan (bhs. Hibr.:choq) merupakan peraturan jang ditetapkan setjara tertulis: namun dipakai djuga dalam arti jang lebih luas jakni sebagai ketentuan-ketentuan jang disampaikan setjara lisan. Keputusan (bhs. Hibr. "misjpat") berarti keputusan pengadilan. kata tersebut kerapkali menjatakan hukum adat. Kombinasi kata-kata jang seringkali dipakai didalam kitab ini: perintah-perintah: ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan tidaklah pertama-tama dimaksudkan untuk membedakan-bedakan berbagai matjam peraturan: melainkan merupakan suatu rumusan jang mentjakup segala apa jang tertjantum dalam peraturan-peraturan: tanpa ketjuali.

Kelangsungan hidup umat serta milik atas tanah bergantung pada kepatuhan terhadap hukum: seperti halnja jang dilukiskan dalam kitab ini. Ini merupakan pernjataan dasar dalam kitab Deuteronomium.

(0.24952224561404) (Hak 1:1) (ende)

HAKIM-HAKIM

PENDAHULUAN

Kitab “Hakim2” mendapat namanja dari tokoh2 jang memainkan peranan utama dalam kisah jang dikumpulkan dalam kitab ini.sedjak dulu kala kata Hibrani jang menjatakan nama mereka itu, diterdjemahkan dengan kata ”hakim2”; tetapi sebutan ini tidak seluruhnja sesuai dengan fungsi jang mereka djalankan. Selain tokoh nabiah Debora (4, 4-5), “hakim2” itu tidak mempunjai tugas resmi dalam hal peradilan. Mereka adalah terutama pedjuang dan pahlawan perang dan disebut pula dengan istilah “penjelamat” (2, 16; 3, 9. 15), hal mana sesungguhnja lebih bersesuaian dengan peranan , jang dimainkan mereka. Didalam sungguhnja lebih bersesuaian dengan peranan, jang dimainkan mereka. Didalam keadaan2 darurat mereka itu dipanggil langsung oleh Allah dan diilhami serta dibimbing oleh roh dan kekuatanNja, untuk menjelamatkan Israil atau sebagian dari penindas2. Tokoh Sjimsjon jang agak gandjil itu tampilseorang diri benar2 dan sama sekali tidakdapat dinamakan pemimpin rakjatdalam arti manapun djua. Namun demikian, iapun adalah seorang “hakim” (16, 31).dari seluruh kitab itu djelaslah kiranja, bahwa tokoh2 tersebut tidak disebut “hakim” dalam arti kata jang lazim. Mereka itu terutama adalah utusan Jahwe jang berkarunia, untuk bertindak atas namaNja. Dalam banjak hal mereka sama dengan para nabi. Tetapi kalau nabi2 itu diutus untuk berbitjara atas nama Jahwe, maka “hakim2” itu diutus untuk bertindak atas namaNja. Karunia atau charisma inilah jang merupakan tjiri chasnja. Si perebut kekuasaan, Abimelek tidak disebut “hakim”, tetapi “penguasa” (9, 22). Sebaliknja, beberapa tokoh dari antara mereka itu (Gide’on, Jeftah), memperlihatkan suatu ketjondongan jang amat kuat, untuk beralih dari panggilan charismatisnja kesuatu kekuasaan jang stabil, hal mana dengan sendirinja mengandung suatu peradilan jang teratur. Tetapi unsur ini rupa2nja tidak tertjantum dalam djabatan “hakim” menurut logat kitab Hakim2. Namun demikian, “hakim” sebagai utusan Jahwe memberikan keadilan kepada umatNja, dengan membebaskannja dari penindasan, hal mana berarti “hukuman” bagi para penindas. Perhubungan2 hukum antara umat dan Jahwe serta antara Israil dan musuh2nja, jang diperkosa itu dipulihkan oleh mereka dan dalam arti demikian pengertian “hakim”tidaksamasekali asing pada fungsi charismatis mereka. Boleh djadi dengan alasan itu terpilihlah kata itu bagi mereka.

“Hakim2” itu tampil didjaman antara kematian Josjua’sampai ke Sjemuel. Tetapi tokoh Sjemuel (I Sjem.. 7, 15-17) dan djuga “Eli (I Sjem. 4, 18) termasuk djaman itu dipandang dari sudut historis dan theologis. Djuga tokoh Sjemuel pada permulaan tampilnja (I Sjem. 11, 5-11) masih kelihatan banjak persesuaiannja dengan hakim2 itu. Dalam diri Sjaul hasratakan keradjaan,jangdahulu sudah ada, mendapat perwudjudannja jang tetap, sehingga dengan itupun sesungguhnja djaman hakim2 itu berachir setjara definitif. Bagian pertamakitab Sjemuel (p. 1-12) bolehlah dari segi kesusasteraan dipandang sebagai kelandjutan langsung dari kitab Hakim2. Makanja ada ahli jang berpendapat, bahwa pasal2 permulaan Sjemuel itu memang tadinja termasuk dalam kitab Hakim2 dan baru kemudian dilepaskan daripadanja. Namun tiada bukti2 luaran bagi anggapan itu, bahwasanja kedua kitab itu dahulu pernah merupakan satu keseluruhan.

Dalam menentukan lebih landjut djaman Hakim2 setjara chronologis, sedjauh itu disebutkan dalam kitab tersebut, orang terbentur pada kesulitan2 jang tidak ketjil. Ini bergandingan pula dengan kesulitan2 sematjam itu berkenaan dengan kitab Josjua’. Kelihatannja sadja kitab itu sendiri memberikan petundjuk2 jang amat teliti, sehingga rupa2nja sangat mudahlah menentukan lamanja waktu itu dengan tepat. Djika semua keterangan dikumpulkan (3, 8. 11. 14. 30; 4, 3; 5, 31; 6, 1; 8, 28; 9, 2; 10, 2. 3. 8; 12, 7. 9. 11. 14; 13, 1; 15, 20; 16, 21) maka sampailah kedjumlah 410 tahun, hal mana dibenarkan pula oleh 11, 26. Tetapi apabila hal ini dibandingkan dengan keterangan2 lain, timbullah keberatan2 jang tak teratasi. Meurut I Rdj. 6, 1 antara keluarnja Israil dari Mesir dan pembangunan baitullah oleh Sulaiman ada djarak waktu 480 tahun. Sudah temasuk didamnja waktu empatpuluh tahun digurun – pada dirinja angka ini agak di-buat2, - djaman Josjua’, para Hakim, ‘Eli, Sjemuel, Sjaul, Dawud dan keempat tahun permulaan pemerintahan Sulaiman. Djadi tidak mungkinlah djumlah 410 tahun itu bagi djaman para Hakim. Orang boleh mentjoba petjahkan soal ini dengan menempatkan beberapa Hakim pada waktu jang sama, - hal mana mungkin djuga, - dengan menundjuk akan di-buat2nja angka2 itu, dalam mana mungkin djuga, - dengan menundjuk akan di-buat2nja angka2 itu, dalam mana angka empatpuluh (_satu angkatan), sebagian atau lipatnja, memainkan peranan jang menjolok. Tetapi melalui djalan ini orang masih belum smpai kehasil jang memuaskan. Hampir semua ahli oleh karenanja melepskan sama sekali keterangan2 kitab Hakim2, untuk lalu membuat perhitungan mereka dengan menggunakan keterangan2 lain. Dengan kemungkinan jang tjukup besar dapatlah diterima, bahwa keluarnja Israil dari Mesir terdjadi sekitar tahun 1259. Naiknja Dawud diatas tachta dapat ditanggalkan sekitar th. 1012. Djika itu dikurangi dengan empatpuluh tahun digurun, djaman Josjua’ dan Djaman ‘Eli, Sjemuel dan Sjaul, maka djaman para Hakim berlangsung dari sekitar th. 1200 sampai l.k. th. 1040, djadi 160 – 180 tahun lamanja.

Untuk melukiskan lebih landjut djaman sedjarah Israil tersebut maka diluar kitab Hakim2 itu sendiri hanja tersedialah keterangan sedikit sadja. Namun keterangan jang sedikit itu tjukuplah untuk membuat kembali suatu gambaran global jang agak teliti. Didjaman itu ditada keradjaan2 besar jang berkuasa, sehingga dalam kitab Hakim2 mereka tidak memainkan peranan sedikitpun. Israil datang dari gurun, dimana suku2 itu hidup dan susunannja sama seperti semua suku bedawi. Pada waktu tampilnja Mohammad belum banjak perubahannja dalam hal itu. Dari segi ekonomis penghidupan digurun itu sangat miskin. Palestina, jang pada hakikatnja bukannja salah satu tanah jang tersubur, bagi suku2 itu tampaknja seperti tanah susu dan madu. Adapun susunan kemasjarakatan suku2 digurun terdiri atas beberapa tingkatan dan taraf. Intipati keseluruhan dan sebetulnja satu2nja kesatuan jang kuat ialah keluarga. Keluarga terdiri atas bapak dengan isteri2 mereka. Melihat keturunan2nja sampai ke angkatan jang keepat adalah idam2an jang sangat diharapkan. Bapak keluarga adalah sungguh penguasa satu2nja jang mutlak dan kepala jang menentukan se-gala2nja. Beberapa keluarga sedemikian itu dari asal jang sama merupakan marga, jang terikat satu sama lain agak erat karena kesadaran akan asal jang sama itu. Achirnja beberapa marga karena asal jang sama merupakan suku inilah sebenarnja kestuan tertinggi, jang dikenal kalangan bedawi. Tidak djaranglah, marga2 jang sebetulnja asing, dimasukkan dalam suku lain, tetapi dalam hal itu asal jang sama lalau di-angan2kan. Proses inipun tidak djarang terdjadi pula di israil. Dengan pelbagai suku israil itu terdjadilah kenjataan jang aneh, bahwasanja mereka itu merupakan kesatuan jang lebih tinggi, bukannja berdasarkan asal-usul, melainkan agama. Mereka dipersatukan satu sama lain karena iman jang sama akan Allah jang Esa, Jahwe, dengan ibadah umum jang bersesuaian dengan itu dan tempat sutji pusat, jang sungguhpun bukan satu2nja tapi toh jang utama adanja. Digurun tempat itu ialah Kadesj. Iman jang satu dan penghajatannja itu tidak pernah membiarkan rasa persatuan fundamentil melenjap dari tengah2 Israil.

Suku2 primitif itu merembes ke Palestina didjaman Josjua’ dan djuga sesudahnja; hal mana lambat-laun mengakibatkan perombakan umum. Mereka menduduki sebagian negerr itu, baik dengan djalan damai maupun dengan djalan kekerasan, chususnja daerah2 pegunungan. Kota2 dan dataran2 untuk sebagian terbesar sementara tiu masih berada ditangan peduduk aseli. Pendahuluan pertama kitab Hakim2 menjadjikan gambaran jang agak boleh dipertjajai dari perembesan itu. Bangsa2 Kena’an, jang ada hubungan damainja dengan suku2 Israil, memiliki kebudajaan jang lebih tinggi tarafnja, hal mana njata sudah dari pemakaian besi. Mereka bukan bangsa2 pengembara, melainkan penduduk jang menetap sebagai petani, jang pusat kemasjarakatannja ialah kota dengan kebudajaan jang lebih tinggi dan kemakmuran jang agak besar. Agama mereka polytheistis, jang bersesuaian dengan penghidupan mereka sebagai petani. Dewa2 dan dewi2 mereka adalah dewa2 kesuburan, jang harus menanggung kesuburan tanah, manusia dan ternak. Pemudjaan dewa-dewi itu sangat bertjorak indriawi dan erotis. Tiap2 pusat ekonomis dan kemasjarakatan mempunjai Ba’alnja (Tuhan) sendiri dan Asjtarte (‘Asjtoret), djodohnja. Terhadap dewa2 dan dewi2 jang konkrit dengan pemudjaan jang mewah dan tjarut itu sangat menjoloklah Allah Israil, jang sungguhpun kuasa tapi toh agak abstrak dan amat susila, dan jang lebih sesuai dengan hidup keras digurun jang kersang daripada dengan hidup jang indah-sedap ditanah pertanian dan kemewahan kebudajaan-kota.

Israil harus mengikat perang lawan situasi tiu. Dari segi militer dan kebudajaan, mereka djauh terbelakang. Djarang sekali mereka berhasil menduduki kota2 dan menetap disitu. Dan djika mereka mula2 berhasil, tidak djarang mereka tak lama kemudian dipukul mundur oleh penduduk aseli. Namun demikian, dimanapun djuga ada kesempatan, suku2 Israil itu menetap disitu setelah beberapa lama mengembara. Hal itu per-tama2 membawa akibat ini, bahwasanja persatuan antara suku jang toh sudah rumit itu diperlemah lagi dan didjaman para Hakim tidak djarang berubah mendjadi persaingan, perengketaan dan peperangan antara mereka sendiri. Karena kurang kukuhnja persatuan itu, maka tidak djaranglah penduduk aseli berhasil menaklukkan salah satu suku Israil, sedangkan suku2 dari urun dapat meluaskan pendjarahannja, dengan tak banjak perlawanan, sampai ke-daerah2 jang diduduki Israil. Kesulitan2 terbesar datang dari pihak Felesjet. Orang2 Felesjet menetap di-pantai2 Kena’an, kira2 waktu Israil merembes dari timur. Dari sana mereka merembes kepedalaman dan dengan sendirinja berbentrok dengan suku2 Israil. Dalam djaman para Hakim jang belakangan orang2 Felesjet jang lebih unggul dalam bidang militer menaklukkan sebagian besar wilajah Israil. Riwajan Sjimson dan Sjemuel memberikan buktinja jang djelas. Karena kenjataan, bahwasanja Israil berubah dari suku 2 pengembara mendjadi petani2 tetap, haruslah djuga terdjadi perubahan total dalam hal susunan masjarakatnja. Tentu sadja hal ini terdjadi dalam prosed lambat-laun, tetapi proses ini toh mendapatkan suatu kemadjuan jang mentjelakakan. Israil melihat susunan jang disesuaikan dari penduduk aseli. Pusat persatuan bukannja marga, melainkan kota, tempat ber-bagai2 marga tinggal ber-sama2. Karena hubungan Israil dengan penduduk negeri lebih bertjorak damai daripada perang, maka terdjadi djuga pertjampuran antara Israil dan orang2 Kena’an, lebih2 di-kota2. Kisah Abimelek dalam kitab Hakim2 adalah gambaran jang djelas dari perubahan susunan itu. Abimelek bukanlah seorang Sjeik atas suatu marga atau suku, melainkan radja suatu kota, dimana orang2 Israil tinggal bersama dengan orang2 Kena’an.

Akan tetapi dalam bidang keigamaanlah Israil hanja dapat bertahan dengan banjak susah-pajah dan memelihara hidupnja sendiri. Agama dan ibadah bangsa2, dengan mana mereka berhubungan itu, mempunjai pengaruh jang tak terelakkan atas suku2 primitf itu. Betul mereka tak akan melepaskan Allah mereka sendiri: Jahwe tetap adalah Allah segala suku Israil. Tetapi Ba’al2 serta ‘Asjtoret2 setempat, jang telah memberkati umat mereka sendiri, tidak boleh dimurkakan, karena suku2 pengembara jang mendjadi penetap itu harus memperolah penghidupannja dari tanah jang sama djua. Budjukan, utnuk mengharapkan kesuburan dari dewa2 itu, terlalu besar. Maka menurut kenjataannja sampailah sebagian Israil pergi meudja Ba’al2 dan ‘Asjtoret2 disamping dan bersama dengan Allah mreka. Mereka mangambil-alih ibadah penduduk aseli dan malahan menirunja dalam ibadah mereka sendiri kepada jahwe. Di-mana2 timbullah pertjampur-adukan keigamaan, jang hendak memperdamaikan Ba’al dengan Jahwe. Betul, Jahwe adalah jang terbesar dari antara dewa2, jang dimintai pertolongan didalam keadaan darurat, tetapi bagi keperluan2 hidup sesehari Ba’al dan ‘Asjtoret lebih pentinglah adanja. Masih lama Jahwe harus berdjuang lawan Ba’al, sebelum Ba’al dikalahkan setjara definitif.

Ditengah syncretisme jang umum itu tidak pernahlah Jahwe kehilangan pemudja2 sedjatiNja. Mereka itu memelihara tetap berkobarnja njala-api agama jang murni, sekalipun itu sering kali tertimbun abu. Tiap2 kali keadaan darurat sampai kepuntjaknja, maka tampillah dari kalangan mereka itu orang2 jang menjelamatkan baik agama maupun bangsa dari keruntuhan. Dari tengah2 mereka itu dipanggillah para Hakim, jang selain pahlawan perang djuga senantiasa raksasa2 dalam iman jang utuh kepada Jahwe adanja. Tetapi pemudja2 Jahwe jang sedjati, seperti Gide’on, Jeftah dan Sjimson-pun tidak selalu tahu menark kesimpulan2 susila dari iman mereka.

Sebab keruntuhan keigamaan dibarengi dengan anarki susila jang tidak kurang ketjilnja. Dalam hal inipun djaman para Hakim dalam sedjarah Israil itu merupakan “abad besi” pula. Walaupun senantiasa ada suatu djarak antara iman keigamaan dan penghajatan susilanja. Namun tidak pernahlah di Israil djarak tadi sebesar dan kurang diinsjafi seperti didjaman itu. Tambahan kedua pada kitab Hakim2, jang melukiskan kebedjatan susila Gibe’on, jang dilindungi satu suku tertentu, sungguhpun suatu keterlaluan, namun menunjdjukkan suatu gedjala bagi keseluruhannja. Para Hakim sendiri bukanlah selalu tjontoh kesusilaan, hal mana bagi kita mungkin mendjadi batu sandungan. Djika sudah demikian halnja dengan pembesar2, maka dapatlah sedikit banjak dibajangkan, bagaimana keadaannja dengan rakjat djelata. Gambaran total djaman para Hakim adalah gambaran keprimitifan, kebiadaban, keliaran dan anarki jang besar, dalam mana ikatan suku2pun hanja sangat lemah adanja. Kendati demikian, arus-bawah jang kuat dari iman akan Jahwe tetap ada dan didjaman itupun tidak sampai lenjap. Dalam saat2 berkarunia arus itu sampai kepermukaan, untuk membuat Israil ttetap jakin akan kewadjiban2 susilanja maupun atas keastuan fundamentilnja dalam Allah jang kudus, Jahwe.

Dari djaman tersebut kitab Hakim2 memelihara sedjumlah petilan bgi angkatan kemudian, jakni kisah jang pandjang atau pendek sekitar keenam tokoh, jang oleh karenanja lazim disebut “Hakim2 besar”, jaitu ‘Otniel, adik Josjua’, Ehud, Barak (Debora_, Gide’on, Jeftah dan Sjimsjon. Di-tengah2nja tersisiplah tjatatan2 jang santat singkat tentang enam tokoh lainnja, “Hakim2 ketjil”, jaitu Sjamgar, Tola’ Jair, Ibsan Elon dan Abdon, hal mana sesungguhnja tidak begitu djelas, apa mereka itu menurut sedjarah termasuk dalam djaman itu. Kisah pandjang-lebar tentang Abimelek adalah kelandjutan dan sematjam timbalan terhadap kisah Gide’on. Adapun Hakim2 besar itu tidak boleh dipandang begitu sadja sebagai pahwalan2 bangsa, sebab njaris dapat dikatakan adanja suatu “bangsa”, tetapi Israil lebih merupakan suatu kumpulan suku2. Djadi, mereka itu lebih tepat dikatakan pahwalan2 suku atau marga, jang perbuatan2 kedjajaannja di-sandjung2. Lepas dari bingkai jang merangkum tokoh2 itu dalam kitab Hakim2, maka njatalah mereka itu hanja sematjam pahlawan setempat sadja. Tiba2 mereka itu tampil kedepan ditengah suku ini atau itu lawan bahaja2 jang mengantjam dari luar atau penindasan dari pihak penduduk Kena’ an. Mereka menjerukan perang pembebasan, jang kemudian mereka selesaikan dengan hasil jang gemilang. Kadang2 beberapa suku lainnja, jang menghadapi bahaja atau penindasan jang sama, menggabungkan diri dengannja. Ehud adalah pahlawan suku Binjamin; ‘Otniel melakukan tugas itu bagi beberapa marga Juda dibagian selatan negeri itu. Debora dan Barak memimpn pemberontakan suku Efraim, jang diikuti suku2 Naftali, Zebulun, Isakar, Binjamin dan Menasje, sedangkan suku2 Rubed, Gad dan Asjer tetap lepas tangan. Gide’on adalah pahlawan marga Abi’ezer dari suku Menasje, jang berhasil mengikut- sertakan suku2 Asjer, Zebulun, dan Naftali dalam perang pembebasar. Isakar mempunjai pahlawannja dalam diri Tola’, sedang Menasje dapat membaggakan Jair. Gilead (Gad) diseberang timur Jarden me-mudji2 Jeftah dan suk Dan menurunkan raksasa Sjimsjon jang terpentjil, jang meluaskan petulangan2nja sampai kewilajah Juda. Efraim mempunjai tokoh sekundernja dalam diri ‘Abdon disamping Debora dan Barak. Suku Juda sama sekali tidak diketemukan dalam kitab Hakim2, tetapi kitab Sjemuel akan mengisahkan pahlawan, jakni Dawud, jang akan mengetjilkan semua tokoh lainnja.

Kisah jang pandjang atau pendek itu merupakan bagian pokok kitab tersebut (5, 6- 16, 31). Itu didahului fua pendahuluan (1, 1-2, 5; 2, 6-3, 5) dan keseluruhannja dikuntji dengan dua tambahan jang satu tentang tempat sutji suku Dan (17) dan jang lain mengisahkan keruntuhan suku Binjamin sebagai hukuman atas kedurdjanaan kota Gibe’a (19-21). Di-tengah2 terdapat pula suatu penahuluan (10) jang mendahlui kisah2 tentang Jeftah dan Sjimsjon. Tiap2 kisah hakim selandjutnja ditempatkan dalam rangka jang serupa, jang perumusannja hanja merupakan ulangan singkat dari gagasan, jang dirumuskan dengan pandjang-lebar dalam pendahuluan adjaran jang kedua (3, 7.11; 4, 12.30; 4, 1-3.23.24; 5, 51c; 6, 1-2.7-10; 10, 6- 15; 12, 7; 13, 1; 15, 200; 16, 31b). dari itu njatalah, bahwa kisah2 tersebut gunanja untuk mendjelaskan gagasan jang dirumuskan dalam pendahuluan.

Dari ichtisar ini djelaslah sudah, bahwa kitab Hakim2 tersusun dari ber-bagai2 unsur, jang terang berbeda satu sama lain. Kisah itu diambil dari sumber2 jang lebih kuno dan baru diolah mendjadi suatu kesatuan oleh penjuun dan lagi seakan2 dibubuhi dennga beberapa tjatatan. Kisah2 itu diluar dan sebelum tersusunnja kitab tersebut sudah ada tersendiri. Kisah2 itu sudah beredar didalam tradisi suku masing2, dan ketika achirnja dimasukkan dalam kitab, maka kisah2 itu hampir2 tidak dioleh lebih landjut, tapi diambil begitu sadja sebagaimana adanja. Pastilah kisah2 itu sudah lama ada didalam tradisi lisan se-mata2, sebelum kemudian dituliskan. Tetapi sangat boleh djadi kisah2 itu bukan baru dalam kitab Hakim2 itu terdapat bentuk tulisannja. Hanja tentang tjatatan2 ketjil mengenai hakim2 ketjil bolehlah kiranja diterima, bahwa itu dirumuskan oleh penjusun kitab itu, tetapi toh berdasarkan tradisi2 jang samar2. Djuga pendahuluan pertama jang bertjorak historis itu, se-tidak2nja mengenai isinja, berasal dari tradisi. Tetapi haruslah diterima, bahwa kisah2 itu sendiri terdjadi tak lama semudah peristiwa2 jang dikisahkan itu sendiri an segera mendapat bentuknja jang kurang lebih tetap. Dapat djuga dikirakan, bahwa didalam tradisi lisan itu pelbagai kisah tentang orang jang sama dan tentang peristiwa jng sama ditjampuradukkan.

Asal kuno kisah2 jang tidak dapat disangkal ini merupakan djaminan pula bagi nilah sedjarahnja. Kalaupun dalam tradisi itu ditambahkan beberapa unsur, -pun pula unsur2 jang lebih bertjorak fokloristis, namun intipati dan perintjian2 umum kisah itu bersesuaian dengan kenjataan. Disini kita tidak bersua dengan dongengan, legenda atau mythos, melainkan dengan peristiwa2 dari masa kono Israil. Betul, kisah2 tu terlalu fragmentaris tjoraknja, untuk dapat menggambarkan kembali djaman para hakim dengan segala hal-ihwalnja jang ketjil2 tetapi bagan2 it mempunjai dasar jang sungguh2.

Pada umumnja disetudjui, bahwa kitab Hakim2 dalam bentuknja jang sekarang tidak terdjadi dan tidak tersusun sekali djadi. Kitab itu boleh dikata berkembang setjara ber-angsur2. dengan itu tidaklah dimaksudkan, bahwa kisah2 itu tadinja sudah ada sendiri2, melainkan bahwa pengumpulannja berdjalan dalam beberapa tingkatan. Tetapi dalam menentukan lebih landjut tingkatan masing2, timbullah pendapat jang ber-lain2an antara para ahli. Ada ahli, jang berpangkal pada tradisi lisan sampai kelima tingkatan. Tingatan2 itu tidak selalu redaksi jang ber-turut2, tetapi djuga kumpulan2 jang sedjadjar djalannja dan kemudian dilebur djadi suatu kesatuan. Lebih umum ialah pendapat bahwasanja tjukup dua redaksi sadja, untuk sampai kebentuknja jang sekarang. Redaksi pertapa agaknja memuat kisah2 dari 5, 12-9, 57 bersama dengan pendahuluan jang bertjorak historis, 1, 1-2, 5. redaksi kedua, jang lebih bersifat theologis, telah menambahkan jang lain2 kepada redaksi pertama itu dan memperkaja bahan2 jang sudah ada dengan keterangan2 baru. Dari pengumpul belakangan ini berasallah pendahuluan kedua (2, 6-3, 6) dan kedua tambahan (17-18; 19-21). Menurut beberapa ahli kedua tambahan itu merupakan gantinja I Sjem. 1-12, jang katanja mula2 termasuk dalam kitab Hakim2. Tetapi rupanja tiada tjukup alasan, untuk menerima hubungan dengan I Sjem itu. Selandjutnja dapat dikirakan djuga adanja imbuhan2 ketjil dikemudian hari, jang tidak dapat merubah sedikitpun pada keseluruhannja.

Djuga soal, bila kitab itu mendapat bentuknja jang definitif, djawabja sangat ber-beda2. sebagaimana halnja dengna kitab Jasjua’, demikian kitab Hakim2 oleh banjak ahli di-hubung2-kan dnegan Pentateuch (kelima kitab Musa), sedangkan dewasa ini lebih banjak ahli meng-hubung2kannja dnegan kitab Ulangtutur. Soal ini sudah dibitjarakan berkenaan dengan kitab Josjua’, dan apa jang dikatakan disana dapatlah diulang disini. Lebih baiklah kiranja dilepaskan sadja dari karja2 lainnja. Untuk menanggalkan kibtab itu melalui djalan lain. Tak seorangpun menjangkal, bahwa kitab Hakim2pun didukung oleh gagasan2 keigamaan jang sama seperti Ulangtutur, tetapi hal ini tidak berarti dengan mutlaknja, bahwasanja kitab tersebut bergantung dari padanja mengenai waktu terdjadinja. Dari sebab itu lebih baiklah penentuan waktu itu didasarkan atas keterangan2 dari kitab itu sendiri. Dari 18, 30-31 agaknja dapat disimpulan, bahwa si redaktor menjusun karjanja sesudah tahun 733 atau 722, keitik keradjaan utara Israil diangkut kepembuangan oleh Asyria. Tetapi tidak sedikitlah ahli jang menganggap ajat2 tersebut sebagai imbuhan belakangan, sendangkan ahli2 lainnja mau memperbaiki teks itu, sehingga bukan penduduk negeri itu melainkan peti Jahwelah jang diangkut ketempat lain, hal mana di-hubung2kan dengan penghantjuran tempat sutji di Silo didjaman Sjemuel oleh orang2 Felesjet. Rumus jang di-ulang2 sadja dalam bagian2 terachir: “tiada radja di Israil” (17, 6; 18, 15; 19, 1; 21, 25) sebagai pendjelasan adanja kebedjatan susila, mengandaikan pengetahuan tentang keradjaan di Israil, malahan sebagai faktor tatatertib dan kesedjahteraan. Tetapi keradjaan belakangan dalam hal itu ternjatalah bukan suatu berkah, karena ketika itu terutama dikeradjaan utara tidak djaranglah keradjaan itu mendjadi sebab musababnja keruntuhan keigamaan dan susila. Redaktor terachir, jang membuat tjatatan2 itu, mestilah hidup pada awal keradjaan, jang mengachiri kekatjauan djaman para hakim. Djadi didjman Sjaul atau Dawud, sekitar th. 1050-950. bahwasanja dalam kitab itu ada ketjondongan2 anti-radja (Gibe’on, Abimelek) dapatlah diterangkan dari sumber2 jang digunakan, dan djustru pda awal keradjaan ketjondongan2 serupa itu masih lama berpengaruh. Pun kenjataan, bahwasanja kisah2 itu dilandjutkan dengan djiwa jang sama dalam kitab Sjemuel dapatlah dipandang sebagai suatu pembenaran penanggalan tersebut diatas. Bagaimanapun djua, pendapat jang hendak menanggalkan kitab itu (dalam redaksinja jang pertama) sesudah terdjadinja Ulangtutur sekitar tahun 632 atau (dalam redaksinja jang kedua) sedudah waktu pembugann tidak mempunjai alasan tjukup, untuk diterima sebgai pasti. Untuk memebrikan penanggalan kemudian, dikemukakan pula ktjaman terhadap tempat sutji di Dan, salah satu tempat sutji dikeradjaan utara, kritik mana terselip dalam pasal 17-18. Tetapi tjelaan tersebut sudah tjukup didjelaskan dnegna kenjataan, bahwa tempat sutji tersebut didirikan oleh orang2 jang sama sekali tak berwenang dan setjara se-wenang2 dan tanpa petundjuk satupun dari pihak Jahwe. Djuga didjaman kuno sekali tjara serupa itu tidak dapat dibenarkan oleh kalangan2 agama, dan kisah itu pada dirinja menerangkan keruntukhan besar dalam bidang keigamaan didjaman para hakim. Dalam seluruh kitab itu tidak terdapat petundjuk2 adanja perpisahan atanra Juda dan keradjaan-utara, tetapi Israil malahan dipandang sebagai suatu kesatuan. Dan hal ini njatalah dapat dimengerti didjaman sebelum perpisahan. Betul dapatlah diterima, bahwa belakanganpun masih ada perubahan dan imbuhan ketjil2an, karena tiada kitab satupun dari Perdjandjian Lama dipandangn sebgai sesuatu, jang tidak boleh diubah lagi. Sikap tersebut baru dari waktu djauh belakangan.

Pada hakikatnja sukarlah, jah malahan tidak mungkinlah menjebut nama2 para penjusun kitab Hakim2. Dikalangan Jahudi dan djuga dikalangan Kristern lamalah Sjemuel dianggap sebagai pengarangnja dan itupun oleh beberapa ahli masih dianggap mungkin. Tetapi achirnja kesemuanja itu hanja bersandarikan perkiraan sadja dan tetap sukar dibuktikan. Maka itu lebih baiklah tidak menebut nama2 sadja. Satu2nja, jang dapat diketahui dari kitab itu sendiri. Ialah bahwasanja para penjususnnja adalah orang2 jang berkeigamaan, jang hidup dari gagasan2 jang djuga tampak dalam kitab Ulangtutur. Si atau para penjusun haruslah ditjari dikalangan Levita dan imam. Lebih dari itu tidak dapat.

Gagasan-pokok keigamaan, untuk mana seluruh kitab itu telah ditulis, ialah keadilan Allah jang berbelaskasihan. Semua kisah dimaksudkan, untuk memperlihatkan dalam bentuk jang konkrit, bahwa betapapun djua tidak-setianja umat kepada Jahwe, Allah toh tidak pernah melupakan umatNja. Segala kedjadian ditudjukanNja, untuk memperingatkan umat akan kesetiaan, agar dnegna itu terdjamnlah kebahagiaan dan kesedjahteraan. Bahkan terus adanja bangsa2 kafir di Kena’an adalah suatu tanda kerelaan Jahwe. Rangka jang berulang kembali dari kitab itu ialah sbb.: Umat meninggalkan Jahwe, bukannja per-tama2 karena tingkah-laku susilanja, melainkan lebih2 karena ketidak-setiaan keigamaan, jang berupa pemudjaan serta kepertjajaan pada berhala2 negeri itu. Ketidak-setiaan ini dihukum Jahwe dengna penindasan oleh pihak musuh. Tetapi hkukman itu tidak dimaksudkan untuk menolak umat, melainkan lebih untuk menginssjafkan umat agar berbalik kepada Jahwe. Apabila umat berpaling dari berhala dan berbali k kepada Jahwe, maka Jahwe segera mengutus seorang penjelaman. Si penjelamat tidak mengambil inisiatif, melainkan dipanggil oelh Allah, untuk memenuhi tugas penjelamatan atas namaNja. Bahwasanja Jahwe jang bertindak, sangatlah djelas digambarkan oelh riwajat Gide’on, jang harus mengurangi lasjkarnja sampai djumlah jang se-ketjil2nja (7, 1-8), jang maksudnja dirumuskan dengan tegas (7, 2). Kebebasan dan kesedjahteraan berlangsung selama mat tetap setia. Apabla umat kemudian tidak setia lagi, maka proses jang sama berulang kembali. Tetapi dalam kitab Hakim2 samasekali tidak dinjatakan, bahwa ketidak-setiaan, jang ber-ulang2 itu akan memuntjak djadi penolakan definitif,sebagaimana jang dinjatakan dlam kitab Radja2. Sebaliknja; kendati ketidaktetapan umat, kepertjajaan akan Jahwe dan harapan akan kerelaannNja, adalah faktor jang tetap: kerelaan Allah adalah lebih besar daripada kedurhakaan umat. Kepertjajaan ini adalah kekuatan jang menjelamatkan dan diperorangkan dalam tokoh2 para hakim. Mereka tidak ragu2 mengikuti panggilan Jahwe, karena mereka tahu, bahwa Jahwe adalah berbelaskasihan dan selalu akan mengampuni kedjahtan umat jang bersesal dan akan melepaskannja dari penindasan .itupun jang dipudji oleh surat kepada orang2 Hibrani pada tokoh2 tersebut. (Hbr. 11, 32). Dan inilah artinja jang tetap dari sedjarah para hakim, bahwasanja kepertjajan akan Allah serta kerelaanNja mendatangkan penjelamatan dalam diri Hakim jang terbesar. Penjelamat definitif dari segala penindasan dan bahkan dari akarnja, dosa, ialah: Jesus Kristus. Tetapi sedjarah para hakim adalah djuga suatu peringatan jang tetap akan sesal dan tobat, sjarat bagi penebusan dan penjelamatan.

(0.24952224561404) (2Sam 21:1) (ende)

Fasal2 ini bertjorak tambahan. Didalamnja terdapat beberapa peristiwa jang terdjadi waktu pemerintahan Dawud. Si penjusun Kitab Sjemuel, tidak tahu dimana harus ditaruh dan karena itu dibubuhi disini sadja. Kisah diteruskan oleh Kitab I Radja.

(0.24952224561404) (Ayb 19:25) (ende)

Ajat2 ini sangat sukar dan gelap dalam naskah Hibrani dan terdjemahan2 kuno sangat berbeda satu sama lain. Maknanja: Walaupun Ijob tidak berharap lagi, bahwa ia akan hidup lebih lama, tetapi ia terus pertjaja, bahwa Allah adil dan akan membenarkan kedjudjuran Ijob, malahan setelah ia mati djuga, hingga Ijob sendiri akan menjaksikan keadilan Allah. Ia berharap, bahwa sebentar ia akan kembali dari pratala.

Pikiran ini sudah mendahului serta menjiapkan adjaran tentang kebangkitan badan, biarpun itu belum terang disini dalam kitab Ijob pada umumnja tidak nampak. Ajat2 ini merupakan ajat2 jang paling penting dalam kitab Ijob.

(0.24952224561404) (Yer 25:13) (ende: kitab ini)

Kitab mana dimaksudkan kurang terang. Menurut beberapa ahli naskah jang ditulis Baruch th. 605-604 (Yer 36:2,32). Bagian ini (Yer 25:1-13) dianggap sebagai sebangsa pendahuluan untuk kitab tadi. Ahli2 lain menganggap Yer 23:13b sebagai suatu tambahan dari penjusun firman2 Jahwe ini.

(0.24952224561404) (Ul 6:5) (jerusalem: Kasihilah TUHAN) Kasih kepada Allah bukanlah sesuatu yang boleh dipilih atau tidak dipilih. Sebaliknya, ia berupa perintah. Kasih yang membalas kasih Allah kepada umatNya, Allah kewajiban berbakti kepadaNya dan menepati perintah-perintahNya, Ula 6:13; 10:12-13; 11:1, bdk Ula 30:2. Perintah kasih itu secara langsung tidak disebut lagi dalam Perjanjian Lama, kecuali dalam Ulangan. Tetapi dalam 2Ra 23:25 dan Hos 6:6 terdapat keterangan yang senada. Biarpun perintah kasih tidak jadi terungkap, namun rasa kasih kepada Allah meresap ke dalam kitab para nabi, khususnya kitab Hosea, dan ke dalam kitab Mazmur. Dengan mengutip Ula 6:5 Yesus berkata bahwa perintah kasih kepada Allah itu adalah perintah utama, Mat 22:37 dsj. Dalam kasih itu terkandung rasa segan seorang anak kepada bapanya, tetapi di dalamnya tidak ada tempat bagi ketakutan seorang budak terhadap majikannya, 1Yo 4:18.
(0.24952224561404) (Ul 27:1) (jerusalem) Bab ini terdiri atas tiga unsur yang berbeda-beda, yakni: Ula 27:1-8; 27:9-10 dan Ula 27:11-26; 27:9-10 barangkali melanjutkan Ula 26:19. Kedua bagian lain merupakan sisipan. Dalam bagian-bagian ini tidak disajikan peraturan umum, tetapi dibebankan beberapa kebaktian yang bersangkutan dengan tempat kudus di Sikhem. Dengan disadur sedikit beberapa tradisi tua dimanfaatkan. Memang kitab Ulangan tidak mungkin menyuruh membangun mezbah di gunung Ebal (atau Gerizim), Ula 27:4 dst, dan hukum Taurat yang dituliskan pada batu-batu haruslah lebih singkat dari pada Kitab Hukum Ulangan yang dituliskan dalam sebuah kitab, bdk Ula 31:24-26. Upacara yang tercantum dalam Ula 27:11-26 juga tidak sesuai dengan hukum yang hanya mengizinkan satu tempat kudus saja.
(0.24952224561404) (2Raj 17:7) (jerusalem) Renungan yang tercantum dalam bagian ini tidak berasal dari satu orang saja. Menurut penyusun utama kisah Raja-raja kesalahan Israel yang paling besar ialah: mereka memecahkan kesatuan agama Tuhan dan memisahkan diri dari Yehuda. 1Ra 12:26-33. Ini menjadi semacam "dosa warisan". Semua raja Israel ditegor oleh karena meneruskan kesalahan itu. Tegoran itu terulang di sini dalam 2Ra 17:7,21-23. Kemudian ditambahkan pikiran-pikiran lain yang senada dengan yang terungkap dalam kitab Ulangan dan kitab para Nabi, khususnya dalam kitab Yeremia. Apa yang terutama dikecam ialah: Israel mencampuradukkan agama Tuhan yang sejati dengan agama kafir dan mempertahankan tempat-tempat pengorbanan, 2Ra 17:7-18. Ada tambahan ketiga yang mempersalahkan Yehuda, juga 2Ra 17:19-20.
(0.24952224561404) (1Taw 22:2) (jerusalem) Dalam Alkitab tidak terdapat sebuah kisah yang sejalan dengan ceritera yang termaktub dalam bab 22 ini. Hanya ada beberapa ayat saja yang ditemukan dalam kitab-kitab lain. Si Muwarikh barangkali memakai sumber-sumber lain atau tradisi-tradisi yang sebenarnya mengenai pemerintahan raja Salomo.
(0.24952224561404) (Yes 47:1) (jerusalem) Sajak ini, bdk Yes 47:13+, berupa ratapan yang dalam bahasa Ibrani disebut qina, yang disusun menurut patokan-patokan tertentu. Satu-satunya nubuat melawan bangsa-bangsa lain dalam kitab Deutero-yesaya justru bagian ini. Sebaliknya nubuat-nubuat semacam itu banyak terdapat dalam kitab-kitab nabi yang lain. Gaya bahasa bab 47 ini berdekatan dengan gaya bahasa yang dipakai dalam ancaman-ancaman kepada Yerusalem.
(0.24701440350877) (Why 5:1) (sh: Liturgi surgawi (ayat 2) (Rabu, 10 Agustus 2005))
Liturgi surgawi (ayat 2)

Liturgi surgawi (ayat 2) Siapa layak membuka kitab bermeterai itu di hadapan Allah? Kitab apa yang dimeterai dengan tujuh meterai itu sehingga tak seorang pun layak membukanya? Apa isi tulisan yang memenuhi kedua sisi gulungan itu? Bagaimana semua kejadian ini berkaitan dengan liturgi surgawi sehingga memberi kekuatan bagi mereka yang bergumul di bumi?

Andaikan tak ada yang layak membuka kitab itu, nasib orang beriman akan kelam. Itu sebabnya, Yohanes menangis amat sedih. Memang tak seorang pun layak membuka kitab itu sebab isi meterai itu adalah rencana penyelamatan Allah atas banyak orang (ayat 11). Juga sebab tiap kali satu meterai dibuka, keluarlah gelombang dahsyat murka Allah atas para pelaku kejahatan (pasal 6 dst.). Satu-satunya yang layak membuka kitab itu ialah Dia yang telah bertindak sebagai Domba sembelihan. Melalui kematian-Nya, Ia justru telah menang dan terbukti bahwa Dialah Singa Yehuda (ayat 5:5). Ia bahkan dilambangkan mencundangi semua kesombongan para penguasa dunia dengan tanduk-tanduk kekuasaan mereka seperti yang digambarkan dalam Daniel 7:7-8. Tanduk yang ada pada Sang Domba Allah ternyata bukan kekuatan kodrati, tetapi kekuatan adikodrati sebab Roh Allah sendiri dalam kepenuhannya ada pada-Nya (Why. 5:6).

Gempita liturgi surgawi babak dua menyambung liturgi surgawi pertama. Segenap umat tebusan PL dan PB, bahkan seisi jagad raya dan segenap doa orang kudus meninggikan Sang Domba Allah. Ia memang layak menerima gulungan kitab dan menjalankan penghakiman atas seisi dunia sebab Ia telah menggenapi rencana Allah itu melalui ketaatan-Nya dengan konsekuensi penderitaan. Itu sebabnya, Ia adalah Domba Allah bertanduk tujuh sekaligus Singa Yehuda. Nyanyian itulah yang memberi kekuatan pada semua orang Kristen yang sedang menderita sebagai konsekuensi iman. Jalan kemenangan-Nya adalah jalan kemenangan kita!

Responsku: ___________________________________________________________________________________________

(0.24701440350877) (Why 10:1) (sh: Tugas kenabian (Senin, 15 Agustus 2005))
Tugas kenabian

Tugas kenabian Yohanes melihat kemenangan dan kedaulatan Kristus. Banyak persamaan antara malaikat yang Yohanes lihat ini dengan penampakan Kristus di pasal 5 juga pasal 1 dan 2. Semua ciri Kristus ada pada malaikat ini: kuat, berselubungkan awan (bdk. Dan. 7:13), pelangi di atas kepala, wajah seperti matahari, dan kaki bagaikan tiang api. Ia memegang gulungan kitab yang tidak lagi tertutup (Why. 5). Ia berdiri di atas laut dan darat yang melambangkan pemerintahan dan penghakiman Kristus atas seisi ciptaan. Suaranya seperti singa yang mengaum (ayat 5:5; bdk. Am. 1:2). Bedanya gulungan kitab dalam pasal ini kecil ukurannya, mengisyaratkan kitab ini adalah intisari kitab di Wahyu pasal 5.

Tujuh guruh itu masih dalam rangkaian tujuh tulah Allah untuk dunia ini. Tujuh meterai, sangkakala, dan bokor dibukakan, tetapi tujuh guruh itu harus dirahasiakan. Penampakan Allah yang sangat dahsyat terdengar sebagai guruh (Yoh. 12:28-29). Yohanes diminta untuk tidak mencatat suara tujuh guruh itu (Why. 10:7), namun hal itu segera akan terjadi. Maksudnya ialah bagaimana murka Allah itu terjadi tak dapat manusia ketahui sekarang, namun itu pasti terjadi.

Kitab yang dibuka oleh Singa Yehuda itu, kini dibawa malaikat itu turun ke bumi (ayat 1). Kitab yang berisi keselamatan dan hukuman Allah itu kini harus dimakan oleh Yohanes. Nabi sejati harus menerima firman bagi dirinya dulu, baru ia beritakan (Yeh. 2:8-3:3). Dampaknya, sang nabi merasakan manis dan pahitnya firman. Manisnya firman bagi orang yang taat dan manisnya Injil bagi orang yang merespons; juga pahitnya konsekuensi negatif firman dari orang yang menolak taat, harus dirasakan oleh sang nabi. Kita pun harus memiliki visi jelas tentang Kristus dalam segala derita dan kemenangan-Nya, menaati perintah Allah dengan segala konsekuensinya, dan menghayati segenap firman dalam hidup agar kita boleh menjalankan tugas kenabian kini.

Responsku: __________________________________________________________________________________________

(0.24448087719298) (Yos 1:1) (ende)

JOSJUA

TJATATAN TENTANG SENI PENULIS SEDJARAH DALAM PERDJANDJIAN LAMA

Permulaan seri kitab2 Perdjandian Lama, jang umumnja disebut kitab2 “sedjarah” ini, kiranja sangat pada tempatnjalah didahului dengan uraian singkat tentang dalih, jang dikenakan para pengarang, ketika mereka mnjusun kitab2 mereka. Dengan mengingat asas2 jang sama pula hendaklah karja mereka dibatja, untuk dapat dipahami dan tidak disalah-tafsikan. Dalih2 mereka berlainan dengan asas2 penulis sedjarah moderen; dan apabila orang membatja kitab2 mereka dengan berlandasan dalih moderen, tidak boleh tidak orang akan sesat djalan. Peringatan ini perlu bagi si pembatja moderen, karena manusia moderen itu “history-minded” menurut asas2 moderen, dan oleh karenanja se-akan2 setjara spontan membatja Kitab Sutji dalam tjahaja asas2 tersebut.

Adapun asas pertama ialah, bahwasanja para pengarang Perdjandjian Lama itu adalah pengarang Sedjarah keigamaan, bukannja ahli ilmu sedjarah. Mereka mengutarakan kedjadian2 jang lampau demi untuk nilai dan arti keigamaannja, djuga bagi angkatan2 jang akan datang. Menurut pendapat mereka, dibelakang seluruh kedjadian itu berdirilah Allah Israil sebagai pelaku, jang memaklumkan diriNja dalam sedjarah dan memimpinnja akan keselamatan umatNja jang terpilih. Inilah jang hendak diperlihatkan dan diberitahukan para pengarang kepada pembatja2 mereka. Untuk itupun mereka diilhami Roh Kudus.

Dari asas pertama itu berikutlah asas kedua: Para pengarang, djadi djuga Roh Kudus, hendak menjadjikan sedjarah jang sungguh2, jakni tjampur tangan riil oleh Allah dalam kedjadian, jang tersembunji dalam dan dibelakang banjak faktor insani. Inilah sebabnja maka Allah seringkali tampil setjara langsung dalam Kitab Sutji, dalam penampakan2, mukdjizat2 dan sabda2 jang diutjapkanNja. Tjorak agama Jahudi *dan Kristen) mengharuskan, bahwa agama itu berdasarkan kedjadian2 jang sesungguhnja, bukannja pada chajalan. Para pengarang, jang kepadanja, sunguh2 hendak mengatakan dan membenarkan sesuatu tentang kedjadian lampau jang njata. Dan siapa jang pertjaja akan Kitab Sutji dan inspirasi haruslah menerima pembenaran ini didjamin oleh Allah sendiri.

Akan tetapi – dan ini merupakan asas ketiga – pembenaran jang terdjamin itu pada dirinja tidak berlaku lebih djauh daripada historisita asasi pemberitaan itu; dan dengan mutlaknja hanja mengenai garis besar historis keseluruhannja sadja. Dari segi keigamaan – inipun pendirian para pengarang sendiri – tidak diminta lebih banjak djuga. Hanja pembenaran fundamentil besar Kitab Sutji berkenaan dengan sedjarah sadjalah, jang harus diterima persesuaiannja dengan kedjadian jang objektif.

Demi untuk pembenaran fundamentil itulah para pengarang mengumpulkan berita2 dan bahan2 mereka dan menjusun karja mereka. Dalam usaha itu bagi mereka tidak tersedialah alat2 ilmiah ilmu sedjarah moderen, hal mana djuga sama sekali tidak perlu untuk maksud mereka. Bahannja diambil para pengarang dari sumber2 jang sangat berlainan tjoraknja, mulai dari hikajat2 rakjat samai ke arsip2 negara. Dengan itu mereka menjusun kisah mereka tanpa banjak pernjelidikan, menurut rantjangan dan maksud mereka. Hasilnja ialah gambaran murni mengenai masa lampau dalam garis2 besarnja.

Mengingat tjara kerdja ini, para pengarang dan Roh Kudus, tidak bermaksud membenarkan begitu sadja segala hal sampai perintjian2nja. Ini hanja dilakukan apabila dan sedjauh hal, itu perlu bagi pembenaran fundamentil. Pembenaran sampai perkara jang ketjil2 itu oleh karenanja djuga memungkinkan perbedaan, tingatan2 dan tjorak2. Seringkali djuga tidak mungkin lagi, untuk menentukan tingaktan pembenaran sedemikian itu sampai perkara jang ketjil2. Namun demikian, orang tidak boleh mengatakan begitu sadja, bahwa mereka tidak lain dan tidak bukan mau membenarkan garis besarnja dan bahwa perkara jang ketjil2 itu tidak pernaj mendjai bahan pembenaran. Ini sama tidak tepatnja dengan menjatakan, bahwa mereka selalu membenarkan segala berita mereka.

Dari asas tersebut diatas dapatlah ditarik keismpulan, bahwa para ahli mendapat kebebasan penjelidikan jang amat besar berkenaan dengan bagian2 ketjil dan hal2 chusus dari sedjarah perdjandjian lama itu. Historisitanja jang terperintji dapat dan harus ditentukan dnenga penggunaan asas2 jang diambil dari ilmu pengetahuan moderen. Untuk sebagian besar bergantunglah semuanja itu dair sumber2 jang digunakan Kitab Sutji, sekadar tjoraknja masing2 dan nilah sedjarahnja. Untuk tiap hal tersendiri haruslah itu diselidiki dan ditentukan lebih landjut.

Bagi si pembatja bukan ahli, jang membuka Kitab Sutji, satu2nja pendirian jang boleh dipertanggungdjawabkan ialah, bahwa ia membatja Kitab Sutji dengan djiwa mana kitab2 itu telah ditulis. Djadi terangnja sadja, dengan pendirian keigamaan. Ia harus memperhatikan garis2 besar dan pembenaran fundamentil, sedang mengenai bagian2 jang ketjil hendaklah sikapnja sangat terbuka. Tidaklah banjak gunanja, tiap2 kali bertanja lagi: adakah ini atau itu sungguh terdjadi, adakah ini atau itu sungguh terdjadi seperti jang dikisahkan. Kalau begitu, orang membatja Kitab Sutji sebagai buku sedjarah dan bukannja sebagai pewahjuan Allah didalam sedjarah. Itu bukanlah pendirian para pengarang, jang tidak mau menandaskan sedjarah. Itu bukanlah pendirian para pengarang, jang tidak mau menandaskan sedjarah, melainkan Allah sedjarah. Itupun jang diinginkan dan diandaikan mereka pada para pembatja.

JOSJUA

PENDAHULUAN

Seri Kitab2 Perdjandjian Lama, jang merupakan kepustakaan sedjarah umat Allah dalam fasenja jang pertama, dimulai dengan kisah tentang pendudukan tanah, jang telah didjandjikan dibawah sumpah oleh Jahwe kepada para nenek-mojang. Itu adalah langkah kedua dalam pemenuhan sabda Jahwe dan landjutan sedjarah, jang tertjantum dalam kitab2 Musa. Tokoh utama kisah tersebut. Mempunjai nama jang sangan kena, jakni Josjua’ (atau Johosjua’): “Jahwe adalah pertolongan” atau “Jahwe adalah keselamatan”. Itu adalah nama simbolis bagi tokoh jang amat riil, jang merupakan perorangan serta perwudjudan dari pertolongan dan keselamatan dimasa jang amat genting dalam sedjarah Israil. Joshua’ adalah pemimpin kedua umat Allah dan pengganti dari pendiri, jang diutus Allah, jakni Musa, untuk menjelesaikan lebih landjut pekerdjaan jang sudah dimulai.

Dibatja sekali sadja, kitab itu memberikan kesan suatu kesatuan jang sangat kompak dalam pelbagai segi. Kisahnja hanja mengenai suatu masa jang pendek, hanja setengah umur manusia. Josjua’ sudah landjut umurnja, ketika ia mulai memegang pimpinan (4, 23; 14, 12). Dan ketika ia pulang kepangkuan nenek- mojangnja dalam usia seratus sepuluh tahun, jang amat tua dan terberkati itu (24, 29), tanah itu sudah direbut dan di-bagi2. Ia mendjadi pembesar bangsa Israil, jang sungguhpun terdiri atas tigabelas suku, namun berdiri dibelakang pemimpinnja sebagai masa jang kompak dan rukun dan jang dengan sukahati mendjalankan perintah2nja serta pemerintahannja.

Karja Josjua’ berlangsung dalam tiga fase jang djelas dapat dibedakan, tapi erat gandingannja dan merupakan kelandjutan satu sama lain. Demikianlah rangka kitab itu. Sesudah pengantar pendek, jang memperkenalkan Josjua’ (1, 1-9), bagian pertama (1, 10-12, 24) lalu memebrikan ichtisar pendudukan tanah itu. Setelah penjeberangan sungai Jarden setjara adjaib-itu batas alamiah Kena’an (1, 10-4, 24), rakjat disunat dan perajaan Paska dilangsungkan (5, 1-12). Lalu dikisahkan setjara agak pandjang-lebar dua gerakan tjepat untuk merebut Jeriho (5, 13-7, 24 dan ‘Ai’ (8, 1-29). Permulaan jang berhasil baik itu dikuntji dengan upatjara keigamaan jang meriah (8, 30-35). Israil bertapak kukuh ditanah perdjandjian dan mendapat landasan kuat untuk gerakan2 selandjutnja. Daerah sekitar Gibe’on, hampir dipusat tanah itu, ditaklukkan tanpa pertempuran (9, 1-27). Kemudian suatu koalisi lima radja dari selatan tanah itu ditumpas (10, 1-27) dan seluruh daerah selatan djatuh kedalam tangan Israil (10, 28-38). Suatu koalisi pelbagai radja diutara dialahkan djuga (11, 1-23), dan bagian tanah itupun mendjadi milik umat Jahwe jang terpilih. Dalam bagian kedua (13, 1-21, 45) daerah, jang direbut ber-sama2, di-bagi2 antara suku2, sehingga masing2 mendapat bagiannja. Djuga kepada kaum Levita, meskipun tidak memperoleh daerah tersendiri, atas perintah Jahwe, ditundjuk kota2 seperlunja dengan djadjahan sekitarnja sebagai tempat tinggal di-tengah2 susku2 lainnja (20, 1-21, 45). Baigan terachir (22, 1-24, 31) mengisahkan achir djalan hidup Josjua’. Suku2 seberang Jarden pulang kedaerahnja masing2, setelah tugas mereka selesai, untuk berbakti kepada Allah nenek-mojang mereka disana dan untuk mendiami daerah mereka dengan aman-tenteram (22, 1-89). Perpetjahan jang mengantjam suku2 dapat ditjegah (22, 9-34). Josjua’ lalu membuat surat wasiat rohaninja, dalam mana kesetiaan kepada Jahwe ditandaskan lagi (23, 1-16) dan dibaharui pula perdjandjian jang diadalkan dengan Jahwe di Sikem (24, 1-28); lalu suku2 bertolak kedaerah jang ditunjdjuk bagi mereka (24, 28). Penuh dengan berkah dan kemsjhuran dapatlah pahlawan besar Israil itu beristirahat dalam ketenteraman, (25, 29-31. Seluruhnja ditutup dengan beberapa tjatjatan singkat tentang makam Jusuf dan imam Ele’azar (24, 32-33).

Didalam reng2an jang terang benderang dan dengan komposisi sastera jang bermutu itu kitab Josjua’ menjadjikan dengan sama therdiknja djaman sedjarah Israil dalam penggambaran jang sangat muluk kepada para pembatja. Memang soalnja bukan mengenai pemberitaan peristiwa2 belaka, melainkan komposisi jang muluk. Kenjataannja djauh lebih ruwet daripada jang digambarkan dalam kitab tersebut, kendati dapat diketemukan djuga tanda2nja. Semuanja dirantjangkan dan disusun kearah tudjuan tertentu, jang tidak memerlukan laporan jang terperintji dan teliti. Boleh djadi si penjusun kitab tidak mampu djuga menjusun laporan sematjam itu, karena kurangnja keterangan2. dengan apa jang tersedia baginja, ia toh mau menjadjikan, mungkin lebih tepat mau menjusun, suatu ichitsar umum tentang perebutan negeri itu.

Menggambarkan kembali kedjadian sedjarah setjara teliti dan sesuai dengan kenjataan, adalah dan tetaplah sukar dan sangat hipotetis. Bahkan tidak mungkinlah menentukan dengan kepastian jang mutlak, dimasa mana tepatnja Israil masuk Kena’an. Hal ini berganding erat dengan soal tanggal keluarnja Israil dari Mesir, jang djuga tidak pasti. Orang dapat memilih tanggal masuk antara waktu sekitar tahun 1350 dan sekitar tahun 1250. Dalam hal jang pertama orang dapat menggunakan surat2 tell-Amarna untuk menentukan lebih landjut keadaan2 di Kena’an. Surat2 tersebut adalah surat-menjurat politik para Fare’o Mesir djaman itu dengan pembesar2 diluaran serta takluk22nja. Termasuk dalam golongan inipun radja2 dan walinegeri2 Mesir dari Kena’an. Namun para ahli lebih tjenderung untuk menanggalkan masuknja Israil itu sekitar 1250; dan dalam hal ini surat- menjurat tadi tidak memberikan keterangan langsung tentang suasana tanah jang dimasuki Israil itu. Tetapi pendapat ini lebih sesuai dnegna apa jang diandaikan kitab Josjua’. Sebab didalamnja sama sekali tidak di-sebut2kan Mesir sebagai kekuasaan jang dapat memperlihatkan kekuatannja; dan bahwasanja Israil, jang baru keluar dari Mesir, hendak menetap didaerah jang takluk kepada Mesir, kiranja sangat tidak mungkin. Kendati demikian, keadaan2 di Kena’an sekitar tahun 1250 rupa2nja ada banjak persesuaiannja dengan keadaan, jang disebutkan dalam surat2 tell-Amarna. Kekatjauan dan kerusuhan, jang nampak dimana2 di Kena’an, malahan bertambah, bukannja berkurang. Mesir tidak lagi mendjalankan kekuasaannja disana dan kedaulatannja hanja suatu chajalan juridis belaka. Mesir diantjam di-perbatasan2 utara oleh serangan bangsa2 jang berasal dari Asia. Hanja diketahui, bahwa Fare’o Merneptah dalam tahun 1223 mengadakan perlawatan di Palestina lawan bangsa2 Asia dibawah pimpinan orang2 Het. Dalam naskah kemenangan disebutkan pula Israil. Oleh karenanja anehlah, bahwa dalam kitab Josjua’ Mesir tidak memainkan peranan. Kemudian dalam dokumen2 disebutkan “bangsa2 lautan”. Salah satu dari antaranja ialah orang2 Felesjet, jang achirnja berhasil mendjedjakkan kakinja di-pantai2 Kena’an dan dalam Kitab Sutji memainkan peranan jang besar tapi buruk. Didalam kitab Josjua’ itu sendiri betul orang2 Felesjet disebutkan, tapi tidak memainkan peranan jang aktif sebagai musuh dan lawan terhadap Israil jang merembes, sehingga kelihatannja didjaman itu mereka belum menetap di Kena’an dalam bentuk organisasi jang kuat. Ajat 13, 2, jang menjebutkan dengan djelas orang2 Felesjet, kiranja termasuk tambahan redaksionil. Sedangkan kelemahan Mesir mengakibatkan adanja kekusutan lengkap di Kena’an tanpa kesatuan kedalam. Tanah itu didiami oleh sedjumlah bangsa dari pelbagai asal, jang dalam peredaran djaman telah menetap disana disamping penduduk aseli, orang2 Kena’an, dan jang mendesak mereka itu ke-daerah2 tertentu. Kitab Sutji dan djuga kitab Josjua’ biasanja menjebutkan keenam bangsa ini: orang2 Het, Amor, Hiw, Kena’an, Periz dan Jebus (12, 8; 3,10). Bangsa2 itu diorganisir dalam sedjumlah besar keradjaan kerdil, jang terdiri atas kota ketjil jang berbenteng dengan daerah djadjahannja. Kitab Josjua’ menjadjikan daftar tigapuluh radja jang ditaklukkan disebelah barat sungai Jarden (12, 9- 20), djadi suatu djumlah beasr keradjaan bagi tanah jang tak seberapa luasnja. Keradjaan2 dan kota2 itu tidak merupakan pula sematjam persatuan federal atau malahan persatuan jang tidak begitu mengikat, tetapi sebaliknja sering bermusuhan. Betul ada kalanja mereka bergabung lawan musuh bersama, seperti lawan Israil jang masuk (9, 1:10, 1-5; 11, 1-4), tetapi tida pernah sedemikian rupa, hingga mereka merupakan kekuasaan jang besar. Radja2 setempat itu tidak mentjari kekuatan mereka dalam persekutuan politik, melainkan dalam pengukuhan jang hebat kota2 mereka. Kebudajaan penduduk Kena’an sudah mentjapai taraf jang agak tinggi; bagaimana djua mereka lebih madju dari suku2 primitif Israil. Kebudajaan tinggi ini antara lain ternjata dari pemakaian besi, beih2 dalam persendjataan ,dan dalam pemaiakan kuda didalam peperangan (11, 1-9; 17, 14-18). Lagi pula penduduk Kena’an mengadakan hubungan dagang dengan luar negeri (7, 21). Kekusutan politik ditanah itu sebagai akibat kelemahan Mesir Mentjiptakan sjarat jang perlu bagi masuknja Israil. Bangsa Israil tidak pernah bertapak kukuh ditanah itu, sekiranja Mesir dapat mendjalankan kekuasaannja atau sekiranja penduduk Kena’an bergabung mendjadi satu.

Masuknja Israil itu rupa2nja tidak berdjalan dalam masa jang kompak dan dioraganisir, seperti jang dandaikan kitab Josjua’. Tapi tepatnja suatu proses, jang berlangsung dalam pelbagai fase. Mula2 suku2 tersendiri, jang setjara damai menetap didaerah jang sedikit penguninja, terutama dipegunungan. Malahan tidak mustahillah, beberapa suku tidak pernah diam di Mesir, tetapi selalu tinggal di Kena’an dan mengulurkan tangan kepada saudara2 mereka, jang dari gurun mentjari tanah penggembalaan bagi ternaknja. Orang2 pengembara itu sama sekali tidak mahir dalam peperangan dan dalam siasat pengepungan, sehingga kota2 itu, sekiranja mereka mau, toh tidak dapat dimasuki mereka. Mereka harus mentjari tanah itu dimana tiada kota dan penduduk, jakni di pengunungan2. dari sana mereka agaknja djuga mengadakan hubungan setjara damai dnegan penduduk negeri, jang dipusatkan di-kota2. baru kemudianlah suku2 Israil mulai mengadakan gerakan perebutan dnenga kekerasan sendjata, dalam hal mana Israil berhasil menduduki beberapa kota. Tetapi lamalah keadaannja toh begitu rupa, hingga penduduk aseli tetap menguasai kota2 dan lembah2, sedangkan Israil berkediaman dipegunungan. Persendjataan Kena’an jang lebih unggul tidak memberikan kemungkinan kepada mereka untuk menghadapi pertempuran dipadang terbuka. Perebutan2 jan ditjapai adalah lebih ahsil tipu-muslihat daripada pertempuran. Israil harus berdjuang lama, sebelum ia sngguh2 dapat disebut pemilik tanah jang didjandjikan. Peperangan itu berlangsung selama djaman para hakim sampai Swqud, dan dalam pada itu Israil sering mengalam keadaan jang sangat gawat. Kitab para Hakim menjadjikan gambaran sedjarah jang lebih murni tentang perbutan tanah itu daripada gambaran selajang pandang jang diidealisir dalam kitab Josjua’.

Adapun kitab ini meng-hubung2kan seluruh proses jang ruwet dari perembesan setjara damai dan perebutan dengan kekerasan itu dengan tjara jang dirangkakan serta diidealisir disekitar tokoh Josjua’. Beberapa petilan dan selingan dikisahkan dnengan pandjang-lebar, sedangkan lain2nja hanja ichtisarnja sadja dan kebanjakan dilewatkan atau disana-sini meninggalkan bekas jang njaris dapat diketahui. Dalam penjusunan kitab tersebut chronologi tidak banjak diindahkan, dan kedjadian2 jang berdjauhan di-hubung2kan satu sama lain atau dengan Josjua’, tanpa ada hubungan sematjam itu menurut kenjataannja. Bahkan situasi2 djauh kemudian diprojektir kemuka, sebaimana lebih2 halnja dengan bagian tentang pembagian jang diidealisir mengenai tanah itu oleh Josjua’, hal mana lebih didasarkan atas situasi semasa daripada atas dasar sedjarah.

Mengidealisir dan merangkakan kedjadian2 itu belumlah berarti begitu sadja memalsukannja. Djelaslah kitab Josjua’ itu bukan laporan historis, sebagaimana djuga tidak demikian pula dengan kitab manapun djua dari Prdjandjian Lama atau Baru. Ahli sedjarah moderen tentunja akan berlainan sekali tjara kerdjanja daripada pengarang kiab tersebut. Tetapi tuduhan “pemalsuan sedjarab” terhadap pengaragnja, sama sekali tidak pada tempatnja. Menamakan kibtab tersebut sebuah kumpulan “hikajat dan dongeng”, karena tidak sesuai dengan pendapat2 moderen, melampaui batas2 kritik jang lajak. Memang sungguh benar, bahwa banjak kisah di- hubung2kan dnegna nama tempat2 tertentu atau dengan sisa2 tertentu dari djaman lampau (4, 9; 5,9; 7,16; 8,29; 9,27; 10,27; 14,14) dan harus memeberikan keterangan atasnja. Tidak perlu diterima pula, bahwa kedjadian itu sungguh merupakan keterangan gedjala tertentu. Didalam tradisi atau oleh si penjusun dapatlah di-hubung2kan kedjadian2 tertentu denagannja sebagai keterangan, walaupun itu sesungguhnja tiada sangkut-pautnja dengannja dan oleh karenanja djuga tidak dapat merupkan keterangan historis. Tetapi ini tidak berarti, abhwa lalu kedjadian2 itu sendiri adalah chajalan sebagai keterangan tentang gedjala dari djaman kuno. Sama mungkinnja, bahwa peristiwa itu sendiri adalah sangat riil, meskipun hubungannja dengan tempat atau monumen tertentu lebih bertjorak idiil. Djuga kenjataan, jang mesti diterima, bahwasanja dengan tokoh Josjua’ di- hubung2kan peristiwa2, jang tidak termasuk dalam riwajat hidupnja, belumlah memberikan memberikan hak, untuk lalu membuat Josjua’ mendjadi tokoh dongeng dan menerangkan peristiwa2 itu sebagai hasi chajalan. Haruslah betul2 dibedakan antara peristiwa2 itu sendiri dengan susunan dan bentuk sastera peristiwa2 itu dalam kitab Josjua’. Kebalikannja adalah lebih benar: djustru karena Josjua’ adalah tokoh jang sangat riil dari djaman jang lampau dan telah memainkan peranan jang penting sekali dalam merebut tanah itu, maka dengannja di- hubung2kanlah lainnja semua. Inipun dajaupaja untuk menandaskan pentingnja tokoh tersebut, malahan dajaupaja jang lebih efektif daripada pemikiran2 jang pandjang-lebar. Tetapi bahwasanja tokoh jang tak riil atau jang tak penting menarik kesemuanja kepada dirinja, sama sekali tidak dapat diterima.

Makanja ada alasan tjukup, untuk mengukuhi tjorak historis kitab Josjua’, sebagaimana dilakukan banjak ahli. Dari kitab ini dapat ditimba keterangan2 jang sangat berharga untuk menggambarkan kembali masa lampau, meskipun diperlukan penelaahan terntentu untuk menemukan kembali kedjadian2 itu dalam keranga historisnja. Bagaima djua, tanpa kritik jang terperintjipun kitab Josjua’ menjadjikan kepada pembatjanja gambaran jang sangat riil dari kedjadian historis perebutan Palestina oleh Israil, dalam mana pribadi Josjua’ telah memainkan peranan jang penting sekali. Penemuan2 archeologi belakangan ini dapat membenarkan hal itu, walaupun harus diakui, bahwa penemuan2 itupun tidak mengurangkan kesulitan2, malahan menambahnja. Tetapi adalah tugas ilmu- pengetahuan, untuk mentjari keterangan2 lebih landjut, dan dalam pada itu tidak menempuh djalan jang termudah, dnegna memungkiri nilah sedjarah kitab Josjua’.

Untuk mengemukakan pandangan historisnja atas pendudukan tanah jang didjandjikan itu, si pengarang atau para penjusun kitab Josjua’ menggunakan tradisi2 jang djauh lebih kuno, jang boleh djadi sudah ada dalam bentuk tulisan. Orang malahan dapat dnegan kemungkinan jang besar menundjukkan dari mana tradisi2 itu berasal dan mula2 dipelihara. Sebab orang menkonstatir kenjataan, bahwa kisah2 itu disangkut-pautkan dnegna tempat2 sutji tertentu di Israil; untuk itu kedjadian2 jang dikisahkan itu sungguh penting adanja. Pendudukan Jeriho dan ‘Ai ada sangkut-pautnja dnegan tempat sutji Gilgal (4, 19-20; 5, 9; 4, 8); pendudukan daerah Gibe’on pada pokoknja adalah penting bagi tempat sutji tersebut (9, 27). Pembagian tanah oleh Josjua’ di-hubung2kan dengan rumah sutji Gilgal ( 14, 6) dan Sjilo (18,1), marga Kaleb ada sangkut-pautnja dengan Hebron (15, 13; 14, 15) dan achir hidup Josjua’ serta karjanja dialihkan ke Sikem (24, 1) dan Sjilo (22, 12). Tidaklah bertentangan dengan akal, mengandaikan bahwa kisah2 tersebut dipelihara dan terdjadi di-tempat2 itu. Sumber2, jang digunakan, kadang2 diambil l.k. menurut huruf, kadang2 sangat disadur dan disesuaikan dengan pendapat2 serta situasi si pengarang. Tambahan pula dimasukkan dalam suatu keseluruhan dan oleh karenanja di-hubung2kan si pengarang sendiri dan lagi dibubuhi dengan pengantar2 serta renungan2 pribadi. Tidak selalu sama mudahlah membedakan dimana suatu naskah atau tradisi kuno berbitjara, dimana ada pembersutan dan dimana si penjusun memebrikan tambahannja sendiri. Dari sebab itulah ada perbedaan pendapat dikalangan para ahli, bila mengenai penentuan teliti djumlah dan pembatasan sumber2 itu. Tidak banjak gunanja menjebutkan semua hipotese itu salah satu, jang se-tidak2nja mungkin, setjara agak terperintji.

Kisah tentang pengintaian dan perebutan Jeriho (2, 1-6, 25) jang sumbernja teranglah sudah amat kuno (4, 9). Beberapa ahli berpendapat, bahwa dalam kisah tersebut terdjalinlah dua sumber atau tradisi tersendiri.

Kisah tentang pendudukan ‘Ai (7, 1-8, 29), berkenaan dnegna penaklukan Gibe’on , pertempuran lawan kelima radja diselatan dan lawan sedjumlah penguasa diutara (9, 1-10, 27; 11, 1-9).

Dua petilan puisi jang dinukilkan (6, 26; 10, 12-13).

Kisah jang dirangkakan tentang pendudukan kota2 diselatan Kena’an, jang enam djumlahnja (10, 28-39; 11, 10-15).

Pelukisan daerah suku masing2 (13-22), dokumen mana terdiri pula atas sebuah sumber jang disadur dan ditambah oleh seorang redaktor. Oleh si penjusun kitab Josjua’ sendiri ditambahkan dari sumber2 lain: daftar kota2 Juda, jang mungkin bertanggal dari djaman Dawud (15, 21-26), dan daftar serupa itu untuk Binjamin dari djaman radja Sjaul (18, 21-28). Dapat kita tambahkan pula, bahwa riwajat Kaleb (14, 6-15; 15, 13-19) djuga diselipkan oleh redaktor terachir kitab Josjua’ dari sumber lain tersendiri. Hal inipun kiranja boleh kita katakan pula tentan gtjerita perihal suku Jusuf, seperti jang terdapat dalam 17, 14-18. Kedjadian jang ditjeritakan dalam pasal ke-22 berasal djuga dari sumber tersendiri, jang datang dari djaman para Hakim.

Walaupun sangat disadur oleh penjusun kitab Josjua’, namun kisah tentang diikatnja perdjandjian di Sikem (pasal 24) adalah dari masa jang lebih kuno. Orang dapat bertanja, apa 8, 30-35, lepas dari saduran jang kuat, tida berasal dari sumber jang sama djua, dan oleh si penjusun kitab Josjua’ dilepaskan dari hubungan aselinja, untuk ditempatkannja disitu, lebih sesuai dengan pendapat teologisnja.

Lepas dari sedjumlah besar tjatatan dan tambahan ketjil2, bolehlah dikatakan dengan kepastian jang agak besar, bahwa oleh si penjusun kitab sendiri setjara langsung ditambahkan: amanat kepada Josjua’ pada permulaan kitab (1, 1-11) dan jang sedjadjar dengan itu, jakni 13, 1-7; persetudjuan dnegna suku2 diseberang Jarden (1, 12-18); pemberitaan tentang sunat dan tentang perajaan Paska jang pertama di Kena’an (5, 2-12), walaupun ini boleh djadi berdasarkan berita jang lebih kuno; ichtisar pendudukan Kena’an selatan (10, 40-43); ichtisar sematjam itu bagi Kena’an utara (22, 16-25); ichtisar tentang pendudukan daerah seberang Jarden (11, 1-6) dan pengantar berikutnja atas daftar radja2 jang ditaklukkan (12, 7-8); dan djuga ichtisar tentang daerah suku2 Ruben dan Gad (13, 8-12). Pidato beasr Josjua’ dalam pasal 23 seluruhnja dikarang oleh si pengarang kitab Josjua’ sedjadjar dengan pasal 24.

Melihat keterang2 Kitab Josjua’ tu sendiri orang mungkin akan menarik kesimpulan, bahwa kitab itu mendapat bentunja jang definitif pada permulaan pemerintahan Dawud, sekitar th. 1000. sebab dalam kitab itu disebutkan, bahwa Gezer didiami orang2 Kena’an (16, 10), tetapi didjaman Sulaiman kota tersebut mendjadi milik Israil dengan penduduk Jahudi (I Rdj 9, 16). Jerusjalem masih mendjadi milik orang Jebus (15, 63), jang kemudian ditaklukan oleh Dawud (II Sjem 5, 6-9). Hasor didjaman si pengarang masih berupa reruntuhan (11, 13), kota mana dibangun kembali oleh Sulaiman (I Radj 9, 15). Tempat sutji Gibe’on mendjadi pusat rakjat didjaman redaksi kitab itu (9, 2-27), dan kitab itu agaknja tidak tahu sedikitpun tentang Jerusjalem, jang oleh Dawud didjadikan tempat sutji nasional (II Sjem 6). Sebeliknja ada sebangsa perpisahan antara Juda dan Israil (11, 23), hal mana sesuai dengan situasi pada permulaan pemerintahan Dawud, ketika Isjbosjed memerintah Israil (II Sjem 2). Tetapi Kitab Josjua’ sendiri dalam banjak petilan si (para) penjusun sangat mengingatkan kepada kitab Ulangtutur atau Deuteronomium. Tjukuplah kiranja petundjuk2 jang ditempatkan pada pinggir halaman terdjemahan ini. Dengan itu lalu penanggalan kitab Josjua’ digandingkan dengan persoalan rumit tentang waktu terdjadinja kitab Ulang tutur. Karena banjak ahli mengira dapat membuktikan, bahwa kitab Ulangtutur telah disusun didjaman radja Josjijahu (640-609), maka kitab Josjua’ pun ditanggalkan didjaman itu. Ahli2 lainnja lebih suka menghubungkan dengan kegiatan sastera radja Hizkia, jang katanja djuga memainkan peranan dalam redaksi pertama kitab Ulangtutur, djadi sekitar th. 700. Karena orang berpendapat, bahwa kitab Ulangtutur diterbitkan se-dikit2nja dua kali, maka dikemukakan pula, bahwa kitab Josjua’ pun mengenal dua penerbitan pertama kali didjaman pemerintahan Josjijahu dan kedua kalinja dengan beberapa tambahan, selama atau mungkin malahan sesudah masa pembuangan (sekitar th. 500). Djadi penanggalan kitab Josjua’ bersangkut-paut dengan soal hubungan antara kitab Josjua’ dan kitab Ulangtutur. Puluhan tahun jang lalu. Banjak ahli berpendapat, bahwa kitab ini (bersama dengan kitab para Hakim) bukan hanja dari segi sedjarah sadja, tapi dari segi sasterapun merupakan kelandjutan langsung dari kelima kitab Musa. Dan katanja disusun pula dari naskah (tradisi2) jang sama dan hasil karja orang2 jang sama, jang selama atau sesudah masa pembuangan menjusun karja besar mulai dari Kedjadian sampai dengan kitab Hakim2. Tetapi dewasa ini orang melepaskan kitab Ulangtutur dari kitab2 Musa dan melihatnja sebagai permulaan dan pendahuluan suatu karja besar sedjarah, jang melingkupi kitab2 sedjarah sampai dengan kitab2 Radja2 dan hasil buah astu pena jang sama dalam bentuknja jang definitif. Kitab Josjua’ katanja merupakan bagian dari karja tersebut. Karja beasr tadi katanja djuga menenal dua perbitan, termasuk pula Josjua’, seperti telah disebutkan diatas. Tambahan2 dibubuhkan, terutama dalam kitab Radja2 jang melandjutkan sedjarah mulai dari Josjua’ sampai kemasa pembuangan. Hipotese ini – tidak kurang dan tidak lebih dari itu – boleh diterima, tetapi soal lain ialah apa perlukan itu. Bagaimanapun djua hubungannja antara kitab Sjemuel dan Radja2 dengan Ulangtutur dalam bentuknja jang definitif, namun kitab Josjua’ dapatlah dilepaskan daripadanja. Bahwasanja ada banjak titik pertemuan antara kitab Josjua’ dan Ulangtutur tidaklah dapat dipungkiri; tetapi tidak djelas begitu sadja, bahw kitab Josjua’ oleh, karenanja bergantung setjara langsung dari kitab itu sendiri. Gagasan2 keigamaan jang dirumuskan dalam kitab Ulangtutur, tidak ditjiptakan oleh kitab tersebut. Tetapi lebih merupakan titik achir perkembangan jang lama serta tradisi dan rumus penutup suatu sistim keigamaan jang untuh. Kalupun kitab itu (dalam redaksi pertama) disusun didjaman Josjijahu, maka gagasan2 jang sama itu toh sudah ditjantumkan dalam naskah2 lain, sebagaimana djuga halnja dengan kitab Josjua’. Kitab Josjua’ dapatlah, dalam hal terdjadinja serta penanggalannja, berdiri lepas dari kitab Ulangtutur dan ddipandang sebagai suatu kesatuan jang berdiri sendiri. Inipun kiranja dapat dikatakan pula tentang kitab2 Sjemuel dan Radja2. meskipun dalam kitab2 tersebut ditemukan kembali gagasan2 Ulangtutur, namur tidak berarti, bahwa kitab2 tersebut bersama dengan Ulangtutur hanja merupakan satu karja sastera sadja. Bahwasanja kitab2 Sjemuel dan Radja2 ditulis sesudah Ulangtutur dapatlah kita terima, tetapi kami tidak dapat menerima suatu penanggalan kitab Josjua’, jang bergantung daripada penanggalan kitab Ulangtutur. Atas alasan2 itu lebih baiklah orang mengukuhi sadja penanggalan jang didasarkan keterangan2 kitab itu sendiri, hang menjundjuk akan waktu permulaan pemerintahan Dawud, djadi sekitar th. 1000 sebelum Masehi.

Apa kita mesti memikirkan adanja satu redaktor sadja dari kitab itu atau beberapa penjususn, jang bekerdjasama, terserahlah. Menjebutkan sautu nama jang konkritpun tiada gunanja, sebab hal itu adalah tetap perkiraan se-mata2. Tetapi, mengingat adjaran jang diutarakan dalam kitab itu, mestilah kitab itu terdjadi dikalangan Levita, jang djuga mendjadi asal kitab Ulangtutur. Karena perhatian chuus ditaruh kepada suku2, seberang Jarden dan daerahnja (13, 15-22; 1, 12-18; 22, 1-34), maka pernah dikemukakan dugaan, bahwa si pengarang berasal dari daerah itu. Apa kesimpulan itu tepat, agaknja dapat disangsikan.

Dari lingkungan asalnja sangat dapat dimengerti, sebagaimana ternjata djuga dari kitab itu sendiri, bahwa karja tersebut menaruh perhatian keigamaan jang kuat dan tidak tegas berhaluan historis. Sedjarah terutama dilukiskan demi untuk makna dan nilah keigamaan jang praktis. Itu adalah permakluman allah, jang membimbing itu seluruhnja kearah maksud22Nja. Perhatian teristimewa tertudju kepada tanah Kena’an, jang dahulu didjandjikan Jahwe kepada nenek-mojang (1, 6; 5, 6; 9, 24) dan djuga benar2 diberikan (23, 1, 3-4; 24, 11-13). Sebab Jahwe adalah setia kepada djandjiNja, jang pernah diberikan, dan tidak lupa akan perdjandjian dengan nenek-mojang dan umat (1, 21, 43-45; 23, 14). Pendudukan tanah itu bukanlah terutama usaha Josjua’ tetapi pekerdjaan Allah Israil (23, 4; 3, 10; 10, 15; 23, 10). Bahwasanja Jahwe berdiri dibelakang seluruh kedjadian itu, tidak hanja ternjata dari tugas tegas dan djandji pertolongan, jang diberikan kepada Josjua’ (1, 3; 1, 5, 9; 10, 8; 11, 6), tapi djuga dari tjampurtangan adjaibNja didalam djalan kedjadian2 (3, 15; 6, 20; 18, 11). Seluruhnja hanjalah pelaksanaan perintahNja jang dahulu telah diberikanNja (10, 40; 13, 7; 14, 2). Bahwasanja umat tidak menajai Jahwe segala usahanja, hanja dapat ditjela sadja (9, 14). Josjua’ sungguh tokoh jang penting dalam kitab itu, tetapi melulu melajani maksud dan pimpinan Allah (1, 1; 3, 7). Ia adalah pemimpin jang diangkat dari umat Allah, jang sekalipun terdiri atas duabelas suku, namun satu djua dalam Allahnja, dalam ibadah dan djandji Allah (8, 33; 22, 27; 24, 14, 17). Tetapi kesetiaan Allah itu bukan tak bersjarat. Ia adalah Allah jang kuasa (3, 13; 2, 11), Allah jang mahatahu (3, 7; 6, 2, 5; 8, 18; 10, 8; 11, 6; 7, 10-11) dan lebih2 Allah jang kudus (24, 19), jang menuntut umat jang sutji. Kesutjian ini per-tama2 berwudjud kesetiaan kepada perdjandjian, kepada hukum22nja dan kepada sabda mulutNja, kestiaan dari pihak rakjat serta pemimpin2nja (8, 27; 11, 9; 15, 13; 17, 1-6; 10, 40; 11, 12, 15; 22, 6, 23). Kesetiaan ini meliputi pula tjinta jang tak terbagi (23,11) dan dalam situasi jang njata itu penghormatan se-mata2 kepada namaNja (23, 8-16). Karena itupun Israil tidak boleh bertjampur-baur dengan bangsa2 kafir Kena’an (23, 7, 12), tetapi sebaliknja harus menumpas mereka (10, 14; 11, 15). Apabila rakjat mejalahi kestiaan ini, maka Jahwe bukan hanja tidak akan menolong mereka lebih landjut, dan tidak akan mengusir bangsa2 dari depan mereka (23, 13), tetapi malahan djuga akan membatalkanpekerdjaanNja (23, 15; 24, 20). Rakjat harus mengangkat sumpah kesetiaan itu djuga untuk masa jang akan datang, sehingga keturunan mereka mengukuhi djuga perdjandjian itu (24, 22, 27).

Tuntutan2 itu hendak diperkeras kitab Josjua’ dengan kedjadian2 jang dikisahkannja, jang dengan djelasnja menundjukkan bahwa kesetiaan digandjar dengan kesetiaan dan murtad dihukum dengna pnumpasan. Itulah jang harus dimaklumi orang2 semasanja; tetapi hal itupun tetap berlaku bagi angatan2 jang akan datang. Walaupun Allah akan memaklumkan diriNja sebagai Bapa jang penuh belaskasih dan baik, namum Ia tetap djuga Allah jang adil, jang tetapi mengemukakan tuntutanNja atas kesetiaan. Allah perdjandjian sendirilah, jang mendjamin keselamatan; dan Allah itulah, jang dengan perantaraan utusanNja Jesus – orang jang senama dnegan Perdjandjian Lama bukan tanpa alasan dipandang sebagai perlambangNja – mewujudkan itu, bukan umatNja. Tetapi keselamtan itu masih musjkil dan menaruh kewadjiban2 besar atas pundak umat Allah. Umat sebagai keseluruhan tidak dapat lagi tak-setia samasekali atau membatalkan djandji Allah, tetapi anggota masing2 dari umat itu datlah dengan ketidaksetiaannja membuat dirinja tak-patut untuk mengambil bagian dalam keselamatan, jang didjandjikan dan sudah terwudjudkan itu, dan untuk menikmati tanah, jang telah didjandjikan Allah kepada nenek-mojang.

(0.24448087719298) (Yoh 10:34) (ende: Hukummu)

Jang dimaksudkan ialah seluruh Kitab Kudus P.L.

(0.24448087719298) (Yeh 5:17) (full: AKU, TUHAN YANG MENGATAKANNYA. )

Nas : Yeh 5:17

Pernyataan tentang tekad Allah untuk melaksanakan hukuman atas Yehuda muncul sekitar enam puluh kali di dalam kitab Yehezkiel. Kita tidak boleh berpikir bahwa Allah Bapa tidak mau menghukum mereka yang menajiskan gereja-Nya

(lihat cat. --> Yeh 5:11 sebelumnya)

[atau ref. Yeh 5:11]

atau menolak jalan-jalan-Nya. Allah menepati firman-Nya, dan ancaman hukuman-Nya akan digenapi. Untuk pemahaman yang lebih lengkap tentang pencurahan murka Allah di masa yang akan datang, bacalah kitab Wahyu.



TIP #01: Selamat Datang di Antarmuka dan Sistem Belajar Alkitab SABDA™!! [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA