(0.1345125) | (Ibr 10:1) |
(sh: Karya Kristus bagi masa lalu dan masa depan Anda (Selasa, 2 Mei 2000)) Karya Kristus bagi masa lalu dan masa depan AndaKarya Kristus bagi masa lalu dan masa depan Anda. Sebuah pertanyaan kritis dan menentukan bagi sebuah agama adalah bukan apa yang diminta oleh agama dari pengikutnya, tapi apa yang diberikan oleh agama bagi pengikutnya. Bahkan Hukum Taurat dengan segala korban yang diminta, justru lebih mengungkapkan dosa mereka yang memberikan persembahan. Korban yang berulang-ulang dilakukan tidak membuat seorang pun sempurna di hadapan Allah. Itulah sebabnya Allah mengatakan bahwa Aku tidak berkenan kepada persembahan manusia (1-8). Hanya korban persembahan yang dikerjakan oleh Kristus dengan tubuh dan darah-Nya yang dapat menyempurnakan dan menguduskan manusia berdosa, sekali untuk selama-lamanya (9-10). Kekudusan yang dikerjakan oleh Kristus (10) bukanlah konsep kekudusan yang menyeramkan atau berbau mistis. Namun kekudusan di sini adalah Allah di dalam Kristus telah memisahkan manusia untuk menjadi milik-Nya. Menjadi milik Allah berarti menjadi kudus dan memanifestasikan kualitas moral yang merupakan karakteristik Allah sendiri. Ini berarti kekudusan yang aktif bukan 'sekadar' pantang terhadap perbuatan jahat, namun juga mengekspresikan secara aktif kepada dunia belas kasihan dan kasih yang menjadi karakter utama Yesus. Tidak seperti para imam yang tetap berdiri setelah mempersembahkan korban, Yesus, setelah mempersembahkan korban, duduk di sebelah kanan Allah. Ini menandakan bahwa karya-Nya sudah sempurna, tidak perlu lagi ada korban sebab Allah tidak hanya mengampuni namun juga tidak lagi mengingat dosa dan kesalahan manusia (17). Inilah kemenangan yang sejati karena merupakan kemenangan yang mempunyai dampak ganda. Pertama, karya Kristus membawa orang-orang tebusan-Nya ke dalam proses menjadi manusia sejati seperti Dia (17). Kedua, karya Kristus juga mengalahkan musuh-musuh-Nya yaitu Setan, sekaligus menjadi tumpuan kaki-Nya (13). Renungkan: Semua itu bukanlah hasil khayalan manusia karena diteguhkan dengan kesaksian yang sempurna dan benar-benar valid yaitu Roh Kudus, berdasarkan apa yang pernah dikatakan oleh Perjanjian Lama. Itulah yang diberikan Kekristenan yang dibangun di atas dasar yang teguh, yaitu karya keselamatan Kristus. Anda dapat melupakan apa pun masa lalu Anda dan mendedikasikan masa depan Anda untuk melayani Allah. |
(0.1345125) | (Ibr 13:1) |
(sh: Hidup yang mulia (Kamis, 11 Mei 2000)) Hidup yang muliaHidup yang mulia. Penulis Ibrani mengakhiri suratnya dengan nasihat-nasihat yang berisi dorongan-dorongan agar pembaca surat Ibrani mempunyai kehidupan yang berpadanan dengan doktrin tersebut. Hal pertama dan yang utama yang harus ada dalam kehidupan kristen adalah kasih. Namun di sini, Kristen tidak sekadar dinasihati untuk saling mengasihi, melainkan menekankan pemeliharaan kasih. Penekanan ini sangat penting, karena ketika seseorang semakin mengenal diri orang lain, maka semakin banyak kekurangan orang tersebut akan terlihat. Sehingga ia akan kecewa dan akhirnya kasihnya akan luntur. Namun Kristen harus kebal terhadap kekecewaan seperti itu. Semakin mengenal pribadi orang lain dengan segala kekurangannya, Kristen harus tetap mengasihinya. Memberi tumpangan merupakan bentuk kebaikan yang wajar bagi setiap orang termasuk Kristen karena pada zaman itu belum ada hotel maupun losmen. Orang yang lelah dan lapar banyak ditemui di kota-kota ataupun di pintu rumah seseorang yang berharap diizinkan tinggal. Kristen tidak hanya harus mendemonstrasikan kebaikan itu, namun kebaikan yang didemonstrasikan itu harus melebihi kebaikan yang dilakukan oleh orang non Kristen, itulah hal yang kedua. Karena itu, kristen harus memberi tumpangan kepada orang, yang berarti tidak hanya orang kristen namun semua orang yang pantas menerima kebaikan itu. Lebih dari itu, Kristen pun harus menunjukkan kasihnya kepada orang-orang hukuman karena mereka tidak mempunyai kebebasan untuk datang meminta belas kasihan. Kristen harus berinisiatif dan mendatangi orang-orang yang membutuhkan. Yang ketiga, Kristen harus menjaga kekudusan pernikahannya. Manusia tidak pernah berubah sejak era para rasul hingga era globalisasi kini, kekudusan pernikahan dapat dikatakan sebagai barang langka. Kristen harus menunjukkan kehidupan yang mulia melalui pernikahan yang kudus. Kemuliaan kehidupan Kristen juga harus nyata dalam kesederhanaan hidup. Hal ini diungkapkan dengan perkataan 'janganlah menjadi hamba uang dan cukupkan dirimu dengan apa yang ada padamu' (5). Renungkan: Ingatlah bahwa di dalam Allah kita memiliki segala sesuatu. Allah adalah pencipta langit dan bumi, yang empunya segala sesuatu. Tidak ada apa pun atau siapa pun yang dapat mengancam kehidupan kristen yang berjalan di dalam tangan-Nya. |
(0.1345125) | (Yak 3:1) |
(sh: Hati-hati dengan kata-kata yang keluar dari mulutmu! (Kamis, 7 Juni 2001)) Hati-hati dengan kata-kata yang keluar dari mulutmu!Hati-hati dengan kata-kata yang keluar dari mulutmu! Jemaat mula-mula menempatkan seorang pengajar dalam posisi penting dan terhormat. Dari para pengajar ini jemaat mendapatkan banyak pengajaran-pengajaran tentang kehidupan - norma-norma etika yang berlaku, tentang hukum, dlsb. Sesuai dengan kedudukannya, para pengajar itu mengemban tugas dan tanggung jawab yang berat. Karena ia tidak hanya bertanggungjawab terhadap isi ajaran yang diajarkannya, tetapi juga harus mampu mencerminkannya dalam sikap hidupnya. Di masa sekarang ini, kita mengenal banyak sekali orang yang menekuni profesi pengajar. Misalnya, guru, dosen, pendeta, dlsb. Seperti halnya jemaat mula-mula, kita juga tahu bahwa profesi ini tidak hanya memikul tanggung jawab dalam isi pengajaran, tetapi juga bertanggungjawab untuk memperlihatkan sikap yang sesuai dengan pengajarannya, harus menjadi teladan, harus memperlihatkan sikap hidup yang sesuai dengan norma- norma hukum yang berlaku dalam masyarakat. Namun, sebenarnya tanggung jawab terhadap pengajaran itu juga menjadi tanggung jawab semua orang. Dalam hal ini semua orang dapat berfungsi sebagai pengajar karena hal yang paling penting adalah benar atau tidaknya pengajaran itu. Karena itu peringatan Yakobus tentang penguasaan lidah tidak hanya berlaku bagi jemaat penerima surat, tetapi berlaku juga bagi kita saat ini. "Memang lidah tak bertulang, tak terbatas kata-kata" . Kalimat ini mengingatkan kita tentang fungsi lidah, ibarat api kecil yang dapat membakar hutan besar. Lidah juga dapat menodai seluruh tubuh, dan membakar roda kehidupan kita. Lidah dapat mengubah kawan menjadi lawan. Bahkan lidah bisa mengakibatkan tercetusnya perang saudara, perang antarnegara, berjuta-juta manusia terbunuh, berjuta-juta manusia kehilangan tempat tinggal, berjuta- juta manusia mengarahkan hidupnya pada kesesatan, dlsb. Lihatlah akibat yang ditimbulkan oleh orang-orang yang tidak dapat mengendalikan lidahnya, kebinasaan menjadi bagiannya! Sebenarnya, lidah adalah alat saja. Renungkan: Waspadai dan kendalikan lidah Anda dan lakukan perkara- perkara besar melalui bagian kecil dalam tubuh Anda tersebut. Dari kemurnian hati pancarkanlah mutiara- mutiara kata yang memuliakan Tuhan, membangun diri, dan menjadi berkat bagi orang lain! |
(0.1345125) | (2Ptr 2:1) |
(sh: Kiat-kiat mengenal perilaku para penyesat (Rabu, 18 Oktober 2000)) Kiat-kiat mengenal perilaku para penyesatKiat-kiat mengenal perilaku para penyesat. Di mana ada yang asli, di situ ada yang palsu. Di mana ada ajaran yang benar, di situ pasti ada ajaran yang palsu. Sesuatu yang palsu itu selalu bertolak dari keberadaan aslinya. Bila tidak memiliki kepekaan membedakan yang benar dan yang palsu seseorang mungkin akan terjebak untuk memilih dan mengikuti yang palsu. Demikian pula dengan ajaran kebenaran dan ajaran sesat. Melihat bahwa jemaat Tuhan sedang berhadapan dengan pengajar-pengajar yang mengajarkan ajaran sesat dan agar jemaat Tuhan tidak memilih yang palsu, Petrus pun mempersiapkan mereka secara pribadi. Langkah-langkah persiapan Petrus ini nampak dalam pasal 1:5-9. Para penyesat yang harus dihadapi jemaat Tuhan selain berasal dari kalangan sendiri, mereka juga adalah penyesat-penyesat yang mahir menyusupkan ajaran mereka secara diam-diam. Namun, seperti halnya ilalang dan gandum yang sepintas lalu sulit untuk dibedakan, begitu pula kehadiran para penyesat itu. Ada kiat-kiat khusus yang diberikan kepada jemaat Tuhan agar dapat membedakan ajaran yang benar dan ajaran yang menyesatkan. Pertama, dalam perilaku sehari-harinya, para penyesat itu lebih mengutamakan praktik pemuasan hawa nafsu daripada menjalankan dan mempertahankan kesucian Allah (1, 2). Kedua, ajaran mereka menyangkal Kristus dan penebusan-Nya (1). Ketiga, pelayanan mereka didasarkan pada keinginan mencari untung (3). Keempat, tujuan pelayanan mereka adalah mencemarkan dan menghina kedaulatan Allah (10a). Sepak terjang para penyesat telah menjadi isu internasional. Kehadiran dan keberadaan mereka mewabah di mana-mana. Artinya, mereka akan selalu ada di tengah-tengah jemaat yang percaya dan beriman kepada Kristus. Mereka bisa tampak berjiwa misioner, bahkan mereka lebih giat dari Kristen sejati. Tetapi bila Kristen memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan dan hidup di dalam kebenaran-Nya, Kristen tidak perlu takut terpedaya. Untuk itu tetaplah tekun membaca firman Tuhan dan setia melakukan kehendak-Nya. Renungkan: Dengan kesiapan rohani yang mapan, matang, jernih, dan kesigapan gerak, Kristen pasti mampu menghadapi bahaya para pengajar-pengajar sesat yang berupaya menggoyahkan keyakinan iman kepada Tuhan Yesus Kristus. |
(0.1345125) | (1Yoh 1:5) |
(sh: Mengaku hidup dalam terang namun bertindak dalam kegelapan (Senin, 4 Desember 2000)) Mengaku hidup dalam terang namun bertindak dalam kegelapanMengaku hidup dalam terang namun bertindak dalam kegelapan. Seorang yang hidup dalam terang bukan tampak dari pengakuannya tetapi bagaimana ia hidup dalam kebenaran firman Tuhan. Seandainya pun ia rajin beribadah setiap minggu, rajin melayani, dan rajin mengadakan ibadah keluarga, belum dapat dipastikan bahwa ia hidup dalam terang, mungkin ia hanya melakukan semuanya itu secara rutin. Namun seorang yang sungguh-sungguh hidup benar di hadapan Tuhan, sudah dapat dipastikan bahwa ia hidup dalam terang. Seorang yang hidup dalam terang, hidupnya telah disucikan oleh darah Yesus Kristus. Ia bersekutu dengan Allah karena Allah adalah terang dan di dalam diri-Nya sama sekali tidak ada kegelapan. Ia hidup dalam terang bukan karena kebaikan dan kemampuan sendiri untuk hidup suci, sebaliknya ia menyadari sebagai manusia yang berdosa dan mengakuinya di hadapan Allah serta minta pengampunan. Dengan demikian hidupnya menjadi suci. Jadi adalah tidak benar bila ada seorang yang mengatakan telah hidup dalam terang dengan alasan ia tidak berbuat dosa, padahal semua manusia berdosa. Ia yang mengaku hidup dalam terang berarti mengakui bahwa ia hidup di dalam persekutuan dengan Allah, dan Kristus tinggal di dalam hatinya. Bila ia mengatakan tidak berdosa berarti ia telah menipu dirinya sendiri (8), membuat Yesus menjadi pendusta dan firman- Nya tidak ada dalam kita (10). Inilah kontradiksi di dalam dirinya, bila ia mengaku Kristus di dalam hidupnya, pasti Kristus dan firman-Nya membongkar dosa sehingga ia menyadari siapa dirinya di hadapan Allah. Mungkinkah seorang yang hidup dalam kebenaran tanpa menyadari terlebih dahulu keberdosaannya di hadapan Allah, kemudian terbuka untuk mengakui dosanya, dan minta pengampunan daripada-Nya? Seorang yang sungguh-sungguh hidup dalam terang akan meninggalkan segala bentuk kejahatan dan kehidupan kegelapan, karena terang itu telah menelanjangi segala perbuatan kegelapan. Apa yang dulu dinikmatinya, sekarang dibencinya; apa yang dulu dibanggakan, sekarang menjadi kesia-siaan karena Kristus. Maka ia akan menjaga hidupnya benar sesuai firman-Nya dan senantiasa berjalan dalam terang Allah. Renungkan: Hidup di dalam terang bukan sekadar percaya dan mengakui tetapi memancarkan terang Illahi melalui sikap dan perbuatan terang. |
(0.1345125) | (1Yoh 2:28) |
(sh: Kasih mengubah status (Kamis, 7 Desember 2000)) Kasih mengubah statusKasih mengubah status. Seorang pemuda berkenalan dengan seorang wanita tunasusila, selanjutnya meminangnya sebagai istri. Pemuda ini sangat mengasihi wanita ini, namun wanita ini tidak. Ia bersedia menjadi istri sang pemuda karena ia menikmati segala perhatian dan pemberian sang pemuda. Ia tidak menyadari bahwa kemurnian hati dan ketulusan kasih sang pemuda yang telah mengangkat statusnya dari wanita tunasusila menjadi wanita baik-baik sebagai kasih yang amat bernilai dalam hidupnya, jauh melebihi segala benda pemberian sang pemuda. Wanita ini memang sudah berubah status, namun hidupnya tidak berubah. Ketika pemberian sang pemuda tidak lagi seperti yang diharapkan, ia kembali menjadi wanita tunasusila. Perubahan status yang dialami bukan karena kasih sang pemuda, tetapi pemberian sang pemuda. Perubahan status menjadi anak-anak Allah sama sekali bukan karena kebaikan, kesetiaan, kemampuan, kesalehan, dan kelebihan kita; semata adalah kasih karunia-Nya. Kita yang berdosa sebenarnya tak layak menerima kasih-Nya yang sedemikian besar, namun dalam ketidaklayakkan itulah Ia mengangkat kita menjadi anak-anak-Nya. Apakah perubahan status ini pun mengubah kasih kita kepada Tuhan, dulu mengasihi dunia dan diri sendiri kini mengasihi Dia? Bisa ya bisa juga tidak! Ada yang sungguh-sungguh berubah mengasihi Dia, namun ada juga yang tidak menunjukkan perubahan: dulu berfokus pada diri sendiri, sering berdusta, suka memfitnah, berfoya-foya, tidak suka firman Tuhan, tidak bersikap adil, tidak tegas pada dosa, dll; sekarang pun masih tetap sama. Mengapa demikian? Seperti ilustrasi di atas, perubahan status yang hanya melekat kepada pemberian dan berkat tidak akan mengubah hidup kita. Sebaliknya perubahan status yang dialami karena Allah sendiri yang telah menganugerahkan kasih-Nya akan mengubah hidup. Status menjadi anak Allah jauh melebihi berkat-berkat lain, maka dalam hidup kita sekali-kali tak akan kembali melakukan perbuatan yang tidak berkenan kepada-Nya, karena tujuan hidup kita adalah untuk menyenangkan hati Yesus Kristus yang telah mati bagi kita. Renungkan: Pengakuan sebagai anak-anak Allah membutuhkan bukti dari hidup seorang Kristen, sungguhkah ia hidup untuk mengasihi Allah yang terwujud konkrit dalam kasihnya kepada sesama. Di dalam dirinya terpancar kebenaran dan kasih Allah karena ia berasal dari Allah. |
(0.1345125) | (1Yoh 5:13) |
(sh: Kepastian hidup yang kekal (Selasa, 12 Desember 2000)) Kepastian hidup yang kekalKepastian hidup yang kekal. Seorang sales pasti menjamin bahwa barang yang ditawarkan bermutu tinggi, harga bersaing, dan tahan lama. Namun banyak realita yang ternyata tidak seperti yang dijanjikan. Seorang sales menjamin barang tersebut bukan karena ia tahu benar kualitas barang tersebut, tetapi ia memang harus menjualnya untuk mendapatkan bonus. Berbeda halnya dengan jaminan yang diberikan oleh sang pembuat produk itu, ia dapat menyatakan dengan pasti kualitas produknya. Jadi kepastian jaminan bukan terletak pada kata- katanya, tetapi siapa yang mengatakannya. Kepastian kehidupan kekal bagi anak-anak Allah hanya dapat dipercaya kebenarannya di dalam Yesus Kristus, karena Dialah sumber kehidupan kekal. Sebagai anak-Nya kita percaya bahwa Ia telah memberikan segala-galanya kepada kita, dan yang terbesar adalah diri-Nya sendiri bagi hidup kita. Bila yang terbesar telah dinyatakan-Nya bagi kita, maka hal-hal yang lain pun akan menjadi bagian kita, artinya sebelum kita memintanya pun, hal itu telah disediakan-Nya bagi kita, yaitu segala sesuatu menurut rencana- Nya; inilah iman (15). Semakin kita dekat dengan Dia, permintaan kita akan semakin sesuai dengan rencana-Nya, karena kita tidak lagi meminta apa yang berkenan bagi diri sendiri tetapi yang berkenan bagi-Nya. Kepastian jaminan lain yang diberikan Allah adalah bahwa Ia akan melindungi anak-anak Allah dari kuasa si jahat. Tak ada kuasa apa pun atau siapa pun yang dapat merampas kita dari genggaman tangan Allah yang Maha Kuasa. Memang benar bahwa selama kita masih di dunia, kita akan mengalami banyak tantangan dari si jahat, namun ketika jatuh dalam dosa, tidak membawa kita kepada maut. Penulis mengatakan ada dosa yang membawa maut dan ada dosa yang tidak membawa maut (16). Kalimat ini tidak bermaksud membedakan dosa, karena kejahatan apa pun tetap dosa (17). Orang percaya yang sungguh-sungguh menjaga kekudusan hidupnya, namun suatu kali berdosa tidak membawanya kepada kematian kekal, karena ia tetap memiliki hidup kekal. Yang menjamin kehidupan kekal bukan dirinya sendiri, tetapi Yesus Kristus yang ada di dalamnya. Renungkan: Kegagalan, pergumulan, dan tantangan, seringkali membuat kita kecewa dan lelah dalam perjuangan iman. Namun ingatlah bahwa Allah sendiri yang menjamin kepastian kehidupan kekal! Pengantar Kitab Mikha Latar belakang. Mikha hidup sezaman dengan Yesaya, ia menjadi nabi pada pemerintahan Yotam (750-735 sM); Ahaz (735-715 sM); dan Hizkia (715-686 sM). Saat itu Asyur mulai melakukan ekspansi dan menaklukkan kerajaan- kerajaan di sekitarnya. Israel ditaklukkan oleh raja Salmaneser dari Asyur (722 sM). Ahaz raja Yehuda menjadi sekutu Asyur dan mengadopsi dewa-dewanya (2Raj. 16:7-18). Kemudian Hizkia, anak Ahaz, memberontak terhadap Asyur (2Raj. 18:17-19:37). Allah membangkitkan Asyur untuk menghukum umat-Nya (Yes. 10:5-11). Seperti dinubuatkan oleh Mikha (1:2-7), Samaria dihancurkan oleh Asyur. Bangsa Yehuda sudah dapat merasakan dahsyatnya penghukuman itu ketika Sanherib bergerak menuju pintu gerbang Yerusalem seperti yang dinubuatkan oleh Mikha (1:8-16).
Karakteristik dan tema utama.
Mikha merangkai 19 nubuatnya menjadi 3 seri. Masing-masing seri
dimulai dengan nubuat penghukuman (1:2; 3:1; 6:1) dan berakhir
dengan nubuat keselamatan. Sang nabi menyatakan bahwa Allah yang
kudus dan adil tidak dapat mentolerir dosa umat-Nya (1:3). Mereka
berdosa dalam hal penyembahan berhala (5:12-14), penipuan, dan
kecurangan (6:10, 11). Namun Mikha secara khusus mengutuk mereka
yang menindas orang miskin dengan cara merampas tanah yang
diberikan Allah (2:1-5; Bil. 27:1-11). Pemimpin politik dan agama
Yehuda dikutuk karena mereka pun menindas orang-orang miskin dan
tidak mengindahkan keadilan dan kebenaran (3). Yang sangat
fundamental dalam pemberitaan Mikha adalah masalah perjanjian
antara Allah dan umat-Nya. Allah tetap setia kepada perjanjian-
Nya namun umat-Nya mengkhianati perjanjian itu, sehingga mereka
akan menerima penghukuman yang sudah terkandung dalam perjanjian
itu (6:13-16). Mikha juga menyuarakan pemulihan dan berkat di
masa yang akan datang berdasarkan perjanjian. Allah akan
menggenapi janji kepada nenek moyang Israel (7:20) dengan
memelihara umat-Nya yang tersisa (2:12; 4:7; 5:3,7,8) dan akan
membangkitkan Seorang Pemerintah dari Betlehem - sang Mesias ( Penulis Mikha 1:1 mengidentifikasikan dengan jelas bahwa Mikha dari Moresyet adalah penulis kitab ini. |
(0.1345125) | (3Yoh 1:1) |
(sh: Dukacita seorang gembala jemaat (Sabtu, 8 Desember 2001)) Dukacita seorang gembala jemaatDukacita seorang gembala jemaat. Ajaran sesat mengakibatkan perpecahan dalam jemaat. Ini dialami oleh jemaat penerima surat 2 dan 3 Yohanes. Meskipun demikian, sang penatua bersukacita karena mendengar bahwa dalam kondisi memprihatinkan ini, ada anggota-anggota jemaat yang setia pada kebenaran dan hidup dalam kebenaran. Gayus adalah salah satu dari mereka. Siapakah Gayus? Perjanjian Baru menyebutkan tiga orang bernama Gayus: (a) Gayus dari Korintus, yang dibaptis oleh Paulus (Rm. 16:23; 1Kor. 1:14) dan menurut tradisi menjadi Uskup (Penilik Jemaat) Tesalonika yang pertama; (b) Gayus dari Makedonia, teman seperjalanan Paulus yang ditangkap dalam kerusuhan di Efesus (Kis. 19:29); (c) Gayus dari Derbe, yang mengikuti Paulus dalam perjalanannya terakhir melalui Makedonia (Kis. 20:4). Karena tidak ada kepastian Gayus yang mana yang menerima surat ini, maka disimpulkan bahwa Gayus di sini adalah seorang pemimpin di salah satu jemaat asuhan Yohanes. Dalam ungkapan sukacitanya, sang penatua menyebutkan kata "sukacita" dua kali (ayat 3, 4). Beberapa saudara, yang mungkin baru kembali dari kunjungan ke jemaat Gayus, memberikan kesaksian bahwa Gayus "hidup dalam kebenaran" (ayat 3). Maksudnya, Gayus setia pada kebenaran yang dikenalnya dalam Kristus. Bentuk kata kerja yang dipakai di sini menyatakan kesinambungan: Gayus "selalu hidup dalam kebenaran". Penulis mengasihi Gayus (dan jemaat) juga "dalam kebenaran" (ayat 1). Tema kembar ini saling melengkapi: mengenal kebenaran dibuktikan dengan saling mengasihi, dan saling mengasihi dimungkinkan karena mengenal kebenaran. Dua tema ini sangat menonjol dalam surat-surat Yohanes. Mendengar bahwa "anak-anakku hidup dalam kebenaran" membawa sukacita besar bagi sang Penatua (ayat 4). Istilah "anak-anakku" mengungkapkan kasih kebapaan Yohanes terhadap anak-anak rohaninya dan hubungan yang dekat diantara mereka. Renungkan: Dalam berbagai krisis yang harus dihadapi seorang pemimpin Kristen, kesaksian iman dari mereka yang dipimpin menjadi sumber sukacita yang menyejukkan hati. Bagikanlah kesaksian iman Anda. agar pemerintah kita selalu sadar akan sumber kekuasaan mereka, sehingga mereka bisa menjalankan roda pemerintahan berlandaskan takut akan Tuhan. |
(0.12681960689655) | (Kej 1:5) |
(ende) Pengarang menjusun perintjian semua machluk menurut skema tjiptaan sendiri, ialah jang menentukan pelaksanaan Karja Tuhan dalam enam hari. Namun ia tidak bermaksud mengatakan, bahwa memang sesungguhnja dunia seisinja, tertjiptakan dalam djangka waktu ini pun menurut tuntutan ini. Pemerintjian ini hanjalah digunakan untuk mendjelaskan: a) bahwa segala-sesuatu - tanpa ada ketjualinja - adalah tertjipta oleh Tuhan; b) bahwa Tuhan dengan amat bidjaksanaNja telah menjusun dan mengatur unsur-unsur jang mula-mula masih serba chaotis, kalang-kabut. Skema terdiri atas dua bagian besar: 1) Tuhan mentjiptakan ruang-alam jang besar-besar, dengan memisahkannja dari keadaan chaotis semula, dan memberinja tempat-tempat tersendiri: terang dan gelap; air diatas dan air dibawah bumi; air dan daratan (hari pertama s/d ketiga). 2) Tuhan mengisi ruang-ruang ini dengan machluk-machluk: bintang-bintang, ikan-ikan dan burung-burung, binatang-binatang daratan, achirnja manusia (hari keempat s/d keenam). Dari susunan ini ternjata maksud pengarang memberi gambaran pentjiptaan jang bukannja historis-palaeontologis melainkan logis-skematis. |
(0.12681960689655) | (Kej 25:1) |
(ende) Dalam masjarakat-nomade kuno seringkali terdapat poligami. Makin pesat suatu keluarga atau suku berkembang, makin lekas pula pengaruhnja bertambah. Tidak mengherankan, kalau Ibrahim menganggap hal ini sangat biasa. Beserta makin penuhnja Perwahjuan, Tuhan sedikit demi sedikit membimbing manusia kearah Faham jang mendalam tentang akibat-akibat poligami itu bagi kehidupannja. Maka dari itu dalam Israel kita saksikan adanja tendens kearah monogami sebagai tjita-tjita termulia perkawinan. Beserta itu naiklah pula kedudukan wanita dalam masjarakat. Djumlah wanita,jang dalam Kitab Sutji memegang peranan penting, ternjata banjak. Terutama pada para nabi perkawinan monogami dipandang sebagai gambaran tjinta-kasih Jahwe terhadap Israel (paling terang pada nabi Hosea). Tjita-tjita tertjapai dalam Perdjandjian Baru. Disini perkawinan menerima nilai religieus sepenuhnja selaku lambang sakramentil dari persatuan antar Kristen dan Geredja, jang membawa kehidupan sedjati bagi kita sekalian. Demikianlah bagi umat kritiani perkawinan monogam adalah satu-satunja bentuk tjinta-perkawinan, jang sesuai dengan Perdjandjian baru, dan selaras dengan fungsi menjempurnakan manusia dalam perdjalanannja menudju Penebusan sempurna, kearah persatuan abadi dengan Tuhan (lihat Mat 19:3-9; Efe 5:22-33). |
(0.12681960689655) | (Kej 31:19) |
(ende) Jakub menunda keberangkatannja hingga Laban tidak ada dirumah karena sedang mentjukur domba-dombanja. Ini terdjadi pada musim semi. |
(0.12681960689655) | (Kel 12:15) |
(ende) Sangat mungkin pesta roti-roti tidak beragi ("massot") semula terpisahkan dari perajaan Paskah. Mula-mulanja pesta kaum tani: panenan pertama dipersembahkan kepada Tuhan (Ima 23:10-14); Ula 16:9). Orang makan roti djawawut, dimasak dari hasil panenan pertama, tanpa ditjampuri ragi adonan jang lama. Djadi pesta jang baru dirajakan sesudah umat Israel berkediaman di tanah Kanaan sebagai kaum tani. Perbedaannja dari pesta Paskah masih nampak di Kel 23:15,18; 34:18,25. Djuga Kel 12:21-28 hanja menjebutkan upatjara Paskah. Pesta roti-roti tidak beragi adalah salah-satu dari tiga perajaan tahunan jang besar (2Ta 18:13; Ula 16:16), jang dirajakan dengan ziarah kekota Jerusalem. Disini Paskah tidak disebutkan; semula dirajakan dalam lingkungan keluarga (lihat Kel 12:3). Alasan mempersatukan dua perajaan ini ialah, bahwa kemudian, sesudah pembaharuan deuteronomistis, djuga hari raja Paskah dipusatkan dikota Jerusalem (Lihat 2Ra 23:21-23; 2Ta 35:18). Pesta Paskah ini bertepatan dengan pesta roti-roti djatuh dalam bulan jang sama, jakni bulan Abib. Selain itu pada korban Paskah orang djuga makan roti tidak beragi (Kel 12:8). Demikianlah pesta Paskah disusul dengan tudjuh hari roti-roti tanpa ragi, dan seluruhnja, seperti djuga pesta Paskah, dirajakan mulai tanggal 14\15 (lihat Ima 23:5-8) guna mengenangkan Pengungsian dari Mesir. |
(0.12681960689655) | (Kel 16:15) |
(ende) Ajat ini mentjantum keterangan populer kata "manna" (hbr."man"). Orang-orang Israel bertanja: "Itu Apa" (hbr.: "mah-hu"). Inilah asal kata "man-hu". Banjak jang menjangka, bahwa roti ini terdiri dari getah putih pohon tertentu (tamaris mannifera), jang dalam keadaan kering djatuh ketanah (lihat djuga aj. 21b (Kel 16:21b) dan Kel 16:31). Namun jang ditekankan dalam tjerita ialah: Penjelenggaraan ilahi jang mengagumkan, jang dalam keadaan darurat menganugerahkan kepada umatNja makanan baru, jang belum dikenalnja hingga kini. Inilah maksud jang ditekankan dalam tradisi, dan senantiasa djadi bahan renungan. Manna adalah kurnia Tuhan pada saat jang tepat, serta roti dari surga (Maz 78:24-25; 105:40; 145:15-16; Wis 16:20-21). Demikianlah achirnja Manna mendjadi pralambang Kristus sendiri, jang sebagai Sabda Tuhan (Ula 8:3; Mat 4:4 par) mendjadi makanan sedjati, kurnia Allah Bapa kepada kita, agar supaja kita hidup; Kristus, jang tetap menjerahkan diriNja berudjudkan Roti Ekaristi, dalam perantauan kita menudju tanah jang didjandjikan (Yoh 6:26-58; 1Ko 10:3). |
(0.12681960689655) | (Kel 29:7) |
(ende) Pengurapan adalah kebiasaan kuno, jang kemudian mendjadi upatjara keagamaan, djuga diantara bangsa-bangsa ketimuran lainnja. Istilahnja hibrani "masjach", daripada terbentuk kata "masjiach" = AlMasih. Junani: "Christos" = Jang terurapi. Minjak urapan memberi kekuatan dan kemudahan bergerak kepada badan. Demikianlah pengurapan mendjadi lambang kekuatan rohani dan ketjakapan memenuhi suatu tugas, djadi sematjam pentahbisan. Dikenakan djuga pada benda-benda (Kej 28:18; 35:14). Diantara bangsa Israel semula hanja radjalah jang diurapi, dan dengan demikian menerima ketjakapan memerintah, sekaligus djuga suatu tugas religieus. Pengurapan didjalankan oleh nabi, jang bertindak atas nama Tuhan (1Sa 10:1; 2Sa 5:3; 1Ra 1:39 dll.). Maka dari itu putera Daud jang didjandjikan, dan akan menjelamatkan bangsaNja, disebut "AlMasih". Sesudah runtuhnja keradjaan, dan sesudah masa pembuangan, pimpinan Israel beralih ketangan para imam, dan dengan demikian para imamlah jang kemudian diurapi (Bandingkan: pakaian-pakaian imam, jang mempunjai tjiri-tjiri keradjaan). Begitulah harapan ini semakin djelas berarti pentjutjian. Atas dasar pengurapan ini Imamat sendiri mendapat kedudukannja jang tertentu dalam penantian AlMasih. (Zak 3:8-10; 6:9-14). Dalam Kristus sendiri bersatulah setjara sempurna pangkat radja dan imam (lihat: Ibr 4:14; 7:11-28; 9:11-14). Para nabi tidak diurapi, meskipun kadang-kadang setjara simbolis disebut-sebut djuga adanja pengurapan (Yes 61:1-2; Luk 4:18-21). |
(0.12681960689655) | (Im 1:1) |
(ende) LEVITIKA PENDAHULUAN Dengan menjebut kitab ini "Kitab Levitika" maka hanja tradisi kuno sadjanlah jang diteruskan, meski tradisi itu kurang tepat sekalipun. Tradisi tsb. sesungguhnja berasal dari terdjemahan Junani jang kuno (Septuaginta l.k. th. 300 seb. Mas) dan liwat terdjemahan Latin (Leviticus) mendjadi umum. Melihat djudul- djudulnja itu maka kiranja orang akan mentjari dalam kitab ini keterangan- keterangan tentang kaum Levita, tetapi ternjata hanja sekali sadja disebut namanja (25, 32-33). Apa jang diperbintjangkan didalam kitab ini ialah keimanan. Maka itu nama jang paling tepat ialah "Kitab Keimanan" (demikianpun disebut oleh terdjemahan Indonesia jang diterbitkan Lembaga Alkitab). Sudah barang tentu orang merasa kurang puas dan senang dengan kata "imam" itu sendiri. Sebab "imam" dalam agama Islam tidak ada sangkut pautnja dengan pendjabat ibadah dalam agama Jahudi (Perdjandjian Lama) dan dalam agama Keristen Katolik. Tetapi kata itu dikalangan Katolik di Indonesia sudah mendjadi biasa, sehingga boleh dipertahankan sadja. Menilik isinja Kitab Levitika boleh disebut "Kitab pegangan para imam Israel". Sebab didalamnja diutarakan djabatan serta tugas pekerdjaan para imam, jang dalam bahasa Hibrani dinamakan "kohen" (Kata Arab Indonesia "kahin" sama sekali lain artinja, meskipun aselinja sama sadja). Djadi Kitab Levitika tidak memuat tjerita atau kisah, seperti kitab-kitab lain dari Taurat Musa (Kedjadian, Pengungsian, Tjatjah Djiwa), tempat perundangan dan tjerita bertjampur. Kitab Levita berisikan undang dan hukum semata-mata. Tjerita pendek 10, 1-7; 10,16-20 dan 24,10-14 hanja mendjadi landasan sadja untuk hukum tertentu, sehingga tidak boleh disebut "kisah". Kitab ini sesungguhnja sebagian dari perundang-undangan besar jang terdapat dalam Peng. 25-31;34,29-40;31; Lv. 1-27 dan Tj. Dj. 1-10. Keseluruhan itu boleh dinamakan "perundang-perundangan Gunung Sinai" perihal ibadah dan para imam. Dalam Kitab Pengungsian umat Israil sampai digunung sinai dan disitu Allah mengikat perdjandjian dengannja. Kemudian disadjikan hukum-hukum jang diberikan digunung Sinai dan sesudah banjak hukum dan undang kisahnja diteruskan oleh Tj. Dj. 11 dengan berangkatnja umat Israil sampai digunung itu. Dalam bagian terachir kitab Pengungsian kemah sutji dibangun dan ditahbiskan. Lalu oleh Kitab Levitika disadjikan perundang- perundangan tentang ibadah jang dilangsungkan disitu serta hukum-hukum tentang para pedjabat ibadah serta tugas-tugas lainnja dan lagi hukum-hukum tentang sjarat-sjarat jang harus dipenuhi untuk ikut serta dalam ibadah jang sutji itu. Mudah sadja Kitab Levitika boleh dibagi atas empat bagian besar dengan suatu tambahan. I Bagian pertama memuat perundang-perundangan tentang upatjara kurban (pasal II Menjusulah pentahbisan para imam (8,1-10, 20), jang merupakan pelaksanaan perintah jang sudah diberikan Peng. 29. Para imam ditahbisan (8,1-39), jaitu Harun serta anak-anaknja dan itulah jang mendjadi upatjara pentahbisan selandjutnja. Lalu (9,1-21) para imam baru itu mulai bertugas dengan mempersembahkan semua kurban jang diatur oleh Lv. 1-7. Kemudian diperlihatkan bagaimanan orang dihukum, djika tidak berpegang pada aturan sebagaimana ditetapkan (10,1-11). III Bagian ketiga mendjandjikan hukum-hukum tentang tahir dan nadjis (11,1- 15,33), jaitu tentang binatang halal dan haram (11,1-22), kenadjisan wanita jang bersalin (12,1-8), penjakit kulit dan tjaranja diperiksa oleh para imam (13,1- 59), kurban pentahiran setelah penjakit kulit sembuh (14,1-32), dirumah nadjis serta pentahirannja (14,33-57), nadjis akibat gedjala-gedjala seksuil (15,1-33). Pasal 16 achirnja memaparkan dengan pandjang lebar upatjara pentjeriaan (16, 1- 34), jang sekali setahun harus dirajakan untuk menghapus segala dosa dan kenadjisan umat. Pasal 16 ini boleh djuga dianggap sebagai bagian tersendiri. IV Bagian terachir (17,1-26,46) memperbintjangkan kesutjian jang dituntut oleh Allah jang kudus serta oleh ibadah sutji jang dirajakan Israil. Bahan kurban jang chas, jakni darah serta dajanja, diutarakan dan djuga tempat kurban harus dipersembahkan (17,1-16), lalu penggunaan serta halangan perkawinan jang sutji (18,1-30). Menjusullah pelbagaihukum tentang perkara dari hidup sehari-hari (19,1-37) dan hukum pidana (20,1-31). Berikutlah peraturan mengenai para pedjabat ibadah, jakni para imam (21,1-22,16) dan tentang binatang jang boleh dipersembahkan sebagai kurban (22,17-33). Disadjikan djuga daftar perajaan- perajaan keigamaan serta ibadah jang bersangkutan (23,1-44), jaitu: hari Sabat (23,3-4), paskah (23,5-8), perajaan berkaw pertama (23,9-14), pentakosta (23,15- 22), hari pertama bulan ketudjuh (23,23-25), hari pentjeriaan (23,26-32), perajaan pondok-pondok daun-daunan (23,33-44). Lalu suatu kumpulan pelbagai hukum tentang ibadah lagi, jakni tentang pelita tetap (24,1-4), roti pesadjen (24,5-9), menghodjat dan hukum pembalasan (24,10-23). Ditetapkanlah perajaan tahun istirahat, jaitu tahun Sabat (25,1-7) dan tahun pelepasan (25,8-55). Kesemuanja itu sudah disudahi dengan sederetan berkah dan kutuk untuk orang jang menepati atau melanggar hukum-hukum itu (26,1-46). Pasal terachir Kitab Levitika (27,1-34) njata merupakan suatu tambahan sadja jang menetapkan penggantian kurban nazar serta pernilaiannja (27,1-27) , barang jang diharamkan (27,28-29) dan bagian sepersepuluh (27,30-33). Melihat pembagian tsb. Kitab Levitika rupa-rupanja mewudjudkan suatu kesatuan jang tjukup padat, apalagi oleh karena langsung dihubungkan seluruhnja dengan pernjataan Allah digunung Sinai, seolah-olah sekali djadi diberikan oleh Jahwe (Lv. 27,34). Hanja dalam bagian terachir kesatuan itu kurang djelas dan padat, oleh karena hukum-hukum jang agak berlainan dideretkan begitu sadja. Tetapi setelah diselidiki sedikit saksama kesatuan tsb. njata tjukup rapuh djuga adanja. Pasal 8-10 tentang pentahbisan imam sesungguhnja melaksanakan perintah dari Peng. 29 dan melandjutkan Peng. 40. Maka dari itu pasal 1-7 tentang kurban- kurban kurang pada tempatnja disitu. Anehnja kurban-kurban jang sama sampai dua kali diutarakan (ps. 1-5;6-7), meskipun dipandang dari segi jang sedikit berbeda. Tapi mengapa tidak semua sekaligus diperbintjangkan? Dalam ps. 14,1-32 dua upatjara pentahiran tergabung, jakni kurban burung (114,1-9) dan kurban domba (14,10-20.21-32). Hari pentjeriaan dua kali dibitjarakan dan upatjara tidak seluruhnjaa sama dikedua tempat itu (16,1-34;23,26-32; bdk. Tj Dj 29,7- 11). Orang djuga mendapat kesan, bahwa upatjara pasal 16 itu merupakan tjampuran dua upatjara jang aselinja tersendiri (16,8-10,20-22.26). Sebab didalamnja terdapat hal-hal jang sama sampai dikatakan duakali (aj. 6 dan aj. 11-13; aj. 4 dan aj. 34; aj. 9b dan aj. 15-17). Ajat 3 sebenarnja kurang tjotjok dengan aj. 2 dan tidak meneruskannja. Ajat 4 memutuskan hubungan antara ajat 3 dan 5. Ada dua kata penutup, jakni 29a dan 34. Ajat 29b-34 merupakan suatu tambahan sadja. Gedjala-gedjala jang serupa diketemukan dalam bagian-bagian lain djuga. Undang- undang jang sama dua kali terdapat, misalnja 19,18b dan 19,33-34;17,12 dan 19,26a; 18,17 dan 20,14; 18,21 dan 20,2-5; 18,22 dan 20,13;18,23 dan 20,15;19,9- 10 dan 23,22;10, 27-28 dan 21,5;19,31 dan 20,6;19,3b dan 26,2a dll. Seringkali ada suatu kata pembukaan baru (misalnja: 1,1;4,1;5,14 dll.) dan kata penutup djuga (misalnja 3,17;7,37-38;9,24; 11,46-47; 13,50;14,33.57;15,31-33;16,34 dll.) Selain dari pada itu para ahli djuga mentjatat perbedaan bahasa dan gaja bahasa dalam Kitab Levitika, sehingga sukar diterima kitab itu langsung disusun oleh satu orang sadja. Karena gedjala-gedjala tsb. dan jang serupa para ahli sampai berkesimpulan bahwa bahan jang termuat dalam Kitab Levitika jang sekarang sudah mengalami sedjarahnja sendiri sebelum dibukukan. Umum diterima bahwa bagian terbesar atau seluruh Kitah Levitika berasal dari P (Lihat kata pendahuluan Kitab Kedjadian), jakni dari kalangan para imam Israil. Tetapi tidak demikian halnja, bahwa pada suatu hari tertentu beberapa imam duduk menggubah kitab ini, Bahan jang sekarang termuat dalam Kitab Levitika dipelihara dan djuga ditjiptakan oleh kalangan tsb. dan achirnja para imampun menjusun semua bahan itu dalam satu buku. Tetapi pembukuan itu sendiri mengalami beberapa tahap dan tingkatan, sebelum selesai dan achirnja termuat setjara terserak-serak dalam Taurat Musa sekarang. Bahan itu ada pelabagai asal-usulnja dan djuga muntjul pada masa jang berlain- lainan. Ada hukum, adat-istiadat jang kuno dan lama terpelihara dalam tradisi lisan. Ada djuga jang lebih muda, bahkan beberapa undang barulah muntjul dimasa pembuangan atau malah sesudahnja. Orang masih dapat mengenali adat-istiadat dan hukum jang tjotjok dengan masa suku-suku Israil masih berkelana dipadang gurun dengan kawannja. Lain-lain sesuai dengan bangsa Israil jang menetap sebagai kaum di Palestina. Ada djuga jang tjotjok dengan djaman para radja. Nampaklah pula, bahwa adat-istiadat, perundangan dan ibadah umat Allah terpengaruh oleh dunia luar, jaitu oleh dunia luar, jaitu oleh adat-istiadat, hukum-hukum dan ibadah bangsa-bangsa tetangga, seperti Mesir, atau agama-agama kafir dinegeri Kena'an. Sudah barang tentu semua unsur asing itu dibersihkan dari segala sesuatu jang tidak tjotjok denga agama Israil dan djuga disesuaikan dengan keperluan bangsa itu pula. Sepandjang sedjarahnja makaa terdjadilah, bahwa adat-istiadat dan hukum-hukum ibadah tsb. sedikit dibuat suatu synthese jang sungguh-sungguh baru, sehingga perundang dan ibadah Israil akan Tuhan jang Mahaesa jaitu Jahwe, Allah Israil. Allah itu mengikat suatu perdjandjian dengan umatNja. Semuanja undang itu hanja satu sadja maksudnja, jaitu mendjamin pelaksanaan perdjandjian tersebut. Pembukuan semua bahan itu menempuh beberapa tahapan. Pembagian Kitab Levitika jang disadjikan diatas bukan hanja pembagian kitab ini sadja, tetapi djuga sedikit banjak menampakkan tingkatan pembukuan bahan itu sepandjang sedjarah. Pertama-tama nampaklah dalam Kitab Levitika dua kumpulan hukum jang besar, jakni pasal1-16 dan pasal 17-26. Pasal 27 sebagai tambahan ada kedudukkannja sendiri djuga. Kedua bagian tsb. agak berlainan, bukan hanja dalam isinja sadja, tetapi djugaa dan terutama dalam semangat jang mendjiwai keseluruhan. Bagian pertama itu merupakan perundang-perundangan ibadah jang menaruh perhatian chusus pada segi lahiriah ibadah itu dan pada hal-hal jang membatalkan atau menghalang- halangi ibadah itu, lagi pula perhatian chusus diberikan kepada alat-alat jang sanggup menghapus halangan-halangan tersebut. Bagian kedua tentu djuga memberikan perhatian kepada ibadah, tetapi lebih-lebih menekan kesutjian jang dituntut dari seluruh umat Allah disegala bidang kehidupan. Dengan perkataan lain: bagian kedua itu tidak berasal dari kalangan jang satu dan lagi sama. Latarbelakangnja adalah lain. Bagian pertama (pasal 1-16) pada gilirannja terdiri atas beberapa kumpulan hukum jang dalam garis besarnja kiranja mula-mula tersendiri dan dikumpulkan dahulu dari bahan jang sudah ada. Mungkin pulalah salah satu kumpulan dari padanja kemudian baru disusun setelah jang lain-lain sudah diramu mendjadi satu, sehingga berupa tambahan belakangan sadja. Dalam hal ini para ahli memang tidak sependapat. Nah, kumpulan hukum jang terutama ialah pasal1-10. Kumpulan itu lazimnja disebut "Taurat Kurban", sebab isinja ialah peraturang jang berkenaan dengan kurban. Mungkin sekali kumpulan itupun terdiri atas dua kumpulan jang lebih ketjil lagi jang disusun mendjadi satu. Sebab pasal 1-5 memperbintjangkan kurban, tegasnja bahan jang boleh dan harus dipakai dalam kurban dan tjaranja kurban itu harus disediakan. Pasal 6-7 sekali lagi berbitjara tentang kurban itu tapi sekarang lebih-lebih mengenai apa jang mendahului serta menjusul kurban itu sendiri. Ditetapkan pula bagian mana dari kurban jang harus diberikan kepada imam. Adapun 7,22-27 kurang djelas kedudukkannja dan barangkali disisipkan kedalam kumpulan itu setelah selesai disusun. Pasal 8-10 boleh disebut "Kitab Upatjara Pentahbisan Imam". Bagian inipun aselinja kiranja suatu kesatuan tersendiri bersama dengan Peng. 29,1-35, meskipun 9,1-21 mungkin ditambahkan diwaktu 8,1- 338 digabung dengan "Taurat Kurban". Sebab 9,1-21 terang-terangan mengingatkan kepada Lv. 1-4. Memang sukar sekali ditetapkan kapan kesatuan ini (Lv. 1-10) tertjipta. Ada jang berkata: dimasa pembuangan, pada akhir masa itu dan ada djuga jang berkata: sesudah pembuangan. Jang terachir inilah kiranja pendapat jang lebih benar. Pasal 11-16 merupakan kumpulan lain, jakni hukum tentang tahir dan nadjis. Karenanja bagian ini dinamakan "Taurat Ketahiran". Sudah barang tentu dalam kumpulan itu terhimpun bahan jang sudah lama ada, tetapi kiranja belum dibuat mendjadi satu "buku". Maka dari itu boleh djadi disini untuk pertama kalinja disusun demikian. Boleh diterima kumpulan itu dibuat waktu pembuangan, malah sebelumnja sudah. Tetapi ada ahli jang melepaskan pasal 11 jang dipertalikan dengan Lv. 17-26; demikianpun pasal 16, upatjara hari pentjeriaan, jang dikatakan baru dibuat sesudah pembuangan, meskipun dengan bahan jang sudah ada sebelumnja. Malah ada sementara ahli jang melepaskan pasal 14 djuga, jang merupakan tjampuran dua upatjara dan baru didjaman kemudian digandingkan dan begitu disisipkan kedalam hukum-hukum tentang tahir dan nadjis itu. (Tentang pasal 16 lihat dibawah ini). Bagian kedua Kitab Levitika (pasal 17-26) biasanja diberi djudul: "Taurat Kesutjian". Sebabnja ialah: berulang-ulang terdapatlah rumus ini (atau jang serupa): Hendaklah kudus (sutji), sebab kuduslah Aku, Jahwe, Allahmu (bdk. 19,2;20,8.26;21,6.8.15.23; bdk. 22,9.16.32). Kumpulan hukum ini kiranja masih terdiri atas berapa kumpulan ketjil jang mendahuluinja. Diatasnja masih terdiri atas beberapa kumpulan ketjil jang mendahuluinja. Diatas ini sudah ditundjuk, bahwasanja terutama dalam bagian ini terdapatlah hukum jang sampai dua kali dimuat. Hal itu dianggap orang sebagai bekas-bekas dari kumpulan-kumpulan ketjil lain. Anehnja susunan "Taurat Kesutjian" ini agak serupa dengan susunan kitab hukum dari Kitab Ulangtutur (pasal 12-26). Seperti bagian Kitab Ulangtutur tsb. demikianpun Taurat Kesutjian mulai dengan memperbintjangkan tempat kurban-kurban harus dipersembahkan dan iapun berachir dengan sederetan berkah dan kutuk. Penetapan-penetapan seperti 18,1-4/24-30;20,22-23 segera megingatkan Kitab Ulangtutur. Dan sebagaimana Kitab Ulangtutur berupa pidato, demikianpun bagian Kitab Levitika tsb. aselinja berupa pidato djuga (bdk. Lv. 17,8;18,2-6.24- 33;19,2;20,7.8.22-27;21,8;22,20.22.24-25.28-29.31-32). Kedalam rangka pidato itu disisipkan matjam-matjam hukum dan adat-istiadat, entah lepas-lepas entah sudh terkumpul dahulu. Sebagian malah baru ditambahkan setelah kumpulan itu itu selesai disusun. Para ahli belum sependapat tentang djaman dan tempatnja kumpulan itu selesai disusun. Ada jang mengira tempatnja dikeradjaan Juda, maklumlah di Jerusjalem. Kumpulan itu disusun untuk Bait Allah di Jerusjalem, setelah hanja tempat sutji itu sadjalah dianggap sjah. Sebagaimana Ulangtutur merupakan undang-undang keradjaan Israil (?) untuk memusatkan ibadah, demikianpun maksud Taurat Kesutjian itu. Maka dari itu dalam kumpulan besar itu terhimpun perundang-perundangan dan adat-istiadat jang dahulu berlaku ditempat- tempat sutji lainnja di Juda. Mungkin Taurat Kesutjian itu sudah disusun pada djaman para radja (Josjijahu th. 609?). Tetapi ahli-ahli lain menunda djaman penjusunannja sampai masa pembuangan. Menurut sementara ahli potongan-potongan dari Taurat Kesutjian itu dilepaskan pada waktu dihubungkan dengan kumpulan hukum lain (Lv. 1-16), sehingga sekarang bagian-bagian Taurat itu terserak-serak ditempat lain (misalnja: Lv. 2,11-12;7,23-26.32;11,2-31.35- bdk. 32. 38.39.422- 45 dan mungkin seluruh pasal 9; dalam pertaliannja jang sekarang hukum-hukum tsb. kurang tjotjok, pada hal sesuai dengan Taurat Kesutjian). Para ahli masih berusaha menetapkan bagian-bagian manakah jang termasuk kedalam Taurat Kesutjian jang aseli (sebagai kumpulan besar). dan bagian-bagian manakah jang berusaha tambahan jang kemudian disisipkan. Tetapi usaha demikian itu sukar dan hasilnja djarang-djarang sadja sampai kekepastian, sehingga para ahli djauh dari sependapat dalam hal itu. Djadi sedjarah kedjadian Kitab Levitika Lk. sbb.: Mula-mula bahan (adat-istiadat dan hukum-hukum) dihimpunkan dalam kumpulan-kumpulan ketjil. Kemudian dibuatlah kumpulan-kumpulan lebih besar lagi dipelbagai tempat dan djaman dan achirnja disusun satu "Kitab Hukum Para Imam", jang memuat djuga beberapa tjerita, jakni apa jang disebut P. Bahan-bahan dan kumpulan-kumpulan tsb. disadur seperlunja serta disesuaikan. Pada achir pembuangan atau sesudahnja "Kitab Hukum Para Iman" digandingkan dengan bahan lain lagi (J dan E), sehingga lahirlah "Taurat Musa". Dan mungkin sekali sesudah itu masih diselipkan kedalam Taurat Musa jang sudah selesai itu bahan-bahan lain dari luar. Djadi Kitab Levitika sesungguhnja adalah sebagian dari "Kitab Hukum Para Imam" (P) tsb. Kalau demikian terdjandjinja Kitab Levitika maka sudah barang tentu kitab itu bukanlah karangan Musa. Apa jang telah dikatakan tentang Taurat Musa pada umumnja boleh diterapkan pada Kitab Levitika djuga. Sesungguhnja Kitab Levitika sendiri menggandingkan seluruhnja dengan pernjataan Allah digunung Sinai dengan perantaraan Musa (bdk. 25,1.26.46;1,1;4,1;6,1.12). Tetapi ungkapan jang sedemikian itu kiranja harus dianggap sebagai alat kesusasteraan belaka jang merumuskan suatu anggapan teologis dan bukan kedjadian historis. Dalam anggapan Israil peristiwa mahapenting digunung Sinai itu mendjadi pangkal tolak-tolak seluruh seluruh agama Israil serta perkembangan selandjutnja. Kedjadian itu tidaklah hilang, melainkan terus dilangsungkan dalam umat Jahwe, terutama dalam ibadahnja. Perkembangan selandjutnja dianggap sebagai dan sesungguhnjaa merupakan landjutan sadja dari lembaga jang ditanam oleh penampakan di Sinai itu. Perkembangan sesudah pembuanganpun berurat-berakar dari situ. Sudah barang tentu perkembangan itu amat dipengaruhi dan malahan dipaksakan oleh keadaan sedjarah jang njata dan oleh perhubungannja dengan bangsa-bangsa lain. Akan tetapi Israil jakin, bahwa umat Allah seluruhnja dan djuga sedjarah dipimpin serta dikemudikan oleh Jahwe, sehingga hukum-hukum jang serupa itupun dikehendakiNja pula. Israil jakin pula, bahwa kemadjuan selandjutnja tidak menjeleweng dari pernjataan ilahi jang semula itu, melainkan hanja mengembangkannja sadja. Karena anggapan itulah maka semua hukum dan undang serta upatjara dirumuskan sedemikian rupa, sehingga semua langsung dimaklumkan oleh Jahwe sendiri. Dengan demikian dipertahankan kesatuan dan keaselian perundangan dan ibadah Israil sepandjang sedjarah. Semua digandingkan dengan perdjandjian jang telah diikat oleh Allah digunung Sinai dan perdjandjian itu dilaksanakan dalam hukum dan ibadah tsb. Djadi anggapan jang merupakan latarbelakangnja bukan anggapan historis melainkan anggapan teologis tertentu. Baiklah kiranja disini diperbintjangkan sebentar beberapa lembaga keigamaan, ibadah, jang diutarakan oleh Kitab Levitika. Sebab lembaga-lembaga itu maha penting dalam hidup keigamaan Israil dahulu kala. Jang pertama ialah imamat. Kitab Levitika sesungguhnja berpusat pada keimanan serta tugasnja jang bermatjam ragam. Anehnja kaum Levitika sama sekali tidak disebut-sebut sedangkan mereka sering disebut dalam kitab-kitab Taurat Musa jang lain. Para imam dianggap turunan Harun (anak-anak Harun) sehingga kaum Levita tidak mendjabat imam. Tetapi keadaan itu merupakan achir suatu perkembangan dalam sedjarah jang pandjang sekali. Dalam pembuangan barulah keadaan itu mendjadi terang, jaitu dengan muntjulnja nabi Jeheskiel jang membedakan imam dan Levita dan tugas keimaman diserahkan kepada imam sadja, jang adalah turunan Sadok (Jehesk. 44,6-31). Tetapi dahulu kala kaum Levita dengan tidak ada jang diketjualikan boleh mendjabat imam, sehingga "imam" dan "Levita" sama sadja (bdk. Ul. 10,8;17,9. 18;18.1 dll.) Menurut Ul. 18,6-7 kaum Levita jang dari tempat-tempat sutji lainnja datang ke Jerusalem, sewaktu tempat-tempat sutji lain itu dihapuskan, boleh bergilirbakti dalam Bait Allah di Jerusalem sama seperti kaum Levita jang sudah bertugas disitu. Sebagaimana sekarang ada teks kitab Ulangtutur tsb. pasti mengenai Jerusjalem, meskipun aselinja mungkin berkenaan dengan pusat ibadah lainnja. Kaum Levita jang tidak datang ke Jerusjalem memang tidak boleh lagi mendjalankan ibadah, sebab ditempat-tempat sutji lain ibadah jang sjah tidak mungkin lagi diadakan. Dengan djalan itu muntjul dua matjam Levita, jakni jang bertugas di Jerusjalem sebagai imam dan jang tinggal dipedalaman dengan tidak bertugas lagi. Nah, apa gerangan jang terdjadi antara djaman Kitab Ulangtutur dengan peraturannja itu dan nabi Jeheskiel (masa pembuangan)? Ternjata kaum Levita diturunkan deradjatnja dan mendjadi pelajan para imam dalam ibadah. Pada garis besarnja perkara itu kiranja berlangsung sbb. Waktu masih ada beberapa tempat sutji di Israil, semua Levitika bertugas sebagai imam disitu. Di Jerusjalem dahulu bertugas keluarga Ebjatar dan Sadok (dimasa Dawud, bdk. II Sjem. 8,17;20,25). Tetapi keluarga Ebjatar diturunkan serta dibuang oleh Sulaiman (bdk. I Rdj. 2,26-27), sehingga hanja keluarga Sadok sadja tinggal di Jerusjalem dahulu bertugas sebagai imam. Waktu tempat-tempat sutji lain dilarang (Ulangtutur) kaum Levita diluar Jerusalem diidjinkan datang serta bertugas di Jerusjalem. Tetapi kaum Sadok tidak memperbolehkannja dan merebut keimaman sebagai keistimewaannja jang chas (bdk. II Rdj. 23,9). Dimasa pembuangan keadaan jang njata itu dibenarkan (oleh nabi Jeheskiel, seorang imam dari Jerusalem) dan dengan demikian disiapkan masa sesudah pembuangan. Mungkin sekali kaum Ebjatar berhasil merebut dirinja persamaan dengan kaum Sadok. Maka dari itu dalam Bait Allah jang baru turunan Harun (liwat Sadok dan Ebjatar) bertugas sebagai imam dan sekalian kaum Levita lainnja jang mendjadi pelajan ibadah. Keadaan itu achirnja dimasukkan djuga kedalam Taurat Musa, sehingga disitu njata ada perbedaan antara kaum imam (turunan Harun) dan kaum Levita lainnja jang mendjadi pembantu mereka (bdk. Tj. Dj. 3,1-9;8,19;19,1-7). Kitab Levitika hanja membahas tugas para imam dan tidak berbitjara tentang kaum Levita. Tugas utama para imam dalam Kitab Sutji ialah mempersembahkan kurban jang berupa-rupa. Tapi hanja bagian inti, jakni merendjiskan atau menumpahkan darah serta membakar lemak dan daging kurban, jang merupakan keistimewaan imam. Penjembelihan dilakukan oleh orang lain. Tetapi para imam djuga bertindak sebagai djurubitjara Allah (disamping para nabi) (bdk. Ul. 33,8-10), jaitu dengan melajani undi sutji, Urim dan Tumim. Tugas itulah kiranja tugas mereka jang paling dahulu bersama dengan pendjagaan tempat-tempat sutji. Merekapun "pendjaga" Taurat, artinja mereka memberi "fatwa" untuk mengetrapkan peraturan Taurat pada hal-hal jang njata (bdk. Lv. 10,10; Ul. 31,9.26;33.10; Mich. 3,11; Jr. 18,18). Dalam Kitab Levitika merekapun diserahi tugas untuk menetapkan siapa jang nadjis dan jang tahir, sehingga orang itu boleh atau tidak boleh ikut dalam ibadah (Lv. 11-16). Namun demikian tugas para imam makin lama makin lebih berpusatkan kurban jang beraneka ragam. Kitab Levitika (Pasal 1-7) memperbintjangkan kurban-kurban jang dipersembahkan oleh para imam Israil. Baiklah keterangan serba singkat diikutsertakan disini. Kurban jang terpenting ialah kurban bakar (Lv. 1,1-17;6,1-6). Istilah Hibraninja ialah "olah", artinja: jang naik, atau: jang dinaikan (jaitu dalam asap) kepada Tuhan. Adakalanja kurban itu disebut "kalil", artinja (kurban) "semesta". Kechasan kurban itu ialah: seluruhnja dibakar (ketjuali paha binatang jang mendjadi bagian imam), djadi tidak ada sebagian jang dimakan oleh orang jang mempersembahkan kurban itu. Rupa-rupanja kurban itupun kurban jang paling kuno dan tentu sadja tjotjok dengan suku-suku jang memiara ternak seperti Israil dahulu digurun dan para bapa bangsa. Binatang jang dipergunakan dalam kurban itu haruslah djantan dan tak bertjatjat. Darahnja ditjurahkan pada mesbah dan dagingnja dipotong-potong kemudian ditaruh diatas api mesbah serta dibakar habis. Didjaman kemudian kurban bakar itu tidak ada. Menurut anggapan Kitab Levitika maksud utama kurban bakar ialah memulihkan dosa dan pelanggaran, sedangkan dahulu kurban itu bermaksud menjembahh Tuhan serta bersjukur kepadnja. Kurban lain ialah jang dalam bahasa Hibrani dinamakan "zebah sjelamim" (Lv. 3,1- 17;7.11-21). Arti istilah itu kurang djelas. Terdjemahan Junani menghubungkan kata ini dengan kata "sjalom" (salam, damai). Karena itu istilah itu sering diterdjemahkan dengan "kurban sjukur" Hanja pabila kurban sedemikian itu tidak tjotjok, kamipun menggunakan istilah "kurban perdamaian". Tetapi pada umumnja kurban itu mempunjai sifat gembira dan dipersembahkan apabila ada alasan untuk bersjukur. Djadi dengan kurban tsb. orang bersjukur kepada Allah dan masuk persekutuan denganNja (karenanja ada istilah: kurban persekutuan). Kurban itu berupa djamuan sutji. Sebagian dari binatang dibakar dan dengan demikian diberikan kepada Tuhan--darah memang seluruhnja ditumpahkan - sebagian diberikan kepada imam dam bagian ketiga dimakan oleh orang jang mempersembahkan kurban itu. Binatangnja harus djantan dan tak bertjela. Ada tiga matjam kurban sjukur tapi perbedaannja kurang djelas, jaitu: kurban pudjian, kurban sukarela dan kurban nazar. Istilah Hibrani "hattat" kami terdjemahkan dengan "kurban penebus dosa". Boleh djuga diterdjemahkan: "kurban penjilih" atau: "kurban lantaran dosa". ataupun: "kurban pemulih dosa". Kurban itu diutarakan Lv. 4,1-35,5,7-13;6,17-23. Kata Hibrani "hattat" berarti baik dosa maupun kurban jang memulihkan dosa itu. Perbedaan kurban ini dengan kurban "pelunas salah" kurang djelas djuga. Tetapi pada umumnja (tidak selalu) kurban penebus dosa ialah kurban jang memulihkan pelanggaran hukum Allah manapun jang tidak sengadja. Upatjara kurban itu sedikit berbeda apabila dipersembahakan untuk dosa imam agung (jang mewakili rakjat djuga dalam dosanja), untuk umat seluruhnja atau untuk pemimpun dan orang perseorangan. Sebagian dari darah kurban untuk imam agung dan djemaan dipertjikkan didalam tempat sutji (Baitullah), lemaknja dibakar diatas mesbah, tapi dagingnja dibakar diluar tempat sutji. Upatjara chusus dalam kurban itu ialah: orang jang mempersembahkan kurban ini menumpang tangannja diatas kepala binatang jang hendak disembelihnja. Makna isjarat itu sebenarnja kurang djelas, meskipun banjak ahli berpendapat, bahwa dengan djalan itu seolah-olah dosa dipindahkan kepada binatang itu. Kurban pelunas salah (lv. 5,1-6. 14-26;7,1-10) amat serupa dengan kurban penebus dosa tsb. Orang mendapat kesan, bahwa sepandjang sedjarah kedua kurban itu makin lama makin disamaratakan sadja. Namun demikian ada ahli jang mentjatat perbedaan ini: kurban pelunas salah hanja wadjib dipersembahkan karena dosa tertentu sadja, jakni (pada umumnja) dosa jang diperbuat dengan tidak sengadja tapi dianggap merugikan baik hak ilahi maupun hak sesama manusia (dosa lawan sesama dianggap djuga dosa kepada Allah). Karena itu orang harus membajar "ganti rugi". Sebelumnja ia seolah-olah berutang kepada Tuhan. Itu pun sebabnja maka kami terdjemahkan "kurban pelunas salah". Suatu terdjemahan lain misalnja: "kurban lantaran salah". Karena anggapan tsb. dapat dimengerti pulalah mengapa kurban itu disertai denga sematjam denda tambahan. Istilah Hibraninja, jakni: "asjam" berarti baik kesalahan terhadap seseorang, penghinaan, maupun korban jang memulihkannja. Tetapi mungkin djuga maksud kurban tsb. tidak hanja "memberi ganti rugi", tetapi djuga "menangkis kutuk". Kechasan kurban itu ialah: darahnja tidak dibawa kedalam tempat sutji (Baitullah) dan dagingnja dibakar diluar tempat sutji. Dengan "kurban santapan" kami menterdjemahkan istilah Hibrani "minhah" (Lv. 2,1- 16;66,7-16). Perkataan Hibrani itu amat luas artinja, sehingga dapat menundjukkan sembarangan persembahan dan pemberian. Tetapi dalam kitab Levitika istilah itu berarti: suatu kurban jang terdiri atas makanan jang bukan daging. Boleh diterdjemahkan djuga dengan "kurban persadjian" (bdk. terdjemahan Keristen). Pada pokoknja kurban santapan itu ialah gandum jang disediakan dengan pelbagai tjara, baik jang dipanggang, maupun jang dibakar atau berupa kue. Kurban itu dapat dipersembahkan sebagai kurban tersendiri dan terpisah, tetapi biasanja merupakan tambahan pada kurban lain. Lazimnjaa sebagian dari kurban santapan dibakar (ketjuali kurban santapan imam sendiri) dan bagian jang dibakar itu dinamakan "peringatan". Maksud istilah itu kurang djelas (lih. tjatatan Lv. 2,2). Ada djuga kurban "harum-haruman" (Lv. 16.12-13;2,1-2;10,1). Biasanja harum- haruman itu adalah tjampuran pelbagai harum-haruman dan hanja satu unsur ialah ukup. Kurban itu dapat dipersembahkan terpisah dari kurban lain dan kalau demikian dibakar atas mesbah tersendiri, jakni mesbah dupa. Dalam ibadah Israil kurban harum-haruman itu dua kali sehari disampaikan, jakni pagi-pagi dan petang hari. Tetapi kurban harum-haruman itu seringkali djuga merupakan suatu tambahan pada kurban lain bersama-sama kurban santapan. Kalau demikian maka kurban itu terdiri atas dupa semata-mata dan dibakar bersama dengan kurban lain itu. Rupa- rupanja Kitab Levitika tidak suka akan kurban itu. Sebabnja kiranja: kurban harum-haruman adalah kurban kegembiaraan, padahal Kitab Levitika memandang kurban terutama sebagai alat untuk memulikan dosa. Kitab Livitika masih menggunakan istilah lain jang kami terdjemahkan dengan "kurban api". Bukankah suatu kurban tersendiri melainkan istilahnja dipakai berkenaan dengan kurban jang dibakar sebagiannja atau seluruhnja. Kitab Levitika sendiri kiranja menggandingkan istilah "isjsjeh" itu dengan kata Hibrani "esj" jang berarti api. Tapi kurang pasti apakah demikian arti aselinja. Sementara ahli berpendapat, bahwa istilah itu mula-mula menundjukkan redjeki; kurban dianggap redjeki Allah. Istilah "isjesjeh"tsb. atjap kali disertai dengan istilah "harum jang memadakan (Tuhan)". Istilah itu tentu sadja tjukup anthropomorphis djuga: Tuhan dibajangkan seakan-akan disenangkan oleh bau kurban jang dibakar itu. Pasal 16 Kitab Levitika (dan 23,26-32) menjadjikan peraturan tentang upatjara hari raja jang kami beri djudul: "Hari besar Pentjeriaan". Istilah Hibraninja ialah "jom-hak-kippurim", atau "jom kippor". Adapun kata kppr itu kurang djelas artinja dan asal-usulnja dan karenanja ada pelbagai terdjemahannja. Kami menerima, bahwa kata itu ada sangkutpautnja dengan perkataan jang artinja: membersihkan, mentjutjikan dsb. Arti kata itu kiranja tjotjok dengan Kitab Levitika, chususnja dengan pasal 11-16 jang membitjarakan perkara tahir dan nadjis. Kiranja upatjara itu terutama dianggap sebagai alat untuk mentahirkan Israil dari segala kenadjisannja. Sudah barang tentu terutma dimasa kemudian kenadjisan itu bukan hanja kenadjisan rituil dan lahiriah belaka, tetapi merangkum djuga dosa batin. Tetapi aselinja kiranja lebih-lebih mengenai kenadjisan rituil sadja. Adapun "Hari Pentjeriaan" itu adalah mahapenting dalam agama Jahudi hingga dewasa ini dan dianggap menghapus segala dosa jang sepandjang tahun diperbuat oleh umat Allah. Namun demikian perajaan itu sesungguhnja merupakan achir dan puntjak suatu perkembangan dalam agama Israil jang agak lama berlangsung dan dalam rupa lengkap upatjara dimasa agak belakangan muntjul dalam sedjarah agama Israil. Dalam Taurat Musa hari raja itu beberapa kali diutarakan (Peng. 30,10;Lv. 16;23,26-32;25,9; Tj. Dj. 18,7;21,7-11). Tetapi nas-nas tsb. oleh banjak ahli dianggap bagian-bagian jang kemudian disisipkan kedalam perundangan tentang ibadah. Dan hal itu boleh diterima djuga. Sebab dalam kitab-kitab lainnja dari Perdjandjian Lama perajaan itu tak pernah disebut-sebut, bahkan dalam Kitab Esra/Nehemia jang mengisahkan hari-hari raja jang dirajakan Israil setelah kembali dari pembuangan, Hari Pentjeriaan itu tidak sampai disebut. Hal itu aneh betul mengingat kedudukan penting jang dipegang perajaan itu dalam Kitab Levitika. Orang tjondong mengambil kesimpulan, bahwa perajaan itu dahulu belum ada atau setidak-tidaknja kurang penting dalam ibadah Israil. Oleh karenanja sementara ahli menerima sadja, bahwa perajaan itu baru berkembang sesudah djaman Esra/Nehemia (sekitar th. 300 seb. Mas. ). Tetapi ahli-ahli lain berkata: Aneh betul suatu perajaan dalam mana peti perdjandjian memegang peranan demikian penting (bdk. Lv. 16,13-14.15) ditjiptakan setelah peti perdjandjian sudah lam lenjap dan tidak ada lagi dalam Baitullah. Masalahnja memang agak berbelit dan ruwet sekali. Mungkin dapat dikatakan sbb: Dahulukala sudah ada upatjara jang serupa dengan Hari Pentjeriaan, tetapi upatjara itu kurang penting. Sesudah pembuangan upatjara aseli itu diperkembangkan dan bertjampur dengan upatjara- upatjara lain dan achirnja mendjadi perajaan terpenting. Mengingat kesadaran terhadap dosa jang pada kaum Israil sesudah pembuangan amat kuat upacara sedemikian itu tentu dapat menarik perhatian. Dengan demikian dapat dimengerti, bahwa dari satu pihak tidak ada berita dari djaman sebelum pembuangan tentang upatjara jang dimasa itu kurang penting, dan dari lain pihak peti perdjandjian memegang peranan dalam upatjara jang kemudian diperkembangkan mendjadi perajaan jang utama. Dan sesungguhnja orang berkesan, bahwa dalam upatjara Hari Pentjeriaan ada dua upatjara bertjampur. Diatas ini sudah dikatakan teksnja kurang lantjar djalannja. Kiranja aj 3-4.11-14.15-19.23-25.27-29 adalah satu upatjara (jang pada gilirannja terdiri atas dua?) dan aj. 5-10.20-22.26 memuat upatjara lain. Mungkin upatjara terachir inilah bagian jang paling kuno dari ibadah Hari Penteriaan. Djadi ada upatjara kurban. Imam agung mempersembahkan kurban lembu djantan buat dosanja sendiri dan dosa keluarganja, ialah para imam. Ia masuk kedalam Kudus- mukadas (sekali setahun sadja) dan mendupai penutup peti perdjandjian serta merendjiskan darah kurban tsb. atasnja (Lv. 16,11-14). Kemudian ia mempersembahkan seekor kambing djantan buat dosa umat dan darahnja dipertjikkan diatas penutup peti perdjandjian (Lv. 16,15). Lalu tempat kudus dan chususnja mesbah ditahirkan dengan darah lembu djantan dan kambing djantan itu (Lv. 16,16- 19; bdk. 16,33). Tetapi disamping upatjara tsb. ada upatjara lain jang agak berbeda. Ada dua ekor kambing djantan dari umat. Undi dibuang diatasnja dan seekor mendjadi kurban penebus dosa guna umat dan seekor ditempatkan "dihadirat Jahwe". Imam agung menumpangkan tangannja atas kepala binatang itu, jang lalu diantar kegurun serta dilepaskan disitu "buat Azazel (sjaitan?). Kambing djantan itu membawa serta dosa umat (Lv. 16,8-10.220-22). Upatjara jang aneh itu sungguh menundjukkan djaman azali Israil. Boleh ditambahkan, bahwa upatjara jang serupa ada djuga dalam ibadah di Babel. Hari Pentjeriaan dirajakan dengan tjara lain lagi. Hari itu adalah hari istirahat jang mutlak dan hari puasa mutlak djuga. Agama Israil hanja mengenal hari puasa itu sadja sebagai suatu kewadjiban umum. Istilah Kitab Sutji jang menundjukkan puasa itu ialah "merendahkan diri". Sudah barang tentu Kitab Levitika bukanlah kitab Perdjandjian Lama jang paling
menarik pembatja modern. Orang sampai bertanja: Apa gunanja kitab itu bagi
kita, orang-orang keristen? Upatjara kurban dengan daging jang dipotong-potong
serta dibakar, sehingga seolah-olah orang mentjium bau busuknja, darah jang
mengalir; tahir dan nadjis, penjakit kulit dan kenadjisan rumah. Bukankah
kesemuanja itu sudah ketinggalan djaman dan apa manfaatnja membatja serta
mempeladjari kesemuanja itu? Boleh disetudjui, bahwa Kitab Levitika ini begitu
sadja tidak ada banjak manfaatnja lagi bagi kita. Namun demikian rupanja
generasi keristen jang pertama belum merasakannja begitu. Sebab kitab inipun
dalam Perdjandjian Baru dikutip (Lk. 2,22.24;Mt. 8,4; Lk. 17,14; Mt. 12,4)
sebagai hukum Allah jang patut ditepati. Adakalanja hukumnja diketjam ( Dan sudah barang tentu sebagai kumpulan hukum jang terperitji dan upatjara- upatjara jang bersangkutan Kitab Levitika ketinggalan djaman. Namun demikian didalamnja termuat suatu kabard langgeng serta awet jang bernilai serta berlaku didjaman Masehi djuga. Apa jang hendak diwudjudkan oleh ibadah dan hukum rituil itu terus mau diwudjudkan Perdjandjian Baru djuga, meski setjara lain dan lebih luhur serta ampuh sekalipun. Dalam hal itu baiklah bagian pertama (ps. 1-16) dan bagian kedua (ps. 17-26) dari Kitab Levitika dihubungkan satu sama lain. Sebab kedua bagian ini berimbangan dan saling melengkapi. Dan mungkin sekali penjusun terachir kitab ini mempertalikan kedua "kitab hukum" itu djustru dengan maksud mentjapai keseimbangan jang perlu. Bagian pertama tsb. membentangkan ibadah umat Allah Perdjandjian Lama. Dengan demikian umat itu diperlihatkan sebagai persekutuan ibadah dan ibadah itu merupakan unsur hakiki umat Jahwe. Masing-masing orang harus ikut serta dalam ibadah untuk berhubungan dengan Tuhan. Ibadah itu adalah ilahi, sebab seluruhnja ditetapkan oleh Allah sendiri. Djalan agar orang dapat mendekati Tuhan tidak tidak diserahkan kepada wewenang sendiri, melainkan haruslah orang menjesuaikan diri dengan apa jang ditentukan guna umat seluruhnja. Nah, gagasan itu kiranja tetap berlaku bagai umat Allah Perdjandjian Baru pula. Alat dan djalan untuk mendekati Tuhan ialah umat jang beribadah. Pada hakekatnja ibadah itu ditetapkan oleh Tuhan sendiri, dan masing-masing orang harus menjesuaikan diri. Dalam hubungan dengan Tuhan orang tidak boleh bertindak semau-maunja sadja. Perlu ia menjesuaikan diri dengan umat seluruhnja dan dengan apa jang ditetapkan Tuhan, entah langsung entah tidak. Masa kita terlalu suka akan individualisme dan subjektivisme jang melampaui batas. Dalam Kitab Levitika Tuhan mengatakan, bahwa tidak demikian maksudNja berkenaan dengan umatNja. Umatlah jang paling penting; dan ibadah umat jang dahulu diadakan serta ditetapkan oleh Tuhan selalu harus diutamakan. Ibadah jang dipaparkan oleh Kitab Levitika nampaklah sebagai kurnia Allah jang dianugerahkan kepada umat perdjandjian. Seluruh ibadah itu dipertalikan dengan perdjandjian digunung Sinai, oleh karena merupakan pelaksanaannja. Berkat ibadah jang sutji itu umat dapat, boleh dan bahkan harus mendekati Tuhan perdjadjian untuk menerima berkahNja jang berlimpah. Dengan djalan itu tidak sanggup tapi disanggupkan oleh Tuhan sendiri. Djadi ibadah itu adalah rahmat dan kurnia Tuhan semata-mata dan berkat anugerah itulah umat dapat menghadap Tuhannja. Nah, hal jang sama harus dikatakan tentang ibadah umat Allah Perdjandjian Baru. Itupun suatu kurnia belaka jang patut dihargai serta diutamakan. Memang ada halangan dalam perhubungan antara umat dan Tuhan, jaitu dosa jang diperbuat dan terus diperbuat oleh umat. Bagian pertama Kitab Levitika memandang dosa terutama sebagai "kenadjisan", suatu halangan untuk ikut serta dalam ibadah sutji jang mendekatkan orang kepada Allah. Dosa itu adalah pelanggaran objektip terhadap salah satu hukum dan karena pelanggaran itu keseimbangan terganggu, jang harus dipulihkan dulu, supaja orang dapat menghadap Tuhan lagi. Segi subjektip serta pertanggungandjawab pribadi tidak diperhatikan dalam kitab jang membentangkan ibadah objektip itu. Setjara objektip orang memperkosa hak Allah sebagaimana ditetapkan oleh hukumNja. Jahwe adalah Tuhan kehidupan dan mempunjai hak mutlak atas segala sesuatu jang bersangkutan dengan kehidupan. Hukum- hukumNja menekankan hak jang objektip itu. Dengan melanggar hukum manusia memperkosa setjara objektip hakilahi dan mengganggu keseimbangan. Semua peraturan tentang halal dan haram, tahir dan nadjis, kiranja ada sangkutpautnja dengan hak ilahi atas kehidupan itu. Tetapi terang pulalah manusia mau tidak mau melanggar hukum itu dan dengan demikian memperkosa hak ilahi. Tetapi perkosaan itu djuga dengan sendirinja akan kembali kepada manusia berupa hukuman jang mengantjam hidupnja sendiri pula. Sebab orang telah memutuskan hubungan dengan sumber kehidupan, jaitu Tuhan. Dari sebab itupun ia tidak sanggup lagi ikut serta dalam ibadah jang menghidupkan. Akan tetapi ibadah itu sendiri (upatjara pentahiran, pentjeriaan), djadi kurnia Tuhan, kembali menjanggupkan orang melakukan ibadah itu. Allah sendiri telah menganugerahkan alat jang ampuh untuk mengalahkan antjaman jang dihadapi manusia jang memperkosa hak ilahi itu. Kembali Ia membuka djalan kepada kehidupan, jaitu kepada Allah sendiri. Dengan demikian ibadah mendjadi alat ditangan manusia untuk melindungi dirinja terhadap bahaja-bahaja jang mengantjam seluruh hidupnja. Pandangan Kitab Levitika tsb. tentu sadja berat sebelah dan karenanja bahaja besar terkandung didalamnja. Tapi pandangan jang berat sebelah itu belum djuga pandangan jang salah. Dosa dipandang semata-mata dari segi objektip dan lahiriah sadja tanpa mempedulikan unsur subjektip dan pertanggungandjawab pribadi. Demikianpun ibadah dipandang sebagai alat objektip melulu, dari segi materiilnja. Mudah sadja semuanja merosot menjadi formalisme belaka, sebagaimana diketjam oleh para nabi dan oleh Jesus sendiri. Untunglah Lv. 1-16 bukan seluruh Kitab sutji atau seluruh Perdjandjian Lama. Namun demikian pandangan objektip tsb. adalah benar djuga , meskipun tidak seluruhnja. Ada suatu tata susunan objektip, ada hak ilahi jang objektip berlangsung dan perlu dihormati serta diakui oleh manusia. Djuga kalau manusia njata tidak sanggup, tata susunan itu tetap ada. Nah, Kitab Levitika mentjamkan kebenaran itu dalam hati-sanubari Israil. Ia memperingatkan kepada mereka, bahwa ada tata-susunan jang harus diakui serta dihormati dan tidak boleh begitu sadja disingkirkan atas dasar subjektif dan individuil belaka. Iapun menginsjafkan kepada umat itu, bahwa ia sendiri tidak sanggup mengakui tata-susunan tsb. Tetapi sekaligus ia memperlihatkan, bahwa Allah tidak membiarkan manusia begitu sadja, melainkan menganugerahkan kepadanja djalan dan alat untuk membereskan serta memulihkan tata-susunan tsb. Maka manusia toh dapat dan boleh mendekati Tuhan, sumber dan pokok kehidupan. Pandangan moderen jang menekankan unsur subjektip serta pertanggungandjawab tentu benar djuga, tapi mudah berat sebelah pula, sehingga manusia terlalu tjondong mengutamakan dirinja, djuga dihadapan Tuhan, dan melupakan susunan dan hak jang objektip berlaku. Djika Israil mungkin terlalu pertjaja pada ibadah lahiriah sebagai djalan untuk memperoleh berkah Tuhan (dan mungkin ada orang keristen jang pada dirinja sendiri, seolah-olah ia sendiri dapat melaksanakan serta membereskan segala sesuatu tanpa Tuhan serta anugerahNja. Adjaran bagian kedua Kitab Levitika agak berlainan (ps. 17-16) dan sesungguhnja sedikit banjak menjeimbangi pandangan jang berat sebelah dari bagian pertama. Bagian kedua ini seolah-olah mau memberikan suatu peringatan terhadap bahaja jang terkandung dalam bagian pertama. Disini bukan ibadah serta keampuhannja jang mendjadi pusat perhatian, melainkan Allah dan umat jang dalam ibadah berhubung-hubungan. Ditandaskanlah kekudusan Allah jang djauh melampaui batas tjiptaanNja dan jang terpentjil dari segala machlukNja. Allah jang kudus itu memilih bagi diriNja suatu umat dan tetap tinggal ditengah-tengahnja, maka haruslah umat itupun kudus dan terpentjil. Kesutjian jang dituntut itu tidak hanja mengenai hubungan dengan Tuhan melulu (ibadah), tetapi merangkum seluruh kehidupan. Segala sesuatu haruslah kudus, oleh karena Tuhan kudus adanja, demikian djuga hubungan anggota-anggota umat satu sama lain. Karena itu terdapatlah dalam bagian kedua ini pelbagai hukum jang mengatur kelakuan sosial, perhubungan dengan sesama manusia, penggunaan tanah jang sesungguhnja milik Jahwe jang kudus. Peraturan-peraturan tentang perkawinan kiranja bermaksud mementjilkan umat Israil dari bangsa-bangsa tetangga serta keburukannja (kekafiran) dan mempertahankan kemurnian bangsa Israil. Demikianpun peringatan jang agak sering terdapat untuk mendjauhi adat-istiadat serta ibadah kaum kafir. Hanja Tuhan sadja boleh disembah dan hanja pada Dialah orang boleh minta pertolongan, bukannja kepada kepada dewata kafir dan tukang tenungnja. Bagian pertama Kitab Levitika seolah-olah berdaja-upaja untuk menghapus dosa jang menghalangi hubungan dengan Allah dalam ibadah; bagian kedua ini lebih-lebih berusaha untuk menghindarkan, supaja dosa djangan sampai terdjadi oleh karena dosa itu tidak tjotjok dengan umat Allah jang haruslah kudus. Dosapun tidak nampak lagi sebagai pelanggaran hukum ibadah sadja, melainkan dosa djauh mendalam, oleh karena mendjauhkan manusia dari Allah jang kudus. Dengan perkataan lain: segi kebatinan dan kesusilaan dalam bagian ini ditekankan sedangkan segi lahiriah dan keibadahan kurang nampak, meskipun tentu masih ada djuga. Gagasan tentang kekudusan Allah jang menuntut kesutjian dari umatNja memang terus berlaku djuga. Demikianpun gagasan bahwa hukum Allah tidak hanja mengenai ibadah tapi seluruh kehidupan, belum usang dan ketinggalan djaman. Orang keristenpun tetap harus insaf akan kekudusan ilahi, Allah jang sama sekali berlainan dan karenanja menuntut dari manusia jang dipilihNja sikap dan kelakuan jang sepadan. Tetap tinggal djuga, bahwa ibadah tidak boleh ditjeraikan dari kehidupan jang njata. Ibadah sutji menuntut umat sutji. Dengan demikian Kitab Levitika masih dapat berbitjara kepada manusia keristen djuga, asal ia dapat mengupas kulitnja untuk sampai kepada intinja jang paling dalam. Dan apabila orang keristen pun terus mengalami ketidaksanggupannja untuk memadai tuntutan pilihannja, maka bagian Kitab Levitika berkata kepadanja: Djangan putus harapan, Tuhan menjampaikan djalan djalan dan alat untuk terus mentjari serta mendekati Dia. Berhubung dengan Kitab Levitikapun Jesus tidak datang menghapus Taurat, melainkan menjempurnakannja serta mempertahankan intinja jang abadi, dengan mengambil alih inti itu, jang dilepaskan dari apa jang sambilan, lalu diluhurkan dan ditinggikan. |
(0.12681960689655) | (Ul 33:1) |
(ende) Disini Musa sebagai nabi menjampaikan berkatnja kepada suku-suku. Kata-kata berkat ini tidak hanja dipandang sebagai harapan supaja selamat: melainkan djuga sebagai visi jang menentukan hari depan. Ramalan-ramalan dalam bentuk berkat sematjam itu berulangkali muntjul dalam Kitab Sutji. Hal itu ada hubungannja dengan berkat kuno: dimana seorang bapa leluhur menjampaikan berkat: jang diterimanja dari Allah: kepada anak-anaknja: pertama-tama kepada anak jang tertua.Bandingkan berkat dari Ishak (Kej 27) dan dari Jakub (Kej 49). Ruben sebagai anak sulung disini djuga pertama-tama disebutkan: meskipun de fakto ia tidak mendjadi ahli waris utama berkat itu. Menjolok sekali bahwa disini semua pepatah bernada positif. Tjatjat tjela suku-suku tidak disebut-sebut. Setjara historis rumusan-rumusan berkat ini merupakan karangan dari djaman sesudah Musa. Meskipun sifatnja sangat kuno: namun waktunja jang tepat sukar ditentukan. Isinja menundjukkan kepada suatu djaman ketika suku-suku telah menetap di Kanaan. Namun djelas kelihatan adanja kesadaran jang kuat pada suku-suku sebagai pembawa berkatnja masing-masing. Berkat itu disini oleh pengarang tidak dipulangkan kepada para leluhur: melainkan kepada Musa: djadi pada perdjandjian Sinai. Pemberian berkat itu dipengantari dan ditutup dengan njanjian pudjian jang melukiskan pimpinan jang berkuasa dari Jahwe selama perdjalanan dari Sinai menudju kenegeri jang telah didjandjikan (aj.2-4)(Ula 33:2-4) Jahwe adalah baik Tuhan semesta alam pun pula kekuatan-kekuatan alam: maupun Jang Berperang untuk bangsa Israil menghadapi musuh (aj. 26 sld)(Ula 33:26). |
(0.12681960689655) | (Hak 13:1) |
(ende) Kisah jang paling pandjang dari kitab Hakim2 mengenai diri Sjimsjon. Dari antara para tokoh kitab ini ia mendjadi jang paling hidup untuk sipembatja. Seorang dengan perawakan raksasa dan kekuatan badani adjaib laksana singa, tetapi djiwanja masih primitip dan agak lemah dan diseret oleh hawanafsunja kian-kemari. Ia merupakan seorang pahlawan setempat sadja, jang sangat menarik pengchajalan rakjat, jang mengenal dirinja sendiri didalam tokoh ini. Ia tak pernah mendjadi pemimpin, entah dari salah satu suku entah bangsa seluruhnja, melainkan perbuatannja jang gagah dilakukannja sendirian sadja. Dari lain sudut orang jang agak kasar dan primitip ini sekaligus adalah seorang jang sungguh2 salah dengan tjaranja sendiri dan jang pertjaja pada Jahwe serta mengabdi kepadaNja. Dan itupun sebabnja ia dapat dimasukkan kedalam kitab Hakim2 dan mendapat tempatnja ditengah tokoh2 lain. Seperti jang lain2 Sjimsjonpun dipimpin dan dipengaruhi Jahwe dan sedjak kandungan ibunja ia dibaktikan kepada Jahwe, kendati kelakuannja jang kadang2 tidak dapat dipudji. Selain daripada itu didalam riwajat hidup pahlawan ini diulang sadja apa jang terdjadi dengan seluruh bangsa: selama setia pada panggilannja ia dibantu Allah; bila ia meninggalkan Jahwe, maka ia dihukum; setelah bertobat ditolong lagi. Boleh diterima, bahwa kisah Sjimsjon dalam tradisi rakjat agak dihias dan hal2nja agak dibesar2kan. Namun tjeritera itu achirnja bersandarkan peristiwa2 jang terdjadi dan itu bukan buah chajalan rakjat. |
(0.12681960689655) | (1Taw 15:1) |
(ende) Dalam bagian ini -- jang tidak terdapat dalam II Sjem -- si pengarang sangat menekan peranan dan kepentingan kaum imam dan Levita -- pertama kalinja pengangkutan peti perdjandjian tidak djadi karena kaum Levita tidak ikut serta -- dan pengangkutan itu mendjadi sebangsa upatjara ibadah jang meriah. Dan ibadah ini adalah ibadah sebagaimana jang berlangsung pada djaman si pengarang. Tindakan2, jang disini diambil Dawud menurut si pengarang, mau menekan peranan radja itu sebagai pendiri ibadah Israil dikemudian hari. Seluruh Kitab Tawarich (mulai 1Ta 6-32) mengemukakan Dawud, bukannja sebagai kepala negara, melainkan sebagai pendiri ibadah, sehingga gambaran Dawud dalam Kitab Tawarich agak berbeda dengan gambarannja dalam Kitab Sjemuel. Bukannja, bahwa gambaran itu salah sama sekali, namun itu amat menjebelah. Sudut2 lain dari tokoh itu sudah diketahui para pembatja kitab Tawarich dari Kitab Sjemuel, sehingga tidak usah ditekan lagi. Sebenarnja pula bukan radja Dawud jang mengatur ibadah, sebagaimana jang digambarkan Kitab Tawarich, namun radja ini boleh dianggap sebagai asal-usulnja dikemudian hari. Sebab dia itu pentjipta negara jang makmur. Tetapi pada djaman itu agama sama sekali terikat pada negara, sehingga negara baru membutuhkan djuga ibadah baru dan jang gemilang. Maka itu dengan mentjiptakan negara, Dawudpun meletakkan dasar untuk ibadah baru. Suatu proses jang sama djuga sudah dikenakan dalam Kitab Taurat berkenan dengan Musa. |
(0.12681960689655) | (Est 4:17) |
(ende) [17e-g] Ajat2 ini menafsirkan kelakuan Mordekai setjara lain daripada Est 3:2. [17o] Pikiran jang merupakan latar belakang teks ini ialah: musuh2 Israil ditugaskan oleh Allah untuk menghukum umatNja. Tetapi mereka meliwati batas dan tidak sadar akan kedudukannja sebagai alat Allah se-mata2. Karena itu mereka sendiri dihukum. |
(0.12681960689655) | (Rat 3:1) |
(ende) Lagu ini agak berbeda dengan lagu 1(Rat 1) dan 2(Rat 2). Jerusjalem hampir tidak muntjul (Rat 3:48-51). Bagian pertama (Rat 3:1-24) merupakan lagu ratap perorangan. Bagian kedua (Rat 3:25-39) serupa dengan lagu kebidjaksanaan,jang mengadjar sikap mana harus diambil dalam kesukaran. Bagian ketiga (Rat 3:40-47) merupakan pengakuan dosa dan lagu ratap umum. Bagian keempat (Rat 3:48-66) mendjadi lagu ratap pribadi pula (Rat 3:48-58), tetapi lalu beralih kedalam ratap umum (Rat 3:59-63). Susunan itulah mendjadi sebabnja, maka beberapa ahli berpendapat, bahwa lagu ini aselinja adalah lagu-lagu ratap tersendiri dan jang baru kemudian digabung dengan lagu-lagu ratap atas Jerusjalem. Tetapi boleh diterima djuga, bahwa si pengarang mengambil beberapa lagu, jang lalu dipersatukan serta disadurkan djustru untuk meratapi Jerusjalem. Lagi pula penjadur itu sama sadja dengan pengarang lagu-lagu lain. Lagu ketiga merupakan suatu adjakan untuk umat, supaja pertjaja pada Jahwe kendati kemalangannja. |