Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 3941 - 3960 dari 4188 ayat untuk greek:12 [Pencarian Tepat] (0.003 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.12269702608696) (Kis 26:12) (sh: Kemerdekaan Indonesia dan kebangkitan Kristus (Kamis, 17 Agustus 2000))
Kemerdekaan Indonesia dan kebangkitan Kristus

Kemerdekaan Indonesia dan kebangkitan Kristus. Kemerdekaan Indonesia adalah peristiwa yang sangat menentukan kehidupan bangsa Indonesia. Kemerdekaan memberikan pengharapan. Karena kemerdekaan, bangsa Indonesia memperoleh kesempatan untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara hingga mempunyai derajat yang sama dengan bangsa-bangsa lain. Bagi Paulus, kebangkitan Kristus sangat menentukan hidupnya. Karena bertemu dengan Kristus yang bangkit (14-15), jalan kehidupan Paulus berubah secara radikal: dari pembunuh menjadi pewarta kehidupan kekal; dari 'duta' orang-orang yang buta kebenaran menjadi duta Allah untuk memelekkan mata orang-orang yang buta sehingga mereka menemukan kebenaran Illahi (16-18). Pertemuan dengan Kristus yang bangkit ini tidak hanya membuahkan perubahan radikal yang sementara namun Paulus senantiasa setia mengisi hidupnya dengan bakti, daya, dan karya yang sejalan dengan misi yang ia terima dari Kristus yang telah bangkit (19-20). Berita kebenaran yang selalu ia wartakan adalah Kristus yang mati dan bangkit sesuai dengan nubuatan para nabi terdahulu dan kemudian membawa terang kepada semua bangsa.

Seluruh aspek kehidupan Paulus yang beralaskan kebangkitan Kristus, mulai dari masa lalu, masa kini, dan masa depan telah berada dalam terang kebangkitan-Nya, sehingga dapat diberdayakan menjadi alat bagi pemberitaan Injil. Hidup, bakti, dan karyanya menjadi bermakna tidak hanya bagi dirinya namun bagi masyarakat juga. Kebangkitan Kristus dan kemerdekaan Indonesia merupakan 2 peristiwa penting bagi kehidupan Kristen sebagai pribadi dan anggota masyarakat. Sebagai Kristen, kita harus menjadikan terang kebangkitan Kristus sebagai landasan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ini. Terang kebangkitan Kristus yang menjadi pendorong utama terjadinya perubahan yang radikal: dimana ada kebencian, dendam, dan kekerasan, Kristen harus menghadirkan kasih dan kuasa Yesus yang memberi hidup; dimana ada diskriminasi dan perbedaan, Kristen harus menghadirkan Kristus Sang Pemersatu; dimana kebutaan moralitas dan norma-norma sosial merajalela, Kristen harus menghadirkan Kristus yang mampu memimpin kepada terang.

Renungkan: Demikianlah hidup Kristen menjadi bermakna bagi landasan pembangunan bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

(0.12269702608696) (Kis 27:14) (sh: Suarakan pengharapan dari tempat yang tepat (Minggu, 20 Agustus 2000))
Suarakan pengharapan dari tempat yang tepat

Suarakan pengharapan dari tempat yang tepat. Pengharapan rakyat Indonesia untuk mendapatkan kehidupan sosial ekonomi yang lebih layak terasa semakin sirna. Mereka nampaknya semakin putus asa sehingga semakin tidak terkontrol dan nekad melakukan tindakan brutal demi sesuap nasi. Adakah pengharapan bagi mereka? Adakah yang dapat dilakukan oleh gereja Tuhan?

Dalam perjalanannya ke Roma, Paulus berada dalam situasi dimana tidak ada lagi pengharapan untuk hidup. Kapal yang ditumpangi oleh Paulus dan orang-orang seperjalanan-nya diombang-ambingkan selama 3 hari 3 malam oleh angin badai. Kegelapan total menyelimuti mereka. Seluruh muatan kapal harus dibuang agar kapal tidak tenggelam. Akibatnya mereka harus menahan lapar berhari-hari. Dalam kondisi yang sedemikian kritis dan panik, Paulus berdiri dengan keteguhan dan keyakinan penuh menyuarakan pengharapan kepada mereka yang sudah ada di penghujung maut. Apa isi pengharapan itu (22, 26)? Apakah mereka mempercayainya (27-29)? Yang lebih indah lagi, mereka tidak hanya mempercayai pengharapan itu, namun mereka juga mau mendengarkan dan menuruti saran Paulus (31-32). Mereka akhirnya selamat dari amukan badai.

Mengapa mereka menjadi percaya dan menurut kepada Paulus? Ada beberapa faktor. 1. Paulus bersama-sama mereka merasakan ancaman maut. Ia tidak hanya berteori saja tapi mereka semua bisa melihat bahwa Paulus pun menghadapi dan mengalami hal yang sama. 2. Paulus percaya penuh akan janji Allah bahwa ia akan pergi menghadap Kaisar (24). 3. pengharapan Paulus dibangun berdasarkan keyakinan yang tumbuh karena hubungan yang erat dengan Allah (23).

Renungkan: Gereja harus menjadi sama dengan masyarakat yang miskin. Ini tidak berarti bahwa gereja harus menjadi miskin. Namun maukah gereja, di tengah-tengah kemiskinan ini tetap menyuarakan pengharapan Injil?

Bacaan untuk Minggu ke-10 sesudah Pentakosta

1Raja-raja 3:5-12 Roma 8:26-30 Matius 13:44-52 Mazmur 119:129-136

Lagu: Kidung Jemaat 256

Pemahaman Alkitab 7 -- Amsal 26:12-32

Menjadi Kristen seringkali disamakan dengan menjadi orang yang aneh dan asing. Karena kehidupannya tiba-tiba harus terpisah dari masyarakat sekitarnya secara radikal. Ia menjadi alergi bahkan menentang hal-hal yang tidak berbau 'kekristenan'. Ia berusaha memaparkan kelemahan dan kekurangan ajaran agama lain dengan tujuan agar ia dapat 'memenangkan' jiwa. Hasilnya? Anda dapat melihat sendiri. Kristen disalahkan bahkan dimusuhi. Bagaimana dengan Paulus?

Pertanyaan-pertanyaan penolong:

1. Apakah tujuan Paulus pergi ke Damsyik (10-11 bdk. 22:4)? Apa dengan 'kuasa penuh dan tugas dari imam-imam kepala' Paulus dan tujuannya tidak dapat dihentikan (13-14)? Berdasarkan apa yang terjadi dalam perjalanan (14), kuasa penampakan Yesus tidak sekadar menghentikan perjalanan Paulus namun Yesus ingin mengungkapkan kepadanya siapa dia di hadapan Allah dan apa arti hidupnya bagi Allah dan sesama manusia. Jelaskan!

2. Paulus diperintahkan ke Damsyik, ditetapkan menjadi pekabar Injil, dan melakukan pekerjaan yang ada di ayat 18. Perubahan apa yang terjadi dalam hidup Paulus?

3. Ayat 19: Bagaimana Paulus menjalankan amanatnya yang baru? Apa arti bahwa hidup Paulus yang memberi manfaat bagi manusia itu diberikan kepada semua bangsa (20)? Bagaimana ini mencerminkan sikap Paulus terhadap semua manusia?

4. Apakah pernah Paulus menyinggung atau menghina kepercayaan orang lain (22-23)? Bagaimana Anda melihat sikap toleransi beragama yang diperlihatkan oleh Paulus?

5. Apa jawaban Paulus kepada Festus (25-26)? Adakah ini berarti bahwa ajaran yang Paulus beritakan adalah ajaran yang sehat dan terbuka terhadap kritik siapa pun? Jelaskan! Bagaimana jawaban Agripa mendukung ajaran Paulus ini (28)?

6. Apa sudah selayaknya respons Festus dan Agripa kepada Paulus (31-32)? Jelaskan! Apa yang diungkapkan oleh respons mereka tentang kehidupan Paulus sebagai anggota masyarakat pemeluk satu kepercayaan, warga negara sebuah negara, dan sekaligus penginjil?

7. Di tengah masyarakat yang sangat tidak ramah terhadap kekristenan, bagaimana Anda menjadi Kristen yang berguna bagi masyarakat?

(0.12269702608696) (Rm 8:9) (sh: Hidup Kristen yang sejati (Minggu, 31 Mei 1998))
Hidup Kristen yang sejati

Hidup Kristen yang sejati
Seseorang sungguh Kristen, pengikut Kristus sejati bila Roh Kudus diam di dalamnya (ayat 9). Menerima Roh dan didiami Roh adalah hak semua orang Kristen. Kristen menerima hak itu tatkala menyerahkan diri kepada Kristus dan mempersilakan Kristus menyelamatkan kita. Tentu saja pengalaman dipenuhi Roh berulang terus sepanjang hidup sebab kita memang harus terus dipimpin oleh-Nya. Namun hak itu bukan hak segelintir Kristen yang telah mengalami hal istimewa tertentu, tetapi hak semua orang beriman. Apabila kita tidak memiliki Roh Kudus, sama dengan mengatakan kita belum di dalam Kristus (ayat 9b).

Hidup rohani. Hidup dalam Roh itu pasti membawa dampak yang harus kita perhitungkan dan jalani. Pertama, kita menyadari bahwa akibat dosa, hidup di dalam tubuh itu menjadi sesuatu yang fana (ayat 10). Begitu kita dilahirkan ke dalam dunia ini, kita ditempatkan ke dalam perjalanan hidup menuju kematian. Nafas yang pertama kita hirup tatkala dilahirkan akan berakhir dalam nafas yang kita hembuskan saat kematian. Namun oleh Roh kini kita memiliki hidup rohani. Hidup rohani itu membuat kita dikuatkan dari ke hari dengan harapan bahwa kelak tubuh fana kita ini akan diganti oleh tubuh kebangkitan. Kita akan mengalami itu kelak sebab kini Roh yang telah membangkitkan Yesus hidup di dalam kita (ayat 11).

Hidup merdeka. Bila sungguh Roh Allah telah memerdekakan kita kita akan aktif melawan dosa (ayat 13). Menyalibkan sifat dosa adalah suatu tindakan aktif. Persis seperti ucapan Tuhan tentang mencungkil mata, mengerat tangan bila hal-hal itu membuat kita menuju neraka. Tentu saja kita tidak dapat melawan dosa dengan kekuatan sendiri. Kita butuh Roh Allah. Tetapi kita sendiri harus aktif dan tegas menolak dosa dan menyerahkan semua kelemahan yang bisa menjerat kita berdosa kepada Tuhan. Kristen berhutang untuk hidup kudus kepada Roh Kudus (ayat 12)

Renungkan: Adakah ciri Kristen dalam diri Anda? Di dalam Roh: 1) hidup dalam kesucian, 2) bebas dari ketakutan akan hukuman, 3) bebas berdoa kepada Bapa, 4) adalah pewaris Kerajaan Allah.

(0.12269702608696) (Rm 12:6) (sh: Karunia adalah karunia, bukan milik. (Minggu, 26 Juli 1998))
Karunia adalah karunia, bukan milik.

Karunia adalah karunia, bukan milik.
Mengapa orang bisa sombong akan kelebihan dirinya? Mengapa orang sulit membagi ilmu atau keahliannya kepada orang lain? Mengapa warga gereja pasif sehingga kehidupan gereja tidak dinamis? Sebab tidak sungguh menghayati bahwa karunia adalah pemberian Allah bukan miliknya sendiri. Jika tiap Kristen menyadari kebenaran ini, pastilah kualitas pelayanan gereja akan berbeda dari yang kini kita miliki. Memang di sana sini kita temui gereja yang maju karena cukup banyak warganya yang menggunakan berbagai karunia yang mereka miliki dalam berbagai pelayanan. Namun mengingat tiap orang pasti memiliki karunia yang berbeda, kita harus lebih mengajarkan dan mempraktekkan karunia-karunia yang Tuhan berikan demi kemajuan Gereja-Nya.

Karunia yang berlainan. Talenta, bakat atau kemampuan, adalah karunia yang berasal dari Tuhan untuk kepentingan bersama yaitu Gereja-Nya. Tuhan yang maha bijak pasti memberi karunia-karunia yang berbeda-beda itu dengan maksud tertentu. Sebab itu jangan kita abaikan apalagi salahgunakan. Yang diberi karunia bernubuat harus melakukan dengan iman. Nubuat tidak sama dengan ramalan. Ramalan bersifat spekulatif, tidak didasari iman yang benar, Bernubuat atau menyuarakan suara kenabian adalah tindakan iman taat kepada Tuhan yang memberikan pesan yang bersifat teguran, penghiburan, peringatan, petunjuk, selalu dengan tujuan membangun dan menguatkan baik jemaat secara keseluruhan maupun seseorang secara pribadi. Juga karunia melayani, mengajar, menasihati, dll. harus dilakukan dengan sikap benar dan dengan tujuan membangun Gereja Tuhan.

Renungkan: Tuhan memberikan aneka karunia sebab kebu-tuhan yang harus dilayani oleh Gereja di dalam kehidupan intern-nya maupun dalam masyarakat luas pun banyak jenisnya.

Doa: Sangat mengagumkan karunia-karunia-Mu, ajarlah aku menggunakannya demi GerejaMu.

(0.12269702608696) (1Kor 1:1) (sh: Ucapan syukur jemaat dan kesetiaan Allah (Jumat, 29 Agustus 2003))
Ucapan syukur jemaat dan kesetiaan Allah

Ucapan syukur jemaat dan kesetiaan Allah. Apakah sebenarnya yang membuat gereja dapat bertahan sepanjang zaman? Apakah resep bagi langgengnya persekutuan orang percaya?

Sebelum menyampaikan keprihatinannya menjawab persoalan jemaat, Paulus menyampaikan alasan mengapa ia merasa berhak menyampaikan kata pengajaran dan nasihat kepada jemaat (ayat 1,2). Bagian ini penting karena akan menjadi semacam 'dasar hukum' bagi semua yang akan dipaparkannya dalam seluruh suratnya. Tanpa peranannya sebagai rasul Kristus yang ditunjuk oleh Allah sendiri (Kis. 9:1- 19a), ia tidak mempunyai wewenang atau wibawa rohani apapun.

Paulus menekankan adanya hubungan yang khas di antara orang-orang percaya yang dipanggil untuk dikuduskan. Semuanya menjadi bersaudara, saling mendengar karena mereka semua mempunyai satu Bapa (ayat 3), dan ber-Tuhankan Yesus Kristus yang memiliki semua kuasa dari Allah Bapa. Kini landasan relasi antara Paulus dan Sostenes yang datang bersamanya dengan para pembacanya telah diletakkan. Keterikatan di antara mereka semua tercipta karena berada dalam satu rumah tangga rohani, dengan damai sejahtera melingkupinya.

Paulus mengingatkan jemaat bahwa sebagai orang yang berutang kepada Yesus Kristus, karena anugerah keselamatan kekal-Nya, ucapan syukur merupakan hal vital dan tidak boleh terputus dalam kehidupan jemaat. Imbauan Paulus ini didasarkan pada dua hal. [1] jemaat memiliki kemampuan untuk saling bersaksi tentang Kristus. [2], dalam masa penantian kedatangan Kristus kembali iman jemaat tidak akan terombang ambing sehingga jemaat dapat memelihara kehidupan yang bersih dan tidak tercela. Paulus yakin dan optimis karena kesetiaan Allah memungkinkan itu terjadi.

Renungkan: Apakah sumbangan kita untuk menjadikan jemaat yang di dalamnya kita tergabung, suatu persekutuan yang lestari?

(0.12269702608696) (1Kor 3:1) (sh: Aku tidak seperti diriku (Selasa, 2 September 2003))
Aku tidak seperti diriku

Aku tidak seperti diriku. Mungkinkah ini terjadi pada Anda? Bukankah makna diri adalah sebagaimana diri anda kini dan di sini? Paulus menjawab bisa saja. Contohnya, jemaat Korintus. Mereka tidak lagi menjadi diri mereka, tetapi menjadi seperti orang lain.

Dari perpecahan, iri hati, dan perselisihan yang terjadi di antara mereka (ayat 3), mereka justru tampak "belum dewasa" (ayat 1; Yun. nepios, juga: "bayi"). Paulus menyebut mereka seperti "manusia duniawi" (ayat 1; Yun. sarkinos); bahkan mereka adalah "manusia duniawi" (ayat 3; Yun. sarkikos). Dari perbedaan istilah yang digunakan, jelas bahwa jemaat Korintus tidak masuk kategori "manusia duniawi" di 2:14 yang tidak mengenal Allah. Paulus menggunakan kata-kata di atas dalam nada ironi, agar jemaat Korintus sadar akan adanya kerancuan dalam diri mereka: mereka rohani dan "matang" (ayat 2:6; Yun. teleios, juga: "dewasa") karena telah menerima Roh dan hikmat Allah (ayat 2:10,12), tetapi seperti bayi dan menjadi manusia duniawi karena hidup seperti manusia biasa yang belum menerima Roh (ayat 4). Sadar, bertobat, dan setia kepada jati diri, ini sebenarnya yang menjadi maksud Paulus bagi mereka.

Ironi ini makin kentara ketika nyata bahwa bukti keduniawian jemaat Korintus adalah perpecahan karena pro kontra mengenai para hamba Tuhan (ayat 5-8). Mereka duniawi dalam tindakan mereka untuk urusan hal "rohani": membela hamba Tuhan favorit. Untuk meluruskan ini, Paulus menggunakan metafora pertanian milik seorang tuan tanah. Paulus, Apolos dan rekan-rekannya hanyalah "anak buah" Allah Sang Pemilik (ayat 5,8,9). Sebagai manusia rohani, jemaat Korintus seharusnya mengerti untuk hanya bermegah di dalam Tuhan (ayat 1:31), bukan dengan konyol bermegah dalam para hamba. Sebab, yang terpenting dalam pertumbuhan jemaat hanyalah Allah sendiri (ayat 8).

Renungkan: Jadilah diri Anda yang sebenarnya: yang rendah hati, taat, dan asih; yang dalam Roh-Nya sejati rohani tanpa keangkuhan.

(0.12269702608696) (1Kor 6:1) (sh: Ingat kesaksian kita (Sabtu, 27 April 2013))
Ingat kesaksian kita

Judul: Ingat kesaksian kita
Ada sebuah gedung gereja yang digunakan untuk beribadah oleh dua kelompok dari denominasi yang berbeda. Sering kali kedua kelompok itu bertikai mengenai penggunaan gedung. Penjaga gedung sampai turun tangan untuk mendamaikan mereka. Yang ironis, sang penjaga berbeda iman dari kedua kelompok itu.

Tampaknya Paulus menganggap bahwa pertikaian di antara dua anggota jemaat tidak perlu sampai dibawa ke pengadilan umum, karena hakim yang bertugas di situ bukan orang beriman (1). Maka sungguh memalukan bila orang percaya minta didamaikan oleh orang yang tidak percaya. Dengan mendatangi hakim di pengadilan dunia untuk memecahkan masalah di dalam jemaat, itu sama saja dengan mengatakan bahwa tidak ada orang yang cukup berhikmat dan berotoritas untuk memecahkan permasalahan tersebut.

Bahkan adanya pertikaian di antara mereka saja sudah merupakan suatu hal yang memalukan. Menurut Paulus, adalah lebih baik bila mereka menderita kekalahan daripada harus bertikai dan saling membalas dengan cara-cara yang sama sekali tidak kristiani. Padahal suatu saat Allah akan mendelegasikan otoritas untuk menghakimi orang yang tidak beriman kepada orang beriman (2). Bila demikian besar otoritas yang akan diterima oleh orang beriman maka sudah seharusnya orang beriman punya kompetensi untuk menyelesaikan permasalahan internal. Lagi pula orang beriman dapat meminta hikmat dari Roh Kudus bila memerlukannya (Yoh. 14:26).

Dari kritik Paulus, tampak bahwa jemaat Korintus tidak memahami identitas mereka selaku orang percaya yang harus memberikan kesaksian yang benar kepada dunia ini. Maka selaku orang percaya, kiranya kita tidak sampai pergi ke pengadilan dunia untuk memecahkan masalah di antara jemaat. Kalaupun masalah di antara jemaat butuh seorang pendamai atau penengah, carilah seorang Kristen atau hamba Tuhan yang berhikmat dan berotoritas. Lebih dari itu, sebagai orang Kristen marilah kita belajar untuk saling memberi, bukan hanya berusaha memanfaatkan sesama.

Diskusi renungan ini di Facebook:
http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2013/04/27/

(0.12269702608696) (1Kor 7:25) (sh: Menjaga keseimbangan (Sabtu, 13 September 2003))
Menjaga keseimbangan

Menjaga keseimbangan. Masalah percabulan adalah masalah yang harus disikapi dengan serius pula. Karenanya Paulus begitu keras menegur jemaat yang terlibat dalam masalah ini. Pada perikop ini Paulus kembali menyoroti masalah tersebut, hanya saja saat ini lebih diarahkan kepada tanggung jawab sebagai umat pilihan Allah. Paulus menyoroti empat hal: [1] jika seorang pria memilih untuk tidak terikat perkawinan dengan gadisnya, ia harus memusatkan perhatian pada Tuhan (ayat 32); [2] jika seorang pria memilih untuk terikat dalam lembaga perkawinan, ia harus menyenangkan isterinya (ayat 33); [3] bagi gadis yang tidak menikah, sebaiknya mereka memusatkan perhatian kepada perkara Tuhan supaya tubuh dan jiwa mereka tetap kudus (ayat 34a); [4] bagi yang ingin terikat dalam perkawinan mereka harus dapat menyenangkan suaminya (ayat 34b).

Dalam kondisi yang dikatakan darurat ini, Paulus terus berusaha mengimbau agar jemaat tetap menjalankan tanggung jawab yang Tuhan percayakan, karena mereka tidak tahu apa yang akan terjadi. Imbauan Paulus di ayat 29 dan 30 ini sebenarnya paradoks: orang- orang yang beristeri harus berlaku seolah-olah mereka tidak beristeri; orang-orang yang menangis, seolah-olah tidak menangis, dst. Sebenarnya Paulus sedang tidak membingungkan kita, karena ayat-ayat ini diucapkan agar jemaat Korintus selalu mengingat bahwa tugas utama mereka adalah melayani Tuhan atau memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan. Kita melihat dua pelajaran penting: [1] orang percaya dituntut untuk memikirkan pelayanan secara serius, bukan hanya kepentingan pribadi saja; [2] mereka yang serius dalam pelayanan harus juga perlu memperhatikan keseimbangan antara pelayanan dan keluarga, sehingga tanggung jawabnya dapat terlaksana dengan baik.

Renungkan: Tiap kita mempunyai kebutuhan dan pergumulan pribadi yang berbeda-beda. Bagaimana kita menjaga keseimbangan antara keduanya?

(0.12269702608696) (1Kor 9:1) (sh: Hak rasul dan pemberitaan Injil (Senin, 15 September 2003))
Hak rasul dan pemberitaan Injil

Hak rasul dan pemberitaan Injil. Pada masa perkembangan gereja saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa sering sekali kita mendengar rumor tak sedap tentang hamba Tuhan yang memasang tarif dalam pelayanannya. Kalau rumor itu benar, maka para hamba Tuhan harus meneladani Paulus dalam pelayanannya sebagai hamba Tuhan, yang tidak pamrih meskipun ia juga tidak menentang jemaat yang memberi dan hamba Tuhan yang menerima.

Jemaat Korintus menyangsikan kerasulan Paulus karena ia tidak mau menerima bayaran dari mereka. Pada masa itu, di dunia Yunani- Romawi, ada banyak guru agama dan filsuf yang menghidupi diri mereka sendiri dari menerima bayaran, tetapi ada juga yang menghidupi diri mereka tanpa menerima bayaran, khususnya para filsuf. Tindakan Paulus menolak bayaran berarti menolak tunduk pada si pembayar. Hal ini menyebabkan Paulus dihujat. Paulus membela dirinya dengan mengatakan bahwa kerasulannya itu terbukti dari buah-buah yang dilihat dan dinikmati oleh jemaat Korintus (ayat 1, 2). Lebih lanjut, sebagai seorang rasul, Paulus memiliki sejumlah hak sebagaimana rasul-rasul lainnya (ayat 4,5). Paulus menyatakan bahwa dirinya berhak menerima bayaran dari jemaat Korintus dengan berdasarkan: [1] pikiran logis manusia (ayat 6- 8); [2] firman Tuhan PL (ayat 9-10) yang intinya adalah setiap pelayan jemaat berhak mendapatkan upahnya dari jemaat yang bersangkutan (ayat 11-12a).

Namun, Paulus menolak upah mereka karena ia tidak mau menjadi batu sandungan dalam penginjilan. Mengapa? Karena: [1] bagi Paulus pemberitaan Injil adalah tugas; [2] Injil yang dia beritakan memiliki makna lebih penting daripada upah yang berhak diterimanya. Sikap Paulus tersebut semakin menjelaskan kepada kita bahwa upah yang paling penting bagi Paulus adalah upah kebebasan untuk tidak menerima upah demi Injil (ayat 18).

Renungkan: Seberapa jauh kita berani mengorbankan hak kita demi Injil dan jiwa-jiwa yang dimenangkan bagi Tuhan?

(0.12269702608696) (1Kor 12:1) (sh: Satu Roh, satu Tuhan (Senin, 22 September 2003))
Satu Roh, satu Tuhan

Satu Roh, satu Tuhan. Surat 1 Korintus berisi banyak kritikan dari Rasul Paulus atas praktik-praktik kehidupan mereka. Paulus menganggap bahwa hal tersebut tidak seharusnya terjadi dalam jemaat Tuhan.

Jemaat Korintus adalah jemaat yang sarat dengan karunia-karunia yang istimewa dari Tuhan. Mereka menyadari hal itu, tetapi rupanya mereka lebih memperhatikan kekayaan karunia yang mereka miliki ketimbang memperhatikan Allah, Sang Pemberi. Mereka tidak ingin mencari tahu maksud Allah memberikan karunia-karunia itu kepada mereka. Sebab yang penting bagi mereka adalah bagaimana karunia- karunia tersebut memenuhi segala kepentingan mereka dan memberi kepuasan. Rasul Paulus mengecam sikap ini.

Beberapa oknum di jemaat Korintus yang memperoleh karunia-karunia yang spesifik dari Tuhan rupanya menjadi jumawa dan tinggi hati. Sikap mereka yang merasa diri lebih hebat dari sesama anggota jemaat mengganggu persekutuan jemaat Korintus. Mereka memperlihatkan kepada jemaat kehebatan dan kekuasaan untuk melakukan hal-hal yang istimewa, seperti berkata-kata dengan hikmat dan memiliki pengetahuan (ayat 8), karunia penyembuhan (ayat 9), karunia membuat mukjizat, bernubuat, berkata dalam bahasa roh, dan menafsirkannya (ayat 10). Kebanggaan ini membuat mereka merasa istimewa di mata Tuhan sehingga tidak lagi merasa setara dengan anggota jemaat lainnya. Rasul Paulus mengecam dan mengatakan bahwa: pertama, yang berkarya melalui perkara-perkara istimewa yang manusia lakukan adalah Tuhan (ayat 6,11). Manusia hanyalah alat yang Tuhan pakai. Kedua, melalui perkara-perkara itu, Tuhan ingin menyatakan 'pelayanan-Nya' yang membangun kehidupan iman jemaat (ayat 5), bukan demi kemuliaan dan kepuasan manusia.

Renungkan: Hendaklah setiap kita melihat bahwa karunia-karunia yang kita miliki semata-mata karya Allah untuk menyatakan bahwa Dialah satu-satu-Nya Tuhan bagi jemaat-Nya.

(0.12269702608696) (1Kor 13:1) (sh: Yang terutama adalah kasih. (Minggu, 7 September 1997))
Yang terutama adalah kasih.

Yang terutama adalah kasih.
Kasih bukan saja salah satu dari ciri khas orang Kristen, tetapi jiwa dari jatidiri Kristen dan Kekristenan. Kasih mutlak untuk kualitas kehidupan di kalangan Gereja Kristen sendiri. Paulus menegaskan bahwa karunia yang paling utama yang harus dipraktekkan oleh setiap warga gereja untuk membangun tubuh Kristus adalah kasih (1Kor. 12:31). Semua karunia sehebat apa pun, akan menjadi sia-sia (ayat 1), tidak berguna bagi orang lain (ayat 2), juga bagi diri sendiri (ayat 3) bila tidak dilakukan dalam kasih dan karena kasih. Pikirkan betapa ekstrim ajaran Paulus ini. Siapa dari kita yang tidak seperti jemaat Korintus, menganggap penting karunia berkomunikasi (ayat 1), karunia nubuat, hikmat, iman (ayat 2), atau karunia berkorban dalam pelayanan (ayat 3)? Semuanya itu penting bila berguna, dan berguna bila dilakukan dalam kasih dan digerakkan oleh kasih!

Aneka ragam kasih. Kasih akan berkaitan erat dan terwujud dalam beberapa sifat yang mencerminkan sifat Kristus sendiri. Sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri. Orang yang hanya mementingkan diri sendiri, tidak memiliki kasih. Orang yang dihidupkan Kristus dan hidup bagi Kristus, itulah yang akan memiliki kasih. Orang demikian tidak mencemburui kemajuan atau kemampuan orang lain, melainkan sambil memuji Tuhan justru mendorong kemajuan orang lain.

Yang abadi adalah kasih. Seperti orang Kristen di Korintus, kita pun cenderung menganggap penting hanya hal-hal yang berdampak langsung. Yang utama dan karena itu yang terpenting sebenarnya ialah yang dampaknya lama bahkan abadi. Jauh melebihi nubuat, kesembuhan ilahi, hikmat, bahasa roh, adalah dampak kasih. Bahkan bila dibandingkan dengan iman dan pengharapan sekali pun, ternyata kasihlah yang abadi. Itu sebabnya kasih harus kita kejar, agar selalu menjiwai sikap dan tindakan kita dalam hidup dan pelayanan.

Renungkan: Bukan kasih manusiawi yang harus jadi ciri hidup Kristen, tetapi kasih Kristus sendiri.

Doa: Sungguh aku kekurangan kasih. Penuhi aku dengan kasihMu, ya Tuhan Yesus.

(0.12269702608696) (1Kor 13:8) (sh: Karunia akan berakhir, tetapi kasih kekal! (Jumat, 26 September 2003))
Karunia akan berakhir, tetapi kasih kekal!

Karunia akan berakhir, tetapi kasih kekal! Salah kaprah tentang pengertian karunia dalam hidup orang-orang percaya masih seringkali terjadi. Ada yang beranggapan bahwa karunia itu sifatnya kekal. Anggapan ini cenderung membuat orang yang diberikan karunia khusus menjadi sombong.

Keadaan ini pun terjadi di tengah-tengah pelayanan Paulus di jemaat Korintus. Untuk meluruskan anggapan tersebut Paulus menjelaskan bahwa karunia adalah pemberian Roh Kudus yang berfungsi untuk memperlengkapi dan menunjang pelayanan, supaya anak-anak Tuhan dapat melayani lebih efektif dan efisien. Itu sebabnya karunia diberikan kepada orang tertentu untuk tugas tertentu. Bila tugas tertentu sudah selesai, maka karunia pun ditarik kembali. Tidak demikian dengan kasih. Kasih adalah karakter yang ditanamkan, dan harus ditumbuhkan, karena itu kasih harus menjadi bagian tidak terpisahkan dalam hidup anak-anak Tuhan.

Dalam bagian ini, Paulus mengingatkan jemaat Korintus yang terjebak kepada pengalaman-pengalaman rohani berupa karunia-karunia sebagai identitas Kristen. Jati diri Kristen adalah kasih, sedangkan karunia-karunia adalah sarana. Sarana akan mubazir ketika tidak dipakai, atau sudah tidak diperlukan lagi. Paulus mengambil contoh, karunia pengetahuan. Karunia pengetahuan diberikan karena keterbatasan kita mengenal Allah dan misteri rencana-Nya. Bila kita sudah kembali kepada Allah, maka karunia pengetahuan itu tidak diperlukan lagi (ayat 9-12). Tidak demikian dengan kasih sebagai jati diri Kristen. Siapa dapat menghadap Allah kalau tidak mengasihi Dia? Lagipula kasih adalah sikap respons personal Kristen kepada Allah dan sesama. Tanpa kasih, kita tidak bisa bergaul dengan Allah.

Renungkan: Kasih adalah hakikat kekal Allah. Karena itu, kasih Kristus haruslah menjadi ciri hidup orang-orang Kristen, dan kasih Kristus inilah yang harus selalu diutamakan dalam seluruh eksistensi hidup dan pelayanan kita.

(0.12269702608696) (1Kor 15:1) (sh: Inti pemberitaan Injil (Selasa, 30 September 2003))
Inti pemberitaan Injil

Inti pemberitaan Injil. Paulus menganggap penting untuk mengingatkan kembali jemaat Korintus akan Injil yang telah diberitakannya. Jemaat Korintus telah menerima Injil dan hidup di dalamnya. Karena itu tak dapat disangkal bahwa jemaat Korintus telah menerima keselamatan (ayat 1). Namun ada catatan penting yang bukan hanya harus selalu diingat dan dipegang tetapi juga ditambahkan kepada pengetahuan mereka tentang injil (ayat 2).

Pertama, Injil harus dipahami sebagai suatu kesatuan berita tentang kelahiran, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus. Paulus menekankan bahwa kematian dan kebangkitan-Nya adalah rangkaian peristiwa yang menjadi inti Injil. Ia mati karena dosa-dosa manusia, dikuburkan dan dibangkitkan pada hari yang ketiga sesuai Kitab Suci (ayat 3,4; bdk. Yes. 53:4-6,8,11-12; Hos. 6:2; Yun. 1:17). Fakta kebangkitan-Nya, sebagaimana kesaksian saksi mata, antara lain: Kefas, kedua belas murid, lebih dari lima ratus saudara, Yakobus, semua rasul dan yang paling akhir Paulus sendiri (ayat 5-8), menggagalkan keraguan beberapa orang terhadap kebangkitan orang mati.

Kedua, Injil harus menjadi motivasi pembawa berita. Paulus telah dipilih sebagai saksi kebangkitan Yesus dan dipanggil menjadi rasul -- meskipun ia menganggap dirinya rasul yang paling hina karena ia menganiaya jemaat Allah (ayat 9). Namun, ia menganggap kasih karunia Allah yang telah dianugerahkan kepadanya, yaitu Injil keselamatan menjadi motivasi kuat untuk bekerja lebih keras dari rasul yang lain (ayat 10-11).

Hendaknya gereja tidak melupakan fondasi yang mengokohkannya yaitu Injil Yesus Kristus karena gereja ada karena pemberitaan Injil disambut dalam iman. Bila hal yang sangat penting ini dilupakan, gereja dan kehidupan Kristen kita terancam bahaya. Renungkan: Oleh Injil kita diselamatkan. Oleh Injil kita mengetahui bahwa kematian dan kebangkitan-Nya telah melepaskan kita dari kuasa dosa dan dari murka Allah.

(0.12269702608696) (1Kor 16:10) (sh: Senior memperhatikan junior (Minggu, 2 November 1997))
Senior memperhatikan junior

Senior memperhatikan junior
Hubungan Paulus dan Timotius seumpama hubungan pendeta atau pekerja jemaat yang sudah senior dengan para mahasiswa-mahasiswi teologi yang sedang praktek pelayanan dalam jemaat. Cukup sering terdengar keluhan dari para mahasiswa-mahasiswi tentang pengalaman mereka melayani itu. Kadang-kadang mereka tidak dianggap, dibiarkan saja, mungkin karena kemampuan mereka diragukan. Kadang-kadang pendeta sengaja cuti pada waktu musim praktek, sehingga mahasiswa-mahasiswi tersebut diberikan beban pelayanan yang melampaui tingkat kedewasaan dan keahlian mereka. Paulus tidak memperlakukan Timotius seperti itu. Ia melatih Timotius, mendoakan, memberi kesempatan untuk melayani bersama, dan meminta agar jemaat memberikan sikap dan kesempatan yang mendukung perkembangan Timotius.

Pelayanan Tim. Paulus menyadari bahwa dirinya bukan superman. Ia tidak serba bisa, juga tidak akan hidup selamanya. Itu sebabnya ia perlu melatih dan memberi kesempatan bagi Timotius (ayat 10), mengakui kontribusi pelayanan Apolos (ayat 12), dan digembirakan oleh kedatangan Stefanus (ayat 17). Jika Anda bertanya-tanya apa rahasia kebesaran Paulus, jawabnya ialah: ia menyadari kekecilan dirinya dan karena itu membuka diri untuk bekerja sama dengan banyak rekan pelayanan dan memberi diri untuk pelayanan membina generasi muda.

Pelayanan yang mengena. Pernahkah Anda merasakan bahwa apa yang dilayankan Gereja kurang memberikan kemampuan iman bagi warganya dalam menghadapi kenyataan hidup sehari-hari? Apabila pelayanan Gereja hanya bergantung pada bentuk verbal (khotbah) saja sekitar 30 menit pada hari Minggu, maka wajar bila jangkauan pelayanan Gereja menjadi sangat terbatas. Selain berkhotbah, Paulus juga mengunjungi jemaat-jemaat, hidup bersama mereka, mengenal mereka secara akrab. Tidak heran bila surat-suratnya terasa sangat kontekstual dan mengena.

Renungkan: Di balik tiap keberhasilan pelayanan selalu ada orang-orang yang mendoakan, merintis, menindaklanjuti, dlsb.

(0.12269702608696) (2Kor 7:2) (sh: Allah menyebabkan dukacita? (Minggu, 13 September 1998))
Allah menyebabkan dukacita?

Allah menyebabkan dukacita?
Dukacita, dari Allah atau dari dunia? Mungkin kita bertanya bukankah Allah itu sumber keselamatan? Bukankah keselamatan itu berarti sukacita dan damai sejahtera? Bagaimana mungkin Allah menyebabkan dukacita? Hari ini Alkitab mengajak kita memahamai tempat dukacita dalam kehidupan umat yang ditegur keras oleh hamba Allah. Kalau Paulus menegur mereka dengan keras dalam suratnya pertama tentang berbagai hal yang tidak beres, bukan berarti Paulus mengecilkan mereka. Sebaliknya Paulus tetap bangga akan jemaat satu ini yang jelas adalah hasil pelayanannya juga (ayat 2-4). Sebagai hamba Tuhan sejati, Paulus tak pernah akan melupakan berbagai dukungan yang telah diperlihatkan jemaat ini dalam keterlibatan mereka mendukung pelayanan Paulus (ayat 5-7). Justru karena kasih dan merasa diri akrab itulah Paulus rela menimbulkan kepedihan dan dukacita dalam jemaat itu.

Suka mendukakan orang? Paulus tidak sadis, ketika ia bersuka bahwa jemaat Korintus itu mengalami dukacita yang dalam. Paulus bisa diumpamakan seorang ayah yang bersuka melihat teguran atau hajarannya atas kenakalan anaknya menghasilkan penyesalan yang tulus. Anugerah Tuhan tidak boleh diperlakukan secara obralan. Pengampunan Tuhan bagaikan kesembuhan yang hanya terjadi bila orang melalui proses pengobatan yang pedih, sakit, pahit.

Dalam pelayanan kita ingin segera melihat orang menyambut janji-janji Allah dengan sukacita. Itu tidak benar. Sukacita sejati karena mengalami pengampunan dan pemulihan dari Allah hanya diterima oleh mereka yang mengalami berbagai aspek pertobatan seperti: kesungguhan yang besar, keinginan berubah, kemarahan terhadap dosa, takut akan Allah, semangat yang benar, mengakui dosa sebagaimana adanya (ayat 11).

Renungkan: Kasih sejati tidak lembek, membiarkan orang dalam dosa melainkan tegas menegur, menasihati, menyatakan kesalahan, membimbing dengan kuasa ilahi.

(0.12269702608696) (Gal 1:11) (sh: Pemberita Injil sejati (Minggu, 5 Juni 2005))
Pemberita Injil sejati

Pemberita Injil sejati
Ada orang yang senang memakai perhiasan imitasi untuk bergaya. Ada juga orang lain yang senang mengimitasi tokoh terkenal. Orang seperti ini biasanya mengenal tokoh yang ditirunya sebatas lahiriah saja, artinya ia tidak tahu motivasi dan hakikat dari perilaku tokoh yang dilakoninya. Paulus bukanlah orang yang sedemikian. Ia menjadi pemberita Injil bukan dengan cara meniru para rasul pendahulunya.

Paulus sadar perkataan kerasnya di perikop sebelum ini harus didukung dengan kewibawaan rasulinya. Maka ia telah menegaskan sejak permulaan bahwa ia menjadi rasul dan pemberita Injil bukan karena kehendak manusia, melainkan karena kehendak Allah (ayat 1). Sekarang ia menegaskan bahwa sumber Injilnya bukan dari manusia, melainkan dari Allah sendiri melalui penyataan Yesus Kristus (ayat 11-12). Riwayat hidupnya membuktikan kedua hal tersebut. Pertama, ia dahulu seorang Yahudi saleh yang sekaligus penganiaya jemaat Tuhan. Namun, Tuhan yang memilih dia sejak semula, secara langsung menugaskannya untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa nonyahudi (ayat 13-16). Kedua, Paulus belajar Injil langsung dari Allah di tanah Arab, sebelum ia bertemu dengan rasul Petrus dan tokoh gereja di Yerusalem, Yakobus (ayat 17-19). Ketiga, pelayanan Paulus di seluruh daerah Siria dan Kilikia menggema sampai ke jemaat di Yudea, sehingga mereka memuliakan Allah (ayat 21-24).

Pertemuan pribadi dengan Tuhanlah yang mengubah Paulus dari penganiaya jemaat menjadi pemberita Injil sejati. Kita juga harus demikian. Jangan mengandalkan dan meniru para tokoh gereja atau pengabar Injil semata-mata. Kita boleh meneladani hal-hal yang baik dari mereka, namun hal-hal itu tidak boleh menggantikan hubungan pribadi kita dengan Tuhan dalam doa dan firman.

Renungkan: Efektivitas pemberitaan Injil tidak bergantung pada kehebatan kata-kata, tetapi pada otoritas Allah pada si pemberita Injil dan pada hidupnya yang sudah diubahkan.

(0.12269702608696) (Gal 2:11) (sh: Tolak standar ganda! (Selasa, 7 Juni 2005))
Tolak standar ganda!

Tolak standar ganda!
Joni adalah salah seorang simpatisan Kristen yang akhirnya menolak untuk dibaptiskan karena melihat kelakuan dari seorang pemimpin Kristen. "Munafik," ujar Joni ketika ditanyakan alasannya. Lanjutnya, "Dia berkata Yesus mengasihi tanpa membeda-bedakan suku, bangsa, ras, dan bahasa. Namun, ia (menyebut nama pemimpin itu) menghina suku kami sebagai suku yang rendah dan tidak pantas beribadah di gerejanya."

Sungguh menyedihkan, sikap yang dilihat Joni dan yang menjadi penyebab ia mundur dari memercayai Yesus, justru diperlihatkan oleh Petrus (ayat 12). Petrus masih menganggap tradisi Yahudi (=sunat) lebih penting daripada Injil. Sebaliknya Paulus menyatakan konsistensi imannya dengan berani menegor keras dan terbuka kepada Petrus yang tergolong seniornya (ayat 11,14). Pertama, hukum Taurat tidak dapat menyelamatkan manusia berdosa. Hanya kasih karunia dalam Kristus yang membenarkan seseorang. Kasih karunia dalam Kristus inilah yang mengubah inti kehidupan orang yang percaya. Hidup Kristus ada di dalam hidupnya (ayat 16-20). Kedua, sikap Petrus sebagai salah seorang pemimpin gereja mempengaruhi orang-orang lain sehingga mereka juga terseret dalam kemunafikannya (ayat 13). Kalau hal ini dibiarkan dapat mengacaukan dan merusak persekutuan Injil yang sudah Paulus rintis dan bina selama ini di Antiokhia.

Gereja harus menyadari bahwa peran penting mereka dalam pemberitaan Injil bukan hanya dengan menjadi juru bicara Tuhan, tetapi juga dengan menyaksikan kasih Allah melalui kehidupan. Pertama, gereja harus menolak segala ajaran yang menegakkan peraturan atau tradisi tertentu lebih tinggi daripada ajaran kasih karunia. Kedua, gereja harus mendidik umat Tuhan untuk tidak bersikap membeda-bedakan suku, bahasa, status sosial, pendidikan, dll. Sikap antidiskriminasi ini harus dimulai dari para pemimpin gereja!

Camkan: Jangan rusak kesaksian Injil kasih Allah dengan tindakan diskriminatif umat Allah.

(0.12269702608696) (Gal 3:6) (sh: Perjanjian Lama mengajarkan iman (Kamis, 9 Juni 2005))
Perjanjian Lama mengajarkan iman

Perjanjian Lama mengajarkan iman
Kita mungkin sering mendengar pernyataan bahwa Perjanjian Lama mengajarkan seseorang diselamatkan karena melakukan hukum Taurat; sebaliknya Perjanjian Baru mengajarkan keselamatan adalah anugerah yang harus diterima dengan iman.

Paulus mematahkan pandangan yang keliru ini dengan menyajikan kebenaran langsung dari Perjanjian Lama. Pertama, Perjanjian Lama mengajarkan bahwa Abraham dibenarkan oleh karena imannya (ayat 6; Kej. 15:6). Jadi, setiap orang yang percaya dengan iman seperti halnya Abraham adalah anak-anak Abraham yang juga dibenarkan (ayat 7-9). Kedua, hukum Taurat tidak diberikan untuk menyelamatkan orang berdosa. Sebaliknya hukum Taurat diberikan untuk menyatakan keberdosaan manusia karena tidak seorang pun mampu melakukan semua perintah hukum Taurat (ayat 10-12). Oleh karena itu, Kristus telah mati untuk menebus dosa manusia supaya manusia dilepaskan dari kutuk hukum Taurat. Kematian Kristus menjadi jalan bagi bangsa-bangsa nonyahudi untuk dapat menerima keselamatan dengan cara beriman kepada-Nya (ayat 13-14). Jadi, Perjanjian Lama tidak bertentangan dengan Perjanjian Baru. Keduanya mengajarkan hal yang sama, yaitu seseorang diselamatkan karena percaya kepada karya penyelamatan Kristus dan bukan karena melakukan perintah Taurat.

Salah satu alasan mengapa ajaran-ajaran seperti itu masih bisa memperdaya orang-orang Kristen masa kini adalah karena kita jarang membaca apalagi membaca-gali Perjanjian Lama. Perjanjian Lama adalah firman Tuhan yang benar dan sama berotoritas dengan Perjanjian Baru. Perjanjian Lama memperlihatkan sisi kebutuhan manusia berdosa akan juruselamat yang bisa membebaskan mereka dari kutuk hukum Taurat. Perjanjian Baru menunjuk langsung kepada Yesus Kristus sebagai satu-satunya juruselamat itu.

Tekadku: Belajar Alkitab dengan benar dan bersandar penuh kepada kebenaran supaya tidak digoyahkan oleh ajaran sesat.

(0.12269702608696) (Gal 5:1) (sh: Tetap merdeka atau menjadi hamba? (Rabu, 15 Juni 2005))
Tetap merdeka atau menjadi hamba?

Tetap merdeka atau menjadi hamba?
Apa daya tarik ajaran yang menjadikan usaha menaati hukum Taurat sebagai jalan keselamatan yang membuat orang berpaling dari Injil anugerah? Jawabannya: Gengsi. Menerima anugerah berarti mengaku tidak berdaya. Sebaliknya dengan melakukan Taurat berarti bisa membanggakan diri telah mengerjakan keselamatan untuk diri sendiri!

Paulus menghimbau jemaat Galatia untuk kembali setia kepada ajaran Injil sejati dan menolak injil palsu yang mau memperhamba diri mereka pada Taurat (ayat 1). Orang yang kembali kepada hukum Taurat akan menerima konsekuensi sbb. Pertama, ia ada dalam bahaya di luar keselamatan karena menolak karya Kristus di salib (ayat 2,4). Baginya Kristus tidak dapat menyelamatkan dirinya. Hanya ia sendiri yang dapat menyelamatkan diri melalui menaati hukum Taurat. Kedua, hukum Taurat menjadi alat pendakwa dirinya karena keselamatannya bergantung penuh kepada kemampuannya menaati secara sempurna hukum tersebut (ayat 3-4). Jemaat Galatia sudah memiliki anugerah keselamatan itu, maka mereka seharusnya tidak membiarkan diri disesatkan (ayat 6-9). Namun, Paulus yakin bahwa jemaat Galatia tidak akan murtad. Sebaliknya, mereka akan berjuang melawan penyesat-penyesat itu. Penyesat-penyesat itu harus dibasmi karena kalau tidak mereka akan merusak keharmonisan gereja. Paulus yakin mereka akan dihukum Tuhan (ayat 10).

Gereja harus berani bertindak tegas terhadap orang-orang yang memaksakan berbagai peraturan sebagai syarat untuk diselamatkan. Kalau hal ini dibiarkan akan menimbulkan kekacauan. Akan ada orang-orang yang menyombongkan diri oleh karena mereka sudah taat melakukan peraturan-peraturan tersebut. Sebaliknya juga akan banyak orang merasa bersalah dan berdosa karena tidak dapat dengan sempurna melakukannya.

Camkan: Setiap ajaran yang menekankan perbuatan menambahi atau bahkan menggantikan kasih karunia hanya akan membuahkan kesombongan dan perpecahan dalam gereja!

(0.12269702608696) (Gal 6:11) (sh: Mana yang penting: iman atau tanda? (Minggu, 19 Juni 2005))
Mana yang penting: iman atau tanda?

Mana yang penting: iman atau tanda?
Kekristenan sering dihubungkan dengan hal-hal yang lahiriah, seperti salib, lilin, buku Alkitab, atau hal-hal yang formal seremonial seperti sakramen baptisan dan sakramen perjamuan kudus. Hal-hal itu memang penting sejauh berfungsi sebagai sarana dan bukan menjadi inti iman. Bila hal-hal tersebut mendapatkan penekanan yang berlebihan maka bisa berakibat hal-hal yang lebih mendasar, seperti iman, terabaikan.

Pada bagian akhir suratnya, Paulus menyimpulkan bahwa orang-orang yang memaksa jemaat Galatia untuk disunat adalah orang-orang yang memegahkan hal-hal lahiriah sebagai tanda kesalehan. Pada hakikatnya orang sedemikian sebenarnya mengingkari iman Kristen sejati (ayat 12). Mereka adalah orang-orang munafik yang menuntut orang lain menaati ajaran mereka sementara mereka sendiri menghindar semua beban berat itu (ayat 13; bandingkan dengan teguran Tuhan Yesus kepada orang-orang Farisi di Mat. 23:4). Paulus sendiri memiliki tanda-tanda lahiriah (ayat 17). Namun, tanda lahiriah itu ada karena kesetiaannya memikul salib untuk melayani Tuhan. Paulus tidak bermegah atas tanda-tanda lahiriah tersebut. Bagi Paulus yang penting bukan tanda melainkan iman sejati yang ada di baliknya (ayat 15).

Ketika kekristenan hanya berhenti sebatas tanda lahiriah maka ada begitu banyak kerugian yang akan dialami oleh orang Kristen. Imannya akan mandek bahkan dalam bahaya mati karena tidak lagi menjadi dasar hidup kekristenannya. Yang muncul adalah sejenis kemunafikan. Dari luar kelihatan saleh, tetapi di dalam imannya keropos. Bagaimana mungkin kekristenan seperti itu bisa bertahan menghadapi badai pencobaan? Semudah orang menyembunyikan kalung salib agar tidak ketahuan sebagai orang Kristen, segampang itulah orang menyangkali Tuhannya kalau kualitas kekristenannya hanya sebatas "kulit".

Renungkan: Iman sejati akan mewujud dalam kesaksian hidup yang memberkati orang lain.



TIP #26: Perkuat kehidupan spiritual harian Anda dengan Bacaan Alkitab Harian. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA