(0.17700711428571) | (2Tim 2:14) |
(sh: Fit and Proper test (uji kelayakan) (Rabu, 28 Agustus 2002)) Fit and Proper test (uji kelayakan)Fit and Proper test (uji kelayakan). Istilah fit and proper test (uji kelayakan) akhir-akhir ini giat digencarkan di kalangan eksekutif dan legislatif pemerintahan Indonesia. Ini dilakukan dalam rangka menciptakan pemerintahan yang jujur, loyal, dan berdedikasi tinggi bagi kepentingan bangsa dan negara. Karena itu, hal-hal yang diuji meliputi: kemampuan dan integritas, kejujuran dan moralitas seseorang. Diharapkan, mereka yang telah lulus uji kelayakan ini dapat menjadi "panutan." Yang jadi pertanyaan adalah apakah pelaksanaan fit and proper test itu sendiri sudah terbebas dari pengaruh kolusi, korupsi, dan nepotisme? Karena ternyata banyak pejabat yang telah diuji kelayakannya masih terlibat kasus KKN! Ternyata uji kelayakan tersebut belum dapat dipertanggung-jawabkan kelayakannya. Uji kelayakan ini ternyata juga menjadi concern Paulus ketika menasihati Timotius. Belajar dari pengalamannya, Paulus menemukan bahwa ternyata ada para hamba Tuhan yang telah menyimpangkan berita Injil, seperti Himeneus dan Filetus (ayat 17,18). Bagi Paulus, orang-orang seperti mereka itulah yang perlu diwaspadai karena mengajarkan pengajaran-pengajaran yang menyimpang dari kebenaran Kristus, yang bisa membuat jemaat terguncang imannya. Karena itu, Paulus dengan tegas mengingatkan Timotius untuk meneruskan tongkat estafet berita Injil itu kepada orang-orang yang telah memenuhi standar kelayakan: berani berkata benar tentang Kristus, jujur, bertanggung jawab, dan setia pada firman Tuhan. Dari perikop ini kita belajar bahwa hanya hamba yang telah lulus fit and proper test yang Tuhan lakukan sajalah yang layak menjadi penerus tongkat estafet berita Injil. Karena mereka adalah hamba Tuhan yang mengutamakan kekudusan, memiliki hati murni, sifat-sifat Kristen terpuji, dan teruji. Sudah saatnya para pemegang tongkat estafet berita Injil, para hamba Tuhan mengintrospeksi diri dan bertanya pada Tuhan, "Apakah diri saya sudah memenuhi standar kelayakan yang Allah tetapkan!" Renungkan: Jika gereja memiliki hamba sejati, yang telah lulus uji kelayakan yang Allah lakukan, maka ajaran-ajaran palsu yang mengguncang iman jemaat dapat dipatahkan pengaruhnya. |
(0.17700711428571) | (2Tim 3:10) |
(sh: Berpegang pada kebenaran (Sabtu, 31 Agustus 2002)) Berpegang pada kebenaranBerpegang pada kebenaran. Kembali Paulus memberikan kontras di sini dengan frasa "Tetapi, engkau ...." Paulus menasihati Timotius agar mengambil rute kehidupan yang bertolak-belakang dengan para pengajar sesat. Timotius didorong untuk mengikuti teladan hidupnya, yang setia dan senantiasa menantikan kedatangan Tuhan Yesus. Timotius perlu meneladani pengajaran dan kesalehannya. Ia juga perlu memiliki cara pikir seperti Paulus, memiliki niat untuk melayani Tuhan dengan daya tahan yang dilandasi kasih. Bukan hanya menasihati secara abstrak, Paulus kemudian mengingatkan Timotius tentang apa yang dialaminya sendiri di Antiokhia ketika ia dan Barnabas diusir, di Ikonium, ketika akan dilempari batu oleh masyarakat, dan di Listra, ketika ia dan Barnabas mula-mula disembah, tetapi lalu dilempari batu sampai hampir mati - namun Allah menyelamatkannya. Semua orang, termasuk Timotius, yang berketetapan untuk menjadi saleh akan mengalami penganiayaan. Mereka harus sadar akan hal itu. Untuk kedua kalinya muncul frasa "Tetapi, engkau ..." (ayat 14). Timotius sekarang didorong untuk berpegang teguh pada keyakinan yang dimilikinya sejak muda. Ia telah belajar dari Lois dan Eunike tentang iman kepada Kristus. Ia telah belajar dari Paulus. Ia juga telah belajar dari Perjanjian Lama dan Injil. Semua sumber tersebut membawa Timotius kepada pemahaman yang benar tentang keselamatan di dalam Kristus. Paulus menyatakan bahwa "segala tulisan" merupakan embusan nafas Allah, artinya keluar dari mulut Allah sendiri. Yang dimaksud "segala tulisan" di sini adalah PL ditambah dengan pesan-pesan Injil Kristus yang telah Timotius terima, baik secara tulisan maupun tulisan. Segala tulisan itu menolong orang-orang percaya untuk mendapatkan pengajaran yang benar, menghardik ajaran sesat, mengoreksi kehidupan moral yang keliru, dan menolong orang untuk hidup dalam kesalehan. Tujuan Paulus mengemukakan ini adalah agar Timotius setia dalam pelayanannya dan dipersiapkan untuk pekerjaan baik: mengabarkan Injil Kristus dengan tekun. Renungkan: Teladanilah mereka yang patut diteladani dan berpeganglah pada Alkitab. Itulah rahasia pelayanan yang sukses.
|
(0.17700711428571) | (2Tim 4:19) |
(sh: Berjuang sendiri tetapi tidak sendirian (Selasa, 3 September 2002)) Berjuang sendiri tetapi tidak sendirianBerjuang sendiri tetapi tidak sendirian. Kemarin kita belajar tentang teladan Paulus Yang tidak menganggap tindakkannya meminta pertolongan sebagai tindakan kelemahan. Hari ini kita belajar tentang kerendahan hati Paulus. Dalam pelayanan , kerendahan hati selalu terkait dengan kasih persaudaraan yang hangat dan hidup. Nama-nama seperti Priska, Akwila, Onesiforus, serta “semua saudara yang lain” menjadi pengajaran dalam Bentuk riil dari jejaring persaudaraan dan persahabatan yang menopang Paulus. Paulus Berada di penjara, namun ia tidak berjuang sendirian. Ada teman-teman sepelayanan yang selalu menghibur, menopang serta mendukung kebutuhan hiodupnya. Hal yang sangat indah dari nas yang kita baca ini adalah, masing-masing pihak di dalam jejaring persaudaraan ini dan berinisiatif serta berusaha menjaga keakraban mereka dengan kasih, tanpa bergantung pada keadaan. Kembali kita belajar bahwa ‘kasih’ itu “tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan!” Kasih itu memiliki peran yang luar biasa, karena tidak dapat dibatasi perwujudannya oleh kondisi apapun, da dalam situasi bagaimanapun! Untuk semua yang telah terjalin indah ini, dimasa-masa akhir hidupnya, Paulus mengirim salam terakhir pada Timotius dan saudara-saudara yang lain dengan menyatakan, “kasih karunia menyertai kamu”. Dalam bahasa aslinya, kata “kamu” yang digunakan adalah kata ganti jamak, artinya, berkat ini tidak hanya ditujukan kedpada Timotius, walaupun bagian terbesar dari surat ini murni ditujukan kepada Timotius, secara pribadi. Paulus memohon berkat Tuhan untuk semua saudara-saudaranya sepelayanan, terutama yang ada bersama Timotius. Kita belajar dua hal dari Paulus. Pertama, dimasa-masa akhir hidupnya, ia tidak menyesali keadaannya tetapi justru memaksimalkan kehadirannya dengan menjadi berkat bagi banyak orang. Kedua, Paulus menunjukan kepada kita arti persahabatan yang sebenarnya. Renungkan: Anda butuh komunitas/jejaring persaudaraan supaya kehidupan Anda sungguh-sungguh menjadi kehidupan yang melayani Tuhan. Jagalah kontak anda dengan mereka. Terutama, sebutkanlah nama mereka satu persatu dalam doa syafaat Anda. |
(0.17700711428571) | (Yak 4:1) |
(sh: Bersikaplah tegas tanpa kompromi (Sabtu, 9 Juni 2001)) Bersikaplah tegas tanpa kompromiBersikaplah tegas tanpa kompromi. Menjadi Kristen bukan berarti segala hawa nafsu dan keinginan kita dimatikan. Justru sebaliknya ketika kita mengambil keputusan menjadi orang Kristen maka kita mendapatkan 2 musuh yang kuat dan tangguh: nafsu kedagingan yang semakin menentang iman kekristenan di dalam diri kita (dalam) dan hal-hal dunia yang berusaha mempengaruhi kita (luar). Seorang yang memberikan kebebasan kepada nafsu kedagingan untuk memutuskan segala sesuatu akan mengakibatkan terjadinya berbagai kejahatan dunia, seperti: pertengkaran, pertikaian, pembunuhan,dan penghancuran (1-2). Bahkan lebih lagi, doa yang seharusnya menjadi sarana komunikasi kepada Allah dapat disalahgunakan demi kepuasan nafsu (3). Beberapa contoh berikut merupakan gambaran bagi kita: semula ingin minta uang, tetapi karena tidak terpenuhi akhirnya mata gelap kemudian membunuh; semula hanya ingin berkenalan, tetapi karena tidak ditanggapi, merasa dilecehkan, maka terjadilah perkosaan; dan masih banyak lagi contoh- contoh lainnya. Inilah dampak mengerikan yang terjadi di sekitar kita bila manusia tidak dapat mengendalikan keinginan-keinginannya. Dari sini kita mendapatkan peringatan bahwa segala keinginan yang didasari nafsu akan berakibat negatif, merugikan dan menghancurkan orang lain dan diri sendiri. Kedua musuh di atas harus ditaklukkan. Bagaimana caranya? Pertama, kita harus menyadari bahwa nafsu kedagingan dan hal-hal dunia bertentangan dengan Allah (4). Mencintai dan memuaskan keinginan duniawi berarti menentang Allah. Kedua, Roh-Nya telah dianugerahkan-Nya di dalam diri kita untuk membekali kita menghadapi musuh (5). Dengan demikian bagaimana seharusnya sikap kita menghadapi musuh-musuh kita, baik dari dalam maupun dari luar? Renungkan: Sejak kapan pun dan sampai kapan pun, dunia adalah musuh Allah yang tidak mungkin dikompromikan. Kedekatan kita kepada salah satunya menjadikan kita musuh bagi yang lainnya. Kitalah penentu pilihan tersebut dan kita pulalah yang menanggung risiko dari keputusan kita. Sikap manakah yang Anda pilih: cinta dunia dengan segala kenikmatan yang ditawarkan ataukah sikap tegas pada Iblis tanpa kompromi. Sikap kedualah sikap seorang sahabat Allah! |
(0.17700711428571) | (Yak 5:7) |
(sh: Kunci sukses menghadapi penderitaan adalah kesabaran (Selasa, 12 Juni 2001)) Kunci sukses menghadapi penderitaan adalah kesabaranKunci sukses menghadapi penderitaan adalah kesabaran. Tidak seorang pun di dunia ini yang menyukai penderitaan. Kalau pun penderitaan itu tetap teralami, seringkali kita bersikap marah, kecewa, bahkan menuduh orang lain, atau mungkin menuduh Allah sebagai penyebab timbulnya penderitaan. Karena itu segala usaha pasti akan kita lakukan asal terhindar dari penderitaan. Mungkinkah kita menghindari penderitaan? Penderitaan itu bukan untuk dihindari tetapi dihadapi, karena bagaimana pun penderitaan itu berguna bagi pertumbuhan iman kita. Bahkan Yakobus dalam perikop awal menjelaskan bahwa penderitaan adalah ujian iman. Karena itu untuk sampai pada maksud akhir dari penderitaan yang kita alami, kita harus bersabar ketika menghadapi penderitaan. Bagaimana caranya? Pertama-tama Yakobus menasihati orang-orang miskin yang berada dalam penderitaan, karena tekanan-tekanan dari orang-orang kaya, untuk bersabar menghadapi penderitaan yang mereka alami, dan mengajak mereka untuk melihat dan menempatkan penderitaan itu dalam sudut pandang (perspektif) Allah. Sebab hanya melalui cara pandang itulah manusia dapat melihat tujuan akhir dari penderitaan. Mereka diminta bersabar sampai Tuhan datang kedua kali. Pengharapan akan kedatangan Tuhan yang kedua kali inilah yang menguatkan mereka dalam menanggung penderitaan. Ajakan Yakobus ini juga berlaku bagi kita. Seperti halnya jemaat saat itu dikuatkan untuk bersabar menanggung penderitaan, kita pun diingatkan akan hal yang sama. Kedatangan Tuhan yang kedua kali selain merupakan pengharapan yang memampukan dan menguatkan Kristen menghadapi dan menanggung penderitaan dengan sabar, juga membuka mata hati kita untuk melihat bahwa Allah Sang Hakim Maha Adil itu akan bertindak. Bagi orang-orang jahat, yang menyebabkan penderitaan pada sesama, keadilan Allah akan menghukum mereka. Sebaliknya bagi orang-orang benar, yang sabar dan tekun menghadapi penderitaan yang dialaminya, keadilan Allah mendatangkan ketenteraman dan keselamatan bagi mereka. Renungkan: Kesabaran dan pengharapan akan datangnya Hakim yang Adil, yang menegakkan kebenaran dan menghukum kejahatan, memberikan kekuatan bagi Kristen menghadapi penderitaan. |
(0.17700711428571) | (1Ptr 2:18) |
(sh: Penderitaan Kristiani (Senin, 18 Oktober 2004)) Penderitaan KristianiPenderitaan Kristiani. Toni diperlakukan tidak adil oleh majikannya. Ia disuruh bekerja lembur tanpa mendapatkan uang lembur yang sesuai dengan peraturan perusahaan. Ia juga mendapat tekanan dari karyawan lainnya bahkan pernah difitnah mencuri barang-barang milik perusahaan. Semua itu terjadi karena ia orang Kristen. Apa yang akan Anda lakukan jika Anda berada di posisi Toni? Dalam nas ini, pada waktu itu agama Kristen telah menyentuh semua lapisan masyarakat termasuk para budak. Sebagai budak hak mereka sering diabaikan dan "diperlakukan tidak manusiawi" oleh majikannya. Apalagi bila budaknya itu Kristen, majikan yang bukan Kristen sering memperlakukan budak Kristen dengan lebih kejam, seakan-akan menjadi Kristen itu adalah sebuah kesalahan. Bagaimana Petrus menasihati budak Kristen yang menderita karena imannya itu? Pertama, tetap tunduk dan taat walaupun majikannya itu seorang yang kejam (ayat 18). Dasarnya adalah menderita oleh karena kehendak Allah merupakan kasih karunia (ayat 19). Kedua, menyadari bahwa di dalam tekanan majikannya itu ia sedang meneladani penderitaan Kristus yang walaupun tidak berdosa namun diperlakukan tidak adil bahkan sampai dihukum mati (ayat 21-23). Kristus rela diperlakukan tidak adil dan tidak membalas, karena Ia mau menyelamatkan manusia dari hukuman dosa. Seharusnya kita juga memiliki motivasi yang serupa, rela diperlakukan tidak adil oleh majikan supaya mereka boleh mengenal keselamatan dari Kristus. Dalam kisah di atas Toni akhirnya mengundurkan diri dari perusahaan itu. Namun, yang pasti Toni tidak dendam apalagi mengancam akan membalas perbuatan majikan atau teman-temannya. Toni juga mengundurkan diri bukan karena berbuat kesalahan sebagaimana yang difitnahkan kepadanya. Sehingga, beberapa karyawan yang simpati kepada Toni justru akhirnya menjadi Kristen oleh kesaksiannya. Renungkan: Pribadi seorang Kristen sejati tidak dipengaruhi oleh situasi. Bahkan ketika ia diperlakukan tidak adil, ia bukan hanya tidak membalas melainkan mengampuni dan berbuat kebajikan. |
(0.17700711428571) | (1Ptr 3:1) |
(sh: Jadilah teladan, bukan korban atau tiran (Selasa, 19 Oktober 2004)) Jadilah teladan, bukan korban atau tiranJadilah teladan, bukan korban atau tiran. Nasihat Petrus dalam nas ini tidak asing bagi kita pada masa kini. Ia memberikan sebuah nasihat kepada para istri dan suami. Perintah ini terkesan sesuai dengan kondisi mereka, meski tetap ada prinsip penting untuk zaman ini juga. Menurut hukum Romawi, budak, anak-anak, dan istri harus tunduk kepada pria yang menjadi kepala keluarga (sebagai majikan, ayah, suami). Para budak harus tunduk sampai dibebaskan; anak-anak tunduk sampai dewasa; para istri harus tunduk seumur hidup mereka. Lalu, bagaimana pasangan Kristen menerapkan perintah Petrus ini? Bagaimana seharusnya perbedaan sikap pasangan Kristen dengan pasangan lainnya yang tidak mengenal Tuhan? Pertama, Petrus menyatakan dengan jelas bahwa sikap "tunduk" istri di sini bukanlah suatu sikap yang pasif ataupun suatu mentalitas seorang "korban", melainkan suatu tindakan aktif karena menyatakan kesalehan dan kemurnian hidup sesuai ajaran Tuhan (ayat 1-2). Kedua, dorongan atau kekuatan untuk melaksanakannya bukan berasal dari luar (termasuk hukum Romawi) melainkan dari kuasa Roh Kudus yang telah mengubah hidup mereka dan "melahirkan" pembaruan sikap terhadap pasangan (ayat 3-4). Petrus menutup bagian ini dengan teladan dari Sara, istri Abraham (Kej. 12:5) yang begitu setia dan tunduk kepada suaminya ketika mereka keluar dari tanah kelahirannya menuju tanah yang dijanjikan Tuhan. Sikap Sara ini terjadi karena ia "menaruh pengharapannya kepada Allah" (ayat 5). Hanya dengan cara itulah Sara mampu untuk berbuat baik, bukan karena desakan suami. Demikian juga sebaliknya, Petrus tetap mengingatkan bagaimana seharusnya suami Kristen bersikap terhadap istrinya, sebab hal ini menentukan tanggapan Tuhan terhadap doa suami (ayat 7). Dengan demikian, suami pun harus menjadi teladan bagi istrinya, bukan memanfaatkan kekuasaannya untuk menekan, menjajah dan menghancurkan istri. Jangan menjadi suami yang tiran. Sudahkah kita menjadi teladan dalam hidup keluarga sebagai istri yang tunduk ataupun sebagai suami yang mengasihi istri? Renungkan: Yesus mengasihi kita. Mari lakukan hal yang sama. |
(0.17700711428571) | (Why 1:9) |
(sh: Seperti demikianlah Dia! (Minggu, 14 Desember 2003)) Seperti demikianlah Dia!Seperti demikianlah Dia! Nas ini bukan ulasan mode terkini dari penampilan Oknum Surgawi yang agak nyentrik dan sangar. Fokus utamanya bukanlah berbagai detil atribut yang tampak dalam penglihatan ini, tetapi kepada Dia yang berfirman itu. Penampakan sosok dalam penglihatan Yohanes ini mengingatkan kita pada penampakan tokoh-tokoh dalam penglihatan Daniel dan Yehezkiel (ayat 12-15. Mis. “jubahnya ... dan dada... berlilitkan ikat pinggang dari emas” bdk. Dan. 10:5; “kepala dan rambut... putih,” bdk. Dan. 7:9 dst.; lih. cat. kaki pada Alkitab Anda). Sang tokoh dalam penglihatan Yohanes ini lebih dari sekadar utusan Allah. Dia adalah sosok seperti “Anak Manusia” sekaligus “Yang Lanjut Usianya”. Tujuh kaki dian dari emas dalam PL dinyalakan di kemah suci (juga bait Allah) di hadapan Allah (Kel. 27:21; Im. 24:2-4). Dia yang serupa Anak Manusia (ayat 13) itu adalah Kristus, Tuhan sendiri. Ia memegang pedang yang adalah firman-Nya, yang akan digunakan-Nya untuk menghakimi (ayat 2:16; 19:15). Ia hidup, dan “memegang segala kunci maut dan kerajaan maut” (ayat 18). Karena itu, Ia layak ditakuti dengan amat sangat (ayat 17). Akan tetapi, firman-Nya kepada Yohanes “Jangan takut!” Kristus di dalam kuasa dan keagungan-Nya hadir tidak untuk menakut-nakuti Yohanes dan saudara-saudarinya yang dalam kesusahan dan yang tetap bertekun (ayat 9), dulu dan sekarang. Dia memperingatkan, tetapi juga menghibur dan meneguhkan kita. Renungkan: Ia akan datang, dan Ia berkuasa! Biarkan ini menjadi penghiburan Anda dalam perjuangan Anda untuk bertekun hari ini. |
(0.17700711428571) | (Why 8:1) |
(sh: Surga sunyi senyap! (Sabtu, 13 Agustus 2005)) Surga sunyi senyap!Surga sunyi senyap! Dalam PL, sunyi senyap tidak selalu menandai keengganan orang untuk bicara, tetapi bisa berarti kebisuan orang yang gentar di hadapan murka Allah (Mzm. 31:18; Yes. 47:5). Di hadapan kekudusan Allah, semua makhluk khususnya manusia harus berdiam diri (Hab. 2:20; Mzm. 37:7; Zak. 2:13). Dampaknya seisi surga sunyi senyap. Kapan itu terjadi? Ketika meterai ketujuh dibukakan. Meterai ketujuh itu identik dengan tujuh sangkakala yang setiap kali ditiup menimbulkan berbagai wujud murka Allah yang menghancurkan jagat raya yang cemar dosa ini. Boleh jadi, hal ini menandakan murka Allah terakhir yang kelak digambarkan secara terbatas oleh berbagai petaka di bumi saat ini. Di hadapan puncak murka Allah itulah, seisi surga sunyi senyap karena gentar. Murka Allah bukan hanya bersumber pada keadilan dan kekudusan-Nya. Murka-Nya berkaitan dengan doa-doa para orang kudus. Doa-doa dan dupa penyembahan kepada Allah itulah yang meledak bak halilintar dan gempa bumi ketika dilemparkan ke bumi (Why. 8:5). Doa bukan hal sepele. Ia alat anugerah Allah bagi umat-Nya. Melalui doa Allah memelihara umat-Nya dan menghakimi dunia ini. Doa ialah strategi perang sebagai bagian pengenaan segenap senjata Allah, yang menjamin kemenangan umat-Nya (bdk. Ef. 6:18-20). Keempat sangkakala yang dicatat di pasal ini adalah hukuman peringatan (Why. 8:13b). Ada kesejajaran antara empat petaka dari sangkakala ini dengan empat petaka Allah atas Mesir (Kel. 9:22-25; 7:20-25; 10:21-23; 10:12-15). Tulah-tulah itu tidak dimaksudkan untuk melunakkan, tetapi mengeraskan hati Firaun agar rencana Yahweh meluputkan Israel terlaksana. Demikian juga, semua hukuman dari sangkakala ini hanya awal peringatan kedatangan murka akhir Allah. Hukuman dari sangkakala ini adalah tindakan pembelaan Allah atas umat-Nya yang bertujuan memberi keluputan total bagi umat Allah dari dunia yang jahat ini. Responsku: ________________________________________ ___________________________________________________ |
(0.17700711428571) | (Why 19:17) |
(sh: Perjamuan besar Allah (Minggu, 17 November 2002)) Perjamuan besar Allah
Perjamuan besar Allah. Dari hari ke hari kita menyaksikan bahwa pola budaya masa kini makin tak menghormati Allah dan makin seenaknya melanggar norma-norma kehendak Allah. Kita perlu berhati-hati terhadap pengaruh kebudayaan dunia ini. Kita tidak menjadi duniawi karena dipaksa oleh suatu kekuatan tertentu, tetapi karena kita membiarkan diri kita turut hanyut oleh arus keduniawian itu. Menerima (ayat 20) pengaruh Babel itulah yang telah membuat orang-orang itu kini dihukum Allah
Renungkan: |
(0.17700711428571) | (Why 21:1) |
(sh: Sirnanya lara (Rabu, 20 November 2002)) Sirnanya lara
Sirnanya lara. Sebuah kota yang kudus turun dari surga. Yerusalem baru adalah gereja Tuhan di mana orang percaya yang setia mempertahankan imannya berkumpul; Seperti pengantin perempuan yang menjaga kemurnian dan keelokan dirinya bagi sang suami tercinta (bdk. 3:12). Orang-orang ini akan masuk ke dalam keintiman tak bertara bersama Allah dan Kristus, sang kekasih hati mereka. Lalu terdengarlah sebuah suara dari surga (ayat 3). Suara itu menjadi satu tanda bahwa tiada lagi yang dapat memisahkan mereka yang tetap teguh mempertahankan hubungan dengan Allah dan Kristus. Terjemahan yang lebih setia menyatakan, "Mereka akan menjadi umat-umat-Nya". Bukan hanya bangsa Israel yang dimaksud, namun orang-orang seluruh bangsa, suku, dan bahasa terhisab di dalamnya. Keselamatan menjadi universal, dan kehadiran Allah tak lagi dibatasi tembok-tembok bait Allah. Ia hadir secara penuh senantiasa. Nestapa akan berlalu. Hidup akan selamanya indah.
Renungkan: |
(0.17700711428571) | (Why 21:5) |
(sh: Kota yang mulia (Kamis, 21 November 2002)) Kota yang mulia
Kota yang mulia.
Orang-orang yang menang bagaikan sebuah kota mulia yang turun dari
surga, selain gemilang dengan batu-batuan yang mahal (ayat Kehadiran Allah dan Kristus akan menjadi sempurna dalam kota itu, dan Bait Allah secara jasmani tidak diperlukan (ayat 21:22-27). Di dalamnya kemuliaan Allah terpancar penuh dalam terang abadi. Semua umat pilihan Allah yang tercatat dalam buku kehidupan akan mempersembahkan diri mereka. Mereka akan disembuhkan, dipulihkan secara penuh (ayat 22:1-5). Kesempurnaan, kemuliaan, keindahan, kegemilangan akan menjadi bagian mereka selamanya.
Renungkan: |
(0.17519160714286) | (Kej 21:9) |
(ende) Tjerita jang berasal dari tradisi Elohistis ini adalah parallel fasal 16(Kej 16) (tradisi J). Disini Hagar disuruh pergi karena ada perselisihan tentang anak-anak. Djuga saat Hagar disuruh meninggalkan Ibrahim adalah berlainan dalam dua tradisi tersebut: sebelum (fasal (Kej 16) dan sesudah Ishak lahir. Dalam tjerita semula, Isjmael masih seorang kanak-kanak jang bermain-main dengan Ishak (ajat 9)(Kej 21:9); jang oleh Hagar ditaruh diatas bahunja (ajat 14) (Kej 21:14) dan menangis (ajat 16)(Kej21:16). (Demikian menurut terdjemahan Junani Septuaginta, jang kita ikuti) Tetapi kemudian dua tradisi ini dianggap mentjeritakan dua peristiwa jang berlainan. Karena itu orang mentjoba menjelaraskan dua tradisi tadi setjara Chronologis. Menurut apa jang kita ketahui dari Kej 16:16 dibandingkan dengan Kej 21:5, tatkala Ishak lahir, Isjmael sudah berumur 14 tahun. Djadi pada peristiwa jang ditjeritakan disini, kira-kira berumur 16 tahun. Maka dari teks sedikit diubah: ajat 9(Kej 21:9) "mempermainkan Ishak"; ajat 14(Kej 21:14): "perbekalan ditaruhnja diatas pundaknja"; ajat 16 (Kej 21:16): "ia (Hagar) mendjerit dan menangis". (Demikian dalam teks Hibrani). |
(0.17519160714286) | (Im 1:1) |
(ende) LEVITIKA PENDAHULUAN Dengan menjebut kitab ini "Kitab Levitika" maka hanja tradisi kuno sadjanlah jang diteruskan, meski tradisi itu kurang tepat sekalipun. Tradisi tsb. sesungguhnja berasal dari terdjemahan Junani jang kuno (Septuaginta l.k. th. 300 seb. Mas) dan liwat terdjemahan Latin (Leviticus) mendjadi umum. Melihat djudul- djudulnja itu maka kiranja orang akan mentjari dalam kitab ini keterangan- keterangan tentang kaum Levita, tetapi ternjata hanja sekali sadja disebut namanja (25, 32-33). Apa jang diperbintjangkan didalam kitab ini ialah keimanan. Maka itu nama jang paling tepat ialah "Kitab Keimanan" (demikianpun disebut oleh terdjemahan Indonesia jang diterbitkan Lembaga Alkitab). Sudah barang tentu orang merasa kurang puas dan senang dengan kata "imam" itu sendiri. Sebab "imam" dalam agama Islam tidak ada sangkut pautnja dengan pendjabat ibadah dalam agama Jahudi (Perdjandjian Lama) dan dalam agama Keristen Katolik. Tetapi kata itu dikalangan Katolik di Indonesia sudah mendjadi biasa, sehingga boleh dipertahankan sadja. Menilik isinja Kitab Levitika boleh disebut "Kitab pegangan para imam Israel". Sebab didalamnja diutarakan djabatan serta tugas pekerdjaan para imam, jang dalam bahasa Hibrani dinamakan "kohen" (Kata Arab Indonesia "kahin" sama sekali lain artinja, meskipun aselinja sama sadja). Djadi Kitab Levitika tidak memuat tjerita atau kisah, seperti kitab-kitab lain dari Taurat Musa (Kedjadian, Pengungsian, Tjatjah Djiwa), tempat perundangan dan tjerita bertjampur. Kitab Levita berisikan undang dan hukum semata-mata. Tjerita pendek 10, 1-7; 10,16-20 dan 24,10-14 hanja mendjadi landasan sadja untuk hukum tertentu, sehingga tidak boleh disebut "kisah". Kitab ini sesungguhnja sebagian dari perundang-undangan besar jang terdapat dalam Peng. 25-31;34,29-40;31; Lv. 1-27 dan Tj. Dj. 1-10. Keseluruhan itu boleh dinamakan "perundang-perundangan Gunung Sinai" perihal ibadah dan para imam. Dalam Kitab Pengungsian umat Israil sampai digunung sinai dan disitu Allah mengikat perdjandjian dengannja. Kemudian disadjikan hukum-hukum jang diberikan digunung Sinai dan sesudah banjak hukum dan undang kisahnja diteruskan oleh Tj. Dj. 11 dengan berangkatnja umat Israil sampai digunung itu. Dalam bagian terachir kitab Pengungsian kemah sutji dibangun dan ditahbiskan. Lalu oleh Kitab Levitika disadjikan perundang- perundangan tentang ibadah jang dilangsungkan disitu serta hukum-hukum tentang para pedjabat ibadah serta tugas-tugas lainnja dan lagi hukum-hukum tentang sjarat-sjarat jang harus dipenuhi untuk ikut serta dalam ibadah jang sutji itu. Mudah sadja Kitab Levitika boleh dibagi atas empat bagian besar dengan suatu tambahan. I Bagian pertama memuat perundang-perundangan tentang upatjara kurban (pasal II Menjusulah pentahbisan para imam (8,1-10, 20), jang merupakan pelaksanaan perintah jang sudah diberikan Peng. 29. Para imam ditahbisan (8,1-39), jaitu Harun serta anak-anaknja dan itulah jang mendjadi upatjara pentahbisan selandjutnja. Lalu (9,1-21) para imam baru itu mulai bertugas dengan mempersembahkan semua kurban jang diatur oleh Lv. 1-7. Kemudian diperlihatkan bagaimanan orang dihukum, djika tidak berpegang pada aturan sebagaimana ditetapkan (10,1-11). III Bagian ketiga mendjandjikan hukum-hukum tentang tahir dan nadjis (11,1- 15,33), jaitu tentang binatang halal dan haram (11,1-22), kenadjisan wanita jang bersalin (12,1-8), penjakit kulit dan tjaranja diperiksa oleh para imam (13,1- 59), kurban pentahiran setelah penjakit kulit sembuh (14,1-32), dirumah nadjis serta pentahirannja (14,33-57), nadjis akibat gedjala-gedjala seksuil (15,1-33). Pasal 16 achirnja memaparkan dengan pandjang lebar upatjara pentjeriaan (16, 1- 34), jang sekali setahun harus dirajakan untuk menghapus segala dosa dan kenadjisan umat. Pasal 16 ini boleh djuga dianggap sebagai bagian tersendiri. IV Bagian terachir (17,1-26,46) memperbintjangkan kesutjian jang dituntut oleh Allah jang kudus serta oleh ibadah sutji jang dirajakan Israil. Bahan kurban jang chas, jakni darah serta dajanja, diutarakan dan djuga tempat kurban harus dipersembahkan (17,1-16), lalu penggunaan serta halangan perkawinan jang sutji (18,1-30). Menjusullah pelbagaihukum tentang perkara dari hidup sehari-hari (19,1-37) dan hukum pidana (20,1-31). Berikutlah peraturan mengenai para pedjabat ibadah, jakni para imam (21,1-22,16) dan tentang binatang jang boleh dipersembahkan sebagai kurban (22,17-33). Disadjikan djuga daftar perajaan- perajaan keigamaan serta ibadah jang bersangkutan (23,1-44), jaitu: hari Sabat (23,3-4), paskah (23,5-8), perajaan berkaw pertama (23,9-14), pentakosta (23,15- 22), hari pertama bulan ketudjuh (23,23-25), hari pentjeriaan (23,26-32), perajaan pondok-pondok daun-daunan (23,33-44). Lalu suatu kumpulan pelbagai hukum tentang ibadah lagi, jakni tentang pelita tetap (24,1-4), roti pesadjen (24,5-9), menghodjat dan hukum pembalasan (24,10-23). Ditetapkanlah perajaan tahun istirahat, jaitu tahun Sabat (25,1-7) dan tahun pelepasan (25,8-55). Kesemuanja itu sudah disudahi dengan sederetan berkah dan kutuk untuk orang jang menepati atau melanggar hukum-hukum itu (26,1-46). Pasal terachir Kitab Levitika (27,1-34) njata merupakan suatu tambahan sadja jang menetapkan penggantian kurban nazar serta pernilaiannja (27,1-27) , barang jang diharamkan (27,28-29) dan bagian sepersepuluh (27,30-33). Melihat pembagian tsb. Kitab Levitika rupa-rupanja mewudjudkan suatu kesatuan jang tjukup padat, apalagi oleh karena langsung dihubungkan seluruhnja dengan pernjataan Allah digunung Sinai, seolah-olah sekali djadi diberikan oleh Jahwe (Lv. 27,34). Hanja dalam bagian terachir kesatuan itu kurang djelas dan padat, oleh karena hukum-hukum jang agak berlainan dideretkan begitu sadja. Tetapi setelah diselidiki sedikit saksama kesatuan tsb. njata tjukup rapuh djuga adanja. Pasal 8-10 tentang pentahbisan imam sesungguhnja melaksanakan perintah dari Peng. 29 dan melandjutkan Peng. 40. Maka dari itu pasal 1-7 tentang kurban- kurban kurang pada tempatnja disitu. Anehnja kurban-kurban jang sama sampai dua kali diutarakan (ps. 1-5;6-7), meskipun dipandang dari segi jang sedikit berbeda. Tapi mengapa tidak semua sekaligus diperbintjangkan? Dalam ps. 14,1-32 dua upatjara pentahiran tergabung, jakni kurban burung (114,1-9) dan kurban domba (14,10-20.21-32). Hari pentjeriaan dua kali dibitjarakan dan upatjara tidak seluruhnjaa sama dikedua tempat itu (16,1-34;23,26-32; bdk. Tj Dj 29,7- 11). Orang djuga mendapat kesan, bahwa upatjara pasal 16 itu merupakan tjampuran dua upatjara jang aselinja tersendiri (16,8-10,20-22.26). Sebab didalamnja terdapat hal-hal jang sama sampai dikatakan duakali (aj. 6 dan aj. 11-13; aj. 4 dan aj. 34; aj. 9b dan aj. 15-17). Ajat 3 sebenarnja kurang tjotjok dengan aj. 2 dan tidak meneruskannja. Ajat 4 memutuskan hubungan antara ajat 3 dan 5. Ada dua kata penutup, jakni 29a dan 34. Ajat 29b-34 merupakan suatu tambahan sadja. Gedjala-gedjala jang serupa diketemukan dalam bagian-bagian lain djuga. Undang- undang jang sama dua kali terdapat, misalnja 19,18b dan 19,33-34;17,12 dan 19,26a; 18,17 dan 20,14; 18,21 dan 20,2-5; 18,22 dan 20,13;18,23 dan 20,15;19,9- 10 dan 23,22;10, 27-28 dan 21,5;19,31 dan 20,6;19,3b dan 26,2a dll. Seringkali ada suatu kata pembukaan baru (misalnja: 1,1;4,1;5,14 dll.) dan kata penutup djuga (misalnja 3,17;7,37-38;9,24; 11,46-47; 13,50;14,33.57;15,31-33;16,34 dll.) Selain dari pada itu para ahli djuga mentjatat perbedaan bahasa dan gaja bahasa dalam Kitab Levitika, sehingga sukar diterima kitab itu langsung disusun oleh satu orang sadja. Karena gedjala-gedjala tsb. dan jang serupa para ahli sampai berkesimpulan bahwa bahan jang termuat dalam Kitab Levitika jang sekarang sudah mengalami sedjarahnja sendiri sebelum dibukukan. Umum diterima bahwa bagian terbesar atau seluruh Kitah Levitika berasal dari P (Lihat kata pendahuluan Kitab Kedjadian), jakni dari kalangan para imam Israil. Tetapi tidak demikian halnja, bahwa pada suatu hari tertentu beberapa imam duduk menggubah kitab ini, Bahan jang sekarang termuat dalam Kitab Levitika dipelihara dan djuga ditjiptakan oleh kalangan tsb. dan achirnja para imampun menjusun semua bahan itu dalam satu buku. Tetapi pembukuan itu sendiri mengalami beberapa tahap dan tingkatan, sebelum selesai dan achirnja termuat setjara terserak-serak dalam Taurat Musa sekarang. Bahan itu ada pelabagai asal-usulnja dan djuga muntjul pada masa jang berlain- lainan. Ada hukum, adat-istiadat jang kuno dan lama terpelihara dalam tradisi lisan. Ada djuga jang lebih muda, bahkan beberapa undang barulah muntjul dimasa pembuangan atau malah sesudahnja. Orang masih dapat mengenali adat-istiadat dan hukum jang tjotjok dengan masa suku-suku Israil masih berkelana dipadang gurun dengan kawannja. Lain-lain sesuai dengan bangsa Israil jang menetap sebagai kaum di Palestina. Ada djuga jang tjotjok dengan djaman para radja. Nampaklah pula, bahwa adat-istiadat, perundangan dan ibadah umat Allah terpengaruh oleh dunia luar, jaitu oleh dunia luar, jaitu oleh adat-istiadat, hukum-hukum dan ibadah bangsa-bangsa tetangga, seperti Mesir, atau agama-agama kafir dinegeri Kena'an. Sudah barang tentu semua unsur asing itu dibersihkan dari segala sesuatu jang tidak tjotjok denga agama Israil dan djuga disesuaikan dengan keperluan bangsa itu pula. Sepandjang sedjarahnja makaa terdjadilah, bahwa adat-istiadat dan hukum-hukum ibadah tsb. sedikit dibuat suatu synthese jang sungguh-sungguh baru, sehingga perundang dan ibadah Israil akan Tuhan jang Mahaesa jaitu Jahwe, Allah Israil. Allah itu mengikat suatu perdjandjian dengan umatNja. Semuanja undang itu hanja satu sadja maksudnja, jaitu mendjamin pelaksanaan perdjandjian tersebut. Pembukuan semua bahan itu menempuh beberapa tahapan. Pembagian Kitab Levitika jang disadjikan diatas bukan hanja pembagian kitab ini sadja, tetapi djuga sedikit banjak menampakkan tingkatan pembukuan bahan itu sepandjang sedjarah. Pertama-tama nampaklah dalam Kitab Levitika dua kumpulan hukum jang besar, jakni pasal1-16 dan pasal 17-26. Pasal 27 sebagai tambahan ada kedudukkannja sendiri djuga. Kedua bagian tsb. agak berlainan, bukan hanja dalam isinja sadja, tetapi djugaa dan terutama dalam semangat jang mendjiwai keseluruhan. Bagian pertama itu merupakan perundang-perundangan ibadah jang menaruh perhatian chusus pada segi lahiriah ibadah itu dan pada hal-hal jang membatalkan atau menghalang- halangi ibadah itu, lagi pula perhatian chusus diberikan kepada alat-alat jang sanggup menghapus halangan-halangan tersebut. Bagian kedua tentu djuga memberikan perhatian kepada ibadah, tetapi lebih-lebih menekan kesutjian jang dituntut dari seluruh umat Allah disegala bidang kehidupan. Dengan perkataan lain: bagian kedua itu tidak berasal dari kalangan jang satu dan lagi sama. Latarbelakangnja adalah lain. Bagian pertama (pasal 1-16) pada gilirannja terdiri atas beberapa kumpulan hukum jang dalam garis besarnja kiranja mula-mula tersendiri dan dikumpulkan dahulu dari bahan jang sudah ada. Mungkin pulalah salah satu kumpulan dari padanja kemudian baru disusun setelah jang lain-lain sudah diramu mendjadi satu, sehingga berupa tambahan belakangan sadja. Dalam hal ini para ahli memang tidak sependapat. Nah, kumpulan hukum jang terutama ialah pasal1-10. Kumpulan itu lazimnja disebut "Taurat Kurban", sebab isinja ialah peraturang jang berkenaan dengan kurban. Mungkin sekali kumpulan itupun terdiri atas dua kumpulan jang lebih ketjil lagi jang disusun mendjadi satu. Sebab pasal 1-5 memperbintjangkan kurban, tegasnja bahan jang boleh dan harus dipakai dalam kurban dan tjaranja kurban itu harus disediakan. Pasal 6-7 sekali lagi berbitjara tentang kurban itu tapi sekarang lebih-lebih mengenai apa jang mendahului serta menjusul kurban itu sendiri. Ditetapkan pula bagian mana dari kurban jang harus diberikan kepada imam. Adapun 7,22-27 kurang djelas kedudukkannja dan barangkali disisipkan kedalam kumpulan itu setelah selesai disusun. Pasal 8-10 boleh disebut "Kitab Upatjara Pentahbisan Imam". Bagian inipun aselinja kiranja suatu kesatuan tersendiri bersama dengan Peng. 29,1-35, meskipun 9,1-21 mungkin ditambahkan diwaktu 8,1- 338 digabung dengan "Taurat Kurban". Sebab 9,1-21 terang-terangan mengingatkan kepada Lv. 1-4. Memang sukar sekali ditetapkan kapan kesatuan ini (Lv. 1-10) tertjipta. Ada jang berkata: dimasa pembuangan, pada akhir masa itu dan ada djuga jang berkata: sesudah pembuangan. Jang terachir inilah kiranja pendapat jang lebih benar. Pasal 11-16 merupakan kumpulan lain, jakni hukum tentang tahir dan nadjis. Karenanja bagian ini dinamakan "Taurat Ketahiran". Sudah barang tentu dalam kumpulan itu terhimpun bahan jang sudah lama ada, tetapi kiranja belum dibuat mendjadi satu "buku". Maka dari itu boleh djadi disini untuk pertama kalinja disusun demikian. Boleh diterima kumpulan itu dibuat waktu pembuangan, malah sebelumnja sudah. Tetapi ada ahli jang melepaskan pasal 11 jang dipertalikan dengan Lv. 17-26; demikianpun pasal 16, upatjara hari pentjeriaan, jang dikatakan baru dibuat sesudah pembuangan, meskipun dengan bahan jang sudah ada sebelumnja. Malah ada sementara ahli jang melepaskan pasal 14 djuga, jang merupakan tjampuran dua upatjara dan baru didjaman kemudian digandingkan dan begitu disisipkan kedalam hukum-hukum tentang tahir dan nadjis itu. (Tentang pasal 16 lihat dibawah ini). Bagian kedua Kitab Levitika (pasal 17-26) biasanja diberi djudul: "Taurat Kesutjian". Sebabnja ialah: berulang-ulang terdapatlah rumus ini (atau jang serupa): Hendaklah kudus (sutji), sebab kuduslah Aku, Jahwe, Allahmu (bdk. 19,2;20,8.26;21,6.8.15.23; bdk. 22,9.16.32). Kumpulan hukum ini kiranja masih terdiri atas berapa kumpulan ketjil jang mendahuluinja. Diatasnja masih terdiri atas beberapa kumpulan ketjil jang mendahuluinja. Diatas ini sudah ditundjuk, bahwasanja terutama dalam bagian ini terdapatlah hukum jang sampai dua kali dimuat. Hal itu dianggap orang sebagai bekas-bekas dari kumpulan-kumpulan ketjil lain. Anehnja susunan "Taurat Kesutjian" ini agak serupa dengan susunan kitab hukum dari Kitab Ulangtutur (pasal 12-26). Seperti bagian Kitab Ulangtutur tsb. demikianpun Taurat Kesutjian mulai dengan memperbintjangkan tempat kurban-kurban harus dipersembahkan dan iapun berachir dengan sederetan berkah dan kutuk. Penetapan-penetapan seperti 18,1-4/24-30;20,22-23 segera megingatkan Kitab Ulangtutur. Dan sebagaimana Kitab Ulangtutur berupa pidato, demikianpun bagian Kitab Levitika tsb. aselinja berupa pidato djuga (bdk. Lv. 17,8;18,2-6.24- 33;19,2;20,7.8.22-27;21,8;22,20.22.24-25.28-29.31-32). Kedalam rangka pidato itu disisipkan matjam-matjam hukum dan adat-istiadat, entah lepas-lepas entah sudh terkumpul dahulu. Sebagian malah baru ditambahkan setelah kumpulan itu itu selesai disusun. Para ahli belum sependapat tentang djaman dan tempatnja kumpulan itu selesai disusun. Ada jang mengira tempatnja dikeradjaan Juda, maklumlah di Jerusjalem. Kumpulan itu disusun untuk Bait Allah di Jerusjalem, setelah hanja tempat sutji itu sadjalah dianggap sjah. Sebagaimana Ulangtutur merupakan undang-undang keradjaan Israil (?) untuk memusatkan ibadah, demikianpun maksud Taurat Kesutjian itu. Maka dari itu dalam kumpulan besar itu terhimpun perundang-perundangan dan adat-istiadat jang dahulu berlaku ditempat- tempat sutji lainnja di Juda. Mungkin Taurat Kesutjian itu sudah disusun pada djaman para radja (Josjijahu th. 609?). Tetapi ahli-ahli lain menunda djaman penjusunannja sampai masa pembuangan. Menurut sementara ahli potongan-potongan dari Taurat Kesutjian itu dilepaskan pada waktu dihubungkan dengan kumpulan hukum lain (Lv. 1-16), sehingga sekarang bagian-bagian Taurat itu terserak-serak ditempat lain (misalnja: Lv. 2,11-12;7,23-26.32;11,2-31.35- bdk. 32. 38.39.422- 45 dan mungkin seluruh pasal 9; dalam pertaliannja jang sekarang hukum-hukum tsb. kurang tjotjok, pada hal sesuai dengan Taurat Kesutjian). Para ahli masih berusaha menetapkan bagian-bagian manakah jang termasuk kedalam Taurat Kesutjian jang aseli (sebagai kumpulan besar). dan bagian-bagian manakah jang berusaha tambahan jang kemudian disisipkan. Tetapi usaha demikian itu sukar dan hasilnja djarang-djarang sadja sampai kekepastian, sehingga para ahli djauh dari sependapat dalam hal itu. Djadi sedjarah kedjadian Kitab Levitika Lk. sbb.: Mula-mula bahan (adat-istiadat dan hukum-hukum) dihimpunkan dalam kumpulan-kumpulan ketjil. Kemudian dibuatlah kumpulan-kumpulan lebih besar lagi dipelbagai tempat dan djaman dan achirnja disusun satu "Kitab Hukum Para Imam", jang memuat djuga beberapa tjerita, jakni apa jang disebut P. Bahan-bahan dan kumpulan-kumpulan tsb. disadur seperlunja serta disesuaikan. Pada achir pembuangan atau sesudahnja "Kitab Hukum Para Iman" digandingkan dengan bahan lain lagi (J dan E), sehingga lahirlah "Taurat Musa". Dan mungkin sekali sesudah itu masih diselipkan kedalam Taurat Musa jang sudah selesai itu bahan-bahan lain dari luar. Djadi Kitab Levitika sesungguhnja adalah sebagian dari "Kitab Hukum Para Imam" (P) tsb. Kalau demikian terdjandjinja Kitab Levitika maka sudah barang tentu kitab itu bukanlah karangan Musa. Apa jang telah dikatakan tentang Taurat Musa pada umumnja boleh diterapkan pada Kitab Levitika djuga. Sesungguhnja Kitab Levitika sendiri menggandingkan seluruhnja dengan pernjataan Allah digunung Sinai dengan perantaraan Musa (bdk. 25,1.26.46;1,1;4,1;6,1.12). Tetapi ungkapan jang sedemikian itu kiranja harus dianggap sebagai alat kesusasteraan belaka jang merumuskan suatu anggapan teologis dan bukan kedjadian historis. Dalam anggapan Israil peristiwa mahapenting digunung Sinai itu mendjadi pangkal tolak-tolak seluruh seluruh agama Israil serta perkembangan selandjutnja. Kedjadian itu tidaklah hilang, melainkan terus dilangsungkan dalam umat Jahwe, terutama dalam ibadahnja. Perkembangan selandjutnja dianggap sebagai dan sesungguhnjaa merupakan landjutan sadja dari lembaga jang ditanam oleh penampakan di Sinai itu. Perkembangan sesudah pembuanganpun berurat-berakar dari situ. Sudah barang tentu perkembangan itu amat dipengaruhi dan malahan dipaksakan oleh keadaan sedjarah jang njata dan oleh perhubungannja dengan bangsa-bangsa lain. Akan tetapi Israil jakin, bahwa umat Allah seluruhnja dan djuga sedjarah dipimpin serta dikemudikan oleh Jahwe, sehingga hukum-hukum jang serupa itupun dikehendakiNja pula. Israil jakin pula, bahwa kemadjuan selandjutnja tidak menjeleweng dari pernjataan ilahi jang semula itu, melainkan hanja mengembangkannja sadja. Karena anggapan itulah maka semua hukum dan undang serta upatjara dirumuskan sedemikian rupa, sehingga semua langsung dimaklumkan oleh Jahwe sendiri. Dengan demikian dipertahankan kesatuan dan keaselian perundangan dan ibadah Israil sepandjang sedjarah. Semua digandingkan dengan perdjandjian jang telah diikat oleh Allah digunung Sinai dan perdjandjian itu dilaksanakan dalam hukum dan ibadah tsb. Djadi anggapan jang merupakan latarbelakangnja bukan anggapan historis melainkan anggapan teologis tertentu. Baiklah kiranja disini diperbintjangkan sebentar beberapa lembaga keigamaan, ibadah, jang diutarakan oleh Kitab Levitika. Sebab lembaga-lembaga itu maha penting dalam hidup keigamaan Israil dahulu kala. Jang pertama ialah imamat. Kitab Levitika sesungguhnja berpusat pada keimanan serta tugasnja jang bermatjam ragam. Anehnja kaum Levitika sama sekali tidak disebut-sebut sedangkan mereka sering disebut dalam kitab-kitab Taurat Musa jang lain. Para imam dianggap turunan Harun (anak-anak Harun) sehingga kaum Levita tidak mendjabat imam. Tetapi keadaan itu merupakan achir suatu perkembangan dalam sedjarah jang pandjang sekali. Dalam pembuangan barulah keadaan itu mendjadi terang, jaitu dengan muntjulnja nabi Jeheskiel jang membedakan imam dan Levita dan tugas keimaman diserahkan kepada imam sadja, jang adalah turunan Sadok (Jehesk. 44,6-31). Tetapi dahulu kala kaum Levita dengan tidak ada jang diketjualikan boleh mendjabat imam, sehingga "imam" dan "Levita" sama sadja (bdk. Ul. 10,8;17,9. 18;18.1 dll.) Menurut Ul. 18,6-7 kaum Levita jang dari tempat-tempat sutji lainnja datang ke Jerusalem, sewaktu tempat-tempat sutji lain itu dihapuskan, boleh bergilirbakti dalam Bait Allah di Jerusalem sama seperti kaum Levita jang sudah bertugas disitu. Sebagaimana sekarang ada teks kitab Ulangtutur tsb. pasti mengenai Jerusjalem, meskipun aselinja mungkin berkenaan dengan pusat ibadah lainnja. Kaum Levita jang tidak datang ke Jerusjalem memang tidak boleh lagi mendjalankan ibadah, sebab ditempat-tempat sutji lain ibadah jang sjah tidak mungkin lagi diadakan. Dengan djalan itu muntjul dua matjam Levita, jakni jang bertugas di Jerusjalem sebagai imam dan jang tinggal dipedalaman dengan tidak bertugas lagi. Nah, apa gerangan jang terdjadi antara djaman Kitab Ulangtutur dengan peraturannja itu dan nabi Jeheskiel (masa pembuangan)? Ternjata kaum Levita diturunkan deradjatnja dan mendjadi pelajan para imam dalam ibadah. Pada garis besarnja perkara itu kiranja berlangsung sbb. Waktu masih ada beberapa tempat sutji di Israil, semua Levitika bertugas sebagai imam disitu. Di Jerusjalem dahulu bertugas keluarga Ebjatar dan Sadok (dimasa Dawud, bdk. II Sjem. 8,17;20,25). Tetapi keluarga Ebjatar diturunkan serta dibuang oleh Sulaiman (bdk. I Rdj. 2,26-27), sehingga hanja keluarga Sadok sadja tinggal di Jerusjalem dahulu bertugas sebagai imam. Waktu tempat-tempat sutji lain dilarang (Ulangtutur) kaum Levita diluar Jerusalem diidjinkan datang serta bertugas di Jerusjalem. Tetapi kaum Sadok tidak memperbolehkannja dan merebut keimaman sebagai keistimewaannja jang chas (bdk. II Rdj. 23,9). Dimasa pembuangan keadaan jang njata itu dibenarkan (oleh nabi Jeheskiel, seorang imam dari Jerusalem) dan dengan demikian disiapkan masa sesudah pembuangan. Mungkin sekali kaum Ebjatar berhasil merebut dirinja persamaan dengan kaum Sadok. Maka dari itu dalam Bait Allah jang baru turunan Harun (liwat Sadok dan Ebjatar) bertugas sebagai imam dan sekalian kaum Levita lainnja jang mendjadi pelajan ibadah. Keadaan itu achirnja dimasukkan djuga kedalam Taurat Musa, sehingga disitu njata ada perbedaan antara kaum imam (turunan Harun) dan kaum Levita lainnja jang mendjadi pembantu mereka (bdk. Tj. Dj. 3,1-9;8,19;19,1-7). Kitab Levitika hanja membahas tugas para imam dan tidak berbitjara tentang kaum Levita. Tugas utama para imam dalam Kitab Sutji ialah mempersembahkan kurban jang berupa-rupa. Tapi hanja bagian inti, jakni merendjiskan atau menumpahkan darah serta membakar lemak dan daging kurban, jang merupakan keistimewaan imam. Penjembelihan dilakukan oleh orang lain. Tetapi para imam djuga bertindak sebagai djurubitjara Allah (disamping para nabi) (bdk. Ul. 33,8-10), jaitu dengan melajani undi sutji, Urim dan Tumim. Tugas itulah kiranja tugas mereka jang paling dahulu bersama dengan pendjagaan tempat-tempat sutji. Merekapun "pendjaga" Taurat, artinja mereka memberi "fatwa" untuk mengetrapkan peraturan Taurat pada hal-hal jang njata (bdk. Lv. 10,10; Ul. 31,9.26;33.10; Mich. 3,11; Jr. 18,18). Dalam Kitab Levitika merekapun diserahi tugas untuk menetapkan siapa jang nadjis dan jang tahir, sehingga orang itu boleh atau tidak boleh ikut dalam ibadah (Lv. 11-16). Namun demikian tugas para imam makin lama makin lebih berpusatkan kurban jang beraneka ragam. Kitab Levitika (Pasal 1-7) memperbintjangkan kurban-kurban jang dipersembahkan oleh para imam Israil. Baiklah keterangan serba singkat diikutsertakan disini. Kurban jang terpenting ialah kurban bakar (Lv. 1,1-17;6,1-6). Istilah Hibraninja ialah "olah", artinja: jang naik, atau: jang dinaikan (jaitu dalam asap) kepada Tuhan. Adakalanja kurban itu disebut "kalil", artinja (kurban) "semesta". Kechasan kurban itu ialah: seluruhnja dibakar (ketjuali paha binatang jang mendjadi bagian imam), djadi tidak ada sebagian jang dimakan oleh orang jang mempersembahkan kurban itu. Rupa-rupanja kurban itupun kurban jang paling kuno dan tentu sadja tjotjok dengan suku-suku jang memiara ternak seperti Israil dahulu digurun dan para bapa bangsa. Binatang jang dipergunakan dalam kurban itu haruslah djantan dan tak bertjatjat. Darahnja ditjurahkan pada mesbah dan dagingnja dipotong-potong kemudian ditaruh diatas api mesbah serta dibakar habis. Didjaman kemudian kurban bakar itu tidak ada. Menurut anggapan Kitab Levitika maksud utama kurban bakar ialah memulihkan dosa dan pelanggaran, sedangkan dahulu kurban itu bermaksud menjembahh Tuhan serta bersjukur kepadnja. Kurban lain ialah jang dalam bahasa Hibrani dinamakan "zebah sjelamim" (Lv. 3,1- 17;7.11-21). Arti istilah itu kurang djelas. Terdjemahan Junani menghubungkan kata ini dengan kata "sjalom" (salam, damai). Karena itu istilah itu sering diterdjemahkan dengan "kurban sjukur" Hanja pabila kurban sedemikian itu tidak tjotjok, kamipun menggunakan istilah "kurban perdamaian". Tetapi pada umumnja kurban itu mempunjai sifat gembira dan dipersembahkan apabila ada alasan untuk bersjukur. Djadi dengan kurban tsb. orang bersjukur kepada Allah dan masuk persekutuan denganNja (karenanja ada istilah: kurban persekutuan). Kurban itu berupa djamuan sutji. Sebagian dari binatang dibakar dan dengan demikian diberikan kepada Tuhan--darah memang seluruhnja ditumpahkan - sebagian diberikan kepada imam dam bagian ketiga dimakan oleh orang jang mempersembahkan kurban itu. Binatangnja harus djantan dan tak bertjela. Ada tiga matjam kurban sjukur tapi perbedaannja kurang djelas, jaitu: kurban pudjian, kurban sukarela dan kurban nazar. Istilah Hibrani "hattat" kami terdjemahkan dengan "kurban penebus dosa". Boleh djuga diterdjemahkan: "kurban penjilih" atau: "kurban lantaran dosa". ataupun: "kurban pemulih dosa". Kurban itu diutarakan Lv. 4,1-35,5,7-13;6,17-23. Kata Hibrani "hattat" berarti baik dosa maupun kurban jang memulihkan dosa itu. Perbedaan kurban ini dengan kurban "pelunas salah" kurang djelas djuga. Tetapi pada umumnja (tidak selalu) kurban penebus dosa ialah kurban jang memulihkan pelanggaran hukum Allah manapun jang tidak sengadja. Upatjara kurban itu sedikit berbeda apabila dipersembahakan untuk dosa imam agung (jang mewakili rakjat djuga dalam dosanja), untuk umat seluruhnja atau untuk pemimpun dan orang perseorangan. Sebagian dari darah kurban untuk imam agung dan djemaan dipertjikkan didalam tempat sutji (Baitullah), lemaknja dibakar diatas mesbah, tapi dagingnja dibakar diluar tempat sutji. Upatjara chusus dalam kurban itu ialah: orang jang mempersembahkan kurban ini menumpang tangannja diatas kepala binatang jang hendak disembelihnja. Makna isjarat itu sebenarnja kurang djelas, meskipun banjak ahli berpendapat, bahwa dengan djalan itu seolah-olah dosa dipindahkan kepada binatang itu. Kurban pelunas salah (lv. 5,1-6. 14-26;7,1-10) amat serupa dengan kurban penebus dosa tsb. Orang mendapat kesan, bahwa sepandjang sedjarah kedua kurban itu makin lama makin disamaratakan sadja. Namun demikian ada ahli jang mentjatat perbedaan ini: kurban pelunas salah hanja wadjib dipersembahkan karena dosa tertentu sadja, jakni (pada umumnja) dosa jang diperbuat dengan tidak sengadja tapi dianggap merugikan baik hak ilahi maupun hak sesama manusia (dosa lawan sesama dianggap djuga dosa kepada Allah). Karena itu orang harus membajar "ganti rugi". Sebelumnja ia seolah-olah berutang kepada Tuhan. Itu pun sebabnja maka kami terdjemahkan "kurban pelunas salah". Suatu terdjemahan lain misalnja: "kurban lantaran salah". Karena anggapan tsb. dapat dimengerti pulalah mengapa kurban itu disertai denga sematjam denda tambahan. Istilah Hibraninja, jakni: "asjam" berarti baik kesalahan terhadap seseorang, penghinaan, maupun korban jang memulihkannja. Tetapi mungkin djuga maksud kurban tsb. tidak hanja "memberi ganti rugi", tetapi djuga "menangkis kutuk". Kechasan kurban itu ialah: darahnja tidak dibawa kedalam tempat sutji (Baitullah) dan dagingnja dibakar diluar tempat sutji. Dengan "kurban santapan" kami menterdjemahkan istilah Hibrani "minhah" (Lv. 2,1- 16;66,7-16). Perkataan Hibrani itu amat luas artinja, sehingga dapat menundjukkan sembarangan persembahan dan pemberian. Tetapi dalam kitab Levitika istilah itu berarti: suatu kurban jang terdiri atas makanan jang bukan daging. Boleh diterdjemahkan djuga dengan "kurban persadjian" (bdk. terdjemahan Keristen). Pada pokoknja kurban santapan itu ialah gandum jang disediakan dengan pelbagai tjara, baik jang dipanggang, maupun jang dibakar atau berupa kue. Kurban itu dapat dipersembahkan sebagai kurban tersendiri dan terpisah, tetapi biasanja merupakan tambahan pada kurban lain. Lazimnjaa sebagian dari kurban santapan dibakar (ketjuali kurban santapan imam sendiri) dan bagian jang dibakar itu dinamakan "peringatan". Maksud istilah itu kurang djelas (lih. tjatatan Lv. 2,2). Ada djuga kurban "harum-haruman" (Lv. 16.12-13;2,1-2;10,1). Biasanja harum- haruman itu adalah tjampuran pelbagai harum-haruman dan hanja satu unsur ialah ukup. Kurban itu dapat dipersembahkan terpisah dari kurban lain dan kalau demikian dibakar atas mesbah tersendiri, jakni mesbah dupa. Dalam ibadah Israil kurban harum-haruman itu dua kali sehari disampaikan, jakni pagi-pagi dan petang hari. Tetapi kurban harum-haruman itu seringkali djuga merupakan suatu tambahan pada kurban lain bersama-sama kurban santapan. Kalau demikian maka kurban itu terdiri atas dupa semata-mata dan dibakar bersama dengan kurban lain itu. Rupa- rupanja Kitab Levitika tidak suka akan kurban itu. Sebabnja kiranja: kurban harum-haruman adalah kurban kegembiaraan, padahal Kitab Levitika memandang kurban terutama sebagai alat untuk memulikan dosa. Kitab Livitika masih menggunakan istilah lain jang kami terdjemahkan dengan "kurban api". Bukankah suatu kurban tersendiri melainkan istilahnja dipakai berkenaan dengan kurban jang dibakar sebagiannja atau seluruhnja. Kitab Levitika sendiri kiranja menggandingkan istilah "isjsjeh" itu dengan kata Hibrani "esj" jang berarti api. Tapi kurang pasti apakah demikian arti aselinja. Sementara ahli berpendapat, bahwa istilah itu mula-mula menundjukkan redjeki; kurban dianggap redjeki Allah. Istilah "isjesjeh"tsb. atjap kali disertai dengan istilah "harum jang memadakan (Tuhan)". Istilah itu tentu sadja tjukup anthropomorphis djuga: Tuhan dibajangkan seakan-akan disenangkan oleh bau kurban jang dibakar itu. Pasal 16 Kitab Levitika (dan 23,26-32) menjadjikan peraturan tentang upatjara hari raja jang kami beri djudul: "Hari besar Pentjeriaan". Istilah Hibraninja ialah "jom-hak-kippurim", atau "jom kippor". Adapun kata kppr itu kurang djelas artinja dan asal-usulnja dan karenanja ada pelbagai terdjemahannja. Kami menerima, bahwa kata itu ada sangkutpautnja dengan perkataan jang artinja: membersihkan, mentjutjikan dsb. Arti kata itu kiranja tjotjok dengan Kitab Levitika, chususnja dengan pasal 11-16 jang membitjarakan perkara tahir dan nadjis. Kiranja upatjara itu terutama dianggap sebagai alat untuk mentahirkan Israil dari segala kenadjisannja. Sudah barang tentu terutma dimasa kemudian kenadjisan itu bukan hanja kenadjisan rituil dan lahiriah belaka, tetapi merangkum djuga dosa batin. Tetapi aselinja kiranja lebih-lebih mengenai kenadjisan rituil sadja. Adapun "Hari Pentjeriaan" itu adalah mahapenting dalam agama Jahudi hingga dewasa ini dan dianggap menghapus segala dosa jang sepandjang tahun diperbuat oleh umat Allah. Namun demikian perajaan itu sesungguhnja merupakan achir dan puntjak suatu perkembangan dalam agama Israil jang agak lama berlangsung dan dalam rupa lengkap upatjara dimasa agak belakangan muntjul dalam sedjarah agama Israil. Dalam Taurat Musa hari raja itu beberapa kali diutarakan (Peng. 30,10;Lv. 16;23,26-32;25,9; Tj. Dj. 18,7;21,7-11). Tetapi nas-nas tsb. oleh banjak ahli dianggap bagian-bagian jang kemudian disisipkan kedalam perundangan tentang ibadah. Dan hal itu boleh diterima djuga. Sebab dalam kitab-kitab lainnja dari Perdjandjian Lama perajaan itu tak pernah disebut-sebut, bahkan dalam Kitab Esra/Nehemia jang mengisahkan hari-hari raja jang dirajakan Israil setelah kembali dari pembuangan, Hari Pentjeriaan itu tidak sampai disebut. Hal itu aneh betul mengingat kedudukan penting jang dipegang perajaan itu dalam Kitab Levitika. Orang tjondong mengambil kesimpulan, bahwa perajaan itu dahulu belum ada atau setidak-tidaknja kurang penting dalam ibadah Israil. Oleh karenanja sementara ahli menerima sadja, bahwa perajaan itu baru berkembang sesudah djaman Esra/Nehemia (sekitar th. 300 seb. Mas. ). Tetapi ahli-ahli lain berkata: Aneh betul suatu perajaan dalam mana peti perdjandjian memegang peranan demikian penting (bdk. Lv. 16,13-14.15) ditjiptakan setelah peti perdjandjian sudah lam lenjap dan tidak ada lagi dalam Baitullah. Masalahnja memang agak berbelit dan ruwet sekali. Mungkin dapat dikatakan sbb: Dahulukala sudah ada upatjara jang serupa dengan Hari Pentjeriaan, tetapi upatjara itu kurang penting. Sesudah pembuangan upatjara aseli itu diperkembangkan dan bertjampur dengan upatjara- upatjara lain dan achirnja mendjadi perajaan terpenting. Mengingat kesadaran terhadap dosa jang pada kaum Israil sesudah pembuangan amat kuat upacara sedemikian itu tentu dapat menarik perhatian. Dengan demikian dapat dimengerti, bahwa dari satu pihak tidak ada berita dari djaman sebelum pembuangan tentang upatjara jang dimasa itu kurang penting, dan dari lain pihak peti perdjandjian memegang peranan dalam upatjara jang kemudian diperkembangkan mendjadi perajaan jang utama. Dan sesungguhnja orang berkesan, bahwa dalam upatjara Hari Pentjeriaan ada dua upatjara bertjampur. Diatas ini sudah dikatakan teksnja kurang lantjar djalannja. Kiranja aj 3-4.11-14.15-19.23-25.27-29 adalah satu upatjara (jang pada gilirannja terdiri atas dua?) dan aj. 5-10.20-22.26 memuat upatjara lain. Mungkin upatjara terachir inilah bagian jang paling kuno dari ibadah Hari Penteriaan. Djadi ada upatjara kurban. Imam agung mempersembahkan kurban lembu djantan buat dosanja sendiri dan dosa keluarganja, ialah para imam. Ia masuk kedalam Kudus- mukadas (sekali setahun sadja) dan mendupai penutup peti perdjandjian serta merendjiskan darah kurban tsb. atasnja (Lv. 16,11-14). Kemudian ia mempersembahkan seekor kambing djantan buat dosa umat dan darahnja dipertjikkan diatas penutup peti perdjandjian (Lv. 16,15). Lalu tempat kudus dan chususnja mesbah ditahirkan dengan darah lembu djantan dan kambing djantan itu (Lv. 16,16- 19; bdk. 16,33). Tetapi disamping upatjara tsb. ada upatjara lain jang agak berbeda. Ada dua ekor kambing djantan dari umat. Undi dibuang diatasnja dan seekor mendjadi kurban penebus dosa guna umat dan seekor ditempatkan "dihadirat Jahwe". Imam agung menumpangkan tangannja atas kepala binatang itu, jang lalu diantar kegurun serta dilepaskan disitu "buat Azazel (sjaitan?). Kambing djantan itu membawa serta dosa umat (Lv. 16,8-10.220-22). Upatjara jang aneh itu sungguh menundjukkan djaman azali Israil. Boleh ditambahkan, bahwa upatjara jang serupa ada djuga dalam ibadah di Babel. Hari Pentjeriaan dirajakan dengan tjara lain lagi. Hari itu adalah hari istirahat jang mutlak dan hari puasa mutlak djuga. Agama Israil hanja mengenal hari puasa itu sadja sebagai suatu kewadjiban umum. Istilah Kitab Sutji jang menundjukkan puasa itu ialah "merendahkan diri". Sudah barang tentu Kitab Levitika bukanlah kitab Perdjandjian Lama jang paling
menarik pembatja modern. Orang sampai bertanja: Apa gunanja kitab itu bagi
kita, orang-orang keristen? Upatjara kurban dengan daging jang dipotong-potong
serta dibakar, sehingga seolah-olah orang mentjium bau busuknja, darah jang
mengalir; tahir dan nadjis, penjakit kulit dan kenadjisan rumah. Bukankah
kesemuanja itu sudah ketinggalan djaman dan apa manfaatnja membatja serta
mempeladjari kesemuanja itu? Boleh disetudjui, bahwa Kitab Levitika ini begitu
sadja tidak ada banjak manfaatnja lagi bagi kita. Namun demikian rupanja
generasi keristen jang pertama belum merasakannja begitu. Sebab kitab inipun
dalam Perdjandjian Baru dikutip (Lk. 2,22.24;Mt. 8,4; Lk. 17,14; Mt. 12,4)
sebagai hukum Allah jang patut ditepati. Adakalanja hukumnja diketjam ( Dan sudah barang tentu sebagai kumpulan hukum jang terperitji dan upatjara- upatjara jang bersangkutan Kitab Levitika ketinggalan djaman. Namun demikian didalamnja termuat suatu kabard langgeng serta awet jang bernilai serta berlaku didjaman Masehi djuga. Apa jang hendak diwudjudkan oleh ibadah dan hukum rituil itu terus mau diwudjudkan Perdjandjian Baru djuga, meski setjara lain dan lebih luhur serta ampuh sekalipun. Dalam hal itu baiklah bagian pertama (ps. 1-16) dan bagian kedua (ps. 17-26) dari Kitab Levitika dihubungkan satu sama lain. Sebab kedua bagian ini berimbangan dan saling melengkapi. Dan mungkin sekali penjusun terachir kitab ini mempertalikan kedua "kitab hukum" itu djustru dengan maksud mentjapai keseimbangan jang perlu. Bagian pertama tsb. membentangkan ibadah umat Allah Perdjandjian Lama. Dengan demikian umat itu diperlihatkan sebagai persekutuan ibadah dan ibadah itu merupakan unsur hakiki umat Jahwe. Masing-masing orang harus ikut serta dalam ibadah untuk berhubungan dengan Tuhan. Ibadah itu adalah ilahi, sebab seluruhnja ditetapkan oleh Allah sendiri. Djalan agar orang dapat mendekati Tuhan tidak tidak diserahkan kepada wewenang sendiri, melainkan haruslah orang menjesuaikan diri dengan apa jang ditentukan guna umat seluruhnja. Nah, gagasan itu kiranja tetap berlaku bagai umat Allah Perdjandjian Baru pula. Alat dan djalan untuk mendekati Tuhan ialah umat jang beribadah. Pada hakekatnja ibadah itu ditetapkan oleh Tuhan sendiri, dan masing-masing orang harus menjesuaikan diri. Dalam hubungan dengan Tuhan orang tidak boleh bertindak semau-maunja sadja. Perlu ia menjesuaikan diri dengan umat seluruhnja dan dengan apa jang ditetapkan Tuhan, entah langsung entah tidak. Masa kita terlalu suka akan individualisme dan subjektivisme jang melampaui batas. Dalam Kitab Levitika Tuhan mengatakan, bahwa tidak demikian maksudNja berkenaan dengan umatNja. Umatlah jang paling penting; dan ibadah umat jang dahulu diadakan serta ditetapkan oleh Tuhan selalu harus diutamakan. Ibadah jang dipaparkan oleh Kitab Levitika nampaklah sebagai kurnia Allah jang dianugerahkan kepada umat perdjandjian. Seluruh ibadah itu dipertalikan dengan perdjandjian digunung Sinai, oleh karena merupakan pelaksanaannja. Berkat ibadah jang sutji itu umat dapat, boleh dan bahkan harus mendekati Tuhan perdjadjian untuk menerima berkahNja jang berlimpah. Dengan djalan itu tidak sanggup tapi disanggupkan oleh Tuhan sendiri. Djadi ibadah itu adalah rahmat dan kurnia Tuhan semata-mata dan berkat anugerah itulah umat dapat menghadap Tuhannja. Nah, hal jang sama harus dikatakan tentang ibadah umat Allah Perdjandjian Baru. Itupun suatu kurnia belaka jang patut dihargai serta diutamakan. Memang ada halangan dalam perhubungan antara umat dan Tuhan, jaitu dosa jang diperbuat dan terus diperbuat oleh umat. Bagian pertama Kitab Levitika memandang dosa terutama sebagai "kenadjisan", suatu halangan untuk ikut serta dalam ibadah sutji jang mendekatkan orang kepada Allah. Dosa itu adalah pelanggaran objektip terhadap salah satu hukum dan karena pelanggaran itu keseimbangan terganggu, jang harus dipulihkan dulu, supaja orang dapat menghadap Tuhan lagi. Segi subjektip serta pertanggungandjawab pribadi tidak diperhatikan dalam kitab jang membentangkan ibadah objektip itu. Setjara objektip orang memperkosa hak Allah sebagaimana ditetapkan oleh hukumNja. Jahwe adalah Tuhan kehidupan dan mempunjai hak mutlak atas segala sesuatu jang bersangkutan dengan kehidupan. Hukum- hukumNja menekankan hak jang objektip itu. Dengan melanggar hukum manusia memperkosa setjara objektip hakilahi dan mengganggu keseimbangan. Semua peraturan tentang halal dan haram, tahir dan nadjis, kiranja ada sangkutpautnja dengan hak ilahi atas kehidupan itu. Tetapi terang pulalah manusia mau tidak mau melanggar hukum itu dan dengan demikian memperkosa hak ilahi. Tetapi perkosaan itu djuga dengan sendirinja akan kembali kepada manusia berupa hukuman jang mengantjam hidupnja sendiri pula. Sebab orang telah memutuskan hubungan dengan sumber kehidupan, jaitu Tuhan. Dari sebab itupun ia tidak sanggup lagi ikut serta dalam ibadah jang menghidupkan. Akan tetapi ibadah itu sendiri (upatjara pentahiran, pentjeriaan), djadi kurnia Tuhan, kembali menjanggupkan orang melakukan ibadah itu. Allah sendiri telah menganugerahkan alat jang ampuh untuk mengalahkan antjaman jang dihadapi manusia jang memperkosa hak ilahi itu. Kembali Ia membuka djalan kepada kehidupan, jaitu kepada Allah sendiri. Dengan demikian ibadah mendjadi alat ditangan manusia untuk melindungi dirinja terhadap bahaja-bahaja jang mengantjam seluruh hidupnja. Pandangan Kitab Levitika tsb. tentu sadja berat sebelah dan karenanja bahaja besar terkandung didalamnja. Tapi pandangan jang berat sebelah itu belum djuga pandangan jang salah. Dosa dipandang semata-mata dari segi objektip dan lahiriah sadja tanpa mempedulikan unsur subjektip dan pertanggungandjawab pribadi. Demikianpun ibadah dipandang sebagai alat objektip melulu, dari segi materiilnja. Mudah sadja semuanja merosot menjadi formalisme belaka, sebagaimana diketjam oleh para nabi dan oleh Jesus sendiri. Untunglah Lv. 1-16 bukan seluruh Kitab sutji atau seluruh Perdjandjian Lama. Namun demikian pandangan objektip tsb. adalah benar djuga , meskipun tidak seluruhnja. Ada suatu tata susunan objektip, ada hak ilahi jang objektip berlangsung dan perlu dihormati serta diakui oleh manusia. Djuga kalau manusia njata tidak sanggup, tata susunan itu tetap ada. Nah, Kitab Levitika mentjamkan kebenaran itu dalam hati-sanubari Israil. Ia memperingatkan kepada mereka, bahwa ada tata-susunan jang harus diakui serta dihormati dan tidak boleh begitu sadja disingkirkan atas dasar subjektif dan individuil belaka. Iapun menginsjafkan kepada umat itu, bahwa ia sendiri tidak sanggup mengakui tata-susunan tsb. Tetapi sekaligus ia memperlihatkan, bahwa Allah tidak membiarkan manusia begitu sadja, melainkan menganugerahkan kepadanja djalan dan alat untuk membereskan serta memulihkan tata-susunan tsb. Maka manusia toh dapat dan boleh mendekati Tuhan, sumber dan pokok kehidupan. Pandangan moderen jang menekankan unsur subjektip serta pertanggungandjawab tentu benar djuga, tapi mudah berat sebelah pula, sehingga manusia terlalu tjondong mengutamakan dirinja, djuga dihadapan Tuhan, dan melupakan susunan dan hak jang objektip berlaku. Djika Israil mungkin terlalu pertjaja pada ibadah lahiriah sebagai djalan untuk memperoleh berkah Tuhan (dan mungkin ada orang keristen jang pada dirinja sendiri, seolah-olah ia sendiri dapat melaksanakan serta membereskan segala sesuatu tanpa Tuhan serta anugerahNja. Adjaran bagian kedua Kitab Levitika agak berlainan (ps. 17-16) dan sesungguhnja sedikit banjak menjeimbangi pandangan jang berat sebelah dari bagian pertama. Bagian kedua ini seolah-olah mau memberikan suatu peringatan terhadap bahaja jang terkandung dalam bagian pertama. Disini bukan ibadah serta keampuhannja jang mendjadi pusat perhatian, melainkan Allah dan umat jang dalam ibadah berhubung-hubungan. Ditandaskanlah kekudusan Allah jang djauh melampaui batas tjiptaanNja dan jang terpentjil dari segala machlukNja. Allah jang kudus itu memilih bagi diriNja suatu umat dan tetap tinggal ditengah-tengahnja, maka haruslah umat itupun kudus dan terpentjil. Kesutjian jang dituntut itu tidak hanja mengenai hubungan dengan Tuhan melulu (ibadah), tetapi merangkum seluruh kehidupan. Segala sesuatu haruslah kudus, oleh karena Tuhan kudus adanja, demikian djuga hubungan anggota-anggota umat satu sama lain. Karena itu terdapatlah dalam bagian kedua ini pelbagai hukum jang mengatur kelakuan sosial, perhubungan dengan sesama manusia, penggunaan tanah jang sesungguhnja milik Jahwe jang kudus. Peraturan-peraturan tentang perkawinan kiranja bermaksud mementjilkan umat Israil dari bangsa-bangsa tetangga serta keburukannja (kekafiran) dan mempertahankan kemurnian bangsa Israil. Demikianpun peringatan jang agak sering terdapat untuk mendjauhi adat-istiadat serta ibadah kaum kafir. Hanja Tuhan sadja boleh disembah dan hanja pada Dialah orang boleh minta pertolongan, bukannja kepada kepada dewata kafir dan tukang tenungnja. Bagian pertama Kitab Levitika seolah-olah berdaja-upaja untuk menghapus dosa jang menghalangi hubungan dengan Allah dalam ibadah; bagian kedua ini lebih-lebih berusaha untuk menghindarkan, supaja dosa djangan sampai terdjadi oleh karena dosa itu tidak tjotjok dengan umat Allah jang haruslah kudus. Dosapun tidak nampak lagi sebagai pelanggaran hukum ibadah sadja, melainkan dosa djauh mendalam, oleh karena mendjauhkan manusia dari Allah jang kudus. Dengan perkataan lain: segi kebatinan dan kesusilaan dalam bagian ini ditekankan sedangkan segi lahiriah dan keibadahan kurang nampak, meskipun tentu masih ada djuga. Gagasan tentang kekudusan Allah jang menuntut kesutjian dari umatNja memang terus berlaku djuga. Demikianpun gagasan bahwa hukum Allah tidak hanja mengenai ibadah tapi seluruh kehidupan, belum usang dan ketinggalan djaman. Orang keristenpun tetap harus insaf akan kekudusan ilahi, Allah jang sama sekali berlainan dan karenanja menuntut dari manusia jang dipilihNja sikap dan kelakuan jang sepadan. Tetap tinggal djuga, bahwa ibadah tidak boleh ditjeraikan dari kehidupan jang njata. Ibadah sutji menuntut umat sutji. Dengan demikian Kitab Levitika masih dapat berbitjara kepada manusia keristen djuga, asal ia dapat mengupas kulitnja untuk sampai kepada intinja jang paling dalam. Dan apabila orang keristen pun terus mengalami ketidaksanggupannja untuk memadai tuntutan pilihannja, maka bagian Kitab Levitika berkata kepadanja: Djangan putus harapan, Tuhan menjampaikan djalan djalan dan alat untuk terus mentjari serta mendekati Dia. Berhubung dengan Kitab Levitikapun Jesus tidak datang menghapus Taurat, melainkan menjempurnakannja serta mempertahankan intinja jang abadi, dengan mengambil alih inti itu, jang dilepaskan dari apa jang sambilan, lalu diluhurkan dan ditinggikan. |
(0.17519160714286) | (Ul 4:24) |
(ende) Api jang makan habis: gambaran itu telah kita ketemukan dalam tradisi tentang Abraham (Kej 15:17) dan Musa (Kel 3:2; 13:21). Akan tetapi disini ungkapan itu terutama sekali menjatakan apa jang dialami oleh bangsa Israel dalam hubungannja dengan Jahwe: jakni kebesaranNja serta kedudukanNja jang menjeluruh dan tunggal. Jahwe samasekali berada diatas manusia dan duniaNja. Dalam kehadiran Allah manusia menaruh segan sekali terhadapNja (Kel 20:18-20; Ula 5:24-26). Ia mengalami bahwa Allah menuntutnja seluruhnja untuk diriNja sendiri serta membakar dan memusnahkan segala jang tidak kudus. Itu berarti bahwa Allah tidak dapat membiarkan manusia jang telah diberi wahju mengenai DiriNja: masih memberi penghormatan kepada dewa-dewa lain. Dari sebab itu Ia djuga disebut sebagai Allah jang "iri-hati". Sikap itu menundjukkan kepada totalitas dari kekuasaan Allah dan tjurahan tjinta kasihNja kepada umatNja. Hubungan serupa itu tak dapat membiarkan sikap mendua hati dan kompromi: melainkan mentjakup manusia sebagai keseluruhan. Djustru dalam hal ini pula Jahwe itu berlainan dengan para dewa bangsa-bangsa lainnja. itu merupakan unsur pokok pengertian bangsa Israel mengenai Allah. Pengertian itu tetap hidup dalam segenap djaman dari sedjarah bangsa Israel. Adapun keistimewaan wahju bangsa Israel itu ialah bahwa Allah jang transenden dan jang maha-besar itu hendak menghampiri manusia sedekat-dekatnja. (bdk. Ula 4:7). |
(0.17519160714286) | (2Raj 2:10) |
(ende) Djadi, bahwa Elija itu diangkat tidak nampak oleh sembarang orang. Peristiwa itu merupakan suatu rahasia jang dibukakan Allah sadja kepada siapa dipilihNja. Pelukis jang berikut mengenai nabi Elija (penglihatan Elisja'?) mau menjatakan sadja betapa Elija disajangi oleh Jahwe dan betapa tinggi martabatnja. Tidak ada gunanja untuk bertanja apa jang persis terdjadi dengan Elija. Tetapi disini letaknja sesuatu pangkalan untuk kejakinan, bahwa orang jang hilang dari bumi ini (mati), toh tidak terpisah dari Allah, seperti nasib orang mati dalam pratala sering dibajangkan, melainkan bagaimana djua berada pada Allah. Orang2 Israil dahulu tidak membedakan antara djiwa dan raga, hingga mereka sukar dapat memikirkan keadaan orang mati. Tetapi disini nampak bahwa orang toh melihat sesuatu kemungkinan, bahwa orang dan sungguh2 hidup. Dari pelukisan ini mengenai nasib Elija (meskipun tidak dikatakan, bahwa ia tidak mati) muntjullah kejakinan bahwa ia tidak mati dan pada achir djaman akan kembali (Mal 4:4-5; Sir 48:10; Mar 6:15; 8:28; 9:11). |
(0.17519160714286) | (Yes 7:14) |
(ende) Kurang djelas apakah "alamat" itu. Biasanja dimengerti kelahiran anak dari seorang dara, jakni anak Ahaz sendiri, Hizkia. Tapi rupanja seluruh nubuat ini harus suatu antjaman, sedangkan kelahiran anak itu merupakan djandji keselamatan (nama Imanuel-Allah beserta dengan kita aj. 15-16)(Yes 7:15-16). Maka itu beberapa ahli memisahkan 14b-16(Yes 7:14-16) dari ikatan teks ini dan membuatnja mendjadi nubuat tersendiri. ajat 14a(Yes 7:14a) lalu diteruskan Yes 7:17-25. Ahli lain berpendapat, bahwa anak jang didjandjikan itu adalah anak Jesaja sendiri. Dara adalah wanita muda, entah isteri radja Ahaz, entah isteri Jesaja. Terdjemahan Junani menterdjemahkan kata ini dengan "prawan". (demikianpun terdjemahan Latin Vlg.) Si nabi mendjadikan keselamatan dengan perantaraan seorang anak (keturunan radja) dan anak itu merupakan hasil karya Jahwe. Keselamatan jang sesungguhnja disampaikan Allah dengan perantaraan anak dari seorang prawan, Maria. Demikian apa jang disini didjandjikan si nabi sama sekali kesampaian oleh kelahiran anak adjaib jang sesungguhnja "Imanuel", Allah beserta dengan kita. Itulah sebabnja maka Perdjandjian Baru menterapkan nubuat ini pada Jesus. Baru ketika itu djandji itu dipenuhi seluruhnja, lebih2 daripada apa jang dikirakan nabi Jesaja sendiri. |
(0.17519160714286) | (1Kor 1:12) |
(ende: Apolos) Tokoh ini seorang terpeladjar dan pandai berpidato dari Aleksandria. Batjalah tentang dia Kis 18:24-28. Karena kegemilangan pembitjaraan dan bahasanja, orang Korintus rupanja lebih merasa tertarik kepada dia dari kepada Paulus, jang sederhana tjara bitjara dan bahasanja. Orang-orang Junani umumnja sangat gemar mendengarkan pidato jang indah-indah ("kebidjaksanaan kata-kata"), dengan tidak begitu mengindahkan isi. Kedangkalan ini diketjam Paulus dalam fasal-fasal berikut (1Ko 1:18-2:4). |
(0.17519160714286) | (Kej 1:1) |
(full:
) Penulis : Musa Tema : Permulaan Tanggal Penulisan: + 1445 -- 1405 SM Latar Belakang Kejadian cocok sebagai kitab Perjanjian Lama yang pertama dan sebagai pendahuluan yang hakiki dari seluruh Alkitab. Judul kitab ini di dalam bahasa Ibrani diambil dari kata pertamanya, _bereshith_ ("pada mulanya"). Nama "Kejadian" merupakan terjemahan judul Ibrani itu ke bahasa Yunani dan berarti "asal mula, sumber, penciptaan atau awal dari sesuatu." Kejadian merupakan "kitab permulaan." Penulisnya tidak disebutkan dalam kitab ini. Akan tetapi, kesaksian lain dalam Alkitab menunjukkan bahwa Musa merupakan penulis seluruh Pentateukh (yaitu, kelima kitab PL pertama) dan oleh karenanya juga Kejadian (mis. 1Raj 2:3; 2Raj 14:6; Ezr 6:18; Neh 13:1; Dan 9:11-13; Mal 4:4; Mr 12:26; Luk 16:29,31; Yoh 7:19-23; Kis 26:22; 1Kor 9:9; 2Kor 3:15). Demikian pula para penulis Yahudi kuno dan para bapa gereja semuanya menyatakan bahwa Musa menjadi penulis/penyusun Kejadian. Karena seluruh sejarah dalam Kejadian terjadi sebelum kehidupan Musa, peranannya dalam menulis Kejadian adalah menyusun, di bawah pengilhaman Roh Kudus, semua catatan lisan dan tulisan yang ada sejak Adam hingga wafatnya Yusuf yang sekarang menjadi isi Kejadian. Yang mungkin merupakan petunjuk dipakainya catatan-catatan sejarah oleh Musa ketika menulis Kejadian ialah bahwa terdapat 11 kali pemakaian "Demikianlah riwayat" atau "Iniliah keturunan" (Ibr. 'elleh toledoth' ) yang dapat diterjemahkan "inilah sejarah oleh" (lih. Kej 2:4; Kej 5:1; Kej 6:9; Kej 10:1; Kej 11:10,27; Kej 25:12,19; Kej 36:1,9; Kej 37:2). Kejadian mencatat penciptaan, permulaan sejarah manusia, dan asal mula umat Ibrani dan perjanjian Allah dengan mereka melalui Abraham dan leluhur lainnya dengan tepat. Ketepatan sejarahnya selaku Alkitab yang terilham dipastikan dalam PB oleh Tuhan Yesus (Mat 19:4-6; Mat 24:37-39; Luk 11:51; Luk 17:26-32; Yoh 7:21-23; Yoh 8:56-58) dan para rasul (Rom 4:1-25; 1Kor 15:21-22,45-47; 2Kor 11:3; Gal 3:8; Gal 4:22-24,28; 1Tim 2:13-14; Ibr 11:4-22; 2Pet 3:4-6; Yud 1:7,11). Sejarah Kejadian masih diperkuat oleh berbagai penemuan purbakala pada zaman modern. Musa dipersiapkan secara luar biasa melalui pendidikan (Kis 7:22) dan oleh Allah untuk menulis kitab pertama yang unik dalam Alkitab. Tujuan Kejadian menyediakan suatu landasan hakiki bagi Pentateukh dan semua penyataan Alkitabiah selanjutnya. Kejadian memelihara satu-satunya catatan yang dapat dipercaya mengenai awal alam semesta, umat manusia, perkawinan, dosa, kota-kota, bahasa-bahasa, bangsa-bangsa, Israel dan sejarah penebusan. Kejadian ditulis sesuai dengan tujuan Allah untuk memberikan umat perjanjian-Nya suatu pemahaman mendasar tentang diri-Nya, ciptaan, umat manusia, kejatuhan, kematian, penghakiman, perjanjian, dan janji penebusan melalui keturunan Abraham. Survai Kejadian dengan sendirinya terbagi atas dua bagian utama.
Ciri-ciri Khas Tujuh ciri utama menandai Kejadian.
Penggenapan Dalam Perjanjian Baru Kejadian menyatakan sejarah nubuat penebusan dan seorang Penebus yang akan datang melalui benih wanita (Kej 3:15), melalui keturunan Set (Kej 4:25-26), melalui keturunan Sem (Kej 9:26-27), dan melalui keturunan Abraham (Kej 12:3). PB menerapkan Kej 12:3 langsung pada persediaan Allah untuk penebusan di dalam Yesus Kristus (Gal 3:16,29). Banyak tokoh dan peristiwa dari Kejadian disebut dalam PB berkaitan dengan iman dan kebenaran (mis. Rom 4:1; Ibr 11:1-22), penghakiman oleh Allah (mis. Luk 17:26-29,32; 2Pet 3:6; Yud 1:7,11), dan pribadi Kristus (mis. Mat 1:1; Yoh 8:58; Ibr 7:1). |
(0.17519160714286) | (Kej 3:5) |
(full: KAMU AKAN MENJADI SEPERTI ALLAH.
) Nas : Kej 3:5 Iblis, sejak semula, menggoda manusia agar percaya bahwa mereka bisa menjadi seperti Allah dan menentukan sendiri apa yang baik dan apa pula yang jahat.
|