(0.23867205405405) | (Yoh 3:15) | (jerusalem) Var: Supaya setiap orang yang percaya beroleh hidup yang kekal oleh karena Dia. Allah memang pemilik dan penguasa hidup, Kej 9:4-5; Ula 32:39; Maz 36:10. KekuasaanNya itu diserahkan oleh Allah kepada Anak, Yoh 5:21; Yoh 10:18+; Yoh 17:2. Anak itu sendiri adalah hidup, Yoh 11:25; Yoh 14:6. Ia memiliki hidup itu dalam diriNya dan menganugerahkannya, Yoh 5:26, kepada mereka yang percaya kepadaNya, Yoh 1:4,12; Yoh 4:14; Yoh 5:24; Yoh 6:35; Yoh 20:31. Lambang hidup itu ialah air, Yoh 4:1+, dan hidup itu dipelihara oleh Firman, Yoh 6:35+. Hidup itu kerap kali dikatakan kekal dan dengan demikian mempunyai sifat ilahi, sehingga melebihi hidup jasmani dan sementara oleh karena lamanya hidup kekal tidak terukur, bdk Kej 21:33; Yes 40:28; Maz 90:2; Wis 5:15-16; dll. Hidup kekal itu dijanjikan kepada mereka yang percaya, bdk 2Ko 4:18, tetapi sekarang juga sudah diberikan, Yoh 3:36; Yoh 5:24; Yoh 6:40; Yoh 6:68; 1Yo 2:25, untuk diselesaikan dengan kebangkitan, Yoh 6:39-40,54; Yoh 11:25-26. Bdk juga Mat 7:14; Mat 18:8; Mat 19:16. |
(0.23867205405405) | (Rm 1:18) | (jerusalem) Uraian mengenai Kebenaran Allah yang menyatakan diri melalui Injil, yang nanti akan dilanjutkan dalam Rom 3:21 dst, disusul suatu uraian tentang kebalikannya ialah: di luar Injil hanya "kemurkaan Allah" yang menampakkan diri, baik dalam dunia orang-orang kafir, Rom 1:18-32, maupun dalam bangsa Yahudi, Rom 2:1-3:10. Kemurkaan itu pertama-tama menyatakan dirinya dalam diperbanyaknya dosa manusia. Dalam penghakiman terakhir akan disingkapkan seluruhnya, Rom 2:6+; Mat 3:7+. |
(0.21923428108108) | (1Tes 5:6) |
(full: BAIKLAH ... KITA ... BERJAGA-JAGA.
) Nas : 1Tes 5:6 Berjaga-jaga (Yun. _gregoreo_) berarti "tetap sadar dan waspada". Konteks (ayat 1Tes 5:4-9) menunjukkan bahwa Paulus tidak menasihati para pembacanya agar "berjaga-jaga" untuk "hari Tuhan" (ayat 1Tes 5:2), tetapi sebaliknya untuk bersiap secara rohani supaya luput dari murka pada hari itu, (bd. 1Tes 2:11-12; Luk 21:34-36).
|
(0.21923428108108) | (Yoh 1:1) |
(jerusalem) INJIL YOHANES PENGANTAR INJIL YOHANES DAN SURAT-SURAT YOHANES Injil Yohanes Kata Penutup pertama, Yoh 20:31, menyatakan termasuk jenis sastra Injil Yohanes dan begitu menempatkannya di dalam keseluruhan Perjanjian Baru. Sama seperti pewartaan yang paling tua demikianpun kitab ini tetap sebuah "Injil", artinya: pewartaan tentang Yesus sebagai Mesias dan Anak Allah. Pewartaan itu berpangkal pada "tanda-tanda" yang dikerjakan Yesus dan bermaksud mengembangkan iman akan Kristus supaya orang mendapat hidup. Meskipun ciri-cirinya menyatakan bahwa disusun di zaman agak belakangan, namun injil keempat ini berdekatan dengan pemberitaan atau "kerygma" pada awal mula agama Kristen. Tata susunan dan pokok utama injil Yohanes dan pemberitaan semula itu pada pokoknya sama: Yesus ditunjuk sebagai Mesias oleh turunnya Roh Kudus sebagaimana disaksikan Yohanes Pembaptis, 1:31-34; karya dan perkataan Yesus menyatakan "kemuliaanNya", 1:35- 12:50; menyusul kisah tentang wafat, kebangkitan dan beberapa penampakan Kristus, 13:1-20:20; akhirnya pengutusan para rasul yang diberi Roh Kudus dan kekuasaan mengampuni dosa, 20:21-29. Terlebih injil ini terjamin oleh seorang saksi tak bernama ialah "murid yang dikasihi Yesus", yang ikut serta dalam drama sengsara Yesus, 13:23; 19:26, 35; bdk 18:15 dst, melihat makam yang kosong, 20:2 dst, dan Kristus yang dibangkitkan, 21:7,20-24, ia barangkali adalah seorang dari kedua murid yang paling dahulu mengikuti Yesus, 1:35 dst. Kesemuanya itu sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan Kis 1:8+, supaya kesaksiannya itu boleh disebut "rasuli". Namun demikian karya Yohanes mempunyai beberapa ciri yang merupakan kekhasannya dan jelas membedakannya dengan ketiga injil sinoptik. Rupanya pengarang injil keempat terpengaruh sekali oleh sebuah alam pikiran yang tersebar luas di beberapa kalangan Yahudi dan pengungkapannya baru-baru ini ditemukan dalam naskah-naskah yang berasal dari sekelompok kaum Eseni di zaman itu yang berdiam di Qumran. Dalam naskah-naskah itu diberi perhatian khusus kepada "pengetahuan", dan perbendaharaan-katanya berdekatan dengan perbendaharaan-kata yang lazim dalam aliran dan alam pikiran yang disebut "gnosis"; terdapat di dalamnya semacam perseduaan (dualisme) yang terungkap dalam pertentangan-pertentangan seperti: cahaya-kegelapan, kebenaran-kebohongan, malaikat cahaya-malaikat kegelapan (Beliar namanya); khususnya di Qumran ditekankanlah mistik persatuan dan perlunya kasih persaudaraan sementara orang melayangkan pandangan ke akhir zaman. Segala pokok tersebut ditemukan kembali dalam injil Yohanes dan merupakan milik khas lingkungan Yahudi-kristen, yang kiranya menghasilkan injil itu. Masih ada hal lain lagi. Lebih dari injil-injil sinoptik, injil keempat ingin menonjolkan manakah makna kehidupan, perbuatan dan perkataan Yesus. Kejadian- kejadian kehidupan Yesus merupakan "tanda"; maknanya tidak segera jelas sehingga baru dipahami setelah Kristus dimuliakan, 2:22; 12:16; 13:7. Banyak perkataan Yesus mengandung makna rohani yang baru kemudian dipahami, bdk 2:19+. Roh Kudus yang berkata atas nama Yesus yang dibangkitkan bertugas memimpin para murid ke dalam seluruh kebenaran dengan mengingatkan dan mengajar mereka akan semua yang telah dikatakan Yesus kepada mereka, bdk 14:26+. Itulah tahap perwahyuan yang tercermin dalam injil Yohanes. Di lain pihak injil keempat lebih banyak terpengaruh oleh ibadat dan sakramen-sakramen Kristen dari pada injil-injil sinoptik. Kehidupan Yesus sendiri diberi kerangka ibadat Yahudi; dalam hubungan dengan hari-hari raya utama dan kerap kali dalam bait Allah Yesus mengerjakan mujizat-mujizat dan menyampaikan wejangan-wejangan yang paling penting; selanjutnya Yesuspun mengajar bahwa Ia sendiri menjadi pusat suatu agama dan ibadat baru "dalam roh dan kebenaran", 4:24; agama dan ibadat baru itu mengungkapkan dan mewujudkan dirinya melalui sakramen-sakramen. Pembicaraan Yesus dengan Nikodemus mengandung segala unsur yang cocok dengan sebuah pengajaran yang menyiapkan atau menyertai baptisan, 3:1-21; dan gagasan bahwa baptisan berupa sebuah penerangan, 9:1-39, atau kebangkitan, 5:1-14; 7:21-24, rupanya memberi latar belakang kepada cerita tentang penyembuhan orang yang lahir buta dan orang lumpuh. Sebuah ringkasan lengkap dari pengajaran mengenai Ekaristi tercantum dalam bab 6. Misteri Paskah Kristen yang mengganti Paskah lama meresap ke dalam seluruh injil itu, 1:29, 36; 2:13; 6:4; 19:36. Upacara pembasuhan Yahudi yang lazim pada perayaan Paskah, 2:6; 3:25, diganti dengan pembersihan jiwa oleh firman, 15:3, dan Roh, 20:22 dst. Dengan demikian maka kehidupan Yesus dihubungkan dengan misteri Kristen yang dihayati dalam ibadat dan sakramen-sakramen jemaat. Jelaslah injil keempat merupakan karya yang majemuk : berdekatan dengan bentuk pewartaan Kristen yang paling dahulu, tetapi juga menjadi penyelesaian suatu usaha yang dipimpin oleh Roh Kudus untuk mencari pemahaman lebih mendalam dan lebih jernih tentang misteri Yesus. Setiap penginjil mempunyai suatu pandangan utama mengenai Yesus serta karyaNya. Menurut pandangan Yohanes, maka Yesus adalah Firman yang telah menjadi daging untuk menyampaikan hidup kepada manusia, 1:14. Maka rahasia penjelmaan menguasai seluruh pemikiran Yohanes. Teologi tentang penjelmaan itu terungkap dengan menggunakan gagasan "pengutusan" dan "kesaksian". Yesus ialah Firman yang diutus oleh Bapa ke dunia, lalu setelah karyaNya selesai kembali kepada Allah, bdk 1:1+. Tugas itu tidak lain kecuali memaklumkan kepada manusia misteri-misteri ilahi. Yesus menjadi saksi tentang apa yang dilihat dan didengarNya pada Bapa, bdk 3:11+. Untuk mengesahkan pengutusanNya maka Allah memberi Yesus kekuasaan mengerjakan sejumlah karya ialah "tanda-tanda" yang memang melampaui apa yang mungkin bagi manusia. Maka terbuktilah Yesus benar-benar diutus oleh Allah yang berkarya dalam diri Yesus, bdk 2:11+. Tanda-tanda itu menjadi pernyataan terselubung dari kemuliaan Yesus yang penyingkapan lengkapnya dinantikan pada hari kebangkitan, bdk 1:14+. Sebab sesuai dengan nubuat Yes 52:13 (LXX), Anak Manusia harus "ditinggikan", dan melalui salib kembali kepada Bapa, bdk 12:32+. Lalu ia menemukan kembali kemuliaan yang ada pada Allah "sebelum dunia ada", 17:5+, 24. Kemuliaan itu sudah dinyatakan kepada para nabi dahulu, bdk 5:39, 46; 12:41; 19:37 serta catatan-catatannya. Penyingkapan kemuliaan itu berupa penampakan Allah yang menyempurnakan dan menggenapkan semua penampakan Allah dahulu, penampakanNya dalam penciptaan, 1:1, penampakanNya kepada Abraham, 8:56, Yakub 1:51, Musa 1:17, para nabi. Kemuliaan "Hari Yahwe", bdk, bdk Ams 5:18+, menjadi lengkap pada Hari Yesus, 8:56, khususnya pada "SaatNya", 2:4+, saat "peninggian" dan "pemuliaanNya"; pada saat itu tersingkaplah keluhuran transenden yang menjadi milik "utusan", bdk 8:24+; 10:30+, yang datang ke dunia untuk membawa hidup, bdk 3:35+, kepada mereka yang dengan kepercayaan menyambut kabar keselamatan yang disampaikan olehNya, bdk 3:11+. Dan justru oleh karena seluruh "pengutusan" Anak itu terarah kepada suatu karya keselamatan maka pengutusan itu menjadi penyingkapan kasih Bapa terhadap dunia, yang terakhir dan paling lengkap, bdk 17:6+. Dalam injil-injil Sinoptik penyingkapan kemuliaan Kristus terutama dihubungkan dengan kembaliNya pada akhir zaman, bdk Mat 16:27 dst. Memanglah dalam injil Yohanespun unsur-unsur utama dari eskatologia tradisionil ditemukan juga: orang menantikan "hari terakhir" 6:39 dst; 11:24; 12:48, hari "kedatangan" Yesus, 14:3; 21:22 dst, dan kebangkitan orang-orang mati, 5, 28 dst; 11:24, serta penghakiman terakhir 5:29, 45; 3:36. Namun demikian mudah saja orang melihat dalam injil keempat suatu tendensi rangkap dua, yakni: mengaktualisasikan dan menginteriorisasikan eskatologia tradisionil. Kedatangan Yesus ke dunia melalui penjelmaan, peninggiannNya di salib dan kembaliNya melalui Roh Kudus dianggap sebagai "kedatangan" Anak Manusia; penghakiman sekarang sudah terjadi di dalam hati orang, hidup kekal (yang dalam injil Yohanes mengganti istilah "Kerajaan" yang digemari para Sinoptisi) sekarang sudah dimiliki oleh karena iman. Maka drama yang dipentaskan di Palestina menjadi inti drama eskatologis. Memang di belakang orang-orang Yahudi yang menolak Yesus itu tampillah sebuah kenyataan yang lebih luas, yakni "dunia", bdk 1:9-10+, atau "kegelapan" bdk 8:12+, yang dikuasai oleh Iblis, "penguasa dunia", bdk 1Yoh 2:13 dst, yang melawan Allah serta MesiasNya. Setiap orang terlibat dalam drama rohani itu: di hadapan Firman yang menjadi daging terlaksanalah "penghakiman dunia", 12:31-32, pengutukan dan kekalahannya, 16:7-11, 33. Kalau Kristus dengan rela menyerahkan nyawaNya, bdk 10:18+, dan kalau "ditinggikan" di kayu salib, maka maksudnya ialah memperoleh kemuliaanNya, bdk 12:32+, yang sejak itu menjadi nyata di hadapan sekalian orang untuk mendatangkan malu kepada dunia yang tidak percaya serta secara definitip mengalahkan Iblis. Kemenangan Allah atas yang jahat dan keselamatan dunia terwujud melalui kebangkitan yang mulia, sehingga kembaliNya Kristus di akhir zaman hanya merupakan penggenapannya. Agak sukar juga menemukan bagan yang dituruti Yohanes dalam membentangkan misteri Kristus. Terlebih dulu perlu dicatat bahwa urutan peristiwa-peristiwa dalam injil keempat menimbulkan beberapa kesulitan: urutan bab 4, 5, 6, 7:1-24 sukar dimengerti; tidak tepat juga bahwa bab 15-17 menyusul 14:31, tepat Yesus sudah berangkat; kepingan-kepingan seperti 3:31-36 dan 12:44-50 ternyata kurang sesuai dengan konteksnya. Mungkin kekacauan itu disebabkan oleh cara Injil Yohanes digubah dan diterbitkan. Kiranya injil itu merupakan hasil perkembangan yang lambat laun sehingga di dalamnya terdapat unsur-unsur yang berasal dari masa yang berlain-lainan, penyaduran dan tambahan serta penyusunan ajaran yang sama namun dengan cara yang berbeda-beda, sedangkan keseluruhannya akhirnya diterbitkan bukanlah oleh Yohanes sendiri melainkan oleh murid-muridnya setelah Yohanes meninggal dunia, 21:24. Dengan demikian maka murid-murid itu memasukkan ke dalam kerangka injil yang asli berbagai kepingan yang berasal dari Yohanes dan yang oleh para muridnya tidak dibiarkan hilang sama sekali. Tempat kepingan- kepingan itu dalam keseluruhan belum juga ditentukan dengan saksama. Para ahli sudah mengemukakan beberapa pembagian injil Yohanes. Semua memang mengandung sedikit kebenaran, tetapi sering kali berat sebelah, oleh karena terlalu mau mensistematisasikan injil keempat. Paling baik kiranya orang membiarkan dirinya dibimbing oleh petunjuk-petunjuk jelas yang ditemukan dalam injil sendiri. Di satu pihak jelas, bahwa injil mau menonjolkan hari-hari raya ibadat Yahudi, yang menjadi pedoman kisahnya: tiga kali ada hari raya Paskah, 2:13; 6:4; 11:55, ada sebuah perayaan yang tidak disebut namanya, 5:1, dan sekali ada perayaan Pondok Daun, 7:2, dan hari raya Pentahbisan Bait Allah, 10:22. Di lain pihak pengarang beberapa kali dengan saksama mencatat urutan hari-hari untuk membagikan riwayat hidup Yesus menjadi berkala-kala. Misalnya: minggu pertama karya Yesus di depan umum, 1:19-2:11, pekan perayaan Pondok-Daun, 7:2, 14, 37, pekan sengsara Yesus 12:1, 12; 19:31, 42, yang ditempatkan antara lambang penguburan Yesus, 12:7, dan penguburan yang sesungguhnya, 19:38 dst. Begitu pula perlu diperhatikan disebutkannya perayaan Paskah yang pertama, 4:45, yang jelas menutup bagian-bagian yang mulai dengan 2:13 -25, tempat dikatakan bahwa hari raya Paskah itu sudah dekat. Dengan mempertimbangkan kedua gejala tersebut (catatan mengenai urutan hari-hari dan hari-hari raya Yahudi) maka injil keempat dapat dibagi sebagai berikut: Prakata, 1:1-18: "Pada mulanya............"I Karya Yesus : 1. Tata penyelamatan baru diberitakan, 1:19-4:54: Pekan pembukaan kejadian-kejadian yang berkisar pada Perayaan Paskah yang pertama. 2. Perayaan kedua, pada suatu hari Sabat, di Yerusalem: perlawanan pertama terhadap pernyataan, 5:1-47. 3. Di Galilea, Paskah yang kedua: perlawanan baru terhadap pernyataan, 6:1-71. 4. Perayaan Pondok-Daun: pernyataan besar tentang Mesias, yang ditolak mentah-mentah 7:1-10:21. 5. Hari Raya Pentahbisan Bait Allah: keputusan membunuh Yesus, 10:22- 11:54. 6. Akhir karya Yesus dan persiapan untuk Paskah yang terakhir, 11:55-12:50 II Saat Yesus: Paskah Anak Domba Allah (13:1-20:31): 1. Perjamuan terakhir Yesus bersama murid-muridNya, 13:1-17:26 2. Penderitaan, 18-19 3. Cerita-cerita mengenai kebangkitan dan kebahagiaan mereka yang percaya. 20:1-29 4. Penutup injil yang pertama, 20:30-31. III Kata penutup 21:1-25: Hidup Gereja diberitakan dan kedatangan kembali Yesus diharapkan. Ada sebuah gagasan yang dapat ditarik dari pembagian tersebut ialah: Yesus mengakhiri lembaga-lembaga keagamaan Yahudi dengan menggenapinya. Adakah injil keempat berupa sebuah sumber tersendiri dan asli yang menyampaikan informasi khas, di samping ketiga injil sinoptik? Kalau benar demikian, manakah nilai historis injil Yohanes? Sehubungan dengan pertanyaan pertama yang dirumuskan di muka, dengan hati-hati dapat diajukan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut: Dalam Injil Yohanes ditemukan banyak petunjuk yang memberi kesan bahwa Yohanes mengenal tradisi yang tercantum dalam ketiga injil lain. Khususnya perlu diperhatikan bahwa injil keempat meninggalkan beberapa hal penting yang tercantum dalam injil sinoptik. Ini hanya dapat dimengerti, kalau Yohanes mengandaikan bahwa sidang pembaca sudah tahu akan hal-hal itu ; di lain pihak ada kalanya Yohanes ternyata mau memperincikan dan melengkapi tradisi para sinoptisi. Namun demikian penyelidikan-penyelidikan modern semakin menonjolkan ciri asli tradisi Yohanes yang tidak tergantung pada tradisi sinoptik. Bahkan dalam menceritakan kejadian-kejadian yang sama Yohanes nampak begitu asli, sehingga tak mungkin ia bergantung pada sinoptisi. Pengarang injil keempat mengenal kejadian-kejadian itu melalui jalan lain dari jalan-jalan injil sinoptik. Ia pantas dianggap sebagai sumber tersendiri, saksi asli dari tradisi purba. Memanglah hubungan antara injil Yohanes dan Injil Lukas jauh lebih erat dan boleh jadi Lukas dalam menggubah injilnya mengenal dan menggunakan paling sedikit tradisi-tradisi Yohanes (teristimewanya dalam kisah sengsara dan kisah kebangkitan) yang sudah lama ada, meskipun kiranya tidak mengenal injil keempat seperti sekarang ada. sebaliknya juga mungkin bahwa penggubahan injil Yohanes yang terakhir terpengaruh oleh injil karangan Lukas. Semakin mengakui bahwa injil keempat tidak tergantung, semakin para ahli mengakui pula nilai historisnya. Sehubungan dengan urutan peristiwa-peristiwa riwayat hidup Yesus, Yohanes kerap kali memerincikan lebih jauh apa yang dikisahkan para sinoptisi: misalnya lamanya karya Yesus dan urutan peristiwa dalam kisah sengsara dalam injil Yohanes nampaknya lebih tepat dari pada apa yang diceritakan injil-injil lain. Sehubungan dengan penyucian Bait Allah injil keempat memuat keterangan mengenai waktunya yang paling tepat di antara semua injil, 2:20, dan yang bersesuaian dengan keterangan yang tercantum dalam Luk 3:1. Demikianpun mengenai keterangan-keterangan mengenai tempat peristiwa- peristiwa terjadi dalam injil keempat lebih terperinci dari pada keterangan- keterangan yang disampaikan oleh injil-injil lain. Penggalian-penggalian modern di Palestina sudah beberapa kali membenarkan keterangan injil Yohanes (bdk kolam yang ada lima serambinya, 5:2). Seluruh injil berisikan petunjuk-petunjuk kongkrit yang terperinci, sehingga jelaslah si pengarang tahu baik-baik akan adat istiadat keagamaan Yahudi, mentalita para rabi, akan caranya para ahli Taurat menafsirkan menterapkan hukum Taurat. Akhirnya diri pribadi Yesus tetap seorang manusia sejati dengan kerendahan hati dan kesederhanaan yang mengharukan, bahkan dalam adegan-adegan yang paling "mulia" di mana Yesus yang dibangkitkan menampakkan diri kepada murid-muridNya. Dan demikian halnya, meskipun pengarang injil keempat memang menonjolkan transendensi Yesus. Selanjutnya karya Yohanes ini sama sekali tidak dapat dipahami, kalau orang menyangkal bahwa Yohanes yakin tentang kenyataan historis kejadian-kejadian yang diceritakannya. Tetapi orang jangan keliru. Pengertian tentang "sejarah" yang diandaikan injil keempat tentunya sangat berbeda dengan pengertian seorang sejarawan modern. Apa yang paling penting bagi si penginjil ialah: menonjolkan makna sebuah sejarah yang baik ilahi maupun manusiawi; memang sebuah sejarah, tetapi juga sebuah teologi; berlangsung dalam waktu, tetapi berurat-berakar dalam kekekalan. Pengarang injil keempat dengan teliti mau menceritakan dan menyampaikan kepada kepercayaan manusia peristiwa rohani yang terjadi di dunia oleh karena kedatangan Yesus Kristus, ialah penjelmaan Firman demi keselamatan manusia. Karena itulah maka penginjil memilih dan khususnya menonjolkan kejadian-kejadian yang menurut pendapatnya dapat mengandung suatu nilai simbolis; dengan jalan itu pengarang memberi kejadian-kejadian itu suatu kedalaman dan gema baru. Maka mujizat-mujizat yang diceritakan berupa "tanda", yang menyingkapkan kemuliaan Kristus dan melambangkan karunia yang diberikanNya kepada dunia (pembasuhan yang baru, roti hidup, terang, hidup). Pengarang injil sungguh mempunyai bakat untuk menangkap makna rohani yang terkandung dalam kejadian-kejadian dan untuk menemukan di dalamnya rahasia-rahasia ilahi, juga dalam peristiwa-peristiwa yang bukan mujizat (bdk 2:19-21; 9:7; 11:51 dst; 13:30; 19:31-37, dan catatan- catatannya). Pada kejadian-kejadian nyata dan historis ia melihat sebuah dimensi rohani; Yesus ialah terang, yang datang ke dunia; perjuangan Yesus tidak lain kecuali perjuangan terang melawan kegelapan; kematian Yesus ialah penghakiman dunia; seluruh kehidupanNya tidak lain merupakan pemenuhan lambang-lambang Mesias yang terungkap dalam Perjanjian Lama: Dialah Anak Domba Allah. 1:29, Bait Allah yang baru, 2:21, ular penyelamat yang ditinggikan di padang gurun, 3:14, roti hidup yang mengganti Manna, 6:35, Gembala yang baik, 10:11, pokok anggur yang benar, 15:1, dll. Gambaran Yesus yang baik ilahi maupun manusiawi itu memberikan kepada tokoh historis itu segenap dimensinya sebagai Penyelamat dunia. Jadi sehubungan dengan Yohanes tidak bolehlah "simbolis" diperlawankan dengan "historis"; simbolismenya ialah simbolisme kejadian-kejadian sendiri; simbolisme itu berpancar pada sejarah, berurat-berakar di dalamnya serta mengungkapkan makna sejarah itu. Bagi saksi unggul Firman yang menjadi itu simbolisme itu tidak ada artinya, kecuali dengan pra-syaratnya dalam sejarah. Soal terakhir yang perlu dikupas ialah: siapakah pengarang injil yang begitu berisi dan majemuk itu? Hampir seluruh tradisi Gereja bersehati menjawab: Rasul Yohanes bin Zebedeus. Sudah dalam pertengahan pertama abad II injil keempat dikenal dan dipergunakan oleh beberapa pujangga: Ignatius dari Antiokhia, pengarang "Ode Salomo", Papias, Yustinus; barangkali Klemens dari Roma sudah mengenal dan menggunakan Yohanes. Maka terbuktilah bahwa injil itu sudah mempunyai wibawa rasuli. Saksi pertama yang menyatakan hal itu dengan terang ialah Ireneus di sekitar th. 180. Katanya: "Selanjutnya Yohanes murid Tuhan ialah murid yang bersandar dekat kepadaNya, juga menerbitkan sebuah injil selama tinggal di Efesus". Hampir pada masa yang sama Klemens dari Aleksandria, Tertulianus, Kanon Muratorius dengan jelas menyatakan bahwa injil keempat dikarang oleh rasul Yohanes. Kalau pada peralihan dari abad II ke abad III ada sementara orang yang berpendapat lain, maka mereka mau menentang pengikut- pengikut Montanus yang menyalah-gunakan injil Yohanes untuk mendukung ajaran sendiri. Hanya pendapat lain itu tidak seberapa artinya dan oleh karena berdasarkan pertimbangan teologis tidaklah berakar dalam tradisi. Dalam injil sendiri tidak terdapat sesuatu yang berlawanan dengan tradisi itu. Sudah dikatakan di muka, bahwa injil itu memperkenalkan diri sebagai kesaksian seorang murid yang dikasihi Tuhan, seorang yang dengan mata kepala sendiri menyaksikan kejadian-kejadian yang dikisahkannya. Bahasa serta gaya bahasanya menyatakan bahwa injil itu berasal dari lingkungan ke-Yahudia-an; ia baik-baik mengenal adat-istiadat Yahudi dan juga keadaan setempat di Palestina di zaman Kristus. Nampaknya ia bersahabat dengan Petrus, 13:23 dst; 18:15; 20:3-10; 21:20-23. Dan Lukas memberitahukan bahwa memanglah demikian halnya dengan Yohanes, Luk 22:8; Kis 3:1-4, 11; 4:13, 19; 8:14. Akhirnya, bagaimana dapat dijelaskan kenyataan bahwa injil keempat sama sekali mendiamkan kedua anak Zebedeus? Keterangan yang paling tepat ialah: seorang di antaranya menuliskan injil itu. "Murid yang dikasihi Yesus... dialah yang menuliskan semuanya", 21:24 ialah murid yang bersama dengan Petrus dan Yakobus diutamakan oleh Yesus, Mrk 5:37; 9:2; 13:3; 14:33. Ada sementara orang yang berkata bahwa tak mungkin rasul Yohanes menulis injil keempat. Sebab ada berita bahwa rasul Yohanes mati sahid lama sebelumnya. Jadi mustahillah ia menulis injil yang dikatakan karangannya. Dan benar juga, ada sebuah tradisi yang mengatakan bahwa Yohanes mati sahid. Hanya adakah tradisi itu lebih berwibawa dari pada tradisi lain yang menyatkaan bahwa Yohanes hidup di kota Efesus sampai usia lanjut? Dan kalau ada tradisi yang berkata tentang Yohanes sebagai martir, namun ia tidak berkata apa-apa tentang kapan itu terjadi. Dari lain pihak sebagaimana sudah dikatakan di atas, tradisi-tradisi Yohanes pasti sudah terbentuk di masa lalu, kalaupun injil baru digubah dan diterbitkan jauh kemudian dari itu dan kiranya oleh murid-murid Yohanes. Dari sebab itu tetap mungkin bahwa injil keempat benar-benar berasal dari Yohanes, juga seandainya rasul itu sendiri mengalami kemartiran. Surat-surat Yohanes Di samping injil masih ada tiga surat yang oleh tradisi diperkenalkan sebagia surat-surat Yohanes. Memanglah ditinjau dari segi sastra dan ajaran karangan- karangan itu sangat berdekatan dengan injil keempat, sehingga sukar memisahkannya dari injil serta pengarangnya, ialah rasul Yohanes. Surat kedua dan ketiga tentu menimbulkan kebimbangan dan keraguan, sebagaimana sudah ternyata dalam karya Origenes, Eussebius dari Kaisarea dan Hieronimus; lama sekali kedua surat itu hanya diterima oleh jemaat di Antiokhia dan jemaat-jemaat lain di Siria sebagai Kitab Suci. Tetapi karena cirinya sebagai surat-surat kecil saja yang tidak penting sama sekali untuk ajaran Kristen, maka tidak dapat dipahami bagaimana surat-surat itu akhirnya berhasil diterima, kalau bukan benar-benar karangan Yohanes. Surat ketiga kiranya surat yang ditulis paling dahulu. Maksud surat itu ialah membereskan suatu pertikaian mengenai kewibawaan yang timbul dalam salah satu jemaat yang termasuk wewenang rasul Yohanes. Surat kedua berupa sebuah peringatan tertuju kepada jemaat lain, supaya hati-hati terhadap propaganda yang dilancarkan oleh sementara pengajar sesat yang menyangkal penjelmaan Kristus yang sesungguhnya. Adapun surat pertama adalah jauh lebih penting. Nampak sebagai macam surat edaran yang tertuju kepada jemaat-jemaat di Asia kecil yang terancam perpecahan akibat bidaah-bidaah pertama. Dalam surat itu Yohanes menyarikan unsur-unsur hakiki pengalaman keagamaan. Dengan bertitik-tolak beberapa pokok sejalan yang susul menyusul (terang, 1:5 dst, "pembenaran", 2:29 dst, kasih, 4:7-8 dst, kebenaran, 5:6 dst) ia mau memperlihatkan hubungan erat yang tidak dapat tidak terjalan antara kita sebagai anak Allah dan akhlak benar, yang tidak lain kecuali kesetiaan rangkap dua pada iman akan Kristus. Anak Allah, dan pada kasih persaudaraan (bdk catatan-catatan pada 1:3, 7). Karena gaya bahasa dan ajarannya maka surat inilah yang paling dekat dengan injil. Maka surat pertama itu dikarang pada masa yang sama, tetapi tidak lagi dapat dipastikan apakah surat mendahului injil atau sebaliknya. |
(0.21923428108108) | (Yer 45:1) |
(sh: Pelajaran dari Barukh (Kamis, 17 Mei 2001)) Pelajaran dari BarukhPelajaran dari Barukh. Pasal ini merupakan penutup bagi kisah Yeremia dan Yehuda karena nama Yeremia disebut terakhir kalinya sebagai bagian dari sebuah peristiwa. Berdasarkan keterangan waktu yang diberikan (1), pasal ini berhubungan dengan pasal 36.
Sebagai pembantu setia Yeremia, Barukh pasti ikut mengalami
risiko yang hebat dari pelayanan Yeremia ( Berdasarkan respons Allah atas keluhan Barukh yang nampaknya tidak lemah lembut (4-5) ada empat kebenaran yang dapat kita pelajari. Pertama, kesetiaan, kegigihan, dan ketekunan dalam pelayanan bukan tiket masuk ke dalam kehidupan yang bebas dari sakit hati, tangis, ketakutan, maupun ancaman maut. Kedua, risiko apa pun yang dialami oleh seorang pelayan Tuhan harus selalu dilihat dari perspektif tujuan karya Allah yang lebih besar bagi manusia. Jika Allah bertujuan untuk meruntuhkan apa yang sudah Ia bangun dan mencabut apa yang sudah Ia tanam bahkan sekalipun seluruh negeri, mengapa Barukh memikirkan kepentingannya sendiri? Ketiga, kesulitan, tekanan, dan ancaman yang dialami oleh hamba-Nya yang setia sudah diberi batas oleh Allah (5). Keempat, konsekuensi dosa dari kelompok mayoritas akan dialami oleh seluruh masyarakat termasuk di dalamnya orang benar. Seperti Yeremia dan Barukh, mereka pun harus merasakan kekurangan makanan, hidup di antara puing-puing, dan dipaksa mengungsi ke Mesir. Renungkan: Hidup Kristen sangat dinamis karena melibatkan emosi, perasaan, dan rasio. Kristen bukan robot. Ia diberi kesempatan untuk mengobservasi, berinteraksi, dan menganalisa peristiwa yang terjadi di sekitarnya dan yang menimpanya. Dengan jalan demikian ia akan menjadi manusia yang bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kehendak-Nya berdasarkan kerelaannya sendiri. Namun demikian Allah tetap memberikan batas-batas agar Kristen tidak sampai dihancurkan. |
(0.2109582972973) | (Kej 15:6) |
(ende) Abram pertjaja, bahwa Tuhan akan melaksanakan apa jang menurut perhitungan manusia tidak mungkin. Kepertjajaan jang "tidak dapat dipertanggungdjawabkan" atas dasar perhitungan manusia ini, adalah suatu unsur penting dalam paham Kitab Sutji tentang kepertjajaan (lihat Rom 4:18). Karena kepertjajaan, jang berarti: mengakui kekuasaan Tuhan jang tak kundjung batas ini, maka Abram berkenan kepada Tuhan. Sifat itu disebut "kebenaran" atau "keadilan", "kesutjian", begitulah seharusnja sifat manusia terhadap Tuhan jang Mahakuasa dan Mahatinggi. Sikap ini tidak terdiri dari perbuatan-perbuatan banjak, melainkan terbukti dalam penjerahan diri jang seutuhnja (Gal 3:6; Rom 4:2). Tuhan lalu melimpahkan rahmatNja. Tetapi tentu sadja kepertjajaan ini harus dinjatakan dalam bertindak atas dasar kepertjajaan pula, seperti ternjata djuga pada Abram (lihat Yak 2:20). |
(0.2109582972973) | (Kel 19:1) |
(ende) Dalam fasal-fasal berikutnja ditjeritakan peristiwa puntjak Pengungsian: Tuhan mewahjukan Diri kepada umatNja digunung Sinai, dan menganugerahkan HukumNja. Demikianlah setjara resmi diperkuatkan Perdjandjian, jang mendjadikan Israel umat Tuhan jang terpilih (aj. 5-6)(Kel 19:5-6). Faham "perdjandjian" berasal dari pengalaman perwahjuan di Sinai. Kemudian terutama tradisi P menggambarkan Perdjandjian ini telah disiapkan pada djaman Ibrahim (Kej 17 bandingkan Kej 15), bahkan dalam sedjarah sebelum itu (Noah: Kej 9:9). Memanglah Perdjandjian Sinai menepati djandji-djandji kepada Ibrahim pada taraf Nasional. Ketjuali itu menundjuk pula kearah Perdjandjian universil dan rohani dengan Israel baru, serta kearah kedatangan Keradjaan Allah: Perdjandjian Baru. Ini terutama mendjadi djelas pada djaman para Nabi (Yes 43:16-20; Yer 31:1-34:22; Yeh 36:24-32). Tentang letak gunung Sinai (Horeb) lihat Kata Pengantar. |
(0.2109582972973) | (Hak 1:1) |
(ende) HAKIM-HAKIM PENDAHULUAN Kitab “Hakim2” mendapat namanja dari tokoh2 jang memainkan peranan utama dalam kisah jang dikumpulkan dalam kitab ini.sedjak dulu kala kata Hibrani jang menjatakan nama mereka itu, diterdjemahkan dengan kata ”hakim2”; tetapi sebutan ini tidak seluruhnja sesuai dengan fungsi jang mereka djalankan. Selain tokoh nabiah Debora (4, 4-5), “hakim2” itu tidak mempunjai tugas resmi dalam hal peradilan. Mereka adalah terutama pedjuang dan pahlawan perang dan disebut pula dengan istilah “penjelamat” (2, 16; 3, 9. 15), hal mana sesungguhnja lebih bersesuaian dengan peranan , jang dimainkan mereka. Didalam sungguhnja lebih bersesuaian dengan peranan, jang dimainkan mereka. Didalam keadaan2 darurat mereka itu dipanggil langsung oleh Allah dan diilhami serta dibimbing oleh roh dan kekuatanNja, untuk menjelamatkan Israil atau sebagian dari penindas2. Tokoh Sjimsjon jang agak gandjil itu tampilseorang diri benar2 dan sama sekali tidakdapat dinamakan pemimpin rakjatdalam arti manapun djua. Namun demikian, iapun adalah seorang “hakim” (16, 31).dari seluruh kitab itu djelaslah kiranja, bahwa tokoh2 tersebut tidak disebut “hakim” dalam arti kata jang lazim. Mereka itu terutama adalah utusan Jahwe jang berkarunia, untuk bertindak atas namaNja. Dalam banjak hal mereka sama dengan para nabi. Tetapi kalau nabi2 itu diutus untuk berbitjara atas nama Jahwe, maka “hakim2” itu diutus untuk bertindak atas namaNja. Karunia atau charisma inilah jang merupakan tjiri chasnja. Si perebut kekuasaan, Abimelek tidak disebut “hakim”, tetapi “penguasa” (9, 22). Sebaliknja, beberapa tokoh dari antara mereka itu (Gide’on, Jeftah), memperlihatkan suatu ketjondongan jang amat kuat, untuk beralih dari panggilan charismatisnja kesuatu kekuasaan jang stabil, hal mana dengan sendirinja mengandung suatu peradilan jang teratur. Tetapi unsur ini rupa2nja tidak tertjantum dalam djabatan “hakim” menurut logat kitab Hakim2. Namun demikian, “hakim” sebagai utusan Jahwe memberikan keadilan kepada umatNja, dengan membebaskannja dari penindasan, hal mana berarti “hukuman” bagi para penindas. Perhubungan2 hukum antara umat dan Jahwe serta antara Israil dan musuh2nja, jang diperkosa itu dipulihkan oleh mereka dan dalam arti demikian pengertian “hakim”tidaksamasekali asing pada fungsi charismatis mereka. Boleh djadi dengan alasan itu terpilihlah kata itu bagi mereka. “Hakim2” itu tampil didjaman antara kematian Josjua’sampai ke Sjemuel. Tetapi tokoh Sjemuel (I Sjem.. 7, 15-17) dan djuga “Eli (I Sjem. 4, 18) termasuk djaman itu dipandang dari sudut historis dan theologis. Djuga tokoh Sjemuel pada permulaan tampilnja (I Sjem. 11, 5-11) masih kelihatan banjak persesuaiannja dengan hakim2 itu. Dalam diri Sjaul hasratakan keradjaan,jangdahulu sudah ada, mendapat perwudjudannja jang tetap, sehingga dengan itupun sesungguhnja djaman hakim2 itu berachir setjara definitif. Bagian pertamakitab Sjemuel (p. 1-12) bolehlah dari segi kesusasteraan dipandang sebagai kelandjutan langsung dari kitab Hakim2. Makanja ada ahli jang berpendapat, bahwa pasal2 permulaan Sjemuel itu memang tadinja termasuk dalam kitab Hakim2 dan baru kemudian dilepaskan daripadanja. Namun tiada bukti2 luaran bagi anggapan itu, bahwasanja kedua kitab itu dahulu pernah merupakan satu keseluruhan. Dalam menentukan lebih landjut djaman Hakim2 setjara chronologis, sedjauh itu disebutkan dalam kitab tersebut, orang terbentur pada kesulitan2 jang tidak ketjil. Ini bergandingan pula dengan kesulitan2 sematjam itu berkenaan dengan kitab Josjua’. Kelihatannja sadja kitab itu sendiri memberikan petundjuk2 jang amat teliti, sehingga rupa2nja sangat mudahlah menentukan lamanja waktu itu dengan tepat. Djika semua keterangan dikumpulkan (3, 8. 11. 14. 30; 4, 3; 5, 31; 6, 1; 8, 28; 9, 2; 10, 2. 3. 8; 12, 7. 9. 11. 14; 13, 1; 15, 20; 16, 21) maka sampailah kedjumlah 410 tahun, hal mana dibenarkan pula oleh 11, 26. Tetapi apabila hal ini dibandingkan dengan keterangan2 lain, timbullah keberatan2 jang tak teratasi. Meurut I Rdj. 6, 1 antara keluarnja Israil dari Mesir dan pembangunan baitullah oleh Sulaiman ada djarak waktu 480 tahun. Sudah temasuk didamnja waktu empatpuluh tahun digurun – pada dirinja angka ini agak di-buat2, - djaman Josjua’, para Hakim, ‘Eli, Sjemuel, Sjaul, Dawud dan keempat tahun permulaan pemerintahan Sulaiman. Djadi tidak mungkinlah djumlah 410 tahun itu bagi djaman para Hakim. Orang boleh mentjoba petjahkan soal ini dengan menempatkan beberapa Hakim pada waktu jang sama, - hal mana mungkin djuga, - dengan menundjuk akan di-buat2nja angka2 itu, dalam mana mungkin djuga, - dengan menundjuk akan di-buat2nja angka2 itu, dalam mana angka empatpuluh (_satu angkatan), sebagian atau lipatnja, memainkan peranan jang menjolok. Tetapi melalui djalan ini orang masih belum smpai kehasil jang memuaskan. Hampir semua ahli oleh karenanja melepskan sama sekali keterangan2 kitab Hakim2, untuk lalu membuat perhitungan mereka dengan menggunakan keterangan2 lain. Dengan kemungkinan jang tjukup besar dapatlah diterima, bahwa keluarnja Israil dari Mesir terdjadi sekitar tahun 1259. Naiknja Dawud diatas tachta dapat ditanggalkan sekitar th. 1012. Djika itu dikurangi dengan empatpuluh tahun digurun, djaman Josjua’ dan Djaman ‘Eli, Sjemuel dan Sjaul, maka djaman para Hakim berlangsung dari sekitar th. 1200 sampai l.k. th. 1040, djadi 160 – 180 tahun lamanja. Untuk melukiskan lebih landjut djaman sedjarah Israil tersebut maka diluar kitab Hakim2 itu sendiri hanja tersedialah keterangan sedikit sadja. Namun keterangan jang sedikit itu tjukuplah untuk membuat kembali suatu gambaran global jang agak teliti. Didjaman itu ditada keradjaan2 besar jang berkuasa, sehingga dalam kitab Hakim2 mereka tidak memainkan peranan sedikitpun. Israil datang dari gurun, dimana suku2 itu hidup dan susunannja sama seperti semua suku bedawi. Pada waktu tampilnja Mohammad belum banjak perubahannja dalam hal itu. Dari segi ekonomis penghidupan digurun itu sangat miskin. Palestina, jang pada hakikatnja bukannja salah satu tanah jang tersubur, bagi suku2 itu tampaknja seperti tanah susu dan madu. Adapun susunan kemasjarakatan suku2 digurun terdiri atas beberapa tingkatan dan taraf. Intipati keseluruhan dan sebetulnja satu2nja kesatuan jang kuat ialah keluarga. Keluarga terdiri atas bapak dengan isteri2 mereka. Melihat keturunan2nja sampai ke angkatan jang keepat adalah idam2an jang sangat diharapkan. Bapak keluarga adalah sungguh penguasa satu2nja jang mutlak dan kepala jang menentukan se-gala2nja. Beberapa keluarga sedemikian itu dari asal jang sama merupakan marga, jang terikat satu sama lain agak erat karena kesadaran akan asal jang sama itu. Achirnja beberapa marga karena asal jang sama merupakan suku inilah sebenarnja kestuan tertinggi, jang dikenal kalangan bedawi. Tidak djaranglah, marga2 jang sebetulnja asing, dimasukkan dalam suku lain, tetapi dalam hal itu asal jang sama lalau di-angan2kan. Proses inipun tidak djarang terdjadi pula di israil. Dengan pelbagai suku israil itu terdjadilah kenjataan jang aneh, bahwasanja mereka itu merupakan kesatuan jang lebih tinggi, bukannja berdasarkan asal-usul, melainkan agama. Mereka dipersatukan satu sama lain karena iman jang sama akan Allah jang Esa, Jahwe, dengan ibadah umum jang bersesuaian dengan itu dan tempat sutji pusat, jang sungguhpun bukan satu2nja tapi toh jang utama adanja. Digurun tempat itu ialah Kadesj. Iman jang satu dan penghajatannja itu tidak pernah membiarkan rasa persatuan fundamentil melenjap dari tengah2 Israil. Suku2 primitif itu merembes ke Palestina didjaman Josjua’ dan djuga sesudahnja; hal mana lambat-laun mengakibatkan perombakan umum. Mereka menduduki sebagian negerr itu, baik dengan djalan damai maupun dengan djalan kekerasan, chususnja daerah2 pegunungan. Kota2 dan dataran2 untuk sebagian terbesar sementara tiu masih berada ditangan peduduk aseli. Pendahuluan pertama kitab Hakim2 menjadjikan gambaran jang agak boleh dipertjajai dari perembesan itu. Bangsa2 Kena’an, jang ada hubungan damainja dengan suku2 Israil, memiliki kebudajaan jang lebih tinggi tarafnja, hal mana njata sudah dari pemakaian besi. Mereka bukan bangsa2 pengembara, melainkan penduduk jang menetap sebagai petani, jang pusat kemasjarakatannja ialah kota dengan kebudajaan jang lebih tinggi dan kemakmuran jang agak besar. Agama mereka polytheistis, jang bersesuaian dengan penghidupan mereka sebagai petani. Dewa2 dan dewi2 mereka adalah dewa2 kesuburan, jang harus menanggung kesuburan tanah, manusia dan ternak. Pemudjaan dewa-dewi itu sangat bertjorak indriawi dan erotis. Tiap2 pusat ekonomis dan kemasjarakatan mempunjai Ba’alnja (Tuhan) sendiri dan Asjtarte (‘Asjtoret), djodohnja. Terhadap dewa2 dan dewi2 jang konkrit dengan pemudjaan jang mewah dan tjarut itu sangat menjoloklah Allah Israil, jang sungguhpun kuasa tapi toh agak abstrak dan amat susila, dan jang lebih sesuai dengan hidup keras digurun jang kersang daripada dengan hidup jang indah-sedap ditanah pertanian dan kemewahan kebudajaan-kota. Israil harus mengikat perang lawan situasi tiu. Dari segi militer dan kebudajaan, mereka djauh terbelakang. Djarang sekali mereka berhasil menduduki kota2 dan menetap disitu. Dan djika mereka mula2 berhasil, tidak djarang mereka tak lama kemudian dipukul mundur oleh penduduk aseli. Namun demikian, dimanapun djuga ada kesempatan, suku2 Israil itu menetap disitu setelah beberapa lama mengembara. Hal itu per-tama2 membawa akibat ini, bahwasanja persatuan antara suku jang toh sudah rumit itu diperlemah lagi dan didjaman para Hakim tidak djarang berubah mendjadi persaingan, perengketaan dan peperangan antara mereka sendiri. Karena kurang kukuhnja persatuan itu, maka tidak djaranglah penduduk aseli berhasil menaklukkan salah satu suku Israil, sedangkan suku2 dari urun dapat meluaskan pendjarahannja, dengan tak banjak perlawanan, sampai ke-daerah2 jang diduduki Israil. Kesulitan2 terbesar datang dari pihak Felesjet. Orang2 Felesjet menetap di-pantai2 Kena’an, kira2 waktu Israil merembes dari timur. Dari sana mereka merembes kepedalaman dan dengan sendirinja berbentrok dengan suku2 Israil. Dalam djaman para Hakim jang belakangan orang2 Felesjet jang lebih unggul dalam bidang militer menaklukkan sebagian besar wilajah Israil. Riwajan Sjimson dan Sjemuel memberikan buktinja jang djelas. Karena kenjataan, bahwasanja Israil berubah dari suku 2 pengembara mendjadi petani2 tetap, haruslah djuga terdjadi perubahan total dalam hal susunan masjarakatnja. Tentu sadja hal ini terdjadi dalam prosed lambat-laun, tetapi proses ini toh mendapatkan suatu kemadjuan jang mentjelakakan. Israil melihat susunan jang disesuaikan dari penduduk aseli. Pusat persatuan bukannja marga, melainkan kota, tempat ber-bagai2 marga tinggal ber-sama2. Karena hubungan Israil dengan penduduk negeri lebih bertjorak damai daripada perang, maka terdjadi djuga pertjampuran antara Israil dan orang2 Kena’an, lebih2 di-kota2. Kisah Abimelek dalam kitab Hakim2 adalah gambaran jang djelas dari perubahan susunan itu. Abimelek bukanlah seorang Sjeik atas suatu marga atau suku, melainkan radja suatu kota, dimana orang2 Israil tinggal bersama dengan orang2 Kena’an. Akan tetapi dalam bidang keigamaanlah Israil hanja dapat bertahan dengan banjak susah-pajah dan memelihara hidupnja sendiri. Agama dan ibadah bangsa2, dengan mana mereka berhubungan itu, mempunjai pengaruh jang tak terelakkan atas suku2 primitf itu. Betul mereka tak akan melepaskan Allah mereka sendiri: Jahwe tetap adalah Allah segala suku Israil. Tetapi Ba’al2 serta ‘Asjtoret2 setempat, jang telah memberkati umat mereka sendiri, tidak boleh dimurkakan, karena suku2 pengembara jang mendjadi penetap itu harus memperolah penghidupannja dari tanah jang sama djua. Budjukan, utnuk mengharapkan kesuburan dari dewa2 itu, terlalu besar. Maka menurut kenjataannja sampailah sebagian Israil pergi meudja Ba’al2 dan ‘Asjtoret2 disamping dan bersama dengan Allah mreka. Mereka mangambil-alih ibadah penduduk aseli dan malahan menirunja dalam ibadah mereka sendiri kepada jahwe. Di-mana2 timbullah pertjampur-adukan keigamaan, jang hendak memperdamaikan Ba’al dengan Jahwe. Betul, Jahwe adalah jang terbesar dari antara dewa2, jang dimintai pertolongan didalam keadaan darurat, tetapi bagi keperluan2 hidup sesehari Ba’al dan ‘Asjtoret lebih pentinglah adanja. Masih lama Jahwe harus berdjuang lawan Ba’al, sebelum Ba’al dikalahkan setjara definitif. Ditengah syncretisme jang umum itu tidak pernahlah Jahwe kehilangan pemudja2 sedjatiNja. Mereka itu memelihara tetap berkobarnja njala-api agama jang murni, sekalipun itu sering kali tertimbun abu. Tiap2 kali keadaan darurat sampai kepuntjaknja, maka tampillah dari kalangan mereka itu orang2 jang menjelamatkan baik agama maupun bangsa dari keruntuhan. Dari tengah2 mereka itu dipanggillah para Hakim, jang selain pahlawan perang djuga senantiasa raksasa2 dalam iman jang utuh kepada Jahwe adanja. Tetapi pemudja2 Jahwe jang sedjati, seperti Gide’on, Jeftah dan Sjimson-pun tidak selalu tahu menark kesimpulan2 susila dari iman mereka. Sebab keruntuhan keigamaan dibarengi dengan anarki susila jang tidak kurang ketjilnja. Dalam hal inipun djaman para Hakim dalam sedjarah Israil itu merupakan “abad besi” pula. Walaupun senantiasa ada suatu djarak antara iman keigamaan dan penghajatan susilanja. Namun tidak pernahlah di Israil djarak tadi sebesar dan kurang diinsjafi seperti didjaman itu. Tambahan kedua pada kitab Hakim2, jang melukiskan kebedjatan susila Gibe’on, jang dilindungi satu suku tertentu, sungguhpun suatu keterlaluan, namun menunjdjukkan suatu gedjala bagi keseluruhannja. Para Hakim sendiri bukanlah selalu tjontoh kesusilaan, hal mana bagi kita mungkin mendjadi batu sandungan. Djika sudah demikian halnja dengan pembesar2, maka dapatlah sedikit banjak dibajangkan, bagaimana keadaannja dengan rakjat djelata. Gambaran total djaman para Hakim adalah gambaran keprimitifan, kebiadaban, keliaran dan anarki jang besar, dalam mana ikatan suku2pun hanja sangat lemah adanja. Kendati demikian, arus-bawah jang kuat dari iman akan Jahwe tetap ada dan didjaman itupun tidak sampai lenjap. Dalam saat2 berkarunia arus itu sampai kepermukaan, untuk membuat Israil ttetap jakin akan kewadjiban2 susilanja maupun atas keastuan fundamentilnja dalam Allah jang kudus, Jahwe. Dari djaman tersebut kitab Hakim2 memelihara sedjumlah petilan bgi angkatan kemudian, jakni kisah jang pandjang atau pendek sekitar keenam tokoh, jang oleh karenanja lazim disebut “Hakim2 besar”, jaitu ‘Otniel, adik Josjua’, Ehud, Barak (Debora_, Gide’on, Jeftah dan Sjimsjon. Di-tengah2nja tersisiplah tjatatan2 jang santat singkat tentang enam tokoh lainnja, “Hakim2 ketjil”, jaitu Sjamgar, Tola’ Jair, Ibsan Elon dan Abdon, hal mana sesungguhnja tidak begitu djelas, apa mereka itu menurut sedjarah termasuk dalam djaman itu. Kisah pandjang-lebar tentang Abimelek adalah kelandjutan dan sematjam timbalan terhadap kisah Gide’on. Adapun Hakim2 besar itu tidak boleh dipandang begitu sadja sebagai pahwalan2 bangsa, sebab njaris dapat dikatakan adanja suatu “bangsa”, tetapi Israil lebih merupakan suatu kumpulan suku2. Djadi, mereka itu lebih tepat dikatakan pahwalan2 suku atau marga, jang perbuatan2 kedjajaannja di-sandjung2. Lepas dari bingkai jang merangkum tokoh2 itu dalam kitab Hakim2, maka njatalah mereka itu hanja sematjam pahlawan setempat sadja. Tiba2 mereka itu tampil kedepan ditengah suku ini atau itu lawan bahaja2 jang mengantjam dari luar atau penindasan dari pihak penduduk Kena’ an. Mereka menjerukan perang pembebasan, jang kemudian mereka selesaikan dengan hasil jang gemilang. Kadang2 beberapa suku lainnja, jang menghadapi bahaja atau penindasan jang sama, menggabungkan diri dengannja. Ehud adalah pahlawan suku Binjamin; ‘Otniel melakukan tugas itu bagi beberapa marga Juda dibagian selatan negeri itu. Debora dan Barak memimpn pemberontakan suku Efraim, jang diikuti suku2 Naftali, Zebulun, Isakar, Binjamin dan Menasje, sedangkan suku2 Rubed, Gad dan Asjer tetap lepas tangan. Gide’on adalah pahlawan marga Abi’ezer dari suku Menasje, jang berhasil mengikut- sertakan suku2 Asjer, Zebulun, dan Naftali dalam perang pembebasar. Isakar mempunjai pahlawannja dalam diri Tola’, sedang Menasje dapat membaggakan Jair. Gilead (Gad) diseberang timur Jarden me-mudji2 Jeftah dan suk Dan menurunkan raksasa Sjimsjon jang terpentjil, jang meluaskan petulangan2nja sampai kewilajah Juda. Efraim mempunjai tokoh sekundernja dalam diri ‘Abdon disamping Debora dan Barak. Suku Juda sama sekali tidak diketemukan dalam kitab Hakim2, tetapi kitab Sjemuel akan mengisahkan pahlawan, jakni Dawud, jang akan mengetjilkan semua tokoh lainnja. Kisah jang pandjang atau pendek itu merupakan bagian pokok kitab tersebut (5, 6- 16, 31). Itu didahului fua pendahuluan (1, 1-2, 5; 2, 6-3, 5) dan keseluruhannja dikuntji dengan dua tambahan jang satu tentang tempat sutji suku Dan (17) dan jang lain mengisahkan keruntuhan suku Binjamin sebagai hukuman atas kedurdjanaan kota Gibe’a (19-21). Di-tengah2 terdapat pula suatu penahuluan (10) jang mendahlui kisah2 tentang Jeftah dan Sjimsjon. Tiap2 kisah hakim selandjutnja ditempatkan dalam rangka jang serupa, jang perumusannja hanja merupakan ulangan singkat dari gagasan, jang dirumuskan dengan pandjang-lebar dalam pendahuluan adjaran jang kedua (3, 7.11; 4, 12.30; 4, 1-3.23.24; 5, 51c; 6, 1-2.7-10; 10, 6- 15; 12, 7; 13, 1; 15, 200; 16, 31b). dari itu njatalah, bahwa kisah2 tersebut gunanja untuk mendjelaskan gagasan jang dirumuskan dalam pendahuluan. Dari ichtisar ini djelaslah sudah, bahwa kitab Hakim2 tersusun dari ber-bagai2 unsur, jang terang berbeda satu sama lain. Kisah itu diambil dari sumber2 jang lebih kuno dan baru diolah mendjadi suatu kesatuan oleh penjuun dan lagi seakan2 dibubuhi dennga beberapa tjatatan. Kisah2 itu diluar dan sebelum tersusunnja kitab tersebut sudah ada tersendiri. Kisah2 itu sudah beredar didalam tradisi suku masing2, dan ketika achirnja dimasukkan dalam kitab, maka kisah2 itu hampir2 tidak dioleh lebih landjut, tapi diambil begitu sadja sebagaimana adanja. Pastilah kisah2 itu sudah lama ada didalam tradisi lisan se-mata2, sebelum kemudian dituliskan. Tetapi sangat boleh djadi kisah2 itu bukan baru dalam kitab Hakim2 itu terdapat bentuk tulisannja. Hanja tentang tjatatan2 ketjil mengenai hakim2 ketjil bolehlah kiranja diterima, bahwa itu dirumuskan oleh penjusun kitab itu, tetapi toh berdasarkan tradisi2 jang samar2. Djuga pendahuluan pertama jang bertjorak historis itu, se-tidak2nja mengenai isinja, berasal dari tradisi. Tetapi haruslah diterima, bahwa kisah2 itu sendiri terdjadi tak lama semudah peristiwa2 jang dikisahkan itu sendiri an segera mendapat bentuknja jang kurang lebih tetap. Dapat djuga dikirakan, bahwa didalam tradisi lisan itu pelbagai kisah tentang orang jang sama dan tentang peristiwa jng sama ditjampuradukkan. Asal kuno kisah2 jang tidak dapat disangkal ini merupakan djaminan pula bagi nilah sedjarahnja. Kalaupun dalam tradisi itu ditambahkan beberapa unsur, -pun pula unsur2 jang lebih bertjorak fokloristis, namun intipati dan perintjian2 umum kisah itu bersesuaian dengan kenjataan. Disini kita tidak bersua dengan dongengan, legenda atau mythos, melainkan dengan peristiwa2 dari masa kono Israil. Betul, kisah2 tu terlalu fragmentaris tjoraknja, untuk dapat menggambarkan kembali djaman para hakim dengan segala hal-ihwalnja jang ketjil2 tetapi bagan2 it mempunjai dasar jang sungguh2. Pada umumnja disetudjui, bahwa kitab Hakim2 dalam bentuknja jang sekarang tidak terdjadi dan tidak tersusun sekali djadi. Kitab itu boleh dikata berkembang setjara ber-angsur2. dengan itu tidaklah dimaksudkan, bahwa kisah2 itu tadinja sudah ada sendiri2, melainkan bahwa pengumpulannja berdjalan dalam beberapa tingkatan. Tetapi dalam menentukan lebih landjut tingkatan masing2, timbullah pendapat jang ber-lain2an antara para ahli. Ada ahli, jang berpangkal pada tradisi lisan sampai kelima tingkatan. Tingatan2 itu tidak selalu redaksi jang ber-turut2, tetapi djuga kumpulan2 jang sedjadjar djalannja dan kemudian dilebur djadi suatu kesatuan. Lebih umum ialah pendapat bahwasanja tjukup dua redaksi sadja, untuk sampai kebentuknja jang sekarang. Redaksi pertapa agaknja memuat kisah2 dari 5, 12-9, 57 bersama dengan pendahuluan jang bertjorak historis, 1, 1-2, 5. redaksi kedua, jang lebih bersifat theologis, telah menambahkan jang lain2 kepada redaksi pertama itu dan memperkaja bahan2 jang sudah ada dengan keterangan2 baru. Dari pengumpul belakangan ini berasallah pendahuluan kedua (2, 6-3, 6) dan kedua tambahan (17-18; 19-21). Menurut beberapa ahli kedua tambahan itu merupakan gantinja I Sjem. 1-12, jang katanja mula2 termasuk dalam kitab Hakim2. Tetapi rupanja tiada tjukup alasan, untuk menerima hubungan dengan I Sjem itu. Selandjutnja dapat dikirakan djuga adanja imbuhan2 ketjil dikemudian hari, jang tidak dapat merubah sedikitpun pada keseluruhannja. Djuga soal, bila kitab itu mendapat bentuknja jang definitif, djawabja sangat ber-beda2. sebagaimana halnja dengna kitab Jasjua’, demikian kitab Hakim2 oleh banjak ahli di-hubung2-kan dnegan Pentateuch (kelima kitab Musa), sedangkan dewasa ini lebih banjak ahli meng-hubung2kannja dnegan kitab Ulangtutur. Soal ini sudah dibitjarakan berkenaan dengan kitab Josjua’, dan apa jang dikatakan disana dapatlah diulang disini. Lebih baiklah kiranja dilepaskan sadja dari karja2 lainnja. Untuk menanggalkan kibtab itu melalui djalan lain. Tak seorangpun menjangkal, bahwa kitab Hakim2pun didukung oleh gagasan2 keigamaan jang sama seperti Ulangtutur, tetapi hal ini tidak berarti dengan mutlaknja, bahwasanja kitab tersebut bergantung dari padanja mengenai waktu terdjadinja. Dari sebab itu lebih baiklah penentuan waktu itu didasarkan atas keterangan2 dari kitab itu sendiri. Dari 18, 30-31 agaknja dapat disimpulan, bahwa si redaktor menjusun karjanja sesudah tahun 733 atau 722, keitik keradjaan utara Israil diangkut kepembuangan oleh Asyria. Tetapi tidak sedikitlah ahli jang menganggap ajat2 tersebut sebagai imbuhan belakangan, sendangkan ahli2 lainnja mau memperbaiki teks itu, sehingga bukan penduduk negeri itu melainkan peti Jahwelah jang diangkut ketempat lain, hal mana di-hubung2kan dengan penghantjuran tempat sutji di Silo didjaman Sjemuel oleh orang2 Felesjet. Rumus jang di-ulang2 sadja dalam bagian2 terachir: “tiada radja di Israil” (17, 6; 18, 15; 19, 1; 21, 25) sebagai pendjelasan adanja kebedjatan susila, mengandaikan pengetahuan tentang keradjaan di Israil, malahan sebagai faktor tatatertib dan kesedjahteraan. Tetapi keradjaan belakangan dalam hal itu ternjatalah bukan suatu berkah, karena ketika itu terutama dikeradjaan utara tidak djaranglah keradjaan itu mendjadi sebab musababnja keruntuhan keigamaan dan susila. Redaktor terachir, jang membuat tjatatan2 itu, mestilah hidup pada awal keradjaan, jang mengachiri kekatjauan djaman para hakim. Djadi didjman Sjaul atau Dawud, sekitar th. 1050-950. bahwasanja dalam kitab itu ada ketjondongan2 anti-radja (Gibe’on, Abimelek) dapatlah diterangkan dari sumber2 jang digunakan, dan djustru pda awal keradjaan ketjondongan2 serupa itu masih lama berpengaruh. Pun kenjataan, bahwasanja kisah2 itu dilandjutkan dengan djiwa jang sama dalam kitab Sjemuel dapatlah dipandang sebagai suatu pembenaran penanggalan tersebut diatas. Bagaimanapun djua, pendapat jang hendak menanggalkan kitab itu (dalam redaksinja jang pertama) sesudah terdjadinja Ulangtutur sekitar tahun 632 atau (dalam redaksinja jang kedua) sedudah waktu pembugann tidak mempunjai alasan tjukup, untuk diterima sebgai pasti. Untuk memebrikan penanggalan kemudian, dikemukakan pula ktjaman terhadap tempat sutji di Dan, salah satu tempat sutji dikeradjaan utara, kritik mana terselip dalam pasal 17-18. Tetapi tjelaan tersebut sudah tjukup didjelaskan dnegna kenjataan, bahwa tempat sutji tersebut didirikan oleh orang2 jang sama sekali tak berwenang dan setjara se-wenang2 dan tanpa petundjuk satupun dari pihak Jahwe. Djuga didjaman kuno sekali tjara serupa itu tidak dapat dibenarkan oleh kalangan2 agama, dan kisah itu pada dirinja menerangkan keruntukhan besar dalam bidang keigamaan didjaman para hakim. Dalam seluruh kitab itu tidak terdapat petundjuk2 adanja perpisahan atanra Juda dan keradjaan-utara, tetapi Israil malahan dipandang sebagai suatu kesatuan. Dan hal ini njatalah dapat dimengerti didjaman sebelum perpisahan. Betul dapatlah diterima, bahwa belakanganpun masih ada perubahan dan imbuhan ketjil2an, karena tiada kitab satupun dari Perdjandjian Lama dipandangn sebgai sesuatu, jang tidak boleh diubah lagi. Sikap tersebut baru dari waktu djauh belakangan. Pada hakikatnja sukarlah, jah malahan tidak mungkinlah menjebut nama2 para penjusun kitab Hakim2. Dikalangan Jahudi dan djuga dikalangan Kristern lamalah Sjemuel dianggap sebagai pengarangnja dan itupun oleh beberapa ahli masih dianggap mungkin. Tetapi achirnja kesemuanja itu hanja bersandarikan perkiraan sadja dan tetap sukar dibuktikan. Maka itu lebih baiklah tidak menebut nama2 sadja. Satu2nja, jang dapat diketahui dari kitab itu sendiri. Ialah bahwasanja para penjususnnja adalah orang2 jang berkeigamaan, jang hidup dari gagasan2 jang djuga tampak dalam kitab Ulangtutur. Si atau para penjusun haruslah ditjari dikalangan Levita dan imam. Lebih dari itu tidak dapat. Gagasan-pokok keigamaan, untuk mana seluruh kitab itu telah ditulis, ialah keadilan Allah jang berbelaskasihan. Semua kisah dimaksudkan, untuk memperlihatkan dalam bentuk jang konkrit, bahwa betapapun djua tidak-setianja umat kepada Jahwe, Allah toh tidak pernah melupakan umatNja. Segala kedjadian ditudjukanNja, untuk memperingatkan umat akan kesetiaan, agar dnegna itu terdjamnlah kebahagiaan dan kesedjahteraan. Bahkan terus adanja bangsa2 kafir di Kena’an adalah suatu tanda kerelaan Jahwe. Rangka jang berulang kembali dari kitab itu ialah sbb.: Umat meninggalkan Jahwe, bukannja per-tama2 karena tingkah-laku susilanja, melainkan lebih2 karena ketidak-setiaan keigamaan, jang berupa pemudjaan serta kepertjajaan pada berhala2 negeri itu. Ketidak-setiaan ini dihukum Jahwe dengna penindasan oleh pihak musuh. Tetapi hkukman itu tidak dimaksudkan untuk menolak umat, melainkan lebih untuk menginssjafkan umat agar berbalik kepada Jahwe. Apabila umat berpaling dari berhala dan berbali k kepada Jahwe, maka Jahwe segera mengutus seorang penjelaman. Si penjelamat tidak mengambil inisiatif, melainkan dipanggil oelh Allah, untuk memenuhi tugas penjelamatan atas namaNja. Bahwasanja Jahwe jang bertindak, sangatlah djelas digambarkan oelh riwajat Gide’on, jang harus mengurangi lasjkarnja sampai djumlah jang se-ketjil2nja (7, 1-8), jang maksudnja dirumuskan dengan tegas (7, 2). Kebebasan dan kesedjahteraan berlangsung selama mat tetap setia. Apabla umat kemudian tidak setia lagi, maka proses jang sama berulang kembali. Tetapi dalam kitab Hakim2 samasekali tidak dinjatakan, bahwa ketidak-setiaan, jang ber-ulang2 itu akan memuntjak djadi penolakan definitif,sebagaimana jang dinjatakan dlam kitab Radja2. Sebaliknja; kendati ketidaktetapan umat, kepertjajaan akan Jahwe dan harapan akan kerelaannNja, adalah faktor jang tetap: kerelaan Allah adalah lebih besar daripada kedurhakaan umat. Kepertjajaan ini adalah kekuatan jang menjelamatkan dan diperorangkan dalam tokoh2 para hakim. Mereka tidak ragu2 mengikuti panggilan Jahwe, karena mereka tahu, bahwa Jahwe adalah berbelaskasihan dan selalu akan mengampuni kedjahtan umat jang bersesal dan akan melepaskannja dari penindasan .itupun jang dipudji oleh surat kepada orang2 Hibrani pada tokoh2 tersebut. (Hbr. 11, 32). Dan inilah artinja jang tetap dari sedjarah para hakim, bahwasanja kepertjajan akan Allah serta kerelaanNja mendatangkan penjelamatan dalam diri Hakim jang terbesar. Penjelamat definitif dari segala penindasan dan bahkan dari akarnja, dosa, ialah: Jesus Kristus. Tetapi sedjarah para hakim adalah djuga suatu peringatan jang tetap akan sesal dan tobat, sjarat bagi penebusan dan penjelamatan. |
(0.2109582972973) | (2Raj 18:17) |
(ende) Kisah ini menimbulkan beberapa kesulitan. Untuk memetjahkannja beberapa ahli berpendapat, bahwa disini dihimpun dua berita, jang sedikit berbeda, mengenai peristiwa jang sama. Teks harus dibagikan: 2Ra 18:17-19 serta 2Ra 19:36-37, jang merupakan suatu berita, dan berita lain terdapat dalam 2Ra 19:17-35. Ahli2 lain berpendapat, bahwa ada dua berita, tentang dua peristiwa (dua utusan Seri Rabsakeh). Teksnja harus disusun sbb: 2Ra 18:17-25 (satu berita) dan 2Ra 18:26-19:7. serta 2Ra 19:8-37. Ajat2 2Ra 18:26-19:7 jang sekarang dihubungkan dengan utusan jang pertama, seharusnja bertalian dengan utusan jang kedua (2Ra 18:26-19:37). |
(0.2109582972973) | (Mzm 35:1) |
(ende) Seorang bersahadja, bertakwa, suka damai dalam lagu ini berpaling kepada Tuhan, sebab dianiaja, didakwa dan disalahkan oleh orang2 jang dahulu menikmati kebaikannja. Dengan sangatnja ia minta Jahwe, agar Ia dengan keras menghukum mereka dan demikian menolong si djudjur. Dan pertolongan, jang dengan pasti diharapkannja, akan mendjadi alasan untuk lagu (dan kurban?) sjukur. Mazmur ini boleh dibagikan atas dua (Maz 35:1-10,11-28) atau tiga (Maz 35:1-10,11-18,19-28) bagian, jang mengulangi pokok jang sama. lagu ratap ini amat serupa dengan Maz 22:1-31;55:1-23;59:1-17;69:1-36;109:1-31 dan terbilang antara mazmur2 pengutuk jang lebih hebat. |
(0.2109582972973) | (Yer 25:13) |
(ende: kitab ini) Kitab mana dimaksudkan kurang terang. Menurut beberapa ahli naskah jang ditulis Baruch th. 605-604 (Yer 36:2,32). Bagian ini (Yer 25:1-13) dianggap sebagai sebangsa pendahuluan untuk kitab tadi. Ahli2 lain menganggap Yer 23:13b sebagai suatu tambahan dari penjusun firman2 Jahwe ini. |
(0.2109582972973) | (Kej 24:27) |
(full: TUHAN TELAH MENUNTUN AKU.
) Nas : Kej 24:27 Karena sang hamba telah mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh, maka Tuhan telah menuntunnya sepanjang jalan. Peristiwa ini selaras dengan ajaran Alkitab bahwa "Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya" (Mazm 37:23). Lagi, "akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Dia akan meluruskan jalanmu" (Ams 3:6). Dengan cara yang sama, semua orang percaya harus mengharapkan bahwa Allah menuntun mereka dengan setia sebagaimana Dia menuntun hamba Abraham (lihat cat. --> Kej 24:40; [atau ref. Kej 24:40] |
(0.2109582972973) | (Kel 3:5) |
(full: TANAH YANG KUDUS.
) Nas : Kel 3:5 Penyataan awal Allah kepada Musa adalah tentang kekudusan-Nya. Kekudusan artinya pemisahan dari dosa dan kejahatan, serta pengabdian kepada kebenaran. Musa, selaku hamba Allah, harus senantiasa ingat bahwa Allah yang dilayaninya itu kudus -- demikian kudus sehingga manusia akan mati apabila ia memandang-Nya (ayat Kel 3:6; 19:21; Yes 6:1-7; 1Tim 6:16; lihat art. PENGUDUSAN). Penyataan awal Allah kepada Abraham adalah tentang kuasa-Nya yang besar; kepada Musa di sini tentang kekudusan-Nya. Hal ini menggambarkan prinsip penyataan bertahap (bd. Kel 6:1-6; Ibr 1:1-2). |
(0.2109582972973) | (Kel 26:1) |
(full: LENAN HALUS YANG DIPINTAL.
) Nas : Kel 26:1 Pengarahan yang jelas diberikan dalam membangun Kemah Suci. Kemah itu harus dibangun sesuai dengan pola Allah karena itulah rumah-Nya dan Dialah perancangnya (bd. Kel 25:9). Keselamatan dan persekutuan dengan Allah hanya mungkin terjadi menurut syarat yang ditetapkan oleh-Nya dan menurut pola dan penyataan-Nya (lihat cat. --> Mat 5:17; lihat cat. --> Kis 7:44). |
(0.2109582972973) | (Bil 14:11) |
(full: TIDAK MAU PERCAYA KEPADA-KU.
) Nas : Bil 14:11 Inti pemberontakan Israel ialah ketidakpercayaan yang tumbuh dari kegagalan mereka untuk mengingat kesetiaan Allah pada waktu lalu, mempercayainya sebagai Tuhan dan mempercayai firman-Nya. Menurut cara berpikir mereka, mereka tidak bisa lagi bersandar kepada Tuhan dalam segala keadaan.
|
(0.2109582972973) | (Ul 3:22) |
(full: ALLAHMU ... YANG BERPERANG UNTUKMU.
) Nas : Ul 3:22 Bangsa Israel berhadapan dengan lawan-lawan kuat yang tidak mungkin mereka kalahkan dengan kekuatan sendiri. Kecenderungan alami Israel ialah takut akan dampak-dampak kekalahan yang mengerikan. Hanya dengan memandang kepada Allah dapatlah mereka memperoleh kemenangan (lih. ayat Ul 3:2-3; Ul 1:30; 2:24-25,31,33,36; 20:4). Apabila orang percaya yang sungguh-sungguh berserah berhadapan dengan pertentangan yang hebat dan kesulitan yang tidak dapat diatasi, Allah berjanji akan beserta dengan mereka dan memberi mereka kekuatan untuk melaksanakan kehendak-Nya bagi mereka (lihat cat. --> Mat 6:30; lihat cat. --> Fili 4:6; lihat cat. --> Fili 4:7). [atau ref. Mat 6:30; Fili 4:6-7] |
(0.2109582972973) | (Ul 15:7) |
(full: SEORANG MISKIN.
) Nas : Ul 15:7-11 Ketaatan kepada hukum Allah diharapkan timbul dari keinginan yang tulus untuk menolong mereka yang perlu bantuan (bd. Ul 24:14-15; Ams 14:21,31).
|
(0.2109582972973) | (Hak 6:37) |
(full: GUNTINGAN BULU DOMBA.
) Nas : Hak 6:37 Gideon membentangkan guntingan bulu domba untuk memperkuat imannya dan menyokong keyakinannya bahwa Allah sungguh-sungguh telah memanggilnya untuk membebaskan Israel (ayat Hak 6:36). Permohonan Gideon akan kepastian disertai dengan sikap iman, kerendahan hati, dan ketaatan.
|
(0.2109582972973) | (Rut 2:12) |
(full: DI BAWAH SAYAP-NYA ENGKAU DATANG BERLINDUNG.
) Nas : Rut 2:12 Ayat ini adalah ayat kunci kitab ini. Bahkan di tengah-tengah kemurtadan besar sementara masa hakim-hakim, Allah melindungi orang yang mencari Dia dengan kepercayaan sungguh dan iman yang mengabdi (bd. Mazm 17:8; 36:8; 63:8). Kisah Rut merupakan kisah pemeliharaan dan persediaan Allah dalam kehidupan semua orang yang percaya kepada-Nya dan mengikuti jalan-jalan-Nya. Sebagaimana Abraham menanggapi panggilan Allah dengan iman, demikian pula kepercayaan Rut kepada Tuhan membuatnya meninggalkan tanah air dan keluarganya untuk mengikuti maksud penebusan Allah (bd. Kej 12:1-4). |
(0.2109582972973) | (1Sam 4:3) |
(full: TABUT PERJANJIAN TUHAN.
) Nas : 1Sam 4:3 Tabut perjanjian mewakili kehadiran Allah di Israel (bd. Kel 25:10-22; Bil 10:33-36). Umat itu mengira bahwa tabut perjanjian itu akan menjamin perkenan dan kuasa Allah tanpa syarat. Mereka tidak mengerti bahwa sebuah lambang dari hal-hal rohani tidaklah dengan sendirinya memastikan realitas dari apa yang dilambangkan itu. Allah tetap tinggal bersama umat-Nya hanya selama mereka berusaha untuk memelihara hubungan perjanjian dengan-Nya. Demikian pula, di bawah perjanjian yang baru, dibaptis dengan air dan mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus tidak akan membawa keuntungan rohani kecuali seorang sungguh-sungguh tunduk kepada Tuhan dan jalan-jalan-Nya yang benar (bd. 1Kor 11:27-30). |