Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 4201 - 4220 dari 5284 ayat untuk tuhan [Pencarian Tepat] (0.003 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.14586222666667) (Neh 9:38) (sh: Komitmen dasar kehidupan Kristen (Minggu, 26 November 2000))
Komitmen dasar kehidupan Kristen

Komitmen dasar kehidupan Kristen. Kebangunan rohani sejati menghasilkan reformasi rohani total yang berdampak praktis dalam kehidupan umat Allah sekaligus mendorong mereka untuk bertindak konkrit. Bangsa Israel telah siap mengikat perjanjian yang baru, menandatangani komitmen tertulis bahwa mereka akan melakukan semua firman-Nya (9:38 - 10:28). Tindakan ini penting dilakukan sebagai tanda pertobatan sejati dan tanda pulihnya hubungan Allah dan manusia. Isi dokumen yang ditandatangani menyatakan secara khusus kesalahan-kesalahan yang harus mereka perbaiki (10:29-39). Karena itu reformasi mempunyai pengertian pengakuan kesalahan dan kelemahan dilanjutkan dengan komitmen untuk memperbaikinya. Karena itulah pengikatan perjanjian yang dilakukan oleh bangsa Israel ini merupakan tindakan yang sangat serius. Sebab kata `mengikat perjanjian' berasal dari kata Ibrani 'brit' yang mempunyai arti sebuah kontrak.

Keseriusan melakukan reformasi terlihat dari tekad mereka tidak hanya memberikan komitmen secara umum tetapi juga komitmen secara khusus. Secara umum mereka berkomitmen untuk hidup menurut hukum Allah dan tetap mengikuti dan melakukan segala perintah-Nya (10:29). Komitmen khusus apakah yang mereka janjikan kepada Allah (30-39)? Hampir semua komitmen khusus mereka terfokus pada kehidupan ibadah kepada Allah. Ini tidak berarti kehidupan sosial tidak penting. Hal ini menunjukkan keyakinan mereka bahwa kehidupan ibadah merupakan dasar bagi kehidupan sosial. Jika hubungan dengan Tuhan beres, hubungan dengan sesama pasti mengalami hal yang sama.

Renungkan: Kebangunan rohani sejati membuahkan reformasi sejati yang akan menghasilkan komitmen yang melandasi kehidupan sosial manusia.

Komitmen apa yang akan Anda lakukan agar kehidupan sosial Anda semakin mencerminkan kehendak Tuhan?

Bacaan untuk Minggu ke-24 sesudah Pentakosta

Maleakhi 2:1-10

1Tesalonika 2:7-13

Matius 23:1-12

Mazmur 131

Lagu: Kidung Jemaat 391

(0.14586222666667) (Neh 11:1) (sh: Kerelaan untuk berkorban (Senin, 27 November 2000))
Kerelaan untuk berkorban

Kerelaan untuk berkorban. Setiap Kristen tentu berharap agar pekerjaan Tuhan dapat terlaksana dengan baik. Namun berapa banyak yang mau berkorban demi terlaksananya pekerjaan Tuhan? Pemikiran inilah yang muncul tatkala Nehemia harus memilih orang-orang untuk tinggal di Yerusalem.

Sejak pembuangan ke Babel, jumlah penduduk Yerusalem jauh berkurang. Penyebabnya pertama, tanah pertanian yang menjadi mata pencaharian terletak jauh dari Yerusalem sehingga orang memilih tinggal di dekat tanah pertanian. Kedua, rakyat tidak lagi memberikan perpuluhan untuk mendukung kehidupan para imam dan orang Lewi, sehingga para pemimpin rohani ini terpaksa meninggalkan Yerusalem, kembali ke desanya, dan bekerja di tanah pertanian. Padahal sebagai ibu kota, Yerusalem harus ditinggali oleh penduduk dalam jumlah yang cukup agar pembangunan dan pertahanan dapat berjalan dengan baik. Lebih penting lagi, secara rohani Yerusalem memang harus ditinggali. Itulah sebabnya pembayaran perpuluhan kembali ditekankan (11:10-12:28). Tetapi siapa yang mau tinggal di Yerusalem? Sebagai ibu kota, Yerusalem menjadi sasaran utama ancaman para musuh. Jika demikian maka penduduknya pun rawan terhadap ancaman dan bahaya.

Tanpa perlu diundi atau diminta, para pemimpin bangsa harus mau menetap di Yerusalem. Sebagai pemimpin mereka harus memberikan contoh kepada rakyat tentang dedikasi dan bakti mereka bagi kerajaan Israel. Inilah harga yang harus dibayar oleh para pemimpin. Di saat tidak ada orang yang mau melakukan karena faktor risiko dan konsekuensi yang besar, pemimpin harus mau menerima risiko dan konsekuensi apapun. Sedangkan pemilihan rakyat yang akan menetap di Yerusalem ditentukan melalui undian sebab mereka percaya bahwa membuang undi adalah cara menentukan kehendak Allah. Nehemia berserah kepada kehendak Allah mengenai siapa yang akan tinggal di Yerusalem. Walaupun ditunjuk melalui undian, mereka yang mau tinggal di Yerusalem tetap dipuji sebab mereka telah menunjukkan kerelaan untuk berkoban, bukan hanya demi kemakmuran Yerusalem tetapi juga demi kehidupan kerohanian seluruh bangsa Israel.

Renungkan: Kerelaan kita untuk berkorban seharusnya didorong oleh kerinduan untuk menyembah dan menghormati Allah.

(0.14586222666667) (Ayb 3:1) (sh: Datanglah kepada-Nya (Jumat, 19 Juli 2002))
Datanglah kepada-Nya

Datanglah kepada-Nya. Elisabeth Kubler Ross, yang terkenal dengan bukunya, Death and Dying, menulis bahwa dalam menghadapi kematian, manusia melewati beberapa tahapan reaksi, dan salah satunya ialah keputusasaan. Tampaknya kondisi seperti itulah yang sedang dialami oleh Ayub. Ia tidak hanya telah kehilangan orang-orang yang dikasihinya, harta bendanya, tetapi juga tubuhnya terancam kematian. Saat itu, selain napas, tidak ada lagi yang tersisa dalam kehidupannya.

Dalam keputusasaan, manusia sering kali berpikir untuk segera mengakhiri hidupnya. Begitu pula dengan Ayub. Ia berharap untuk tidak dilahirkan, sehingga tidak pernah ada di dunia ini (ayat 3). Hidup yang dijalani terlalu menyakitkan dan baginya saat itu, kematian jauh lebih baik daripada kehidupan. Munculnya pertanyaan "mengapa" sebanyak empat kali menunjukkan sesal dan derita yang begitu dalam. Ayub mulai bertanya kepada Allah. Di dalam pertanyaan-pertanyaan tersebut, terkandung kekesalan dan kekecewaan kepada Allah. Ayub mempertanyakan kasih dan kedaulatan Allah. Apakah untuk yang dialaminya ini Allah menciptakan manusia? Untuk sikap Ayub ini, Tuhan belum meresponinya. Itu berarti Ayub masih harus menatap dan meniti hidup yang penuh kesesakan ini.

Respons Ayub terhadap penderitaan berkepanjangan yang dialaminya, menunjukkan reaksi kita yang sebenarnya terhadap penderitaan, yaitu bahwa reaksi pertama akibat penderitaan yang kita alami adalah kemarahan. Hal itu kemudian terus berlanjut dengan kemunculan berbagai tuduhan dan gugatan kepada Allah. Kita mulai memperhitungkan kebaikan-kebaikan yang kita lakukan. Memang, sekuat dan seteguh apa pun kita, tidak dapat dipungkiri bahwa ketika menghadapi kesusahan kita tidak selalu kuat. Namun demikian, walau usaha mencari jawaban atas penderitaan batin yang kita alami tidak mengalami kemajuan atau mungkin jalan buntu, penderitaan itu sendiri akan membuahkan kemantapan dan keteguhan sikap iman kita kepada Tuhan.

Renungkan: Kepada siapakah kita berkeluh kesah selain kepada Dia yang memedulikan kita?

(0.14586222666667) (Ayb 4:1) (sh: Hati-hati dalam berkata-kata (Rabu, 7 November 2012))
Hati-hati dalam berkata-kata

Judul: Hati-hati dalam berkata-kata
Sahabat yang baik adalah yang setia menemani kita dalam suka dan duka. Maka betapa menyakitkan bila seorang sahabat tidak memberikan dukungan justru ketika kita sedang berbeban berat.

Elifas adalah salah seorang sahabat yang mengunjungi Ayub (4:1). Mulanya ia merespons keluh kesah Ayub dengan pujian. Ia memuji kebaikan dan kearifan Ayub dalam kaitan dengan orang-orang yang membutuhkan bantuannya (4:3-4). Namun pujian Elifas kemudian berubah menjadi kritik. Bukannya memberikan penguatan dan dorongan, Elifas malah menegur Ayub atas keluh kesahnya. Ia juga mengemukakan pandangannya tentang penyebab penderitaan manusia (4:7). Berdasarkan pengalamannya, Elifas telah melihat bahwa orang baik pasti berhasil dan orang jahat pasti menderita. Elifas meyakini bahwa penderitaan Ayub merupakan teguran dan didikan Tuhan atas dosa-dosa yang telah Ayub perbuat (5:17). Oleh karena itu Ayub harus berbahagia mengalami semua itu dan memberi respons yang tepat, yaitu bertobat. Dengan demikian Allah kemudian akan memberkati dia (5:18-27).

Coba tempatkan diri Anda pada posisi Ayub, yang sedang duduk di tengah abu karena penyakit dan bersedih karena penderitaan. Lalu mendengar komentar sahabat yang bukan menguatkan, tetapi malah cenderung menghakimi. Pengalaman Ayub memang bisa membuat dia bertumbuh dalam pemahamannya akan Allah, tetapi bukan itu tujuan utama Allah membiarkan Iblis mengganggu dia (Ayb. 1:6-2:10). Maka nasihat Elifas adalah nasihat yang tidak efektif. Perkataan yang mungkin ia anggap baik, sesungguhnya malah bisa menyakiti hati Ayub.

Dari Elifas, kita harus belajar untuk tidak menghakimi orang lain dalam hubungannya dengan Tuhan, terutama dalam masalah yang sedang mereka hadapi. Kita juga perlu berhati-hati dalam menasihati dan menghibur orang yang sedang bermasalah atau berduka, jangan sampai kata-kata kita malah menjadi sembilu tajam yang menambah perih di hati. Mintalah hikmat Tuhan sehingga kata-kata yang kita ucapkan jadi berkat yang membangun.

Diskusi renungan ini di Facebook:
http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2012/11/07/

(0.14586222666667) (Ayb 11:1) (sh: Zofar berusaha 'membela' Allah (Senin, 6 Desember 2004))
Zofar berusaha 'membela' Allah

Zofar berusaha `membela' Allah. Zofar menyatakan penyebab penderitaan Ayub adalah kesalahan dan dosanya. Menurut Anda benarkah demikian?

"Dapatkah engkau memahami hakekat Allah, menyelami batas-batas kekuasaan Yang Mahakuasa?"(ayat 7). Zofar menyatakan pertanyaan teologis yang sulit dijawab, bukan hanya oleh Ayub, melainkan oleh siapa pun juga. Allah memang tidak terpahami dalam hakekat-Nya, siapakah yang dapat mengerti Allah? Zofar mengatakan bahwa Allah tidak dapat dibandingkan dengan kehebatan alam ciptaan mana pun, sebab Allah jauh melampaui semua buatan tangan-Nya (ayat 8-9). Zofar juga menyatakan bahwa kedaulatan Allah yang dikaitkan dengan ke-Mahatahuan-Nya tidak dapat dibantah oleh manusia (ayat 10-11). Oleh karena itu, Zofar menganjurkan agar dalam hatinya Ayub bersedia berbalik kepada Allah serta menjauhkan diri dari semua kejahatannya (ayat 13-15). Dengan berlaku demikian, Ayub hidup sebagai orang benar dengan memperoleh ganjarannya yaitu bahwa orang benar akan merasa aman, tenteram, dan berpengharapan (ayat 18).

Pada masa kini, ujaran Zofar ini mewakili orang Kristen yang "main hakim" sendiri dengan menyatakan hal yang sama. Yaitu langsung memvonis bahwa penyebab anak Tuhan menderita adalah dosa yang dibuatnya. Benarkah demikian adanya? Melalui ucapan Zofar, terlihat bahwa ia menyepelekan penderitaan yang sedang Ayub alami. Zofar tidak peka untuk menempatkan dirinya pada posisi sahabatnya. Alangkah berat tanggungan derita Ayub di tambah oleh tekanan `penghakiman' Zofar ini. Zofar, sahabat yang seharusnya mengerti dan bersimpati terhadap penderitaan Ayub, kini malah tampil menjadi seorang hakim yang menambah dan memperberat pencobaan Ayub. Memang sulit bagi kita untuk sungguh bersimpati kepada orang-orang yang menderita jika kita sendiri tidak berada dalam keadaan itu. Terlebih lagi jika kita belum pernah mengalami penderitaan serupa.

Camkankanlah: Jangan menjadi "Zofar masa kini". Bersikaplah kaya anugerah terhadap sesama yang sedang menderita. Itulah tanda dari orang yang hidup dalam anugerah Tuhan.

(0.14586222666667) (Ayb 13:1) (sh: Ketika tidak ada yang membela (Rabu, 8 Desember 2004))
Ketika tidak ada yang membela

Ketika tidak ada yang membela. Pernahkah Anda merasa sendirian menghadapi masalah? Teman dan kerabat tidak bersimpati karena mereka menganggap Anda sendiri penyebab masalah itu. Bahkan Anda merasa Tuhan pun sepertinya tidak peduli.

Kekecewaan dan kemarahan terasa oleh kita dalam ucapan Ayub terhadap para sahabatnya. Ayub menuduh mereka sebagai tabib-tabib palsu yang tidak menolong kesakitan Ayub, sebab tuduhan-tuduhan mereka adalah dusta (ayat 4). Sebaiknya mereka tutup mulut saja (ayat 5). Ayub merasa bahwa teman-temannya telah mencatut nama Allah untuk meneguhkan pandangan mereka akan keberdosaan dirinya (ayat 7-8). Oleh sebab itu, ia balik mengingatkan para temannya itu bahwa Allah tidak bisa ditipu. Mereka sendiri akan diminta pertanggungjawaban oleh Tuhan atas tuduhan yang tak mendasar itu (ayat 9-11). Sesudah menegur keras sahabat-sahabatnya, Ayub menantang mereka untuk berhenti berbicara, lalu mendengarkan pembelaan yang akan Ayub buat sendiri di hadapan Allah (ayat 12-18).

Nada bicara Ayub terhadap Allah bercampur antara marah, pengakuan iman, permohonan, kepahitan. Di satu pihak Ayub yakin bahwa dirinya benar (ayat 22-23). Di lain pihak Ayub menganggap Allah telah memperlakukannya secara tidak adil (ayat 24,26), terlalu keras (ayat 25), tidak sesuai dengan daya tahan manusia yang sangat terbatas (ayat 27). Tidak ada hal lain yang diharapkannya selain keadilan Allah. Allah yang melihat kehidupan Ayub yang tidak bersalah pastilah akan menyelamatkannya. Itulah iman dan keterbukaan Ayub di hadapan-Nya. Ia meminta Allah menyatakan kesalahannya dan tidak hanya berdiam diri (ayat 24-25).

Mari kita belajar dari Ayub. Ketika teman tidak peduli bahkan menyerang kita, bahkan Allah pun sepertinya bungkam, kita harus terus mencari wajah-Nya. Meski ada pertanyaan pelik dan kebingungan, Ayub tidak menjauhi Allah. Ia menujukan pertanyaan dan permohonannya kepada Sang Pembela sejati.

Renungkan: Manusia bisa salah mengerti kita. Allah sempurna mengenal kita. Dialah pembela sejati kita.

(0.14586222666667) (Ayb 16:1) (sh: Kebenaran di atas kenyataan (Senin, 29 Juli 2002))
Kebenaran di atas kenyataan

Kebenaran di atas kenyataan. Sekali lagi kita membaca teriakan Ayub yang memilukan, "Semangatku patah, umurku telah habis, dan bagiku tersedia kuburan" (ayat 17:1,11). Hidup Ayub tidak selalu penuh penderitaan, bahkan di masa lampau ia pernah mencicipi kehidupan yang baik, (ayat 16:12) tetapi kemudian semuanya lenyap (ayat 14,15). Kita semua merindukan ketenteraman dan kesejahteraan; kehilangan kedua hal ini akan membuat kita kehilangan keseimbangan hidup. Sekuat-kuatnya kita, niscaya kita akan terhuyung-huyung dan kehilangan pegangan. Kita tidak dapat melihat secercah sinar, kita hanya mampu memandang malam yang kelam.

Dietrich Bonhoeffer, seorang pendeta berkebangsaan Jerman yang terkenal dengan bukunya, The Cost of Discipleship, pernah berjalan "terhuyung-huyung" dalam kegelapan hidup karena menentang kekejaman Hitler. Ia ditangkap dan pada akhirnya dihukum gantung, meski ia bukan orang Yahudi. Di penjara, orang hanya mengenalnya sebagai seseorang yang tegar. Namun, dengan jujur ia mengakui bahwa di dalam sukmanya, ia gelisah dan tidak tenteram. Ia berjuang untuk tegar, namun ia pun dapat terguncang.

Ayub pun berupaya keras untuk tetap berharap walau berharap telah menjadi sebuah perjuangan, bukan lagi penghiburan. Ia berseru, "Meskipun begitu orang yang benar tetap pada jalannya dan orang yang bersih tangannya bertambah-tambah kuat" (ayat 17:9). Saya tidak tahu apakah itu yang Ayub alami - bertambah kuat- namun itulah yang ia proklamasikan sebagai pernyataan imannya. Ia menolak untuk mengubah kebenaran menjadi serupa dengan kenyataan. Bagi Ayub, kebenaran tetap kebenaran kendati tidak sesuai dengan kenyataan.

Dalam mengarungi laut penderitaan, kita harus berjuang keras untuk tetap berpegang pada kebenaran firman Tuhan walau kenyataan terlihat berbeda. Firman Tuhan adalah sauh yang menancap di dasar laut sehingga sebesar apa pun ombak bergulung di permukaan, perahu kehidupan kita tidak akan terseret oleh ombak yang menggunung.

Renungkan: Kita tidak selalu dapat memahami kenyataan hidup, tetapi kita selalu dapat mempercayai kebenaran firman-Nya.

(0.14586222666667) (Ayb 22:1) (sh: Dosa sosial (Sabtu, 3 Agustus 2002))
Dosa sosial

Dosa sosial. Bila dalam ucapan-ucapannya sebelumnya Elifas terdengar sebagai yang paling menahan diri dari menuduh dan berupaya untuk menghibur Ayub (ayat 4:6; 5:17), kini terang-terangan Elifas menuduh Ayub dihukum Tuhan karena dosa-dosanya.

Seperti halnya ucapan Zofar dan Bildad, ucapan Elifas ini pun mengandung kebenaran. Firman Allah tidak saja melarang orang dari melakukan perbuatan salah, tetapi juga mendorong orang untuk berbuat benar. Perintah-perintah Allah dalam Taurat maupun uraiannya, serta ucapan para nabi, menegaskan dua sisi sifat perintah-perintah Allah itu. Karena itu, kejahatan tidak saja harus berbentuk melakukan yang jahat terhadap orang lain, tetapi bisa juga dalam bentuk menahankan yang baik terhadap orang lain. Dosa-dosa juga tidak saja bersifat individual tetapi bisa pula bersifat sosial. Bahkan dalam sorotan Alkitab, aspek sosial menjadi ukuran dari kesungguhan spiritualitas seseorang.

Dengan terang-terangan, kini Elifas menuduh Ayub telah melakukan dosa-dosa sosial dalam bentuk menerima gadai (ayat 6), tidak peduli terhadap orang miskin (ayat 7) dan menelantarkan para janda dan yatim piatu (ayat 9). Kelak Ayub akan menegaskan kembali bahwa tuduhan bahwa dirinya telah melakukan ketidakpedulian sosial ini pun tidak benar (ps. 29). Maju selangkah lebih jauh, Elifas juga menuduh bahwa Ayub telah meremehkan Allah. Rupanya Elifas menafsirkan ucapan-ucapan Ayub sejauh ini yang membela bahwa dirinya benar di hadapan Allah sebagai kemunafikan. Seolah Ayub menganggap Allah dapat dikelabui atau Allah tidak peduli terhadap benar atau salahnya perbuatan orang. Berdasarkan pengandaian keliru ini, Elifas lalu mengunci khotbahnya dengan undangan agar Ayub bertobat (ayat 21-30). Undangan untuk bertobat diikuti dengan janji yang mengandung kebenaran: Orang yang bertobat dan mengikuti jalan benar, akan diperkenan Tuhan dan beroleh berkat-berkat-Nya. Sayang semua kebenaran ini berasal dari orang yang tidak pernah membuka mata dan telinga hatinya kepada rintihan rohani sahabatnya, Ayub.

Renungkan: Meski tidak beroleh keberuntungan sosial, kita tetap harus memiliki kepedulian sosial.

(0.14586222666667) (Ayb 38:1) (sh: Misteri Allah, Sang Pencipta (Senin, 19 Desember 2016))
Misteri Allah, Sang Pencipta

Jika Perjanjian Lama menceritakan kedatangan Tuhan dengan tanda badai, maka penulis Alkitab ingin menggambarkan kemahakuasaan dan kebesaran Allah yang mengatasi apa pun di jagad raya ini. Dia menciptakan alam semesta dan isinya karena kedaulatan-Nya dan mengatur-Nya sedemikian rupa menurut kebijaksanaan-Nya.

Sekarang Tuhan yang menggugat Ayub. Dengan menggunakan sederetan panjang dan beragam pertanyaan, Tuhan mencecar Ayub. Beberapa di antaranya, "Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi?" (Ayb. 38:4); "Pernahkah dalam hidupmu engkau menyuruh datang dinihari atau fajar kau tunjukkan tempatnya...?" (12); "Apakah pintu gerban maut tersingkap bagimu atau pernahkah engkau melihat pintu gerbang kelam pekat?" (17); "Apakah engkau telah masuk sampai ke perbendaharaan salju atau melihat perbendaharaan hujan batu?" (22); "Dapatkah engkau melepaskan kilat sehingga sabung menyabung sambil berkata kepadamu: "Ya"? (35); "Siapakah yang menyediakan mangsa bagi burung gagak, apabila anak-anaknya berkaok-kaok kepada Allah, berkeliaran karena tidak ada makanan?" (Ayb. 39:3); dan lain sebagainya. Pelbagai pertanyaan ini tidak membutuhkan jawaban ilmiah.

Misteri kehidupan jauh lebih besar dan luas daripada jangkauan akal budi manusia untuk memahami serta merumuskannya. Semestinya, orang percaya menyadari bahwa dalam banyak hal manusia memiliki keterbatasan. Sebaliknya, di sisi lain ada pribadi yang tidak terbatas dan sempurna, yaitu Allah. Tuhan menginginkan manusia membiarkan misteri tersebut sebagai rahasia dan hak Tuhan. Dengan membiarkan sisi Allah yang tak terpahami, kita bukan hanya melihat kemahakuasaan dan kebijaksanaan-Nya yang melampaui akal budi manusia, tetapi juga menerima keterbatasan kita sebagai manusia fana.

Melalui alam semesta dan segala isinya, kita melihat pribadi Allah yang Mahakuasa dan Mahabijak dengan segala misteri-Nya. [SS]

(0.14586222666667) (Mzm 8:1) (sh: Anugerah kemuliaan (Kamis, 2 Januari 2003))
Anugerah kemuliaan

Anugerah kemuliaan. Banyak orang mencari kemuliaan dengan mengandalkan harta atau kuasa. Justru yang didapatkan adalah kehinaan, ketika harta membawanya kepada perbudakan materialisme, dan kuasa membawanya kepada tirani yang dibenci orang banyak.

Mazmur 8 menolong kita meletakkan kemuliaan pada perspektif yang tepat. Kemuliaan adalah milik Tuhan (ayat 1,10). Seluruh alam menyaksikan kemuliaan-Nya (ayat 4). Namun, manusialah yang dianugerahkan Allah kemampuan untuk memuji dan memuliakan Allah. Bahkan, suara-suara sederhana dari mulut bayi dan anak-anak sudah mencerminkan kapasitas memuliakan Allah itu (ayat 3), sebab manusia adalah mahkota ciptaan-Nya (ayat 5-6). Berarti letak kemuliaan manusia ada di dalam anugerah Allah. Pertama di dalam pujian dan kehidupan yang memuji Allah. Kemudian di dalam karyanya manusia mendapatkan kehormatan dan tanggung jawab mengurusi makhluk-makhluk ciptaan lainnya (ayat 7), kambing domba, lembu sapi, binatang padang, burung-burung dan ikan-ikan (ayat 8-9).

Di hari kedua tahun baru ini kita kembali disadarkan akan besarnya kemuliaan yang telah Allah pertaruhkan di dalam hidup dan di atas bahu kita. Hidup yang Tuhan inginkan ada pada kita pun adalah hidup yang penuh kehormatan dan kemuliaan. Tetapi, hidup terhormat dan mulia itu tidak kita alami dengan menjadikan diri kita seolah pusat dunia ini. Keserakahan, hawa nafsu, kesombongan, keduniawian justru akan menghempaskan kita ke jurang kehinaan. Hanya dalam penyangkalan diri, kerendahan hati, kesalehan, ketaatan kepada firman Allah, kita menghayati kemuliaan Allah sejati yang bertambah-tambah jelas. Semua manusia adalah mahkota penciptaan yang dianugerahi kemuliaan Allah.

Renungkan: Hidup yang mulia adalah yang mencerminkan sifat-sifat mulia Allah. Kristus saja sanggup menciptakan kesanggupan hidup dalam kemuliaan Ilahi di dalam diri kita.

(0.14586222666667) (Mzm 18:1) (sh: Ucapan syukur adalah sebuah jendela (Kamis, 20 Februari 2003))
Ucapan syukur adalah sebuah jendela

Ucapan syukur adalah sebuah jendela. Perkataan manusia, apalagi seorang pemimpin bangsa, cenderung lebih transparan menampilkan isi hati seseorang bila didasarkan perasaan gembira dan puas ketimbang perasaan-perasaan lain. Misalnya ketika seorang pemimpin mensyukuri adanya suatu ideologi pemersatu, sah bagi kita untuk bertanya apakah hak untuk berbeda pendapat cukup dipedulikan oleh sang pemimpin? Mazmur syukur ini adalah sebuah jendela yang terbuka untuk kita tilik, terutama bagi kita yang menjadi pemimpin, pada level mana pun.

Kita dapat melihat jejak-jejak kejayaan Daud dan juga keturunannya yang menjadi raja Yehuda di dalam mazmur ini; betapa raja sanggup mengalahkan musuh-musuhnya dengan kekuatan Tuhan yang berpihak dan membantunya. Tuhan digambarkan sebagai pahlawan perkasa menyelamatkan sang raja (ayat 8-16), dan juga pembimbing sang raja saat ia maju berperang (ayat 31-45,48-49). Singkatnya, Allah adalah penyelamatnya (ayat 3-4,17-20,28,47,51). Mazmur ini juga memperlihatkan hubungan yang seperti apa yang dimiliki oleh sang raja, sang pemimpin bangsa. Kalimat pertama sudah mengejutkan (ayat 2). Kata kerja Ibrani rakham yang diterjemahkan di sini "mengasihi" lebih lazim dipakai untuk kasih Allah. Tampak betapa ucapan syukur sang raja dimulai dari perasaan yang dalam dan akrab kepada Allahnya. Tidak hanya perasaannya, sang raja juga menunjukkan bahwa ia taat mengikuti perintah dan kesuciannya di hadapan Allah (ayat 21-27). Kedua hal inilah -- keakraban dan ketaatan dalam tindakan -- yang seharusnya juga menjadi bagian dari karakter tiap pemimpin, terutama kita orang percaya yang diberikan kepercayaan untuk memimpin dalam situasi level mana pun.

Renungkan: Makin berkuasa dan sukses seorang pemimpin, semakin besar ia harus membutuhkan Allah dan berutang syukur kepada-Nya.

(0.14586222666667) (Mzm 21:1) (sh: Kejayaan pemimpin dan rakyatnya (Rabu, 14 Maret 2001))
Kejayaan pemimpin dan rakyatnya

Kejayaan pemimpin dan rakyatnya. Betapa indah kehidupan seorang raja atau pemimpin seperti yang digambarkan dalam mazmur kita hari ini. Kesukacitaan dan kegirangan meliputi kehidupannya karena sukses demi sukses diraihnya (2, 6). Kesuksesan itu membuat posisi dan kedudukannya sebagai pemimpin semakin kokoh (6) karena tiada yang mampu menjatuhkannya jika Allah selalu dipihaknya. Bahaya dan serangan musuh akan selalu ada namun Allah selalu bersamanya dan berperang baginya (9-13). Seluruh program pembangunan bangsa dan negaranya akan terlaksana dengan baik karena pertolongan Tuhan (3). Kehidupan pribadinya secara fisik, kejiwaan, dan materi sangat memuaskan (4, 5). Yang paling indah dalam kehidupan seorang pemimpin di atas bukan terletak pada kelimpahan materi, kejayaan, dan keberhasilannya, melainkan terpusatnya seluruh kegiatan pribadi maupun pemerintahannya kepada Allah. Buktinya setiap keberhasilan yang dicapai selalu berasal dari Allah. Apa kunci kejayaan seorang pemimpin? Tidak lain dan tidak bukan adalah kepercayaan penuh kepada pemeliharaan dan kesetiaan Allah yang senantiasa menopangnya (8).

Kejayaan seorang raja yang hidupnya berpusat kepada Allah bukan untuk dinikmati sendiri namun untuk negara dan seluruh rakyatnya, sebab salah satu peran terbesar dari seorang pemimpin adalah menjadi saluran berkat bagi rakyatnya (7). Betapa indahnya sebuah negara bila pemimpinnya menyadari bahwa perannya yang paling besar adalah menjadi saluran berkat dari Allah. Ia akan selalu memikirkan dan memprioritaskan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat banyak, dan bukan kemakmuran dan kesejahteraan dirinya sendiri. Ia juga akan mendapatkan dukungan doa dari seluruh rakyatnya (14). Tidak hanya itu, apa yang ia lakukan membawa rakyatnya kepada kebangkitan rohani (14). Mereka akan menempatkan diri mereka secara benar di hadapan Allah yaitu sebagai umat- Nya, memuliakan Tuhan dan bergantung kepada anugerah- Nya.

Renungkan: Betapa indahnya Indonesia jika pemimpinnya mempunyai kualitas pemimpin yang mampu membawa perbaikan kehidupan rohani, sosial, dan ekonomi bangsa secara menyeluruh. Marilah Kristen bersatu hati dan berdoa agar Allah mengaruniakan kepada bangsa kita pemimpin- pemimpin seperti di atas.

(0.14586222666667) (Mzm 21:1) (sh: Dan pemenangnya adalah...? (Kamis, 29 Mei 2003))
Dan pemenangnya adalah...?

Dan pemenangnya adalah...? Kalimat semacam ini banyak kita dengar dalam berbagai perlombaan. Dunia kita yang kompetitif bergerak antara dua kutub: menang dan kalah, dan selalu dengan semangat dan tujuan bahwa "mereka" harus kalah dan "kami" harus menang. Inilah, kata banyak orang, yang membuat dunia berputar.

Melalui mazmur ini, tampak bahwa umat Israel dulu juga punya konsep kalah-menang. Namun ada beberapa kekhususan yang harus diperhatikan sebagai kekhasan dari pandangan Israel: Pertama, bukan Baal, Asytoret atau dewa-dewi kafir yang menentukan kalah atau menang tetapi TUHAN perjanjian. Kedua, kemenangan pemimpin bangsa ditujukan agar menjadi saluran berkat bagi umat. Maksud Allah memberkati umat-Nya diwujudkan melalui para pemimpin yang disertai-Nya. Ketiga, yang dikedepankan adalah kedahsyatan karya Allah, bukan karya raja (ayat 9-14). Allahlah yang akbar, kemenangan sang raja pun adalah pemberian Allah (ayat 6). Puji- pujian akhirpun diberikan kepada Allah, sebagai penguasa sejati Israel dan alam semesta yang perkasa (ayat 14).

Hari ini kita mengingat kembali peristiwa dan makna dari kenaikan Tuhan kita Yesus Kristus ke surga. Kristus naik ke surga, sebagai lanjutan dari kemenangan-Nya atas maut, dan persiapan atas kemenangan akbar-Nya pada saat Ia datang kembali. Kristuslah Raja kita yang jaya. Kemenangan Kristus sang Raja sejati, terjadi karena Ia menaklukkan diri kepada rencana Allah untuk menyelamatkan umat. Biarlah kenaikan Yesus ini mendorong kita untuk tidak menaklukkan ambisi pribadi yang angkuh dan egosentris demi mengutamakan pewujudan rencana Allah yang global terjelma melalui kita.

Renungkan: Jika Anda akan menggubah suatu mazmur, keperkasaan Allah dalam hidup Anda yang mana yang akan Anda mazmurkan?

(0.14586222666667) (Mzm 30:1) (sh: Sukacita juga menderita (Sabtu, 24 Maret 2001))
Sukacita juga menderita

Sukacita juga menderita. Dalam tradisi Yahudi, mazmur ini digunakan pada hari raya Pentahbisan Bait Allah (1 bdk. Yoh. 10:22) dimana pada hari itu orang Yahudi memperingati pentahbisan ulang Bait Allah setelah dihancurkan oleh musuh-musuh mereka pada abad ke-2 s.M. Berarti mazmur ini penting bagi Kristen secara komunitas. Namun yang harus diperhatikan adalah walaupun mazmur ucapan syukur ini dinyanyikan secara bersama oleh umat Allah, mazmur ini bersumber dari pengalaman pribadi Daud. Karena itu untuk mendapatkan makna yang dalam dari mazmur ini bagi kehidupan Kristen secara komunitas, kita perlu merenungkannya.

Mazmur ini ditulis oleh Daud pada masa tuanya, ketika ia selesai menghitung seluruh pasukannya dan kemudian Allah menghukumnya (2Sam. 24). Dalam mazmur ini memang ada indikasi bahwa Daud telah mengalami penderitaan yang berat baik secara pribadi maupun bersama seluruh rakyatnya (2-6) justru setelah menikmati keamanan dan kesenangan dalam kehidupannya (7). Berkat yang ia nikmati menghasilkan rasa aman dan percaya diri yang terlalu besar. Ia mulai menyombongkan dirinya maka Allah menghukumnya sehingga membuatnya tersadar. Peristiwa ini menyatakan bahwa ketika seseorang mengalami kelimpahan berkat Tuhan di satu bidang kehidupannya, biasanya ia diuji di bidang lainnya. Kesukacitaan dalam pengharapan perlu dibarengi dengan pengalaman akan penderitaan agar tidak menyebabkan dosa dalam kehidupan seseorang. Ketika menyadari kesalahannya (8b), Daud segera bertobat, maka pengampunan dan pemulihan dari Allah segera dialaminya (6, 12). Pertobatan sejati yang diikuti pemulihan akan membuahkan puji-pujian kepada Allah (5-6, 13).

Renungkan: Kehidupan gereja Tuhan di Indonesia di satu sisi memang mengalami berkat yang berkelimpahan secara luar biasa, namun di saat yang sama gereja juga mengalami beberapa penderitaan seperti pengrusakan dan pengeboman gereja-gereja akhir-akhir ini. Kita perlu merenungkan dan merefleksikan peristiwa-peristiwa itu dalam terang mazmur kita hari ini. Ini perlu dilakukan agar kita dapat mengambil tindakan yang tepat, agar pada akhirnya kita dapat tetap memuji dan memuliakan Allah, bahkan mengajak semua orang untuk memuji-Nya.

(0.14586222666667) (Mzm 31:1) (sh: Aman berlindung pada Tuhan (Minggu, 11 September 2011))
Aman berlindung pada Tuhan

Judul: Aman berlindung pada Tuhan
Aman menurut Alkitab bukan sekadar tidak ada musuh atau bencana atau masalah yang menghadang hidup orang percaya. Aman dalam Alkitab adalah kondisi batin orang yang percaya penuh kepada Tuhan. Ia yakin bahwa tidak ada apa pun yang akan terjadi pada dirinya di luar pengetahuan, kendali, dan kasih Tuhan.

Mazmur 31 adalah ungkapan pemazmur yang menggumuli masalah dalam hidupnya, yang menekan dia terus menerus. Sampai selesai mazmur ini digubah dan dilantunkan, masalah yang dihadapi pemazmur masih ada, bahkan ada saat di mana pemazmur merasakan seakan Tuhan telah melupakan dirinya (23).

Bagian pertama mazmur ini, ay. 2-9 lebih bernada positif. Pemazmur di tengah seruan minta tolongnya mengungkapkan keyakinannya bahwa Tuhan pasti menolong. Berulang kali pemazmur meminta agar Tuhan melindunginya, sekaligus ia menyatakan bahwa Tuhan adalah tempat perlindungannya (2, 3, 5) Rupanya keyakinan itu kuat karena pengalaman pemazmur pernah ditolong Tuhan (8-9).

Keyakinan pemazmur dilandaskan pada pengenalannya akan karakter Tuhan. Tuhan membenci para penyembah berhala (7). Menyembah berhala berarti menolak mengakui Tuhan berdaulat atas hidupnya. Di ayat 18 mereka disebut orang fasik. Sebaliknya, Tuhan penuh kasih setia kepada umat-Nya, yaitu yang tunduk pada kedaulatan-Nya, dan yang berani memercayakan hidupnya kepada Dia (8, lihat juga 22).

Merasa aman dalam perlindungan Tuhan adalah karakter yang harus dikembangkan dalam kerohanian kita. Ini bukan masalah temperamen tetapi iman. Orang yang imannya bertumbuh akan semakin memercayai pemeliharaan Tuhan walaupun situasi dan kondisi di sekeliling tidak kondusif. Apakah Anda orang beriman?

Diskusi renungan ini di Facebook:
http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2011/09/11/

(0.14586222666667) (Mzm 37:1) (sh: Mengikis iri hati (Minggu, 5 Agustus 2001))
Mengikis iri hati

Mengikis iri hati. Iri hati! Inilah suatu kata yang enggan kita akui, namun memiliki daya yang mempengaruhi panorama hari-hari kita. Kita perlu selalu mewaspadainya, karena walaupun ia muncul dengan cara yang terselip dan merayap perlahan, namun dengan cepat ia akan menyergap serta menjebak kita ke dalam berbagai persaingan, ketidakpuasan, dan kemarahan.

Hal seperti inilah yang menjadi sorotan Daud. Ia dengan sangat memperingatkan agar kita menghindari kemarahan dan panas hati yang disebabkan oleh perasaan iri hati terhadap mereka yang berbuat jahat, curang, dan melakukan tipu daya, namun berhasil dalam hidupnya (ayat 17). Kemarahan dan panas hati yang tidak terkendali sangat merugikan dan berbahaya karena akan menggiring seseorang pada kejahatan demi pemuasan kemarahannya (ayat 8).

Bukankah sesuatu yang menakjubkan jikalau kita menjadi iri hati bahkan terhadap mereka yang memperoleh keuntungan dengan cara yang fasik? Daud di dalam hikmatnya menyoroti perasaan ini sebagai gambaran dari orientasi hidup yang menyimpang dari Tuhan, dan untuk mengikisnya ia mengajak kita untuk: [1] menatap ke depan dan melihat akhir hidup mereka (ayat 2, 10); serta [2] memusatkan orientasi hidup kepada Tuhan, percaya kepada-Nya (ayat 3), bergembira karena-Nya (ayat 4), menyerahkan hidup kepada-Nya (ayat 5), dan berdiam diri serta menantikan-Nya (ayat 7). Maka Ia akan bertindak, memberikan apa yang kita inginkan (ayat 4, 5), dan memunculkan kebenaran serta hak kita (ayat 6), sehingga kita dapat menikmati kegembiraan dan kesejahteraan yang berlimpah-limpah (ayat 11).

Renungkan: Mata yang penuh iri hati terjebak oleh keberhasilan orang lain, sedangkan pandangan mata yang terpusat kepada Allah akan mengikis keirihatian. Apa sebenarnya yang menjadi orientasi hidup Anda?

Bacaan untuk Minggu Ke-9 sesudah Pentakosta

Yeremia 23:1-6

Efesus 2:11-18

Markus 6:30-34

Mazmur 23

Lagu: Kidung Jemaat 436

PA 5 Mazmur 36

Mazmur ini memaparkan sebuah kontras antara orang fasik dengan kasih setia Tuhan. Kontras ini bertujuan membawa kita pada pemahaman akan kasih setia Tuhan bagi umat-Nya di tengah-tengah kejahatan manusia. Pemazmur menyusun perenungannya dengan empat elemen: [1] Penjabaran tentang kebiasaan hidup orang fasik (ayat 2-5); [2] Perenungan tentang kasih setia Tuhan (ayat 6-10); [3] Doa permohonan akan kasih setia Tuhan (ayat 11); dan [4] Doa permohonan untuk perlindungan dari yang jahat (ayat 12-13).

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

1. Dimanakah letak sumber kesalahan orang fasik (ayat 2a)? Tiga akar kesalahan apakah yang ada di balik kebiasaan dan tekad orang fasik sehingga mereka tidak dapat lagi mengenali, membenci, ataupun berhenti dari kesalahannya (ayat 2-3)? Hal-hal apa saja yang dicemari oleh kondisi hatinya dan bagaimana mereka mewujudkannya (ayat 4-5)?

2. Pada bagian yang kedua pemazmur mengajak kita merenungkan kebesaran Tuhan (ayat 6, 7) dan ketergantungan manusia kepada-Nya (ayat 8-10). Bagaimanakah pemazmur menggambarkan kebesaran serta luasnya jangkauan kasih setia Tuhan (ayat 6)? Setinggi, sedalam, sekokoh, dan sedasyat apakah keadilan dan hukum-Nya digambarkan (ayat 7)? Apakah peranan kasih setia Tuhan terhadap ciptaan-Nya (ayat 7-9)?

3. Pada bagian ini Pemazmur mencetuskan pujian yang sangat indah (ayat 10). Puji-pujian ini merupakan intisari pengakuan umat percaya yang melandasi pemahaman bahwa kita hanya dapat hidup sepenuhnya jika Tuhan menerangi dan menjadi terang bagi kita. Mengapa manusia perlu bergantung sepenuhnya kepada Allah?

4. Melalui mazmur ini kita dapat melihat bahwa; Tuhan tidak berhenti memberikan serta memenuhi bumi dengan kasih setia-Nya walaupun dunia ini dipenuhi dengan kejahatan. Bagaimana kesadaran ini mempengaruhi dan mengubah cara pandang pemazmur? Bagaimana ia berespons(ayat 11)? Bagaimanakah pemazmur mengungkapkan keyakinannya atas akhir hidup orang fasik (ayat 13)?

5. Bagaimanakah perspektif tentang kasih setia Tuhan mengubah cara pandang kita tentang dunia? Bagaimana seharusnya kita berespons?

(0.14586222666667) (Mzm 46:1) (sh: Aman dalam perlindungan Allah (Selasa, 10 Februari 2004))
Aman dalam perlindungan Allah

Aman dalam perlindungan Allah. Bulan-bulan ini dan ke depan, situasi macam apakah yang kita hadapi? Apakah banjir kembali melanda sejumlah daerah di Indonesia? Apakah justru kemarau panjang terus menerus terjadi? Apakah kampanye partai-partai dan segala hal yang berkaitan dengan persiapan Pemilu 2004 akan menimbulkan gelombang kerusuhan? Apakah ekonomi Indonesia semakin terpuruk? Apakah anak-anak Tuhan akan semakin terpojokkan oleh fanatisme kelompok agama lain?

Semua kesulitan dan tantangan yang sedang atau akan kita hadapi itu bagaikan laut yang bergelora, “ribut dan berbuih airnya.” (ayat 4). Pada masa Perjanjian Lama, lautan yang bergelora melambangkan kuasa kejahatan yang mengganggu dan merusak umat manusia. Kuasa kejahatan dipersonifikasi dengan dewa penguasa lautan, yang berkuasa menimbulkan kekacauan dan malapetaka bagi umat manusia. Namun, bersama si pemazmur, kita diajak untuk meneguhkan iman kita kepada Allah (ayat 2). Allah mengendalikan semua kejadian di muka bumi ini, bahkan mengontrol air bah kekacauan yang melanda dunia ini (ayat 3-4).

Orang yang berlindung di dalam naungan Allah Yang Mahatinggi, akan mengalami rasa aman yang luar biasa (ayat 5-6). Lautan air yang melambangkan kuasa kekacauan, di dalam kendali Allah tidak lebih dari aliran air sungai yang mengalir tenang dan memenuhi kebutuhan kota milik Allah (ayat 5). Orang yang tinggal di dalamnya tidak akan takut (ayat 6), karena mereka akan menyaksikan demonstrasi kedaulatan dan kekuasaan Allah atas dunia ini (ayat 7,9-10).

Janji-Nya kepada orang yang takut akan Tuhan adalah penyertaan dan perlindungan-Nya (ayat 8,12). Oleh karena itu, jangan takut dan panik, sebaliknya “Diam dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!” (ayat 11).

Renungkan: Situasi boleh menjadi semakin parah dan menakutkan, tetapi selama kita berlindung pada Allah kita tidak perlu takut.

(0.14586222666667) (Mzm 47:1) (sh: Kemerdekaan suatu bangsa adalah berkat Ilahi (Jumat, 17 Agustus 2001))
Kemerdekaan suatu bangsa adalah berkat Ilahi

Kemerdekaan suatu bangsa adalah berkat Ilahi. Ada 2 hal yang sangat menarik untuk diperhatikan dalam mazmur kita hari ini. Pertama, mengapa pemazmur mengajak segala bangsa untuk meresponi Allah yang dahsyat hanya dengan pujian (ayat 2, 7- 8)? Tidakkah lebih tepat jika meresponi-Nya dengan kegentaran yang besar? Kedua, bukankah Israel yang menerima berkat yaitu keberhasilan menaklukkan bangsa-bangsa lain (ayat 2-5), mengapa pemazmur justru mengajak bangsa-bangsa untuk memuji Allah? Bagaimana memahami mazmur ini?

Tindakan pemazmur berlandaskan pemahaman kebenaran eskatologis yaitu pada akhir zaman segala bangsa akan berkumpul untuk memuji Allah yang dahsyat (Why. 4:9). Dalam bertindak, pemazmur berorientasi jauh ke masa depan. Hal ini memanifestasikan keyakinannya bahwa sebagai umat Allah tindakannya harus sejalan dengan karya keselamatan Allah dalam sejarah manusia yang sudah dimulai sejak zaman purbakala dan terus berjalan hingga seluruh rencana-Nya digenapi. Tindakan pemazmur juga dilandasi pemahaman kebenaran yang mendalam tentang berkat. Tuhan memberikan berkat dengan tujuan agar umat manusia kembali kepada tatanan dunia yang sudah ditetapkan oleh Allah yaitu menyembah Allah yang adalah Raja dan Penguasa seluruh bumi. Ini berarti bangsa-bangsa lain yang ditaklukkan oleh Israel bukanlah korban. Karena itulah tidak mengherankan jika akhirnya mereka menjadi umat Allah (ayat 10).

Segala tindakan dan alasan yang melandasi tindakan pemazmur mempunyai satu tujuan yaitu Allah sangat dimuliakan (ayat 10). Kemenangan Israel bukan untuk Israel saja. Kekalahan bangsa-bangsa lain bukan untuk menghancurkan mereka. Segala sesuatu yang terjadi dalam sejarah manusia memang diarahkan pada satu tujuan yaitu kembalinya tatanan Ilahi dimana Allah sangat dimuliakan dan menjadi pusat dari seluruh gerak dan aktivitas manusia.

Renungkan: Kemerdekaan Indonesia merupakan berkat Tuhan yang dicurahkan untuk membawa bangsa Indonesia kembali masuk ke dalam tatanan Ilahi. Karena itu kita harus mengisi kemerdekaan ini dengan berbagai upaya yang sejalan dengan karya keselamatan Allah atas bangsa kita sehingga bangsa kita dapat kembali kepada tatanan Ilahi dan menyembah Allah yang benar.

(0.14586222666667) (Mzm 48:1) (sh: Keyakinan tidaklah cukup (Sabtu, 18 Agustus 2001))
Keyakinan tidaklah cukup

Keyakinan tidaklah cukup. Hubungan antar manusia memang berlandaskan keyakinan satu dengan yang lain namun hubungan antara Kristen dengan Allah selain berlandaskan keyakinan juga confidentiality, dimana di dalamnya terkandung unsur ketergantungan dan keberanian untuk terbuka sekalipun rahasia pribadi yang mungkin sangat memalukan.

Inilah yang dimaksudkan pemazmur ketika ia mengatakan bahwa ‘inilah Allah, Allah kitalah Dia... (ayat 15). Allah yang berdaulat atas seluruh alam semesta (ayat 7); Allah yang penuh kasih setia namun juga menegakkan keadilan (ayat 10-11). Allah yang kepada-Nya dan di hadapan-Nya manusia bergantung dan membuka hidupnya. Hubungan ini tidak dibatasi oleh waktu. Sebab Allah mampu dan tetap akan mampu. Tidak seperti orang-tua kita yang meskipun tetap sebagai orang-tua namun karena sudah terlalu tua atau mungkin sudah meninggal, tidak mampu melaksanakan kewajibannya sebagai orang-tua lagi. Namun masyarakat modern telah menawarkan dengan gencar konsep hubungan yang baru yaitu hubungan yang ‘impersonal’ dan berorientasi pada keuntungan semata. Ini juga merasuki kehidupan rohani sehingga Allah sering dipandang sebagai mesin ATM. Pemazmur telah mengantisipasi konsep demikian dan menegaskan bahwa hubungan manusia dengan Allah bukan berorientasi pada keuntungan manusia namun berorientasi pada penundukan diri kepada pimpinan Allah (ayat 15b). Bagaimana mempertahankan orientasi ini? Pertama, akuilah kebesaran Tuhan dalam setiap keberhasilan dan pujilah Dia Raja atas alam semesta (ayat 1-9). Kedua, milikilah kehidupan beribadah yang senantiasa mengingat kasih setia dan keadilan Tuhan lalu bersukacitalah karenanya (ayat 10). Ketiga, sediakan waktu secara berkala untuk berhenti dari segala aktivitas agar dapat melihat segala sesuatu yang telah Allah perbuat (ayat 13-14). Ketiga tindakan di atas akan memimpin kita kepada kehidupan yang berpusat pada kedaulatan Allah.

Renungkan: Konsep confidentiality harus dipertahankan hingga generasi selanjutnya (ayat 14b) sebab masyarakat modern semakin memandang bahwa hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan bisnis. Manusia memberi persembahan, Allah memberikan berkat. Tidakkah ini yang kita lihat saat ini? Karena itu mulailah ketiga tahap di atas dalam hidup Anda dan tentunya bersama keluarga Anda.



TIP #15: Gunakan tautan Nomor Strong untuk mempelajari teks asli Ibrani dan Yunani. [SEMUA]
dibuat dalam 0.07 detik
dipersembahkan oleh YLSA