Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 4901 - 4920 dari 9318 ayat untuk Tidak [Pencarian Tepat] (0.000 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.22103852173913) (Yoh 9:8) (sh: Si lemah menjadi kuat (Minggu, 24 Januari 1999))
Si lemah menjadi kuat

Si lemah menjadi kuat. Kedudukan seorang buta di tengah masyarakat saat itu, dinilai sangat rendah, hina, tak berdaya, tak berharga. Namun penilaian ini tidak berlaku dalam diri Tuhan Yesus. Justru Ia mengubah keberadaan orang buta itu secara drastis. Harga diri dibangkitkan. Ia menjadi berani menjawab bertubi-tubi pertanyaan yang diarahkan kepadanya. Mula-mula dari para tetangganya, kemudian berhadapan dengan orang-orang Farisi. Orang-orang Farisi itu akhirnya menegaskan bahwa Yesus bertindak salah dan tidak tahu adat karena melakukan mukjizat pada hari Sabat. Menurut mereka perbuatan itu bertentangan dengan Hukum Taurat. Keputusan orang-orang Farisi itu mendadak menimbulkan keberanian pada diri si pengemis yang dengan tegas dan lugu mengatakan bahwa: "Ia adalah seorang nabi!" Jawaban ini sangat mengejutkan para tetangga maupun orang-orang terhormat di sekitarnya. Si lemah telah menjadi kuat, berani berkata benar, dan menyatakan keyakinannya.

Berani karena benar. Kata-kata ini sangat populer di masa-masa perjuangan dahulu. Tetapi karena ambisi tidak sehat, makna kalimat menjadi kabur dan luntur. Banyak orang tidak lagi berani berkata hal yang benar. Masyarakat lebih cenderung memanipulasi kebenaran daripada harus menderita karena berkata benar, bertindak benar. Saat ini umat Kristiani dihadapkan pada pelbagai tantangan dan kesulitan. Kondisi ini bisa saja memaksa Kristen bertindak tidak setia pada kebenaran. Karena itu kesetiaan pada keyakinan terhadap Kristus harus tetap terjaga, berani berkata benar dan mempertahankan kebenaran sekalipun harus tetap menanggung resikonya.

Renungkan: Demi kepentingan dan keinginan tertentu, kesetiaan pada kebenaran yaitu Yesus Kristus mungkin akan mengalami penurunan. Karena itu tetaplah berpegang teguh pada-Nya dan jangan goyah.

Doa: Ya Bapa, bimbinglah kami agar tetap memiliki keberanian untuk berkata benar di tengah kebohongan yang dianggap biasa. Mampukan kami untuk tetap setia kepada-Mu walau berat tantangan yang harus kami hadapi.

(0.22103852173913) (Yoh 12:9) (sh: Sang raja masuk kota Yerusalem (Rabu, 6 Maret 2002))
Sang raja masuk kota Yerusalem

Sang raja masuk kota Yerusalem. Situasi makin panas karena pemimpin Yahudi merencanakan pembunuhan bukan terhadap Yesus saja, tetapi juga terhadap Lazarus (ayat 10). Orang yang beriman dan mengasihi Tuhan tidak saja menerima berkat dalam bentuk yang disukainya, tetapi juga dalam bentuk berbagai risiko yang tidak enak. Tuhan Yesus tahu rencana pembunuhan tersebut, tetapi kini Ia menampakkan diri tidak lagi di kalangan terbatas, namun di kalangan publik di Yerusalem. Itu dilakukannya pada hari raya Paskah, salah satu hari raya penting ketika orang Yahudi melimpah ruah berdatangan ke Yerusalem. Suasana makin ramai karena banyak orang dari berbagai kota datang ke Yerusalem untuk merayakan Paskah.

Orang banyak segera menyambut Yesus dengan meriah. Seruan mereka mengandung makna pengharapan. “Hosana” secara harfiah berarti selamatkanlah atau “tolong”. Mereka melambai-lambaikan daun palem, menandakan bahwa mereka sedang menyambut raja yang datang dalam kemenangan. Mungkin seruan Hosana dan lambaian daun palem tidak begitu jelas, namun seruan mereka selanjutnya jelas menunjukkan bahwa mereka menyambut Yesus sebagai raja Israel (ayat 13). Seruan orang banyak itu mengacu pada firman Tuhan dalam PL, Mazmur 118:26, yang menunjuk pada kehadiran Mesias yang dijanjikan oleh Allah, yaitu Juruselamat yang diurapi, Raja bagi bangsa Israel dan bangsa-bangsa lain. Namun demikian, konsep mereka politis sifatnya dan itu berbeda dari maksud Tuhan sesungguhnya.

Ini terlihat dari sikap Yesus memasuki kota Yerusalem dengan menaiki seekor keledai muda. Apabila Yesus datang ke Yerusalem dengan maksud menunjukkan bahwa Ia menginginkan kuasa politis, tentu Ia akan mengendarai kuda. Tidak sulit bagi-Nya mendapatkan seekor kuda untuk maksud itu. Tetapi, kini Yesus sengaja mencari seekor keledai muda. Saat menulis Injil ini, Yohanes menjadi paham bahwa kejadian itu menggenapi Zakharia 9:9. Sungguh Yesus adalah Raja dan datang sebagai penggenap nubuat mesianis. Namun, Ia datang dan menggenapi dengan cara lain, dalam cara yang di mata manusia rendah dan lemah.

Renungkan: Yesus yang bagaimanakah yang kita sambut dan akui sebagai Tuhan kita?

(0.22103852173913) (Yoh 18:1) (sh: Reaksi Yesus ketika ditangkap (Senin, 25 Maret 2002))
Reaksi Yesus ketika ditangkap

Reaksi Yesus ketika ditangkap. Yohanes membuat lukisan yang berbeda dari catatan Injil sinoptis tentang penangkapan Yesus. Ia tidak mencatat tentang pergumulan doa Yesus di Getsemani, tetapi menyoroti hal lain dari peristiwa penangkapan tersebut. Yohanes melukiskan bagaimana reaksi Yesus menghadapi kedatangan Yudas si pengkhianat dengan rombongan serdadu yang ingin menangkapnya, dan menghadapi kemarahan Petrus yang ingin membela-Nya.

Tempat penangkapan tersebut adalah tempat yang sering Yesus kunjungi untuk memelihara persekutuan-Nya dengan Bapa dan dengan para murid-Nya. Itulah sebabnya, Yudas si pengkhianat mengetahui tempat untuk menangkap Yesus (ayat 2). Yudas tentu sering juga berada di taman itu bersama para murid Yesus lainnya. Tetapi, keberadaannya kini adalah untuk mengkhianati Yesus. Ia telah menempatkan dirinya dalam status yang lain, bukan lagi murid, tetapi sebagai pemandu para musuh Yesus untuk menangkap dan membunuh-Nya. Yesus sama sekali tidak menunjukkan keinginan menyelamatkan diri apalagi ketakutan. Sebaliknya, wibawa Ilahi- Nya tampak jelas. Ketika Ia menjawab “Akulah Dia” atas pertanyaan para prajurit, segera saat itu semua pihak musuh menyadari kewibawaan kudus dalam diri Yesus (ayat 4-6). Hampir bersamaan dengan itu, kasih Yesus kepada para murid-Nya dinyatakannya dengan meminta agar mereka diizinkan pergi oleh para serdadu tersebut (ayat 8).

Petrus rupanya telah menyiapkan pedang dan menyerang seorang hamba imam. “Sarungkan pedangmu,” kata Yesus kepada Petrus. Pengkhianatan dan permusuhan tidak boleh dilawan dengan permusuhan. Kekerasan jangan dibalas dengan kekerasan. Pedang tidak dapat menyelesaikan masalah. Kekerasan tidak dapat menyelamatkan. Hanya kasih yang mampu menutup permusuhan dan mengganti angkara murka dengan penyelamatan. Kasih Allah yang ingin menyelamatkan orang-orang pilihan-Nya itu hanya dapat digenapi dengan jalan kematian Yesus. Seluruh permasalahan dosa harus diselesaikan dari akarnya, dan hanya dengan menyerahkan diri taat kepada Allahlah semua pemberontakan manusia dapat dihancurkan kuasanya.

Renungkan: Jalan salib Yesus bukanlah jalan pembelaan diri, namun penaklukan diri penuh pada kehendak Allah, apa pun risikonya.

(0.22103852173913) (Yoh 19:38) (sh: Tanda iman dan kasih (Sabtu, 30 Maret 2002))
Tanda iman dan kasih

Tanda iman dan kasih. Kisah penguburan Yesus oleh Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus ini sungguh menyejukkan hati kita. Bila dalam hari-hari sebelum ini kita diperhadapkan pada hingar-bingar suara-suara penuh kebencian dan angkara, kini dalam keteduhan sesudah kematian Yesus, kita menyaksikan ungkapan iman dan kasih tak terperikan. Apabila kematian-Nya adalah dengan cara teramat keji dan nista, kini penguburan-Nya adalah dengan cara teramat mulia dan terpuji. Ia dikuburkan di dalam kubur yang baru di sebuah taman. Sebelum dikuburkan, mayat Yesus dibalut dengan kain kafan dan diurapi dengan rempah-rempah. Itulah penghormatan yang Yesus terima sesudah Ia mati.

Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus yang melakukan penghormatan tersebut. Keduanya, menurut catatan Yohanes, adalah murid-murid yang diam-diam menyembunyikan identitas mereka (ayat 38). Ketika Yesus masih hidup tidak pernah mereka memiliki keberanian menyatakan kepercayaan mereka. Keduanya mungkin adalah tokoh agama atau tokoh masyarakat yang kedudukannya membuat mereka sulit untuk mengaku secara terbuka sebagai pengikut Yesus. Hal ini diisyaratkan oleh kisah Nikodemus yang diam-diam di malam hari datang menjumpai Yesus (ps. 3). Tetapi, iman dan kasih tak akan pernah seterusnya dapat disembunyikan dan bersifat rahasia. Justru ketika para murid Yesus yang semasa hidup Yesus berterus terang mengikuti Dia kini bersembunyi dalam ketakutan, kini kedua murid rahasia ini dengan berani meminta kepada Pilatus agar diizinkan menguburkan mayat Yesus. Mereka tidak lagi peduli bahwa kedudukan mereka menjadi taruhan. Mereka tidak merasa bahwa dengan menunjukkan kasih mereka, nyawa mereka terancam. Sekian lama mungkin mereka diam-diam menjadi pengamat dan orang percaya yang mengambil jarak. Kini sesudah kematian Yesus terjadi, hidup Yesus yang telah dicurahkan bagi mereka juga yang akhirnya membangunkan iman dan kasih itu dari persembunyiannya.

Renungkan: Menjadi murid secara diam-diam tidak sama dengan berpura-pura bukan murid Yesus. Kekhawatiran dan ketakutan yang menyebabkan orang tidak berani terbuka menyaksikan imannya akhirnya akan dikalahkan oleh kesadaran akan besarnya pengorbanan Kristus untuknya.

(0.22103852173913) (Kis 2:37) (sh: J+1, H+1 dan M+1 (Rabu, 11 Juni 2003))
J+1, H+1 dan M+1

J+1, H+1 dan M+1. Sebuah topan tidak dapat dikatakan sebuah topan, bila tidak menimbulkan kerusakan apapun pada kota yang dilandanya. Tidak hanya pada saat ia melanda, tetapi juga satu jam, satu hari, bahkan satu minggu setelah topan itu mengamuk, dampaknya masih terasa.

Demikian pula Roh Kudus. Untuk meneruskan penggambaran dengan angin tadi, Roh Kudus bukanlah angin sepoi yang terasa saat ini namun tak diingat lagi kemudian. Kata-kata yang diucapkan Petrus dan rekan-rekannya berdampak nyata, dan Roh Kudus pun juga bekerja di antara para pendengar mereka (ayat 37). Mereka pun memutuskan untuk menerima Injil dan memberi diri dibaptis (ayat 41). Tidak hanya itu, para-para petobat baru inipun dengan tekun bertumbuh dalam pengajaran dan persekutuan (ayat 42). Dalam komunitas mereka, para rasul pun mengerjakan mukjizat dan tanda karena kuasa Roh (ayat 43). Satu dampak penting lain dari kehadiran Roh Kudus dalam hati mereka adalah gaya hidup mereka yang komunal (saling membagi harta milik, ay. 44). Gaya hidup ini bukanlah pola baku yang harus ditiru mentah-mentah, tetapi hanya satu dari banyak alternatif. Yang penting untuk diperhatikan adalah perubahan kehidupan yang terjadi dan menjadi kesaksian bagi orang banyak di sana: kesatuan dan kesehatian antara para petobat baru dan para pengikut Yesus. Berbagi hak milik, apalagi saat jemaat mulai dikucilkan dari masyarakat luas, adalah ekspresi kasih persaudaraan yang dahsyat. Semua ini patut menjadi teladan bagi kehidupan berjemaat kita. Sudah cukup lama kita di Indonesia ini mengaku diri Kristen. Sayangnya, kehidupan dari banyak jemaat tidak menampakkan tanda-tanda dilanda "badai" Roh Kudus: pertobatan dari dosa yang nyata, kasih persaudaraan, kedewasaan iman, dan kesaksian Injil yang hidup.

Renungkan: Kehadiran Roh Kudus dalam suatu jemaat harus terlihat pada kehidupan nyata di antara anggota-anggotanya.

(0.22103852173913) (Kis 4:1) (sh: Berani karena Benar (Jumat, 25 Mei 2018))
Berani karena Benar

Saat Petrus dan Yohanes sedang mengajar orang banyak, datanglah para imam kepala serta orang Saduki. Mereka tidak senang dengan Petrus dan Yohanes yang mengajarkan tentang konsep kebangkitan Yesus dari antara orang mati (2; Kis. 3:15). Sebab orang Saduki sama sekali tidak percaya adanya kebangkitan orang mati. Mereka juga menolak konsep takdir, ganjaran kekal setelah kematian, dan keabadian jiwa. Kaum Saduki lebih menekankan pada kehendak bebas dan kemandirian akal budi manusia. Oleh karena itu, segala hal yang tidak dapat diterima secara logika dianggap omong kosong belaka.

Para imam kepala itu marah karena menurut mereka kedua rasul Yesus tidak punya hak untuk berkhotbah dan mengajar, apalagi mewartakan Yesus yang sudah dicap sebagai penghujat Allah. Karena alasan itu Petrus dan Yohanes ditangkap, diadili, dan dipenjara. Dalam persidangan, kedua rasul Yesus mendapat pertanyaan krusial yang bernuansa politis, yaitu dengan kuasa manakah atau dalam nama siapakah mereka bertindak menyembuhkan orang lumpuh itu? (7). Berkat hikmat dan kekuatan Roh Kudus, Petrus menegaskan bahwa Yesus, yang telah disalibkan oleh para agamawan Yahudi, itulah yang telah menyembuhkan orang lumpuh itu. Pernyataan Petrus dan kesaksian orang lumpuh itu sudah membuktikan Yesus adalah Mesias dan Anak Allah (10-14).

Ucapan Petrus bukan hanya melukai perasaan dan harga diri anggota Mahkamah Agama, tetapi juga membuat mereka keheranan. Mereka menghendaki bahwa setelah peristiwa penyaliban Yesus orang Nazaret, tidak akan ada lagi orang yang menyebut nama-Nya. Namun, mereka tidak dapat menghambat karya Allah di tengah bangsa Israel. Sebab, apa yang diberitakan para rasul itu benar adanya.

Sebagai anak-anak Allah, kita dipanggil untuk berani memberikan kesaksian tentang Yesus sebagai satu-satunya Penyelamat, Penebus, dan Penghibur bagi manusia berdosa. Fakta dan kebenaran ini sepatutnya mendorong kita untuk lebih berani hidup bagi Kristus dan kerajaan-Nya. [JMN]

(0.22103852173913) (Kis 7:17) (sh: Cara dan waktu Tuhan (Selasa, 24 Juni 2003))
Cara dan waktu Tuhan

Cara dan waktu Tuhan. Dalam pembelaannya di hadapan Imam Besar, Stefanus mengisahkan kembali perjalanan hidup bangsanya yang harus melewati penderitaan di tangan Firaun. Tujuannya memaparkan fakta ini bukanlah untuk menarik simpati para pendakwanya; tetapi semata- mata menegaskan bahwa Tuhan terus menerus mengunjungi bangsanya. Tuhan memelihara Israel, sebab darinyalah akan bertunas penyelamat dunia, yakni Yesus Kristus. Inilah arah pembelaan Stefanus dan inilah arah yang tidak dikehendaki para imam.

Stefanus menyaksikan kembali apa yang diperbuat Allah bagi nenek moyang Israel, Musa ketika berusia 40 tahun. Keprihatinannya terhadap kehidupan bangsanya membuat ia pada akhirnya bertindak membela kaumnya yang tertindas. Musa berani meskipun untuk itu ia harus meninggalkan Mesir, ditolak oleh bangsanya sendiri, dan hidup sebagai pendatang di Midian. Namun, terlepas dari tindakan Musa yang berani bukanlah bagian dari rencana Tuhan untuk menjadikannya pahlawan saat itu, dan penolakan manusia terhadap Musa, Allah tidak mengubah rencana-Nya untuk mengutus Musa ke tengah-tengah bangsa-Nya (ayat 30-34).

Melalui kehidupan Musa kita belajar tentang beberapa hal: pertama, bahwa Tuhan memiliki cara-Nya sendiri untuk menempa seseorang menjadi alat-Nya. Kedua, bahwa Tuhan tidak menyatakan rencana- Nya secara sembunyi-sembunyi. Musa memanfaatkan kesempatan yang terbuka baginya namun tersembunyi dari pandangan orang (Kej. 2:12). Waktu Tuhan adalah masa di mana pada akhirnya Musa menganggap bahwa tidak ada lagi kesempatan baginya untuk menyelamatkan bangsanya.

Apa pun kesulitan yang kita hadapi bertindaklah bijaksana. Janganlah gunakan cara kita jika itu tidak berkenan pada-Nya.

Renungkan: Andalkan kekuatan Tuhan bukan kekuatan otot kita dalam pergumulan hidup.

(0.22103852173913) (Kis 16:11) (sh: Jalan salib penuh penderitaan (Jumat, 27 Mei 2005))
Jalan salib penuh penderitaan

Jalan salib penuh penderitaan
Banyak orang Kristen beranggapan bahwa ketaatan pada visi menyaksikan Injil akan membuahkan hasil gemilang. Kenyataannya tidak selalu demikian. Sejarah gereja menunjukkan banyak misionaris yang ditolak, dianiaya, bahkan tidak sedikit yang dibunuh.

Pelayanan Paulus di Filipi pada minggu-minggu pertama diterima dengan baik. Paulus sengaja mengunjungi rumah ibadat Yahudi yang ada di kota itu. Selain bertemu dengan orang-orang Yahudi, mereka juga berjumpa dengan orang-orang nonyahudi yang ikut beribadah. Sejumlah orang bertobat termasuk Lidia, yang kemudian memberikan tumpangan bagi rombongan ini (ayat 13-15). Namun, Iblis tidak senang dan berupaya menghambat pelayanan mereka. Pertama, Iblis memakai roh tenung untuk mengganggu pelayanan Paulus dan Silas (ayat 16-17). Paulus mengatasi serangan ini dengan mengusir roh jahat yang merasuk seorang hamba perempuan (ayat 18). Kedua, Iblis memakai pemilik hamba perempuan itu untuk memelopori penganiayaan Paulus dan Silas. Karena kehilangan penghasilan, mereka menghasut penduduk Filipi untuk menganiaya Paulus dan Silas serta melemparkannya ke penjara. Mereka lebih mengutamakan uang daripada jiwa hamba perempuan itu (ayat 19-24). Apakah visi Makedonia telah gagal?

Pertanyaan serupa muncul tatkala kita mengalami tantangan berat dalam pelayanan. Yaitu, ketika gereja ditutup, dirusak, dan dibakar; orang Kristen dianiaya, dipenjara, bahkan dibunuh. Apakah ini berarti Iblis yang menang? Atau adakah rencana-Nya yang belum diungkapkan bagi anak-anak-Nya? Apa yang harus kita lakukan? Ingatlah bahwa Allah tetap berdaulat, walau kita tidak mengerti sekarang. Pikullah salib sama seperti Kristus telah memikul salib sebagai bukti penyerahan-Nya akan kehendak Allah.

Renungkan: Saat penderitaan menyapa kita, ketahuilah bahwa Dia pernah melaluinya. Tuhan tidak membiarkan kita sendirian. Ia ada di sisi kita saat ini untuk menguatkan kita.

(0.22103852173913) (Kis 16:25) (sh: Penderitaan yang tidak sia-sia (Sabtu, 28 Mei 2005))
Penderitaan yang tidak sia-sia

Penderitaan yang tidak sia-sia
Ada dua penyebab derita dalam pelayanan yaitu diri sendiri dan akibat bersaksi. Menderita karena bersaksi berarti Tuhan mengizinkan Iblis menghambat pelayanan. Dalam kendali Tuhan, penderitaan itu justru memajukan pekabaran Injil karena menghasilkan pertumbuhan iman pewarta Injil dan membuka hati pendengar Injil.

Sikap Paulus dan Silas ketika menghadapi penderitaan dalam pelayanan bukan bersungut-sungut dan menyesali panggilan Tuhan. Sebaliknya, mereka memuliakan Tuhan dengan puji-pujian (ayat 25). Kita tidak tahu pasti apa pujian yang mereka nyanyikan. Ada dua bagian surat Paulus yang bercerita tentang Kristus dengan makna teologis yang dalam, yaitu Kolose 1:15-20 dan Filipi 2:6-11. Keduanya merupakan kutipan nyanyian Kristen purba. Mungkin nyanyian inilah yang dipujikan Paulus dan Silas. Melalui nyanyian, Paulus dan Silas menyaksikan iman mereka bahwa Tuhan berdaulat atas apa pun yang terjadi dalam hidup mereka.

Iman ini terbukti ketika Tuhan mengirimkan gempa bumi yang membongkar semua belenggu para tahanan dan membuka seluruh pintu penjara, mereka tidak memanfaatkannya sebagai kesempatan untuk melarikan diri (ayat 28). Sikap mereka itu menjadi kesaksian yang membuat kepala penjara dan seisi rumahnya bertobat (ayat 30-34). Sebaliknya Paulus memanfaatkan peristiwa pemenjaraan mereka untuk melindungi jemaat Filipi agar tidak mengalami hal serupa. Mereka menuntut permintaan maaf dari para pejabat kota yang sudah menganiayanya. Hal ini dimungkinkan sebab sebagai warga negara Roma, mereka berhak memperoleh perlakuan adil dalam hukum (ayat 35-40).

Saat Anda sedang menderita karena melayani Tuhan, ingatlah bahwa ketekunan dan kesetiaan Anda merupakan kesaksian bagi orang lain. Upah dari kesaksian penderitaan Anda adalah jiwa-jiwa yang bertobat.

Renungkan: Orang yang menabur firman dengan cucuran air mata akan menuai jiwa-jiwa baru dengan sukacita.

(0.22103852173913) (Kis 18:1) (sh: Pemeliharaan Tuhan bagi Misi Injil (Rabu, 1 Juni 2005))
Pemeliharaan Tuhan bagi Misi Injil

Pemeliharaan Tuhan bagi Misi Injil
Pengabaran Injil bisa dihalangi dengan keras. Pengabar Injil bisa ditentang dan ditolak. Akan tetapi, rencana Allah tidak bisa gagal. Ia akan memakai berbagai cara untuk memelihara misi penyelamatan tak terhenti.

Allah memelihara misi pengabaran Injil yang dilakukan Paulus melalui beberapa cara. Pertama, Allah memberikan Paulus kepekaan untuk mengetahui kebutuhan orang-orang di sekelilingnya. Kepekaan Paulus juga terlihat saat ia sendiri yang menanggung biaya pelayanannya. Ia tidak membebankannya kepada orang-orang percaya yang pernah ia layani. Sungguh teladan yang luar biasa! Untuk itu, ia bekerja sebagai tukang kemah yang juga dilakukan oleh Akwila dan Priskila (ayat 2-3). Kedua, Roh Kudus menguatkan Paulus dengan visi adanya umat pilihan yang harus diselamatkan di kota Korintus. Visi ini membuat ia tidak meninggalkan kota tersebut, walaupun Injil Kristus ditentang oleh orang-orang Yahudi yang ada di Korintus (ayat 6-8,12-17). Ketiga, Allah melindungi Paulus dari ancaman para musuhnya sehingga ia dapat tinggal delapan belas bulan lamanya untuk mengajar umat dan melayani pekerjaan Tuhan (ayat 10-11).

Ada dua teladan Paulus yang dapat kita ikuti. Pertama, bergantung penuh kepada pemeliharaan Tuhan untuk mencukupi kebutuhan pelayanan, bukan kepada manusia. Akibatnya, pelayanan kita tidak dikendalikan orang lain. Kedua, kita perlu belajar peka akan kebutuhan orang lain. Jangan sampai pelayanan kita dikendalikan oleh rasa suka atau tidak suka terhadap sikap atau jenis orang tertentu. Hal yang paling penting adalah senantiasa meminta pimpinan Tuhan yang jelas melalui firman dan doa untuk visi pelayanan. Kalau Tuhan sudah menetapkan pimpinan-Nya, kita boleh meyakini bahwa rintangan apa pun akan dapat kita atasi.

Renungkan: Hati yang tulus untuk dipakai Tuhan, kepekaan akan kebutuhan di sekitar kita, dan ketaatan pada pimpinan Roh Kudus adalah kunci kesuksesan pelayanan kita.

(0.22103852173913) (1Kor 3:1) (sh: Aku tidak seperti diriku (Selasa, 2 September 2003))
Aku tidak seperti diriku

Aku tidak seperti diriku. Mungkinkah ini terjadi pada Anda? Bukankah makna diri adalah sebagaimana diri anda kini dan di sini? Paulus menjawab bisa saja. Contohnya, jemaat Korintus. Mereka tidak lagi menjadi diri mereka, tetapi menjadi seperti orang lain.

Dari perpecahan, iri hati, dan perselisihan yang terjadi di antara mereka (ayat 3), mereka justru tampak "belum dewasa" (ayat 1; Yun. nepios, juga: "bayi"). Paulus menyebut mereka seperti "manusia duniawi" (ayat 1; Yun. sarkinos); bahkan mereka adalah "manusia duniawi" (ayat 3; Yun. sarkikos). Dari perbedaan istilah yang digunakan, jelas bahwa jemaat Korintus tidak masuk kategori "manusia duniawi" di 2:14 yang tidak mengenal Allah. Paulus menggunakan kata-kata di atas dalam nada ironi, agar jemaat Korintus sadar akan adanya kerancuan dalam diri mereka: mereka rohani dan "matang" (ayat 2:6; Yun. teleios, juga: "dewasa") karena telah menerima Roh dan hikmat Allah (ayat 2:10,12), tetapi seperti bayi dan menjadi manusia duniawi karena hidup seperti manusia biasa yang belum menerima Roh (ayat 4). Sadar, bertobat, dan setia kepada jati diri, ini sebenarnya yang menjadi maksud Paulus bagi mereka.

Ironi ini makin kentara ketika nyata bahwa bukti keduniawian jemaat Korintus adalah perpecahan karena pro kontra mengenai para hamba Tuhan (ayat 5-8). Mereka duniawi dalam tindakan mereka untuk urusan hal "rohani": membela hamba Tuhan favorit. Untuk meluruskan ini, Paulus menggunakan metafora pertanian milik seorang tuan tanah. Paulus, Apolos dan rekan-rekannya hanyalah "anak buah" Allah Sang Pemilik (ayat 5,8,9). Sebagai manusia rohani, jemaat Korintus seharusnya mengerti untuk hanya bermegah di dalam Tuhan (ayat 1:31), bukan dengan konyol bermegah dalam para hamba. Sebab, yang terpenting dalam pertumbuhan jemaat hanyalah Allah sendiri (ayat 8).

Renungkan: Jadilah diri Anda yang sebenarnya: yang rendah hati, taat, dan asih; yang dalam Roh-Nya sejati rohani tanpa keangkuhan.

(0.22103852173913) (1Kor 5:1) (sh: Berdukacitalah! (Minggu, 24 Agustus 1997))
Berdukacitalah!

Berdukacitalah!
Kondisi jemaat di Korintus sangat memprihatinkan! Ada di antara warga jemaat itu yang melakukan dosa memalukan yang bahkan orang kafir pun tidak melakukannya. Dosa yang dilakukan ialah zinah dengan ibu tiri sendiri. Para pelakunya memang menyebut diri orang Kristen dan anggota jemaat, tetapi pasti mereka tidak mengasihi Tuhan dan jemaat-Nya. Perbuatan yang merusak kesaksian dan melemahkan iman jemaat itu tentu tidak dilakukan orang yang sungguh mengasihi Tuhan. Paulus sangat terpukul oleh kebobrokan tersebut, namun jemaat Korintus sendiri malah berbangga (ayat 2). Mereka bangga karena menganggap bahwa sikap menerima orang-orang yang melakukan percabulan dalam persekutuan sebagai suatu kemajuan. Bangga akan dosa adalah suatu kemunduran. Seharusnya jemaat berdukacita dan bertindak!

Basmi Dosa! Bila dibiarkan, dosa akan seperti ragi yang berpengaruh cepat ke seluruh jemaat. Dosa bukan hanya membinasakan pelakunya tetapi seluruh jemaat juga akan tercemar. Mereka akan terbiasa dengan dosa sehingga akhirnya tidak takut lagi berbuat dosa. Karena itu dosa harus dibenci, orang yang berdosa harus didisiplin. Disiplin yang dijatuhkan kepada orang berdosa itu adalah bukti bahwa jemaat mengasihinya. Disiplin gerejawi dijalankan demi menjaga kekudusan warga jemaat secara pribadi dan seluruh jemaat. Tidak mudah memang menjalankan disiplin, terlebih masa kini, tetapi tindakan itu harus karena penting. Tuhan menghukum bukan untuk menghancurkan tetapi untuk memulihkan dan memurnikan orang yang dikasihi-Nya.

Renungkan: Hanya hidup yang tanpa ragi dosa yang bisa mengalami suasana pesta rohani dalam hadirat Allah yang kudus, murni, tanpa cela.

Doa: Tuhanku, tolong kami untuk saling memperhatikan dan mengasihi sedemikian rupa hingga kami berani menolak dosa sahabat kami dan membawa mereka balik kepadaMu.

(0.22103852173913) (1Kor 9:19) (sh: Kerelaan demi Injil (Minggu, 31 Agustus 1997))
Kerelaan demi Injil

Kerelaan demi Injil
Prinsip Paulus dalam pelayanan ini bukan suatu hal yang mudah untuk dilaksanakan. Memang lebih mudah dan aman untuk bersikap kaku sambil bersembunyi di balik alasan bahwa kita berbuat demikian demi mempertahankan prinsip. Atau kebalikannya, mudah sekali menjadikan pelayanan yang komunikatif sebagai alasan untuk menutupi keinginan kompromi. Yang Paulus maksudkan jelas bukan yang terakhir ini. Paulus juga tidak menerima sikap yang pertama. Paulus bukan sedang belajar menjadi bunglon, tetapi menjadi hamba Kristus. Ia menaklukkan semua kepentingan dirinya, kebebasan dan haknya dalam upaya mempersempit jurang pemisah antara dirinya dan orang-orang yang dilayaninya demi memenangkan mereka bagi Kristus.

Berjuang dan menguasai diri. Sikap dan prinsip pelayanan Paulus ini membutuhkan perjuangan yang berat dan penguasaan diri yang kokoh. Untuk itu ia mendisiplin dirinya. Ia menggambarkan dirinya seperti seorang pelari. Dalam perlombaan semua berlomba, bertanding, tetapi hanya seorang yang akan keluar sebagai pemenang. Itu sebabnya bukan saja perlombaan itu saja harus ditempuhnya sebaik mungkin, tetapi persiapan sebelumnya pun harus sangat matang. Paulus menguasai dirinya supaya tidak diperbudak oleh keinginan-keinginan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Paulus tidak ingin hidupnya menjadi sia-sia, karunia dan panggilan pelayanan yang Allah percayakan kepadanya tidak sampai sasaran. Tujuan Paulus ialah memperoleh mahkota abadi yang akan Tuhan karuniakan hanya bagi yang setia dan menang.

Renungkan: Tugas menyaksikan Injil bukan saja tugas para hamba Tuhan, tetapi tugas atau panggilan untuk setiap orang beriman. Sudahkah Anda menujukan seluruh potensi Anda untuk mencapai sasaran ilahi itu dalam hidup ini?

(0.22103852173913) (1Kor 15:51) (sh: Persekutuan kekal (Sabtu, 4 Oktober 2003))
Persekutuan kekal

Persekutuan kekal. Bersekutu dengan Tuhan sering diartikan sempit, karena dibatasi ruang dan waktu. Artinya, persekutuan dengan Tuhan hanya ada jika ada kegiatan bersama memuji Tuhan, doa dan baca firman. Sebaliknya jika tidak, meski sedang berkumpul bersama, tidaklah menunjukkan adanya persekutuan dengan Tuhan. Benarkah demikian? Paulus menunjukkan suatu dimensi baru dalam memandang persekutuan dengan Tuhan. Dimensi kekekalan.

Paulus mendorong Kristen memegang kebenaran akan kebangkitan dan hidup benar dalam hubungannya dengan aspek persekutuan kekal dengan Tuhan. Usaha Paulus ini tentu saja dibarengi dengan alasan-alasan logis. Pertama, orang mati dalam Tuhan akan dibangkitkan pada waktu bunyi nafiri terakhir dalam keadaan tidak binasa dan telah diubahkan (ayat 51-53). Nabi-nabi Perjanjian Lama seringkali memiliki bayangan tentang terompet, yang digunakan untuk mengumpulkan umat untuk perang; di sini merujuk kepada kumpulan umat Allah pada zaman akhir (bdk. Yes. 27:13). Paulus mengambil bayangan dari khotbah Yesus tentang akhir zaman (Mat. 24:31). Kedua, peristiwa itu merupakan penggenapan firman Tuhan: (Hos. 13:14; Yes. 25:8) bahwa maut telah dilenyapkan oleh kebangkitan Yesus Kristus (ayat 54-56). Paulus mengutip Yesaya yang merujuk ke kemenangan Allah atas kematian zaman akhir, pada pemulihan terakhir Israel.

Ulasan Paulus mengenai persekutuan kekal, memberikan kepada kita, orang-orang Kristen pada masa kini dua pelajaran penting pertama, bahwa umat yang gigih mempertahankan persekutuan dengan Tuhan tidak akan sia-sia; kedua, bahwa selain dipertahankan dengan kegigihan, persekutuan dengan Tuhan harus dipelihara agar tidak goyah dan tetap berdiri teguh (ayat 57-58).

Renungkan: Tidak ada cara lain untuk memperoleh hidup dalam persekutuan kekal dengan-Nya selain dari persekutuan kita dengan-Nya tetap terjalin baik sampai akhir hayat kita.

(0.22103852173913) (1Kor 16:10) (sh: Senior memperhatikan junior (Minggu, 2 November 1997))
Senior memperhatikan junior

Senior memperhatikan junior
Hubungan Paulus dan Timotius seumpama hubungan pendeta atau pekerja jemaat yang sudah senior dengan para mahasiswa-mahasiswi teologi yang sedang praktek pelayanan dalam jemaat. Cukup sering terdengar keluhan dari para mahasiswa-mahasiswi tentang pengalaman mereka melayani itu. Kadang-kadang mereka tidak dianggap, dibiarkan saja, mungkin karena kemampuan mereka diragukan. Kadang-kadang pendeta sengaja cuti pada waktu musim praktek, sehingga mahasiswa-mahasiswi tersebut diberikan beban pelayanan yang melampaui tingkat kedewasaan dan keahlian mereka. Paulus tidak memperlakukan Timotius seperti itu. Ia melatih Timotius, mendoakan, memberi kesempatan untuk melayani bersama, dan meminta agar jemaat memberikan sikap dan kesempatan yang mendukung perkembangan Timotius.

Pelayanan Tim. Paulus menyadari bahwa dirinya bukan superman. Ia tidak serba bisa, juga tidak akan hidup selamanya. Itu sebabnya ia perlu melatih dan memberi kesempatan bagi Timotius (ayat 10), mengakui kontribusi pelayanan Apolos (ayat 12), dan digembirakan oleh kedatangan Stefanus (ayat 17). Jika Anda bertanya-tanya apa rahasia kebesaran Paulus, jawabnya ialah: ia menyadari kekecilan dirinya dan karena itu membuka diri untuk bekerja sama dengan banyak rekan pelayanan dan memberi diri untuk pelayanan membina generasi muda.

Pelayanan yang mengena. Pernahkah Anda merasakan bahwa apa yang dilayankan Gereja kurang memberikan kemampuan iman bagi warganya dalam menghadapi kenyataan hidup sehari-hari? Apabila pelayanan Gereja hanya bergantung pada bentuk verbal (khotbah) saja sekitar 30 menit pada hari Minggu, maka wajar bila jangkauan pelayanan Gereja menjadi sangat terbatas. Selain berkhotbah, Paulus juga mengunjungi jemaat-jemaat, hidup bersama mereka, mengenal mereka secara akrab. Tidak heran bila surat-suratnya terasa sangat kontekstual dan mengena.

Renungkan: Di balik tiap keberhasilan pelayanan selalu ada orang-orang yang mendoakan, merintis, menindaklanjuti, dlsb.

(0.22103852173913) (2Kor 7:2) (sh: Allah menyebabkan dukacita? (Minggu, 13 September 1998))
Allah menyebabkan dukacita?

Allah menyebabkan dukacita?
Dukacita, dari Allah atau dari dunia? Mungkin kita bertanya bukankah Allah itu sumber keselamatan? Bukankah keselamatan itu berarti sukacita dan damai sejahtera? Bagaimana mungkin Allah menyebabkan dukacita? Hari ini Alkitab mengajak kita memahamai tempat dukacita dalam kehidupan umat yang ditegur keras oleh hamba Allah. Kalau Paulus menegur mereka dengan keras dalam suratnya pertama tentang berbagai hal yang tidak beres, bukan berarti Paulus mengecilkan mereka. Sebaliknya Paulus tetap bangga akan jemaat satu ini yang jelas adalah hasil pelayanannya juga (ayat 2-4). Sebagai hamba Tuhan sejati, Paulus tak pernah akan melupakan berbagai dukungan yang telah diperlihatkan jemaat ini dalam keterlibatan mereka mendukung pelayanan Paulus (ayat 5-7). Justru karena kasih dan merasa diri akrab itulah Paulus rela menimbulkan kepedihan dan dukacita dalam jemaat itu.

Suka mendukakan orang? Paulus tidak sadis, ketika ia bersuka bahwa jemaat Korintus itu mengalami dukacita yang dalam. Paulus bisa diumpamakan seorang ayah yang bersuka melihat teguran atau hajarannya atas kenakalan anaknya menghasilkan penyesalan yang tulus. Anugerah Tuhan tidak boleh diperlakukan secara obralan. Pengampunan Tuhan bagaikan kesembuhan yang hanya terjadi bila orang melalui proses pengobatan yang pedih, sakit, pahit.

Dalam pelayanan kita ingin segera melihat orang menyambut janji-janji Allah dengan sukacita. Itu tidak benar. Sukacita sejati karena mengalami pengampunan dan pemulihan dari Allah hanya diterima oleh mereka yang mengalami berbagai aspek pertobatan seperti: kesungguhan yang besar, keinginan berubah, kemarahan terhadap dosa, takut akan Allah, semangat yang benar, mengakui dosa sebagaimana adanya (ayat 11).

Renungkan: Kasih sejati tidak lembek, membiarkan orang dalam dosa melainkan tegas menegur, menasihati, menyatakan kesalahan, membimbing dengan kuasa ilahi.

(0.22103852173913) (Ef 1:11) (sh: Menjadi umat Allah (Sabtu, 5 Oktober 2002))
Menjadi umat Allah

Menjadi umat Allah. Siapakah umat Allah itu? Paulus menegaskan bahwa umat Allah terdiri dari etnis Yahudi dan juga etnis nonYahudi. Hal ini dijelaskan Paulus dengan mempergunakan pronomia ‘kami dan kamu’. Pronomina ‘kami’ menunjuk pada etnis Yahudi dimana Paulus adalah anggotanya. Sementara pronominal ‘kamu’ menunjuk pada semua etnis di luar etnis Yahudi. Paulus menulis ‘di dalam Dialah kami ... supaya kami (ayat 11, 12). Kemudian Paulus menulis ‘di dalam Dia kamu juga’ (ayat 13). Kedua etnis yang berbeda sekarang tidak hanya memiliki dasar yang sama yakni Yesus Kristus (ayat 11,13), tetapi juga sama-sama berada dalam Kristus, memiliki warisan yang sama dan Roh Kudus yang sama (ayat 14). Keduanya menjadi satu umat Allah.

Sekarang pertanyaannya bagaimana menjadi umat Allah? Paulus menyebut dua hal yang kelihatannya bertolak belakang. Pertama, kehendak Allah (ayat 5,9,11). Manusia dari segala etinis menjadi umat Allah karena dan oleh kehendak Allah. Persatuan dua etnis yang bertentangan bukanlah keinginan atau hasil usaha manusia. Kedua, pemberitaan Injil (ayat 13). Tanpa pemberitaan Injil iman tidak mungkin lahir. Jika tidak ada yang memberitakan Injil tidak mungkin etnis Yahudi dan nonYahudi memiliki iman pada Yesus. Injil ini disebut Paulus sebagai Injil keselamatan (ayat 13). John Stott dengan indah merumuskan relasi kehendak Allah dan pemberitaan Injil: “Pemberitaan Injil adalah satu-satunya sarana yang ditetapkan Allah dalam melepaskan manusia dari kebutaan dan perbudakan mereka yang dipilih-Nya dalam Kristus sebelum dunia dijadikan, membebaskan mereka untuk percaya pada Yesus, dan dengan demikian kehendak-Nya terjadi”. Jelas bahwa memberitakan Injil berarti memberlakukan kehendak Allah. Juga memberitakan Injil menghasilkan persekutuan umat manusia menurut cara yang tidak dapat dibuat oleh usaha-usaha manusia.

Renungkan: Jika umat Allah melintasi semua batas etnis, mengapa di dalam gereja masih dipisahkan tembok etnis? Jika Kristus telah merubuhkan tembok etnis, mengaja gereja justru melakukan tindakan sebaliknya?

(0.22103852173913) (Ef 3:1) (sh: Paulus, pemberita Injil (Jumat, 11 Oktober 2002))
Paulus, pemberita Injil

Paulus, pemberita Injil. Dalam memberitakan Injil kepada etinis nonYahudi, Paulus banyak mendapatkan tantangan. Pemberitaan Injil inilah yang menyebabkannya menjadi tahanan kaisar Nero. Tetapi Paulus tidak pernah melihat hidupnya, sehingga Paulus menyebut diri sebagai tahanan Kristus (ayat 1).

Dalam menjelaskan dirinya sebagai pemberita Injil, dua hal terungkap: berita Injil dan tugas memberitakan Injil. Berita yang disampaikannya dalah misteri atau rahasia (ayat 3,4,9). Berita Injil disebut rahasia bukan karena isinya kabur, atau hanya diketahui para elite rohani, tetapi karena ia adalah kebenaran yang dinyatakan Allah kepada manusia (ayat 5). Apa isi rahasia Injil? Umat Allah terdiri dari segala etnis (ayat 6). Istilah semua etnis penting sekali. Umat Allah tidak meliputi semua manusia, karena banyak manusia yang dengan sadar dan sengaja menolak untuk menjadi umat Allah. Jika Allah memaksa semua manusia yang menolak-Nya menjadi umat-Nya, maka sedikitnya dua hal terjadi: Allah adalah diktator dan manusia berubah menjadi robot. Umat Allah bersifat internasional. Tidak ada lagi perbedaan etnis Yahudi dan etnis nonYahudi. Semua etinis umat Allah memiliki kesamaan: sebagai ahli waris, sebagai anggota tubuh Kristus dan sebagai peserta janji (ayat 6). Ini terjadi melalui persatuan umat dengan Kristus.

Manusia dari segala etnis memiliki relasi dengan Allah melalui iman pada Yesus sehingga setara sebagai satu umat. Kepada Paulus, Allah menyatakan rahasia ini. Paulus sekarang memberitakan rahasia kekayaan Kristus kepada semua etnis nonYahudi sehingga jemaat lahir (ayat 8). Tidak hanya Paulus, juga jemaat sekarang wajib memberitakan rahasia menyatunya semua etnis sebagai umat Allah kepada semua manusia (ayat 9). Melalui jemaat, Allah sekarang menyingkapkan rahasia-Nya kepada malaikat dan pemerintah dan penguasa di surga (ayat 10). Jadi tidak hanya Pauus yang memberitakan rahasia rencana Allah itu, juga jemaat turut serta dalam pemberitaan Injil.

Renungkan: Memberitakan Injil adalah tugas yang mulia karena mewartakan rahasia kekal Allah (ayat 10).

(0.22103852173913) (Ef 4:7) (sh: Kesucian umat Allah (Selasa, 15 Oktober 2002))
Kesucian umat Allah

Kesucian umat Allah. Orang yang percaya pada Yesus harus hidup sesuai dengan panggilannya sebagi umat Allah. Paulus menasihatkan mereka untuk tidak lagi hidup seperti orang yang tidak mengenal Allah (ayat 17). Bagaimanakah hidup orang yang tidak mengenal Allah? Hati mereka yang keras mengakibatkan pikiran sia-sia (ayat 17), pengertian gelap dan kebodohan, serta jauh dari Allah mengakibatkan mereka hidup di bawah murka Allah. Sehingga hidup mereka serba kacau yang nampak dari pikiran yang tumpul. Dikuasai hawa nafsu dan serakah berbuat cemar (ayat 19).

Sebagai umat Allah, orang percaya harus hidup suci, karena orang yang percaya Yesus telah belajar mengenal Yesus Kristus, mendengar Kristus dan menerima pengajaran dalam Kristus (ayat 21). Sentralitas Kristus terlihat jelas. Ini berarti orang percaya menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru, setiap hari dibarui dalam roh dan pikiran (ayat 23). Tidak ada artinya menyatakan diri sebagai ciptaan baru namun tabiat dan kebiasaan lama masih terus dilakukan. Semua tabiat lama harus dibuang karena manusia lama sudah dibuang. Sekarang orang percaya harus membuang dusta dan berkata benar (ayat 25). Kebohongan menghancurkan persekutuan umat Allah. Orang percaya harus menguasai diri (ayat 26-27). Boleh marah, tetapi jangan menjadi angkuh, dendam dan benci. Boleh marah, namun jangan dipelihara dan berkembang tidak terkendali. Boleh marah, tetapi saat marah jangan membiarkan iblis mengubah kemarahan menjadi kekerasan dan kebencian. Orang percaya jangan mencuri tetapi bekerja keras dan jujur (ayat 28). Jangan mengambil hak dan milik orang lain. Orang percaya mempergunakan mulut untuk membangun sesama (ayat 29), bukan untuk menghancurkan orang lain (ayat 30). Orang percaya jangan memiliki relasi yang pahit, geram, marah, pertikaian, dan fitnah dengan sesama orang percaya. Sebaliknya, dalam persekutuan umat hendaklah ada keramahan, kasih dan pengampunan (ayat 31-32).

Renungkan: Adakah tabiat lama yang harus dibuang hari ini? Mengapa terus memelihara tabiat lama, bila itu berarti menyebabkan kematian?

(0.22103852173913) (Ef 5:1) (sh: Hidup sebagai anak terang (Rabu, 16 Oktober 2002))
Hidup sebagai anak terang

Hidup sebagai anak terang. Sebagai anak-anak terang, umat Allah hidup dengan meneladani Allah (ayat 1). Sama seperti Yesus yang meneladani Allah demikian juga umat-Nya. Paulus juga mendorong orang percaya untuk meneladani Kristus (ayat 2). Hidup dalam kasih merupakan bukti nyata meneladani Kristus. Secara khusus, anak-anak terang harus menjauhi perbuatan seksual. Seks adalah pemberian Tuhan dan hanya boleh dinikmati dalam konteks pernikahan. Sehingga setiap perbuatan seks di luar pernikahan harus dihindari.

Tidak hanya perbuatan seks yang dibuang, juga perkataan vulgar dan kotor (ayat 4). Mengapa? Ada 4 alasan.

1. Orang yang amoral dan vulgar akan dihukum. Segera bertobat untuk menerima pengampunan.

2. Berkaitan dengan hakikat sebagai anak-anak terang (ayat 8-14). Anak-anak terang tidak pantas berlaku amoral dan vulgar (ayat 11). Menjauhi perbuatan jahat tidak berarti membuang orang yang melakukannya. Jika orang percaya menjauhi orang jahat, bagaimana ia bisa percaya pada Yesus dan diperbarui? Jika tidak ada yang mengasihi orang yang amoral dan vulgar, siapa yang akan menelanjangi perbuatan tersebut? Perbuatan dan orang yang berbuat adalah dua hal yang berbeda. Perbuatannya harus ditelanjangi agar orangnya bertobat dan datang pada Yesus untuk menerima pengampunan.

3. Anak-anak terang memiliki hikmat untuk hidup sebagai anak-anak terang (ayat 15-17). Menjadi orang berhikmat berarti mengutamakan kehendak Allah di dalam seluruh hidup (ayat 17). Perbuatan amoral dan vulgar bukan kehendak Allah.

4. Berhubungan dengan Roh Kudus (ayat 18-21). Anak-anak terang telah dipenuhi Roh. Ini berakibat lahirnya suatu persekutuan dimana pujian dominan. Dipenuhi Roh berarti dipenuhi ucapan syukur.

Renungkan: Hakikat menentukan fungsi. Artinya, tentara hidup sebagai tentara, atlit hidup sebagai atlit, dan dokter hidup sebagai dokter. Terlihat aneh jika artis hidup sebagai tentara. Adalah tidak benar bila anak-anak terang hidup sebagai anak-anak gelap.



TIP #26: Perkuat kehidupan spiritual harian Anda dengan Bacaan Alkitab Harian. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA