Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 521 - 540 dari 1237 ayat untuk memberikan (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.13) (Mat 12:38) (sh: Bukan tanda yang dibutuhkan, tetapi keterbukaan hati (Sabtu, 3 Februari 2001))
Bukan tanda yang dibutuhkan, tetapi keterbukaan hati

Masih perlukah tanda bagi ahli Taurat dan orang Farisi yang tidak mau percaya kepada Yesus? Banyak tanda dan mukjizat telah dibuat Yesus, namun ternyata hati mereka semakin keras membatu. Mereka menganggap diri paling benar, sehingga mereka senantiasa menjebak Yesus untuk mencari kesalahan- Nya.

Saat itu mereka memanggil Yesus sebagai Guru (Rabbi), suatu panggilan awal yang sopan untuk menyelubungi maksud yang jahat. Mereka senantiasa mencari cara yang mereka anggap paling jitu untuk menjebak Yesus. Dalam bacaan ini, mereka meminta tanda dan bukan mukjizat, karena tanda merupakan pengesahan yang bersifat illahi. Mereka berpikir bahwa Yesus tidak mungkin memberikan tanda karena Ia adalah manusia biasa, anak seorang tukang kayu. Mereka berharap ketika Yesus tidak mampu memberikan tanda, maka terbukti bahwa apa yang dikatakan-Nya selama ini tidak benar. Bagaimana respons Yesus? Ternyata Yesus tidak terpancing dengan tantangan mereka, Ia tidak membuktikan Keillahian-Nya dengan cara manusia, tetapi dengan kuasa Illahi Ia menyingkapkan siapa mereka dan siapa Diri-Nya.

Dengan kata-kata sangat keras dan pedas Yesus menegur mereka sebagai angkatan yang jahat dan tidak setia, karena mereka tidak mau terbuka kepada kebenaran-Nya. Kepada mereka Yesus tidak menunjukkan tanda yang spektakuler, tetapi Ia memfokuskan kepada misi kedatangan Anak Manusia ke dunia, seperti tanda nabi Yunus. Yesus menyebut Diri-Nya sebagai Anak Manusia, karena sebutan Kemanusiaan-Nya inilah yang diterima mereka. Namun Yesus jauh melebihi nabi Yunus. Orang-orang Niniwe bertobat karena pemberitaan Yunus, tetapi orang- orang yang mendengar dan mau percaya, bertobat, karena Ia sendiri jalan keselamatan itu. Kemudian Yesus mengkaitkannya dengan kedatangan ratu Syeba dari ujung bumi untuk melihat keagungan dan kekayaan raja Salomo. Ia jauh melebihi Salomo, karena itu banyak orang dari segala penjuru akan datang kepada-Nya untuk mendapatkan keselamatan daripada-Nya.

Renungkan: Tanda apa pun tidak dibutuhkan bagi orang yang mengeraskan hati kepada kebenaran-Nya. Hanya hati yang mau terbuka yang akan melihat bahwa segala perbuatan Yesus merupakan bukti bahwa Dialah Mesias sejati.

(0.13) (Mat 14:13) (sh: Pemahaman awal yang membatasi pengenalan selanjutnya (Sabtu, 10 Februari 2001))
Pemahaman awal yang membatasi pengenalan selanjutnya

Kadang-kadang pertemuan pertama dengan seseorang memberikan penilaian tertentu dan tidak jarang membuat kita malas mengadakan pertemuan selanjutnya. Sebaliknya bila pertemuan awal dengan seseorang memberikan kesan positif, membuat kita begitu antusias untuk mengadakan pertemuan demi pertemuan selanjutnya. Para murid telah bertemu dan bersama Yesus beberapa lamanya, tetapi masih memiliki pemahaman awal sehingga membatasi pengenalan selanjutnya. Para murid masih mengenal- Nya sebagai Guru, manusia biasa.

Yesus ingin para murid-Nya semakin mengenal-Nya, bukan hanya sebagai Guru, tetapi sebagai Anak Manusia dan Mesias yang dinantikan.

Pertama, Yesus menyatakan diri-Nya sebagai Tuhan bagi kebutuhan jasmani sehari-hari (ayat 17-21). Sebelumnya murid-murid mengenal-Nya sebagai Guru yang berkuasa atas segala penyakit. Mereka tidak pernah mengira bagaimana Yesus dapat melipatgandakan 5 roti dan 2 ikan sehingga memuaskan beribu-ribu orang. Pemahaman awal bahwa Yesus hanya sebagai Tabib telah membatasi para murid untuk menyerahkan 5 roti dan 2 ikan pada kuasa Yesus.

Kedua, Yesus menyatakan diri-Nya sebagai Anak Allah yang berkuasa atas alam (ayat 25-33). Ketika mereka berada di tengah kegelapan malam, di tengah ombak angin sakal, mereka terkejut dan sangat ketakutan melihat Seorang berjalan di atas air. Pemahaman mereka bahwa setan yang biasa melakukan hal-hal yang supranatural telah membatasi pengenalan mereka akan Yesus. Tak seorang murid pun mengenali Yesus. Baru setelah Yesus menyatakan diri-Nya, maka semuanya tenang.

Ketiga, Yesus menyatakan bahwa hanya bersama Dia maka mereka dapat mengatasi ketakutan, kekuatiran, dan pergumulan hidup. Petrus mulai tenggelam ketika mengalihkan perhatiannya bukan lagi kepada Yesus tetapi kepada gelombang, sehingga merasakan bahwa ia sendirian menghadapi tiupan angin dan gelombang.

Pengenalan akan Yesus seharusnya merupakan proses yang dinamis, bila kita tidak membatasinya dengan pemahaman awal yang salah. Tidak ada sesuatu pun yang mustahil bagi-Nya dari dulu, kini, dan selama- lamanya. Ia adalah Allah yang dinamis, yang tidak terbatas, yang selalu baru, dan yang kekal. Renungkan: Pemahaman-pemahaman awal apakah yang seringkali membatasi pengenalan kita akan Dia?

(0.13) (Mat 26:1) (sh: Jalan derita mulai ditempuh oleh Yesus (Kamis, 5 April 2001))
Jalan derita mulai ditempuh oleh Yesus

Pada 2 pasal sebelumnya, Tuhan Yesus mengajarkan melalui perumpamaan dan penjelasan tentang apa yang terjadi kelak bila Ia datang kembali dalam kemuliaan- Nya. Ia akan memutuskan dengan adil dan memberikan hidup kekal kepada yang setia. Agar hidup kekal dapat dikaruniakan kepada murid-murid-Nya, Ia harus menjalani penderitaan. Mulai pasal ini Matius memaparkan penderitaan-penderitaan yang dialami oleh Yesus dan berakhir dengan kemenangan-Nya. Pasal 26 diawali dengan oposisi yang harus dihadapi oleh Yesus dari para imam kepala dan tua-tua bangsa-Nya sendiri. Oposisi mereka ini akan menggiring Yesus untuk disalibkan. Gerakan di bawah tanah ini didukung oleh Yudas Iskariot, salah seorang murid Yesus. Ia akan mencari strategi teraman untuk menyerahkan Yesus kepada musuh- Nya dengan imbalan 30 uang perak.

Di antara 2 bagian yang menceritakan tentang derita Yesus, Matius menuliskan peristiwa yang sangat bertolak belakang, yaitu hadirnya seorang perempuan di rumah Simon si kusta tempat Yesus berada. Ia datang untuk mencurahkan minyak yang sangat mahal ke atas kepala Yesus. Respons tidak setuju dengan alasan pemborosan segera bermunculan dari para murid. Namun Tuhan Yesus memakai kesempatan itu untuk menggambarkan apa yang bakal terjadi pada Dia sebentar lagi, yakni kematian- Nya. Ia memuji sikap perempuan yang menghormati, menghargai, dan tahu siapa diri-Nya yang layak menerima hormat dan pujaan. Apa yang dilakukan perempuan itu adalah yang terbaik dan termahal bagi yang Termulia dalam hidupnya. Dari apa yang diperbuatnya memperlihatkan bahwa Anak Manusia yang sebentar lagi akan mengalami penderitaan dan mati dikuburkan memang layak menerima penghormatan yang diwakili oleh perempuan tersebut.

Matius menunjukkan bahwa Yesus, Anak Manusia yang mulia harus menderita demi manusia yang menolak dan membenci Dia. Ia tahu secara pasti apa yang bakal terjadi dalam perjalanan hidup-Nya 2 hari lagi saat Paskah akan dirayakan oleh bangsa Yahudi. Meskipun sebagai Anak Manusia Ia harus menderita, Ia adalah anak Allah yang mulia.

Renungkan: Penderitaan Anak Manusia adalah jalan menuju kemenangan yang agung dan mulia dan kematian-Nya adalah cara untuk memberikan kehidupan kekal bagi kita yang percaya.

(0.13) (Luk 9:1) (sh: Pelayanan dan harga yang harus dibayar (Jumat, 21 Januari 2000))
Pelayanan dan harga yang harus dibayar

Melayani memiliki risiko. Risiko menghadapi orang banyak dengan berbagai latar belakang, tantangan, atau penolakan. Kemungkinan pelayanan membawa kita pada penderitaan karena ditolak. Tuhan Yesus tidak memberikan proteksi khusus agar kita dapat melakukan segala pekerjaan-Nya dengan mulus tanpa tantangan. Ketika Tuhan Yesus memanggil kedua belas murid-Nya untuk diutus, Ia tahu bahwa murid-murid akan menghadapi banyak masalah. Orang-orang yang menderita berbagai penyakit, kerasukan setan, orang-orang yang menolak berita yang mereka kabarkan akan dihadapi mereka. Selain menghadapi tantangan, murid-murid pun perlu menggumuli kebutuhan hidup mereka. Pemenuhan kebutuhan mereka tergantung sepenuhnya dari orang-orang yang menyambut kehadiran dan mempercayai berita mereka. Mencukupkan diri dalam segala kondisi dan situasi adalah hal yang harus mereka atasi. Semua ini adalah harga yang harus mereka bayar sebagai utusan Yesus.

Diutus dan diperlengkapi dengan kuasa dan tenaga, itulah yang terjadi atas murid-murid. Medan pelayanan begitu berat, maka Yesus memberikan kepada mereka kuasa dan tenaga. Dengan kuasa dan tenaga dari Yesus, murid-murid mampu mengatasi berbagai masalah dan tantangan. Karena itu tatkala berita Kerajaan Allah disebarluaskan ke seluruh wilayah, orang-orang sakit disembuhkan dan orang-orang yang dirasuki setan dilepaskan. Kuasa dan tenaga yang dikaruniakan kepada murid-murid membuat berita Kerajaan Allah dan pewujudan kuasa Kerajaan Allah dialami oleh banyak orang. Berita ini tersebar ke segala wilayah bahkan sampai ke istana Herodes.

Banyak orang bertanya-tanya siapakah Yesus yang menjadi pusat berita murid-murid. Herodes pun sempat mencemaskan ketenaran Yesus dan membuat ia ingin bertemu. Inilah keberhasilan murid- murid. Bukan diri mereka yang diberitakan, bukan ketenaran diri yang mereka cari, tetapi Yesus pusat berita Kerajaan Allah, yang memberi mereka kuasa dan tenaga itulah yang dberitakan.

Renungkan: Kekerasan hati manusia, tantangan, rintangan, masalah, penyakit, dan kuasa setan hanya bisa diatasi dengan kuasa dan tenaga dari Kristus Yesus. Sebagai utusan Yesus Kristus, kita perlu diperlengkapi dengan kuasa dan tenaga dari Dia.

(0.13) (Luk 11:1) (sh: Yang terutama dalam hidup Kristen. (Rabu, 22 Maret 2000))
Yang terutama dalam hidup Kristen.

Hal yang utama dan yang pertama dalam kehidupan Kristen adalah memberikan Allah    kesempatan untuk berbicara kepada kita. Hal yang utama dan yang    kedua adalah Kristen harus berbicara kepada-Nya. Kita harus    berdoa, karena tujuan terpenting dalam hidup kita tidak dapat    dicapai tanpa doa. Apa saja yang terpenting dan yang paling    perlu dalam hidup kita? Seperti sebuah perjalanan panjang, kita    senantiasa berjalan ke depan. Apakah tujuan hidup kita? Apa yang    seharusnya menjadi ambisi utama kita?

Dalam Doa Bapa Kami kita menemukan jawabannya, yaitu bahwa    kepentingan Allah harus diutamakan (ayat 2). Kita berdoa agar nama-    Nya dikuduskan, yaitu dikhususkan sebagai  yang paling suci,    paling bernilai, dan paling mulia. Nilai kehidupan manusia tidak    akan dihargai secara pantas kecuali jika manusia memandang Nama-    Nya sebagai yang paling berharga dan merupakan sumber dari    seluruh nilai yang benar. Kepentingan pribadi merupakan hal    utama yang kedua yang dipintakan dalam doa yaitu dengan urutan    kebutuhan fisik, moralitas dan rohani (ayat 3-4). Yesus tidak    menyangkal bahwa kebutuhan fisik merupakan kebutuhan dasar    manusia. Setelah kebutuhan fisik, kita perlu pengampunan untuk    masa lalu kita dan terlepas dari pencobaan di masa yang akan    datang. Kita perlu pengampunan dan bimbingan-Nya setiap hari    seperti kita perlu berkat jasmani-Nya tiap hari juga.

Inilah prioritas yang benar dalam doa kita. Namun Yesus tidak    berhenti sampai di sini, Ia menambahkan permintaan lain dalam    doa yang akan menyatakan secara lebih nyata lagi apa prioritas    utama kita dan perhitungan kita tentang apa yang paling penting    dalam hidup ini, yaitu Roh Kudus. Yesus memahami bahwa murid-    murid-Nya selama hidup di dunia ini akan mengalami segala macam    pencobaan, masalah, dan marabahaya, yang selain membahayakan    hidupnya juga dapat menggoyahkan imannya. Itulah sebabnya Ia    mengajarkan bahwa Allah Bapa sudah siap memberikan yang terbaik    bagi anak-anak-Nya yaitu Roh Kudus jika mereka memintanya dengan    sungguh. Meminta karunia Roh Kudus bukanlah suatu peristiwa yang    terjadi sekali dalam hidup.

Renungkan: Dalam kehidupan di negara kita sekarang ini yang    segala sesuatunya sangat tidak pasti, di mana Kekristenan terus-    menerus di bawah ancaman, hal apakah yang senantiasa Anda minta    kepada Allah?

(0.13) (Luk 20:20) (sh: Yesus dan kekuasaan-Nya. (Selasa, 11 April 2000))
Yesus dan kekuasaan-Nya.

Dalam renungan hari ini Yesus memperlihatkan betapa besar kekuasaan yang Ia miliki dan    bagaimana Ia menggunakan kekuasaan-Nya. Yesus bukan hanya    keturunan Daud (ayat 41-44). Dia pun tunas dan sekaligus keturunan    Daud (Why.  22:16). Dia sudah ada sebelum Abraham (Yoh. 8:58).    Dia adalah Allah sendiri. Allah yang sudah ada sejak kekekalan    hingga kekekalan. Dia adalah Allah Abraham, Allah Ishak, Allah    Yakub, dan Allah semua yang hidup (ayat 37-38). Betapa besar    kekuasaan dan wewenang-Nya atas seluruh alam semesta dan isinya.    Di tangan-Nya terletak kekuasaan yang mutlak. Di tangan-Nya    seluruh kekuasaan yang ada berasal.

Ketika Penguasa yang mutlak itu datang ke dalam dunia, Ia tidak    merebut kekuasaan Kaisar atas Israel (ayat 20-26). Sebaliknya ia    menegaskan bahwa Kaisar sudah bertindak sesuai dengan legitimasi    yang dimiliki. Karena itu ia berhak menarik pajak atas seluruh    masyarakat Israel. Pajak adalah milik Kaisar. Karena Allah jauh    lebih berkuasa dari Kaisar, maka Ia berhak atas sesuatu yang    jauh lebih bernilai daripada sekadar pajak yaitu kasih,    penyembahan, dan hidup manusia yang untuknya Kristus telah mati.    Kristus telah memberikan teladan bahwa kekuasaan itu tidak    serakah, tidak merebut apa yang menjadi hak orang lain,    kekuasaan tidak korupsi dan kekuasan itu menyatakan dirinya    berdasarkan kebenaran bukan berdasarkan kepentingan kekuasaan    itu sendiri.

Selanjutnya Yesus memberikan contoh sekali lagi tentang    kekuasaan yang dipakai untuk mendatangkan kemuliaan bagi dirinya    sendiri, mencari gengsi di mata masyarakat, dan mengeksploitasi    rakyat kecil demi keuntungan pribadi (ayat 45-47). Tidak demikian    halnya dengan penggunaan kekuasaan Yesus. Ia tidak mencari    gengsi dan kemuliaan pribadi apalagi keuntungan diri sendiri.    Sebaliknya kekuasaan yang Yesus miliki adalah kekuasaan yang    menghormati hak orang lain walaupun lebih rendah dari-Nya.    Kekuasaan-Nya dipakai demi kesejahteraan orang lain. Kekuasaan-    Nya dipakai untuk memuliakan Allah dan bukan diri-Nya sendiri.    Kekuasaan yang tidak berpusat pada diri sendiri. Inilah konsep    penggunaan kekuasaan yang benar.

Renungkan: Bila setiap orang memahami konsep penggunaan    kekuasaan yang benar dan bertekad untuk menerapkannya, maka    tidak banyak orang yang berambisi untuk mendapatkan kekuasaan.

(0.13) (Luk 21:20) (sh: Segala sesuatu ada waktunya. (Kamis, 13 April 2000))
Segala sesuatu ada waktunya.

Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk bertumbuh, ada waktu untuk menjadi tua, dan ada    waktu untuk mati. Dari ungkapan-ungkapan itu terbesit suatu    fakta bahwa semua manusia diberi waktu yang terbatas. Bila waktu    itu berlalu maka sirna pula segala kesempatan yang terkandung di    dalam waktu itu. Tidak ada satu alat pun yang mampu    memutarbalikkan waktu.

Prinsip ini juga berlaku bagi Yerusalem. Kristus sudah    memberikan tanda bahwa waktu yang diberikan kepada Yerusalem    untuk bertobat sudah habis dan tempatnya akan hancur, tinggal    reruntuhan (ayat 20). Tidak akan ada lagi mukjizat yang akan dibuat    Allah untuk menyelamatkannya. Kesempatan sudah sirna, sekarang    waktunya Allah menjatuhkan hukuman atasnya melalui penindasan    bangsa-bangsa lain. Masa itu ditandai dengan terbukanya    kesempatan bagi bangsa-bangsa lain untuk mendengarkan Injil    Yesus Kristus. Berjuta-juta orang akan menerima Injil    keselamatan. Namun kesempatan untuk mendengarkan Injil    keselamatan juga ada batas waktu-nya. Habisnya waktu itu akan    terjadi ketika Kristus datang untuk kedua kalinya dengan penuh    kekuasaan dan kemuliaan. Kedatangan-Nya ini akan ditandai dengan    bencana, malapetaka, dan kekacauan. Pada puncaknya bumi beserta    segala isinya akan musnah dan diganti dengan langit dan bumi    yang baru (ayat 33). Pada waktu itulah kesempatan manusia untuk    mendengar Injil sudah tertutup dan penghakiman dimulai.

Di balik ketegasan dan keadilan Allah ada kemurahan dan belas    kasih-Nya. Ia memberikan dua resep untuk menghadapi masa-masa    akhir ini, agar umat-Nya tidak terhempas dalam kekacauan.    Pertama, menjaga diri agar tidak ikut arus dunia ini (ayat 34);    kedua, berjaga-jaga dan berdoa. Menjaga hati dan berdoa saling    berhubungan satu dengan yang lain. Menjaga hati penting, karena    hati adalah pusat dari seluruh kehendak manusia. Dari sanalah    terpancar seluruh pribadi manusia. Ingatlah, karena hati bangsa    Israel bengkok, maka Bait Allah dihancurkan. Oleh sebab itu hati    harus dijaga. Menjaga hati tidaklah mudah, hal itu membutuhkan    kekuatan besar, karena kita harus melawan arus zaman dan    kekuatan setan yang besar.

Renungkan: Waktu kita sangat terbatas, maka dalam daftar    kebutuhan bagi kehidupan Kristen yang harus menempati urutan    pertama adalah menjaga hati dan berdoa.

(0.13) (Yoh 6:16) (sh: Yesus menampakkan ke-Allah-an-Nya (Rabu, 9 Januari 2002))
Yesus menampakkan ke-Allah-an-Nya

Melihat perbuatan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus ketika memberi makan lebih dari 5000 orang, kita tidak melihat reaksi murid-murid secara jelas. Kita tidak tahu apakah perbuatan Yesus membuat mereka semakin dalam mengenal Yesus. Jika dalam 2:11 murid-murid yang melihat air berubah menjadi anggur semakin dalam imannya kepada Yesus, maka pada peristiwa kali ini tidak jelas efeknya terhadap murid-murid.

Ketika hari sudah mulai malam, murid-murid menyeberang ke Kapernaum dengan perahu (ayat 16-17). Yesus tidak bersama dengan mereka. Di tengah perjalanan mereka melihat Tuhan Yesus berjalan di atas air. Kembali Yesus bersaksi melalui perbuatan dan bukannya perkataan. Melihat Yesus berjalan di atas air, mereka menjadi takut (ayat 19). Mereka menjadi takut bukan karena menghadapi danau yang sedang bergelora karena angin kencang. Mereka takut karena melihat Yesus berjalan di atas air. Mereka takut karena melihat Yesus mendemonstrasikan ke-Allahan-Nya. Yesus berjalan di atas air bukan karena hendak menyelamatkan mereka dari danau yang sedang bergelora. Yesus berjalan di atas air karena ingin bersaksi bahwa Ia adalah Anak Allah.

Ketika Yesus sudah dekat, Ia berkata kepada mereka, "Aku ini, jangan takut" (ayat 20). Dalam bahasa Yunani frasa "Aku ini" adalah terjemahan dari `ego eimi'. Frasa ini muncul dalam 4:26 dalam kaitan dengan ke-Mesiasan-Nya. Dalam Yesaya 43, frasa ini adalah ucapan Allah. Kombinasi frasa ini dengan perintah untuk tidak takut mengungkapkan ke-Allahan Yesus. Melihat Yesus berjalan di atas air dan mendengar kalimat Yesus yang biasa muncul dari mulut Allah, murid-murid tidak memberikan respons apa pun. Mereka tetap membisu. Tidak jelas kepada kita apakah iman mereka semakin dalam melihat penyataan diri Yesus yang luar biasa. Di samping kedua hal ini, murid-murid juga mengalami mukjizat yang lain. Perahu mereka seketika tiba di tempat tujuan (ayat 21). Meski mengalami 4 bentuk kesaksian (memberikan makan, berjalan di atas air, frasa ego eimi, dan tiba seketika), murid-murid tidak secara jelas mengungkapkan iman mereka.

Renungkan: Perkataan dan perbuatan Yesus merupakan bentuk kesaksi agar orang-orang percaya dan lebih dalam mengenal-Nya.

(0.13) (Yoh 7:32) (sh: Perpecahan lebih tajam (Selasa, 15 Januari 2002))
Perpecahan lebih tajam

Kesaksian Tuhan Yesus dalam ayat 37-38 telah menimbulkan perpecahan yang tajam di kalangan pendengar-Nya. Penulis Yohanes memakai istilah yang cukup kuat guna merekam perpecahan yang terjadi sebagai akibat kesaksian tersebut. Penulis mempergunakan kata `skisma' (ayat 43). Pendengar-Nya terpecah dalam beberapa kelompok. Kelompok yang pertama menyadari bahwa Yesus adalah seorang nabi (ayat 40), sementara yang lain berpendapat bahwa Yesus adalah Mesias (ayat 41). Kelompok yang lain dengan keras tidak dapat menerima bahwa Yesus adalah Mesias (ayat 42). Melihat `skisma' yang ditimbulkan oleh kesaksian tersebut, maka ada baiknya kita melihat lebih dalam isi kesaksian tersebut.

Kesaksian tersebut disampaikan pada puncak hari raya Pondok Daun (ayat 37). Yesus sedang bersaksi tentang kehadiran Roh Kudus di dalam hidup orang percaya. Dalam kesaksian-Nya, Yesus memakai simbol air terhadap Roh Kudus. Mengapa kesaksian tentang Roh Kudus membawa pendengar-Nya pada kesimpulan bahwa Yesus adalah Mesias? Beberapa teks dari Perjanjian Lama menjawab pertanyaan ini. Dalam Yesaya 11:1-5, 10; 42:1-4; 61:1 kedatangan Mesias berkaitan dengan kedatangan Roh Kudus. Di samping itu, menurut Yoel 2:28-29, kedatangan Mesias juga berkaitan dengan pencurahan Roh Kudus kepada semua orang percaya. Tuhan Yesus pada awal pelayanan-Nya mengutip Yesaya 61:1 dalam khotbah-Nya (Lukas 4:18). Ketika membicarakan kedatangan Mesias dalam surat Roma 15:12, rasul Paulus juga mengutip Yesaya 11:10. Rasul Petrus pada hari Pentakosta mengutip Yoel 2:28-29.

Dalam ayat-ayat dalam Perjanjian Lama terlihat bahwa Allah yang memberikan Roh. Namun, dalam Yohanes 7:37, Yesus yang memberikan Roh. Ia mengundang orang untuk percaya agar Roh dapat diberikan. Semuanya ini menunjuk satu hal, yakni ke-Allahan Yesus, karena hanya Allah yang dapat mencurahkan Roh Allah. Kesaksian inilah yang membuat para pendengar-Nya terpecah tajam.

Renungkan: Setiap yang percaya kepada Yesus, maka padanya diberi Roh Kudus. Tidak ada orang yang percaya kepada Yesus yang tidak memiliki dan dipenuhi oleh Roh Kudus. Jika Anda dipenuhi dan dipimpin Roh Allah, bersyukurlah karena hak istimewa tersebut.

(0.13) (Yoh 10:19) (sh: Tergolong domba sang Gembala baikkah? (Jumat, 1 Maret 2002))
Tergolong domba sang Gembala baikkah?

Bagian ini sangat penting dalam catatan Yohanes tentang pelayanan Yesus. Bagian ini mencatat bagaimana Yesus mendesak orang banyak agar menentukan sikap apakah mereka memihak atau menentang-Nya. Dengan sabar dan penuh kasih Yesus berusaha meyakinkan mereka bahwa Ia benar datang dari Allah. Tetapi, karena mereka menolak kesaksian-Nya, pasal ini merupakan bagian terakhir Yesus memberikan pengajaran dan menyatakan mukjizat secara publik. Sesudah ini, di pasal 11 perbuatan dan pengajaran Yesus hanya ditujukan bagi mereka yang mau percaya kepada-Nya. Bahkan dalam bagian ini sudah terlihat isyarat bahwa Yesus tidak bersedia lagi mengajar di bait Allah, tetapi hanya di dekat bait Allah (ayat 23).

Bahwa Yesus dan Bapa satu adanya dan bahwa mukjizat-Nya menunjukkan bahwa Ia mampu memberi mereka hidup, ditolak dan dicap berasal dari orang gila (ayat 20). Gila dan kerasukan setan, pada zaman itu, dianggap sama. Yesus banyak mengajar menggunakan perumpamaan sementara mereka ingin pernyataan yang terus terang. Masih menggunakan perumpamaan gembala dan domba, Yesus menegaskan bahwa sebenarnya kata dan perbuatan-Nya sudah jelas menunjukkan identitas-Nya (ayat 25). Maka, masalahnya bukan pada ketidakjelasan Yesus, tetapi pada kedegilan hati mereka (ayat 26). Meski demikian, kini dengan jelas Yesus menandaskan bahwa Ia dan Bapa satu adanya. Kesatuan-Nya dengan Bapa itulah yang menjadi dasar mengapa orang dapat beroleh bagian dalam hidup kekal dan juga ada dalam kesatuan dengan Bapa (ayat 27-30). Dari kesatuan-Nya dengan Bapa jugalah orang percaya boleh menikmati berbagai jaminan dalam hidup di dunia ini karena telah memiliki jaminan kekal Allah. Yesus kemudian memberikan alasan lain. Jika mereka percaya bahwa Musa dan para nabi yang menerima firman adalah “allah”, maka lebih lagi mereka harus menerima Yesus yang memberi firman sebagai pemberian Allah yang setingkat Allah sendiri (ayat 34-36). Sayangnya semakin jelas penyataan kebenaran dari Yesus, semakin sebagian dari mereka yang memang sudah mengeraskan hati menjauh dari kebenaran.

Renungkan: Kesempatan yang Tuhan berikan agar orang percaya bertobat memang tidak akan selalu terbuka bila orang terus menutup diri dan mengeraskan hati.

(0.13) (Kis 21:15) (sh: Kerendahhatian Paulus (Kamis, 29 Juni 2000))
Kerendahhatian Paulus

Bila Anda menjadi Paulus, pasti akan mengalami kekecewaan yang mendalam. Karena walaupun Anda mungkin sudah mengantisipasi adanya penderitaan, namun pasti tidak akan mengantisipasi penderitaan dalam bentuk lain yang disebabkan oleh saudara-saudara, tidak hanya sebangsa namun juga seiman.

Dari pasal-pasal sebelumnya dikisahkan bagaimana Paulus begitu antusias untuk segera tiba di Yerusalem hingga ia mengorbankan kunjungan ke Efesus (20:13-16). Ia juga tidak mengindahkan nasihat para saudara seiman yang melarangnya untuk pergi ke Yerusalem. Namun demikian apa yang ia dapatkan di Yerusalem? Pada mulanya saudara-saudara seiman menyambut mereka dengan suka hati. Namun pada pertemuan secara resmi dengan pimpinan jemaat Yerusalem - Yakobus - dan para penatua, kekecewaan dialami oleh Paulus.

Paulus memberi salam sebelum ia menceritakan secara terperinci apa yang dilakukan Allah di antara bangsa-bangsa lain. Secara struktur organisasi, Paulus bukan di bawah mereka, karena Yerusalem sudah tidak mengutusnya seperti dalam perjalanan sebelumnya. Oleh sebab itu, sikap dan tindakan memberi laporan keluar dari kerendahan hati dan rasa hormat Paulus kepada pemimpin jemaat Yerusalem. Namun respons dan tanggapan mereka bisa dikatakan sangat tidak simpatik. Mereka merasa tidak perlu menyatakan rasa empati terhadap apa yang dialami oleh Paulus di Efesus (19:21-40). Bahkan tanpa basa-basi, mereka langsung menceritakan tentang tuduhan yang ditujukan oleh saudara-saudara seiman dari bangsa Yahudi kepada Paulus (21-22). Tidak hanya itu, mereka pun tidak memberikan kesempatan kepada Paulus untuk mengklarifikasi atau membela diri. Sebaliknya mereka langsung memberikan perintah kepada Paulus untuk mentahirkan diri di Bait Allah. Yang lebih aneh lagi, Paulus diperintahkan untuk menanggung biaya pentahiran dirinya dan empat saudara yang lain. Dengan kata lain mereka sudah menghakimi Paulus. Siapakah mereka dan siapakah Paulus?

Renungkan: Paulus melakukan segala perintah para pemimpin Yerusalem demi persatuan dan kesatuan jemaat Tuhan. Bagi Paulus sejauh tidak menyinggung masalah teologi dan doktrin, ia mau berkompromi. Ia rela mengorbankan perasaan dan harga dirinya dengan segala kerendahan hati, demi harga diri dan perasaan saudara-saudara sebangsanya.

(0.13) (Kis 27:1) (sh: Arti Allah beserta kita (Sabtu, 19 Agustus 2000))
Arti Allah beserta kita

Kita cenderung membatasi Allah atau menuntut kebesertaan-Nya harus sesuai dengan selera, keinginan, dan kerinduan pribadi kita. Karena itu kita sering berpikir bahwa jika Allah beserta kita maka tidak akan ada masalah yang akan menghadang. Apalagi jika di dalam pergumulan kita yakin bahwa kita sedang menjalankan kehendak-Nya, kita malah cenderung menuntut Allah bekerja sebagai pembantu kita yang mempersiapkan segala sesuatunya. Setelah semua persiapan selesai maka kita tinggal melakukan tugas saja.

Apakah benar demikian? Tidak! Ketika keputusan dikeluarkan bahwa Paulus pergi ke Itali, kesempatan Paulus untuk bersaksi di Roma terbuka dan ini berarti kehendak Tuhan terjadi (Kis. 23:11). Namun Paulus harus berlayar ke Roma bersama-sama orang-orang tahanan yang kasar dan liar. Mereka biasanya adalah orang-orang yang akan dihukum mati dengan cara bertarung dengan binatang buas di Roma. Paulus disamakan dengan mereka walaupun ia bukan seorang tahanan. Bayangkan bagaimana perasaannya. Lalu ia pun harus berpindah dari satu kapal ke kapal yang lain (6). Sementara itu alam sangat tidak berpihak kepadanya sehingga perjalanan menjadi jauh lebih lambat. Mereka pun terpaksa harus melanjutkan pelayaran walaupun ramalan cuaca tidak mendukung (7-9,12). Di samping itu, di dalam hatinya Paulus masih harus 'berperang' melawan 'kekuatiran' akan adanya badai karena peringatannya tidak dipedulikan oleh orang-orang lain (9-11).

Allah memberikan kesempatan kepada Paulus untuk ikut berjuang menuju Roma dengan menanggung hal-hal yang dapat ia tanggung seperti kelelahan, ketidaknyamanan, kesulitan, kekuatiran, terhina, dan tekanan mental. Itu adalah anugerah karena dengan mengalami peristiwa-peristiwa itu, Paulus diberikan hak untuk 'bermegah' karena ikut berjuang agar dapat bersaksi di Roma. Namun demikian Allah memahami bahwa ada hal-hal yang tidak dapat Paulus tanggung sendiri. Karena itu Ia menyediakan seluruh keperluan perjalanan Paulus dan teman-temannya (3).

Renungkan: Jika dalam memberitakan Injil dan pelayanan yang adalah kehendak Allah, Kristen masih menemui kesulitan bahkan halangan, berbahagialah, sebab Allah masih memberikan anugerah kepada kita untuk berjuang dan bermegah dalam perjuangan kita, sementara itu Allah tetap bekerja untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat kita lakukan.

(0.13) (Tit 2:1) (sh: Dampak positif ajaran dan teladan (Jumat, 28 September 2001))
Dampak positif ajaran dan teladan

Tahukah Anda bahwa ajaran sangat mempengaruhi tingkah laku manusia? Ajaran yang baik dan benar kemungkinan akan membentuk pribadi yang baik, tetapi ajaran yang salah mempunyai peluang terbesar untuk menciptakan pribadi yang bermasalah.

Dalam perikop ini Paulus mengingatkan Titus agar memberitakan apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat (ayat 1). Ada dua sasaran utama: pertama, membentuk kepribadian Kristiani yang dewasa. Kemauan untuk mengajar dan memberi teladan serta kerelaan untuk diajar dan meneladani, menjadikan ajaran Allah akan dipermuliakan (ayat 10). Hubungan interaktif antara 'memberi' -- 'menerima' ajaran dan teladan adalah proses yang sangat penting untuk menjadikan orang Kristen bertumbuh menjadi dewasa. Terampil mengajar tetapi tidak memberikan teladan menjadikan ajaran tersebut pada akhirnya mandul. Sebaliknya memberi teladan tetapi tidak mengajar menjadikan teladan menjadi bisu.

Kedua, kepentingan ajaran itu sendiri. Secara eksplisit ada 4 hal yang akan dicapai, yakni: [1] Pola hidup yang sesuai dengan ajaran sehat akan menghasilkan teladan hidup (ayat 4); [2] Supaya firman Allah tidak dihujat orang (ayat 5). Ini adalah konsekuensi logis dari ajaran Kristen, bahwa ajaran mereka berasal dari Allah dan mempunyai kuasa untuk mengubah karakter seeorang. Apabila orang Kristen tidak berhasil memberikan konfirmasi, maka dengan sangat terpaksa firman Allah ditertawakan oleh dunia; [3] Supaya lawan menjadi malu (ayat 8). Dalam pelayanan Titus, mereka sering menghadapi penyesat-penyesat yang senantiasa ingin menjatuhkan mereka. Jika Titus dan jemaat mengikuti pola hidup dari ajaran yang sehat, maka tidak mungkin ditemukan adanya aib yang dapat disebarluaskan oleh para penyesat. Sebaliknya justru para penyesat menjadi malu atas perbuatan mereka sendiri; [4] Memuliakan ajaran Allah (ayat 10). Paulus mengingatkan para hamba untuk menerapkan ajaran yang sehat (ayat 9) berbeda dengan hamba lainnya. Maka tuan-tuan mereka akan melihat dengan jelas apa yang istimewa dari hamba Kristiani, sehingga melalui mulut tuan-tuan mereka, ajaran Allah akan dipermuliakan.

Renungkan: Apakah ajaran dari Allah sudah membentuk pribadi Anda? Sudahkah ajaran Allah dipermuliakan melalui kehidupan Anda? Jadikan ini bentuk aplikasi yang digumuli dengan serius!

(0.13) (Ibr 9:15) (sh: Keajaiban dan misteri anugerah Ilahi (Senin, 1 Mei 2000))
Keajaiban dan misteri anugerah Ilahi

Yesus Kristus adalah satu-satunya Pengantara dari suatu perjanjian baru. Sebab hanya darah dan kematian-Nya yang telah berhasil mengerjakan apa yang tidak mampu dikerjakan oleh para imam dan korban persembahan di dalam perjanjian lama (14). Walaupun bukan suatu hal baru bagi Allah, bagi manusia merupakan perjanjian baru. Dalam sejarah manusia, perjanjian baru menggantikan dan melebihi perjanjian lama yang diberikan melalui perantaraan Musa. Transisi dari Musa kepada Yesus menandai transisi dari prinsip usaha manusia ke prinsip anugerah.

Ada 2 berkat yang diberikan oleh perjanjian baru. Pertama, membebaskan manusia dari penghukuman akibat pelanggaran hukum Allah. Ini tidak dapat dilakukan secara sempurna oleh persembahan korban hewan. Dengan demikian, perjanjian yang baru memberikan penawar racun ampuh bagi dosa manusia. Keampuhan berkat ini juga mengatasi dimensi waktu. Sebab mereka yang hidup sebelum Yesus namun percaya kepada janji Allah, akan menerima berkat yang sama. Kedua, perjanjian ini memberikan bagian yang kekal yang dijanjikan yaitu tanah surgawi. Ini diperuntukkan khusus kepada orang-orang yang sudah dipanggil. Melalui perjanjian ini, tujuan Illahi atas seluruh ciptaan dibawa kepada penggenapannya secara sempurna (lih. Why. 7:9). Apa yang membuat pengorbanan Kristus demikian sempurna dan ajaib? Bukankah perjanjian baru juga mempersembahkan korban tebusan dan penghapusan dosa bagi banyak orang (17-22)? Inilah keajaiban dan misteri anugerah Ilahi. Anak Allah yang seharusnya tidak mengalami kematian, harus mengalami kematian. Sebagai korban bagi sesama-Nya, bangkit, dan menyatukan manusia dengan diri-Nya sendiri, agar mereka dapat menikmati berkat yang kekal. Karena itu pula Ia hanya perlu menghadap Allah dan mempersembahkan diri-Nya satu kali. Ini juga bersesuaian dengan 'nasib' akhir manusia yaitu diadili oleh Hakim Agung setelah kematiannya. Setelah itu Ia akan datang kedua kalinya untuk menjemput umat-Nya dan membawanya kepada keselamatan kekal (28).

Renungkan: Tidak ada yang dapat dilakukan manusia untuk membalas anugerah-Nya ajaib dan penuh misteri. Namun hal terkecil yang bisa kita lakukan adalah membuka 'misteri' kehidupan kita di hadapan-Nya dan menjalani hidup yang sesuai dengan keajaiban anugerah-Nya.

(0.13) (2Yoh 1:4) (sh: Tinggal di dalam ajaran Kristus (Jumat, 7 Desember 2001))
Tinggal di dalam ajaran Kristus

Yohanes mengawali isi suratnya dengan ungkapan sukacita (ayat 4) karena sebagian jemaat tetap hidup dalam kebenaran. Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa sebagian dari jemaat tidak lagi hidup dalam kebenaran. Sangat mungkin mereka terpengaruh oleh ajaran sesat dan telah meninggalkan jemaat (bdk. 1Yoh. 4:1-3). Keadaan ini memprihatinkan, namun Yohanes tetap bersukacita karena masih ada yang setia. Tema kembar "kebenaran" dan "kasih" tampil kembali di sini. Kedua unsur inilah yang membedakan antara anggota jemaat yang setia pada ajaran Kristus dan yang tidak.

Ajaran sesat yang ditentang Yohanes adalah "docetisme" (dari Yun. dokeo, "seakan-akan"). Menurut ajaran ini, Kristus tidak sungguh-sungguh datang sebagai manusia dalam daging (ayat 1Yoh. 4:2,3; 2Yoh. 7). Ia tidak memiliki tubuh fisik, jadi Ia hanya seakan-akan mati. Oleh karena itu, Kristus bukan Juruselamat yang mati bagi orang berdosa. Terhadap ajaran yang menyangkal Kristus inilah, yang penyebarnya telah "pergi ke seluruh dunia", Yohanes memperingatkan jemaat, agar waspada dan tetap tinggal di dalam ajaran Kristus (ayat 8, 9). Tinggal di dalam ajaran Kristus berarti tinggal di dalam Kristus sendiri (ayat 1Yoh. 2:6). Juga, dapat berarti bertekun dalam ajaran tentang Kristus, yang diwariskan oleh para rasul, yang telah didengar dan dilihat "sejak semula" (ayat 1Yoh. 1:1; 2Yoh. 5). Para penyesat tidak membawa ajaran Kristus (ayat 10).

Menyadari seriusnya bahaya ajaran sesat, yang dapat menghancurkan iman pada Kristus serta karya penebusan-Nya, Yohanes memberikan peringatan kedua, yaitu agar jemaat jangan menerima, bahkan jangan menyalami mereka yang membawa ajaran tersebut (ayat 10). Dalam budaya Yahudi, memberikan salam (bahasa Ibrani shalom, "damai") bukan sekadar formalitas, tapi juga memberkati yang disalami (bdk. Mat. 10:13; Luk. 10:6) dan menjalin persekutuan dengan orang tersebut. Yohanes memperingatkan bahwa menyalami penyesat berarti "mendapatkan bagian dalam perbuatannya yang jahat" (ayat 11).

Renungkan: Hidup dalam kebenaran dan dalam kasih, dengan tinggal di dalam ajaran Kristus, itulah senjata gereja Tuhan dalam segala zaman untuk menghadapi lawan-lawan imannya.

(0.13) (Yud 1:17) (sh: Membangun iman yang teguh di atas dasar yang benar (Rabu, 12 Desember 2001))
Membangun iman yang teguh di atas dasar yang benar

Bagian terpenting di dalam surat Yudas ada pada ayat 17-25 yang memberikan nasihat sehubungan dengan maksud penulisannya, yaitu agar umat percaya membangun iman yang teguh di atas dasar yang benar. Yudas mengajak umat Tuhan untuk mengingat kembali mengenai pokok-pokok kepercayaan yang sudah diajarkan oleh rasul-rasul (ayat 17-19). Selain itu, umat Tuhan juga dituntut untuk memberikan kesaksian kehidupan yang suci (ayat 20-23), dengan penjabaran empat nasihat khusus yang berkaitan dengan membangun diri kita sendiri di atas dasar iman yang paling suci, dengan berdoa dalam Roh Kudus, dengan memelihara diri kita sendiri dalam kasih Allah, dan dengan menantikan rahmat Tuhan kita Yesus Kristus untuk hidup yang kekal. Dengan demikian, iman gereja tidak hanya terbina dan terpelihara, tetapi juga terus dibangun di atas dasar yang benar, yakni firman Tuhan.

Selain hal-hal prinsipal di atas, Yudas juga menyerukan pentingnya kepedulian sosial yang dinyatakan dengan menunjukkan belas kasihan kepada tiga kelompok orang, yakni: mereka yang skeptis di dalam imannya, mereka yang terbakar oleh api dosa, dan mereka yang tetap bertekun di dalam dosa. Yudas menghendaki Kristen menjangkau mereka yang terancam kebinasaan dan tetap mengingatkan agar selalu berhati-hati di dalam usahanya.

Kristen dituntut proaktif di dalam mengatasi setiap tantangan, baik dari luar maupun dari dalam. Di dalam menyikapi tantangan ini kita akan berperanan sejajar dengan pahlawan iman, bila kita mampu mengatasi dilema-dilema yang ada dengan cara yang dikehendaki Allah. Kondisi gereja yang ada di ujung tanduk penyesatan tidak seharusnya mengalah dan berserah dalam kelemahan iman. Kristen mungkin tidak dapat menghalangi hadirnya sang penyesat, tetapi Kristen dapat menjadikan kondisi ini sebagai batu loncatan untuk menumbuhkan iman agar semakin kuat di dalam Dia.

Renungkan: Kepentingan membangun iman di atas dasar yang benar tidak melulu merupakan kebutuhan Kristen di zaman dahulu, tetapi juga zaman kini. Setiap Kristen yang sudah mendengar seruan dari pesan Yudas seharusnya juga bersedia menjadi corong estafet bagi sesama.

(0.12) (Im 1:1) (ende)

LEVITIKA

PENDAHULUAN

Dengan menjebut kitab ini "Kitab Levitika" maka hanja tradisi kuno sadjanlah jang diteruskan, meski tradisi itu kurang tepat sekalipun. Tradisi tsb. sesungguhnja berasal dari terdjemahan Junani jang kuno (Septuaginta l.k. th. 300 seb. Mas) dan liwat terdjemahan Latin (Leviticus) mendjadi umum. Melihat djudul- djudulnja itu maka kiranja orang akan mentjari dalam kitab ini keterangan- keterangan tentang kaum Levita, tetapi ternjata hanja sekali sadja disebut namanja (25, 32-33). Apa jang diperbintjangkan didalam kitab ini ialah keimanan. Maka itu nama jang paling tepat ialah "Kitab Keimanan" (demikianpun disebut oleh terdjemahan Indonesia jang diterbitkan Lembaga Alkitab). Sudah barang tentu orang merasa kurang puas dan senang dengan kata "imam" itu sendiri. Sebab "imam" dalam agama Islam tidak ada sangkut pautnja dengan pendjabat ibadah dalam agama Jahudi (Perdjandjian Lama) dan dalam agama Keristen Katolik. Tetapi kata itu dikalangan Katolik di Indonesia sudah mendjadi biasa, sehingga boleh dipertahankan sadja. Menilik isinja Kitab Levitika boleh disebut "Kitab pegangan para imam Israel". Sebab didalamnja diutarakan djabatan serta tugas pekerdjaan para imam, jang dalam bahasa Hibrani dinamakan "kohen" (Kata Arab Indonesia "kahin" sama sekali lain artinja, meskipun aselinja sama sadja).

Djadi Kitab Levitika tidak memuat tjerita atau kisah, seperti kitab-kitab lain dari Taurat Musa (Kedjadian, Pengungsian, Tjatjah Djiwa), tempat perundangan dan tjerita bertjampur. Kitab Levita berisikan undang dan hukum semata-mata. Tjerita pendek 10, 1-7; 10,16-20 dan 24,10-14 hanja mendjadi landasan sadja untuk hukum tertentu, sehingga tidak boleh disebut "kisah". Kitab ini sesungguhnja sebagian dari perundang-undangan besar jang terdapat dalam Peng. 25-31;34,29-40;31; Lv. 1-27 dan Tj. Dj. 1-10. Keseluruhan itu boleh dinamakan "perundang-perundangan Gunung Sinai" perihal ibadah dan para imam. Dalam Kitab Pengungsian umat Israil sampai digunung sinai dan disitu Allah mengikat perdjandjian dengannja. Kemudian disadjikan hukum-hukum jang diberikan digunung Sinai dan sesudah banjak hukum dan undang kisahnja diteruskan oleh Tj. Dj. 11 dengan berangkatnja umat Israil sampai digunung itu. Dalam bagian terachir kitab Pengungsian kemah sutji dibangun dan ditahbiskan. Lalu oleh Kitab Levitika disadjikan perundang- perundangan tentang ibadah jang dilangsungkan disitu serta hukum-hukum tentang para pedjabat ibadah serta tugas-tugas lainnja dan lagi hukum-hukum tentang sjarat-sjarat jang harus dipenuhi untuk ikut serta dalam ibadah jang sutji itu.

Mudah sadja Kitab Levitika boleh dibagi atas empat bagian besar dengan suatu tambahan.

I Bagian pertama memuat perundang-perundangan tentang upatjara kurban (pasal 1- 7). Dibitjarakan bahan kurban bakar (1,1-17), kurban santapan (2,1-16), kurban sjukur (3,1-17), kurban penebus dosa (4,1-34), kurban pelunas salah (5,1-26). Lalu semua kurban tsb. sekali lagi dibitjarakan tetapi dari segi lain, jakni upatjaranja dan hak para imam atas sebagian dari kurban-kurban itu (6,1-7,38)

II Menjusulah pentahbisan para imam (8,1-10, 20), jang merupakan pelaksanaan perintah jang sudah diberikan Peng. 29. Para imam ditahbisan (8,1-39), jaitu Harun serta anak-anaknja dan itulah jang mendjadi upatjara pentahbisan selandjutnja. Lalu (9,1-21) para imam baru itu mulai bertugas dengan mempersembahkan semua kurban jang diatur oleh Lv. 1-7. Kemudian diperlihatkan bagaimanan orang dihukum, djika tidak berpegang pada aturan sebagaimana ditetapkan (10,1-11).

III Bagian ketiga mendjandjikan hukum-hukum tentang tahir dan nadjis (11,1- 15,33), jaitu tentang binatang halal dan haram (11,1-22), kenadjisan wanita jang bersalin (12,1-8), penjakit kulit dan tjaranja diperiksa oleh para imam (13,1- 59), kurban pentahiran setelah penjakit kulit sembuh (14,1-32), dirumah nadjis serta pentahirannja (14,33-57), nadjis akibat gedjala-gedjala seksuil (15,1-33). Pasal 16 achirnja memaparkan dengan pandjang lebar upatjara pentjeriaan (16, 1- 34), jang sekali setahun harus dirajakan untuk menghapus segala dosa dan kenadjisan umat. Pasal 16 ini boleh djuga dianggap sebagai bagian tersendiri.

IV Bagian terachir (17,1-26,46) memperbintjangkan kesutjian jang dituntut oleh Allah jang kudus serta oleh ibadah sutji jang dirajakan Israil. Bahan kurban jang chas, jakni darah serta dajanja, diutarakan dan djuga tempat kurban harus dipersembahkan (17,1-16), lalu penggunaan serta halangan perkawinan jang sutji (18,1-30). Menjusullah pelbagaihukum tentang perkara dari hidup sehari-hari (19,1-37) dan hukum pidana (20,1-31). Berikutlah peraturan mengenai para pedjabat ibadah, jakni para imam (21,1-22,16) dan tentang binatang jang boleh dipersembahkan sebagai kurban (22,17-33). Disadjikan djuga daftar perajaan- perajaan keigamaan serta ibadah jang bersangkutan (23,1-44), jaitu: hari Sabat (23,3-4), paskah (23,5-8), perajaan berkaw pertama (23,9-14), pentakosta (23,15- 22), hari pertama bulan ketudjuh (23,23-25), hari pentjeriaan (23,26-32), perajaan pondok-pondok daun-daunan (23,33-44). Lalu suatu kumpulan pelbagai hukum tentang ibadah lagi, jakni tentang pelita tetap (24,1-4), roti pesadjen (24,5-9), menghodjat dan hukum pembalasan (24,10-23). Ditetapkanlah perajaan tahun istirahat, jaitu tahun Sabat (25,1-7) dan tahun pelepasan (25,8-55). Kesemuanja itu sudah disudahi dengan sederetan berkah dan kutuk untuk orang jang menepati atau melanggar hukum-hukum itu (26,1-46).

Pasal terachir Kitab Levitika (27,1-34) njata merupakan suatu tambahan sadja jang menetapkan penggantian kurban nazar serta pernilaiannja (27,1-27) , barang jang diharamkan (27,28-29) dan bagian sepersepuluh (27,30-33).

Melihat pembagian tsb. Kitab Levitika rupa-rupanja mewudjudkan suatu kesatuan jang tjukup padat, apalagi oleh karena langsung dihubungkan seluruhnja dengan pernjataan Allah digunung Sinai, seolah-olah sekali djadi diberikan oleh Jahwe (Lv. 27,34). Hanja dalam bagian terachir kesatuan itu kurang djelas dan padat, oleh karena hukum-hukum jang agak berlainan dideretkan begitu sadja. Tetapi setelah diselidiki sedikit saksama kesatuan tsb. njata tjukup rapuh djuga adanja. Pasal 8-10 tentang pentahbisan imam sesungguhnja melaksanakan perintah dari Peng. 29 dan melandjutkan Peng. 40. Maka dari itu pasal 1-7 tentang kurban- kurban kurang pada tempatnja disitu. Anehnja kurban-kurban jang sama sampai dua kali diutarakan (ps. 1-5;6-7), meskipun dipandang dari segi jang sedikit berbeda. Tapi mengapa tidak semua sekaligus diperbintjangkan? Dalam ps. 14,1-32 dua upatjara pentahiran tergabung, jakni kurban burung (114,1-9) dan kurban domba (14,10-20.21-32). Hari pentjeriaan dua kali dibitjarakan dan upatjara tidak seluruhnjaa sama dikedua tempat itu (16,1-34;23,26-32; bdk. Tj Dj 29,7- 11). Orang djuga mendapat kesan, bahwa upatjara pasal 16 itu merupakan tjampuran dua upatjara jang aselinja tersendiri (16,8-10,20-22.26). Sebab didalamnja terdapat hal-hal jang sama sampai dikatakan duakali (aj. 6 dan aj. 11-13; aj. 4 dan aj. 34; aj. 9b dan aj. 15-17). Ajat 3 sebenarnja kurang tjotjok dengan aj. 2 dan tidak meneruskannja. Ajat 4 memutuskan hubungan antara ajat 3 dan 5. Ada dua kata penutup, jakni 29a dan 34. Ajat 29b-34 merupakan suatu tambahan sadja. Gedjala-gedjala jang serupa diketemukan dalam bagian-bagian lain djuga. Undang- undang jang sama dua kali terdapat, misalnja 19,18b dan 19,33-34;17,12 dan 19,26a; 18,17 dan 20,14; 18,21 dan 20,2-5; 18,22 dan 20,13;18,23 dan 20,15;19,9- 10 dan 23,22;10, 27-28 dan 21,5;19,31 dan 20,6;19,3b dan 26,2a dll. Seringkali ada suatu kata pembukaan baru (misalnja: 1,1;4,1;5,14 dll.) dan kata penutup djuga (misalnja 3,17;7,37-38;9,24; 11,46-47; 13,50;14,33.57;15,31-33;16,34 dll.) Selain dari pada itu para ahli djuga mentjatat perbedaan bahasa dan gaja bahasa dalam Kitab Levitika, sehingga sukar diterima kitab itu langsung disusun oleh satu orang sadja.

Karena gedjala-gedjala tsb. dan jang serupa para ahli sampai berkesimpulan bahwa bahan jang termuat dalam Kitab Levitika jang sekarang sudah mengalami sedjarahnja sendiri sebelum dibukukan. Umum diterima bahwa bagian terbesar atau seluruh Kitah Levitika berasal dari P (Lihat kata pendahuluan Kitab Kedjadian), jakni dari kalangan para imam Israil. Tetapi tidak demikian halnja, bahwa pada suatu hari tertentu beberapa imam duduk menggubah kitab ini, Bahan jang sekarang termuat dalam Kitab Levitika dipelihara dan djuga ditjiptakan oleh kalangan tsb. dan achirnja para imampun menjusun semua bahan itu dalam satu buku. Tetapi pembukuan itu sendiri mengalami beberapa tahap dan tingkatan, sebelum selesai dan achirnja termuat setjara terserak-serak dalam Taurat Musa sekarang.

Bahan itu ada pelabagai asal-usulnja dan djuga muntjul pada masa jang berlain- lainan. Ada hukum, adat-istiadat jang kuno dan lama terpelihara dalam tradisi lisan. Ada djuga jang lebih muda, bahkan beberapa undang barulah muntjul dimasa pembuangan atau malah sesudahnja. Orang masih dapat mengenali adat-istiadat dan hukum jang tjotjok dengan masa suku-suku Israil masih berkelana dipadang gurun dengan kawannja. Lain-lain sesuai dengan bangsa Israil jang menetap sebagai kaum di Palestina. Ada djuga jang tjotjok dengan djaman para radja. Nampaklah pula, bahwa adat-istiadat, perundangan dan ibadah umat Allah terpengaruh oleh dunia luar, jaitu oleh dunia luar, jaitu oleh adat-istiadat, hukum-hukum dan ibadah bangsa-bangsa tetangga, seperti Mesir, atau agama-agama kafir dinegeri Kena'an. Sudah barang tentu semua unsur asing itu dibersihkan dari segala sesuatu jang tidak tjotjok denga agama Israil dan djuga disesuaikan dengan keperluan bangsa itu pula. Sepandjang sedjarahnja makaa terdjadilah, bahwa adat-istiadat dan hukum-hukum ibadah tsb. sedikit dibuat suatu synthese jang sungguh-sungguh baru, sehingga perundang dan ibadah Israil akan Tuhan jang Mahaesa jaitu Jahwe, Allah Israil. Allah itu mengikat suatu perdjandjian dengan umatNja. Semuanja undang itu hanja satu sadja maksudnja, jaitu mendjamin pelaksanaan perdjandjian tersebut.

Pembukuan semua bahan itu menempuh beberapa tahapan. Pembagian Kitab Levitika jang disadjikan diatas bukan hanja pembagian kitab ini sadja, tetapi djuga sedikit banjak menampakkan tingkatan pembukuan bahan itu sepandjang sedjarah.

Pertama-tama nampaklah dalam Kitab Levitika dua kumpulan hukum jang besar, jakni pasal1-16 dan pasal 17-26. Pasal 27 sebagai tambahan ada kedudukkannja sendiri djuga. Kedua bagian tsb. agak berlainan, bukan hanja dalam isinja sadja, tetapi djugaa dan terutama dalam semangat jang mendjiwai keseluruhan. Bagian pertama itu merupakan perundang-perundangan ibadah jang menaruh perhatian chusus pada segi lahiriah ibadah itu dan pada hal-hal jang membatalkan atau menghalang- halangi ibadah itu, lagi pula perhatian chusus diberikan kepada alat-alat jang sanggup menghapus halangan-halangan tersebut. Bagian kedua tentu djuga memberikan perhatian kepada ibadah, tetapi lebih-lebih menekan kesutjian jang dituntut dari seluruh umat Allah disegala bidang kehidupan. Dengan perkataan lain: bagian kedua itu tidak berasal dari kalangan jang satu dan lagi sama. Latarbelakangnja adalah lain.

Bagian pertama (pasal 1-16) pada gilirannja terdiri atas beberapa kumpulan hukum jang dalam garis besarnja kiranja mula-mula tersendiri dan dikumpulkan dahulu dari bahan jang sudah ada. Mungkin pulalah salah satu kumpulan dari padanja kemudian baru disusun setelah jang lain-lain sudah diramu mendjadi satu, sehingga berupa tambahan belakangan sadja. Dalam hal ini para ahli memang tidak sependapat.

Nah, kumpulan hukum jang terutama ialah pasal1-10. Kumpulan itu lazimnja disebut "Taurat Kurban", sebab isinja ialah peraturang jang berkenaan dengan kurban. Mungkin sekali kumpulan itupun terdiri atas dua kumpulan jang lebih ketjil lagi jang disusun mendjadi satu. Sebab pasal 1-5 memperbintjangkan kurban, tegasnja bahan jang boleh dan harus dipakai dalam kurban dan tjaranja kurban itu harus disediakan. Pasal 6-7 sekali lagi berbitjara tentang kurban itu tapi sekarang lebih-lebih mengenai apa jang mendahului serta menjusul kurban itu sendiri. Ditetapkan pula bagian mana dari kurban jang harus diberikan kepada imam. Adapun 7,22-27 kurang djelas kedudukkannja dan barangkali disisipkan kedalam kumpulan itu setelah selesai disusun. Pasal 8-10 boleh disebut "Kitab Upatjara Pentahbisan Imam". Bagian inipun aselinja kiranja suatu kesatuan tersendiri bersama dengan Peng. 29,1-35, meskipun 9,1-21 mungkin ditambahkan diwaktu 8,1- 338 digabung dengan "Taurat Kurban". Sebab 9,1-21 terang-terangan mengingatkan kepada Lv. 1-4. Memang sukar sekali ditetapkan kapan kesatuan ini (Lv. 1-10) tertjipta. Ada jang berkata: dimasa pembuangan, pada akhir masa itu dan ada djuga jang berkata: sesudah pembuangan. Jang terachir inilah kiranja pendapat jang lebih benar.

Pasal 11-16 merupakan kumpulan lain, jakni hukum tentang tahir dan nadjis. Karenanja bagian ini dinamakan "Taurat Ketahiran". Sudah barang tentu dalam kumpulan itu terhimpun bahan jang sudah lama ada, tetapi kiranja belum dibuat mendjadi satu "buku". Maka dari itu boleh djadi disini untuk pertama kalinja disusun demikian. Boleh diterima kumpulan itu dibuat waktu pembuangan, malah sebelumnja sudah. Tetapi ada ahli jang melepaskan pasal 11 jang dipertalikan dengan Lv. 17-26; demikianpun pasal 16, upatjara hari pentjeriaan, jang dikatakan baru dibuat sesudah pembuangan, meskipun dengan bahan jang sudah ada sebelumnja. Malah ada sementara ahli jang melepaskan pasal 14 djuga, jang merupakan tjampuran dua upatjara dan baru didjaman kemudian digandingkan dan begitu disisipkan kedalam hukum-hukum tentang tahir dan nadjis itu. (Tentang pasal 16 lihat dibawah ini).

Bagian kedua Kitab Levitika (pasal 17-26) biasanja diberi djudul: "Taurat Kesutjian". Sebabnja ialah: berulang-ulang terdapatlah rumus ini (atau jang serupa): Hendaklah kudus (sutji), sebab kuduslah Aku, Jahwe, Allahmu (bdk. 19,2;20,8.26;21,6.8.15.23; bdk. 22,9.16.32). Kumpulan hukum ini kiranja masih terdiri atas berapa kumpulan ketjil jang mendahuluinja. Diatasnja masih terdiri atas beberapa kumpulan ketjil jang mendahuluinja. Diatas ini sudah ditundjuk, bahwasanja terutama dalam bagian ini terdapatlah hukum jang sampai dua kali dimuat. Hal itu dianggap orang sebagai bekas-bekas dari kumpulan-kumpulan ketjil lain. Anehnja susunan "Taurat Kesutjian" ini agak serupa dengan susunan kitab hukum dari Kitab Ulangtutur (pasal 12-26). Seperti bagian Kitab Ulangtutur tsb. demikianpun Taurat Kesutjian mulai dengan memperbintjangkan tempat kurban-kurban harus dipersembahkan dan iapun berachir dengan sederetan berkah dan kutuk. Penetapan-penetapan seperti 18,1-4/24-30;20,22-23 segera megingatkan Kitab Ulangtutur. Dan sebagaimana Kitab Ulangtutur berupa pidato, demikianpun bagian Kitab Levitika tsb. aselinja berupa pidato djuga (bdk. Lv. 17,8;18,2-6.24- 33;19,2;20,7.8.22-27;21,8;22,20.22.24-25.28-29.31-32). Kedalam rangka pidato itu disisipkan matjam-matjam hukum dan adat-istiadat, entah lepas-lepas entah sudh terkumpul dahulu. Sebagian malah baru ditambahkan setelah kumpulan itu itu selesai disusun. Para ahli belum sependapat tentang djaman dan tempatnja kumpulan itu selesai disusun. Ada jang mengira tempatnja dikeradjaan Juda, maklumlah di Jerusjalem. Kumpulan itu disusun untuk Bait Allah di Jerusjalem, setelah hanja tempat sutji itu sadjalah dianggap sjah. Sebagaimana Ulangtutur merupakan undang-undang keradjaan Israil (?) untuk memusatkan ibadah, demikianpun maksud Taurat Kesutjian itu. Maka dari itu dalam kumpulan besar itu terhimpun perundang-perundangan dan adat-istiadat jang dahulu berlaku ditempat- tempat sutji lainnja di Juda. Mungkin Taurat Kesutjian itu sudah disusun pada djaman para radja (Josjijahu th. 609?). Tetapi ahli-ahli lain menunda djaman penjusunannja sampai masa pembuangan. Menurut sementara ahli potongan-potongan dari Taurat Kesutjian itu dilepaskan pada waktu dihubungkan dengan kumpulan hukum lain (Lv. 1-16), sehingga sekarang bagian-bagian Taurat itu terserak-serak ditempat lain (misalnja: Lv. 2,11-12;7,23-26.32;11,2-31.35- bdk. 32. 38.39.422- 45 dan mungkin seluruh pasal 9; dalam pertaliannja jang sekarang hukum-hukum tsb. kurang tjotjok, pada hal sesuai dengan Taurat Kesutjian). Para ahli masih berusaha menetapkan bagian-bagian manakah jang termasuk kedalam Taurat Kesutjian jang aseli (sebagai kumpulan besar). dan bagian-bagian manakah jang berusaha tambahan jang kemudian disisipkan. Tetapi usaha demikian itu sukar dan hasilnja djarang-djarang sadja sampai kekepastian, sehingga para ahli djauh dari sependapat dalam hal itu.

Djadi sedjarah kedjadian Kitab Levitika Lk. sbb.: Mula-mula bahan (adat-istiadat dan hukum-hukum) dihimpunkan dalam kumpulan-kumpulan ketjil. Kemudian dibuatlah kumpulan-kumpulan lebih besar lagi dipelbagai tempat dan djaman dan achirnja disusun satu "Kitab Hukum Para Imam", jang memuat djuga beberapa tjerita, jakni apa jang disebut P. Bahan-bahan dan kumpulan-kumpulan tsb. disadur seperlunja serta disesuaikan. Pada achir pembuangan atau sesudahnja "Kitab Hukum Para Iman" digandingkan dengan bahan lain lagi (J dan E), sehingga lahirlah "Taurat Musa". Dan mungkin sekali sesudah itu masih diselipkan kedalam Taurat Musa jang sudah selesai itu bahan-bahan lain dari luar. Djadi Kitab Levitika sesungguhnja adalah sebagian dari "Kitab Hukum Para Imam" (P) tsb.

Kalau demikian terdjandjinja Kitab Levitika maka sudah barang tentu kitab itu bukanlah karangan Musa. Apa jang telah dikatakan tentang Taurat Musa pada umumnja boleh diterapkan pada Kitab Levitika djuga. Sesungguhnja Kitab Levitika sendiri menggandingkan seluruhnja dengan pernjataan Allah digunung Sinai dengan perantaraan Musa (bdk. 25,1.26.46;1,1;4,1;6,1.12). Tetapi ungkapan jang sedemikian itu kiranja harus dianggap sebagai alat kesusasteraan belaka jang merumuskan suatu anggapan teologis dan bukan kedjadian historis. Dalam anggapan Israil peristiwa mahapenting digunung Sinai itu mendjadi pangkal tolak-tolak seluruh seluruh agama Israil serta perkembangan selandjutnja. Kedjadian itu tidaklah hilang, melainkan terus dilangsungkan dalam umat Jahwe, terutama dalam ibadahnja. Perkembangan selandjutnja dianggap sebagai dan sesungguhnjaa merupakan landjutan sadja dari lembaga jang ditanam oleh penampakan di Sinai itu. Perkembangan sesudah pembuanganpun berurat-berakar dari situ. Sudah barang tentu perkembangan itu amat dipengaruhi dan malahan dipaksakan oleh keadaan sedjarah jang njata dan oleh perhubungannja dengan bangsa-bangsa lain. Akan tetapi Israil jakin, bahwa umat Allah seluruhnja dan djuga sedjarah dipimpin serta dikemudikan oleh Jahwe, sehingga hukum-hukum jang serupa itupun dikehendakiNja pula. Israil jakin pula, bahwa kemadjuan selandjutnja tidak menjeleweng dari pernjataan ilahi jang semula itu, melainkan hanja mengembangkannja sadja. Karena anggapan itulah maka semua hukum dan undang serta upatjara dirumuskan sedemikian rupa, sehingga semua langsung dimaklumkan oleh Jahwe sendiri. Dengan demikian dipertahankan kesatuan dan keaselian perundangan dan ibadah Israil sepandjang sedjarah. Semua digandingkan dengan perdjandjian jang telah diikat oleh Allah digunung Sinai dan perdjandjian itu dilaksanakan dalam hukum dan ibadah tsb. Djadi anggapan jang merupakan latarbelakangnja bukan anggapan historis melainkan anggapan teologis tertentu.

Baiklah kiranja disini diperbintjangkan sebentar beberapa lembaga keigamaan, ibadah, jang diutarakan oleh Kitab Levitika. Sebab lembaga-lembaga itu maha penting dalam hidup keigamaan Israil dahulu kala.

Jang pertama ialah imamat. Kitab Levitika sesungguhnja berpusat pada keimanan serta tugasnja jang bermatjam ragam. Anehnja kaum Levitika sama sekali tidak disebut-sebut sedangkan mereka sering disebut dalam kitab-kitab Taurat Musa jang lain. Para imam dianggap turunan Harun (anak-anak Harun) sehingga kaum Levita tidak mendjabat imam. Tetapi keadaan itu merupakan achir suatu perkembangan dalam sedjarah jang pandjang sekali. Dalam pembuangan barulah keadaan itu mendjadi terang, jaitu dengan muntjulnja nabi Jeheskiel jang membedakan imam dan Levita dan tugas keimaman diserahkan kepada imam sadja, jang adalah turunan Sadok (Jehesk. 44,6-31). Tetapi dahulu kala kaum Levita dengan tidak ada jang diketjualikan boleh mendjabat imam, sehingga "imam" dan "Levita" sama sadja (bdk. Ul. 10,8;17,9. 18;18.1 dll.) Menurut Ul. 18,6-7 kaum Levita jang dari tempat-tempat sutji lainnja datang ke Jerusalem, sewaktu tempat-tempat sutji lain itu dihapuskan, boleh bergilirbakti dalam Bait Allah di Jerusalem sama seperti kaum Levita jang sudah bertugas disitu. Sebagaimana sekarang ada teks kitab Ulangtutur tsb. pasti mengenai Jerusjalem, meskipun aselinja mungkin berkenaan dengan pusat ibadah lainnja. Kaum Levita jang tidak datang ke Jerusjalem memang tidak boleh lagi mendjalankan ibadah, sebab ditempat-tempat sutji lain ibadah jang sjah tidak mungkin lagi diadakan. Dengan djalan itu muntjul dua matjam Levita, jakni jang bertugas di Jerusjalem sebagai imam dan jang tinggal dipedalaman dengan tidak bertugas lagi. Nah, apa gerangan jang terdjadi antara djaman Kitab Ulangtutur dengan peraturannja itu dan nabi Jeheskiel (masa pembuangan)? Ternjata kaum Levita diturunkan deradjatnja dan mendjadi pelajan para imam dalam ibadah. Pada garis besarnja perkara itu kiranja berlangsung sbb. Waktu masih ada beberapa tempat sutji di Israil, semua Levitika bertugas sebagai imam disitu. Di Jerusjalem dahulu bertugas keluarga Ebjatar dan Sadok (dimasa Dawud, bdk. II Sjem. 8,17;20,25). Tetapi keluarga Ebjatar diturunkan serta dibuang oleh Sulaiman (bdk. I Rdj. 2,26-27), sehingga hanja keluarga Sadok sadja tinggal di Jerusjalem dahulu bertugas sebagai imam. Waktu tempat-tempat sutji lain dilarang (Ulangtutur) kaum Levita diluar Jerusalem diidjinkan datang serta bertugas di Jerusjalem. Tetapi kaum Sadok tidak memperbolehkannja dan merebut keimaman sebagai keistimewaannja jang chas (bdk. II Rdj. 23,9). Dimasa pembuangan keadaan jang njata itu dibenarkan (oleh nabi Jeheskiel, seorang imam dari Jerusalem) dan dengan demikian disiapkan masa sesudah pembuangan. Mungkin sekali kaum Ebjatar berhasil merebut dirinja persamaan dengan kaum Sadok. Maka dari itu dalam Bait Allah jang baru turunan Harun (liwat Sadok dan Ebjatar) bertugas sebagai imam dan sekalian kaum Levita lainnja jang mendjadi pelajan ibadah. Keadaan itu achirnja dimasukkan djuga kedalam Taurat Musa, sehingga disitu njata ada perbedaan antara kaum imam (turunan Harun) dan kaum Levita lainnja jang mendjadi pembantu mereka (bdk. Tj. Dj. 3,1-9;8,19;19,1-7). Kitab Levitika hanja membahas tugas para imam dan tidak berbitjara tentang kaum Levita.

Tugas utama para imam dalam Kitab Sutji ialah mempersembahkan kurban jang berupa-rupa. Tapi hanja bagian inti, jakni merendjiskan atau menumpahkan darah serta membakar lemak dan daging kurban, jang merupakan keistimewaan imam. Penjembelihan dilakukan oleh orang lain. Tetapi para imam djuga bertindak sebagai djurubitjara Allah (disamping para nabi) (bdk. Ul. 33,8-10), jaitu dengan melajani undi sutji, Urim dan Tumim. Tugas itulah kiranja tugas mereka jang paling dahulu bersama dengan pendjagaan tempat-tempat sutji. Merekapun "pendjaga" Taurat, artinja mereka memberi "fatwa" untuk mengetrapkan peraturan Taurat pada hal-hal jang njata (bdk. Lv. 10,10; Ul. 31,9.26;33.10; Mich. 3,11; Jr. 18,18). Dalam Kitab Levitika merekapun diserahi tugas untuk menetapkan siapa jang nadjis dan jang tahir, sehingga orang itu boleh atau tidak boleh ikut dalam ibadah (Lv. 11-16). Namun demikian tugas para imam makin lama makin lebih berpusatkan kurban jang beraneka ragam.

Kitab Levitika (Pasal 1-7) memperbintjangkan kurban-kurban jang dipersembahkan oleh para imam Israil. Baiklah keterangan serba singkat diikutsertakan disini.

Kurban jang terpenting ialah kurban bakar (Lv. 1,1-17;6,1-6). Istilah Hibraninja ialah "olah", artinja: jang naik, atau: jang dinaikan (jaitu dalam asap) kepada Tuhan. Adakalanja kurban itu disebut "kalil", artinja (kurban) "semesta". Kechasan kurban itu ialah: seluruhnja dibakar (ketjuali paha binatang jang mendjadi bagian imam), djadi tidak ada sebagian jang dimakan oleh orang jang mempersembahkan kurban itu. Rupa-rupanja kurban itupun kurban jang paling kuno dan tentu sadja tjotjok dengan suku-suku jang memiara ternak seperti Israil dahulu digurun dan para bapa bangsa. Binatang jang dipergunakan dalam kurban itu haruslah djantan dan tak bertjatjat. Darahnja ditjurahkan pada mesbah dan dagingnja dipotong-potong kemudian ditaruh diatas api mesbah serta dibakar habis. Didjaman kemudian kurban bakar itu tidak ada. Menurut anggapan Kitab Levitika maksud utama kurban bakar ialah memulihkan dosa dan pelanggaran, sedangkan dahulu kurban itu bermaksud menjembahh Tuhan serta bersjukur kepadnja.

Kurban lain ialah jang dalam bahasa Hibrani dinamakan "zebah sjelamim" (Lv. 3,1- 17;7.11-21). Arti istilah itu kurang djelas. Terdjemahan Junani menghubungkan kata ini dengan kata "sjalom" (salam, damai). Karena itu istilah itu sering diterdjemahkan dengan "kurban sjukur" Hanja pabila kurban sedemikian itu tidak tjotjok, kamipun menggunakan istilah "kurban perdamaian". Tetapi pada umumnja kurban itu mempunjai sifat gembira dan dipersembahkan apabila ada alasan untuk bersjukur. Djadi dengan kurban tsb. orang bersjukur kepada Allah dan masuk persekutuan denganNja (karenanja ada istilah: kurban persekutuan). Kurban itu berupa djamuan sutji. Sebagian dari binatang dibakar dan dengan demikian diberikan kepada Tuhan--darah memang seluruhnja ditumpahkan - sebagian diberikan kepada imam dam bagian ketiga dimakan oleh orang jang mempersembahkan kurban itu. Binatangnja harus djantan dan tak bertjela. Ada tiga matjam kurban sjukur tapi perbedaannja kurang djelas, jaitu: kurban pudjian, kurban sukarela dan kurban nazar.

Istilah Hibrani "hattat" kami terdjemahkan dengan "kurban penebus dosa". Boleh djuga diterdjemahkan: "kurban penjilih" atau: "kurban lantaran dosa". ataupun: "kurban pemulih dosa". Kurban itu diutarakan Lv. 4,1-35,5,7-13;6,17-23. Kata Hibrani "hattat" berarti baik dosa maupun kurban jang memulihkan dosa itu. Perbedaan kurban ini dengan kurban "pelunas salah" kurang djelas djuga. Tetapi pada umumnja (tidak selalu) kurban penebus dosa ialah kurban jang memulihkan pelanggaran hukum Allah manapun jang tidak sengadja. Upatjara kurban itu sedikit berbeda apabila dipersembahakan untuk dosa imam agung (jang mewakili rakjat djuga dalam dosanja), untuk umat seluruhnja atau untuk pemimpun dan orang perseorangan. Sebagian dari darah kurban untuk imam agung dan djemaan dipertjikkan didalam tempat sutji (Baitullah), lemaknja dibakar diatas mesbah, tapi dagingnja dibakar diluar tempat sutji. Upatjara chusus dalam kurban itu ialah: orang jang mempersembahkan kurban ini menumpang tangannja diatas kepala binatang jang hendak disembelihnja. Makna isjarat itu sebenarnja kurang djelas, meskipun banjak ahli berpendapat, bahwa dengan djalan itu seolah-olah dosa dipindahkan kepada binatang itu.

Kurban pelunas salah (lv. 5,1-6. 14-26;7,1-10) amat serupa dengan kurban penebus dosa tsb. Orang mendapat kesan, bahwa sepandjang sedjarah kedua kurban itu makin lama makin disamaratakan sadja. Namun demikian ada ahli jang mentjatat perbedaan ini: kurban pelunas salah hanja wadjib dipersembahkan karena dosa tertentu sadja, jakni (pada umumnja) dosa jang diperbuat dengan tidak sengadja tapi dianggap merugikan baik hak ilahi maupun hak sesama manusia (dosa lawan sesama dianggap djuga dosa kepada Allah). Karena itu orang harus membajar "ganti rugi". Sebelumnja ia seolah-olah berutang kepada Tuhan. Itu pun sebabnja maka kami terdjemahkan "kurban pelunas salah". Suatu terdjemahan lain misalnja: "kurban lantaran salah". Karena anggapan tsb. dapat dimengerti pulalah mengapa kurban itu disertai denga sematjam denda tambahan. Istilah Hibraninja, jakni: "asjam" berarti baik kesalahan terhadap seseorang, penghinaan, maupun korban jang memulihkannja. Tetapi mungkin djuga maksud kurban tsb. tidak hanja "memberi ganti rugi", tetapi djuga "menangkis kutuk". Kechasan kurban itu ialah: darahnja tidak dibawa kedalam tempat sutji (Baitullah) dan dagingnja dibakar diluar tempat sutji.

Dengan "kurban santapan" kami menterdjemahkan istilah Hibrani "minhah" (Lv. 2,1- 16;66,7-16). Perkataan Hibrani itu amat luas artinja, sehingga dapat menundjukkan sembarangan persembahan dan pemberian. Tetapi dalam kitab Levitika istilah itu berarti: suatu kurban jang terdiri atas makanan jang bukan daging. Boleh diterdjemahkan djuga dengan "kurban persadjian" (bdk. terdjemahan Keristen). Pada pokoknja kurban santapan itu ialah gandum jang disediakan dengan pelbagai tjara, baik jang dipanggang, maupun jang dibakar atau berupa kue. Kurban itu dapat dipersembahkan sebagai kurban tersendiri dan terpisah, tetapi biasanja merupakan tambahan pada kurban lain. Lazimnjaa sebagian dari kurban santapan dibakar (ketjuali kurban santapan imam sendiri) dan bagian jang dibakar itu dinamakan "peringatan". Maksud istilah itu kurang djelas (lih. tjatatan Lv. 2,2).

Ada djuga kurban "harum-haruman" (Lv. 16.12-13;2,1-2;10,1). Biasanja harum- haruman itu adalah tjampuran pelbagai harum-haruman dan hanja satu unsur ialah ukup. Kurban itu dapat dipersembahkan terpisah dari kurban lain dan kalau demikian dibakar atas mesbah tersendiri, jakni mesbah dupa. Dalam ibadah Israil kurban harum-haruman itu dua kali sehari disampaikan, jakni pagi-pagi dan petang hari. Tetapi kurban harum-haruman itu seringkali djuga merupakan suatu tambahan pada kurban lain bersama-sama kurban santapan. Kalau demikian maka kurban itu terdiri atas dupa semata-mata dan dibakar bersama dengan kurban lain itu. Rupa- rupanja Kitab Levitika tidak suka akan kurban itu. Sebabnja kiranja: kurban harum-haruman adalah kurban kegembiaraan, padahal Kitab Levitika memandang kurban terutama sebagai alat untuk memulikan dosa.

Kitab Livitika masih menggunakan istilah lain jang kami terdjemahkan dengan "kurban api". Bukankah suatu kurban tersendiri melainkan istilahnja dipakai berkenaan dengan kurban jang dibakar sebagiannja atau seluruhnja. Kitab Levitika sendiri kiranja menggandingkan istilah "isjsjeh" itu dengan kata Hibrani "esj" jang berarti api. Tapi kurang pasti apakah demikian arti aselinja. Sementara ahli berpendapat, bahwa istilah itu mula-mula menundjukkan redjeki; kurban dianggap redjeki Allah. Istilah "isjesjeh"tsb. atjap kali disertai dengan istilah "harum jang memadakan (Tuhan)". Istilah itu tentu sadja tjukup anthropomorphis djuga: Tuhan dibajangkan seakan-akan disenangkan oleh bau kurban jang dibakar itu.

Pasal 16 Kitab Levitika (dan 23,26-32) menjadjikan peraturan tentang upatjara hari raja jang kami beri djudul: "Hari besar Pentjeriaan". Istilah Hibraninja ialah "jom-hak-kippurim", atau "jom kippor". Adapun kata kppr itu kurang djelas artinja dan asal-usulnja dan karenanja ada pelbagai terdjemahannja. Kami menerima, bahwa kata itu ada sangkutpautnja dengan perkataan jang artinja: membersihkan, mentjutjikan dsb. Arti kata itu kiranja tjotjok dengan Kitab Levitika, chususnja dengan pasal 11-16 jang membitjarakan perkara tahir dan nadjis. Kiranja upatjara itu terutama dianggap sebagai alat untuk mentahirkan Israil dari segala kenadjisannja. Sudah barang tentu terutma dimasa kemudian kenadjisan itu bukan hanja kenadjisan rituil dan lahiriah belaka, tetapi merangkum djuga dosa batin. Tetapi aselinja kiranja lebih-lebih mengenai kenadjisan rituil sadja. Adapun "Hari Pentjeriaan" itu adalah mahapenting dalam agama Jahudi hingga dewasa ini dan dianggap menghapus segala dosa jang sepandjang tahun diperbuat oleh umat Allah.

Namun demikian perajaan itu sesungguhnja merupakan achir dan puntjak suatu perkembangan dalam agama Israil jang agak lama berlangsung dan dalam rupa lengkap upatjara dimasa agak belakangan muntjul dalam sedjarah agama Israil. Dalam Taurat Musa hari raja itu beberapa kali diutarakan (Peng. 30,10;Lv. 16;23,26-32;25,9; Tj. Dj. 18,7;21,7-11). Tetapi nas-nas tsb. oleh banjak ahli dianggap bagian-bagian jang kemudian disisipkan kedalam perundangan tentang ibadah. Dan hal itu boleh diterima djuga. Sebab dalam kitab-kitab lainnja dari Perdjandjian Lama perajaan itu tak pernah disebut-sebut, bahkan dalam Kitab Esra/Nehemia jang mengisahkan hari-hari raja jang dirajakan Israil setelah kembali dari pembuangan, Hari Pentjeriaan itu tidak sampai disebut. Hal itu aneh betul mengingat kedudukan penting jang dipegang perajaan itu dalam Kitab Levitika. Orang tjondong mengambil kesimpulan, bahwa perajaan itu dahulu belum ada atau setidak-tidaknja kurang penting dalam ibadah Israil. Oleh karenanja sementara ahli menerima sadja, bahwa perajaan itu baru berkembang sesudah djaman Esra/Nehemia (sekitar th. 300 seb. Mas. ). Tetapi ahli-ahli lain berkata: Aneh betul suatu perajaan dalam mana peti perdjandjian memegang peranan demikian penting (bdk. Lv. 16,13-14.15) ditjiptakan setelah peti perdjandjian sudah lam lenjap dan tidak ada lagi dalam Baitullah. Masalahnja memang agak berbelit dan ruwet sekali. Mungkin dapat dikatakan sbb: Dahulukala sudah ada upatjara jang serupa dengan Hari Pentjeriaan, tetapi upatjara itu kurang penting. Sesudah pembuangan upatjara aseli itu diperkembangkan dan bertjampur dengan upatjara- upatjara lain dan achirnja mendjadi perajaan terpenting. Mengingat kesadaran terhadap dosa jang pada kaum Israil sesudah pembuangan amat kuat upacara sedemikian itu tentu dapat menarik perhatian. Dengan demikian dapat dimengerti, bahwa dari satu pihak tidak ada berita dari djaman sebelum pembuangan tentang upatjara jang dimasa itu kurang penting, dan dari lain pihak peti perdjandjian memegang peranan dalam upatjara jang kemudian diperkembangkan mendjadi perajaan jang utama.

Dan sesungguhnja orang berkesan, bahwa dalam upatjara Hari Pentjeriaan ada dua upatjara bertjampur. Diatas ini sudah dikatakan teksnja kurang lantjar djalannja. Kiranja aj 3-4.11-14.15-19.23-25.27-29 adalah satu upatjara (jang pada gilirannja terdiri atas dua?) dan aj. 5-10.20-22.26 memuat upatjara lain. Mungkin upatjara terachir inilah bagian jang paling kuno dari ibadah Hari Penteriaan.

Djadi ada upatjara kurban. Imam agung mempersembahkan kurban lembu djantan buat dosanja sendiri dan dosa keluarganja, ialah para imam. Ia masuk kedalam Kudus- mukadas (sekali setahun sadja) dan mendupai penutup peti perdjandjian serta merendjiskan darah kurban tsb. atasnja (Lv. 16,11-14). Kemudian ia mempersembahkan seekor kambing djantan buat dosa umat dan darahnja dipertjikkan diatas penutup peti perdjandjian (Lv. 16,15). Lalu tempat kudus dan chususnja mesbah ditahirkan dengan darah lembu djantan dan kambing djantan itu (Lv. 16,16- 19; bdk. 16,33). Tetapi disamping upatjara tsb. ada upatjara lain jang agak berbeda. Ada dua ekor kambing djantan dari umat. Undi dibuang diatasnja dan seekor mendjadi kurban penebus dosa guna umat dan seekor ditempatkan "dihadirat Jahwe". Imam agung menumpangkan tangannja atas kepala binatang itu, jang lalu diantar kegurun serta dilepaskan disitu "buat Azazel (sjaitan?). Kambing djantan itu membawa serta dosa umat (Lv. 16,8-10.220-22). Upatjara jang aneh itu sungguh menundjukkan djaman azali Israil. Boleh ditambahkan, bahwa upatjara jang serupa ada djuga dalam ibadah di Babel.

Hari Pentjeriaan dirajakan dengan tjara lain lagi. Hari itu adalah hari istirahat jang mutlak dan hari puasa mutlak djuga. Agama Israil hanja mengenal hari puasa itu sadja sebagai suatu kewadjiban umum. Istilah Kitab Sutji jang menundjukkan puasa itu ialah "merendahkan diri".

Sudah barang tentu Kitab Levitika bukanlah kitab Perdjandjian Lama jang paling menarik pembatja modern. Orang sampai bertanja: Apa gunanja kitab itu bagi kita, orang-orang keristen? Upatjara kurban dengan daging jang dipotong-potong serta dibakar, sehingga seolah-olah orang mentjium bau busuknja, darah jang mengalir; tahir dan nadjis, penjakit kulit dan kenadjisan rumah. Bukankah kesemuanja itu sudah ketinggalan djaman dan apa manfaatnja membatja serta mempeladjari kesemuanja itu? Boleh disetudjui, bahwa Kitab Levitika ini begitu sadja tidak ada banjak manfaatnja lagi bagi kita. Namun demikian rupanja generasi keristen jang pertama belum merasakannja begitu. Sebab kitab inipun dalam Perdjandjian Baru dikutip (Lk. 2,22.24;Mt. 8,4; Lk. 17,14; Mt. 12,4) sebagai hukum Allah jang patut ditepati. Adakalanja hukumnja diketjam (Mt. 5,33.38.43) tetapi ada djuga beberapa ajat dipetik dan disetudjui oleh Perdjandjian Baru (1 Ptr. 1,16; Lk. 10,28; Rm. 10,5; Gl. 3,12; Mt. 19,19;22,39; Whj. 5,1.6.8;21,9; Ks. Rs. 7,51; Lk. 1,72). Latar belakang surat kepada orang- orang Hibrani ialah djustru Kitab Levitika jang djustru Kitab Levitika jang oleh pengarang surat tsb. diperlihatkan sebagai persiapan untuk ibadah Kristus, jang melengkapi serta djauh melampaui ibadah ibadah lama jang bersifat sementara dan rapuh itu. Djadi surat itulah suatu tjontoh bagaimana Kitab ini dapat dibatja setjara keristen. Dalam ibadah Katolik Levitika djarang-djarang dipakai, sehingga nampaknja liturgi kurang suka akan kitab itu.

Dan sudah barang tentu sebagai kumpulan hukum jang terperitji dan upatjara- upatjara jang bersangkutan Kitab Levitika ketinggalan djaman. Namun demikian didalamnja termuat suatu kabard langgeng serta awet jang bernilai serta berlaku didjaman Masehi djuga. Apa jang hendak diwudjudkan oleh ibadah dan hukum rituil itu terus mau diwudjudkan Perdjandjian Baru djuga, meski setjara lain dan lebih luhur serta ampuh sekalipun. Dalam hal itu baiklah bagian pertama (ps. 1-16) dan bagian kedua (ps. 17-26) dari Kitab Levitika dihubungkan satu sama lain. Sebab kedua bagian ini berimbangan dan saling melengkapi. Dan mungkin sekali penjusun terachir kitab ini mempertalikan kedua "kitab hukum" itu djustru dengan maksud mentjapai keseimbangan jang perlu.

Bagian pertama tsb. membentangkan ibadah umat Allah Perdjandjian Lama. Dengan demikian umat itu diperlihatkan sebagai persekutuan ibadah dan ibadah itu merupakan unsur hakiki umat Jahwe. Masing-masing orang harus ikut serta dalam ibadah untuk berhubungan dengan Tuhan. Ibadah itu adalah ilahi, sebab seluruhnja ditetapkan oleh Allah sendiri. Djalan agar orang dapat mendekati Tuhan tidak tidak diserahkan kepada wewenang sendiri, melainkan haruslah orang menjesuaikan diri dengan apa jang ditentukan guna umat seluruhnja. Nah, gagasan itu kiranja tetap berlaku bagai umat Allah Perdjandjian Baru pula. Alat dan djalan untuk mendekati Tuhan ialah umat jang beribadah. Pada hakekatnja ibadah itu ditetapkan oleh Tuhan sendiri, dan masing-masing orang harus menjesuaikan diri. Dalam hubungan dengan Tuhan orang tidak boleh bertindak semau-maunja sadja. Perlu ia menjesuaikan diri dengan umat seluruhnja dan dengan apa jang ditetapkan Tuhan, entah langsung entah tidak. Masa kita terlalu suka akan individualisme dan subjektivisme jang melampaui batas. Dalam Kitab Levitika Tuhan mengatakan, bahwa tidak demikian maksudNja berkenaan dengan umatNja. Umatlah jang paling penting; dan ibadah umat jang dahulu diadakan serta ditetapkan oleh Tuhan selalu harus diutamakan.

Ibadah jang dipaparkan oleh Kitab Levitika nampaklah sebagai kurnia Allah jang dianugerahkan kepada umat perdjandjian. Seluruh ibadah itu dipertalikan dengan perdjandjian digunung Sinai, oleh karena merupakan pelaksanaannja. Berkat ibadah jang sutji itu umat dapat, boleh dan bahkan harus mendekati Tuhan perdjadjian untuk menerima berkahNja jang berlimpah. Dengan djalan itu tidak sanggup tapi disanggupkan oleh Tuhan sendiri. Djadi ibadah itu adalah rahmat dan kurnia Tuhan semata-mata dan berkat anugerah itulah umat dapat menghadap Tuhannja. Nah, hal jang sama harus dikatakan tentang ibadah umat Allah Perdjandjian Baru. Itupun suatu kurnia belaka jang patut dihargai serta diutamakan.

Memang ada halangan dalam perhubungan antara umat dan Tuhan, jaitu dosa jang diperbuat dan terus diperbuat oleh umat. Bagian pertama Kitab Levitika memandang dosa terutama sebagai "kenadjisan", suatu halangan untuk ikut serta dalam ibadah sutji jang mendekatkan orang kepada Allah. Dosa itu adalah pelanggaran objektip terhadap salah satu hukum dan karena pelanggaran itu keseimbangan terganggu, jang harus dipulihkan dulu, supaja orang dapat menghadap Tuhan lagi. Segi subjektip serta pertanggungandjawab pribadi tidak diperhatikan dalam kitab jang membentangkan ibadah objektip itu. Setjara objektip orang memperkosa hak Allah sebagaimana ditetapkan oleh hukumNja. Jahwe adalah Tuhan kehidupan dan mempunjai hak mutlak atas segala sesuatu jang bersangkutan dengan kehidupan. Hukum- hukumNja menekankan hak jang objektip itu. Dengan melanggar hukum manusia memperkosa setjara objektip hakilahi dan mengganggu keseimbangan. Semua peraturan tentang halal dan haram, tahir dan nadjis, kiranja ada sangkutpautnja dengan hak ilahi atas kehidupan itu. Tetapi terang pulalah manusia mau tidak mau melanggar hukum itu dan dengan demikian memperkosa hak ilahi. Tetapi perkosaan itu djuga dengan sendirinja akan kembali kepada manusia berupa hukuman jang mengantjam hidupnja sendiri pula. Sebab orang telah memutuskan hubungan dengan sumber kehidupan, jaitu Tuhan. Dari sebab itupun ia tidak sanggup lagi ikut serta dalam ibadah jang menghidupkan.

Akan tetapi ibadah itu sendiri (upatjara pentahiran, pentjeriaan), djadi kurnia Tuhan, kembali menjanggupkan orang melakukan ibadah itu. Allah sendiri telah menganugerahkan alat jang ampuh untuk mengalahkan antjaman jang dihadapi manusia jang memperkosa hak ilahi itu. Kembali Ia membuka djalan kepada kehidupan, jaitu kepada Allah sendiri. Dengan demikian ibadah mendjadi alat ditangan manusia untuk melindungi dirinja terhadap bahaja-bahaja jang mengantjam seluruh hidupnja.

Pandangan Kitab Levitika tsb. tentu sadja berat sebelah dan karenanja bahaja besar terkandung didalamnja. Tapi pandangan jang berat sebelah itu belum djuga pandangan jang salah. Dosa dipandang semata-mata dari segi objektip dan lahiriah sadja tanpa mempedulikan unsur subjektip dan pertanggungandjawab pribadi. Demikianpun ibadah dipandang sebagai alat objektip melulu, dari segi materiilnja. Mudah sadja semuanja merosot menjadi formalisme belaka, sebagaimana diketjam oleh para nabi dan oleh Jesus sendiri. Untunglah Lv. 1-16 bukan seluruh Kitab sutji atau seluruh Perdjandjian Lama. Namun demikian pandangan objektip tsb. adalah benar djuga , meskipun tidak seluruhnja. Ada suatu tata susunan objektip, ada hak ilahi jang objektip berlangsung dan perlu dihormati serta diakui oleh manusia. Djuga kalau manusia njata tidak sanggup, tata susunan itu tetap ada. Nah, Kitab Levitika mentjamkan kebenaran itu dalam hati-sanubari Israil. Ia memperingatkan kepada mereka, bahwa ada tata-susunan jang harus diakui serta dihormati dan tidak boleh begitu sadja disingkirkan atas dasar subjektif dan individuil belaka. Iapun menginsjafkan kepada umat itu, bahwa ia sendiri tidak sanggup mengakui tata-susunan tsb. Tetapi sekaligus ia memperlihatkan, bahwa Allah tidak membiarkan manusia begitu sadja, melainkan menganugerahkan kepadanja djalan dan alat untuk membereskan serta memulihkan tata-susunan tsb. Maka manusia toh dapat dan boleh mendekati Tuhan, sumber dan pokok kehidupan. Pandangan moderen jang menekankan unsur subjektip serta pertanggungandjawab tentu benar djuga, tapi mudah berat sebelah pula, sehingga manusia terlalu tjondong mengutamakan dirinja, djuga dihadapan Tuhan, dan melupakan susunan dan hak jang objektip berlaku. Djika Israil mungkin terlalu pertjaja pada ibadah lahiriah sebagai djalan untuk memperoleh berkah Tuhan (dan mungkin ada orang keristen jang pada dirinja sendiri, seolah-olah ia sendiri dapat melaksanakan serta membereskan segala sesuatu tanpa Tuhan serta anugerahNja.

Adjaran bagian kedua Kitab Levitika agak berlainan (ps. 17-16) dan sesungguhnja sedikit banjak menjeimbangi pandangan jang berat sebelah dari bagian pertama. Bagian kedua ini seolah-olah mau memberikan suatu peringatan terhadap bahaja jang terkandung dalam bagian pertama. Disini bukan ibadah serta keampuhannja jang mendjadi pusat perhatian, melainkan Allah dan umat jang dalam ibadah berhubung-hubungan. Ditandaskanlah kekudusan Allah jang djauh melampaui batas tjiptaanNja dan jang terpentjil dari segala machlukNja. Allah jang kudus itu memilih bagi diriNja suatu umat dan tetap tinggal ditengah-tengahnja, maka haruslah umat itupun kudus dan terpentjil. Kesutjian jang dituntut itu tidak hanja mengenai hubungan dengan Tuhan melulu (ibadah), tetapi merangkum seluruh kehidupan. Segala sesuatu haruslah kudus, oleh karena Tuhan kudus adanja, demikian djuga hubungan anggota-anggota umat satu sama lain. Karena itu terdapatlah dalam bagian kedua ini pelbagai hukum jang mengatur kelakuan sosial, perhubungan dengan sesama manusia, penggunaan tanah jang sesungguhnja milik Jahwe jang kudus. Peraturan-peraturan tentang perkawinan kiranja bermaksud mementjilkan umat Israil dari bangsa-bangsa tetangga serta keburukannja (kekafiran) dan mempertahankan kemurnian bangsa Israil. Demikianpun peringatan jang agak sering terdapat untuk mendjauhi adat-istiadat serta ibadah kaum kafir. Hanja Tuhan sadja boleh disembah dan hanja pada Dialah orang boleh minta pertolongan, bukannja kepada kepada dewata kafir dan tukang tenungnja. Bagian pertama Kitab Levitika seolah-olah berdaja-upaja untuk menghapus dosa jang menghalangi hubungan dengan Allah dalam ibadah; bagian kedua ini lebih-lebih berusaha untuk menghindarkan, supaja dosa djangan sampai terdjadi oleh karena dosa itu tidak tjotjok dengan umat Allah jang haruslah kudus. Dosapun tidak nampak lagi sebagai pelanggaran hukum ibadah sadja, melainkan dosa djauh mendalam, oleh karena mendjauhkan manusia dari Allah jang kudus. Dengan perkataan lain: segi kebatinan dan kesusilaan dalam bagian ini ditekankan sedangkan segi lahiriah dan keibadahan kurang nampak, meskipun tentu masih ada djuga.

Gagasan tentang kekudusan Allah jang menuntut kesutjian dari umatNja memang terus berlaku djuga. Demikianpun gagasan bahwa hukum Allah tidak hanja mengenai ibadah tapi seluruh kehidupan, belum usang dan ketinggalan djaman. Orang keristenpun tetap harus insaf akan kekudusan ilahi, Allah jang sama sekali berlainan dan karenanja menuntut dari manusia jang dipilihNja sikap dan kelakuan jang sepadan. Tetap tinggal djuga, bahwa ibadah tidak boleh ditjeraikan dari kehidupan jang njata. Ibadah sutji menuntut umat sutji. Dengan demikian Kitab Levitika masih dapat berbitjara kepada manusia keristen djuga, asal ia dapat mengupas kulitnja untuk sampai kepada intinja jang paling dalam. Dan apabila orang keristen pun terus mengalami ketidaksanggupannja untuk memadai tuntutan pilihannja, maka bagian Kitab Levitika berkata kepadanja: Djangan putus harapan, Tuhan menjampaikan djalan djalan dan alat untuk terus mentjari serta mendekati Dia. Berhubung dengan Kitab Levitikapun Jesus tidak datang menghapus Taurat, melainkan menjempurnakannja serta mempertahankan intinja jang abadi, dengan mengambil alih inti itu, jang dilepaskan dari apa jang sambilan, lalu diluhurkan dan ditinggikan.

(0.12) (1Kor 10:16) (ende: Piala pemberkatan)

ialah jang berisi dan menjampaikan segala berkat dan rahmat.

(0.12) (Kej 2:4) (full: DEMIKIANLAH RIWAYAT. )

Nas : Kej 2:4

Riwayat penciptaan yang kedua ini (Kej 2:4-25) tidak bertentangan dengan Kej 1:1-2:3. Kisah ini lebih merinci penciptaan laki-laki dan wanita, lingkungan dan masa percobaan mereka. Pasal Kej 2:1-25 memberikan rincian menurut topik, sedangkan pasal Kej 1:1-31 menyajikan urutan kronologis.

(0.12) (Kej 5:1) (full: DAFTAR KETURUNAN ADAM. )

Nas : Kej 5:1

Pasal ini memberikan daftar keturunan Adam hingga air bah. Nama-nama ini merupakan daftar keturunan saleh yang berpihak kepada Allah di tengah zaman yang makin tercemar (lih. pasal Kej 6:1-22).

  1. 1) Pasal Ibr 11:1-40 memilih dua tokoh (Habel dan Henokh) untuk disebut secara khusus dari periode ini yang berkenan kepada Allah karena iman mereka (Ibr 11:4-5). Mereka berdua termasuk golongan sisa, golongan yang setia dalam menolak cara Kain. Pada saat air bah hati hampir setiap orang sudah jahat; hanya delapan orang yang selamat ketika itu (Kej 6:5,11,18; 7:1,7; 1Pet 3:20).
  2. 2) Senantiasa akan ada, kadang-kadang sedikit saja, orang yang menyembah Allah, tetap setia kepada-Nya, menaati firman-Nya dan menantikan janji-janji-Nya. Mereka ini merupakan golongan minoritas (Mat 7:13-14). Namun, Allah memperhatikan nama mereka sebagaimana dilakukan-Nya pada orang-orang dalam pasal ini. Dewasa ini, apabila kita merasa seorang diri dalam iman kita kepada Allah dan tanggapan kita kepada firman-Nya, kita harus ingat bahwa kita tidak pernah sendirian. Allah masih memiliki ribuan orang di seluruh dunia yang setia kepada-Nya (bd. 1Raj 19:18).


TIP #33: Situs ini membutuhkan masukan, ide, dan partisipasi Anda! Klik "Laporan Masalah/Saran" di bagian bawah halaman. [SEMUA]
dibuat dalam 0.09 detik
dipersembahkan oleh YLSA