Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 5421 - 5440 dari 7440 ayat untuk untuk [Pencarian Tepat] (0.010 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.13237604482759) (Luk 5:1) (sh: Bukan sekadar pemberita tetapi sumbernya (Selasa, 4 Januari 2000))
Bukan sekadar pemberita tetapi sumbernya

Bukan sekadar pemberita tetapi sumbernya. Memberitakan Injil dan mempersiapkan Pemberita Injil Kerajaan Allah adalah tugas yang diberikan Bapa kepada Tuhan Yesus. Dari kota ke kota, Yesus berjalan untuk memberitakan Injil. Kali ini Yesus memberitakan firman kepada orang banyak di tepi danau Genezaret dari perahu Simon. Di atas perahu itu selain Simon ada juga beberapa teman nelayan lain.

Pemberitaan firman Allah tidak hanya di dengar oleh orang banyak, secara khusus ditangkap jelas oleh kawanan nelayan di perahu itu. Pengajaran firman Tuhan yang mereka dengar membuat pengenalan mereka kepada Yesus makin dalam. Oleh sebab itu Simon dan kawan-kawan taat pada perintah Yesus manakala Yesus memerintahkan mereka menebarkan jala di pagi hari. Meski semalaman mereka gagal, pagi ini hasilnya luar biasa. Jala yang kosong sepanjang malam, kini penuh ikan sampai koyak. Perahu yang sarat ikan mencelikkan "mata" Simon dan kawan-kawan bahwa Yesus bukan hanya pemberita firman Allah, Penyembuh penyakit, Pengusir setan, tetapi Ia adalah Tuhan. Simon menyadari keberdosaannya dan ketidaklayakannya di hadapan Tuhan Yesus yang Maha Mulia.

Menjadi pengemban misi Yesus, bukan karena memilih tetapi karena dipilih. Bukan karena mampu melakukan perkara besar tetapi karena dimampukan melakukannya. Bukan karena cakap tetapi karena anugerah. Bukan karena suci tetapi karena mau mengakui dosa dan menerima anugerah. Bukan karena suci tetapi karena mau mengakui dosa dan menerima pengampunan. Siapa Simon dan kawan-kawan? Manusia yang berdosa dan tidak layak menerima berkat Tuhan Yesus. Namun anugerah Allah diberikan kepada mereka. Status baru dianugerahkan, yakni menjadi penjala manusia. Tanpa ragu dan mengulur waktu tiga sekawan ini menyambut panggilan Yesus. Mereka meninggalkan perahu dan jala dan mengikut Yesus.

Renungkan: Mendengar firman Allah, mengalami kuasa Tuhan Yesus dalam hidup kita seharusnya mengiring kita untuk menyambut dan terlibat dalam misi Yesus bagi dunia ini. Kita Syukuri kesempatan dan kepercayaan istimewa yang Allah anugerahkan pada kita untuk merampungkan rencana kekal-Nya bagi dunia ini. "Nyatakanlah visi-Mu kepada umat-Mu. Panggillah hamba-hamba-Mu bagi penuaian ladang-mu", adalah bagian doa yang pernah dipanjatkan kepada Tuhan oleh salah seorang hamba Tuhan, kiranya menjadikan doa kita juga.

(0.13237604482759) (Luk 6:1) (sh: Manakah lebih penting: peraturan atau maknanya? (Jumat, 7 Januari 2000))
Manakah lebih penting: peraturan atau maknanya?

Manakah lebih penting: peraturan atau maknanya? Dalam Perjanjian Lama, pengertian Sabat adalah: (1) suatu bentuk perayaan atas keyakinan Israel bahwa Allah telah menciptaan alam raya ini dan berhenti di hari ke tujuh. Saat ini Israel bukan saja berhenti bekerja, mengikuti teladan Allah, tetapi mengkhususkan diri untuk menghormati Allah. (2) Tujuan umat merayakan Sabat ialah mengingat karya besar Allah yang telah melepaskan mereka dari perbudakan Mesir (Ul. 5:12-15). Sabat adalah saat mensyukuri kebaikan dan kedahsyatan Allah, dan belajar menghayati secara nyata keumatan mereka.

Orang-orang Farisi tahu benar peraturan Sabat, maka mereka menilai bahwa Yesus tidak menghargai peraturan Sabat ketika melakukan hal-hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan pada hari Sabat. Mereka menempatkan peraturan untuk mencari kesalahan Yesus dan para murid-Nya. Padahal tindakan Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat pasti dengan penghayatan Sabat yang benar. Manakah yang lebih penting: peraturannya atau kebenaran menolong sesama? Apakah dapat dibenarkan bila seseorang menaati peraturan sampai mengorbankan nyawa sesamanya?

Yesus memiliki otoritas di atas segala peraturan. Ketika Yesus mengatakan bahwa Dia adalah Tuhan atas Sabat, mengandung makna bahwa Ia lebih berotoritas daripada peraturan Sabat, karena Dialah Allah yang menjadi pusat Sabat. Ia tahu lebih dalam pengertian Sabat daripada manusia, bagaimana mungkin Ia sendiri melanggar? Segala sesuatu yang dilakukan-Nya tidak mungkin bertentangan atau melanggar hukum-hukum yang ditetapkan-Nya bagi manusia. Ia tidak bermaksud mengubah hukum Sabat, tetapi Ia adalah pembaharu hukum. Melalui kasus nyata, Ia ingin mengajarkan pengertian dan makna Sabat yang benar, namun sayangnya orang Farisi dan ahli taurat tidak terbuka kepada kebenaran-Nya.

Renungkan: Seringkali peraturan gerejawi yang ditetapkan dapat menggeser makna yang sesungguhnya. Ketaatan kepada peraturan lebih mutlak daripada perwujudan makna kebenaran yang lebih penting dari peraturan. Misalnya ada seorang jemaat yang sedang kritis dan membutuhkan dana untuk berobat, manakah yang terlebih dahulu dilakukan: rapat birokrasi sesuai dengan prosedur/ peraturan atau pencarian/pemberian dana, agar nyawanya tertolong? Marilah kita bertindak bijak dan benar.

(0.13237604482759) (Luk 7:1) (sh: Hanya anugerah yang melayakkan (Rabu, 12 Januari 2000))
Hanya anugerah yang melayakkan

Hanya anugerah yang melayakkan. Sejak zaman pelayanan Tuhan Yesus ternyata jabatan, status, dan kedudukan seseorang memiliki pengaruh yang besar di tengah kehidupan masyarakat. Sehingga masyarakat sekitar pun akan melakukan apa saja untuk dapat menyenangkan hati orang tersebut. Keadaan ini terlihat jelas ketika seorang perwira di Kapernaum memohon pertolongan Yesus untuk menyembuhkan hambanya. Orang-orang Yahudi, yang tahu persis siapa perwira itu langsung merekomendasikan kepada Yesus bahwa permohonan perwira itu layak mendapat perhatian-Nya. Orang-orang itu menganggap bahwa permintaan perwira itu layak dikabulkan karena kepeduliannya membantu pembangunan rumah ibadah orang Yahudi. Tapi, bila akhirnya Yesus datang memenuhi permintaan perwira itu, bukan karena keberadaan dan kebaikannya layak secara kasat mata. Hambanya disembuhkan-Nya bukan karena Yesus membenarkan pendapat orang-orang Yahudi, tentang kelayakan perwira itu, melainkan karena anugerah yang hendak dinyatakan-Nya kepada sang perwira yang menyadari ketidaklayakannya (ayat 6-8). Yesus pun memuji iman sang perwira itu.

Kebaikan dari peristiwa kesembuhan hamba seorang perwira di Kapernaum ada seorang pemuda di Nain yang secara kasat mata manusia dianggap tidak layak memeproleh perhatian. Selain berasal dari keluarga biasa dan anak seorang janda, ia pun berasal dari lingkungan non-Yahudi. Tetapi semuanya ini tidak menghalangi Yesus untuk menyatakan perhatian-Nya. Ia justru menunjukkan rasa kepedulian dan simpati-Nya dengan turut merasakan penderitaan dan kesusahan janda itu dalam kedukaannya. Dalam peristiwa ini, tindakan Yesus menyembuhkan bukan karena permintaan sang pemuda seperti perwira di atas, tetapi inisiatif Yesus sendiri. Berarti kedua peristiwa ini ingin menunjukkan bahwa kesembuhan diberikan semata karena anugerah dan bukan kelayakan seseorang.

Renungkan: Keselamatan pun adalah anugerah yang dinyatakan-Nya kepada kita yang percaya. Semata tidak berdasarkan status, kedudukan, dan kebaikan seseorang, baik menurut penilian diri maupun penilaian masyarakat. Puji syukur kepada-Nya yang telah melayakkan kita menerima anugerah-Nya, karena sesungguhnya kita tidak layak di hadapan-nya. Mailah kita yang telah menerima anugerah-nya menyatakan syukur melalui hidup yang memuliakan Dia.

(0.13237604482759) (Luk 8:40) (sh: Pribadi yang berkuasa menyelamatkan (Kamis, 20 Januari 2000))
Pribadi yang berkuasa menyelamatkan

Pribadi yang berkuasa menyelamatkan. Berita tentang Yesus dan apa yang dilakukan-Nya mendorong banyak orang dengan berbagai kepentingan, datang kepada-Nya. Yairus, pemimpin rumah ibadat adalah salah seorang yang menghampiri dan memohon pertolongan Yesus untuk menyembuhkan anak perempuan tunggalnya yang sakit keras. Namun, perjalanan menuju rumah Yairus tertunda oleh peristiwa yang melibatkan seorang wanita penderita penyakit pendarahan selama 12 tahun. Wanita yang tersisih dan dianggap najis oleh masyarakat karena penyakit yang dideritanya itu, secara sembunyi-sembunyi menyentuh jumbai jubah Yesus dengan harapan memperoleh kesembuhan. Timbul kesan bahwa wanita itu percaya pada hal-hal magis. Tapi Yesus sama sekali tidak menangkap kesan itu, sebab kuasa yang menyembuhkan itu tidak bergantung pada atribut yang dipakai-Nya. Kuasa-Nya sepenuhnya berada di bawah kontrol-Nya. Selanjutnya Yesus menyuruh wanita itu menyatakan diri agar Dia dapat menuntaskan proses kesembuhan dengan memulihkan harga diri, harkat dan martabatnya.

Bagaimana dengan tujuan Yesus mengunjungi anak perempuan Yairus yang sedang kritis? Penundaan kedatangan Yesus, ternyata meluluhlantakkan harapan Yairus agar anaknya memperoleh kesembuhan. Tapi keterlambatan ini tidak menunda maksud kedatangan Yesus, bahkan sebaliknya, ia dapat menyatakan kuasa kebangkitan-Nya kepada anak Yairus.

Kedua kisah ini mengungkapkan kepada kita beberapa hal: (1) Kuasa Yesus tidak terdapat dalam atribut-atribut yang dipakai-Nya atau benda-benda yang berhubungan dengan-Nya. Kuasa yang mampu menyembuhkan itu adalah mutlak bersumber dari diri-Nya. (2) Waktu dan maut bertekuk lutut kepada-Nya. Manusia menganggap bahwa untuk menyembuhkan penyakit pendarahan menahun saja sulit, apalagi untuk menghidupkan kembali anak perempuan Yairus yang telah meninggal dunia. Akan tetapi bagi Yesus sesuatu yang dianggap terlambat atau mustahil dapat di pulihkan-Nya kembali.

Renungkan: Kuasa Yesus bukan terletak pada benda atau atribut yang pernah dipakai-Nya. Kuasa-Nya terletak pada diri-Nya. Bila kita ingin mengalami kuasa-Nya, kita harus datang kepada Dia, bukan melalui segala benda yang dianggap memiliki kuasa-Nya secara magis.

(0.13237604482759) (Luk 13:22) (sh: Hati-hati 'Gede Rasa' rohani sangat berbahaya (Selasa, 28 Maret 2000))
Hati-hati 'Gede Rasa' rohani sangat berbahaya

Hati-hati 'Gede Rasa' rohani sangat berbahaya. Ada seorang Kristen yang merasa senang sekali karena akan berjumpa dengan Bapak X yang sekarang sudah menduduki posisi nomer satu dalam sebuah sekolah teologia. Ia ingin segera bertemu dan berbincang- bincang dengan Bapak tersebut. Beberapa tahun lalu Bapak X ini pernah menginap di rumahnya ketika masih berstatus sebagai seorang mahasiswa. Namun, apakah yang terjadi ketika berjumpa? Bapak X menyambutnya dengan dingin, seakan-akan tidak pernah mengenal orang tersebut. Ketika diingatkan bahwa ia pernah tidur di rumahnya, Bapak X hanya berkata bahwa ia lupa. Betapa malunya orang tersebut.

Walaupun tidak persis sama, kisah nyata di atas dapat memberikan gambaran lebih lanjut betapa pentingnya pengenalan dan hubungan pribadi di antara dua pihak, seperti yang diutarakan oleh Yesus dalam perumpamaan-Nya (ayat 22-30). Merasa kenal dan merasa dekat, tidaklah cukup untuk menyatakan bahwa dua pribadi itu saling mengenal (ayat 26). Hal ini dialami oleh orang yang tidak diperbolehkan masuk ke dalam pesta perjamuan. Perumpamaan ini menggambarkan bahwa "gede rasa" rohani sangat berbahaya. Kita seringkali mengira bahwa dengan melakukan banyak pelayanan Gerejawi, atau mendengarkan khotbah tiap hari Minggu, atau mengikuti PA di gereja, sudah membawa kita pada hubungan pribadi dengan Yesus. Itu adalah 'gede rasa' rohani dan tidak cukup membawa kita kepada keselamatan kekal. Kita perlu menerima Yesus secara pribadi dan menjalin hubungan pribadi dengan-Nya agar kita semakin mengenal kehendak-Nya.

Pengenalan pribadi penting, karena pengenalan yang salah akan membuat seseorang memiliki persepsi yang salah tentang pihak yang merasa dikenal. Herodes memiliki pengenalan yang salah tentang Yesus, sehingga membuatnya memiliki persepsi yang salah. Ia berpikir bahwa Yesus ada untuk membangun kekuatan politik dan akan merongrong kekuasaannya atau pun untuk membuat kekacauan di daerah kekuasaan-nya. Itulah sebabnya ia ingin membunuh-Nya.

Renungkan: Mengenal Kristus secara pribadi dan benar bukanlah perkara mudah, karena kriteria pengenalan itu ditentukan oleh Dia sendiri. Kadar pengenalan kita terhadap Dia akan menentukan tindakan dan sikap kita terhadap-Nya.

(0.13237604482759) (Luk 17:20) (sh: Sifat manusia yang tidak pernah berubah (Selasa, 4 April 2000))
Sifat manusia yang tidak pernah berubah

Sifat manusia yang tidak pernah berubah. Jawaban Yesus atas pertanyaan orang Farisi tentang kapankah Kerajaan Allah akan datang (ayat 20-21) tidak dimaksudkan untuk mengingkari apa yang nantinya diajarkan-Nya kepada murid-murid-Nya, yaitu tentang penampakan Kerajaan-Nya di masa mendatang (ayat 24). Ia menyatakan bahwa walaupun Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, namun sesungguhnya sudah hadir di antara mereka dalam pribadi Yesus Kristus (ayat 21). Orang-orang Farisi tidak mampu melihat Kerajaan Allah karena pikiran mereka sebetulnya sudah terkontaminasi oleh gemerlapnya dunia yang mereka kejar, sehingga pemahaman mereka tentang Kerajaan Allah pun menjadi salah.

Kesalahan orang-orang Farisi itu terus berulang pada generasi selanjutnya, walaupun berbeda wujudnya. Yesus sudah menegaskan bahwa kedatangan Kerajaan-Nya akan tergenapi. Ketika itu, banyak orang akan terkejut karena tidak siap. Mereka terlalu sibuk dengan urusan-urusan sendiri dan tidak bisa melepaskan diri dari perkara duniawi, seperti yang terjadi pada zaman Nuh dan Sodom Gomora. Sikap manusia terhadap harta di sepanjang segala zaman tidak pernah berubah. Bila kita melihat di sekitar kita sekarang ini, manusia-manusia terlalu sibuk dengan urusan, kepentingan, keuntungan, dan kepuasan pribadi yang semuanya berhubungan dengan harta. Mereka berlomba-lomba untuk mempunyai harta sebanyak-banyaknya dalam waktu dan dengan tenaga yang sekecil- kecilnya. Salah satu penyebabnya adalah merebaknya budaya konsumerisme dewasa ini. Hal ini semakin ditumbuhsuburkan dengan kemajuan media cetak dan elektronik. Akibatnya kehidupan mereka sehari-hari hanya dipenuhi bagaimana mendapatkan harta, menikmati, dan mempertahankan apa yang sudah dimilikinya; karena mereka tidak bisa membayangkan kehidupan tanpa segala kenikmatan dan kemewahan. Akibatnya mereka tidak dapat membayangkan bahwa Kerajaan Allah atau "Dunia yang lain" sudah di ambang pintu dan akan segera masuk ke dalam realita manusia dan menghapus segala ilusi yang ditawarkan dunia.

Renungkan: Kedatangan-Nya kelak akan menempatkan "harta benda" dalam perspektif yang sesungguhnya. Ini dapat dipergunakan untuk kekekalan namun juga dapat menghancurkan manusia karena membuat mereka buta dan melupakan perkara-perkara rohani.

(0.13237604482759) (Luk 18:1) (sh: Doa dan apa yang di dalam hati dan pikiran Anda (Rabu, 5 April 2000))
Doa dan apa yang di dalam hati dan pikiran Anda

Doa dan apa yang di dalam hati dan pikiran Anda. Banyak Kristen seringkali menolak apabila diminta untuk memimpin doa baik dalam suatu ibadah, persekutuan, atau pertemuan-pertemuan ibadah lainnya. Alasan mereka bermacam-macam, salah satunya adalah mereka malu bila doanya didengar oleh orang lain karena kata-katanya tidak bagus. Bila kita teliti alasan itu, maka kita dapat menyimpulkan bahwa keengganan mereka itu dapat dimaklumi. Dari kata-kata yang diucapkan dalam doa mereka, secara tidak disadari sebetulnya mengungkapkan apa yang ada di dalam hati dan pikiran. Dengan kata lain, hakikat doa adalah memancarkan mengenai sikap kepada dan keyakinan kita akan Allah.

Dua perumpamaan yang Yesus ajarkan juga berhubungan dengan hakikat doa. Dalam perumpamaan yang pertama (ayat 1-8), permasalahan yang diajukan bukannya seorang Kristen harus berteriak kepada Allah agar dibela. Namun permasalahannya adalah ketika Kristen berteriak kepada Allah dan Ia tidak menjawab dan tidak bertindak apa-apa, maka hatinya tergoda untuk memutuskan, tidak perlu meminta kepada Allah karena Ia tidak memperhatikan. Namun perintah Kristus sangat jelas yaitu bahwa Kristen harus berdoa dengan tidak jemu-jemu. Berhenti berdoa berarti kita meragukan kebaikan dan pemeliharaan Allah.

Perumpamaan yang kedua (ayat 9-14) juga menyatakan bahwa doa disadari atau tidak mengungkapkan apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri. Hal ini dapat merupakan sesuatu yang salah seperti yang diungkapkan dalam doa seorang Farisi. Lalu, bagaimanakah kita seharusnya berdoa secara benar dan dikenan Tuhan? Kita sudah belajar dalam "Doa Bapa Kami" tentang doa yang benar seperti yang diajarkan oleh Yesus sendiri. Namun ada satu hal yang perlu kita ingat yaitu bahwa dalam doa kita, harus terungkap sikap ketergantungan kita secara tulus kepada Allah, seperti sikap seorang anak kecil yang bergantung total kepada orangtuanya.

Renungkan: Perumpamaan ini tidak dimaksudkan untuk mendukung mereka yang tidak malu berdoa di depan umum. Sebaliknya perumpamaan ini mempertegas bahwa doa bukanlah suatu hal yang dapat disepelekan. Oleh karena itu kita harus belajar berdoa dengan serius yaitu doa yang berkenan di hadapan-Nya.

(0.13237604482759) (Luk 18:18) (sh: Apakah yang terutama dalam hidup ini? (Kamis, 6 April 2000))
Apakah yang terutama dalam hidup ini?

Apakah yang terutama dalam hidup ini? Ini tampaknya merupakan strategi yang dijalankan oleh orang kaya dalam bacaan kita hari ini. Di hadapan masyarakat umum, ia mempunyai kehidupan moralitas yang tidak tercela karena ia telah mentaati Hukum Taurat yang berbicara tentang hubungan antar manusia (ayat 20). Sebagai pengusaha ia bersih luar dan dalam. Sebagai anak pun ia termasuk anak yang berbakti kepada orang-tua. Kehidupan moralitas yang mengagumkan ini bukan baru dijalani satu atau dua tahun. Sebaliknya ia telah menjalani kehidupan untuk waktu yang lama. Kesetiaan dan ketahanujiannya sudah terbukti.

Apa yang orang kaya lakukan ini, bagi Allah tidaklah cukup. Allah masih menuntut kesempurnaan dalam menaati Hukum Taurat. Dalam hal ini si orang kaya itu masih belum mengungkapkan ketaatannya terhadap hukum yang pertama dan yang utama. Kualitas hubungan dengan Allah yang dituntutNya tidak sekadar suatu ketaatan agama seperti memberikan persembahan korban tiap bulan, bahkan tiap hari. Lebih lagi, Allah menuntut tempat terutama di dalam hati, jiwa, dan pikiran seseorang.

Perintah Yesus kepada orang kaya itu untuk menjual seluruh hartanya, membagi-bagikan kepada orang miskin, dan mengikut Tuhan merupakan suatu ujian untuk mengetahui dimanakah orang kaya itu menempatkan hati, jiwa, dan pikirannya. Dari perintah itu terungkaplah bahwa ia tidak menempatkan Allah pada porsi utama dalam hidupnya. Bahkan bagi dirinya, nilai hidup kekal yang ia ingin dapatkan tidak lebih besar dari kekayaan yang ia miliki. Melalui ujian itu terungkaplah bahwa ia tidak sungguh- sungguh secara utuh menggenapi Hukum Taurat Padahal Allah menuntun ketaatan yang sempurna. Karena itulah murid-murid bertanya siapakah yang dapat diselamatkan. Yesus meresponi pertanyaan murid-murid-Nya dengan menegaskan bahwa bagi Allah tidak ada yang mustahil. Bahkan Dia menambahkan bahwa ada banyak hal-hal lain yang jauh melebihi dari apa yang pernah mereka miliki baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang yang akan mereka terima (ayat 30). Itu semua dimungkinkan karena kuasa Allah.

Renungkan: Allah telah membuat ketidakmungkinan menjadi kemungkinan melalui kasih-Nya yang melampaui segala kemungkinan yang dapat dipikirkan manusia.

(0.13237604482759) (Luk 21:1) (sh: Bahaya terbesar bagi Gereja Tuhan (Rabu, 12 April 2000))
Bahaya terbesar bagi Gereja Tuhan

Bahaya terbesar bagi Gereja Tuhan. Berdasarkan penelitian, jauh lebih banyak manusia mati karena bakteri yang tidak kasat mata karena terlalu kecil, daripada karena diterkam harimau yang jauh lebih besar, lebih kuat, dan lebih seram penampakannya. Fakta ini menunjukkan bahwa bahaya yang tidak nampak sulit dihindari, karena dampak yang ditimbulkan tidak langsung maka sulit terdeteksi. Demikian pula bagi Gereja Tuhan. Bahaya yang tidak nampak akan membawa kehancuran yang fatal bagi misi dan keberadaannya di dunia.

Dalam masyarakat yang sudah sedemikian korup, baik sistem sosial maupun agamanya, ternyata masih ada individu-individu yang mempunyai dedikasi penyembahan kepada Allah yang luar biasa, seperti yang ditunjukkan oleh janda miskin dengan persembahannya (ayat 1-4). Ia memberikan dengan seluruh tekad kerelaan untuk mempersembahkan seluruhnya kepada Allah. Bukan seperti pada orang kaya yang tindakan dan sikap kehidupan beragamanya sama sekali tidak mencerminkan dedikasinya kepada Allah. Orang kaya di sini bisa dikatakan mewakili korupsi besar- besaran yang terjadi di dalam kehidupan beragama orang Israel. Korupsi yang demikian, yang tidak mau bertobat, nantinya akan membawa kehancuran Bait Allah seperti yang dinubuatkan oleh Yesus (ayat 5-6). Sejarah memang membuktikan bahwa Bait Allah akhirnya dihancurkan oleh Kaisar Roma. Betapa dahsyatnya dampak yang ditimbulkan dari korupsi dalam tubuh umat Tuhan. Ia mampu menghancurkan seluruh keberadaan dan misi umat Tuhan di dunia. Hal ini adalah bahaya terbesar bagi umat Tuhan sepanjang zaman.

Yesus juga menjabarkan bahaya-bahaya lain yang akan mengancam kehidupan umat Tuhan seperti penyesat-penyesat, bencana alam, peperangan, bahkan bahaya penderitaan fisik dan mental yang akan dialami oleh murid-murid-Nya (ayat 12-19). Namun itu semua tidak dikatakan Tuhan akan memberikan dampak yang menghancurkan bagi kehidupan umat Tuhan. Sebaliknya penderitaan fisik dapat menjadi kesempatan bagi umat Tuhan untuk bersaksi. Bahkan Yesus sendiri akan memberikan kekuatan untuk tetap menang dalam penderitaan.

Renungkan: Karena itulah gereja Tuhan zaman kini harus memberikan porsi waktu, pikiran, dan dana yang besar bagi pembangunan rohani umat-Nya. Jangan biarkan korupsi rohani menggerogoti gereja kita.

(0.13237604482759) (Yoh 4:27) (sh: Menyaksikan Yesus (Kamis, 3 Januari 2002))
Menyaksikan Yesus

Menyaksikan Yesus. Perempuan Samaria yang telah bertemu dan mengenal Mesias segera menyaksikan imannya. Ia tidak lagi merasa tidak berharga dan tidak berarti di dalam masyarakat. Ia tidak malu dan takut lagi berjumpa orang banyak. Ia tidak merasa lagi perlu menghindari mereka. Perjumpaan dengan Mesias telah mengubah hidupnya. Perempuan itu sekarang telah menjadi manusia seutuhnya. Ia merasa bahwa ia harus menyampaikan kepada masyarakat tempat ia berada bahwa ia telah mengenal Mesias. Imannya kepada Yesus mendorongnya untuk bersaksi tentang Yesus (ayat 29).

Kesaksian perempuan Samaria ini efektif sekali, sehingga banyak warga kota tertarik oleh perkataannya. Bahkan sesudah mendengar kesaksian tersebut mereka ingin melihat dan bertemu dengan Tuhan Yesus (ayat 30). Hal yang luar biasa lagi ialah kesaksian perempuan Samaria itu membawa banyakarga Samaria menjadi percaya kepada Tuhan Yesus (ayat 39). Mereka bahkan mendesak Tuhan Yesus untuk tinggal bersama mereka karena mereka ingin mengenal Yesus lebih dalam lagi. Selama dua hari Tuhan Yesus tinggal bersama mereka dan mengajar mereka (ayat 40). Banyak lagi orang yang menjadi percaya dan diperdalam imannya (ayat 41). Ucapan yang luar biasa muncul dari mulut warga Samaria sebagai akibat pengenalan mereka yang semakin dalam terhadap Tuhan Yesus. Mereka mengenal Yesus sebagai Juruselamat dunia (ayat 42).

Yesus adalah Juruselamat, bukannya guru selamat. Ia bukan mengajarkan bagaimana supaya selamat. Ia sendirilah keselamatan itu. Warga Samaria tahu bahwa keselamatan tidak hanya berlaku bagi warga Yahudi atau Samaria saja, melainkan bagi semua suku bangsa di dunia. Pernyataan ini benar-benar merupakan pengakuan iman yang mengandung makna teologis yang luar biasa. Mengapa? Karena murid-murid pun belum sampai pada pengenalan sedalam itu. Mereka belum mengenal bahwa Yesus adalah Juruselamat dunia. Dalam ayat 32-38, Yesus menjelaskan kepada murid-murid bahwa merupakan kehendak Allah agar keselamatan disampaikan di luar Israel. Lalu Tuhan Yesus mengajar dan mendorong mereka untuk terlibat dalam misi kepada seluruh suku bangsa (ayat 35-38).

Renungkan: Perjumpaan sejati dengan Yesus tidak bisa tidak segera menampakkan diri dalam bentuk kesaksian hidup bagi-Nya.

(0.13237604482759) (Yoh 5:30) (sh: Saksi-saksi untuk Yesus (Senin, 7 Januari 2002))
Saksi-saksi untuk Yesus

Saksi-saksi untuk Yesus. Tuhan Yesus telah menyatakan bahwa Yohanes Pembaptis, Allah Bapa, Kitab Suci, dan Musa bersaksi tentang-Nya. Pada renungan hari ini kita melihat secara lebih dalam lagi saksi-saksi yang disebutkan oleh Tuhan Yesus.

Yohanes Pembaptis disebut sebagai saksi. Kita telah melihat pada renungan sebelumnya bahwa salah satu ciri yang paling menonjol dalam diri Yohanes Pembaptis adalah tugas sebagai saksi. Malah kita mendapat kesan bahwa bersaksi merupakan hal yang paling utama. Mungkin ini yang merupakan alasan mengapa penulis Injil Yohanes tidak melukiskan Yohanes sebagai pembaptis. Mungkin lebih tepat jika menurut pelukisan Yohanes, Yohanes disebut sebagai Yohanes sang saksi ketimbang Yohanes Pembaptis. Tuhan Yesus juga menegaskan bahwa Yohanes adalah seorang saksi (ayat 33,35-36).

Tidak hanya Yohanes, tetapi juga Bapa, yang bersaksi tentang Yesus. Mukjizat dan pengajaran Yesus adalah saksi-saksi bahwa Ia diutus Bapa (ayat 36-37). Lebih dari itu, bahkan Bapa sendiri bersaksi bahwa Yesus berasal dari-Nya. Jika percaya pada Yesus, maka mereka akan melihat Bapa. Namun, karena mereka tidak percaya pada Yesus, meski mereka mengaku menyembah Allah, mereka sesungguhnya tidak berallah.

Di samping Allah, Kitab Suci juga bersaksi tentang Yesus (ayat 39). Kitab Suci yang dimaksud di sini adalah Perjanjian Lama karena pada saat itu Perjanjian Baru belum ditulis. Yesus adalah pusat Perjanjian Lama. Ia adalah kunci untuk membuka semua rahasia Perjanjian Lama. Meski Kitab Suci bersaksi tentang Kristus, pemimpin-pemimpin agama tidak mau percaya pada Yesus sehingga mereka tidak memperoleh hidup kekal (ayat 40).

Musa yang merupakan tokoh penting dalam kehidupan orang Yahudi juga bersaksi tentang Kristus (ayat 46). Musa menulis gambar Kristus dalam tulisan-tulisannya. Sama seperti Yohanes sang saksi, ia juga digambarkan sebagai seorang saksi. Meski ia merupakan tokoh penting dalam sejarah Israel, ia adalah seorang saksi. Semua perbuatan dan karyanya menunjuk ke satu arah, yakni kesaksian tentang Kristus.

Renungkan: Bisa mengambil bagian sebagai saksi Yesus adalah kemuliaan besar dalam hidup. Jika di ujung perjalanan hidup orang banyak mengenal kita sebagai saksi Kristus, maka hidup telah mencapai tujuannya.

(0.13237604482759) (Yoh 8:12) (sh: Terang dunia (Senin, 11 Februari 2008))
Terang dunia

Judul : Terang dunia Apa gunanya terang bagi dunia? Terang berfungsi memberi cahaya pada dunia dan manusia. Teranglah yang membuat manusia hidup dan beraktivitas. Terang yang sejati adalah Yesus Kristus, seperti kesaksian yang Dia nyatakan kepada orang banyak, "Akulah terang dunia ..." (ayat 12).

Namun, orang Farisi tidak bisa melihat hal itu. Bagi mereka, kesaksian seseorang tentang dirinya sendiri tidak dapat dibenarkan (ayat 13). Yesus menunjukkan bahwa Ia punya kualifikasi untuk memberikan kesaksian tentang diri-Nya sendiri. Ia dapat melihat kekekalan (ayat 14), Ia menghakimi dengan benar (ayat 15-16), dan kesaksian-Nya didukung oleh Bapa (ayat 17-18). Mengacu pada Taurat, kesaksian dua orang adalah sah. Meski manusia tidak mengakui kebenaran kesaksian-Nya bukan berarti manusia benar. Kebenaran manusia mengikuti ukurannya sendiri. Kebenaran Allah hanya dapat diukur oleh Allah sendiri. Padahal pengenalan akan Bapa hanya dapat terjadi melalui pengenalan akan Anak terlebih dulu (ayat 19).

Kesaksian Yesus selanjutnya mengarah pada perbedaan keberadaan manusia dan diri-Nya. Yesus berasal dari atas, yaitu Surga, tempat di mana tak ada dosa. Manusia berasal dari bumi dan akan mati dalam dosa. Perbedaan tempat hidup manusia dan Allah mencerminkan perbedaan kebenaran yang terjadi. Namun demikian Allah dan Putra-Nya yang benar. Ini akan dibuktikan di salib. (ayat 28). Penjelasan Yesus itu membuat para pendengar-Nya semakin marah.

Yesus juga menunjukkan ketergantungan-Nya pada Bapa. Ajaran-Nya berasal dari Bapa (ayat 28). Ia selalu melakukan kehendak Bapa (ayat 29). Ketaatan ini Dia perlihatkan bahkan sampai Ia mati di kayu salib. Ia tidak berupaya membelokkan atau mengelak dari kehendak Bapa. Keseluruhan hidup-Nya Dia arahkan pada penggenapan kehendak Bapa di dalam dan melalui diri-Nya, yakni menjadi terang bagi dunia, bagi manusia. Sudahkah Anda percaya kepada terang dunia itu? Jika sudah, jadilah terang juga bagi dunia yang masih gelap ini, yaitu dunia di sekitar Anda.

(0.13237604482759) (Yoh 12:44) (sh: Menyebar kasih (Kamis, 14 Maret 2002))
Menyebar kasih

Menyebar kasih. Setelah Yudas pergi, Yesus mengatakan banyak hal kepada para murid-Nya, semacam pesan-pesan terakhir dari-Nya. Pertanyaannya, mengapa perkataan-perkataan itu diucapkan setelah sang pengkhianat keluar? Tentu bagian itu dimaksudkan untuk para murid-Nya yang sejati. Apa yang disampaikan oleh Yesus dalam bacaan kita hari ini? Pertama, Yesus menyatakan bahwa Anak Manusia sekarang dimuliakan, dan Bapa telah dimuliakan di dalam Anak (ayat 31-32). Istilah sekarang berkaitan dengan kepergian Yudas. Yudas telah memutuskan menjual Yesus. Maka, sekarang Anak Manusia dimuliakan karena Yesus pasti akan ditinggikan di atas kayu salib (ayat 12:31), dan juga tentu saja karena Bapa memuliakan-Nya, yaitu ketika Dia nantinya dibangkitkan dari antara orang mati. Keilahian Yesus dinyatakan di sini — Ia tidak pernah kalah oleh keadaan. Pengkhianatan Yudas akhirnya justru akan memuliakan diri Yesus. Kasih mengalahkan kejahatan.

Kedua, Yesus menyatakan bahwa Ia akan meninggalkan para murid sedikit waktu lagi (ayat 1,33). Yesus memanggil murid-murid-Nya sebagai anak-anak. Ini menunjukkan hubungan yang sangat intim, tepat diucapkan saat makan Paskah bersama. Yesus menempatkan diri sebagai kepala keluarga. Para murid akan mencari Yesus, namun mereka tidak dapat datang kepada-Nya. Berbeda dengan nuansa ucapan-Nya kepada orang-orang Yahudi (ayat 7:34), informasi Yesus bagi para murid dimaksudkan agar mereka mempersiapkan diri menjelang kepergian-Nya, yang bisa mengacu pada kematian atau kenaikan-Nya.

Ketiga, Yesus memberikan perintah baru untuk mempersiapkan para murid (ayat 34-35). Perintah-Nya adalah agar mereka saling mengasihi sesuai dengan teladan-Nya. Dengan komunitas kasih, orang-orang akan tahu bahwa mereka adalah para murid Yesus. Jika Yesus telah pergi, apa lagi yang masih tersisa kalau bukan kasih-Nya yang terus-menerus hidup di dalam diri para murid? Dengan hadirnya komunitas kasih, misi Yesus bukan hanya tergenapi, namun menghasilkan dampak yang dahsyat — kehidupan komunitas yang dibaharui kasih menarik orang-orang lain untuk percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!

Renungkan: Jika Anda telah menerima kasih Kristus, teladani kasih-Nya dengan menyebarkan kasih-Nya melalui saling mengasihi.

(0.13237604482759) (Yoh 13:1) (sh: Merendahkan diri dan melayani (Sabtu, 29 Maret 2014))
Merendahkan diri dan melayani

Judul: Merendahkan diri dan melayani
S aat penangkapan dan penyaliban Yesus sudah semakin dekat. Itulah saat-saat terakhir bagi Yesus bersama para murid-Nya. Pada saat itulah Yesus mengajar tentang kasih dan memberi diri untuk melayani. Namun pengajaran itu diberikan bukan melalui kata-kata, melainkan dengan tindakan nyata.

Usai makan, Yesus -Sang Guru- memakai perlengkapan pelayan lalu membasuh kaki murid-muridNya (4-5)! Biasanya hal ini dilakukan oleh seorang pelayan. Para murid sendiri pada waktu itu tengah sibuk memperdebatkan siapa yang terbesar di antara mereka (bdk. Luk. 22:24). Dengan isi perdebatan semacam itu, mana mungkin ada yang mau merendahkan diri dengan membasuh kaki yang lain? Namun saat dibasuh Yesus, murid-murid diam saja. Berbeda dengan Petrus, yang tidak bisa menerima bila Sang Guru membasuh kakinya, yang adalah murid-Nya. Namun usai mendengar penjelasan Yesus, Petrus malah meminta agar seluruh tubuhnya dibasuh (6-9).

Melalui tindakan-Nya, Yesus mengajarkan bahwa Ia telah mengambil peranan yang sangat rendah untuk melayani murid-murid-Nya. Karena itu murid-murid pun seharusnya mau melayani dan menempatkan kepentingan orang lain di atas prestise mereka sendiri (bdk. Flp. 2:1-11). Bila dunia bertanya, "Berapa banyak pelayanmu?" maka murid-murid Yesus seharusnya bertanya "Berapa orang yang kulayani?" Sebab itu, murid-murid Yesus seharusnya tidak berpikir bahwa melayani merupakan suatu tindakan yang bernilai rendah, karena Guru mereka pun telah merendahkan diri untuk melayani mereka (15).

Dunia bahkan murid-murid Tuhan masa kini banyak dipenuhi semangat kompetisi, sehingga yang terjadi adalah saling mengritik dan ingin memperlihatkan siapa yang terbaik dan terbesar. Akibatnya, pengetahuan bertambah, tetapi kasih berkurang. Dan dalam situasi seperti itu, melayani akan dianggap sebagai sesuatu yang merendahkan harga diri. Namun Yesus berkata, "Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya." (17)

Diskusi renungan ini di Facebook:
https://www.facebook.com/groups/santapan.harian/

(0.13237604482759) (Yoh 13:12) (sh: Mengikuti dorongan kasih (Selasa, 12 Maret 2002))
Mengikuti dorongan kasih

Mengikuti dorongan kasih. Peristiwa pembasuhan kaki yang mengejutkan para murid dapat menjadi sia-sia bila artinya tidak dijelaskan oleh Yesus sendiri. Karena itu, Yesus bertanya sejauh mana mereka mengetahui makna perbuatan-Nya itu (ayat 12). Istilah tahu yang dipakai di sini bukan sekadar pemahaman akali. Yesus menginginkan pengetahuan yang diiringi oleh tindakan sesuai dengan pengetahuan tersebut. Penjelasan Yesus dimulai dengan penegasan kembali bahwa diri-Nya adalah Guru dan Tuhan. Karena itulah Ia kembali mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya, “kembali” ke status-Nya semula sebagai Guru dan Tuhan. Ia ingin para murid memahami bahwa dari status-Nya itulah Ia telah merendahkan diri demi memungkinkan mereka beroleh bagian di dalam-Nya. Kini mereka diajar untuk mewujudkan keikutsertaan mereka dalam Tuhan itu dengan jalan mengikuti teladan-Nya, saling mengasihi dan melayani di dalam kerendahan hati.

Dalam bagian ini, Yesus menggunakan frasa “Sesungguh-sungguhnya Aku berkata kepadamu ….” Kalimat sesudah frasa tersebut, di ayat 16, harus diperhatikan dengan cermat. Di situ Yesus membandingkan antara hamba dan tuan, antara utusan dan pengutus. Semestinya para murid sudah mengetahui tentang hierarki dari hubungan- hubungan ini – hamba pasti lebih rendah daripada tuannya. Lalu mengapa Yesus mengatakannya lagi? Konteks di sini adalah mengenai kasih Kristus melalui penderitaan-Nya. Yesus ingin mengatakan bahwa penderitaan yang akan dialami para murid ketika mengasihi tidak akan sebesar penderitaan-Nya. Jadi, tak ada alasan untuk tidak mengasihi. Di dalam mengasihi, para murid akan mengalami kebahagiaan — suatu istilah yang menunjuk pada kebahagiaan meski keadaan sulit. Kristus akan meninggalkan para murid. Mereka harus belajar untuk mengasihi — itulah misi Kristus ke dunia, mewujudnyatakan kasih.

Mulai dari ayat 18, Yesus menubuatkan pengkhianatan Yudas terhadap diri-Nya dengan lebih jelas. Namun demikian, Yesus bukanlah korban yang tak berdaya — semuanya harus terjadi agar ke-Allah- an-Nya bersinar cerlang dan manusia percaya kepada-Nya (ayat 19- 20).

Renungkan: Cinta hanya dapat dipahami jika aktif. Berbahagialah mereka yang hidup di dalam cinta Ilahi!

(0.13237604482759) (Yoh 15:1) (sh: Tinggal dalam Yesus (Sabtu, 1 April 2006))
Tinggal dalam Yesus

Judul: Tinggal dalam Yesus

Dalam Perjanjian Lama, Israel disebut sebagai kebun anggur milik Allah yang dipelihara dan dijaga oleh-Nya, namun ternyata Israel menghasilkan buah-buah anggur yang tidak manis (Yes. 5:1-7). Israel gagal menyenangkan Allah karena mereka memilih untuk bersekutu dan berselingkuh dengan dewa dewi bangsa-bangsa kafir.

Yesus mengajarkan kepada para murid, bahwa Dialah Pokok Anggur yang benar, Israel yang sejati yang memuaskan hati Allah. Kini para murid Yesus, yaitu cikal bakal gereja (band. Mat. 16:18) dipilih Allah untuk menghasilkan buah bagi kemuliaan-Nya, yaitu hidup yang menjadi berkat untuk sesama manusia. Untuk itu, gereja dan setiap orang Kristen harus bergantung penuh kepada Yesus seperti rantingranting tinggal dalam Pokok Anggur yang benar (Yoh. 15:5). Gereja hanya mungkin berhasil kalau tetap melekat sebagai ranting kepada Pokok Anggur itu dan menerima kehidupan dari-Nya. Di luar Kristus, gereja tidak memiliki daya apa pun untuk bertumbuh dan tidak akan mampu menghasilkan buah, bahkan gereja akan mati sehingga tidak memiliki fungsi apa pun selain dibuang dan dibakar (ayat 5-6). Ibarat rantingranting yang melekat pada Pokok Anggur, gereja yang tinggal dalam persekutuan yang hidup dengan Kristus dan menjadikan-Nya sebagai pusat hidupnya pasti akan menghasilkan "buah-buah" yang berkenan di hadapan-Nya (ayat 1-2). Sebab Allah Bapalah yang memelihara pertumbuhannya dan membersihkan penghalang ranting-ranting ini berbuah.

Bagaimana caranya orang Kristen dapat tetap melekat pada sumber kehidupan, yaitu Kristus? Dengan membiarkan firman-Nya menjadi pusat hidupnya (ayat 7). Gereja dan orang Kristen yang demikian akan menghasilkan buah-buah rohani dan perbuatan baik yang memuliakan Allah. Apa pun yang dilakukan gereja dan orang Kristen, sesuai dengan janji Kristus, maka doa-doanya akan terkabul (ayat 7b).

Renungkan: Gereja dan orang Kristen yang hidup dan berbuah adalah mereka yang berpusatkan Kristus.

(0.13237604482759) (Kis 18:18) (sh: Kekuatan relasi antar manusia di dalam pelayanan (Rabu, 21 Juni 2000))
Kekuatan relasi antar manusia di dalam pelayanan

Kekuatan relasi antar manusia di dalam pelayanan. Relasi antar manusia seharusnya menempati urutan pertama di dalam pelayanan, agar kesatuan dan keutuhan tubuh Kristus dapat terus dipertahankan. Namun harus diakui bahwa ada harga yang harus dibayar seperti kelelahan fisik, kehilangan kesempatan bagi pengembangan pelayanan, atau bahkan kehilangan posisi dalam pelayanan.

Paulus, Priskila, dan Akwila adalah model pelayan Kristus yang begitu menghargai dan memelihara relasi antar manusia. Setelah tinggal beberapa hari di Korintus, ia memutuskan untuk pergi ke Siria sesudah mencukur rambutnya. Pencukuran rambut ini menandai bahwa Paulus sudah berhasil memenuhi nazarnya (Bil. 6:5) yaitu menunaikan tugas pelayanan. Yang menarik adalah Paulus tidak langsung mengembangkan pelayanannya walaupun kesempatan jelas terbuka di Efesus (19-21). Kemana Paulus akan pergi? Dikatakan bahwa setelah sampai di Kaisarea, ia naik ke darat dan memberi salam kepada jemaat Yerusalem. Jarak Korintus ke Yerusalem sekitar 900 kilometer, ini ditempuh Paulus hanya untuk memberi salam kepada jemaat dan kemudian pergi lagi ke Antiokhia. Tidakkah ini suatu pemborosan waktu, tenaga, dan biaya? Bagi Paulus tidak. Ia melihat adanya nilai lain yang lebih berharga dari apa pun yang akan didapat dengan melakukan kunjungan ke Yerusalem, karena pada mulanya jemaat Yerusalemlah yang mengutusnya (15:22).

Priskila dan Akwila juga memperlihatkan penghargannya atas relasi antar manusia. Mereka bisa saja menjatuhkan Apolos di depan jemaat karena walaupun ia pandai berbicara dan mahir dalam Alkitab, pemahamannya kurang benar. Namun itu tidak mereka lakukan. Sebaliknya mereka mengundang Apolos ke rumah dan menjelaskan pengajaran yang benar. Mereka tidak mau Apolos tersinggung karena direndahkan di depan umum, sehingga relasi antar mereka akan putus. Sebaliknya mereka sangat sensitif di dalam menjaga relasi agar kesatuan tubuh Kristus tetap terpelihara. Dampak yang dihasilkan tidak hanya itu, karena Apolos akhirnya menjadi pekerja yang sangat berguna bagi orang percaya.

Renungkan: Itulah kekuatan relasi antar manusia yang dipelihara. Hal-hal apa lagi yang dapat Anda lakukan untuk menghargai relasi antar manusia di dalam gereja atau pelayanan yang Anda lakukan kini?

(0.13237604482759) (Kis 28:11) (sh: Akhirnya Roma (Rabu, 23 Agustus 2000))
Akhirnya Roma

Akhirnya Roma. Bila keadaan tidak beres, sebagaimana kadang-kadang terjadi. Bila jalan yang dilewati seakan mengharuskan kau terus mendaki. Apabila persediaan dana menipis dan hutang sangat parah. Dan kau ingin tersenyum, tetapi kau harus menyerah. Bila semua urusan menekan dan membuatmu resah. Istirahatlah! Jika perlu -- tetapi jangan menyerah. Sepotong sajak pendek yang diambil dari The Book of Virtues walaupun tidak persis, dapat dipakai untuk menggambarkan sikap dan tekad Paulus hingga tiba di Roma.

Ketika melihat mereka, Paulus mengucap syukur kepada Allah dan kuatlah hatinya (15). Mengapa? Kerinduan Paulus yang besar dan dalam adalah untuk bersaksi di Roma (lihat 19:21 dan Rm. 1:10-12). Sepanjang perjalanan Paulus menuju Roma, kesulitan, halangan, bahkan maut selalu menyambutnya. Namun ia tidak pernah menyerah. Ia tidak pernah berhenti sebelum mencapai apa yang ditugaskan oleh Yesus. Itulah ketekunan. Hanya karena pertolongan Allah, Paulus berhasil mencapai Roma. Allah senantiasa mendampingi, bersama, dan berdiri di belakang Paulus. Allah menjadi pemberi semangat, pemandu, penolong di saat yang tepat bahkan pemberi fasilitas (16). Karena itu ia bersyukur.

Di samping itu, ada juga pihak-pihak yang mendorong dan senantiasa mendukung. Allah senantiasa mendampingi, bersama, dan berdiri di belakang Paulus. Allah menjadi pemberi semangat, pemandu, penolong di saat yang tepat bahkan pemberi fasilitas (16). Dukungan juga datang dari saudara-saudara seiman yang berasal dari belahan dunia yang lain, yang belum pernah Paulus kenal atau bahkan lihat sebelumnya (15). Dukungan yang tidak berbentuk materi ini sangat besar maknanya bagi Paulus (15). Karena itulah Paulus kuat.

Renungkan: Kesulitan demi kesulitan, fitnahan demi fitnahan, ancaman demi ancaman, dan maut bertubi-tubi diarahkan kepada Kristen. Sangat wajar jika kita cemas, takut, ngeri, atau bahkan hampir putus asa. Namun Kristen harus tetap bertahan, tekun, dan tidak boleh menyerah karena Allah pasti mendukung kita. Namun demikian kita juga perlu mendukung satu dengan yang lain. Kristen perlu membuat suatu jaringan antarsaudara seiman, antardenominasi, antargereja yang memungkinkan kita untuk saling menolong, mendukung, bertukar informasi, dan menguatkan hingga kesudahannya.

(0.13237604482759) (1Tim 1:1) (sh: Dasar menentukan ajaran dan tindakan (Kamis, 6 Juni 2002))
Dasar menentukan ajaran dan tindakan

Dasar menentukan ajaran dan tindakan. Bagian pembuka surat Paulus ini memperlihatkan satu penekanan penting. Paulus mengingatkan kembali Timotius bahwa dirinya menjadi rasul, bukan karena kehendaknya pribadi, tetapi karena perintah Allah (ayat 1:1). Ia memberitakan Injil karena Injil itu telah dipercayakan Allah kepadanya (ayat 11). Penegasan ini bukanlah suatu bentuk kesombongan rohani, tetapi bertujuan untuk menunjukkan perbedaan antara dasar panggilan dari mereka yang sungguh-sungguh melayani Tuhan, dan mereka yang tidak. Karena itu, Timotius, sebagai anak Paulus yang sah dalam iman (ayat 2), harus memperhatikan hal ini.

Penegasan tadi menjadi penting ketika Paulus menulis tentang para pengajar ajaran sesat. Mereka disebut Paulus sebagai "orang-orang tertentu … (yang) mengajarkan ajaran lain" (ayat 3), yang "sesat dalam omongan yang sia-sia" (ayat 6). Mereka "sibuk dengan dongeng dan silsilah yang tiada putus-putusnya" (ayat 4). Orang-orang ini mengajarkan bahwa orang Kristen bukan Yahudi tetap harus mengikuti peraturan keagamaan Yahudi. Kelihatannya, sebagian dari mereka adalah mantan rekan-rekan sepelayanan Paulus. Paulus juga menunjukkan bahwa mereka "hendak menjadi pengajar hukum Taurat tanpa mengerti perkataan … dan pokok-pokok yang secara mutlak mereka kemukakan" (ayat 7).

Kontras ini juga tampak dalam tujuan dan akibat pelayanan. Pengajaran dan pemaksaan yang dilakukan para pengajar ini menghasilkan persoalan, dan bukan "tertib hidup keselamatan yang diberikan Allah dalam iman" (ayat 4). Sementara Paulus menunjukkan, bahwa tujuan pemberian nasihat oleh seorang pelayan Tuhan sejati adalah untuk menimbulkan kasih dari "hati yang suci, hati nurani yang murni dan iman yang tulus ikhlas" (ayat 5). Pengajaran seorang pengajar yang benar juga tidak bertentangan dengan ajaran sehat yang didasarkan pada Injil Allah (ayat 11).

Renungkan: Menjadi pemimpin dan pengajar di dalam komunitas orang percaya harus berawal pada panggilan Ilahi, memiliki kesungguhan untuk berpegang pada ajaran yang sehat, dan memenuhi syarat-syarat kehidupan terpuji, jika tidak ingin jatuh ke dalam kesesatan dan menjadi batu sandungan bagi gereja.

(0.13237604482759) (1Tim 3:1) (sh: Syarat bagi penilik jemaat (Selasa, 11 Juni 2002))
Syarat bagi penilik jemaat

Syarat bagi penilik jemaat. Penilik jemaat (episkopos) pada waktu itu adalah tuan rumah dari jemaat yang beribadah di rumahnya, dan karena itu menjadi pengawas/penilik atas pertemuan jemaat di sana (jabatan ini berkembang menjadi penatua seperti yang ada pada gereja masa kini). Namun, harus diingat, jabatan ini adalah jabatan yang diangkat/dipilih. Rasul Paulus menasihatkan Timotius dan jemaat agar tugas ini tidak diberikan kepada sembarang orang. Memang melayani Tuhan adalah suatu panggilan terhormat dan juga indah (ayat 1). Maka, harus ada syarat atau kriteria yang khusus untuk orang yang dipilih ke dalam pelayanan ini. Syarat-syarat tersebut dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok.

Kelompok pertama adalah kesempurnaan moral; "tidak bercacat" (ayat 2a). Ia harus suami dari satu istri, juga dapat menahan diri/emosi (ayat 2a). Juga bukan peminum, pemarah, apalagi "hamba uang" (ayat 3). Kehidupannya pun harus telah menjadi kesaksian yang baik di luar jemaat supaya pelayanan keseluruhan jemaat tidak tercemar karena reputasi penilik jemaat yang cacat (ayat 7). Yang kedua, ia juga harus mempunyai sifat-sifat positif yang tepat. Ia bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang (ayat 2), peramah dan pendamai (ayat 3). Ia juga telah membuktikan kepemimpinannya di dalam keluarganya sendiri (ayat 4-5) supaya ia betul-betul dapat menjadi pemimpin jemaat, yaitu keluarga Allah. Ketiga adalah kedewasaan rohani. Seseorang yang baru bertobat tidak dapat menjadi pemimpin jemaat, "agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman Iblis" (ayat 6).

Renungkan: Jika Anda menganggap syarat-syarat ini terlalu ketat, akan menolong untuk mengingat bahwa beberapa perusahaan menerapkan syarat yang jauh lebih ketat bagi para eksekutifnya. Syarat penilik jemaat ini berasal dari Allah, karena Ia ingin yang terbaik bagi gereja-Nya, dan Roh-Nyalah yang akan mempersiapkan orang yang tepat. Bagi kita, Kristen dipanggil untuk menerapkan disiplin rohani yang murni dalam gereja kita, karena dasar kepemimpinan yang baik akan menghasilkan jemaat yang baik pula, timbal-balik.



TIP #23: Gunakan Studi Kamus dengan menggunakan indeks kata atau kotak pencarian. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA