Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 541 - 560 dari 893 ayat untuk tersebut (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.18) (2Taw 17:1) (sh: Mutu pembaruan meningkat (Sabtu, 25 Mei 2002))
Mutu pembaruan meningkat

Bagian ini kini memaparkan langkah-langkah Yosafat yang meningkatkan mutu pembaruan yang telah dimulai para pendahulunya. Pertama-tama, ia berkonsentrasi pada konsolidasi kehidupan sosial-ekonomi-politik Yehuda. Hal itu dilakukannya dengan menempatkan tentara di kota-kota berbenteng, pasukan-pasukan pelindung (garnisun) di seluruh wilayah Yehuda, termasuk di Efraim, yaitu wilayah Israel yang telah direbut oleh Asa, ayahnya (ayat 2). Tetapi, sebagai umat Allah, pembangunan kekuatan sosial-ekonomi-politik saja tidak cukup. Dia belajar dari sejarah para pendahulunya bahwa kesejahteraan, keamanan, kedaulatan berbangsa hanya tercipta ketika hubungan umat dengan Allah selaras dengan perjanjian kekal Allah. Dia tentu juga telah belajar bahwa ketika hal tersebut dilaksanakan kepalang tanggung atau tanpa fondasi penopang yang kokoh, maka pembaruan tidak mungkin sinambung. Ata s das ar fakta-fakta inilah Yosafat mengambil langkah kedua yang sangat penting yang kini oleh penulis Tawarikh dijadikan model pula bagi pembangunan ulang umat pascapembuangan. Langkah kedua itu adalah membangun kembali komitmen ibadah kepada Allah.Perbedaan antara pembangunan rohani yang telah dilakukannya dengan raja-raja sebelumnya adalah bahwa Yosafat tidak saja membuang tempat-tempat ibadah berhala, tidak juga berhenti pada pelaksanaan ulang tradisi ibadah. Kini ia membangun fondasi yang sifatnya lebih dalam daripada membangun tradisi yaitu mengerahkan tim pengajar. Ada dua tim yang diutusnya mengajar seluruh umat Tuhan. Pertama tim yang terdiri dari para pembesar: Benhail, Obaja, Zakharia, Netaneel, dan Mikha. Kedua, tim yang terdiri dari orang-orang Lewi: Semaya, Netanya, Zebaja, Asael, Semiramot, Yonatan, Adonia, Tobia dan Tob-Adonia bersama Elisama dan Yoram para imam (ayat 7). Dapat dipastikan bahwa kedua tim itu bergabung memberikan penyuluhan terpadu hal-hal moral, keh idupan berbangsa dalam perspektif prinsip-prinsip firman perjanjian Allah.

Renungkan: Perhatikan bahwa tindakan pembaruan Yosafat ini melahirkan keinsyafan rohani (ayat 10), pengakuan bangsa asing (ayat 11), peningkatan kesejahteraan dan kedaulatan (ayat 12-19).

(0.18) (2Taw 18:1) (sh: Sikap hati mendua (Jumat, 21 Juni 2002))
Sikap hati mendua

Kecenderungan hati manusia yang mendua antara salah dan benar tergambar jelas dalam diri raja Yosafat. Ia harus memilih antara ajakan raja Ahab yang didukung oleh dukungan empat ratus orang nabi-nabinya sendiri yang adalah para nabi palsu, dan nubuat serta peringatan dari Mikha yang memaparkan secara gamblang akibat-akibat fatal bila mereka maju memerangi Ramot-Gilead.

Mengawinkan putranya dengan putri Raja Ahab adalah tindakan salah pertama yang Yosafat buat. Sebenarnya tidak perlu ia mengatur perkawinan politis tersebut sebab Allah telah cukup memberkatinya. Kesalahan kedua adalah mendengarkan ajakan Ahab untuk menyerbu Ramot-Gilead yang dikuasai oleh orang-orang Aram. Meskipun Yosafat mendesak untuk menanyakan kehendak Tuhan, namun reaksi pertamanya yang kelak memang akan dilakukannya juga adalah segera menyambut ajakan itu dengan antusias (ayat 3b). Berpikir menurut hikmat duniawi tampaknya telah sedemikian mempengaruhi Yosafat, apalagi ajakan Ahab itu kemudian didukung oleh dukungan suara terpadu empat ratus nabi palsu Ahab. Kesalahan ketiga adalah puncaknya ketika ia pergi maju berperang bersama Ahab meskipun Mikha, nabi Allah sejati itu telah menyindir (ayat 14) dan memberi peringatan gamblang tentang akibat fatal yang akan terjadi (ayat 15-22). Akibat mendengarkan nubuat palsu mengerikan sekali. Ahab mati terbunuh meski sudah men yamar sebelumnya, hanya Yosafat selamat sebab Allah mengintervensi karena rencana-Nya untuk Yehuda.

Kata kerja "mengajak" (ayat 2) dan "membujuk" (ayat 30) dalam bahasa Ibraninya adalah sama. Ajakan salah menyeret orang pada kesesatan dan kehancuran, sedangkan ajakan benar berasal dari Tuhan sumber keselamatan. Sayang bahwa Yosafat tidak tegas dan konsisten mencari kebenaran. Syukurlah bahwa rencana Tuhan meluputkan dia dari jalan salah yang telah dipilihnya.

Renungkan: Untuk tetap dalam jalan Tuhan tidak cukup hanya menguji setiap tawaran dan pilihan dengan saksama. Tindakan itu harus diiringi dengan kebulatan hati menolak semua yang salah dan menaati suara Tuhan meski tidak populer sekalipun.

(0.18) (2Taw 21:2) (sh: Kemenangan ajaib (Senin, 24 Juni 2002))
Kemenangan ajaib

Pernahkah Anda beroleh jalan keluar dari masalah rumit dengan cara yang tak terpikirkan? Kita biasa menyebutnya "kebetulan". Banyaknya "kebetulan" semacam itu membuat kita tak bisa lagi menyebutnya "kebetulan". Pasti ada sesuatu di luar kita yang lebih berkuasa yang mengaturnya.

Sikap rohaninya dan janji bahwa perang itu akan Allah selesaikan tidak membuat Yosafat terlena dan pasif. Sebaliknya ia tetap memerintahkan pasukannya untuk maju ke medan pertempuran (ayat 20). Pesannya pun menyiratkan bahwa keyakinan tentang penyertaan Allah akan membuat mereka mampu berperang, bukan duduk menonton saja. Entah karena terilhami oleh peristiwa Yosua atau Gideon yang menghancurkan musuh dengan sorak-sorai pujian, Yosafat juga memerintahkan pasukannya berbuat hal yang sama. Pujian adalah ungkapan iman yang memfokuskan diri pada kenyataan Allah, berakibat bahwa kenyataan diri terbentuk sesuai dengan kenyataan Allah itu, bukan dengan kondisi-kondisi duniawi yang tak menentu (ayat 21). Pada saat memuji Tuhan itulah, Tuhan sungguh menyatakan bahwa diri-Nya memang layak dipuji karena memang demikianlah Ia. Allah menyebabkan komplotan pasukan tersebut baku bunuh sendiri sampai habis total. (ayat 24). Semua barang yang mereka tinggalkan dirampas dan dibawa kembali k e Yer usalem dengan pujian yang mereka lantunkan dari Lembah Berakah (Lembah Berkat) sepanjang perjalanan pulang.

Yehuda aman selama dua puluh lima tahun pemerintahan Yosafat. Memang Yosafat masih mempunyai kelemahan (ayat 35-37). Entah dalam rangka apa ia membangun kapal-kapal besar yang akan berangkat ke Tarsis bersama Ahazia, raja Israel. Yosafat agaknya tidak bisa tegas menampik ajakan raja-raja Israel untuk melakukan sesuatu yang tidak jelas tujuannya. Meskipun demikian, Yosafat dicatat sebagai salah satu raja yang nilainya positif.

Renungkan: Kita bisa kehabisan akal dan cara, tetapi tidak demikian Tuhan. Begitu banyak cara Tuhan yang mengatasi akal tak pernah bisa kita duga (bukan tidak masuk akal) untuk menolong dan melepaskan kita. Hanya satu syaratnya: berserah penuh dan melakukan dengan taat apa pun yang Ia perintahkan.

(0.18) (2Taw 22:1) (sh: "Like father like son" -- Seperti bapaknya begitulah anaknya (Rabu, 26 Juni 2002))
"Like father like son" -- Seperti bapaknya begitulah anaknya

Peribahasa ini hendak mengatakan bahwa kerap kali suatu generasi penerus mewarisi prinsip, sikap, dan gaya hidup para pendahulunya. Peribahasa ini tepat sekali bagi Ahazia. Semua yang buruk dan jahat pada diri dan kelakuan Yoram ada padanya. Sama seperti ayahnya, ia juga berada di bawah bayang-bayang ibunya, Atalya, yang begitu kuat mendominasi kehidupan keluarga raja Yosafat. Praktik penyembahan dewa-dewa asing makin marak dan subur di seluruh Yudea. Ibadah tersebut adalah ibadah kesuburan yang dipercaya bisa memberikan berkat kepada para penyembahnya. Kita tidak tahu persis perbuatan-perbuatan tak bermoral apa yang dilakukannya, tetapi bahwa "ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN sama seperti keluarga Ahab" sudah menolong kita untuk dapat memperkirakan perilaku kehidupannya.

Ia juga suka melakukan petualangan politik dengan mencoba memanfaatkan kondisi melemahnya kekuatan negara-negara besar di sekitar mereka seperti Mesir, Aram, dan Asyur. Ia bersekutu dengan Yoram bin Ahab menyerbu Aram. Kelemahan-kelemahan pribadi Ahazia semakin diperparah oleh para penasihat yang tak lebih adalah para penjilat pencari keuntungan yang tidak mempedulikan nasib seluruh bangsa dan nasib raja. Tidak banyak catatan yang bisa kita peroleh tentang Ahazia karena masa pemerintahannya hanya setahun. Masa yang singkat yang tidak dipergunakan dengan baik oleh Ahazia, mungkin karena dominasi ibunya sedemikian mencengkeramnya sehingga ia tidak bisa lepas. Jadi, pepatah yang lebih tepat adalah "seperti bapa, seperti ibu, seperti itu pula anak." Tidak ada pembaruan hidup terjadi jika seseorang tidak bertaut erat dengan Tuhan. Secara resmi Ahazia adalah seorang raja dari negara yang teokratis, tetapi pada kenyataannya ia sama sekali tidak mengindahkan apa pun yang Tuhan keh endak i.

Renungkan: Lingkungan berpengaruh besar membentuk hidup. Namun, sikap dan kelakuan seseorang adalah pilihannya sendiri, lingkungan tidak bisa dikambinghitamkan. Kesalahan yang kita warisi adalah kesalahan yang kita ambil bagi diri sendiri. Tentang hal itu kita harus bertanggung gugat di hadapan Allah.

(0.18) (2Taw 24:1) (sh: Berhasil, lalu gagal (Jumat, 28 Juni 2002))
Berhasil, lalu gagal

Permulaan yang baik tidak menjamin bahwa hal tersebut akan berlangsung sampai akhir. Hidup Yoas mulai secara indah, yaitu campur tangan Allah dan pembinaan Imam Yoyada membuatnya menjadi seorang raja yang baik. Ibadah bait Allah yang sempat terhenti karena perlengkapannya dirampok oleh para pengikut Atalya (ayat 7) dan karena pusat-pusat penyembahan berhala bertebaran dimana-mana, kini dibangun dan ditata kembali. Orang lebih tertarik beribadah kepada Baal dan Asytoret yang lebih atraktif ketimbang kepada Tuhan. Ajakannya agar seluruh rakyat Yehuda mengambil bagian dalam program Bait Allah disambut luas dan gembira (ayat 10), bahkan meski itu berarti pengurbanan dana dan tenaga yang sangat besar bagi rakyat. Peraturan Musa yang tadinya bersifat sukarela kini dijadikan wajib. Persembahan mereka yang sudah berusia dua puluh tahun adalah setengah syikal, sementara bagi me reka yang kaya dihimbau untuk tidak hanya memberikan jumlah minimal itu di samping sejumlah uang pendamaian (Kel. 30:12-16).

Pembaruan ibadah ini ternyata hanya sampai akhir masa hidup Imam Yoyada, sebab Yoas beralih menuruti nasihat para penyembah Asytoret kembali (ayat 17-18). Perubahan sikap Yoas ini bukan sekadar kemunduran, melainkan kemurtadan sebab membuang ibadah kepada Allah dan menggantinya dengan ibadah kepada berhala. Itu berarti menggeser sentralitas Allah dengan hal yang Allah benci. Kemurtadan Yoas ini sama saja dengan menghidupkan kembali dosa-dosa neneknya dengan segenap pemujaan sesatnya. Bahkan sampai hati pula Yoas membunuh putra penyelamatnya sendiri, Zakharia putra Imam Yoyada (ayat 21-22). Meski dibunuh, kebenaran yang diucapkan Zakharia (ayat 20) berlaku atas Yoas. Melalui serbuan Aram kemudian atas prakarsa para pegawainya sendiri, Yoas terluka berat dan akhirnya dibunuh (ayat 25-26).

Renungkan: Kerohanian yang benar bukan sekadar terlibat dalam berbagai kegiatan ibadah bahkan kegiatan pelayanan bagi Tuhan. Kerohanian yang benar berintikan hubungan kasih setia dan persekutuan yang akrab dengan Tuhan yang melibatkan segenap akal, hati, kemauan dan tindakan.

(0.18) (2Taw 28:1) (sh: Makin terdesak, makin berubah setia (Selasa, 2 Juli 2002))
Makin terdesak, makin berubah setia

Ahas membalikkan segala hal baik yang telah dilakukan oleh Yotam, ayahnya. Untuk semua tindakan tersebut hanya penilaian terburuk yang bisa diberikan penulis Tawarikh. Kehidupan Ahas, yang menghidupkan kembali pengurbanan manusia dan anak ala bangsa Kanaan (ayat 3), dipersamakan dengan "kelakuan raja-raja Israel" (ayat 2). Akibatnya, berturut-turut dan bergantian, Allah menyerahkan Yehuda ke tangan Aram (ayat 5a), Israel utara (ayat 5b), Edom dan Filistin (ayat 17-19). Bahkan Asyur yang dimintai bantuan pun malah "menyesakkan" Ahas (ayat 20). Bagi penulis Tawarikh, semua yang terjadi jelas merupakan akibat dari dosa Ahas dan Yehuda (ayat 6, juga 19). Pada masa inilah untuk pertama kali sebagian penduduk Yehuda harus mengalami pembuangan ke negeri lain (ayat 17-19). Para pembaca pertama kitab Tawarikh mengerti bahwa peristiwa pembuangan yang mereka alami bermula dari keadaan bangsa dan kerohanian yang seperti ini.

Semua penghukuman itu tidak juga menyebabkan Ahas berbalik dari kesalahan-kesalahannya. Ahas justru "malah semakin berubah setia kepada TUHAN" (ayat 22). Ahas mencari dewa sembahan baru (ayat 23), dan makin kehilangan rasa hormat terhadap Allah dan bait-Nya. Penghukuman yang dialami Ahas tidak membuatnya bertobat. Ahas malah makin menenggelamkan dirinya ke dalam dosa yang lebih keji dan konyol.

Kebejatan Ahas makin menonjol dengan ironi yang muncul pada pasal 28 ini. Tindakannya dipersamakan dengan kebejatan raja-raja Israel utara (ayat 2a). Namun, pada ayat 9-15, justru orang Israel Utara yang mau mendengar peringatan seorang nabi TUHAN (ayat 9), dan memberi respons yang tepat dengan mengakui keberdosaan mereka dan melakukan kehendak Allah. Mereka tidak seperti Ahas, anak Yotam, keturunan Daud "bapa leluhurnya" (ayat 1b), yang justru "menyakiti hati TUHAN, Allah nenek moyangnya" (ayat 25).

Renungkan: Orang yang berkeras hati tetap tinggal teguh di dalam dosa, menolak jauh-jauh ketetapan Allah, berarti juga menjauhi Allah. Padahal Allah sajalah satu-satunya sumber pertolongan terpercaya untuk hidup.

(0.18) (2Taw 34:1) (sh: Apa dan bagaimana memulai reformasi (Kamis, 11 Juli 2002))
Apa dan bagaimana memulai reformasi

Melalui tokoh raja Yosia, penulis Tawarikh memberikan satu lagi teladan bagi orang-orang Yehuda pascapembuangan. Reformasi yang dilakukan oleh raja Yosia menjadi teladan bagi mereka, seperti yang terlihat dalam dua langkah penting yang diambil Yosia.

Langkah pertama adalah bertindak tegas terhadap dosa-dosa terdahulu. Yosia mulai mencari Tuhan pada saat yang sangat muda, tetapi juga saat ketika ia mulai dapat mengambil keputusan secara mandiri sebagai raja (ayat 3a). Permulaan yang baik ini menuntunnya untuk bertindak tegas, menghancurkan semua bentuk ibadah kepada berhala di Yerusalem, di Yehuda, dan pada saat melemahnya kekuatan Asyur, juga di antara suku-suku Israel Utara (ayat 3b-7). Tidak ada kompromi bagi dosa yang selalu menjadi titik lemah untuk orang-orang Israel. Penulis Tawarikh menyatakan bahwa Yosia ingin "menahirkan negeri dan rumah Tuhan" (ayat 8). Tindakan ini juga mencerminkan keinginan Yosia agar Yehuda tidak terjatuh ke dalam dosa yang sama pada masa pemerintahannya. Menyeluruhnya tindakan pembersihan ini juga menunjukkan keikutsertaan rakyat untuk bertobat. Ini tentunya menjadi teladan bagi mereka yang kembali dari pembuangan ke Babel, yang adalah penghukuman Allah justru atas dosa ini.

Hal kedua adalah kesadaran dalam diri untuk segera membawa bangsanya kembali kepada Allah, hanya beribadah kepada Allah, dan melakukannya dengan cara yang benar (ayat 8-13). Usaha tersebut dilakukan tidak hanya melalui menghancurkan berhala, tetapi juga dengan membangun, bahkan memotivasi rakyat dari Yerusalem sampai Efraim untuk memberikan kontribusi bagi perbaikan bait Allah (ayat 9). Selain itu, penulis Tawarikh juga menyebutkan pengaturan yang cukup saksama yang dilakukan oleh Yosia untuk memperbaiki bait Allah (ayat 8-13). Perhatian yang saksama dan dukungan Yosia bagi perbaikan bait Allah ini, juga patut diteladani para pemimpin Yehuda.

Renungkan: Bertobat berarti berhenti berkompromi terhadap dan memberi celah bagi dosa, serta terus mengarahkan diri kepada ibadah dan kekudusan yang berkenan bagi Allah.

(0.18) (2Taw 34:14) (sh: Pembaruan perjanjian berdasarkan firman (Jumat, 12 Juli 2002))
Pembaruan perjanjian berdasarkan firman

Pada zaman Yosia, Taurat Musa belum terkumpul secara utuh seperti yang kita miliki sekarang. Penemuan kembali bagian ini, yang memberi perhatian kepada segala potensi dari perjanjian Allah dengan Israel - berkat jika Israel setia, dan kutuk jika Israel berubah setia - membawa dampak besar bagi reformasi Yosia yang sedang berjalan.

Respons Yosia setelah mendengarkan pembacaan kitab tersebut perlu menjadi perhatian kita. Pertama, apa yang didengarnya ternyata tidak membuat Yosia berpuas diri karena merasa mendapat peneguhan atas segala tindakannya yang baik. Sebaliknya, ia justru makin disadarkan tentang betapa seriusnya dosa-dosa yang telah dilakukan bangsanya terhadap Allah. Ia lalu mengoyakkan pakaiannya (ayat 19), sebagai tanda khas bagi orang yang berkabung dan menyesal. Yosia menyesal dan merendahkan diri di hadapan Allah (ayat 27). Respons kedua, Yosia mengambil langkah untuk meminta petunjuk TUHAN (ayat 21).

Firman Tuhan yang disampaikan kepada Yosia melalui nabiah Hulda itu meneguhkan dua hal. Pertama, bahwa Yosia telah melakukan hal yang benar ketika ia bertobat dan merendahkan diri di hadapan Tuhan. Kedua, tentang betapa dahsyatnya penghukuman Allah atas Israel dan Yerusalem karena meninggalkan Tuhan, sehingga penghukuman Allah hanya ditunda tidak akan terjadi pada masa Yosia. Respons ketiga Yosia, yang disebabkan oleh semua hal di atas, adalah pergi bersama-sama seluruh rakyat ke bait Allah, dan membacakan kitab perjanjian yang baru ditemukan itu di hadapan seluruh rakyat (ayat 30).

Melalui sikap Yosia ini, kita belajar banyak hal tentang seorang pemimpin sejati. Pertama, seorang pemimpin harus menjadi teladan spiritual bagi rakyatnya. Kedua, seorang pemimpin mengutamakan persatuan rakyatnya. Ketiga, seorang pemimpin harus mampu mengarahkan rakyatnya untuk melakukan yang berkenan di hadapan Tuhan.

Renungkan: Gumulkan dan doakan terus agar bangsa dan para pemimpin kita bertobat dan bertekad untuk hidup mengikuti Tuhan dan menuruti perintah-perintah-Nya.

(0.18) (2Taw 36:11) (sh: Akhir dari kerajaan Yehuda (Selasa, 16 Juli 2002))
Akhir dari kerajaan Yehuda

Ada dua hal yang dapat dijadikan bahan kemenungan bagi para pembaca kisah ini. Pertama, dosa telah merasuki kehidupan Israel secara menyeluruh pada zaman raja Zedekia (yang juga mencerminkan zaman-zaman dari para raja sebelumnya). Dalam hal kepemimpinan, raja Zedekia telah berdosa karena melakukan yang jahat, tidak merendahkan diri di hadapan Allah (ayat 12), mengeraskan hati, dan tidak berbalik kepada Tuhan (ayat 13). Dalam hal keagamaan, para pemimpin, termasuk para imam, bersama-sama dengan rakyat juga berdosa menyembah berhala dan menajiskan bait Allah (ayat 14). Para pemimpin bersama rakyat juga meremehkan peringatan, himbauan, dan firman Tuhan melalui para nabinya (ayat 12b,15-16). Bahkan juga dalam hal lingkungan hidup, karena rupanya seluruh bangsa Yehuda tidak menaati perintah untuk membiarkan tanah tidak ditanami satu tahun setiap tahun ketujuh (tahun sabat), demi menjaga kesuburan tanah tersebut (ayat 21).

Akibat dosa-dosa ini adalah penghukuman dari Allah. Inilah hal kedua yang perlu kita perhatikan, yaitu bagaimana Tuhan bertindak. Penulis Tawarikh jelas menunjukkan bahwa Tuhan telah "berulang-ulang mengirim pesan melalui utusan-utusanNya, karena Ia sayang kepada umat-Nya" (ayat 15). Allah juga yang menggerakkan raja Kasdim/Babel untuk menjadi instrumen penghukuman Allah (ayat 16-17). Namun, karya Allah tidak hanya sampai pada memperingatkan lalu menghukum saja. Allah juga memulihkan umat-Nya setelah masa hukuman itu selesai. Catatan penulis Tawarikh mengenai tahun sabat bagi tanah menyiratkan satu hal, bahwa tanah Israel beristirahat selama pembuangan, demi persiapan bagi kedatangan para penghuni baru, orang-orang Yehuda yang kembali dari pembuangan (ayat 21). Tuhan jugalah yang menggerakkan raja Persia, Koresy, untuk mengeluarkan dekritnya yang terkenal, yang memungkinkan pemulangan orang Yehuda ke tanah mereka (ayat 22-23).

Renungkan: Mengakui bahwa Allah adalah Allah yang mahakasih dan mahaadil, berarti menerima bahwa Allah menghukum dan mendisiplinkan mereka yang dikasihinya.

(0.18) (Neh 7:4) (sh: Harus dimulai oleh gerakan Allah (Selasa, 21 November 2000))
Harus dimulai oleh gerakan Allah

Dalam masa-masa pemulihan kota Yerusalem yang sudah hancur berantakan, sangat penting bagi Nehemia untuk mempunyai rencana yang tepat dan matang. Setelah tembok selesai dibangun, pintu- pintu gerbang telah didirikan, dan orang-orang yang berkompeten dan berintegritas sudah diangkat untuk tugas-tugas selanjutnya, Nehemia tidak tergesa-gesa melakukan tindakan selanjutnya. Ia masih melihat ada masalah internal di Yerusalem yang harus segera diselesaikan yaitu kota yang luas dan besar itu ternyata hanya berpenduduk sedikit dan masih banyak dari antara mereka yang belum mempunyai rumah, namun Nehemia menunggu sampai Allah menyatakan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Maka Allah memberitahukan kepada Nehemia rencana selanjutnya yaitu mengumpulkan para pemuka, para penguasa, dan rakyat untuk mencatat silsilah mereka. Tindakan Nehemia ini bukan suatu kesombongan ataupun kepongahan seperti yang pernah dilakukan Daud dahulu, sebab Allahlah yang memberikan petunjuk untuk melakukan pencatatan silsilah orang-orang yang kembali dari pembuangan.

Hal ini memperlihatkan kualitas kepemimpinan Nehemia yaitu ia selalu memulai dari gerakan Allah terlebih dahulu, kemudian bertindak berdasarkan rencana dan gerakan Allah tersebut. Hasilnya sungguh luar biasa. Daftar silsilah orang yang pulang dari pembuangan ini memberikan informasi kepada Nehemia tentang tempat tinggal para keluarga yang pulang dari pembuangan itu. Informasi ini berguna bagi Nehemia untuk menempatkan beberapa dari mereka di Yerusalem kelak (11:1-36). Misi yang dimulai dari gerakan Allah ini memperlihatkan kepada kita pelajaran yang indah dalam karya Allah. Tembok memang penting bagi perlindungan, pertahanan, dan martabat sebuah bangsa, namun aspek yang lebih mendasar adalah penempatan kembali bangsa Israel di Yerusalem. Prinsip ini memperlihatkan bahwa manusia tetap menjadi fokus utama dalam kelanjutan karya Allah di dunia.

Renungkan: Inilah teladan bagi gereja-gereja masa kini dalam menjalankan misinya. Ada 2 hal mendasar yang harus selalu kita ingat ketika menjalankan suatu pelayanan Kristen. Pertama apakah pelayanan ini dimulai oleh gerakan Allah? Kedua, apakah pelayanan ini mempunyai fokus kepada manusia?

(0.18) (Ayb 2:1) (sh: Tubuh pun milik Allah (Rabu, 20 Agustus 2003))
Tubuh pun milik Allah

Luar biasa memang penderitaan Ayub. Harta benda ludes, anak-anak binasa, sekujur tubuhnya terkena penyakit yang menjijikkan. Lebih menyedihkan lagi istri tercinta pun menolak dia. Dalam kondisi demikian adakah alasan bagi kita untuk bertahan dalam kesetiaan kepada Allah?

Kesetiaan Ayub melampaui penderitaannya yang dahsyat. Ayub mengungkapkan kesetiaannya dalam kata-kata yang sungguh indah: "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (ayat 10). Suatu pernyataan sikap hidup yang sungguh luar biasa. Ayub bukan hanya percaya bahwa semua miliknya adalah milik Allah sepenuhnya, ia juga percaya bahwa tubuhnya pun milik Allah. Berarti Allah berhak sepenuhnya melakukan apapun juga terhadap tubuh Ayub, termasuk penderitaan, sakit penyakit bahkan kematian.

Sikap Ayub mengokohkan pernyataan Allah bahwa Ayub adalah seorang yang saleh dan tangguh imannya. Sikap seperti Ayub inilah yang harus kita, orang percaya masa kini, teladani. Karena kita masih seringkali menyimpan sesuatu sebagai milik pribadi kita, yang tidak boleh disentuh oleh siapa pun termasuk Allah. Tanpa kita sadari, sikap inilah yang membuat kita menderita. Harus kita camkan bahwa keterikatan kita kepada hal apapun, termasuk harta benda, yang melebihi ikatan kepada Allah tidak pernah membawa kedamaian. Sebaliknya hal tersebut hanya akan menimbulkan ketakutan dan kekuatiran yang terus menerus menggerogoti kita. Jika hal ini terus terpelihara maka akan hilanglah segala kedamaian yang seharusnya dimiliki anak-anak Allah. Apa solusi terbaik yang harus anak-anak Tuhan tempuh? Akuilah bahwa Allah berhak sepenuhnya atas hidup kita, kita akan merasakan damai sejahtera dan senantiasa mengucap syukur untuk segala berkat-Nya.

Renungkan: Sakit penyakit bukanlah alasan untuk kehilangan damai sejahtera Allah apalagi bersikap tidak setia kepada Allah.

(0.18) (Ayb 2:11) (sh: Penghibur sejati (Kamis, 21 Agustus 2003))
Penghibur sejati

Ketika penderitaan mencapai puncaknya, siapakah dapat menghibur? Siapakah yang mampu melegakan hati yang sedang tertekan hebat? Adakah kata-kata yang dapat meredakan kegalauan hati?

Pergumulan dahsyat yang dihadapi Ayub tidak dapat dikurangi bebannya hanya dengan nasihat atau kata-kata penghiburan. Ketiga teman Ayub, Elifas, Bildad dan Zofar, mengetahui hal itu. Sebagai rasa simpati atas penderitaan tersebut, mereka memilih untuk berdiam diri selama tujuh hari tujuh malam. Dalam kediaman itu mereka menangis bersama Ayub, mengoyak jubah dan menabur abu di kepala sebagai tanda berkabung bersama Ayub (ayat 1:20; 2:12). Apakah dengan berdiam diri ketiga teman Ayub itu dapat menghibur Ayub?

Penderitaan seperti itu ternyata tidak dapat dihibur oleh upaya apapun. Namun paling tidak ketiga teman itu telah menempatkan diri dengan tepat, yaitu ikut merasakan penderitaan temannya. Sikap teman-teman Ayub ini tampaknya berhasil, untuk sementara waktu, memberikan penghiburan dan pengharapan bagi Ayub, bahwa ternyata teman-temannya tidak meninggalkannya. Siapa yang dapat memberikan penghiburan kepada Ayub? Jika teman-teman Ayub hanya mampu menunjukkan kepekaan akan penderitaan yang dialami Ayub, siapa mampu memberikan penghiburan seperti mereka?

Hanya satu yang dapat memberikan penghiburan secara tuntas yaitu Roh Kudus. Dia adalah sumber penghiburan. Dia mampu menyentuh hati yang luka dan menyembuhkannya. Inilah janji dari Tuhan Yesus sendiri. Roh Kudus yang hadir adalah Roh Penghibur (Yoh. 14:26). Dia akan membantu orang percaya dalam kelemahannya, membantunya berdoa (Rom. 8:26) sehingga orang percaya sanggup menanggung pergumulan sedahsyat apapun.

Renungkan: Hanya ada satu penghibur sejati yang sanggup mengatasi penderitaan seberat apapun. Sudahkah Anda mengenal-Nya?

(0.18) (Ayb 3:1) (sh: Datanglah kepada-Nya (Jumat, 19 Juli 2002))
Datanglah kepada-Nya

Elisabeth Kubler Ross, yang terkenal dengan bukunya, Death and Dying, menulis bahwa dalam menghadapi kematian, manusia melewati beberapa tahapan reaksi, dan salah satunya ialah keputusasaan. Tampaknya kondisi seperti itulah yang sedang dialami oleh Ayub. Ia tidak hanya telah kehilangan orang-orang yang dikasihinya, harta bendanya, tetapi juga tubuhnya terancam kematian. Saat itu, selain napas, tidak ada lagi yang tersisa dalam kehidupannya.

Dalam keputusasaan, manusia sering kali berpikir untuk segera mengakhiri hidupnya. Begitu pula dengan Ayub. Ia berharap untuk tidak dilahirkan, sehingga tidak pernah ada di dunia ini (ayat 3). Hidup yang dijalani terlalu menyakitkan dan baginya saat itu, kematian jauh lebih baik daripada kehidupan. Munculnya pertanyaan "mengapa" sebanyak empat kali menunjukkan sesal dan derita yang begitu dalam. Ayub mulai bertanya kepada Allah. Di dalam pertanyaan-pertanyaan tersebut, terkandung kekesalan dan kekecewaan kepada Allah. Ayub mempertanyakan kasih dan kedaulatan Allah. Apakah untuk yang dialaminya ini Allah menciptakan manusia? Untuk sikap Ayub ini, Tuhan belum meresponinya. Itu berarti Ayub masih harus menatap dan meniti hidup yang penuh kesesakan ini.

Respons Ayub terhadap penderitaan berkepanjangan yang dialaminya, menunjukkan reaksi kita yang sebenarnya terhadap penderitaan, yaitu bahwa reaksi pertama akibat penderitaan yang kita alami adalah kemarahan. Hal itu kemudian terus berlanjut dengan kemunculan berbagai tuduhan dan gugatan kepada Allah. Kita mulai memperhitungkan kebaikan-kebaikan yang kita lakukan. Memang, sekuat dan seteguh apa pun kita, tidak dapat dipungkiri bahwa ketika menghadapi kesusahan kita tidak selalu kuat. Namun demikian, walau usaha mencari jawaban atas penderitaan batin yang kita alami tidak mengalami kemajuan atau mungkin jalan buntu, penderitaan itu sendiri akan membuahkan kemantapan dan keteguhan sikap iman kita kepada Tuhan.

Renungkan: Kepada siapakah kita berkeluh kesah selain kepada Dia yang memedulikan kita?

(0.18) (Ayb 7:1) (sh: Paradoks dalam kehidupan manusia (Kamis, 2 Desember 2004))
Paradoks dalam kehidupan manusia

Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk paradoksal. Sejak dalam kisah penciptaan sifat paradoks itu sudah terlihat. Di satu sisi manusia dibuat dari unsur debu tanah, menekankan kefanaan dan kehinaan manusia. Di sisi lain manusia dihidupkan oleh hembusan nafas Allah sendiri. Ini menegaskan keistimewaan manusia sampai-sampai Allah menyebut manusia gambar dan rupa-Nya sendiri; satu-satunya ciptaan Allah yang memiliki hakikat dan kedudukan sangat mulia. Paradoks itu menjadi masalah berat bagi hidup manusia terutama karena dosa merusakkan keserasian manusia.

Menurut Ayub penderitaannya kini terkait dengan fakta paradoks tersebut. Di satu pihak ia menyadari dirinya adalah makhluk yang terbelenggu oleh waktu (ayat 2, 3), tidak bersifat abadi, hidup dalam realitas yang keras (ayat 4-6). Jiwa dan raganya mengalami keresahan dan kesakitan. Untuknya manusia seperti hembusan nafas yang singkat saja (ayat 7-10, bandingkan dengan ucapan pemazmur (Mzm. 90:5-6). Sesudah mati, ia pun dilupakan. Namun, di pihak lain ia menyadari bahwa sebenarnya manusia agung di mata Tuhan (ayat 17). Cinta kasih dan kesetiaan Tuhan seolah tercurah penuh kepada makhluk yang satu ini. Cita-cita Allah menjadikan manusia menjadi agung serasi dengan kemuliaan-Nya, menjadi motivasi mengapa Allah menjaga (ayat 12), mendatangi sampai manusia terkejut (ayat 13), memperhatikan (ayat 17), menyertai (ayat 18), dan menyoroti sepak terjangnya (ayat 19). Perhatian Allah sebesar itu bagi manusia menjadi beban tak tertanggungkan. Kemuliaan itu terlalu berat bagi makhluk fana ini. Cita-cita ilahi itu terlalu tinggi, sedangkan kebebasan yang manusia dapat tanggung terlalu rendah dibanding kebebasan yang Tuhan inginkan.

Wawasan Ayub ini dalam, perlu kita tangkap dan tanggapi dengan benar. Semua kita terbatas, ada kekurangan, dan memiliki banyak simpul-simpul rapuh. Akan tetapi, Allah memiliki rencana agung untuk setiap kita.

Renungkan: Ingin hidup di tingkat biasa-biasa saja mudah tak perlu menderita. Ingin menjadi seperti bintang cemerlang perlu keberanian untuk dirubah Tuhan melalui proses yang berat.

(0.18) (Ayb 14:1) (sh: Kerapuhan manusia (Kamis, 9 Desember 2004))
Kerapuhan manusia

Pada nas ini Ayub menguraikan keberadaan manusia dibandingkan ciptaan Allah yang lain. Siapakah manusia itu sehingga Allah mau menghadapinya? Ayub melukiskan kerapuhan manusia yang terbatas dalam hitungan waktu (ayat 5). Itu sebabnya, Ayub tidak mengerti jika Allah menambahkan penderitaan dalam hidup manusia yang singkat. Dan jika hidup manusia memang ada dalam penetapan Tuhan, hendaklah Tuhan mengalihkan pandangan-Nya dari menekan manusia (ayat 6). Maka Ayub mengajukan argumennya di hadapan Tuhan "Masakan Tuhan hendak mengadili manusia yang rapuh dan fana?" (ayat 3). Di sini Ayub sulit untuk menerima Allah mengadili orang yang tertindas. Ayub juga menyadari bahwa tidak mungkin dari manusia (yang najis) dapat menghasilkan kekudusan.

Ayub secara tidak langsung mengakui bahwa dia pun manusia yang bercela. Akibatnya Ayub melihat Allah sebagai hakim dan jenis murka yang dinyatakan-Nya bukan sebagai berkat dan rahmat. Karena itu, Ayub membandingkan hidup manusia sebagai ciptaan Allah yang tak lebih berpengharapan daripada ciptaan-Nya yang lain (ayat 7-9). Perbandingan ini didasarkan fakta bahwa setelah manusia mati maka ia tidak diingat lagi (ayat 10-12, 18-22). Meskipun demikian, Ayub yakin bahwa Tuhan akan mengingat dirinya dalam dunia orang mati. Hal ini karena Ayub berharap kepada Tuhan selama dia hidup, dan menyebut hari kematian sebagai panggilan rindu Tuhan akan ciptaan-Nya (ayat 15).

Penderitaan dapat menyadarkan seseorang tentang betapa rapuhnya manusia. Penderitaan mampu meningkatkan kesadaran kita bahwa waktu manusia terbatas. Akan tetapi, dalam kasus Ayub, benarkah Allah memang sedang menghakimi Ayub kala dia menderita, atau itu hanyalah anggapan seseorang yang dalam penderitaannya mengaitkan pengalaman hidup tersebut dengan penghakiman Allah? Sekali lagi, dalam penderitaan cara kita melihat Tuhan bisa berubah!

Renungkan: Apakah yang terjadi pada kerohanian Anda ketika hidup Anda menderita? Menambah harapan kepada Allah? Atau putus asa dan berpikiran negatif tentang Allah?

(0.18) (Ayb 20:1) (sh: Penghakiman Zofar (Kamis, 1 Agustus 2002))
Penghakiman Zofar

Di akhir pasal 19 Ayub membuat dua pernyataan penting. Pertama pengakuan iman (ayat 19:25-27), kedua peringatan agar para sahabatnya tidak terus menghakimi dirinya (ayat 19:28-29). Namun, pernyataan Ayub tersebut malah ditanggapi Zofar dengan kemarahan (ayat 2). Ia terus mencurahkan kalimat-kalimat penghakiman yang berapi-api, dan bahkan meneruskannya dengan semacam permohonan agar kutukan Allah berlaku (ayat 23).

"Pelajaran" dari Zofar merupakan pertimbangan spiritual atas dasar logika sederhana. Dosa tidak akan menghasilkan keberuntungan apalagi kebahagian abadi. Sebaliknya, kebahagiaan orang berdosa hanya singkat usia (ayat 4-7), ia sendiri akan mati dalam kehancuran (ayat 8), orang-orang dekatnya akan menderita (ayat 9-11). Pendapatnya ini bukan hanya sekali ia ungkapkan, tetapi diulanginya lagi dalam ayat 12-28.

Salahkah atau benarkah Zofar berpendapat demikian? Ada benarnya bahwa Tuhan tidak mendiamkan, tetapi akan membuat dosa orang balik mengejar dan menimbulkan akibat-akibat buruk pada orang yang melakukannya. Karena itu, ucapan Zofar ini memang patut kita simak. Namun, pendapat Zofar ini sempit dan tidak mempertimbangkan beberapa faktor dan kemungkinan lain. Ia tidak mempertimbangkan kemungkinan bahwa penghakiman Allah itu ditunda sementara waktu dan baru berlaku pada penghakiman kekal kelak. Jadi, bisa terjadi bahwa dalam dunia yang sementara ini, orang jahat berbahagia dalam hasil-hasil yang didapatnya dari tindakan berdosa, sementara orang benar justru harus menderita karena tidak ambil bagian dalam dosa. Juga Zofar tidak membuka kemungkinan bagi orang berdosa untuk bertobat, memperbaiki tindakan salah, dan mengubah kelakuannya. Kesalahan Zofar paling serius adalah melihat realitas spiritual semata secara materialistis.

Renungkan: Sikap yang benar ialah kita taat kepada Tuhan dan firman-Nya bukan karena takut hukuman atau karena ingin mendapatkan pahala. Ketaatan dan kesalehan yang benar lahir dari keyakinan bahwa Tuhan benar dan baik adanya, dan karena itu kita bersyukur dan mengasihi-Nya.

(0.18) (Ayb 22:1) (sh: Konselor atau pendakwa? (Jumat, 17 Desember 2004))
Konselor atau pendakwa?

Tidak henti-henti para sahabat Ayub menuduh Ayub telah berdosa kepada Allah sehingga Ayub menderita. Elifas, masih tetap teguh mendakwa Ayub melakukan perbuatan dosa dan meminta Ayub untuk bertobat (ayat 4-5). Namun, Ayub bersikukuh bahwa dirinya tidak berdosa. Ia dengan tegas menolak tudingan Elifas bahwa ia harus bertanggung jawab atas penderitaannya sebagai akibat dosanya. Meski demikian, Elifas kembali memulai serangkaian tuduhan yang tidak mendasar. Ia memfitnah Ayub dengan sejumlah dakwaan palsu (ayat 6-9). Elifas menuduh Ayub telah melakukan berbagai dosa sosial yang menyengsarakan sesamanya. Menurut Elifas, dosa sosial itulah yang menyebabkan Ayub menderita karena Allah membalas perbuatan jahatnya itu (ayat 10-20). Oleh karena itu, Elifas meminta Ayub mengakui segala dosanya itu supaya melunakkan hati Allah sehingga Allah akan memulihkan kembali keadaan dirinya (ayat 21-30).

Tuduhan-tuduhan ini bertolak belakang dengan komentar penutur kisah bahkan evalusi Allah sendiri di pasal 1. Ayub seorang yang saleh, jujur, takut akan Tuhan, dan menjauhi kejahatan. Dengan demikian, kita tahu bahwa tuduhan Elifas itu palsu. Jangankan perbuatan dosa sosial, kesalahan yang tak terlihat saja, diselesaikan Ayub dengan kepekaan rohani yang tinggi (ayat 1:5). Jadi, di mata Allah pun Ayub tidak bersalah. Sungguh menyedihkan bagaimana ketiga sahabat Ayub, telah terang-terangan memusuhi Ayub. Sebenarnya, awalnya mereka telah mulai dengan sikap empati merasakan penderitaan Ayub. Akan tetapi, dengan berangkat dari konsep teologis `sempit', mereka berpaling menuduh Ayub. Sungguh berbahaya jika kita memiliki konsep teologis `sempit'. Karena konsep teologis yang `sempit' tersebut menyebabkan kita salah menilai penyebab sesama menderita. Sama seperti para sahabat Ayub ini yang beranggapan keliru terhadap penyebab penderitaan Ayub. Jangankan menolong Ayub mengatasi penderitaannya, mereka justru menambahkan beban penderitaan Ayub.

Renungkan: Jadilah konselor (pembela/penghibur) bukan pendakwa bagi jiwa yang merana.

(0.18) (Ayb 25:1) (sh: Kasih sayang Allah yang tak berkesudahan (Senin, 20 Desember 2004))
Kasih sayang Allah yang tak berkesudahan

Seberapa sering Anda menyadari bahwa di hadapan Allah, manusia kecil dan terbatas? Hari-hari Anda ditandai kesadaran demikiankah?

Bildad menjawab keputusasaan Ayub yang mencari pembelaan Allah, dengan menjabarkan siapakah manusia di hadapan Allah. Menurut Bildad, di hadapan Allah, manusia kecil dan terbatas (ayat 6). Bagi Bildad, kecil dan terbatas berarti tidak berdaya di hadapan Allah (ayat 4). Padahal pernyataan ini tidak perlu mengandung makna negatif karena keberadaan manusia yang terbatas dan kecil inilah yang membuat Allah memberikan kasih-Nya pada kita. Hendaklah di dalam curahan kasih Allah itu manusia semakin menyadari kebergantungan mutlak dirinya kepada Allah. Juga menemukan arti diri dan hidupnya dalam persekutuan dengan Allah.

Jika kita sudah memahami dan telah meletakkan makna teologis tersebut dalam pemikiran kita maka kita dapat menerima setiap rencana Allah baik suka maupun duka dengan lapang dada dan hati yang terbuka. Sebaliknya, jika kita berpihak pada pandangan Bildad pada nas ini, maka kita tidak akan pernah menemukan arti positif dari kata "kecil" dan "terbatasnya" manusia di hadapan Allah (ayat 4). Tanpa pemahaman teologis itu, kita akan terbentuk menjadi orang yang apatis dan tak berpengharapan. Menjadikan diri sendiri apatis dan tak berpengharapan akan menghalangi kita mengalami persekutuan yang indah dengan Allah. Akibatnya, kita cenderung melarikan diri untuk menghindar dari kasih Allah.

Selama manusia hidup, pasti mengalami banyak pergumulan. Semua pergumulan, termasuk penderitaan yang kita alami jika dipahami dalam proporsi teologis dan realitas hidup yang benar, akan memunculkan harapan bagi hidup kita sendiri, bahkan menjadikan kita sanggup menularkan pengharapan itu kepada orang lain. Inilah yang diharapkan berproses dalam diri anak Tuhan.

Renungkan: Tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah. Baik penderitaan, peperangan, kemiskinan, bahkan kematian sekalipun. Justru, kasih Allahlah yang menjadikan keselamatan dinyatakan melalui Yesus Kristus.

(0.18) (Ayb 31:1) (sh: Pembelaan terakhir Ayub (Sabtu, 10 Agustus 2002))
Pembelaan terakhir Ayub

Solilokui atau ungkapan perasaan terdalam Ayub melalui perkataan ini (ps. 29-31) ditutup dengan pengakuan bahwa dirinya tidak bersalah (ps. 31). Kembali Ayub menggunakan gaya bahasa seakan dirinya diadili, dan kini ia berkesempatan untuk membela dirinya dalam cara lain. Dalam nas ini hati nurani Ayub tampil ke depan, dan memberikan pertanggungjawaban tentang kehidupannya di hadapan prinsip-prinsip moralitas yang benar. Pertanggungjawaban ini sekaligus juga menjadi pertanyaan kepada Allah (ayat 35), yang telah "mengamat-amati … dan menghitung ..." (ayat 4), dan ketetapan-ketetapan-Nya.

Pertanggungjawaban itu diberikan Ayub dalam bentuk rangkaian perkataan, 'jika saya melakukan dosa A maka biarlah B terjadi pada saya.' Para penafsir nas ini menghitung ada empat belas (dua kali tujuh) bentuk dosa yang Ayub nyatakan tidak pernah ia lakukan (dengan kutukan jika dirinya ternyata melakukan dosa tersebut). Angka tujuh dalam PL bermakna kegenapan. Dua kali tujuh menunjukkan kesungguhan Ayub membela perkaranya di hadapan Allah.

Hampir semua dosa yang diucapkan Ayub berkaitan dengan etika kehidupan, kecuali satu, mengenai ibadah (menyembah berhala, ayat 26-27). Hal ini menunjukkan Ayub layak menerima pujian dari Allah sebagai orang yang "demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan" (ayat 1:8). Yang perlu diperhatikan di sini adalah keteguhan Ayub untuk tetap mempertahankan integritas moralnya, walaupun prinsip pada ayat 2-3, terbukti dalam kehidupan Ayub terjadi sebaliknya. Namun Ayub tetap menjaga integritasnya, bukan karena takut dihukum, atau demi berkat Allah. Ayub telah terpuruk, tetapi ia tetap menjaga kehidupannya. Kini, dari Allah pula Ayub menanti jawaban atas semua pergumulan, kebingungan, dan jeritan hatinya.

Renungkan: Apa alasan Anda menjaga moralitas kehidupan Anda? Seharusnya bukan supaya masuk surga, atau demi berkat Tuhan dalam hidup. Tetapi semata karena kerinduan untuk tetap ada dalam hubungan dengan Allah yang benar, betapapun sulit dan membingungkan hidup yang harus dijalani.

(0.18) (Ayb 38:1) (sh: Manusia vs Allah (Sabtu, 23 Agustus 2003))
Manusia vs Allah

Ketika pada akhirnya Ayub melayangkan gugatan kepada Allah (ayat 31:35), Ayub telah bertindak seolah ia mengerti masalah penderitaannya adalah masalah dengan Tuhan. Ayub menuntut Allah agar bertanggung jawab atas penderitaannya. Namun, Allah tidak menjawab gugatan Ayub. Sebaliknya, Allah mempertanyakan hak Ayub menggugat Dia. Siapakah Ayub, ciptaan dibandingkan dengan Allah, Pencipta?

Karena Ayub menantang Allah maka Allah balik menantang Ayub. Allah mulai dengan pertanyaan pertama: di manakah Ayub ketika alam semesta dan segala isinya diciptakan (ayat 38:4-21)? Adakah Ayub hadir ketika Allah berkarya? Di mana Ayub waktu TUHAN menciptakan bumi, (ayat 4-7); laut (ayat 8-11); pagi hari (ayat 12-15); dunia dalam (ayat 16-18); terang (ayat 19-21); salju (ayat 22-23); badai (ayat 24-27); hujan (ayat 28-30); bintang-bintang (ayat 31- 33); awan (ayat 34-38). Pertanyaan kedua: apakah Ayub bisa mengatur alam semesta yang telah diciptakan Allah secara dahsyat? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu saja tidak dapat dijawab oleh Ayub, tetapi sebaliknya menggugah hati Ayub. Respons Ayub ini sekaligus menunjukkan suatu pengakuan bahwa ada perbedaan kualitas antara dirinya dengan diri Allah. Perbedaan kualitas yang tidak terjembatani, sehingga tidak layak Ayub berbantahan dengan Allah.

Pertanyaan-pertanyaan Allah yang tak dapat dijawab menyadarkan Ayub untuk belajar dua hal: [1] Ayub mengakui bahwa bukan ia yang mampu atau berhak mengatur dan menentukan jalan kehidupan di alam ciptaan Allah ini; [2] Ayub mengakui sepenuhnya bahwa Allah Pencipta berdaulat penuh atas seluruh alam ciptaan termasuk dirinya. Jika demikian pantaskah Ayub menggugat Allah karena penderitaannya?

Renungkan: Jangan pernah menuduh Allah sebagai penyebab penderitaan Anda. Sepatutnya pergunakan hak Anda untuk menyembah Dia dan mohon pimpinan serta pertolongan-Nya.



TIP #11: Klik ikon untuk membuka halaman ramah cetak. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA