(0.21862887254902) | (Hos 5:1) |
(sh: Jangan lari. Bertobatlah! (Senin, 17 Oktober 2011)) Jangan lari. Bertobatlah!Judul: Jangan lari. Bertobat! Israel jelas tidak dapat mengelak tudingan dosa dari Tuhan lewat nabi Hosea. Tuhan kenal mereka luar-dalam, tidak ada gunanya sembunyi ataupun pura-pura tidak ada masalah. Justru karena mereka dan Tuhan ada relasi yang hidup, mereka tidak dapat melarikan diri dari tangan Tuhan. Hukuman Tuhan pun mereka tidak dapat elakkan. Akan tetapi, sejarah Israel menunjukkan kebebalan mereka. Bukan hanya mereka masih menyombongkan diri, merasa tidak akan ada apa-apa, mereka malah mencoba mencari jalan keluar, pertolongan dari bangsa lain (13). Artinya mereka berkeras kepala untuk tidak mengakui dosa mereka di hadapan Tuhan, dan bersikukuh untuk membenarkan diri mereka sendiri. Akibat yang mereka alami adalah kehancuran akan menimpa mereka tanpa dapat mereka elakkan (11). Pada saat itu jangan harap mereka dapat selamat (4-7, 14)! Kita tidak dapat menghindar dari Allah yang mahakuasa, mahaada, dan mahatahu! Semakin mencoba menghindar, semakin kacau hidup kita. Jangan coba-coba melawan, bahkan menggunakan kuasa lain untuk menangkis hukuman Allah. Semakin melawan, semakin Tuhan akan menghajar kita. Jalan satu-satunya adalah mengakui kesalahan kita, bertobat dan mohon pengampunan-Nya. Memang konsekuensi kesalahan harus kita tanggung di dunia ini akan tetapi ingat, Kristus sudah menanggung hukuman fatal dosa kita. Jadi, bersikaplah jantan! Jangan lari menghindari akibat dosa, hadapi dengan terbuka di hadapan Allah dan minta belas kasih-Nya agar, kita dapat menanggungnya dengan besar hati, orang lain pun melihat sikap kita pun dibangun imannya. Diskusi renungan ini di Facebook:
|
(0.21862887254902) | (Mat 24:15) |
(sh: Hukuman Tuhan. (Rabu, 15 April 1998)) Hukuman Tuhan.Hukuman Tuhan. Mesias palsu. Untuk kesekian kalinya Tuhan memperingatkan Kristen agar berhati-hati terhadap para Mesias dan nabi palsu. Ajaran mereka yang tidak benar dimaksudkan supaya mampu menyesatkan orang. Pastilah tipu daya dan penyamaran mereka sedemikian hebat! Kalau tidak bagaimana mungkin orang pilihan pun ingin mereka sesatkan? Bagaimana mewaspadai mereka? Awasi ajaran mereka! Bila tidak sesuai isi Alkitab, bagaimana pun meyakinkannya harus ditolak! Awasi manifestasi kuasa mereka! Hanya kuasa gelaplah yang sedia membuat apa saja mengikuti permintaan orang. Renungkan: Janganlah keyakinan iman Anda membuat lengah dan lalai untuk berjaga-jaga. Doa: Aku mengaku kepada-Mu Tuhan, acap terlena oleh dunia ini. Roh-Mu kobarkan kesiagaan di hatiku. |
(0.21862887254902) | (Rm 8:1) |
(sh: Kemerdekaan dalam Kristus. (Sabtu, 30 Mei 1998)) Kemerdekaan dalam Kristus.Kemerdekaan dalam Kristus. Allah Tritunggal sumber keselamatan. Dengan indah sekali Paulus melihat Allah Tritunggal terlibat penuh dalam kasih karunia-Nya menyelamatkan manusia. Pertama, Allah Bapa mengutus Anak-Nya sendiri (ayat 3). Kedua, Anak Allah menjelma menjadi manusia dan Dia (Yesus Kristus) telah menggenapi taurat, menanggung hukuman atas dosa, dan dengan jalan itu memberi kita pembenaran dan pengudusan (ayat 4). Ketiga, Roh Kudus menolong agar apa yang telah Yesus kerjakan untuk kita itu dapat menjadi milik dan pengalaman nyata kita (ayat 5-8). Renungkan: Hidup dalam Roh berarti: 1) hidup kita menjadi baru bukan lagi di dalam dosa, 2) pola pikir kita dikendalikan Roh bukan dosa, 3) sikap baru yaitu tunduk dan cinta kepada Allah bukan lagi berontak melawan Allah. Doa: Tuntunlah kami menghayati sifat baru dariMu dengan tekun. |
(0.19130025490196) | (2Raj 1:1) |
(sh: Selalu ada peringatan yang lebih dari cukup (Minggu, 14 Mei 2000)) Selalu ada peringatan yang lebih dari cukupSelalu ada peringatan yang lebih dari cukup. Karena begitu besar kasih Allah akan umat manusia baik sebagai individu maupun kelompok, maka Ia akan menggunakan berbagai cara dan media untuk menegur, memperingatkan, dan menyadarkan seorang manusia agar ia bertobat. Selain keberagaman cara dan media, Allah juga menggunakan keberagaman intensitas dalam menggunakan cara dan media. Itu semua disesuaikan dengan kondisi dan situasi seseorang, khususnya disesuaikan dengan berapa lama lagi manusia itu masih mempunyai kesempatan untuk hidup. Pemahaman ini tergambar jelas dalam kisah Ahazia. Sebagai pengganti Ahab - ayahnya, ia hanya memerintah selama 2 tahun. Waktu yang singkat itu dipenuhi oleh perbuatan jahat, sehingga menimbulkan sakit hati Allah (1Raj. 22:54). Di dalam waktu yang singkat itu pula, terjadi beraneka ragam bencana, baik yang nampaknya alamiah maupun supranatural yang harus ditanggung oleh Ahazia. Di dalam bidang politik, terjadi pemberontakan oleh Moab setelah Ahaz meninggal. Peristiwa ini pasti mempengaruhi kondisi, sosial, ekonomi, dan keamanan negara Israel. Dalam bidang ekonomi, Allah menggagalkan kerjasama ekonominya dengan Yosafat (2Taw. 20:36-37). Hukuman ini adalah cara Allah memperingatkan Ahazia agar bertobat. Ketika Ahazia 'meniadakan' Allah dengan cara mencari petunjuk dari Baal-Zebub dan dilanjutkan dengan rencananya menangkap Elia, Allah masih mau memberikan peringatan yang lebih jelas dan keras melalui hukuman api yang menimpa 2 orang perwira Ahazia dan 50 bawahannya. Hukuman ini dimaksudkan untuk menyatakan dengan lebih tegas lagi bahwa Ia ada dan jauh lebih berkuasa dari Baal. Renungkan: Begitu besar kasih Allah kepada manusia. Itulah sebabnya Allah tetap selalu memperingatkan dosa-dosa kita lebih dari cukup. Bacaan untuk Minggu Paskah 4: Kisah Para Rasul 2:36-41 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Kis/T_Kis2.htm#2:36 1Petrus 2:19-25 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/1Pe/T_1Pe2.htm#2:19 Yohanes 10:1-10 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Yoh/T_Yoh10.htm#10:1 Mazmur 23 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Maz/T_Maz23.htm Lagu: Kidung Jemaat 157 |
(0.19130025490196) | (2Raj 25:22) |
(sh: Dihancurkan untuk dipulihkan (Minggu, 17 Juli 2005)) Dihancurkan untuk dipulihkanDihancurkan untuk dipulihkan Seorang koruptor muda divonis 20 tahun masuk penjara. Harta hasil korupsi disita negara. Istri dan anak-anaknya meninggalkannya. Selesai menjalani masa hukuman, ia tidak mempunyai apa-apa lagi. Namun, di penjara ia telah bertobat. Ia keluar dari penjara dengan pengharapan, yaitu memulai hidup baru bersama Tuhan. Bangsa Yehuda dalam keadaan krisis. Sebagian besar penduduk telah dibawa ke tanah Babel sebagai tawanan. Penduduk yang ditinggalkan di tanah Yehuda tidak mengalami nasib yang lebih baik. Penduduk yang tersisa di tanah Yehuda hanyalah kelompok kecil yang tidak berarti. Akan tetapi, dari yang tersisa ini pun masih ada yang tidak mau tunduk kepada Babel. Mereka memberontak terhadap Babel dan membunuh Gedalya, pemimpin yang diangkat Nebukadnezar untuk memimpin Yehuda. Lalu, kelompok ini lari ke Mesir (ayat 22-26). Tampaknya Yehuda sudah tidak memiliki masa depan. Namun, penulis 2Raja menutup kisah sejarah Israel dengan suatu pengharapan pada bagian akhir tulisannya. Yoyakhin mendapat belas kasih Raja Ewil-Merodakh dengan dibebaskan dari penjara dan dipelihara hidupnya (ayat 27-30). Hal ini merupakan pernyataan keyakinan penulis 2Raja bahwa Allah masih mengasihi Yehuda. Setelah Allah menghukum secara dahsyat, Ia akan kembali mengampuni dan memulihkan mereka (Yer. 32:28-41). Tuhan tidak memberikan hukuman untuk memusnahkan umat-Nya. Ia menggunakan hukuman tersebut sebagai alat supaya umat-Nya bertobat. Pertobatan yang terjadi akan menghasilkan hidup baru. Oleh sebab itu, jangan sia-siakan kesempatan yang Ia berikan. Bertobatlah dan mulailah hidup baru Anda dengan setia mengikut Dia. Doaku: Aku bersyukur kepada-Mu, ya Tuhan karena Engkau sudi menghajarku agar aku bertobat dan dipulihkan kembali. Terima kasih karena kasih setia-Mu jauh melampaui segala kejahatanku. |
(0.19130025490196) | (Mzm 106:13) |
(sh: Kasih setia Allah dalam sejarah (Minggu, 23 Oktober 2005)) Kasih setia Allah dalam sejarahKasih setia Allah dalam sejarah Apa manfaat sejarah sebuah bangsa ditulis? Tentu saja bukan sekadar pengetahuan masa lampau sebuah bangsa. Sejarah ditulis agar generasi kemudian bangsa itu mengenali pengalaman nenek moyangnya, baik keberhasilan mau-pun kegagalan mereka. Melalui pengalaman nenek moyangnya, generasi berikutnya belajar agar mereka tidak mengulang kesalahan nenek moyang mereka. Ada tiga fakta yang muncul dari sejarah bangsa Israel yang ditulis pemazmur. Pertama, Israel terus-menerus berdosa kepada Allah, yaitu tidak percaya rencana Tuhan yang memimpin mereka menuju Tanah Perjanjian (ayat 13-15,24-25); penyembahan berhala (ayat 19-22,28); menolak kepemimpinan Musa dan Harun (ayat 16). Kedua, Allah menghukum setiap dosa dengan ganjaran yang setimpal (ayat 15,17-18,23,26-27,29). Fakta berulangnya hukuman Tuhan ini bermakna paradoks. Meski seharusnya hukuman perbuatan dosa adalah maut, namun Ia menghukum supaya umat-Nya bertobat. Hukuman Tuhan bersifat mendidik bukan menghajar. Ketiga, Israel memiliki pemimpin yang setia kepada-Nya dan mengasihi bangsanya (ayat 23,30-31). Pemimpin yang memiliki hati penuh kasih seperti ini yang akan menjadi alat untuk menyalurkan pengampunan dan pemulihan Tuhan bagi umat-Nya. Kegagalan dan keberhasilan pengalaman nenek moyang Israel mengingatkan kita bahwa gereja dan orang Kristen bisa gagal dalam perjalanan iman. Akan tetapi, gereja dan orang Kristen harus belajar dari kegagalan itu untuk berhasil dalam langkah selanjutnya. Tuhan tidak pernah membatal-kan kasih setia-Nya bagi umat-Nya meskipun umat-Nya tidak layak menerima pengampunan-Nya dan pemulihan-Nya. Hanya anugerah-Nya yang membuat kita tetap menjadi umat yang dikasihi-Nya. Doaku: Aku akan meletakkan kayu salib-Mu di hadapanku, ya Tuhan, agar setiap godaan yang muncul untuk menyangkal-Mu atau menyakiti hati-Mu dapat aku tolak dengan tegas. Buatlah aku setia melayani-Mu. |
(0.19130025490196) | (Yes 12:1) |
(sh: "Aku memiliki mimpi ...." (Selasa, 21 Oktober 2003)) "Aku memiliki mimpi ....""Aku memiliki mimpi ...." Demikianlah kata-kata Martin Luther King, Jr. pada tanggal 28 Agustus 1963, ketika ia menyampaikan pidatonya yang melawan rasisme di depan lebih dari 200.000 orang bahwa suatu hari bangsa ini [Amerika Serikat] akan membangkitkan dan menghidupi kepercayaannya. Namun, betapa pun kuatnya pengharapan King, hal itu hanyalah pengharapan. Pengharapan itu pada dirinya sendiri tidak memberikan jaminan kepastian pelaksanaannya. Pasal yang kita baca hari ini melantunkan puji-pujian kemuliaan (doksologi) bagi Allah atas semua rencana dan tindakan-Nya. Doksologi ini dapat kita bagi dengan dua bagian. Bagian pertama adalah sebuah pujian yang lebih bersifat eksklusif, terbatas dalam kalangan umat Allah (ayat 1-3). Puji-pujian dinaikkan karena meskipun Allah telah menumpahkan murka-Nya, Allah juga adalah Allah yang menyelamatkan dan menghibur umat-Nya. Puji- pujian dinaikkan meskipun hukuman tetap diberikan. Ini adalah sebuah sikap yang indah ketika seseorang menyadari bahwa Allah tetap adalah Allah yang baik meskipun Ia memberikan hukuman. Bukankah hukuman itu seharusnya diberikan sebagai akibat dosa manusia? Allah kini dilihat sebagai satu-satunya kekuatan, pengharapan dan keselamatan. Allah yang begitu baik telah mengundang umat-Nya untuk meminum air dari sumur keselamatan, Allah memberikan anugerah-Nya secara cuma-cuma (bdk. 55:1 dst.). Bagian kedua adalah pujian yang lebih inklusif, mengajak bangsa- bangsa lain untuk mengenal Tuhan yang begitu baik (ayat 4-6). Ini adalah respons yang sangat wajar. Ketika seseorang memiliki Allah yang begitu baik, adil dan mahakuasa, tidak ada hal lain yang lebih alamiah daripada mengajak semua orang untuk mengenal Dia! Renungkan: Keselamatan total bukan hanya sebuah mimpi tanpa jaminan. Allah pasti akan mewujudkan janji-Nya. Wartakan berita ini kepada satu teman Anda! |
(0.19130025490196) | (Yes 17:1) |
(sh: Penghukuman yang adil (Kamis, 2 September 2004)) Penghukuman yang adilPenghukuman yang adil. Setelah Nabi Yesaya menyatakan nubuat penghukuman Allah terhadap Damsyik (ayat 1-3), ia mengarahkan nubuatnya kepada Israel. Ini merupakan sesuatu yang tidak lazim, karena nubuat mengenai Israel ini disisipkan di tengah kumpulan nubuat Nabi Yesaya terhadap bangsa-bangsa lain (ayat 4). Berarti di hadapan Allah Yang Mahakudus, Israel dan bangsa-bangsa lain tidaklah berbeda. Maksudnya bila Israel bersalah, mereka juga akan merasakan penghukuman Allah seperti yang dialami oleh bangsa-bangsa lain. Saat hukuman Allah dinyatakan, Israel akan kehilangan kemuliaannya. Seiring dengan hukuman Allah itu, kesejahteraan mereka akan memudar. Hukuman Allah ini begitu dahsyat sehingga gambaran yang dipakai adalah Israel akan menjadi seperti sisa-sisa panen, yang tertinggal setelah musim penuaian selesai (ayat 5-6). Dalam keadaan ini, rupanya Israel akan teringat kepada Allah mereka sendiri, Yang Mahakudus (ayat 7-8). Mereka menyadari bahwa mereka tidak dapat berharap kepada para ilah palsu. Oleh karena itu, mereka menyadari keistimewaan Allah dan mengakui Dia sebagai Yang Mahakudus. Namun, konsekuensi dosa harus tetap dialami Israel (ayat 9-11). Semua ini terjadi supaya Israel sungguh-sungguh menyadari bahwa mereka tidak dapat mempermainkan Yang Mahakudus, Allah Israel. Kemudian Allah akan memulihkan mereka. Ayat 12-14 menyatakan penghukuman Allah terhadap Asyur sebagai akibat memusuhi Israel, umat-Nya. Perikop hari ini mengingatkan kita untuk tidak mempermainkan anugerah Tuhan, ataupun menganggap status kita sebagai anak Tuhan merupakan kesempatan untuk bersikap bebas tidak sopan dan hidup berdosa seperti orang yang belum percaya. Tuhan akan menghukum anak-anak Tuhan yang hidup seperti itu, karena Ia ingin mereka hidup benar dan bukan menjadi penghalang bagi orang yang belum percaya untuk datang mengenal Tuhan dan memperoleh keselamatan. Camkanlah: Anak Tuhan yang hidupnya sama seperti orang berdosa, bukan hanya tidak layak di hadapan-Nya, tetapi juga membuat orang lain tidak tertarik untuk percaya kepada-Nya. |
(0.19130025490196) | (Yeh 9:1) |
(sh: Yang menguatkan dan mengingatkan Kristen (Selasa, 24 Juli 2001)) Yang menguatkan dan mengingatkan KristenYang menguatkan dan mengingatkan Kristen. Bacaan kita hari ini masih merupakan lanjutan dari kunjungan penglihatan ke Yerusalem. Yehezkiel kini menjadi saksi dari proses eksekusi hukuman atas Yerusalem. Pertama, orang-orang yang setia kepada-Nya ditandai supaya terluput dari eksekusi. Kedua, kemuliaan Allah undur dari Bait-Nya. Ketiga, hukuman dijatuhkan. Hukuman ini tidak mengenal diskriminasi bahkan dimulai dari tempat kudus-Nya, yaitu para imam. Namun sebelum proses ini berjalan, ada alasan kuat mengapa proses itu tidak dapat ditunda lagi yaitu ketidakadilan menguasai kota Yerusalem, sebab para pemimpin dan rakyatnya berkeyakinan bahwa Allah tidak ada di Yerusalem. Pengingkaran akan keberadaan Allah merupakan bentuk lain dari menempatkan diri sendiri sebagai penguasa atas hidup kita sendiri serta atas hidup manusia lain dan alam semesta. Penglihatan Yehezkiel ini memperlihatkan beberapa kebenaran kepada kita. Setiap ketidakadilan yang terjadi dalam sebuah negara tidak akan berlangsung selamanya. Akan tiba saatnya, Allah akan bertindak untuk menghentikan ketidakadilan ini dengan penghukuman- Nya. Pergumulan dan perjuangan orang-orang benar yang hidup dalam negara yang tidak menegakkan keadilan, tidak akan pernah sia-sia. Allah memperhatikan, mencatat, bahkan mampu memelihara umat-Nya ketika sekitarnya mengalami kehancuran. Allah akan menuntut pertanggungjawaban dari setiap orang tanpa dispensasi maupun diskriminasi, bahkan tuntutan Allah akan dimulai dari tempat kudus-Nya atau dari umat-Nya (ayat 6). Kebenaran-kebenaran di atas dapat disimpulkan menjadi dua kebenaran utama yang merupakan dua sisi dari mata uang logam. Pertama, Kristen selalu mempunyai pengharapan dan penghiburan dalam situasi dan kondisi seburuk apa pun, sebab Allah adalah hakim yang adil. Kedua, kekristenan tidak boleh digunakan sebagai jubah untuk menutupi dosa-dosa kita. Renungkan: Menyalahgunakan keyakinan keselamatan di dalam Kristus demi keuntungan pribadi akan mendatangkan penghukuman, sebab Allah menuntut pertanggungjawaban. Mari kita gunakan kedua sisi mata uang logam ini untuk menguatkan sekaligus mengingatkan kita, agar kita dapat senantiasa hidup menurut kehendak-Nya. |
(0.19130025490196) | (Am 7:1) |
(sh: Indikator kesungguhan kenabian (Rabu, 23 Juli 2003)) Indikator kesungguhan kenabianIndikator kesungguhan kenabian. Nabi Amos memperoleh inspirasi ilahi lewat berbagai penglihatan (ayat 1:2,4,7,8). Berulang kali Amos beroleh penglihatan akan datangnya hukuman Allah yang dahsyat. Berulangkali pula Amos menempatkan diri di tempat umat-Nya. Ia mengajukan permohonan agar Allah mengasihani dan tidak menjatuhkan hukuman sedahsyat itu. Inilah indikator pertama kesungguhan kenabian. Seorang nabi sejati tidak mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Nabi sejati peka terhadap suara dan kehendak Tuhan tetapi juga prihatin akan keadaan umat. Sesudah dua kali berturut-turut Amos bersyafaat di hadapan Allah, pada penglihatan ketiga dan selanjutnya (ps. 8), Allah tidak lagi memberi kesempatan kepada umat-Nya untuk luput dari hukuman. Kesabaran Allah ada batasnya. Masa penghukuman itu pasti akan datang. Tidak ada waktu berbalik. Amos pun tidak lagi memohon kepada Allah untuk mengubah rencana-Nya. Amos adalah hamba Allah, maka ia tidak boleh membela umat yang berdosa lebih dari ia "membela" kebenaran Allah. Penghukuman akan terjadi, tragedi peperangan akan menghancurkan: [1] ibadah Israel yang penuh dengan kemunafikan (ayat 9; bdk. 4:4,5); [2] para penguasa dan keluarga mereka yang berlaku lalim terhadap rakyat (ayat 9,11). Lain halnya dari Amos adalah Amazia, imam palsu yang melayani Yerobeam. Yang imam ini lakukan adalah ciri nabi palsu. Untuknya kenabian atau keimaman adalah soal "cari makan" (ayat 12). Urusannya bukanlah membela umat dan menaati Tuhan tetapi memberi keyakinan-keyakinan palsu kepada raja (ayat 12). Kepalsuan membuatnya siap mengusir Amos sebab pemberitaan Amos tentang kematian Raja Yerobeam dan pembuangan Israel membahayakan (ayat 11). Semua nabi profesional hanya menubuatkan hal-hal yang menyenangkan. Renungkan: Kita pun dipanggil untuk menyatakan dan mempraktikkan kebenaran kepada keluarga dan orang-orang sekitar kita. |
(0.19130025490196) | (Ob 1:1) |
(sh: Firman yang menghukum (Senin, 17 Desember 2001)) Firman yang menghukumFirman yang menghukum. Firman Tuhan datang dalam beragam bentuk: ada yang berupa penghiburan, nasihat, ada pula yang berupa hukuman. Obaja, yang berarti hamba Allah atau penyembah Allah, dipakai Tuhan untuk menyampaikan firman-Nya kepada bangsa Edom. Firman untuk Edom adalah hukuman yang akan Tuhan timpakan kepadanya, bukan firman yang enak untuk didengar. Dosa keangkuhan Edom mengundang murka dan hukuman Tuhan. Edom melihat dirinya tinggi dan besar, berkuasa dan mapan; menganggap dirinya lebih mulia daripada bangsa-bangsa lain; merasa bahwa mereka lebih kuat dan bijaksana daripada bangsa- bangsa lain. Puncak keangkuhan yang berbuah dosa dan murka Allah adalah tatkala Edom menganggap diri tak tertandingi, bahkan oleh Tuhan sekalipun. Dalam keangkuhannya, Edom tidak lagi menyembah Allah. Edom telah melupakan Allah Ishak dan Allah Abraham. Edom lupa bahwa Tuhan sanggup melumpuhkannya, dan itulah yang akan Tuhan lakukan kepada Edom.
Keangkuhan memang dapat menipu kita. Keangkuhan meyakinkan kita
bahwa kita memang sehebat yang kita pikirkan. Keangkuhan
membutakan mata untuk melihat kenyataan dengan tepat dan
menulikan telinga untuk mendengar kebenaran tentang siapa
kita. Dan hal yang paling parah ialah keangkuhan membuat kita
menyembah diri sendiri, bukan Tuhan. Firman Tuhan memberi
kita nasihat untuk melawan keangkuhan, yakni dengan mencontoh
teladan Tuhan Yesus, "...yang walaupun dalam rupa Allah,
tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik
yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-
Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba..." ( Renungkan: Jika kedua hal tersebut diabaikan, waspadalah, sebab itu adalah awal keangkuhan dan tanda bahwa Anda mengundang Allah memberlakukan murka-Nya. |
(0.19130025490196) | (Mat 23:29) |
(sh: Yesus menghakimi (Minggu, 6 Maret 2005)) Yesus menghakimiYesus menghakimi
Sesungguhnya mereka sama sekali tidak lebih baik daripada nenek moyang mereka yang telah menganiaya para nabi. Andaikan mereka menerima nabi-nabi yang diutus Tuhan pada zaman lampau itu, mereka pasti juga akan menerima Yesus Kristus. Namun, kebencian mereka yang begitu nyata kepada Anak Allah, yang tentang Dia para nabi bernubuat, membuat jelas bahwa mereka layak menerima hukuman neraka! (ayat 33). Melalui ucapan-ucapan ini Tuhan Yesus tidak saja membongkar kepalsuan dan kegelapan hati mereka, kini Tuhan Yesus gilang gemilang mendudukkan diri-Nya sebagai Yang Benar dan yang patut didengar serta ditaati. Kecaman serius Tuhan Yesus ini ditutup dengan kerinduan terdalam hati-Nya, yaitu agar orang-orang itu rela masuk ke dalam rangkulan anugerah-Nya (ayat 37). Sayang sekali rupanya mereka akan tetap meneruskan kebencian mereka (ayat 38,39). Apabila orang menolak anugerah Allah, maka tinggal kengerian saja yang akan menjenguk mereka. Berbagai peringatan sudah Tuhan perdengarkan, kelanjutannya hanya berita-berita hukuman yang terkait dengan berita kedatangan-Nya kedua kelak (pasal 24). Orang yang terus melawan Yesus, kelak menghadap Dia sebagai terpidana. Renungkan: Menolak Yesus berarti menolak hidup dan mengundang hukuman kekal. |
(0.19130025490196) | (Kis 5:1) |
(sh: Hormati Tuhan (Rabu, 18 Juni 2003)) Hormati TuhanHormati Tuhan. Kisah Ananias dan Safira merupakan salah satu kisah paling tragis yang dicatat di Alkitab. Tragis karena beberapa penyebab. Pertama, kita menyaksikan amarah dan hukuman Tuhan yang langsung dan seketika dijatuhkan kepada orang berdosa. Tidak kepalang tanggung, Tuhan menetapkan hukuman mati kepada suami-istri ini. Kedua, tragis karena dosa mereka "nampaknya" relatif "kecil" dibanding dengan dosa yang diperbuat oleh anak Tuhan lainnya seperti Daud yang berzinah dan membunuh Uria atau Petrus yang menyangkal Tuhan. Ananias dan Safira "hanya" berbohong. Reaksi sepintas kita adalah hukuman yang diterima Ananias dan Safira tidaklah sebanding dengan dosa mereka. Ketiga, peristiwa ini tragis karena terjadi di tengah-tengah gemuruh hidup berkemenangan yang sedang melanda umat Kristen mula-mula. Secara kronologis, kisah ini didahului oleh turunnya Roh Kudus, kemudian khotbah Petrus yang diikuti oleh pertobatan 3000 orang (ps. 2); Petrus dan Yohanes menyembuhkan orang lumpuh dan keberanian mereka berbicara di hadapan Mahkamah Agama (ps. 3 dan 4); serta gambaran tentang kehidupan orang Kristen mula-mula yang membagi harta kepunyaannya dengan sesama (ps. 4). Tiba- tiba, di tengah semua luapan karya Tuhan yang menakjubkan itu, kita menyaksikan luapan kemarahan Tuhan yang mematikan. Sungguh mencengangkan dan menakutkan! Kisah Ananias dan Safira memperlihatkan keseriusan Allah dengan dosa. Tuhan menghendaki agar kita pun bersikap serius -- tidak main-main -- dengan dosa. Jika Ia tampak lunak pada kasus pelanggaran yang lain, itu dikarenakan kasih karunia-Nya yang besar. Seharusnya kita semua mengalami nasib yang sama seperti Ananias dan Safira, sebab "upah dosa ialah maut" (Rm. 6:23). Renungkan: Jangan mempermainkan Tuhan, kelunakan-Nya bukanlah pertanda kelemahan-Nya. |
(0.19130025490196) | (Why 6:1) |
(sh: Sang Anak Domba menghakimi (Kamis, 11 Agustus 2005)) Sang Anak Domba menghakimiSang Anak Domba menghakimi Yohanes telah menguatkan Gereja yang sedang menderita bahwa Kristus sudah memerintah di atas para penguasa dunia (pasal 1-2). Dalam pasal 4-5, Gereja dikuatkan bahwa melalui penderitaan Kristus menang dan karena-Nya Gereja menerima kemenangan. Kini Kristus yang menang itu, bertindak membuka keenam meterai pertama yang berisi berbagai hukuman atas dunia ini. Akibatnya terjadi kekacauan dalam dunia yang diungkapkan dengan "saling gigit" dan membinasakan sebagai dampak pemerintahan dan hukuman Kristus. Keempat meterai pertama dilambangkan oleh empat ekor kuda pembawa berbagai malapetaka. Keempat malapetaka itu bisa terjadi serempak atau berurutan. Kuda keempat yang menyimpulkan semua malapetaka itu adalah Maut yang datang menimpa penduduk dunia. Kuda pertama dan terakhir memberitahukan bahwa manifestasi hukuman dari Allah itu adalah malapetaka alam dan manusia pengikut sebagai alat si jahat. Sebagai Raja, Kristus kini memurnikan orang beriman dan menghukum mereka yang tidak tunduk kepada-Nya melalui alat-alat penyebar petaka tersebut. Seperti pemimpin mereka yang telah dibantai (Why. 5:6), para martir telah dibunuh karena iman mereka akan firman Allah dan kesaksian hidup mereka (Why. 6:9). Bagi-Nya, penderitaan umat-Nya bernilai mulia bagaikan kurban di mezbah. Penderitaan karena iman adalah jalan menuju kemenangan dan ungkapan kurban untuk kemuliaan Dia yang lebih dulu berkorban bagi kita. Dia yang telah menang dan memerintah dalam kemuliaan, mendengar doa-doa umat-Nya dan membela mereka. Dia tidak membiarkan begitu saja pengurbanan umat-Nya yang tekun dalam iman dan penderitaan, tetapi Ia bertindak menghukum kejahatan para penyebab penderitaan itu (ayat 12-17). Dia yang telah mencurahkan darah-Nya untuk umat-Nya, akan membela mereka yang karena iman kepada-Nya rela mencurahkan darah mereka. Responsku: __________________________________________________________________________________________ |
(0.19130025490196) | (Why 8:1) |
(sh: Surga sunyi senyap! (Sabtu, 13 Agustus 2005)) Surga sunyi senyap!Surga sunyi senyap! Dalam PL, sunyi senyap tidak selalu menandai keengganan orang untuk bicara, tetapi bisa berarti kebisuan orang yang gentar di hadapan murka Allah (Mzm. 31:18; Yes. 47:5). Di hadapan kekudusan Allah, semua makhluk khususnya manusia harus berdiam diri (Hab. 2:20; Mzm. 37:7; Zak. 2:13). Dampaknya seisi surga sunyi senyap. Kapan itu terjadi? Ketika meterai ketujuh dibukakan. Meterai ketujuh itu identik dengan tujuh sangkakala yang setiap kali ditiup menimbulkan berbagai wujud murka Allah yang menghancurkan jagat raya yang cemar dosa ini. Boleh jadi, hal ini menandakan murka Allah terakhir yang kelak digambarkan secara terbatas oleh berbagai petaka di bumi saat ini. Di hadapan puncak murka Allah itulah, seisi surga sunyi senyap karena gentar. Murka Allah bukan hanya bersumber pada keadilan dan kekudusan-Nya. Murka-Nya berkaitan dengan doa-doa para orang kudus. Doa-doa dan dupa penyembahan kepada Allah itulah yang meledak bak halilintar dan gempa bumi ketika dilemparkan ke bumi (Why. 8:5). Doa bukan hal sepele. Ia alat anugerah Allah bagi umat-Nya. Melalui doa Allah memelihara umat-Nya dan menghakimi dunia ini. Doa ialah strategi perang sebagai bagian pengenaan segenap senjata Allah, yang menjamin kemenangan umat-Nya (bdk. Ef. 6:18-20). Keempat sangkakala yang dicatat di pasal ini adalah hukuman peringatan (Why. 8:13b). Ada kesejajaran antara empat petaka dari sangkakala ini dengan empat petaka Allah atas Mesir (Kel. 9:22-25; 7:20-25; 10:21-23; 10:12-15). Tulah-tulah itu tidak dimaksudkan untuk melunakkan, tetapi mengeraskan hati Firaun agar rencana Yahweh meluputkan Israel terlaksana. Demikian juga, semua hukuman dari sangkakala ini hanya awal peringatan kedatangan murka akhir Allah. Hukuman dari sangkakala ini adalah tindakan pembelaan Allah atas umat-Nya yang bertujuan memberi keluputan total bagi umat Allah dari dunia yang jahat ini. Responsku: ________________________________________ ___________________________________________________ |
(0.19130025490196) | (Why 9:1) |
(sh: Bukan bertobat, tetapi mengeraskan hati (Minggu, 14 Agustus 2005)) Bukan bertobat, tetapi mengeraskan hatiBukan bertobat, tetapi mengeraskan hati Ketika sangkakala kelima ditiup, sebuah bintang jatuh yang menimbulkan malapetaka dahsyat atas dunia ini. Dari uraian tentang perusakan dahsyatnya, bintang jatuh itu adalah malaikat jahat yang ingin memusnahkan manusia. Kesimpulan ini ditopang oleh pembeberan nama si perusak, yaitu Abadon dan Apolion (bhs. Yunani) yang berarti kehancuran dan penghancur. Kehancuran itu sangat dahsyat sebab malaikat jahat itu dilepas dengan kekuatan dari lubang jurang maut untuk menghancurkan dunia (ayat 2). Menurut Yesus, Iblis sudah jatuh dari langit (Luk. 10:17-20). Iblis jatuh karena dicampakkan Yesus. Pencampakkan Iblis itu membawa akibat kehancuran tak terperi bagi manusia yang tidak bermeterai keselamatan Allah (Why. 9:4b). Kejatuhan Si Jahat membawa akibat ngeri bagi para pengikutnya. Namun, perlindungan Allah nyata bagi orang yang setia pada-Nya. Tulah dari sangkakala keenam mungkin masih menegaskan kaitannya dengan jawaban doa-doa orang kudus. Sebab, tulah sangkakala ketujuh ini keluar dari keempat tanduk mezbah emas yang di hadapan Tuhan (ayat 13). Seperti halnya angka empat dalam bagian terdahulu melambangkan seluruh penjuru bumi, tulah keenam ini adalah tindakan Allah merespons doa-doa segenap umat-Nya di seluruh penjuru bumi. Pembawa petaka kali ini adalah empat malaikat yang sekian lama diikat untuk akhirnya dibiarkan lepas menghancurkan dunia (ayat 14). Mereka mengerahkan pasukan luar biasa banyaknya. Semuanya adalah kekuatan najis yang diberi kuasa untuk membunuh sepertiga manusia (ayat 15). Api, asap, dan belerang yang mematikan manusia itu mirip dengan hukuman neraka kelak. Tujuan hukuman ini selain membela umat Allah juga untuk memperingatkan manusia akan ancaman murka kekal Allah. Namun, bagi mereka yang mengeraskan hati, hukuman peringatan Allah sekalipun hanya tambah membuat mereka mengeraskan hati lebih hebat lagi (ayat 20-21). Responsku: _________________________________________ ___________________________________________________ |
(0.19130025490196) | (Why 22:6) |
(sh: Kekudusan (Jumat, 22 November 2002)) Kekudusan
Kekudusan.
Kedua, Yohanes menyatakan bahwa dirinya adalah saksi, yang mendengar
dan melihat penglihatan-penglihatan dalam kitab Wahyu (ayat Ketiga, mereka yang tidak kudus akan dihukum (ayat 11-12). Perkataan "siapa yang cemar, biarlah ia terus cemar" tidak dimaksudkan bahwa kecemaran diperbolehkan, namun di sini menunjukkan bahwa jikalau seseorang terus keras hati dan tidak mau mendengarkan kebenaran, biarlah ia terus berada dalam keadaannya itu sesuai dengan keputusannya—ini adalah hukuman dari Allah. Kristus akan datang segera, bahkan mungkin tiba-tiba. Ia akan membalaskan kebenaran dengan keselamatan dan kejahatan dengan hukuman. Ini tidak berarti bahwa keselamatan dapat diperoleh dengan perbuatan baik. Tidak ada perbuatan baik di luar Kristus—keselamatan adalah anugerah semata. Keempat, Kristus akan menyertai orang-orang yang percaya kepada-Nya (ayat 13-17). Sedangkan bagi mereka yang sesat muncul peringatan akan hukuman (ayat 15). Kristus adalah tunas dan terang fajar yang sejati—Dialah pengharapan umat manusia.
Renungkan: |
(0.18933815686275) | (Kel 4:21) |
(ende) Tuhan dapat dikatakan sebab dari kekerasan hati Parao, karena Ia telah mengutus Musa untuk mengusahakan pembebasan umatNja. Andaikata tidak demikian, Parao tidak memberontak berkeras hati. Dalam Kitab Sutji seringkali ketidak-taatan manusia dilukiskan seperti akibat keputusan Tuhan. sikap demikian itu suatu hukuman, kebalikan daripada rahmat Tuhan. Jang membimbing manusia kearah iman dan kepatuhan. Berarti djuga, bahwa dalam rantjangan Keselamatan Tuhan adanja dosa dan pemberontakan manusia telah diperhitungkan, bahkan memainkan peranan tertentu, jang semakin djelas mengutarakan kekuasaan Tuhan menjelamatkan manusia (Bandingkan #TB Kel 7:3-5; #TB Yes 6:9-13\\). |
(0.18933815686275) | (Kel 7:18) |
(ende) Djuga dalam keadaan normal air sungai Nil dapat berwarna kemerahan-merahan karena lumpur jang hanjut dalamnja. Tetapi di Mesir Utara ini djarang terdjadi, dan kalau terdjadi, tidak membawa akibat jang merugikan. Kalau bahala pertama dihubungkan dengan gedjala alam sematjam itu pastilah apa jang terdjadi itu demikian luar biasa, sehingga dapat dianggap sebagai isjarat jang sangat istimewa. Maka dari itu penulis berbitjara tentang air sungai Nil jang berwarna merah bagaikan tentang darah, karena ini merupakan peringatan bagi rakjat Mesir, bahwa djika mereka berkeras kepala memberontak melawan perintah Tuhan, akan ada pertumpahan darah. Pengarang kitab Kebidjaksanaan memandangnja sebagai hukuman terhadap pembunuhan anak-anak Hibrani (Wis 11:6). |
(0.18933815686275) | (Yos 1:1) |
(ende) JOSJUA TJATATAN TENTANG SENI PENULIS SEDJARAH DALAM PERDJANDJIAN LAMA Permulaan seri kitab2 Perdjandian Lama, jang umumnja disebut kitab2 “sedjarah” ini, kiranja sangat pada tempatnjalah didahului dengan uraian singkat tentang dalih, jang dikenakan para pengarang, ketika mereka mnjusun kitab2 mereka. Dengan mengingat asas2 jang sama pula hendaklah karja mereka dibatja, untuk dapat dipahami dan tidak disalah-tafsikan. Dalih2 mereka berlainan dengan asas2 penulis sedjarah moderen; dan apabila orang membatja kitab2 mereka dengan berlandasan dalih moderen, tidak boleh tidak orang akan sesat djalan. Peringatan ini perlu bagi si pembatja moderen, karena manusia moderen itu “history-minded” menurut asas2 moderen, dan oleh karenanja se-akan2 setjara spontan membatja Kitab Sutji dalam tjahaja asas2 tersebut. Adapun asas pertama ialah, bahwasanja para pengarang Perdjandjian Lama itu adalah pengarang Sedjarah keigamaan, bukannja ahli ilmu sedjarah. Mereka mengutarakan kedjadian2 jang lampau demi untuk nilai dan arti keigamaannja, djuga bagi angkatan2 jang akan datang. Menurut pendapat mereka, dibelakang seluruh kedjadian itu berdirilah Allah Israil sebagai pelaku, jang memaklumkan diriNja dalam sedjarah dan memimpinnja akan keselamatan umatNja jang terpilih. Inilah jang hendak diperlihatkan dan diberitahukan para pengarang kepada pembatja2 mereka. Untuk itupun mereka diilhami Roh Kudus. Dari asas pertama itu berikutlah asas kedua: Para pengarang, djadi djuga Roh Kudus, hendak menjadjikan sedjarah jang sungguh2, jakni tjampur tangan riil oleh Allah dalam kedjadian, jang tersembunji dalam dan dibelakang banjak faktor insani. Inilah sebabnja maka Allah seringkali tampil setjara langsung dalam Kitab Sutji, dalam penampakan2, mukdjizat2 dan sabda2 jang diutjapkanNja. Tjorak agama Jahudi *dan Kristen) mengharuskan, bahwa agama itu berdasarkan kedjadian2 jang sesungguhnja, bukannja pada chajalan. Para pengarang, jang kepadanja, sunguh2 hendak mengatakan dan membenarkan sesuatu tentang kedjadian lampau jang njata. Dan siapa jang pertjaja akan Kitab Sutji dan inspirasi haruslah menerima pembenaran ini didjamin oleh Allah sendiri. Akan tetapi – dan ini merupakan asas ketiga – pembenaran jang terdjamin itu pada dirinja tidak berlaku lebih djauh daripada historisita asasi pemberitaan itu; dan dengan mutlaknja hanja mengenai garis besar historis keseluruhannja sadja. Dari segi keigamaan – inipun pendirian para pengarang sendiri – tidak diminta lebih banjak djuga. Hanja pembenaran fundamentil besar Kitab Sutji berkenaan dengan sedjarah sadjalah, jang harus diterima persesuaiannja dengan kedjadian jang objektif. Demi untuk pembenaran fundamentil itulah para pengarang mengumpulkan berita2 dan bahan2 mereka dan menjusun karja mereka. Dalam usaha itu bagi mereka tidak tersedialah alat2 ilmiah ilmu sedjarah moderen, hal mana djuga sama sekali tidak perlu untuk maksud mereka. Bahannja diambil para pengarang dari sumber2 jang sangat berlainan tjoraknja, mulai dari hikajat2 rakjat samai ke arsip2 negara. Dengan itu mereka menjusun kisah mereka tanpa banjak pernjelidikan, menurut rantjangan dan maksud mereka. Hasilnja ialah gambaran murni mengenai masa lampau dalam garis2 besarnja. Mengingat tjara kerdja ini, para pengarang dan Roh Kudus, tidak bermaksud membenarkan begitu sadja segala hal sampai perintjian2nja. Ini hanja dilakukan apabila dan sedjauh hal, itu perlu bagi pembenaran fundamentil. Pembenaran sampai perkara jang ketjil2 itu oleh karenanja djuga memungkinkan perbedaan, tingatan2 dan tjorak2. Seringkali djuga tidak mungkin lagi, untuk menentukan tingaktan pembenaran sedemikian itu sampai perkara jang ketjil2. Namun demikian, orang tidak boleh mengatakan begitu sadja, bahwa mereka tidak lain dan tidak bukan mau membenarkan garis besarnja dan bahwa perkara jang ketjil2 itu tidak pernaj mendjai bahan pembenaran. Ini sama tidak tepatnja dengan menjatakan, bahwa mereka selalu membenarkan segala berita mereka. Dari asas tersebut diatas dapatlah ditarik keismpulan, bahwa para ahli mendapat kebebasan penjelidikan jang amat besar berkenaan dengan bagian2 ketjil dan hal2 chusus dari sedjarah perdjandjian lama itu. Historisitanja jang terperintji dapat dan harus ditentukan dnenga penggunaan asas2 jang diambil dari ilmu pengetahuan moderen. Untuk sebagian besar bergantunglah semuanja itu dair sumber2 jang digunakan Kitab Sutji, sekadar tjoraknja masing2 dan nilah sedjarahnja. Untuk tiap hal tersendiri haruslah itu diselidiki dan ditentukan lebih landjut. Bagi si pembatja bukan ahli, jang membuka Kitab Sutji, satu2nja pendirian jang boleh dipertanggungdjawabkan ialah, bahwa ia membatja Kitab Sutji dengan djiwa mana kitab2 itu telah ditulis. Djadi terangnja sadja, dengan pendirian keigamaan. Ia harus memperhatikan garis2 besar dan pembenaran fundamentil, sedang mengenai bagian2 jang ketjil hendaklah sikapnja sangat terbuka. Tidaklah banjak gunanja, tiap2 kali bertanja lagi: adakah ini atau itu sungguh terdjadi, adakah ini atau itu sungguh terdjadi seperti jang dikisahkan. Kalau begitu, orang membatja Kitab Sutji sebagai buku sedjarah dan bukannja sebagai pewahjuan Allah didalam sedjarah. Itu bukanlah pendirian para pengarang, jang tidak mau menandaskan sedjarah. Itu bukanlah pendirian para pengarang, jang tidak mau menandaskan sedjarah, melainkan Allah sedjarah. Itupun jang diinginkan dan diandaikan mereka pada para pembatja. JOSJUA PENDAHULUAN Seri Kitab2 Perdjandjian Lama, jang merupakan kepustakaan sedjarah umat Allah dalam fasenja jang pertama, dimulai dengan kisah tentang pendudukan tanah, jang telah didjandjikan dibawah sumpah oleh Jahwe kepada para nenek-mojang. Itu adalah langkah kedua dalam pemenuhan sabda Jahwe dan landjutan sedjarah, jang tertjantum dalam kitab2 Musa. Tokoh utama kisah tersebut. Mempunjai nama jang sangan kena, jakni Josjua’ (atau Johosjua’): “Jahwe adalah pertolongan” atau “Jahwe adalah keselamatan”. Itu adalah nama simbolis bagi tokoh jang amat riil, jang merupakan perorangan serta perwudjudan dari pertolongan dan keselamatan dimasa jang amat genting dalam sedjarah Israil. Joshua’ adalah pemimpin kedua umat Allah dan pengganti dari pendiri, jang diutus Allah, jakni Musa, untuk menjelesaikan lebih landjut pekerdjaan jang sudah dimulai. Dibatja sekali sadja, kitab itu memberikan kesan suatu kesatuan jang sangat kompak dalam pelbagai segi. Kisahnja hanja mengenai suatu masa jang pendek, hanja setengah umur manusia. Josjua’ sudah landjut umurnja, ketika ia mulai memegang pimpinan (4, 23; 14, 12). Dan ketika ia pulang kepangkuan nenek- mojangnja dalam usia seratus sepuluh tahun, jang amat tua dan terberkati itu (24, 29), tanah itu sudah direbut dan di-bagi2. Ia mendjadi pembesar bangsa Israil, jang sungguhpun terdiri atas tigabelas suku, namun berdiri dibelakang pemimpinnja sebagai masa jang kompak dan rukun dan jang dengan sukahati mendjalankan perintah2nja serta pemerintahannja. Karja Josjua’ berlangsung dalam tiga fase jang djelas dapat dibedakan, tapi erat gandingannja dan merupakan kelandjutan satu sama lain. Demikianlah rangka kitab itu. Sesudah pengantar pendek, jang memperkenalkan Josjua’ (1, 1-9), bagian pertama (1, 10-12, 24) lalu memebrikan ichtisar pendudukan tanah itu. Setelah penjeberangan sungai Jarden setjara adjaib-itu batas alamiah Kena’an (1, 10-4, 24), rakjat disunat dan perajaan Paska dilangsungkan (5, 1-12). Lalu dikisahkan setjara agak pandjang-lebar dua gerakan tjepat untuk merebut Jeriho (5, 13-7, 24 dan ‘Ai’ (8, 1-29). Permulaan jang berhasil baik itu dikuntji dengan upatjara keigamaan jang meriah (8, 30-35). Israil bertapak kukuh ditanah perdjandjian dan mendapat landasan kuat untuk gerakan2 selandjutnja. Daerah sekitar Gibe’on, hampir dipusat tanah itu, ditaklukkan tanpa pertempuran (9, 1-27). Kemudian suatu koalisi lima radja dari selatan tanah itu ditumpas (10, 1-27) dan seluruh daerah selatan djatuh kedalam tangan Israil (10, 28-38). Suatu koalisi pelbagai radja diutara dialahkan djuga (11, 1-23), dan bagian tanah itupun mendjadi milik umat Jahwe jang terpilih. Dalam bagian kedua (13, 1-21, 45) daerah, jang direbut ber-sama2, di-bagi2 antara suku2, sehingga masing2 mendapat bagiannja. Djuga kepada kaum Levita, meskipun tidak memperoleh daerah tersendiri, atas perintah Jahwe, ditundjuk kota2 seperlunja dengan djadjahan sekitarnja sebagai tempat tinggal di-tengah2 susku2 lainnja (20, 1-21, 45). Baigan terachir (22, 1-24, 31) mengisahkan achir djalan hidup Josjua’. Suku2 seberang Jarden pulang kedaerahnja masing2, setelah tugas mereka selesai, untuk berbakti kepada Allah nenek-mojang mereka disana dan untuk mendiami daerah mereka dengan aman-tenteram (22, 1-89). Perpetjahan jang mengantjam suku2 dapat ditjegah (22, 9-34). Josjua’ lalu membuat surat wasiat rohaninja, dalam mana kesetiaan kepada Jahwe ditandaskan lagi (23, 1-16) dan dibaharui pula perdjandjian jang diadalkan dengan Jahwe di Sikem (24, 1-28); lalu suku2 bertolak kedaerah jang ditunjdjuk bagi mereka (24, 28). Penuh dengan berkah dan kemsjhuran dapatlah pahlawan besar Israil itu beristirahat dalam ketenteraman, (25, 29-31. Seluruhnja ditutup dengan beberapa tjatjatan singkat tentang makam Jusuf dan imam Ele’azar (24, 32-33). Didalam reng2an jang terang benderang dan dengan komposisi sastera jang bermutu itu kitab Josjua’ menjadjikan dengan sama therdiknja djaman sedjarah Israil dalam penggambaran jang sangat muluk kepada para pembatja. Memang soalnja bukan mengenai pemberitaan peristiwa2 belaka, melainkan komposisi jang muluk. Kenjataannja djauh lebih ruwet daripada jang digambarkan dalam kitab tersebut, kendati dapat diketemukan djuga tanda2nja. Semuanja dirantjangkan dan disusun kearah tudjuan tertentu, jang tidak memerlukan laporan jang terperintji dan teliti. Boleh djadi si penjusun kitab tidak mampu djuga menjusun laporan sematjam itu, karena kurangnja keterangan2. dengan apa jang tersedia baginja, ia toh mau menjadjikan, mungkin lebih tepat mau menjusun, suatu ichitsar umum tentang perebutan negeri itu. Menggambarkan kembali kedjadian sedjarah setjara teliti dan sesuai dengan
kenjataan, adalah dan tetaplah sukar dan sangat hipotetis. Bahkan tidak
mungkinlah menentukan dengan kepastian jang mutlak, dimasa mana tepatnja Israil
masuk Kena’an. Hal ini berganding erat dengan soal tanggal keluarnja Israil dari
Mesir, jang djuga tidak pasti. Orang dapat memilih tanggal masuk antara waktu
sekitar tahun 1350 dan sekitar tahun 1250. Dalam hal jang pertama orang dapat
menggunakan surat2 tell-Amarna untuk menentukan lebih landjut keadaan2 di
Kena’an. Surat2 tersebut adalah surat-menjurat politik para Fare’o Mesir djaman
itu dengan pembesar2 diluaran serta takluk22nja. Termasuk dalam golongan inipun
radja2 dan walinegeri2 Mesir dari Kena’an. Namun para ahli lebih tjenderung
untuk menanggalkan masuknja Israil itu sekitar 1250; dan dalam hal ini surat-
menjurat tadi tidak memberikan keterangan langsung tentang suasana tanah jang
dimasuki Israil itu. Tetapi pendapat ini lebih sesuai dnegna apa jang diandaikan
kitab Josjua’. Sebab didalamnja sama sekali tidak di-sebut2kan Mesir sebagai
kekuasaan jang dapat memperlihatkan kekuatannja; dan bahwasanja Israil, jang
baru keluar dari Mesir, hendak menetap didaerah jang takluk kepada Mesir,
kiranja sangat tidak mungkin. Kendati demikian, keadaan2 di Kena’an sekitar
tahun 1250 rupa2nja ada banjak persesuaiannja dengan keadaan, jang disebutkan
dalam surat2 tell-Amarna. Kekatjauan dan kerusuhan, jang nampak dimana2 di
Kena’an, malahan bertambah, bukannja berkurang. Mesir tidak lagi mendjalankan
kekuasaannja disana dan kedaulatannja hanja suatu chajalan juridis belaka. Mesir
diantjam di-perbatasan2 utara oleh serangan bangsa2 jang berasal dari Asia.
Hanja diketahui, bahwa Fare’o Merneptah dalam tahun 1223 mengadakan perlawatan
di Palestina lawan bangsa2 Asia dibawah pimpinan orang2 Het. Dalam naskah
kemenangan disebutkan pula Israil. Oleh karenanja anehlah, bahwa dalam kitab
Josjua’ Mesir tidak memainkan peranan. Kemudian dalam dokumen2 disebutkan
“bangsa2 lautan”. Salah satu dari antaranja ialah orang2 Felesjet, jang achirnja
berhasil mendjedjakkan kakinja di-pantai2 Kena’an dan dalam Kitab Sutji
memainkan peranan jang besar tapi buruk. Didalam kitab Josjua’ itu sendiri betul
orang2 Felesjet disebutkan, tapi tidak memainkan peranan jang aktif sebagai
musuh dan lawan terhadap Israil jang merembes, sehingga kelihatannja didjaman
itu mereka belum menetap di Kena’an dalam bentuk organisasi jang kuat. Ajat Masuknja Israil itu rupa2nja tidak berdjalan dalam masa jang kompak dan dioraganisir, seperti jang dandaikan kitab Josjua’. Tapi tepatnja suatu proses, jang berlangsung dalam pelbagai fase. Mula2 suku2 tersendiri, jang setjara damai menetap didaerah jang sedikit penguninja, terutama dipegunungan. Malahan tidak mustahillah, beberapa suku tidak pernah diam di Mesir, tetapi selalu tinggal di Kena’an dan mengulurkan tangan kepada saudara2 mereka, jang dari gurun mentjari tanah penggembalaan bagi ternaknja. Orang2 pengembara itu sama sekali tidak mahir dalam peperangan dan dalam siasat pengepungan, sehingga kota2 itu, sekiranja mereka mau, toh tidak dapat dimasuki mereka. Mereka harus mentjari tanah itu dimana tiada kota dan penduduk, jakni di pengunungan2. dari sana mereka agaknja djuga mengadakan hubungan setjara damai dnegan penduduk negeri, jang dipusatkan di-kota2. baru kemudianlah suku2 Israil mulai mengadakan gerakan perebutan dnenga kekerasan sendjata, dalam hal mana Israil berhasil menduduki beberapa kota. Tetapi lamalah keadaannja toh begitu rupa, hingga penduduk aseli tetap menguasai kota2 dan lembah2, sedangkan Israil berkediaman dipegunungan. Persendjataan Kena’an jang lebih unggul tidak memberikan kemungkinan kepada mereka untuk menghadapi pertempuran dipadang terbuka. Perebutan2 jan ditjapai adalah lebih ahsil tipu-muslihat daripada pertempuran. Israil harus berdjuang lama, sebelum ia sngguh2 dapat disebut pemilik tanah jang didjandjikan. Peperangan itu berlangsung selama djaman para hakim sampai Swqud, dan dalam pada itu Israil sering mengalam keadaan jang sangat gawat. Kitab para Hakim menjadjikan gambaran sedjarah jang lebih murni tentang perbutan tanah itu daripada gambaran selajang pandang jang diidealisir dalam kitab Josjua’. Adapun kitab ini meng-hubung2kan seluruh proses jang ruwet dari perembesan setjara damai dan perebutan dengan kekerasan itu dengan tjara jang dirangkakan serta diidealisir disekitar tokoh Josjua’. Beberapa petilan dan selingan dikisahkan dnengan pandjang-lebar, sedangkan lain2nja hanja ichtisarnja sadja dan kebanjakan dilewatkan atau disana-sini meninggalkan bekas jang njaris dapat diketahui. Dalam penjusunan kitab tersebut chronologi tidak banjak diindahkan, dan kedjadian2 jang berdjauhan di-hubung2kan satu sama lain atau dengan Josjua’, tanpa ada hubungan sematjam itu menurut kenjataannja. Bahkan situasi2 djauh kemudian diprojektir kemuka, sebaimana lebih2 halnja dengan bagian tentang pembagian jang diidealisir mengenai tanah itu oleh Josjua’, hal mana lebih didasarkan atas situasi semasa daripada atas dasar sedjarah. Mengidealisir dan merangkakan kedjadian2 itu belumlah berarti begitu sadja memalsukannja. Djelaslah kitab Josjua’ itu bukan laporan historis, sebagaimana djuga tidak demikian pula dengan kitab manapun djua dari Prdjandjian Lama atau Baru. Ahli sedjarah moderen tentunja akan berlainan sekali tjara kerdjanja daripada pengarang kiab tersebut. Tetapi tuduhan “pemalsuan sedjarab” terhadap pengaragnja, sama sekali tidak pada tempatnja. Menamakan kibtab tersebut sebuah kumpulan “hikajat dan dongeng”, karena tidak sesuai dengan pendapat2 moderen, melampaui batas2 kritik jang lajak. Memang sungguh benar, bahwa banjak kisah di- hubung2kan dnegna nama tempat2 tertentu atau dengan sisa2 tertentu dari djaman lampau (4, 9; 5,9; 7,16; 8,29; 9,27; 10,27; 14,14) dan harus memeberikan keterangan atasnja. Tidak perlu diterima pula, bahwa kedjadian itu sungguh merupakan keterangan gedjala tertentu. Didalam tradisi atau oleh si penjusun dapatlah di-hubung2kan kedjadian2 tertentu denagannja sebagai keterangan, walaupun itu sesungguhnja tiada sangkut-pautnja dengannja dan oleh karenanja djuga tidak dapat merupkan keterangan historis. Tetapi ini tidak berarti, abhwa lalu kedjadian2 itu sendiri adalah chajalan sebagai keterangan tentang gedjala dari djaman kuno. Sama mungkinnja, bahwa peristiwa itu sendiri adalah sangat riil, meskipun hubungannja dengan tempat atau monumen tertentu lebih bertjorak idiil. Djuga kenjataan, jang mesti diterima, bahwasanja dengan tokoh Josjua’ di- hubung2kan peristiwa2, jang tidak termasuk dalam riwajat hidupnja, belumlah memberikan memberikan hak, untuk lalu membuat Josjua’ mendjadi tokoh dongeng dan menerangkan peristiwa2 itu sebagai hasi chajalan. Haruslah betul2 dibedakan antara peristiwa2 itu sendiri dengan susunan dan bentuk sastera peristiwa2 itu dalam kitab Josjua’. Kebalikannja adalah lebih benar: djustru karena Josjua’ adalah tokoh jang sangat riil dari djaman jang lampau dan telah memainkan peranan jang penting sekali dalam merebut tanah itu, maka dengannja di- hubung2kanlah lainnja semua. Inipun dajaupaja untuk menandaskan pentingnja tokoh tersebut, malahan dajaupaja jang lebih efektif daripada pemikiran2 jang pandjang-lebar. Tetapi bahwasanja tokoh jang tak riil atau jang tak penting menarik kesemuanja kepada dirinja, sama sekali tidak dapat diterima. Makanja ada alasan tjukup, untuk mengukuhi tjorak historis kitab Josjua’, sebagaimana dilakukan banjak ahli. Dari kitab ini dapat ditimba keterangan2 jang sangat berharga untuk menggambarkan kembali masa lampau, meskipun diperlukan penelaahan terntentu untuk menemukan kembali kedjadian2 itu dalam keranga historisnja. Bagaima djua, tanpa kritik jang terperintjipun kitab Josjua’ menjadjikan kepada pembatjanja gambaran jang sangat riil dari kedjadian historis perebutan Palestina oleh Israil, dalam mana pribadi Josjua’ telah memainkan peranan jang penting sekali. Penemuan2 archeologi belakangan ini dapat membenarkan hal itu, walaupun harus diakui, bahwa penemuan2 itupun tidak mengurangkan kesulitan2, malahan menambahnja. Tetapi adalah tugas ilmu- pengetahuan, untuk mentjari keterangan2 lebih landjut, dan dalam pada itu tidak menempuh djalan jang termudah, dnegna memungkiri nilah sedjarah kitab Josjua’. Untuk mengemukakan pandangan historisnja atas pendudukan tanah jang didjandjikan itu, si pengarang atau para penjusun kitab Josjua’ menggunakan tradisi2 jang djauh lebih kuno, jang boleh djadi sudah ada dalam bentuk tulisan. Orang malahan dapat dnegan kemungkinan jang besar menundjukkan dari mana tradisi2 itu berasal dan mula2 dipelihara. Sebab orang menkonstatir kenjataan, bahwa kisah2 itu disangkut-pautkan dnegna tempat2 sutji tertentu di Israil; untuk itu kedjadian2 jang dikisahkan itu sungguh penting adanja. Pendudukan Jeriho dan ‘Ai ada sangkut-pautnja dnegan tempat sutji Gilgal (4, 19-20; 5, 9; 4, 8); pendudukan daerah Gibe’on pada pokoknja adalah penting bagi tempat sutji tersebut (9, 27). Pembagian tanah oleh Josjua’ di-hubung2kan dengan rumah sutji Gilgal ( 14, 6) dan Sjilo (18,1), marga Kaleb ada sangkut-pautnja dengan Hebron (15, 13; 14, 15) dan achir hidup Josjua’ serta karjanja dialihkan ke Sikem (24, 1) dan Sjilo (22, 12). Tidaklah bertentangan dengan akal, mengandaikan bahwa kisah2 tersebut dipelihara dan terdjadi di-tempat2 itu. Sumber2, jang digunakan, kadang2 diambil l.k. menurut huruf, kadang2 sangat disadur dan disesuaikan dengan pendapat2 serta situasi si pengarang. Tambahan pula dimasukkan dalam suatu keseluruhan dan oleh karenanja di-hubung2kan si pengarang sendiri dan lagi dibubuhi dengan pengantar2 serta renungan2 pribadi. Tidak selalu sama mudahlah membedakan dimana suatu naskah atau tradisi kuno berbitjara, dimana ada pembersutan dan dimana si penjusun memebrikan tambahannja sendiri. Dari sebab itulah ada perbedaan pendapat dikalangan para ahli, bila mengenai penentuan teliti djumlah dan pembatasan sumber2 itu. Tidak banjak gunanja menjebutkan semua hipotese itu salah satu, jang se-tidak2nja mungkin, setjara agak terperintji. Kisah tentang pengintaian dan perebutan Jeriho (2, 1-6, 25) jang sumbernja teranglah sudah amat kuno (4, 9). Beberapa ahli berpendapat, bahwa dalam kisah tersebut terdjalinlah dua sumber atau tradisi tersendiri. Kisah tentang pendudukan ‘Ai (7, 1-8, 29), berkenaan dnegna penaklukan Gibe’on , pertempuran lawan kelima radja diselatan dan lawan sedjumlah penguasa diutara (9, 1-10, 27; 11, 1-9). Dua petilan puisi jang dinukilkan (6, 26; 10, 12-13). Kisah jang dirangkakan tentang pendudukan kota2 diselatan Kena’an, jang enam djumlahnja (10, 28-39; 11, 10-15). Pelukisan daerah suku masing2 (13-22), dokumen mana terdiri pula atas sebuah sumber jang disadur dan ditambah oleh seorang redaktor. Oleh si penjusun kitab Josjua’ sendiri ditambahkan dari sumber2 lain: daftar kota2 Juda, jang mungkin bertanggal dari djaman Dawud (15, 21-26), dan daftar serupa itu untuk Binjamin dari djaman radja Sjaul (18, 21-28). Dapat kita tambahkan pula, bahwa riwajat Kaleb (14, 6-15; 15, 13-19) djuga diselipkan oleh redaktor terachir kitab Josjua’ dari sumber lain tersendiri. Hal inipun kiranja boleh kita katakan pula tentan gtjerita perihal suku Jusuf, seperti jang terdapat dalam 17, 14-18. Kedjadian jang ditjeritakan dalam pasal ke-22 berasal djuga dari sumber tersendiri, jang datang dari djaman para Hakim. Walaupun sangat disadur oleh penjusun kitab Josjua’, namun kisah tentang diikatnja perdjandjian di Sikem (pasal 24) adalah dari masa jang lebih kuno. Orang dapat bertanja, apa 8, 30-35, lepas dari saduran jang kuat, tida berasal dari sumber jang sama djua, dan oleh si penjusun kitab Josjua’ dilepaskan dari hubungan aselinja, untuk ditempatkannja disitu, lebih sesuai dengan pendapat teologisnja. Lepas dari sedjumlah besar tjatatan dan tambahan ketjil2, bolehlah dikatakan dengan kepastian jang agak besar, bahwa oleh si penjusun kitab sendiri setjara langsung ditambahkan: amanat kepada Josjua’ pada permulaan kitab (1, 1-11) dan jang sedjadjar dengan itu, jakni 13, 1-7; persetudjuan dnegna suku2 diseberang Jarden (1, 12-18); pemberitaan tentang sunat dan tentang perajaan Paska jang pertama di Kena’an (5, 2-12), walaupun ini boleh djadi berdasarkan berita jang lebih kuno; ichtisar pendudukan Kena’an selatan (10, 40-43); ichtisar sematjam itu bagi Kena’an utara (22, 16-25); ichtisar tentang pendudukan daerah seberang Jarden (11, 1-6) dan pengantar berikutnja atas daftar radja2 jang ditaklukkan (12, 7-8); dan djuga ichtisar tentang daerah suku2 Ruben dan Gad (13, 8-12). Pidato beasr Josjua’ dalam pasal 23 seluruhnja dikarang oleh si pengarang kitab Josjua’ sedjadjar dengan pasal 24. Melihat keterang2 Kitab Josjua’ tu sendiri orang mungkin akan menarik kesimpulan, bahwa kitab itu mendapat bentunja jang definitif pada permulaan pemerintahan Dawud, sekitar th. 1000. sebab dalam kitab itu disebutkan, bahwa Gezer didiami orang2 Kena’an (16, 10), tetapi didjaman Sulaiman kota tersebut mendjadi milik Israil dengan penduduk Jahudi (I Rdj 9, 16). Jerusjalem masih mendjadi milik orang Jebus (15, 63), jang kemudian ditaklukan oleh Dawud (II Sjem 5, 6-9). Hasor didjaman si pengarang masih berupa reruntuhan (11, 13), kota mana dibangun kembali oleh Sulaiman (I Radj 9, 15). Tempat sutji Gibe’on mendjadi pusat rakjat didjaman redaksi kitab itu (9, 2-27), dan kitab itu agaknja tidak tahu sedikitpun tentang Jerusjalem, jang oleh Dawud didjadikan tempat sutji nasional (II Sjem 6). Sebeliknja ada sebangsa perpisahan antara Juda dan Israil (11, 23), hal mana sesuai dengan situasi pada permulaan pemerintahan Dawud, ketika Isjbosjed memerintah Israil (II Sjem 2). Tetapi Kitab Josjua’ sendiri dalam banjak petilan si (para) penjusun sangat mengingatkan kepada kitab Ulangtutur atau Deuteronomium. Tjukuplah kiranja petundjuk2 jang ditempatkan pada pinggir halaman terdjemahan ini. Dengan itu lalu penanggalan kitab Josjua’ digandingkan dengan persoalan rumit tentang waktu terdjadinja kitab Ulang tutur. Karena banjak ahli mengira dapat membuktikan, bahwa kitab Ulangtutur telah disusun didjaman radja Josjijahu (640-609), maka kitab Josjua’ pun ditanggalkan didjaman itu. Ahli2 lainnja lebih suka menghubungkan dengan kegiatan sastera radja Hizkia, jang katanja djuga memainkan peranan dalam redaksi pertama kitab Ulangtutur, djadi sekitar th. 700. Karena orang berpendapat, bahwa kitab Ulangtutur diterbitkan se-dikit2nja dua kali, maka dikemukakan pula, bahwa kitab Josjua’ pun mengenal dua penerbitan pertama kali didjaman pemerintahan Josjijahu dan kedua kalinja dengan beberapa tambahan, selama atau mungkin malahan sesudah masa pembuangan (sekitar th. 500). Djadi penanggalan kitab Josjua’ bersangkut-paut dengan soal hubungan antara kitab Josjua’ dan kitab Ulangtutur. Puluhan tahun jang lalu. Banjak ahli berpendapat, bahwa kitab ini (bersama dengan kitab para Hakim) bukan hanja dari segi sedjarah sadja, tapi dari segi sasterapun merupakan kelandjutan langsung dari kelima kitab Musa. Dan katanja disusun pula dari naskah (tradisi2) jang sama dan hasil karja orang2 jang sama, jang selama atau sesudah masa pembuangan menjusun karja besar mulai dari Kedjadian sampai dengan kitab Hakim2. Tetapi dewasa ini orang melepaskan kitab Ulangtutur dari kitab2 Musa dan melihatnja sebagai permulaan dan pendahuluan suatu karja besar sedjarah, jang melingkupi kitab2 sedjarah sampai dengan kitab2 Radja2 dan hasil buah astu pena jang sama dalam bentuknja jang definitif. Kitab Josjua’ katanja merupakan bagian dari karja tersebut. Karja beasr tadi katanja djuga menenal dua perbitan, termasuk pula Josjua’, seperti telah disebutkan diatas. Tambahan2 dibubuhkan, terutama dalam kitab Radja2 jang melandjutkan sedjarah mulai dari Josjua’ sampai kemasa pembuangan. Hipotese ini – tidak kurang dan tidak lebih dari itu – boleh diterima, tetapi soal lain ialah apa perlukan itu. Bagaimanapun djua hubungannja antara kitab Sjemuel dan Radja2 dengan Ulangtutur dalam bentuknja jang definitif, namun kitab Josjua’ dapatlah dilepaskan daripadanja. Bahwasanja ada banjak titik pertemuan antara kitab Josjua’ dan Ulangtutur tidaklah dapat dipungkiri; tetapi tidak djelas begitu sadja, bahw kitab Josjua’ oleh, karenanja bergantung setjara langsung dari kitab itu sendiri. Gagasan2 keigamaan jang dirumuskan dalam kitab Ulangtutur, tidak ditjiptakan oleh kitab tersebut. Tetapi lebih merupakan titik achir perkembangan jang lama serta tradisi dan rumus penutup suatu sistim keigamaan jang untuh. Kalupun kitab itu (dalam redaksi pertama) disusun didjaman Josjijahu, maka gagasan2 jang sama itu toh sudah ditjantumkan dalam naskah2 lain, sebagaimana djuga halnja dengan kitab Josjua’. Kitab Josjua’ dapatlah, dalam hal terdjadinja serta penanggalannja, berdiri lepas dari kitab Ulangtutur dan ddipandang sebagai suatu kesatuan jang berdiri sendiri. Inipun kiranja dapat dikatakan pula tentang kitab2 Sjemuel dan Radja2. meskipun dalam kitab2 tersebut ditemukan kembali gagasan2 Ulangtutur, namur tidak berarti, bahwa kitab2 tersebut bersama dengan Ulangtutur hanja merupakan satu karja sastera sadja. Bahwasanja kitab2 Sjemuel dan Radja2 ditulis sesudah Ulangtutur dapatlah kita terima, tetapi kami tidak dapat menerima suatu penanggalan kitab Josjua’, jang bergantung daripada penanggalan kitab Ulangtutur. Atas alasan2 itu lebih baiklah orang mengukuhi sadja penanggalan jang didasarkan keterangan2 kitab itu sendiri, hang menjundjuk akan waktu permulaan pemerintahan Dawud, djadi sekitar th. 1000 sebelum Masehi. Apa kita mesti memikirkan adanja satu redaktor sadja dari kitab itu atau beberapa penjususn, jang bekerdjasama, terserahlah. Menjebutkan sautu nama jang konkritpun tiada gunanja, sebab hal itu adalah tetap perkiraan se-mata2. Tetapi, mengingat adjaran jang diutarakan dalam kitab itu, mestilah kitab itu terdjadi dikalangan Levita, jang djuga mendjadi asal kitab Ulangtutur. Karena perhatian chuus ditaruh kepada suku2, seberang Jarden dan daerahnja (13, 15-22; 1, 12-18; 22, 1-34), maka pernah dikemukakan dugaan, bahwa si pengarang berasal dari daerah itu. Apa kesimpulan itu tepat, agaknja dapat disangsikan. Dari lingkungan asalnja sangat dapat dimengerti, sebagaimana ternjata djuga dari kitab itu sendiri, bahwa karja tersebut menaruh perhatian keigamaan jang kuat dan tidak tegas berhaluan historis. Sedjarah terutama dilukiskan demi untuk makna dan nilah keigamaan jang praktis. Itu adalah permakluman allah, jang membimbing itu seluruhnja kearah maksud22Nja. Perhatian teristimewa tertudju kepada tanah Kena’an, jang dahulu didjandjikan Jahwe kepada nenek-mojang (1, 6; 5, 6; 9, 24) dan djuga benar2 diberikan (23, 1, 3-4; 24, 11-13). Sebab Jahwe adalah setia kepada djandjiNja, jang pernah diberikan, dan tidak lupa akan perdjandjian dengan nenek-mojang dan umat (1, 21, 43-45; 23, 14). Pendudukan tanah itu bukanlah terutama usaha Josjua’ tetapi pekerdjaan Allah Israil (23, 4; 3, 10; 10, 15; 23, 10). Bahwasanja Jahwe berdiri dibelakang seluruh kedjadian itu, tidak hanja ternjata dari tugas tegas dan djandji pertolongan, jang diberikan kepada Josjua’ (1, 3; 1, 5, 9; 10, 8; 11, 6), tapi djuga dari tjampurtangan adjaibNja didalam djalan kedjadian2 (3, 15; 6, 20; 18, 11). Seluruhnja hanjalah pelaksanaan perintahNja jang dahulu telah diberikanNja (10, 40; 13, 7; 14, 2). Bahwasanja umat tidak menajai Jahwe segala usahanja, hanja dapat ditjela sadja (9, 14). Josjua’ sungguh tokoh jang penting dalam kitab itu, tetapi melulu melajani maksud dan pimpinan Allah (1, 1; 3, 7). Ia adalah pemimpin jang diangkat dari umat Allah, jang sekalipun terdiri atas duabelas suku, namun satu djua dalam Allahnja, dalam ibadah dan djandji Allah (8, 33; 22, 27; 24, 14, 17). Tetapi kesetiaan Allah itu bukan tak bersjarat. Ia adalah Allah jang kuasa (3, 13; 2, 11), Allah jang mahatahu (3, 7; 6, 2, 5; 8, 18; 10, 8; 11, 6; 7, 10-11) dan lebih2 Allah jang kudus (24, 19), jang menuntut umat jang sutji. Kesutjian ini per-tama2 berwudjud kesetiaan kepada perdjandjian, kepada hukum22nja dan kepada sabda mulutNja, kestiaan dari pihak rakjat serta pemimpin2nja (8, 27; 11, 9; 15, 13; 17, 1-6; 10, 40; 11, 12, 15; 22, 6, 23). Kesetiaan ini meliputi pula tjinta jang tak terbagi (23,11) dan dalam situasi jang njata itu penghormatan se-mata2 kepada namaNja (23, 8-16). Karena itupun Israil tidak boleh bertjampur-baur dengan bangsa2 kafir Kena’an (23, 7, 12), tetapi sebaliknja harus menumpas mereka (10, 14; 11, 15). Apabila rakjat mejalahi kestiaan ini, maka Jahwe bukan hanja tidak akan menolong mereka lebih landjut, dan tidak akan mengusir bangsa2 dari depan mereka (23, 13), tetapi malahan djuga akan membatalkanpekerdjaanNja (23, 15; 24, 20). Rakjat harus mengangkat sumpah kesetiaan itu djuga untuk masa jang akan datang, sehingga keturunan mereka mengukuhi djuga perdjandjian itu (24, 22, 27). Tuntutan2 itu hendak diperkeras kitab Josjua’ dengan kedjadian2 jang dikisahkannja, jang dengan djelasnja menundjukkan bahwa kesetiaan digandjar dengan kesetiaan dan murtad dihukum dengna pnumpasan. Itulah jang harus dimaklumi orang2 semasanja; tetapi hal itupun tetap berlaku bagi angatan2 jang akan datang. Walaupun Allah akan memaklumkan diriNja sebagai Bapa jang penuh belaskasih dan baik, namum Ia tetap djuga Allah jang adil, jang tetapi mengemukakan tuntutanNja atas kesetiaan. Allah perdjandjian sendirilah, jang mendjamin keselamatan; dan Allah itulah, jang dengan perantaraan utusanNja Jesus – orang jang senama dnegan Perdjandjian Lama bukan tanpa alasan dipandang sebagai perlambangNja – mewujudkan itu, bukan umatNja. Tetapi keselamtan itu masih musjkil dan menaruh kewadjiban2 besar atas pundak umat Allah. Umat sebagai keseluruhan tidak dapat lagi tak-setia samasekali atau membatalkan djandji Allah, tetapi anggota masing2 dari umat itu datlah dengan ketidaksetiaannja membuat dirinja tak-patut untuk mengambil bagian dalam keselamatan, jang didjandjikan dan sudah terwudjudkan itu, dan untuk menikmati tanah, jang telah didjandjikan Allah kepada nenek-mojang. |