Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 41 - 60 dari 174 ayat untuk (13-3) Berapa (0.003 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.25) (Kis 7:35) (sh: Dipanggil untuk taat dan beribadah kepada Allah (Senin, 7 Juni 1999))
Dipanggil untuk taat dan beribadah kepada Allah

Dalam banyak hal, manusia memang sering mendua hati. Ingin bebas, namun enggan melepas belenggu lama. Ingin merdeka, namun takut berjuang. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk bersikap utuh? Allah telah memberi semua jaminan agar umat-Nya keluar dari perhambaan. Namun, mereka meminta Harun membuat beberapa allah untuk disembah. Allah perjanjian bukanlah allah yang dapat diperbudak. Dia bukan allah pemuas hasrat manusia. Dia adalah Allah yang esa, suci, mulia, besar, dan berdaulat. Umat Kristen dipanggil untuk taat dan beribadah kepada Allah, karena itu waspadalah terhadap sikap memuji Allah yang sekadar untuk memperoleh sukses dan memuaskan diri. Jangan sampai sebutan sebagai "orang-orang yang keras kepala, yang tidak bersunat hati dan telinga" menjadi predikat kita.

Tempat kediaman Allah. Allah mengingatkan bahwa "yang Maha Tinggi tidak diam di dalam apa yang dibuat tangan manusia" (ay. 47). Saat ini gereja dikenal sebagai tempat kita beribadah kepada Tuhan, namun tidak berarti bahwa Tuhan hanya dapat dijumpai di gereja. Gereja hanyalah sarana perjumpaan dan pengajaran Tuhan kepada umat-Nya. Yang terpenting dalam perjumpaan itu adalah sikap kita bersekutu dengan-Nya dan bagaimana kita mempraktekkan iman kepada-Nya.

(0.25) (Rm 10:16) (sh: Iman timbul dari pendengaran. (Senin, 8 Juni 1998))
Iman timbul dari pendengaran.

Banyak berita dapat didengar oleh manusia, tetapi tidak setiap berita menimbulkan iman. Seseorang menjadi percaya kepada Kristus karena mendengar firman Kristus melalui para utusan-Nya. Iman adalah tanggapan posistif yang kemudian berkembang menjadi kepercayaan yang mantap. Berapa banyak kesempatan tidak kita manfaatkan dengan benar untuk berbicara kepada siapa Tuhan pertemukan kita. Sayang sekali, pendengaran mereka kita isi dengan berita yang tidak menyangkut kebutuhan jiwa yang terutama yakni keselamatan. Mereka butuh firman Kristus, tetapi yang kita sodorkan berita lain yang juga penting, tetapi bukan yang terpenting. Mungkin kita segan, tak mempunyai keberanian atau bermasa bodoh.

Tanggapan yang menyelamatkan. Sulit sekali bagi orang Israel untuk menanggapi berita keselamatan dalam karya Kristus. Benih-benih penolakan bertumbuh subur dan kemudian membuahkan sikap yang terus menerus menentang dan membantah. Tanggapan ditentukan oleh pikiran, dan pikiran merupakan arena peperangan antara kuasa terang dan kuasa gelap. Hanya pikiran yang dikuasai oleh Roh Kudus yang peka, untuk kemudian tanggap akan setiap firman Kristus yang menyelamatkan

Renungkan: Dalam perang rohani kita perlu senjata rohani.

Doa: Karuniakan keberanian untuk memperdengarkaan firman Kristua kepada yang Tuhan tempatkan dalam lingkungan hidup kami.

(0.22) (Kej 12:10) (sh: Berjudi dengan kalkulasi pribadi (Selasa, 27 April 2004))
Berjudi dengan kalkulasi pribadi

Kadangkala saya merasa bahwa satu masalah dapat saya selesaikan sendiri tanpa bantuan orang lain, padahal orang yang lebih berpengalaman menasihati saya bahwa hal itu harus dikerjakan dalam tim. Tidak jarang, akhirnya bukan beres, pekerjaan itu malah berantakan. Saya berjudi dengan kalkulasi pribadi dan kalah!

Abram juga berjudi dengan kalkulasi pribadi, dan ia kalah! Ketika bala kelaparan menimpa Kanaan, ia memilih mengikuti kalkulasi pribadi daripada beriman kepada TUHAN yang sudah menjanjikan berkat (ayat 10). Memang, di Mesir berlimpah makanan, tetapi masalah justru datang dari pihak lain. Istrinya yang cantik menarik perhatian orang Mesir. Sekali lagi Abram dengan cepat membuat kalkulasi baru. Kali ini, ia menyuruh Sarai mengaku sebagai adiknya kepada orang Mesir (ayat 11-13). Dengan demikian, kalau orang Mesir bermaksud memperistri Sarai, mereka harus bernegosiasi dengan Abram. Maka, akan tersedia waktu untuk melarikan diri. Namun, sekali lagi kalkulasinya meleset. Firaun tertarik kepada Sarai (ayat 15-16). Tentu tidak mungkin bernegosiasi dengan Firaun. Lalu?

TUHAN pun harus turun tangan! Dengan mengirimkan tulah ke istana Firaun, Sarai dilepas, dan masalah yang ditimbulkan oleh perjudian kalkulasi itupun selesailah (ayat 17-20). Puji Tuhan!

Berapa banyak dalam hidup kita oleh karena kenekatan kita berjudi dengan kalkulasi pribadi, mengacaukan kehidupan sendiri? Bukannya dengan setia mengikut Tuhan, dan pada saat-saat susah lebih mendekat kepada Tuhan, justru kita mencoba mencari jalan pintas yang ujungnya semakin menjerat kita. Kiranya melalui kisah Abram ini kita belajar untuk lebih mempercayai Tuhan daripada otak/intuisi kita pribadi.

Tekadku: Saya akan mengandalkan Tuhan dalam setiap masalah hidup saya. Saya tidak akan berjudi dengan spekulasi-spekulasi bodoh!

(0.22) (Kej 18:1) (sh: Tiada yang mustahil bagi-Nya (Rabu, 5 Mei 2004))
Tiada yang mustahil bagi-Nya

Kisah ini melanjutkan pasal 17, karena nama Abraham di ayat 1 sebenarnya tidak ada ("kemudian TUHAN menampakkan diri kepadanya."). Jadi TUHAN lebih lanjut melalui tiga tamu Abraham menyatakan berkat-Nya melalui mengunjunginya (ayat 1-2).

Betapa pentingnya menjamu tamu dinyatakan oleh Abraham dengan mengolahkan makanan terbaik untuk dihidangkan. Sebelum itu ia membasuh kaki-kaki mereka sebagai sikap tuan rumah yang melayani tamu terhormat (ayat 3-8).

Di tengah tradisi saling menghormati itu, para tamu pun menyatakan berkat mereka (ayat 10). Di sini berkat itu tiada lain daripada berkat nubuat seorang putra yang memang sudah sungguh-sungguh dinantikan oleh pasangan Abraham dan Sara.

Ketidaksiapan Sara untuk menerima nubuat itu wajar, mengingat usia lanjut dan pengharapan yang entah keberapa kali telah dikecewakan (ayat 11-12). Namun, justru di tengah ketiadaan pengharapan, TUHAN sekali lagi menuntut penyerahan total mereka berdua. Sesungguhnya di tengah kemustahilan bagi manusia, Allah dapat menyatakan kuat kuasa-Nya yang melampaui akal manusia (ayat 14).

Berapa kali sudah Anda merasa dikecewakan Tuhan, karena pertolongan yang dirasakan begitu lambat? Mungkin Anda sudah berhenti berharap, dan tidak lagi percaya akan pertolongan-Nya. Kuatkan dan teguhkan hatimu sekali lagi, karena di saat paling lemah, di situ kuat kuasa Tuhan beroleh kesempatan untuk dinyatakan. Pertolongan akan segera datang. Janji akan segera digenapi.

Tekadku: Aku akan menantikan dengan setia dan tidak putus asa sampai Tuhan menyatakan pertolongan-Nya. Aku tahu Ia peduli kepadaku, dan tiada yang mustahil bagi-Nya.

(0.22) (Ul 26:1) (sh: Yang terbaik, untuk siapa? (Rabu, 7 Juli 2004))
Yang terbaik, untuk siapa?

Ini bukan sindiran, tetapi fakta yang sering terjadi. Berapa dari kita khusus menyiapkan "uang kecil" untuk persembahan daripada menyiapkan yang terbaik bagi pekerjaan Tuhan dengan penuh kesukaan? Apa yang menjadi motivasi dan dasar pertimbangan kita ketika menentukan mengapa dan bagaimana kita bersumbangsih dalam kebutuhan orang yang kekurangan?

Umat Israel diperintahkan untuk mempersembahkan buah sulung dari hasil panen pertama mereka setelah menduduki tanah perjanjian. Persembahan buah sulung diatur sedemikian rupa secara ritual, maksudnya mengingatkan mereka bahwa mereka berasal dari nenek moyang yang menderita penindasan dan penganiayaan sebelum Allah dalam kebaikan-Nya bertindak dan mengubah mereka dari kaum budak menjadi umat Allah yang bebas dan diberkati. Allah memberi mereka tanah perjanjian berlimpah susu dan madu. Dengan demikian persembahan hasil pertama itu keluar dari hati yang meluap dengan syukur atas kebaikan Tuhan dan pengakuan tentang hak Tuhan (ayat 1-11).

Ucapan syukur itu dirayakan bersama kaum Lewi, orang asing, para yatim dan janda. Merekalah yang menjadi prioritas untuk menikmati ucapan syukur umat Israel. Kaum Lewi adalah pekerja Kemah Suci yang tidak berpenghasilan sendiri. Orang asing tidak memiliki masa depan yang pasti kecuali dari belas kasih penduduk setempat. Janda dan yatim tidak memiliki kemampuan dan kesempatan untuk menafkahi diri sendiri (ayat 12-15).

Seorang teman bersaksi bahwa ia memberi seluruh gaji pertamanya untuk Tuhan. Seorang lagi bercerita bahwa ia membiasakan diri menimbang apakah tepat membeli sesuatu dilihat dari sisi waktu Allah dan dari sisi kenyataan banyak orang lain tidak memiliki. Bagaimana kesaksian hidup kita tentang pengaturan harta milik?

Renungkan: Wujud ucapan syukur yang berkenan kepada Allah adalah mengunjungi para yatim dan janda, membagikan berkat-berkat Allah kepada mereka yang kekurangan. Itulah wujud ibadah dari orang yang bebas dalam Allah.

(0.22) (1Sam 3:1) (sh: Kata dan makna (Jumat, 1 Agustus 2003))
Kata dan makna

Kata bukan sekadar bunyi, tetapi penyampaian makna melalui bunyi. Kata diucapkan karena ada hal yang ingin disampaikan oleh pengucapnya. Supaya itu terjadi kata tersebut harus didengar. Akan sia-sia usaha pengucap, jika ternyata tidak ada telinga yang terbuka dan kehendak yang sedia untuk mendengar.

Nas ini menyajikan perbandingan tentang dua kondisi sikap terhadap kata-kata Allah. Pertama, Samuel, anak muda yang belum pernah menerima firman Allah secara langsung, tetapi mendengar (ayat 7,9-10), dan Eli, imam dengan pengalaman kerohanian segudang yang tidak mendengar (ayat 13). Kedua, Samuel yang menyampaikan seluruh yang difirmankan Allah kepada Eli (ayat 17-18) dan Eli yang tidak menyampaikan sepenuhnya kemarahan Allah kepada anak- anaknya (ayat 12-13). Ketiga, jarangnya pernyataan firman Tuhan di zaman Eli (ayat 1) dengan tidak pernah gagal-Nya firman Tuhan pada masa Samuel. Bahkan perkataan Samuel pun sampai ke seluruh Israel (ayat 3:19-4:1a). Semua berkait dengan kata, firman, atau davar dari Allah (davar, kata Ibrani untuk 'kata'/'firman'). Karena itu, ketika Samuel bangun untuk keempat kalinya dan mendengarkan firman Tuhan, ia bangun untuk menjadi bagian dari suksesi kenabian menggantikan Eli (ayat 20). Allah sendiri yang memilih Samuel, dan Ia menyertainya (ayat 19). Dari sudut pandang narasi ini, Samuel adalah nabi yang sejati. Ia yang mendengarkan panggilan Tuhan itu bertumbuh dewasa untuk menjadi pendengar dan pemberita davar Allah yang sejati.

Jelas bahwa hidup Samuel adalah teladan, dan hidup Eli adalah peringatan bagi kita. Sebagai Kristen, entah sudah berapa banyak firman, khotbah, renungan, tulisan dll. tentang kebenaran firman Tuhan yang melewati dan meriuhrendahkan hidup kita. Jangan sia- siakan semua itu. Bangun dan dengarkan, lakukan dan beritakan!

Renungkan: Semua orang percaya adalah pemberita-pemberita firman dengan misi penting di tengah zaman yang genting (ayat 1Pet. 2:9).

(0.22) (2Raj 1:1) (sh: Selalu ada peringatan yang lebih dari cukup (Minggu, 14 Mei 2000))
Selalu ada peringatan yang lebih dari cukup

Karena begitu besar kasih Allah akan umat manusia baik sebagai individu maupun kelompok, maka Ia akan menggunakan berbagai cara dan media untuk menegur, memperingatkan, dan menyadarkan seorang manusia agar ia bertobat. Selain keberagaman cara dan media, Allah juga menggunakan keberagaman intensitas dalam menggunakan cara dan media. Itu semua disesuaikan dengan kondisi dan situasi seseorang, khususnya disesuaikan dengan berapa lama lagi manusia itu masih mempunyai kesempatan untuk hidup.

Pemahaman ini tergambar jelas dalam kisah Ahazia. Sebagai pengganti Ahab - ayahnya, ia hanya memerintah selama 2 tahun. Waktu yang singkat itu dipenuhi oleh perbuatan jahat, sehingga menimbulkan sakit hati Allah (1Raj. 22:54). Di dalam waktu yang singkat itu pula, terjadi beraneka ragam bencana, baik yang nampaknya alamiah maupun supranatural yang harus ditanggung oleh Ahazia. Di dalam bidang politik, terjadi pemberontakan oleh Moab setelah Ahaz meninggal. Peristiwa ini pasti mempengaruhi kondisi, sosial, ekonomi, dan keamanan negara Israel. Dalam bidang ekonomi, Allah menggagalkan kerjasama ekonominya dengan Yosafat (2Taw. 20:36-37). Hukuman ini adalah cara Allah memperingatkan Ahazia agar bertobat.

Ketika Ahazia 'meniadakan' Allah dengan cara mencari petunjuk dari Baal-Zebub dan dilanjutkan dengan rencananya menangkap Elia, Allah masih mau memberikan peringatan yang lebih jelas dan keras melalui hukuman api yang menimpa 2 orang perwira Ahazia dan 50 bawahannya. Hukuman ini dimaksudkan untuk menyatakan dengan lebih tegas lagi bahwa Ia ada dan jauh lebih berkuasa dari Baal.

Renungkan: Begitu besar kasih Allah kepada manusia. Itulah sebabnya Allah tetap selalu memperingatkan dosa-dosa kita lebih dari cukup.

Bacaan untuk Minggu Paskah 4:

Kisah Para Rasul 2:36-41 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Kis/T_Kis2.htm#2:36 1Petrus 2:19-25 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/1Pe/T_1Pe2.htm#2:19 Yohanes 10:1-10 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Yoh/T_Yoh10.htm#10:1 Mazmur 23 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Maz/T_Maz23.htm

Lagu: Kidung Jemaat 157

(0.22) (Neh 11:1) (sh: Kerelaan untuk berkorban (Senin, 27 November 2000))
Kerelaan untuk berkorban

Setiap Kristen tentu berharap agar pekerjaan Tuhan dapat terlaksana dengan baik. Namun berapa banyak yang mau berkorban demi terlaksananya pekerjaan Tuhan? Pemikiran inilah yang muncul tatkala Nehemia harus memilih orang-orang untuk tinggal di Yerusalem.

Sejak pembuangan ke Babel, jumlah penduduk Yerusalem jauh berkurang. Penyebabnya pertama, tanah pertanian yang menjadi mata pencaharian terletak jauh dari Yerusalem sehingga orang memilih tinggal di dekat tanah pertanian. Kedua, rakyat tidak lagi memberikan perpuluhan untuk mendukung kehidupan para imam dan orang Lewi, sehingga para pemimpin rohani ini terpaksa meninggalkan Yerusalem, kembali ke desanya, dan bekerja di tanah pertanian. Padahal sebagai ibu kota, Yerusalem harus ditinggali oleh penduduk dalam jumlah yang cukup agar pembangunan dan pertahanan dapat berjalan dengan baik. Lebih penting lagi, secara rohani Yerusalem memang harus ditinggali. Itulah sebabnya pembayaran perpuluhan kembali ditekankan (11:10-12:28). Tetapi siapa yang mau tinggal di Yerusalem? Sebagai ibu kota, Yerusalem menjadi sasaran utama ancaman para musuh. Jika demikian maka penduduknya pun rawan terhadap ancaman dan bahaya.

Tanpa perlu diundi atau diminta, para pemimpin bangsa harus mau menetap di Yerusalem. Sebagai pemimpin mereka harus memberikan contoh kepada rakyat tentang dedikasi dan bakti mereka bagi kerajaan Israel. Inilah harga yang harus dibayar oleh para pemimpin. Di saat tidak ada orang yang mau melakukan karena faktor risiko dan konsekuensi yang besar, pemimpin harus mau menerima risiko dan konsekuensi apapun. Sedangkan pemilihan rakyat yang akan menetap di Yerusalem ditentukan melalui undian sebab mereka percaya bahwa membuang undi adalah cara menentukan kehendak Allah. Nehemia berserah kepada kehendak Allah mengenai siapa yang akan tinggal di Yerusalem. Walaupun ditunjuk melalui undian, mereka yang mau tinggal di Yerusalem tetap dipuji sebab mereka telah menunjukkan kerelaan untuk berkoban, bukan hanya demi kemakmuran Yerusalem tetapi juga demi kehidupan kerohanian seluruh bangsa Israel.

Renungkan: Kerelaan kita untuk berkorban seharusnya didorong oleh kerinduan untuk menyembah dan menghormati Allah.

(0.22) (Ayb 2:11) (sh: Simpati dan Empati (Sabtu, 27 November 2004))
Simpati dan Empati

Kata-kata hiburan yang terlalu cepat diucapkan, tidak akan terlalu menolong. Kesalahan seperti ini banyak kita lihat dalam adegan-adegan film seperti ketika orang menderita sakit berat, atau mengalami kecelakaan, sering orang lain menghibur dengan ucapan: "Tidak usah kuatir. Segalanya akan beres. Engkau tidak akan mengalami masalah berat." Maksud ucapan penghiburan itu mungkin baik, tetapi sayang orang bermasalah berat tidak akan ditolong hanya dengan simpati.

Seorang perempuan misionari berusia setengah baya tiba-tiba mengalami depresi berat. Ia beroleh panggilan untuk melayani Tuhan penuh waktu belum berapa lama. Sesudah mengalami pembaruan hidup ia merasakan panggilan Allah. Tetapi mengapa kini di tengah ia menjawab panggilan itu, ia depresi? Selidik punya selidik, ternyata akar masalahnya ada di masa kecilnya. Ketika masih usia belia, ia diperkosa berulangkali oleh kakeknya sendiri. Luka batin dahsyat itu mendadak pecah. Bagaimana konselor menolongnya menjalani pemulihan diri? Tidak dengan simpati gampangan tetapi dengan empati. Ketika perempuan itu dengan pedih menangis pilu, "Di manakah Allah ketika kakekku merejang memperkosaku?" Si konselor menjawab singkat dengan nada lirih, "Ia di kamar itu juga bersamamu, menanggung derita tak terperi."

Empati sarat pemahaman teologis itu berhasil mendukung perempuan itu bangkit dari kehancurannya tentu masih diikuti oleh perjuangan panjang dan berat. Mengapa empati seperti yang diungkapkan Elifas, Bildad, dan Zofar adalah sikap yang paling tepat? Dengan menghibur dan mengucapkan kata-kata menguatkan, orang memposisikan diri lebih daripada yang dihibur. Dengan menangis, mengoyakkan baju, membisu, teman-teman Ayub memposisikan diri serendah dasar terdalam jurang derita temannya itu. Hanya ketika orang yang menderita memiliki orang lain yang sepenanggungan, ia akan sungguh tertolong.

Ingat: Satu-satunya yang mengerti penuh derita manusia adalah Kristus, sebab Ia menjadi manusia, dicobai dalam segala perkara, mati dan bangkit bagi kita. Bagikan empati Kristus itu melalui hidup Anda.

(0.22) (Ayb 11:1) (sh: Jangan cepat-cepat menghakimi (Rabu, 24 Juli 2002))
Jangan cepat-cepat menghakimi

Bagaimanakah kita bersikap terhadap orang yang sedang marah kepada Tuhan? Apakah seperti Zofar yang meminta Ayub untuk langsung mengakui dosanya dan tidak lagi mengumbar gugatan kepada Tuhan?

Sebetulnya di balik kemarahan Ayub tersembunyi kesedihan yang dalam. Ayub sudah berjalan begitu akrabnya dengan Tuhan, namun Tuhan "tega" menimpakan musibah ini kepadanya, seakan-akan sahabat baiknya itu telah berbalik dan mengkhianatinya. Itu sebabnya Ayub meradang kesakitan. Malangnya, hal inilah yang luput dilihat oleh Zofar - dan mungkin oleh kita semua - karena terlalu sibuk "membela" Tuhan. Dapat kita bayangkan perasaan Ayub mendengarkan tuduhan teman-temannya; ibaratnya sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Bukannya pembelaan dan pengertian yang didapatnya, melainkan tudingan dan penghakiman!

Secara teologis ucapan-ucapan Zofar memaparkan hal-hal yang tepat yang harus dilakukan oleh Ayub. Namun, ucapan-ucapannya tersebut tidak disertai dengan hal-hal yang aplikatif yang sesuai dengan tanda-tanda kehidupan. Penderitaan yang dialami seseorang tidak dapat hanya disentuh oleh penjelasan-penjelasan teologis. Penjelasan teologis harus disertai bahkan sarat dengan nilai-nilai kehidupan yang menyentuh dan dalam. Orang yang menderita tidak membutuhkan konsep-konsep teologis yang muluk. Yang mereka butuhkan adalah tindakan nyata dari konsep tersebut.

Dari bacaan ini dapat disimpulkan bahwa kita tidak akan dapat memahami berapa beratnya keberdosaan kita, sampai kita berusaha hidup kudus. Dengan kata lain, kita baru dapat menyadari betapa berdosanya kita, setelah kita mencoba untuk hidup benar. Kesadaran inilah yang seharusnya membuat kita berhati-hati menilai orang dan tidak sembarangan menuding orang. Pada faktanya, kebanyakan kita menyadari kesalahan yang kita perbuat; masalahnya adalah, kita sulit melawan hasrat untuk berdosa itu.

Renungkan: Tuhan membenci dosa, tetapi Ia mengasihi orang yang berdosa. Sebaliknya dengan kita: mengasihi dosa tetapi membenci orang yang berdosa.

(0.22) (Mzm 6:1) (sh: Beriman dalam pergumulan (Sabtu, 15 Februari 2003))
Beriman dalam pergumulan

Frasa bahasa Inggris berikut meringkaskan pandangan umum tentang bagaimana beriman di tengah pergumulan yang berat: "to keep a stiff upper lip". Arti bebasnya, menjaga bagian atas bibir tetap kaku pada saat apa pun, karena bibir bagian atas kita selalu bergerak dan berubah bentuk, bila sang empunya bibir atas sedang ada dalam keadaan emosional, senang atau sedih. Pendeknya, jika dalam pergumulan, tetaplah tegar, kendalikan diri, dan jangan salahkan Allah.

Pemazmur gagal total untuk melakukan itu. Jangankan menjaga bibir atasnya tetap kaku, ranjangnya pun digenangi oleh air matanya (ayat 7b). Tulang-tulangnya gemetar (ayat 4) dan matanya sembab (ayat 8). Ia mengeluh merana (ayat 3a,7a) dan bertanya, "berapa lama lagi?" (ayat 4b). Setelah itu semua, baru kemudian pemazmur menyambungnya dengan pernyataan keyakinan bahwa Allah akan menolong dan membelanya (ayat 9-11).

Mazmur ini memberikan wawasan yang sehat tentang bagaimana beriman dalam pergumulan. Darinya kita menyimpulkan suatu sikap iman terhadap pergumulan yang seimbang. Pengalaman iman kita mengizinkan kita untuk berduka, meratap, dan bahkan mengeluh. Bahkan, seperti teladan pemazmur, semua ratap dan keluhan itu ditujukan langsung kepada Allah. Ini bukan kekurang-ajaran, bukan pula ketidakpercayaan, tetapi hak dari seorang anak untuk mengeluh kepada Bapanya. Ini juga berarti memberikan kesempatan bagi Allah untuk menjawab keluhan kita dan menolong kita. Kita belajar bahwa dasar yang teguh bagi Kristen untuk menghadapi pergumulan bukanlah iman terhadap konsep, tetapi kepada Allah yang hidup, yang mendengarkan dan menjawab doa-doa kita.

Renungkan: Doa bukanlah topeng religius untuk menutupi kelemahan kita dengan tindakan rohani, tetapi ekspresi atas hubungan yang akrab dengan Allah dalam kejujuran dan penyerahan diri.

(0.22) (Mzm 35:1) (sh: Orang baik selalu kalah? (Selasa, 27 Mei 2003))
Orang baik selalu kalah?

Kadang, tindakan kita menjawab pertanyaan ini dengan seruan "ya" yang menggema. Apalagi, kata "mengalah" tidak jauh bedanya dengan kata "kalah". Bersikap dan bertindak baik adalah suatu ketidakpraktisan yang naif, terutama ketika semua orang lain bersikap gesit, tegas, sigap menjaga diri, dan agresif. Ini Indonesia, Bung! Di sini, baik berarti naif dan lemah, dan lemah berarti terpinggirkan.

Dari kacamata di atas, pemazmur mungkin termasuk sosok orang naif: ia berbuat baik, sangat baik bahkan, kepada orang yang berbuat jahat kepadanya (ayat 11-14). Bahkan, berbuat baik kepada orang- orang yang dengan agresif menjahati dirinya. Seperti manusia lainnya, kondisi ini memedihkan hatinya dan membuatnya geram. Pemazmur bereaksi, bukan membalas, tetapi mengadu kepada Tuhan. Dalam pemahamannya, bukan tangannya yang akan membalas kejahatan para musuhnya, bukan tangannya sendiri. Mazmur seruannya ini ditutup dengan suatu keyakinan, bahwa dirinya tetap akan bertahan dan memuji-muji Allah dalam ucapan syukur karena keadilan-Nya (ayat 28).

Keyakinan ini patut kita teladani. Sering kali Kristen menyerah dan berkompromi karena tidak yakin, apakah dengan berlaku benar dirinya masih dapat bertahan di dalam kerasnya persaingan hidup dalam dunia nyata ini. Mungkin banyak Kristen yang berseru dalam kata-kata yang sama dengan seruan pemazmur, "sampai berapa lama, Tuhan?" (ayat 17, bdk. 22). Jika demikian, ada baiknya kita meneladani kepercayaan yang menjadi dasar dari mazmur ini. Pemazmur percaya kepada keadilan, kemahakuasaan, dan kepedulian Allah, betapapun suramnya hidup. Iman inilah yang menjadi kekuatan untuk tetap berserah, dan bertahan dalam mengikuti jalan Tuhan.

Renungkan: Percayalah kepada Allah karena Allah itu adil. Menyerah dan mengikuti dunia berarti percaya kepada ketidakadilan.

(0.22) (Mzm 49:1) (sh: Antara harta dan martabat (Minggu, 19 Agustus 2001))
Antara harta dan martabat

Kebenaran tentang martabat manusia yang dipaparkan oleh pemazmur (ayat 21) akan dicemooh oleh masyarakat umum sebab mereka sangat mengagungkan harta. Semakin banyak harta, semakin terhormat orang tersebut. Konsep ini sudah ditanamkan ke dalam pikiran manusia sejak kecil.

Bagaimana seharusnya penilaian Kristen terhadap harta? Pemazmur tidak mengajarkan Kristen untuk anti harta. Ia juga tidak mengajarkan bahwa harta membuat martabat manusia serendah binatang. Pemazmur dengan tegas menyatakan bahwa jika manusia hanya mempunyai harta namun tidak mempunyai pengertian, martabatnya akan serendah binatang. Apakah ini berarti bahwa pengertianlah yang membuat martabat manusia tinggi? Ya! Lalu apa yang dimaksud dengan pengertian? Apakah kepandaian akademis? Tidak! Setiap manusia tidak dapat melawan satu fase dalam kehidupannya yaitu kematian. Berapa pun harta yang dimiliki, fase ini tidak dapat dihindari ataupun ditunda ketika saatnya tiba (ayat 8-11). Ditinjau dari fase ini manusia memang tidak berbeda dengan binatang seolah-olah kematian adalah tujuan akhir hidupnya (ayat 12-15). Lalu apa yang membedakan manusia dengan binatang? Tidak lain tidak bukan adalah hubungan dengan Allah yang dimilikinya (ayat 16). Hubungan ini yang membuat kematian bukan akhir dari kehidupannya (ayat 16). Inilah pengertian itu yaitu manusia yang melepaskan Allah dan mengikatkan diri kepada harta bukanlah manusia. Karena itulah Kristen tidak seharusnya menaruh hormat berlebihan kepada orang kaya (ayat 16-20).

Renungkan: Kebenaran ini sangat penting dan bersifat universal karena itu harus dipahami dan diajarkan secara serius (ayat 2-5). Sedini mungkin kebenaran ini diajarkan maka semakin cepat martabat manusia dipulihkan. Mulailah dari sekarang untuk menghormati manusia bukan berdasarkan kekayaan ataupun kedudukannya.

Bacaan untuk Minggu Ke-11 sesudah Pentakosta

Keluaran 16:2-4, 12-15

Efesus 4:17-24

Yohanes 6:24-35

Mazmur 78:14-20, 23-29

Lagu: Kidung Jemaat 365a

PA 7 Mazmur 44

Mazmur ini merupakan suatu doa permohonan bangsa Israel di saat mereka mengalami kekalahan perang. Di tengah keadaan letih dan tertekan, mereka mencoba mengingat-ingat kebaikan Tuhan pada masa lampau, namun hal itu justru membuat mereka tidak mengerti dan bertanya-tanya.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

1. Bagaimana mereka menggambarkan keadaan nenek moyang mereka (ayat 2-9)? Bagaimana mereka menggambarkan tindakan Allah pada masa lampau terhadap nenek moyang mereka (ayat 2-4)? Apakah yang menjadi faktor kemenangan nenek moyang mereka (ayat 5)? Berdasarkan apakah keyakinan mereka dibangun (ayat 6)? Berdasarkan kemenangan ini, apakah yang mereka deklarasikan? Bagaimanakah mereka mendeklarasikannya (ayat 8-9)?

2. Bagaimana keadaan mereka sekarang (ayat 10-23)? Bagaimanakah mereka menggambarkan tindakan Allah terhadap mereka (ayat 10-15)? Berdasarkan kekalahan mereka, apakah yang mereka deklarasikan? Bagaimana mereka mendeklarasikannya (ayat 16-17)? Bagaimana mereka mengajukan keberatan kepada Allah? Alasan-alasan apa yang mereka gunakan (ayat 18-23)?

3. Pertanyaan-pertanyaan apakah yang mereka ajukan kepada Allah sebagai penutup dari ratapannya ini (ayat 24-26)? Apakah Kristen memiliki kebebasan untuk mempertanyakan keraguannya kepada Allah?

4. Adakalanya Tuhan seakan-akan tertidur dan membiarkan diri kita berada dalam kesulitan (bdk Mark 4:35-41), apakah Ia benar-benar tertidur dan tidak peduli? Jika tidak, apakah yang ingin dikerjakan-Nya bagi kita melalui proses seperti ini?

5. Apa yang mereka lakukan ketika menyadari karya Allah pada masa lampau dan krisis yang mereka hadapi sekarang? Apa yang menjadi dasar dari harapan mereka (ayat 27)? Ketika ingatan terhadap apa yang telah Allah perbuat pada masa lampau tidak cukup memberikan jawaban, atas dasar apakah kita menggantungkan harapan kita? Apakah Allah tetap adalah Allah yang dapat dipercayai ketika kita tidak menemukan jawaban atas persoalan yang kita hadapi?

(0.22) (Mzm 74:1) (sh: Mengadu kepada Tuhan. (Minggu, 09 Agustus 1998))
Mengadu kepada Tuhan.

Kehancuran yang dialami umat Tuhan menjelang atau sesudah masa pembuangan teramat berat. Perbuatan musuh-musuh Israel sangat kejam, sampai merusak tanah, membunuh para nabi Tuhan dan menista Nama Tuhan. Seolah-olah Tuhan berdiam diri, tidak melakukan apa-apa dan membiarkan umat-Nya terlantar. Dalam keterjepitan itu mereka berteriak berapa lama lagi Tuhan (ayat 10-11).

Dalam pergumulan hidup yang berat, tanpa sadar kita bersikap sama dengan Asaf. Mengeluh dan mengadu. Bila itu saja tentu dapat diterima. Tetapi bila menuduh Tuhan berdiam diri membiarkan kita sendiri dalam pergumulan itu, benarkah? Tatkala gereja dibakar dan kristen dianiaya, tidak sedikit dari orang Kristen yang berteriak dalam doa. Namun janganlah isi doa kita seolah mau menuduh Tuhan atau menjadi pahlawan bagi Tuhan dengan bertindak sebagai pembela nama dan kehormatan Tuhan. Benarkah sikap demikian? Siapakah kita sehingga kita mau menjadi penasehat Tuhan? Dalam pergumulan hidup bawalah dengan tulus seluruh pergumulan Anda tanpa mendikte Tuhan. Biarlah Allah akan bertindak sendiri sebagai pahlawan kita.

Belajar dari kisah Tuhan dalam sejarah. Doa Asaf tidak berhenti di situ. Asaf merenungkan ulang mengingat sejarah perbuatan Tuhan atas umat-Nya, dari Kejadian bahkan Keluaran seterusnya (ayat 12-17). Bukankah dalam sejarah Indonesia Kristen melihat jelas kisah perbuatan dahsyat Allah? Tepat seperti Musa dan Harun, dengan mengangkat hati kita pasrah kepada Tuhan, kita yakin bahwa Tuhan sendiri bertindak demi kehendak dan nama-Nya. Tuhan tahu apa yang harus Ia lakukan untuk Indonesia. Angkatlah hati kepada Tuhan agar perkara yang kita pasrahkan kepada-Nya, diurus dan diselesaikan-Nya. Jangan sekali-kali bertindak menurut batas budi dan daya kita sendiri!

Doa: Datanglah KerajaanMu, jadilah kehendakMu di bumi seperti di surga. Kuyakin bahwa hal-hal di bumiku ini sedang Kau urus agar merupakan wujud KerajaanMu.

(0.22) (Ams 24:1) (sh: Orang jahat dan orang benar (Minggu, 29 Oktober 2000))
Orang jahat dan orang benar

Pengertian orang jahat bukan hanya orang yang merampok, membunuh, memperkosa, membuat kerusuhan, dlsb. Bagaimana dengan seorang yang menipu temannya dengan licik sampai mengalami kemelaratan? Bagaimana dengan seorang manager yang sedang meniti jenjang karier dan tak segan-segan menyingkirkan rekan saingannya? Bagaimana pula dengan seorang jutawan yang menindas hak-hak orang lemah demi ambisinya? Dan bagaimana bila ada seorang yang memutarbalikkan keadilan demi kepentingan golongan atau pribadinya? Apakah mereka dapat disebut orang benar?!

Ketika melihat kemakmuran dan kegemilangan hidup mereka, tak jarang muncul perasaan menggelitik: "Mengapa hidup mereka lebih baik dari saya yang senantiasa hidup benar di hadapan Tuhan?" Kekayaan mereka terus bertambah, kecongkakan semakin tinggi, dan mereka semakin memiliki percaya diri sebagai sumber keberhasilan. Melihat kesuksesan dan kejayaan mereka seringkali kita menjadi iri hati dan tidak puas. Tetapi bila kita melihat kesudahan mereka, barulah kita mengerti bagaimana keadilan dan kedaulatan Tuhan dinyatakan (19-20). Memikirkan kesudahan mereka akan menguatkan orang benar untuk tetap setia dalam kebenaran dan kekudusan di hadapan Tuhan. Orang benar memiliki ketahanan dan semangat jauh melebihi orang fasik, walaupun jatuh berapa kali akan tetap bangkit dan muncul sebagai pemenang (16).

Orang benar harus hidup berhikmat: merencanakan segala sesuatunya dengan baik dan mendengarkan nasihat orang lain. Dengan hikmatnya ia mengerti bagaimana mengisi hidupnya dan mempersiapkan masa

depannya (14). Hanya orang bodoh yang mengabaikan hikmat karena menganggapnya tidak penting dalam hidupnya (7).

Renungkan: Sudahkah kebenaran orang benar di atas ini menjadi realita dalam hidup Anda sebagai orang benar dalam menghadapi berbagai tantangan hidup?

Bacaan untuk Minggu ke-20 sesudah Pentakosta Yesaya 5:1-7 Filipi 4:4-9 Matius 21:33-43 Mazmur 80:7-15, 18-19 Lagu: Kidung Jemaat 376

(0.22) (Pkh 7:23) (sh: Jujur menghasilkan keuntungan (Rabu, 6 Oktober 2004))
Jujur menghasilkan keuntungan

Untuk membuat suatu garis lurus kita memakai penggaris sebaliknya, untuk membuat garis yang bengkok kita tidak membutuhkan alat. Hal ini menunjukkan lebih mudah membengkokkan sesuatu daripada meluruskannya. Hal yang sama juga berlaku pada manusia. Untuk "membengkokkan manusia" tidak diperlukan banyak usaha, sedangkan untuk "meluruskan manusia" dibutuhkan usaha.

Judul renungan ini terkesan tidak mungkin bagi situasi dunia saat ini. Orang dunia menganggap remeh soal kejujuran, bahkan jika ada kesempatan untuk melakukan kecurangan maka mereka akan mengambilnya. Firman Tuhan dalam nas ini menegaskan bahwa Tuhan menjadikan manusia dengan dilengkapi kemampuan untuk bersikap jujur, tetapi manusia melakukan kebalikannya yaitu "mencari banyak dalih" (ayat 29). Mencari banyak dalih dapat diartikan melemparkan kesalahan pada orang lain; dan membuat rancangan tipu daya untuk mencari keuntungan diri sendiri. Orang-orang yang berlaku demikian akan mendapatkan balasannya (Lih. Ams. 22:8). Kejujuran mendatangkan keuntungan yang berkelanjutan, sementara kecurangan hanya akan memperoleh keberhasilan sesaat. Bukankah kita lebih mau membeli barang dari pedagang yang jujur daripada pedagang yang curang? Bukankah kita marah tatkala ditipu ketika membeli barang atau melakukan usaha dagang? Dan bukankah kita langsung bertekad untuk tidak akan menggunakan lagi jasa orang yang telah memperdaya kita?

Bagi anak Tuhan menerapkan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari, merupakan bukti bahwa ia adalah seorang yang takut akan Tuhan. Orang jujur menghormati Tuhan dengan melakukan firman-Nya dan tidak melanggar perintah-Nya dan percaya bahwa keuntungan anak Tuhan akan berasal dari pada-Nya. Kita mampu berlaku jujur karena kita ingin menyukakan Tuhan. Kita akan mendapat keuntungan berkelanjutan dalam pekerjaan atau keluarga justru bila kita jujur.

Ingat: Berapa pun "kerugian" yang harus kita bayar karena kita berlaku jujur, Tuhan tetap akan memelihara kita.

(0.22) (Yer 43:1) (sh: Bodoh, takut, sombong, dan tidak taat (Senin, 14 Mei 2001))
Bodoh, takut, sombong, dan tidak taat

Kebodohan dan ketakutan dapat membuat seseorang sombong dan tidak taat kepada Allah. Pernyataan ini nampaknya salah sebab bukankah kepandaian dan keberanian yang membuat orang sombong dan tidak taat? Penolakan rakyat Yehuda terhadap Yeremia (2-3) merupakan bentuk ketidaktaatan dan kesombongan mereka karena kebodohan dan ketakutannya. Siapakah orang bodoh? Orang bodoh adalah orang yang menarik kesimpulan berdasarkan premis yang salah atau orang yang tidak mampu mengolah fakta menjadi kebenaran. Orang Yehuda menyimpulkan bahwa Yeremia tidak diutus Allah karena pemberitaannya tidak sesuai dengan keinginannya. Keinginannya merupakan tolok ukur. Premis mereka adalah: keinginan mereka adalah benar dan tepat untuk mereka. Mereka juga mempunyai premis bahwa Allah memberikan apa yang benar dan tepat untuk mereka. Karena itu keinginan mereka sama dengan keinginan Allah. Betapa bodoh sekaligus sombongnya mereka. Siapakah mereka yang menyamakan dirinya dengan Allah? Lebih lagi fakta membuktikan bahwa nubuat yang pernah diucapkan oleh Yeremia telah menjadi kenyataan, tidak dapatkah mereka menarik kebenaran siapakah Yeremia dari fakta itu?

Di samping itu mereka pun sedang ketakutan menghadapi Babel (3). Ketakutan mereka sebetulnya bersumber dari kebodohan mereka. Bukankah firman-Nya sudah menjamin bahwa mereka akan mendapat belaskasihan dari Babel? Allah rindu agar mereka memahami firman-Nya maka Ia mengutus lagi Yeremia untuk menegaskan firman-Nya dengan alat peraga, bahwa yang harus mereka takuti bukanlah Babel tapi Allah yang berdaulat atas semua kerajaan di dunia (8-13). Namun mereka tetap bodoh dan sombong.

Renungkan: Melihat gambaran diri mereka, kita mungkin mentertawainya. Tapi sebenarnya bukankah itu juga gambaran kebodohan, kesombongan, ketakutan kita yang seringkali memimpin kita kepada ketidaktaatan? Berapa sering kebenaran firman Tuhan kita langgar, kekudusan hidup tidak kita jaga, dan standar moral kita turunkan hanya karena alasan ekonomi keluarga dan demi karier? Apa premis kita tentang ekonomi keluarga dan karier? Dari situ akan terungkap betapa bodoh, penakut, dan sombongnya kita.

(0.22) (Yeh 7:1) (sh: Lenyapnya penglihatan, pengajaran, dan nasihat (Minggu, 22 Juli 2001))
Lenyapnya penglihatan, pengajaran, dan nasihat

Ada satu kengerian yang dahsyat dalam perkataan `kesudahanmu tiba' (ayat 2), diikuti dengan `malapetaka datang' dan `waktunya datang' (ayat 7). Waktu demi waktu umat-Nya selalu mendapat kesempatan kedua, penghukuman dibatalkan ataupun ditangguhkan. Namun di tangan Allah yang konsisten, akan tiba saat-Nya dimana palu akan diketukkan.

Yehezkiel berseru `inilah saatnya bagi Yerusalem'. Mereka akan kehilangan pengharapan, ngeri, dan malu (ayat 17). Uang berapa pun jumlahnya tidak akan dapat menyelamatkan (ayat 19). Mereka akan berusaha keras untuk mendapatkan kedamaian namun sudah terlambat (ayat 25). Penderitaan mereka akan bertambah parah sebab pada masa itu 3 sumber kekuatan rohani bagi Israel yaitu penglihatan nabi, pengajaran Taurat Allah, dan nasihat para orang-tua akan lenyap. Hilangnya ketiga sumber itu merupakan pukulan yang lebih dahsyat dibandingkan malapetaka yang didatangkan Allah atas mereka (ayat 10-14). Apa yang akan terjadi pada umat Tuhan jika sumber-sumber kekuatan rohaninya lenyap? Lenyapnya penghiburan, tidak ada lagi bimbingan, dan tidak ada lagi pengarahan akan membuat bangsa ini terus terpuruk ke dalam jurang kehancuran yang lebih dalam (ayat 27). Semuanya serba gelap, tanpa arah, dan tidak ada pengharapan. Betapa mengerikannya jika saat ini tiba.

Renungkan: Apakah umat Tuhan masa kini mungkin mengalami penghukuman berupa lenyapnya sumber-sumber kekuatan rohani? Ya, sebab penglihatan, pengajaran, dan hikmat merupakan karunia Allah sehingga Ia berhak memberikan ataupun menahannya ketika umat-Nya tidak lagi percaya kepada-Nya. Betapa tragisnya bila Allah berhenti berfirman. Karena itu berdoalah agar kelaparan akan firman Allah tidak pernah terjadi sampai Kristus datang kembali.

Bacaan untuk Minggu Ke-7 sesudah Pentakosta

Yehezkiel 2:1-5

II Korintus 12:7-10

Markus 6:1-6

Mazmur 123

Lagu: Kidung Jemaat 49

PA 3 Yehezkiel 2:1-3:15

Pertumbuhan gereja di Indonesia berdampak meningkatnya berbagai aktivitas pelayanan. Untuk mendukung berbagai pelayanan tersebut, banyak Kristen segala usia yang sekarang terlibat di dalamnya. Itu adalah fakta yang menggembirakan. Namun kita harus waspada supaya pelayanan bukan sekadar aktivitas belaka atau bahkan sebagai ajang unjuk kebolehan maupun untuk mendapatkan kedudukan dan kuasa. Oleh karena itu kita perlu mempelajari hakikat pelayanan berdasarkan panggilan Yehezkiel.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

1. Siapa yang berinisiatif dalam pelayanan Yehezkiel (ayat 3)? Kepada siapa Yehezkiel diutus (ayat 3)? Apa yang harus dilakukan oleh Yehezkiel dan siapa yang menentukan (ayat 4)? Kebenaran apa yang Anda dapatkan tentang hubungan Allah dengan pelayanan? Bagaimanakah pelayanan yang selama ini Anda lakukan?

2. Apa yang Yehezkiel alami dan sikap apa yang Yehezkiel perlihatkan (ayat 1:28)? Pentingkah hal-hal itu terjadi sebelum ia mendapatkan panggilan Allah? Apakah ini yang Anda alami sebelum terlibat dalam pelayanan, ceritakanlah! Dengan sebutan apakah Allah memanggil Yehezkiel (ayat 1)? Apa makna sebutan itu? Mengapa sebutan itu senantiasa diulang-ulang? Apa maknanya bagi sikap Yehezkiel dalam menjalankan panggilan-Nya?

3. Apa yang Allah lakukan sebelum Yehezkiel pergi untuk melayani (ayat 3:1)? Apa makna tindakan Allah bagi Yehezkiel pribadi dan pelayanannya? Apa lagi yang Allah perbuat bagi Yehezkiel (ayat 8- 9)? Pada masa kini, bagaimanakah Allah melakukan hal-hal di atas? Bagaimanakah pengalaman Anda dalam hal ini?

4. Apa yang Allah tuntut dari Yehezkiel (ayat 2:6, 8 ; 3:2, 10)? Bagaimanakah Yehezkiel harus memandang keberhasilan dalam pelayanan (ayat 5, 7)? Bagaimanakah konsep keberhasilan pelayanan dalam gereja sekarang?

5. Berdasarkan penggalian di atas bagaimanakah hakikat pelayanan yang benar? Bagaimanakah hakikat pelayanan yang selama ini Anda miliki? Bandingkanlah! Apa yang harus Anda perbaiki dan bagaimana Anda melakukannya?

(0.22) (Mat 4:18) (sh: Alih profesi (Sabtu, 1 Januari 2005))
Alih profesi

Ada banyak alasan seseorang alih profesi. Bisa disebabkan oleh kebutuhan meningkatkan taraf hidup, bisa juga dikarenakan oleh dorongan minat dan bakat. Namun, ada pula yang beralasan mendapatkan panggilan mulia Allah untuk melakukan sesuatu.

Empat murid pertama yang disebutkan pada nas hari ini memiliki profesi sebagai nelayan. Mereka adalah orang yang biasa bekerja di tengah ombak dan badai untuk mencapai hasil yang mereka harapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Entah sudah berapa lama mereka menjadi nelayan, tetapi ketika Yesus datang memanggil mereka menjadi penjala manusia, mereka segera meninggalkan jala dan perahu untuk mengikut Dia (ayat 19-20). Mereka alih profesi karena dipanggil secara khusus untuk memberitakan Injil keselamatan. Ini adalah hak yang begitu istimewa. Manusia yang lemah dan berlatar belakang biasa, dipanggil dan dijadikan alat yang dipakai-Nya untuk kepentingan Kerajaan Allah.

Mengapa mereka menerima ajakan Tuhan Yesus? Tentu karena mereka sudah mendengar pelayanan Yesus yang memberitakan Injil Kerajaan Surga (ayat 17). Pemberitaan itu disertai dengan pelbagai perbuatan baik sehingga banyak orang mengalami kesembuhan dari berbagai penyakit (ayat 23-24).

Panggilan untuk memberitakan Injil ini juga berlaku bagi kita, anak-anak Tuhan yang hidup di masa kini. Ada yang menjadi penjala manusia melalui profesi masing-masing, misalnya sebagai guru, nelayan, pegawai kantor, tenaga medis atau juru masak. Bagaimana caranya? Melalui kata-kata dan kesaksian hidup kita. Namun, ada juga yang Tuhan panggil untuk meninggalkan profesi lama supaya dapat konsentrasi melayani jiwa-jiwa yang memerlukan kasih Tuhan. Siapkah Anda alih profesi kalau memang itu adalah rencana Tuhan bagi Anda? Ambillah keputusan untuk memiliki hidup yang lebih bermakna dengan melayani Dia dan menjadi saksi-Nya.

Renungkan: Respons positif kepada panggilan-Nya akan membuat Anda menapak maju dalam rencana besar-Nya.

(0.22) (Mat 13:1) (sh: Mengerti kebenaran-Nya adalah anugerah (Senin, 5 Februari 2001))
Mengerti kebenaran-Nya adalah anugerah

Banyak Kristen datang beribadah, namun ketika mereka meninggalkan ruang ibadah, apakah dengan pengertian yang sama? Ada yang hanya mendengar namun sibuk dengan pikirannya sendiri; ada yang mendengar tetapi tidak mengerti; ada yang mendengar tetapi kemudian menafsirkannya sendiri; ada juga yang sungguh- sungguh mendengar dan mengerti kebenarannya. Tempat yang sama, nas Alkitab yang sama, dan pengkhotbah yang sama, tidak menentukan jemaat yang hadir mendapatkan pengertian yang sama pula. Mengapa demikian? Mengerti kebenaran firman-Nya adalah anugerah, yang dinyatakan bagi mereka yang mau terbuka kepada kebenaran-Nya.

Inilah yang dijelaskan Yesus ketika murid-murid-Nya menanyakan mengapa Ia memakai metode perumpamaan. Banyak orang berbondong-bondong datang, tetapi seperti nubuat nabi Yesaya bahwa mereka mendengar dan melihat namun tidak mengerti. Bukan karena Ia tidak mau menyatakan kebenaran kepada mereka, tetapi karena mereka yang mengeraskan hati, sehingga mereka tidak bertemu dengan kebenaran itu, yakni Yesus sendiri. Zaman kini banyak orang berbondong-bondong mencari gereja, tetapi berapa banyak yang sungguh-sungguh mau terbuka kepada kebenaran firman-Nya, sehingga ia mengerti, percaya, dan menyimpan kebenaran itu dalam hatinya? Bukan orang-orang yang secara fisik hadir di gereja yang dapat mengerti kebenaran-Nya, tetapi anugerah pengertian dinyatakan bagi Kristen yang haus akan kebenaran.

Arti perumpamaan seorang penabur adalah bahwa tidak semua orang yang menerima kebenaran kemudian akan berakar, bertumbuh, dan menghasilkan buah. Firman kebenaran itu harus dimengerti (diterima); diresapi (berakar); dihayati sehingga mempengaruhi pola pikir, perilaku, gaya hidup (bertumbuh); dan dipertahankan sampai menghasilkan berlipatganda (berbuah). Pergumulan, masalah, kesulitan, kekuatiran, dan segala bentuk tantangan akan merupakan ujian bagi Kristen, apakah Kristen sanggup berakar, bertumbuh, dan kemudian berbuah di tengah dunia yang menentang kebenaran.

Renungkan: Mengerti kebenaran-Nya adalah anugerah. Milikilah sikap terbuka untuk mengerti dan kemudian mengizinkan kebenaran itu mengubah hidup Anda, maka hidup Anda akan berbuah berlipatganda.



TIP #25: Tekan Tombol pada halaman Studi Kamus untuk melihat bahan lain berbahasa inggris. [SEMUA]
dibuat dalam 0.09 detik
dipersembahkan oleh YLSA