Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 41 - 58 dari 58 ayat untuk berteriak [Pencarian Tepat] (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.14589427586207) (Mzm 61:1) (sh: Memuji Tuhan, mengapa tidak? (Selasa, 15 Juni 2004))
Memuji Tuhan, mengapa tidak?

Memuji Tuhan, mengapa tidak? Raja berhak dan harus dilindungi oleh prajuritnya. Ketika prajurit Daud tidak mampu lagi untuk melindungi dirinya sebagai raja, Daud melarikan diri, menjauh dari musuhnya guna menyelamatkan dirinya.

Pelarian Daud membawanya kepada tempat yang asing. Dia terpisah dari kerabatnya dan keamanan yang selama ini ada di sekelilingnya. Apa yang diperbuat oleh Daud? Pertama, Daud berteriak sebagai ungkapan dari lubuk hatinya bahwa ia memerlukan pertolongan dari Allah. Dia percaya bahwa dari ujung bumi sekalipun, Allah dapat menolongnya, karena Allah tidak dibatasi oleh letak geografis (ayat 2-3). Di manapun dia berada, Allah sanggup menolongnya. Kedua, Daud bersukacita karena Allah telah mendengarkan doanya. Allah memberikan cahaya terang di tengah-tengah kegelapan yang mengelilinginya. Allah membuktikan bahwa Ia adalah tempat perlindungan yang paling aman dari musuh-musuh orang yang takut akan Dia (ayat 4-8). Harapan Daud kepada Allah untuk mendapat suatu perlindungan tidak bertepuk sebelah tangan. Ketiga, akhirnya melalui peristiwa ini, Daud berjanji untuk memuji Allah setiap hari, dalam waktu senang ataupun susah. Ketakutan Daud akhirnya berubah menjadi puji-pujian yang memuliakan Tuhan seumur hidupnya.

Dalam kehidupan ini, ketakutan dan kecemasan sering hadir dan membuat kita salah merespons kepada Allah. Pengalaman Daud mengajar kita untuk merespons benar terhadap Allah sehingga akhirnya dari segala situasi hidup kita bisa menghasilkan puji-pujian yang menyenangkan hati Tuhan. Tuhan tidak pernah mengecewakan orang yang takut akan Dia dan semuanya itu untuk menguji iman kita kepada-Nya.

Renungkanlah: Hadapilah segala pergumulan bersama Tuhan, sehingga akhirnya kita boleh menjadikan hidup penuh dengan pujian kepada Tuhan dalam setiap waktu.

(0.14589427586207) (Mzm 119:145) (sh: Tuhan penolong satu-satunya (Selasa, 4 Juni 2002))
Tuhan penolong satu-satunya

Tuhan penolong satu-satunya. Seperti halnya orang-orang yang berusaha melakukan segala sesuatu dengan tulus dan jujur mengalami berbagai tekanan, agaknya pemazmur pun mengalami hal yang sama. Penderitaan pemazmur karena melakukan yang benar, makin berat dan memuncak. Tetapi, keadaan ini tidak membuatnya menjauhi Allah, justru dengan konsentrasi penuh, dan dengan segala kekuatan yang ada padanya, ia berteriak minta tolong kepada Allah (ayat 145). Ia tidak menyisakan lagi tenaga dan pikirannya ketika berseru kepada Allah. Hal itu dilakukan bukan karena Tuhan tuli atau tidak mau mendengarkan seruannya, tetapi karena kepasrahan yang utuh dan penuh kepada Tuhan.

Kita melihat dua hal penting dalam sikap pemazmur ini. Pertama, ia sadar bahwa tiada sesuatu pun di dunia yang dapat menolongnya dari penderitaan ini, kecuali Tuhan. Kedua, ia juga tahu bahwa melepaskan dan melupakan Taurat hanyalah menambah beban penderitaannya, dan itu bukan jalan keluar sebab jalan keluar hanya ada pada Allah sebagai satu-satunya sumber kebaikan.

Semakin beratnya beban penderitaan pemazmur disebabkan semakin banyak orang-orang yang menjauhkan diri dari Taurat Tuhan yang mengejar pemazmur dengan maksud jahat (ayat 150). Namun, ia mengetahui cara untuk dapat bertahan, yaitu dengan mendekatkan diri kepada Tuhan. Ia yakin bahwa Tuhannya tidak pernah menjauhkan diri dari orang-orang yang mencintai Dia dan Taurat-Nya (ayat 147,148). Dari pemazmur kita belajar hal penting tentang kedekatan hubungannya dengan Allah, yaitu pemazmur merasa bahwa di dalam Taurat-Nya ia berjumpa dengan perkataan Allah yang menguatkan iman.

Renungkan: Banyak orang menjauhkan diri dari Allah karena menganggap bahwa Allah juga menjauhkan diri darinya sebab penderitaan yang dialaminya. Anggapan ini sangat salah karena Allah tidak pernah menjauhkan diri dari manusia. Bahkan ketika manusia kehilangan harapan karena pemberontakannya sendiri, karena dosa, Tuhanlah yang berinisiatif datang dan menebus manusia melalui Yesus Kristus, Putra-Nya yang tunggal.

(0.14589427586207) (Mzm 143:1) (sh: Dalam tangan Tuhan (Jumat, 29 November 2002))
Dalam tangan Tuhan

Dalam tangan Tuhan.
Tidak bisa kita sangkali bahwa pengulangan seruan pemazmur seperti "dengarkan doaku", "berikan telinga kepada permohonanku", dan "jawablah aku", memberikan kesan bahwa pemazmur "melemparkan" dirinya sepenuhnya ke dalam tangan Allah yang dipercayainya murah hati. Dua sifat Allah dimunculkan di sini (ayat 1): kesetiaan dan keadilan. Keyakinan pemazmur dilandaskan atas pengenalannya sendiri akan Allah yang telah hadir dalam sejarah bangsanya.Di tengah-tengah krisis yang dialaminya, pemazmur mengakui keberdosaannya (ayat 2). Namun, ia juga tidak menghindar dari Allah, tetapi justru Ia memerlukan Allah karena musuh-musuhnya sudah dekat mengancam jiwanya (ayat 3-6). Gambaran yang dipakai di sini sangat kelam. Pemazmur menunjukkan bahwa secara psikologis dan spiritual ia telah hancur (ayat 3), mirip seperti orang yang telah lama meninggal. Krisisnya makin menjadi-jadi ketika ia mengingat akan pekerjaan Allah dalam sejarah (ayat 5-6). Ia juga mengharapkan hadirnya titik cerah dalam situasi yang dihadapinya. Ia seperti tanah yang tandus, putus asa menantikan Tuhan.

Pemazmur terus berteriak kepada Allah, ia mengharapkan respons Allah segera. Ia memerlukan jaminan dari Allah sendiri, seakan-akan ia akan segera musnah jikalau tidak mendapatkan keselamatan dari Tuhan. Namun, sekali lagi, pemazmur tetap memahami bahwa kehendak Allah lebih dari segala sesuatu. Ia memang ingin keluar dari krisis, tetapi ia tetap ingin agar Allah sendiri yang menuntunnya melewati hari-hari yang sukar. Mazmur ini ditutup dengan seruan agar dirinya dihidupkan kembali (ayat 11). Penghidupan kembali ini bukanlah sekadar penghidupan fisik, tetapi secara mental, psikologis, dan spiritual. Ia perlu mendapatkan kesegaran dan kekuatan baru untuk hidup. Menarik sekali, karena sekali lagi kita diperhadapkan pada satu cerminan bahwa keadilan harus ditegakkan dan yang bersalah harus dihukum.

Renungkan:
Anda tidak bisa mengendalikan hidup Anda dan kesulitan-kesulitan yang menimpa Anda. Jadilah hamba yang rendah hati, bersedia masuk dalam pelukan Tuhan yang tenteram.

(0.14589427586207) (Yer 18:18) (sh: Memang harus marah (Kamis, 28 September 2000))
Memang harus marah

Memang harus marah. Hukum kasih mengajarkan kita untuk mengasihi sesama seperti diri kita sendiri. Bahkan terhadap musuh, terhadap orang yang menyakiti kita, terhadap orang yang membuat kita menderita, kita harus tetap mengasihi mereka. Tidak boleh membalas kejahatan dengan kejahatan. Jika demikian halnya, apakah kita tidak boleh marah, walaupun ada orang yang secara terang-terangan menghina iman kepercayaan kita?

Para pemimpin bangsa Yehuda sangat tersinggung dengan khotbah Yeremia sehingga mereka mengadakan kesepakatan untuk menyerangnya dengan kata-katanya sendiri dan melecehkannya (18). Bahkan mereka berusaha menjebak Yeremia, dengan menuduhnya sebagai pengkhianat dan biang keladi dari segala malapetaka yang akan menimpa bangsa Yehuda (20). Dengan dasar itu mereka mendapat alasan untuk menghukum mati Yeremia.

Dalam keadaan frustasi, takut, dan stress yang luar biasa Yeremia berteriak minta tolong kepada Allah. Ia memohon agar Allah menghukum mereka yang telah menyerang dirinya. Bahkan anak-anak dan istri mereka pun harus dikenai hukuman. Apa yang dilakukan Yeremia nampaknya bertentangan dengan hukum kasih Kristen. Bukankah seharusnya ia mendoakan pengampunan bagi musuhnya, bukannya pembalasan yang begitu mengerikan? Bukankah seharusnya ia mengasihi mereka dengan tetap membimbing agar mereka bertobat? Mengapa Yeremia justru begitu marah dan memohon agar Allah menghukum mereka? Jawabannya terletak pada apa yang telah mereka lakukan. Mereka tidak hanya memusuhi dan memfitnah Yeremia, namun mereka sebetulnya telah mencemari kebenaran Allah dengan cara memuaskan diri dengan apa yang sudah mereka jalani selama ini dan akan terus melanjutkannya (18). Mereka telah menolak firman Allah. Sebagai gantinya mereka mendengarkan ajaran, nasihat, dan 'firman' yang mereka buat sendiri. Padahal tidak ada seorang pun yang benar di antara para pemimpin rohani mereka.

Renungkan: Kristen harus marah jika ada saudara yang mengaku seiman namun menginjak-injak dan memutarbalikkan kebenaran firman Allah, lalu menggantikannya dengan pengajarannya sendiri yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.

(0.14589427586207) (Yer 30:12) (sh: Paradoks tindakan Allah (Senin, 23 April 2001))
Paradoks tindakan Allah

Paradoks tindakan Allah. Firman Tuhan yang berbicara tentang pembaharuan bangsa Yehuda terus berlanjut. Kali ini berisi berita yang paradoks yaitu pemaparan tentang penderitaan bangsa Yehuda dan pemulihannya yang semuanya disebabkan karena tindakan Allah.

Yehuda menderita penyakit yang tidak ada obatnya dan luka yang tidak dapat disembuhkan. Penderitaan fisik yang sangat mengerikan membuat mereka berteriak-teriak kesakitan. Tidak hanya fisik, mereka pun mengalami penderitaan mental sebab semua sekutunya meninggalkan. Mereka dipandang sebagai buangan yang sudah tidak berguna dan tidak layak untuk diajak bersekutu (17). Siapa yang akan berpihak kepada Yehuda ketika Allah sendiri bangkit melawannya? Mengapa Yehuda harus mengalami itu semua? Sebab Allah tidak mentolerir sedikit pun dosa yang menggerogoti manusia apalagi bangsa Yehuda sebagai umat pilihan-Nya. Allah menghajar untuk mengoreksi dan mendisiplin mereka.

Namun murka Allah tidak untuk selama-lamanya. Bila waktunya tiba, Allah akan membebaskan dan menyelamatkan umat-Nya.(16,1 7). Apa yang akan dilakukan oleh Allah? Pembangunan bangsa baik secara sosial, politik, ekonomi, martabat, maupun spiritual akan dikerjakan oleh-Nya (18-21) sehingga teriakan kesakitan akan diganti dengan nyanyian syukur kepada Allah (19). Tindakan Allah yang paling besar adalah membawa Yehuda kembali ke dalam relasi yang benar dengan diri-Nya yaitu menjadi umat-Nya dan Allah menjadi Allah mereka (23). Berkat dan keselamatan akan dialami oleh Yehuda pada saat musuh-musuhnya sedang dihancurkan oleh Allah (20, 23).

Renungkan: Koreksi dan disiplin-Nya juga akan dijatuhkan atas gereja-Nya jika Ia mendapati dosa dan kesalahan menggerogoti kehidupan gereja-Nya. Ia pun dapat menggunakan tangan-tangan musuh gereja untuk mendatangkan hajaran itu dan memporakporandakannya. Namun demikian jika hal itu terjadi, gereja harus bertobat dan jangan pesimis, karena anugerah dan belas kasihan-Nya yang mengejutkan akan memulihkan gereja dengan berkat yang berlipat ganda. Yang terpenting bagi umat Allah saat ini adalah merenungkan dan mencermati setiap peristiwa yang menimpa gereja, apakah merupakan koreksi dan hajaran dari Allah.

(0.14589427586207) (Yl 1:1) (sh: Petaka, tanpa pesan? (Kamis, 18 November 2004))
Petaka, tanpa pesan?

Petaka, tanpa pesan? Bencana yang pernah terjadi dalam sejarah suatu bangsa menjadi peringatan bagi bangsa itu. Namun, saat kemakmuran tiba, banyak orang mulai melupakannya.

Dalam nas ini, Yoel mengingatkan seluruh generasi Israel, untuk memperhatikan apakah kekacauan yang terjadi saat itu pernah dialami pada zaman leluhur mereka (ayat 2-3). Apakah yang terjadi saat itu? Suatu kengerian besar yang pernah mereka alami akibat tulah belalang digambarkan secara jelas di sini (ayat 4). Ketika bencana itu terulang kembali, tidak seorang pun menyangkanya, baik orang yang sadar maupun orang yang mabuk oleh anggur (ayat 5-7). Semua orang secara pribadi merasakan duka karena bencana itu tidak menyisakan apa pun, termasuk apa yang ada di rumah Allah (ayat 6-9). Bencana ini menghantam semua orang, termasuk para pemilik ladang yang berjerih payah menanami ladangnya. Pada waktu itu, tanah sebagai simbol berkat berubah menjadi kutukan karena tidak ada apa pun yang dihasilkannya (ayat 10-12). Akibatnya, tidak ada yang dapat dilakukan manusia. Dalam keputusasaan, mereka hanya mampu berseru kepada Allah sehingga menggerakkan umat Allah dan imam untuk berteriak memohon pertolongan-Nya dalam sikap perkabungan dan ritus (ayat 13-14). Betapa mengerikannya bencana itu. Berbagai malapetaka yang menimpa umat Allah itu menunjukkan bahwa hari Tuhan sudah dekat (ayat 15-18).

Peristiwa demi peristiwa yang terjadi pada bangsa Indonesia, dari krisis ekonomi, politik bahkan moral, janganlah hanya menjadi catatan sejarah pada masa kini. Semua itu harus menjadi peringatan, agar umat Allah di Indonesia sepenuhnya berserah pada-Nya dan bangsa ini meninggikan kebenaran. Lewat peristiwa bencana yang terjadi, manusia baru sadar pentingnya bergantung penuh kepada Allah. Sebagai orang Kristen apakah reaksi Anda di tengah krisis? Apakah berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia membuat kita senantiasa ingat pada Tuhan, sebagai sumber penolong yang melepaskan kita dari bencana itu?

Renungkan: Meski tidak semua bencana adalah hukuman Tuhan, orang Kristen patut bertanya apa pesan Tuhan lewat bencana tersebut.

(0.14589427586207) (Yl 2:1) (sh: Koyakkanlah hatimu! (Sabtu, 16 Juni 2001))
Koyakkanlah hatimu!

Koyakkanlah hatimu! Suasana perkabungan yang nampak luar belum tentu mewakili perkabungan hati. Seorang bisa menangis histeris tak henti dalam suasana upacara pemakaman walaupun sesungguhnya hatinya bersorak penuh kemenangan karena sejenak kemudian seluruh harta warisan ayahnya jatuh ke tangannya sebagai pewaris tunggal. Allah tidak menghendaki perkabungan yang nampak luar, tetapi perkabungan hati umat-Nya. Allah tidak akan tertipu dengan ucapan mulut penuh tangisan tanpa kehancuran hati penyesalan dosa.

Seruan pertobatan dalam perikop ini nampak sangat penting, mendesak, serius, dan membutuhkan respons kebulatan hati (12). Hukuman yang mereka alami jelas merupakan akibat dari ketidaksetiaan mereka sebagai umat pilihan- Nya, maka Allah yang setia menghendaki perkabungan hati bukan upacara perkabungan sekadar tradisi (13). Ketidaksetiaan harus dibayar dengan perkabungan hati dan pertobatan total, segenap hati berbalik kepada Allah perjanjian. Betapa maha kasihnya Allah yang tetap setia kepada umat-Nya walaupun umat-Nya telah ‘memaksa’- Nya melaksanakan hukuman-Nya. Pertobatan total kembali membuka jembatan berkat dan diperkenan-Nya korban persembahan umat-Nya, yang sebelumnya tertahan karena ulah umat-Nya (14). Seruan ini harus diperdengarkan kepada setiap orang segala usia: dari yang tua sampai kepada bayi (16) dan para imam menjadi perantara perdamaian umat-Nya dengan Allah (17). Melalui ibadah yang kudus dan sehati, mereka harus datang dan memohon kasih sayang Tuhan untuk memulihkan umat-Nya dari keadaan yang memalukan dan menjadi cela bagi bangsa- bangsa lain yang tidak mengenal Allah (17). Betapa menyedihkan, umat yang seharusnya membawa harum nama Allah, justru ‘menyembunyikan’ Allah dalam kebisuan dan ketidakberdayaan.

Renungkan: Seruan “Koyakkanlah hatimu!” juga diperdengarkan di tengah bangsa kita, agar menerima anugerah pertobatan dan pengampunan. Seruan yang membutuhkan respons serius, segera, dan segenap hati. Milikilah hati seperti Yoel yang dengan berani menyerukan dengan tegas agar bangsa berseru memohonkan pertobatan. Relakah Kristen membayar harga sebuah perdamaian dan pemulihan bangsa kita tercinta dengan hati yang hancur di hadapan- Nya dan berteriak memohonkan belas kasih sayang Tuhan?

(0.14589427586207) (Mat 8:18) (sh: Setia belum tentu percaya, betulkah? (Minggu, 21 Januari 2001))
Setia belum tentu percaya, betulkah?

Setia belum tentu percaya, betulkah? Mukjizat penyembuhan yang dilakukan Yesus menarik orang banyak menjadi pengikut-Nya. Namun kerinduan 2 orang yang ingin mengikuti Yesus dan reaksi murid- murid-Nya ketika mereka diserang angin ribut, mengajarkan kepada kita bahwa pengikut Kristus adalah orang-orang yang setia kepada-Nya dan berani menembus badai bersama-Nya.

Seorang ahli Taurat menyatakan keinginannya mengikut Yesus kemana pun Ia pergi. Ketika Yesus mengatakan bahwa Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya, ia mengurungkan niatnya, sebab ia tidak rela hidup seperti Yesus dimana pengharapannya tidak terletak pada apa yang diberikan dunia. Kedua, pemuda yang mohon izin terlebih dahulu untuk menguburkan ayahnya, baru mengikut-Nya. Dalam ajaran Yudaisme, jenazah dikuburkan pada hari kematian. Pemuda ini ingin menunaikan kewajibannya untuk tinggal bersama ayahnya hingga ayahnya meninggal. Yesus mengajarkan bahwa kesetiaannya kepada orang-tua tidak boleh melebihi kesetiaannya kepada Yesus. Pengajaran ini juga ditujukan kepada kita. Allah sudah memberkati kita, namun baik harta maupun hubungan yang kita miliki dengan sesama tidak boleh menjadi lebih penting dibandingkan melayani- Nya.

Murid-murid-Nya tetap menjadi pengikut-Nya walau telah mendengar tuntutan kesetiaan penuh itu. Namun ketika mereka sedang di dalam perahu bersama Yesus diserang ombak dan badai besar, mereka menjadi takut. Mereka melihat bahwa kekuatan alam lebih besar daripada Yesus, maka mereka berteriak: "Kita binasa" yang berarti Yesus pun akan ditelan alam. Yesus marah melihat ketakutan mereka.

Renungkan: Kesetiaan kita harus dibuktikan pula dengan keberanian dan ketegaran ketika serangan dan ancaman yang melebihi kekuatan kita akan melumat kita.

Bacaan untuk Minggu Epifania 3

Yunus 3:1-5, 10

I Korintus 7:29-31

Markus 1:14-22

Mazmur 62:5-12

Lagu: Kidung Jemaat 446

PA 3 Matius 6:19-34

Hidup di Indonesia setelah tahun 1998 adalah hidup yang penuh kekuatiran. Kekuatiran mulai dari hal keselamatan hingga ekonomi. Berita tentang demonstrasi, tawuran, hingga peledakan gedung hampir selalu mengisi media massa. Belum lagi berita kenaikan harga BBM, listrik, gas, dan sembako. Semuanya itu membuat orang selalu kuatir tidak terkecuali Kristen. Haruskah Kristen juga hidup dalam kekuatiran? Apakah kuatir itu? Bagaimana menghentikan kekuatiran?

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

1. Apa yang harus murid-murid Yesus lakukan (ayat 19-20)? Apa seharusnya pandangan kita tentang nilai harta di bumi dan harta di surga (ayat 19)? Jika demikian, apakah Yesus melarang Kristen bekerja dan mencari untung? Jelaskan! Apa makna mengumpulkan harta di surga? Mengapa penilaian tentang harta sangat penting (ayat 21)?

2. Apa fungsi mata bagi manusia? Bagaimana jika manusia berjalan dengan fokus penglihatan bercabang? Demikian pula apa yang akan terjadi dengan hidup kita jika fokus kita bercabang dua antara harta di bumi dan harta di surga (ayat 21-22)?

3. Bagaimana seharusnya pengabdian kita kepada Allah (ayat 24)? Mengapa tidak dapat mengabdi kepada keduanya? Beri contoh!

4. Berdasarkan kebenaran dari pertanyaan no 3, mengapa kita dilarang kuatir (ayat 25)? Apa yang terkandung dalam pengertian kuatir? Dalam ayat ini Yesus mengajarkan tentang sikap yang tidak terfokus kepada harta. Setujukah Anda? Jelaskan!

5. Apa yang diajarkan oleh Yesus tentang percaya kepada Allah (ayat 26, 28-30) dan tentang kesia-siaan kekuatiran (ayat 27)? Jika demikian, bagaimana seharusnya sikap kita dalam menjalani hidup (ayat 31)?

6. Apa prioritas utama murid-murid-Nya (ayat 33)? Kata 'dahulu', apakah berarti yang pertama atau yang paling penting? Jelaskan! Apa yang dimaksud dengan Kerajaan Allah? Apa yang akan ditambahkan kemudian? Selain jangan kuatir, prinsip apa lagi yang ingin diajarkan oleh Yesus dalam ayat 34?

7. Saat ini apakah yang menjadi kekuatiran Anda? Bagaimanakah kebenaran di atas menolong Anda untuk berhenti kuatir? Apa yang harus Anda cari dahulu atau prioritaskan dalam kehidupan Anda?

(0.14589427586207) (Mat 27:27) (sh: Diam di Tengah Penganiayaan (Rabu, 12 April 2017))
Diam di Tengah Penganiayaan

Pada umumnya orang-orang yang teraniaya dan diperlakukan tidak adil akan menuntut keadilan. Mereka akan protes, berteriak, melakukan demonstrasi, dan berusaha sekuat tenaga untuk membuktikan dirinya benar dan tak sepantasnya menerima perlakuan yang tidak adil.

Reaksi Yesus terhadap ketidakadilan atas diri-Nya terkesan janggal di mata orang banyak. Ia terlihat pasrah dan menerima perlakuan yang tidak adil. Penderitaan yang dialami Yesus bukan disebabkan karena Ia terbukti bersalah, melainkan dipicu oleh kebencian serta kedengkian para elite agama Yahudi. Di sini, Matius menggambarkan begitu detail penyiksaan terhadap Yesus, Ia dibawa oleh para serdadu (27), pakaian-Nya ditanggalkan dan dikenakan jubah ungu sebagai tanda olok-olokan kepada Dia (28); kepala-Nya diberi mahkota duri dan dihina oleh para serdadu itu (29); Ia diludahi dan kepala-Nya dipukul (30); dan Ia kembali diejek oleh para serdadu dan dibawa menuju tempat penyaliban (31).

Jika kita mengalami kondisi seperti Yesus, mungkin kita akan protes dan mengajukan gugatan sebagai bentuk perlawanan atas ketidakadilan. Kenyataannya, tak satu kata dan keluhan yang terucap dari mulut Yesus. Mungkin karena lelah atau memang tak perlu berucap apa pun juga terhadap mereka, sebagaimana Ia juga tak menjawab segala tuduhan yang diajukan oleh para pemimpin Yahudi (lih. Mat. 27:12, 14).

Yesus terlihat diam saat dianiaya. Bukan karena Ia tidak berdaya. Sebagai Putra Allah, Yesus memiliki kuasa Allah untuk menghancurkan para musuh-Nya. Ia memilih diam, seperti domba kelu dibawa ke pembantaian. Pada bagian ini memang tidak disebutkan alasan mengapa Yesus diam. Tetapi dalam nubuat Yesaya dijelaskan mengapa Yesus diam, yaitu dalam rangka menggenapi nubuat mengenai Hamba Allah yang menderita (Yes. 53:7).

Ketika Anda mengalami pergumulan berat, belajarlah berdiam diri di hadapan Tuhan dan carilah kehendak-Nya! Niscaya Anda memperoleh jawaban-Nya. [MFS]

(0.14589427586207) (Mrk 15:20) (sh: Jeritan Anak Manusia (Jumat, 18 April 2003))
Jeritan Anak Manusia

Jeritan Anak Manusia. Dalam perjalanan hidup kita tidak hanya bertemu dengan saat-saat yang menggembirakan, tetapi juga saat-saat yang mencekam dan menyedihkan. Biasanya di saat-saat seperti itu tidak jarang kita bertanya kepada Allah mengapa Ia membiarkan kita mengalami penderitaan ini?

Dari pembacaan ini, kita juga melihat bagaimana Yesus merintih dan berteriak dalam penderitaan-Nya yang amat sangat kepada Allah, ""Eloi, Eloi, lema sabakhtani?", yang berarti: Allah-Ku, Allah- Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" Anak Manusia harus menderita di atas kayu salib bukan karena kesalahan-Nya, tetapi karena Ia menggantikan kita karena menanggung kesalahan kita.

Seruan Yesus itu membuktikan bahwa Allah sungguh-sungguh meninggalkan Yesus dalam penderitaan-Nya. Sang Bapa meninggalkan Anak-Nya bukan karena Ia membenci-Nya, tetapi karena Allah membenci dosa yang ditanggung oleh Anak-Nya, sebab Allah itu kudus. Kekudusan-Nya menuntut untuk tidak berkompromi dengan dosa. Allah meninggalkan Anak-Nya supaya kita diselamatkan. Sebab jika Allah membela Anak-Nya maka kita pasti binasa. Dalam perkataan lain, Allah meninggalkan Yesus dan berdiri di pihak kita supaya kita diselamatkan.

Itu berarti bagi Yesus, salib merupakan suatu pergumulan yang paling pahit dan mengerikan dalam hidup-Nya tetapi bagi manusia, salib Yesus merupakan berita sukacita, karena melalui kematian-Nya kita dibebaskan. Berita sukacita itulah yang mendorong umat beriman agar kita merayakan hari kematian Yesus bukan dengan sedih dan putus asa, tetapi dengan iman dan pengharapan bahwa kematian Yesus merupakan jaminan keselamatan kita.

Renungkan: Allah tidak pernah meninggalkan umat-Nya ketika mengalami penderitaan. Sebab Ia bergumul bersama kita mencari jalan keluar dari segala penderitaan. Ia adalah Allah Imanuel, Allah beserta kita.

(0.12505222298851) (2Raj 4:38) (sh: Belajar dari keyakinan Elisa (Sabtu, 20 Mei 2000))
Belajar dari keyakinan Elisa

Belajar dari keyakinan Elisa. Bila Kristen masa kini ditanya: "Mengapa kamu yakin bahwa Allah akan memelihara kamu melalui segala kesulitan?" Jawabannya dapat bermacam-macam. Namun bila pertanyaan ini kita tujukan kepada Elisa, maka jawabannya adalah "Sejarah sudah membuktikan bahwa Allah senantiasa memelihara hamba-Nya, dan tentunya juga akan memelihara aku."

Jawaban Elisa ini merupakan dasar bagi sikap dan tindakan dia ketika menghadapi kelaparan yang melanda Gilgal, sementara itu serombongan nabi datang menemuinya. Dia tidak bingung, panik, atau cemas menghadapi situasi demikian. Sebaliknya, ia malah menyuruh bujangnya untuk menaruh kuali yang paling besar dan memasak sesuatu dalam jumlah besar. Dalam situasi normal, permintaan Elisa bukanlah perkara yang besar, namun dalam keadaan kelaparan melanda seluruh negeri maka permintaan Elisa bukanlah perkara kecil. Lalu ketika bujangnya mengumpulkan sulur-suluran dan labu liar - tanaman yang tidak mereka kenal, Elisa pun tidak menolak. Bahkan ketika para nabi berteriak-teriak karena tanaman itu beracun, Elisa dengan tenangnya meminta tepung dan melemparkannya ke dalam kuali sehingga makanan yang beracun itu menjadi tawar dan enak!

Sikap dan tindakan Elisa ini pasti berdasarkan pemeliharaan Allah terhadap Elia melalui burung gagak, seekor binatang yang nampaknya tidak mungkin berguna bagi manusia. Tanaman liar dan beracun yang nampaknya tidak mungkin berguna bagi manusia tentunya dapat dipergunakan Allah untuk memelihara hamba-Nya. Demikian juga peristiwa memberi makan 100 orang adalah mirip dengan peristiwa dimana Elia dipelihara melalui janda Sarfat. Elisa yakin bahwa Allah berbuat seperti yang pernah diperbuat-Nya kepada hamba-Nya Elia. Elisa melihat sejarah sebagai bukti bahwa Allah peduli dan sanggup memelihara umat-Nya, dan berdasarkan sejarah itu pula maka Elisa mempunyai keyakinan yang teguh untuk melandasi sikap dan tindakannya.

Renungkan: Alkitab penuh dengan fakta sejarah. Allah telah membuktikan bahwa Ia peduli dan sanggup memelihara umat-Nya sepanjang zaman. Seharusnya kita pun mempunyai keyakinan seperti Elisa di dalam menghadapi segala ancaman dan kesulitan yang mengelilingi kita, karena keyakinan inilah yang akan melandasi sikap dan tindakan kita.

(0.12505222298851) (Ams 25:8) (sh: Lidah: bagian kecil tapi besar perannya (Rabu, 1 November 2000))
Lidah: bagian kecil tapi besar perannya

Lidah: bagian kecil tapi besar perannya. Berkata, bernyanyi, berteriak, bersorak, berkomentar, bertanya, memuji, mengutuk, mengeluh, memfitnah, menyindir, menghina, dll., semuanya menggunakan lidah. Kita menyadari bahwa tidak mudah mengendalikan lidah walaupun merupakan bagian kecil dalam tubuh kita. Dengan lidah yang sama kita bisa melakukan hal yang positif dan negatif bersamaan, pada orang yang sama pula.

Beberapa hal dikemukakan penulis Amsal dalam perikop ini. 1). Ketika kita bermasalah dengan orang lain (8-10), ada beberapa nasihat: tidak terburu-buru menghadapkan orang sebagai `terdakwa' karena belum sampai kesalahannya diakui, justru kita yang dipermalukan; dan bila kita harus membela perkara kita jangan sampai kita menceritakan kejelekan orang lain, sehingga justru umpatan berlaku bagi kita seumur hidup. 2). Ketika kita mengatakan sesuatu tepat waktu akan menjadi suatu perkataan yang sangat indah (11, 12, 15, 25). Teguran pun yang biasanya dihindari orang akan indah di telinga orang yang ditegur bila dikatakan dengan bijaksana. Perkataan yang lembut juga dapat memenangkan hati yang keras. Dan kabar baik dari kerabat yang lama tidak memberi kabar melegakan pengharapan seseorang. 3). Ketika kita salah mempergunakan lidah, misalnya: berkata dusta atau membual demi gengsi (14, 18); menyanyi bagi orang yang sedih akan menambah kepiluan hatinya (20); suka menimbulkan pertengkaran membuat kita dijauhi relasi (24); mengobral kata pujian (27). Penulis juga menghubungkan antara lidah, mata, hati, dan keberadaan diri seutuhnya. Apa artinya? Apa yang kita nyatakan melalui lidah hendaklah berdasarkan kecermatan mata, kemurnian hati, dan totalitas diri. Mengendalikan diri berarti mengendalikan lidah, mata, dan hati. Inilah proses pengendalian diri yang sesungguhnya..

Bagaimana kita dapat belajar mengendalikan diri kita? Pelajari dengan cermat apa yang kita lihat sebagai dasar respons lidah kita, sehingga kita tidak terlalu gegabah meresponi sesuatu. Kemudian nyatakan dengan lidah yang dikendalikan oleh hati yang murni dan bijaksana, sehingga tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat kata.

Renungkan: Dengan lidah kita dapat mempermalukan diri sendiri, tetapi juga dapat membangun citra diri dan masa depan orang lain, semuanya bergantung pada kita sebagai pengendali.

(0.12505222298851) (Yes 36:1) (sh: Keangkuhan (Jumat, 24 September 2004))
Keangkuhan

Keangkuhan. Alkitab berulangkali menceritakan tentang musuh-musuh Israel yang bersikap sombong terhadap mereka (umat pilihan Allah), seperti: Mesir (Kel. 1:8-22), Babel (Yes. 14:13-20), Persia (ayat 2Taw. 36:20), dll. Akan tetapi, mereka tidak dapat memusnahkan Israel tanpa seizin Allah.

Raja Asyur, Sanherib, telah menyerang kota tempat pertahanan Yehuda dan merebutnya (ayat 1) lalu mengirimkan pesan kepada seluruh Israel dengan maksud hendak mengintimidasi mereka (ayat 2-10). Dengan sengaja utusan Raja Sanherib ini berteriak memakai bahasa yang dimengerti oleh seluruh bangsa Israel (ayat 11-15). Bahkan juru minuman raja Asyur itu menghina Allah Israel dengan membandingkan-Nya dengan dewa-dewa dari negara-negara yang dikalahkan Asyur (ayat 18-20). Tindakan-tindakan semacam ini sampai kini masih efektif untuk melemahkan mental orang. Pada zaman itu, perang dua negara berarti juga pertarungan para dewa yang disembah oleh masing-masing negara itu. Negara yang menang menunjukkan kuasa dewa yang disembahnya lebih besar dari dewa yang negaranya kalah. Hal ini menyatakan bahwa dewa Asyur telah mengalahkan Ashima-dewa Hamat; Rimon-dewa Arpad; Anamalekh-dewa Sefarwaim. Bukan itu saja, juru minuman tersebut juga membandingkan kesuburan tanah Yehuda dengan Asyur (ayat 16-17). Hal ini berarti raja Asyur berusaha mengalihkan perhatian bangsa Israel dari janji Allah Israel yang telah digenapi untuk memberikan negara Yehuda sebagai Tanah Perjanjian kepada janji raja Asyur. Akan tetapi, karena para pejabat Yehuda itu mengikuti perintah Hizkia maka mereka tidak membalas perkataan utusan raja Asyur itu (ayat 21).

Mungkin kita sering menghadapi ejekan atau hinaan yang diucapkan oleh orang yang tidak percaya karena iman percaya kita kepada Yesus, atau mengalami sikap tidak sopan karena keyakinan yang berbeda dengan mereka. Janganlah takut jika hal ini menimpa diri kita sebab tidak ada sesuatu yang akan terjadi terhadap kita tanpa kehendak-Nya (Yer. 29:11).

Renungkan: Terimalah tiap ejekan dan hinaan karena iman, bukan sebagai serangan kepada diri Anda, tetapi kepada Tuhan kita.

(0.12505222298851) (Yer 14:17) (sh: Kristen, pemerintah, dan bangsanya (Jumat, 22 September 2000))
Kristen, pemerintah, dan bangsanya

Kristen, pemerintah, dan bangsanya. Mengapa Allah begitu tega menghabisi umat-Nya sehingga menimbulkan kengerian bagi bangsa-bangsa lain (15:3-4)? Yeremia sendiri pun berduka karena penderitaan yang tak kunjung reda yang akan dialami oleh puteri bangsanya. Tidak ada seorang pun yang akan luput dari penghukuman itu (17-18). Kemana pun mata memandang pasti akan dijumpai mayat-mayat yang bergelimpangan, baik karena pedang ataupun kelaparan. Para nabi dan imam seakan-akan berada di negeri yang tidak dikenal. Sebab kondisi dan situasinya jauh berbeda sebelum bangsa Yehuda mengalami penghukuman Allah.

Kita juga dapat mendengar bangsa Yehuda yang berteriak-teriak, menolak percaya bahwa Allah telah sungguh-sungguh meninggalkan mereka (19). Teriakan pengakuan dosa mereka, permohonan untuk tidak dihukum, dan agar Allah mengingat perjanjian dengan mereka, tidak lagi dipedulikan oleh Allah (20-21). Bahkan pertobatan yang dinyatakan dengan pengakuan bahwa Allahlah satu-satunya sumber pengharapan dan kehidupan mereka juga tidak didengar oleh-Nya (22). Allah tetap tidak akan membatalkan atau menunda penghukuman-Nya sekalipun Musa dan Samuel ada di tengah-tengah mereka (15:1). Tidak ada pilihan bagi masa depan bangsa Yehuda selain kehancuran. Pilihan yang tersedia bagi mereka hanyalah maut, pedang, kelaparan, atau menjadi tawanan.

Mengapa semua itu harus terjadi? Karena dosa yang dilakukan oleh Manasye, raja Yehuda terhadap dirinya dan seluruh bangsanya sungguh amat jahat, melebihi apa yang dilakukan oleh bangsa Amori yang bukan umat pilihan Allah (lihat kembali 2Raja 21:1-16). Negara yang diperintah oleh raja yang tidak takut akan Tuhan hanya akan mendatangkan malapetaka dan penderitaan bagi rakyatnya.

Pemerintahan seperti apa yang kita miliki sekarang? Sepak terjang dan tingkah laku para pemimpin bangsa ini pasti akan membawa dampak bagi seluruh rakyat.

Renungkan: Kristen mempunyai dua tanggung jawab. Pertama, berdoa bagi mereka sebelum kejahatan dan kebobrokan moral mereka terlalu jauh tersesat sehingga bangsa kita tidak punya pilihan lain kecuali kehancuran. Kedua, suarakan kebenaran dan keadilan melalui saluran dan cara yang dapat dipertanggungjawabkan.

(0.12505222298851) (Yer 21:1) (sh: Teliti sebelum berdoa (Senin, 2 Oktober 2000))
Teliti sebelum berdoa

Teliti sebelum berdoa. Akhirnya Zedekia berpaling kepada Allah memohon pertolongan-Nya, ketika Yerusalem dikepung tentara Babel. Tindakan Zedekia berdasarkan fakta sejarah bahwa lebih dari 100 tahun yang lalu ketika Yerusalem dikepung oleh Sanherib dan tentara Asyur (lihat 2Raj. 19:35-36), Allah membuat mukjizat sehingga Yerusalem selamat. Ia berharap Allah akan membuat mukjizat lagi karena situasi yang dihadapi oleh Zedekia sama dengan peristiwa yang lalu. Bagaimana jawaban Allah? Jauh dari apa yang Zedekia harapkan. Dengan tegas Yeremia mengulang pemberitaan hukuman atas Yerusalem yang sudah bertahun-tahun diberitakan. Allah tidak akan berperang bagi umat-Nya, sebaliknya Ia akan berperang melawan umat-Nya (4-7). Satu-satunya jalan untuk selamat dari pedang Babel adalah meninggalkan Yerusalem dan menyerah kepada Nebukadnezar (8-10). Mereka yang tetap bertahan di kota pasti akan mati karena ada 3 jenis serangan dahsyat yaitu pedang, kelaparan, dan penyakit sampar.

Apa yang dilakukan Zedekia semakin menunjukkan kebodohan dan kebebalannya. Bukankah Allah melalui Yeremia sudah berkali-kali memperingatkan akan datangnya penghukuman atas Yehuda dengan berbagai cara dan menyerukan pertobatan? Sekarang jika penghukuman itu tiba, mengapa mereka berharap keselamatan yang daripada-Nya? Zedekia seharusnya meneliti perjalanan hidup bangsa dan dirinya sendiri sehingga ia dapat memohon pertolongan Allah secara tepat.

Kita seringkali mengulangi kebodohan Zedekia. Sebagai contoh, setelah kita mendengar kesaksian seorang yang diselamatkan Allah dari kebangkrutan usahanya, maka ketika kita pun mengalami masalah yang sama, kita berteriak kepada Allah agar melakukan mukjizat yang sama. Kita tidak mau atau enggan meneliti perjalanan hidup kita.

Renungkan: Mungkin Allah pernah memperingatkan jika kita tidak bertobat maka hukuman akan tiba. Namun kita mengeraskan hati dan tetap hidup bermandikan dosa. Ketika hidup kita dilanda kesulitan, usaha kita mengalami kebangkrutan dan rumah tangga berantakan, maka sebelum berdoa meminta pertolongan-Nya, telitilah dahulu perjalanan hidup kita. Allah tetap akan menolong bukan dengan cara membebaskan kita dari kesulitan, tetapi dengan cara menuntun kita keluar dari segala kesulitan dan penderitaan akibat dosa dan kesalahan kita.

(0.12505222298851) (Yer 21:11) (sh: Pergilah ke istana (Selasa, 3 Oktober 2000))
Pergilah ke istana

Pergilah ke istana. Tuhan sangat serius terhadap masalah ketidakadilan. Ia benci pemerasan. Pemerasan dan ketidakadilan seperti minyak yang memancing api kehangatan murka Tuhan. Api murka Allah yang sudah berkobar tidak dapat dipadamkan oleh siapa pun (12). Allah sangat memperhatikan kehidupan para janda, anak-anak yatim, dan orang-orang yang dirampas haknya yang tidak berdaya membela diri. Orang-orang demikianlah yang seringkali menjadi sasaran empuk para penguasa yang lalim dan serakah untuk ditindas, diperas, dan bila perlu dilenyapkan dari muka bumi (22:3). Karena itu Allah mengutus Yeremia pergi ke istana raja dan mengecam keras keluarga raja Yehuda yang mempraktikkan ketidakadilan dan penindasan. Ia juga mengancam akan menghukum mereka dengan dahsyat jika mereka tidak mau memperbaiki sistem hukum dan peradilan di negara Yehuda (22:1-4). Sebagai penguasa tertinggi, rajalah yang paling bertanggung jawab jika terjadi praktik ketidakadilan, pelecehan hukum, dan ketimpangan sosial. Raja mempunyai wewenang dan kemampuan untuk memperbaiki sistem sosial, ekonomi, dan politik di negaranya.

Pertanyaan bagi gereja di Indonesia adalah apakah masalah ketidakadilan sosial dan pelecehan hukum menjadi agenda utama dalam kegiatan-kegiatan pelayanannya? Atau jangan-jangan kita malah menutup mata, pura-pura tidak melihat, bahkan menarik diri dari masalah yang sangat menjadi perhatian utama Allah, kemudian mengambil keputusan untuk menyerahkan masalah-masalah itu kepada pemerintah, instansi terkait ataupun LSM-LSM yang ada. Seperti Yeremia diutus Allah ke istana, gereja pun diutus Allah untuk pergi ke istana. Gereja diutus untuk menyampaikan suara Allah kepada siapapun yang mempunyai wewenang dan kemampuan untuk menegakkan keadilan dan supremasi hukum di negeri kita. Gereja harus menyuarakan konsekuensi yang akan menimpa bangsa ini jika para pemimpin bangsa tidak segera bertobat dan memperbaiki sistem pemerataan ekonomi secara adil.

Renungkan: Pelayanan ini tidak dapat ditunda lagi. Terlalu banyak rakyat kecil yang menderita karena ditindas dan diperdayai, suara mereka sudah parau karena berteriak meminta belas kasihan kepada para penguasa dan dermawan. Jangan tunda hingga Tuhan mendatangkan hukuman yang dahsyat bagi bangsa ini.

(0.12505222298851) (Yl 1:1) (sh: Momentum sejarah dukacita sebuah bangsa (Kamis, 14 Juni 2001))
Momentum sejarah dukacita sebuah bangsa

Momentum sejarah dukacita sebuah bangsa. Lingkungan alam beserta pohon dan hewan ciptaan-Nya telah ditata asri demi kehidupan manusia. Namun dalam bacaan hari ini, ternyata alam asri telah berubah menjadi gersang dan meratap, merupakan bencana bagi umat-Nya dan hewan-hewan peliharaan. Semua makhluk hanya bisa berteriak kepada Sang Pencipta karena sejarah dukacita telah mengukir kehidupan umat-Nya. Mengapa demikian?

Penggambaran momentum sejarah Yehuda yang diteruskan dari generasi kepada generasi (3) berawal dari pengalaman perorangan – seluruh penduduk – zaman mereka – zaman nenek moyang (2). Estafet beritanya membawa dukacita seluruh bangsa. Yehuda akan dihancurkan oleh hama belalang (4) dan Yoel meyakininya sebagai penghukuman Tuhan atas dosa Yehuda, dimana Yehuda akan dikepung bangsa-bangsa yang kuat (6). Para petani malu karena kegagalan panen (7, 10-12) dan hewan-hewan pun mengalami kekeringan (17-18). Bukan saja dekadensi moral dan sosial yang mereka alami, namun dekadensi spiritual yang membalur kain kabung bangsa (9, 13-16). Bencana dan penderitaan dialami semua makhluk: alam, pohon, binatang, dan manusia: penduduk, petani, dan imam. Sukaria dan sorak-sorai telah lenyap (16). Seruan kenabian Yoel sangat tepat (13-15) untuk mereformasi spiritual sebuah bangsa yang telah meninggalkan Allah, sehingga mengalami penderitaan yang sangat menyedihkan (19-20).

Mengamati berbagai tragedi bencana alam dan penderitaan seiring dengan bergulirnya gejolak politik negara kita, memang tidak sepenuhnya dianggap benar jikalau senantiasa dikaitkan dengan penghukuman Tuhan. Namun tidak tepat pula jika kita mengatakan bahwa bencana alam hanyalah akibat keteledoran dan tidak bertanggungjawabnya manusia terhadap alam ciptaan-Nya. Keduanya menjadi perenungan kita agar memiliki hikmat mengamati kejadian-kejadian akhir-akhir ini dan menjadikan kita bijak dalam meresponinya.

Renungkan: Tepatkah bila kita hanya disibukkan dengan pertanyaan apakah penghukuman-Nya sedang berlangsung atas bangsa kita, sampai tanah berkabung dan Kristen meratap? Seruan firman-Nya (13-14, 19) merupakan pengajaran agar Kristen memiliki respons yang tepat, menyatakan doa permohonan pengampunan bagi bangsa kita.

(0.12505222298851) (Kis 27:33) (sh: Gereja adalah tangan Allah yang memelihara hidup (Senin, 21 Agustus 2000))
Gereja adalah tangan Allah yang memelihara hidup

Gereja adalah tangan Allah yang memelihara hidup. Karena Paulus, seluruh penumpang kapal yang berjumlah 276 jiwa selamat mencapai daratan tanpa cacat sedikit pun (34). Pengharapan yang disuarakan Paulus menjadi kenyataan. Yang menjadi pusat dari peristiwa itu adalah bagaimana Allah bekerja melalui Paulus dan bagaimana Allah bekerja bagi Paulus sehingga banyak orang diberkati.

Setelah berhasil meyakinkan dan menenangkan para penumpang kapal yang panik, Paulus melanjutkan pelayanannya kepada mereka dengan memperhatikan kebutuhan fisik mereka. 14 hari puasa (terpaksa karena badai) membuat fisik mereka sangat lemah. Fisik yang lemah akan melemahkan hati dan semangat. Padahal kekuatan fisik sangat diperlukan untuk membawa kapal ke daratan terdekat. Walau Paulus sengaja tidak mendahulukan masalah rohani, namun ia tetap memperlihatkan kepada mereka tentang iman dan keyakinannya kepada Allah (35). Dan ini memberikan dampak yang besar bagi hati dan semangat mereka (36).

Di samping itu, Allah juga bekerja secara tidak kentara bagi Paulus sehingga tidak hanya Paulus yang selamat dan dapat melanjutkan perjalanannya ke Roma, namun orang-orang lain pun mendapatkan berkat (42-43). Paulus adalah teladan yang indah tentang kehidupan yang dipakai Allah tidak hanya untuk memelihara kehidupan dan keselamatan fisik bagi sesama manusia namun juga menyelamatkan jiwa-jiwa terlepas dari kuasa dosa karena Injil Yesus Kristus yang ia wartakan. Hidupnya mempunyai kuasa dan makna bagi masa kini dan masa depan serta bagi kesejahteraan fisik dan rohani bagi umat manusia.

Renungkan: Gereja-gereja yang berada di tengah masyarakat Indonesia yang masih terpuruk dalam kemelut ekonomi yang berkepanjangan, seharusnya mempunyai kuasa dan makna seperti Paulus. Karena itu sangat ironis jika gereja yang dimampukan untuk membangun gedung yang megah, mendirikan sekolah bergengsi, menyelenggarakan perayaan gerejawi secara mewah, dan jemaatnya hidup dalam kelimpahan berkat, sementara itu masyarakat di sekitarnya masih harus bergumul untuk sesuap nasi dan pendidikan dasar bagi anak- anaknya. Adalah sangat egois jika gereja hanya datang dengan sebuah ayat emas penginjilan kepada masyarakat yang berteriak dan menangis karena kemiskinan yang menghimpit. Hai Gereja, jadilah perpanjangan tangan Allah!



TIP #10: Klik ikon untuk merubah tampilan teks alkitab menjadi per baris atau paragraf. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA