Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 41 - 56 dari 56 ayat untuk pendengar [Pencarian Tepat] (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.24580138461538) (Mat 13:10) (sh: Percaya dan mengerti (Selasa, 1 Februari 2005))
Percaya dan mengerti

Percaya dan mengerti. Proses beriman mirip proses belajar. Di sekolah kita belajar banyak hal yang belum kita mengerti. Ketika kita tidak mengerti suatu pelajaran, seharusnya respons kita adalah bertanya. Jadi, orang yang tumbuh dalam pengertiannya adalah orang yang memelihara sikap haus belajar dan berani bertanya.

Para murid tidak mengerti mengapa Yesus mengajar dengan perumpamaan (ayat 10). Yesus memakai perumpamaan untuk beberapa fungsi. Pertama, untuk menegaskan sifat rahasia Kerajaan Surga. Untuk masuk Kerajaan Surga, perlu pembukaan yang datang dari pihak Allah yang harus ditanggapi dengan iman (ayat 11). Jadi, inisiatif Allah mutlak diperlukan, baik untuk menyatakan rahasia Kerajaan Allah maupun untuk membimbing orang agar merespons pewartaan Kerajaan Allah itu dengan iman. Kedua, perumpamaan berakibat ganda. Kepada orang yang dikaruniai hati responsif akan terjadi proses bertanya, mencari, beroleh tuntunan, dan aktif mengimani. Orang itu akan mengalami pertumbuhan rohani. Untuk orang yang bebal, perumpamaan akan membuat Kerajaan Surga semakin tertutup baginya bahkan membuat orang itu mengalami proses pembutaan rohani lebih lanjut (ayat 14-15).

Dampak perumpamaan yang memisahkan pendengar ke dalam dua kelompok itu kini terjadi. Para murid langsung menyatakan ketidakmengertian mereka kepada Yesus. Ini adalah langkah iman. Akibatnya, Yesus memberikan penjelasan dan menerangi hati mereka. Orang banyak tidak demikian. Mereka bertahan dalam kegelapan pikiran dan hati mereka. Karena mereka tidak percaya, maka arti dan makna Kerajaan Allah tertutup bagi mereka. Bahkan, itu menjadi pesan penghukuman bagi mereka. Akan tetapi, bagi yang percaya perumpamaan menyingkapkan arti dan makna Kerajaan Allah.

Ingat: Peliharalah sikap terbuka untuk belajar dan diajar Tuhan, sebab itulah tanda iman yang bertumbuh.

(0.24580138461538) (Mrk 1:21) (sh: Hanya sekadar takjub? Sudah merupakan kebiasaan Yesus — seperti (Kamis, 16 Januari 2003))
Hanya sekadar takjub? Sudah merupakan kebiasaan Yesus — seperti

Hanya sekadar takjub? Sudah merupakan kebiasaan Yesus -- seperti orang Yahudi lainnya -- untuk beribadat di sinagoge atau rumah ibadat. Di rumah ibadat ada suatu tradisi yang dikembangkan, yaitu siapa saja yang hadir dalam ibadah saat itu, boleh berkhotbah. Kesempatan ini dimanfaatkan Yesus untuk mengajar. Mengenai apa yang diajarkan-Nya, tidak dicatat oleh Markus. Tetapi, Markus memberi catatan detail tentang pengaruh khotbah-Nya terhadap para pendengar-Nya.

Markus mencatat dua pengaruh yang dirasakan langsung dari khotbah Yesus. Pertama, orang banyak takjub mendengar khotbah-Nya (ayat 22). Takjub karena -- secara mencolok -- ajaran Yesus berbeda dengan apa yang selama ini mereka dengar. Khotbah Yesus berbeda dengan khotbah para pemimpin agama Yahudi yang selama ini mereka dengar. Meski fakta ini nyata, namun tidak ada tanda-tanda yang jelas bahwa orang banyak yang takjub itu menjadi percaya pada Yesus. Mereka hanya sekadar takjub, tidak lebih.

Kedua, roh jahat yang biasanya dengan tenang turut beribadah di sinagoge, menjadi terganggu dan terancam (ayat 24). Menarik untuk diperhatikan bahwa roh jahat juga beribadah dengan tenang di rumah ibadat. Namun, kehadiran Yesus mengungkapkan kehadiran roh jahat tersebut. Roh jahat tidak dapat bertahan di depan mata Yesus karena tidak tahan melihat kesucian Yesus. Ketika orang banyak melihat bahwa roh-roh jahat taat kepada Yesus, mereka semua menjadi takjub. Dalam hidup sehari-hari, kita sering melihat dan menjumpai demonstrasi kuasa roh-roh jahat di dalam hidup manusia. Akibatnya banyak sekali orang takut terhadap roh- roh jahat. Bacaan Alkitab hari ini mengajarkan dengan jelas bahwa Yesus jauh lebih berkuasa dari roh-roh jahat.

Renungkan: Jika kita percaya kepada Yesus, kita tidak perlu takut kepada roh-roh jahat. Sebaliknya, takut atau tunduk pada roh-roh jahat membuktikan bahwa kita tidak percaya pada Yesus.

(0.24580138461538) (Luk 11:27) (sh: Respons yang benar (Sabtu, 21 Februari 2004))
Respons yang benar

Respons yang benar. Saya pernah berpikir bahwa bila saya hidup di zaman Yesus, sebagai salah seorang dari murid-Nya, saya akan memiliki kerohanian yang lebih baik. Pemikiran seperti itu lazim ada pada kebanyakan orang. Itulah pola pemikiran yang melatarbelakangi komentar seorang perempuan waktu itu (ayat 27). Mungkin itu pula yang bercampur pada pemikiran mereka yang ingin menyaksikan tanda mukjizat lebih banyak dari Yesus (ayat 28-30), semakin banyak melihat semakin beriman.

Yesus menolak anggapan itu. Menurut-Nya, hubungan istimewa itu tidak bergantung pada hubungan darah, atau banyak menyaksikan atau mengalami tanda ajaib. Entah orang mengalami berkat dan kebahagiaan dari Yesus atau tidak, terkait juga pada tanggung jawab orang untuk merespons Yesus dengan benar. Hanya pada orang yang sesudah mendengar firman-Nya lalu menaati, ada kebahagiaan mengalami hubungan yang benar dengan Yesus (ayat 28). Hubungan yang menempatkan orang hidup dalam naungan berkat Allah adalah hubungan yang timbal-balik dan hidup antara yang bersangkutan dengan Yesus.

Oleh karena yang penting hubungan timbal balik, tanda utama pelayanan Yesus mengikuti pola pelayanan Yunus (ayat 30). Seperti Yunus datang dengan firman yang menuntut respons percaya dan pertobatan dari penduduk Niniwe, demikian juga Yesus menuntut pendengar-Nya merespons firman-Nya dengan pertobatan. Tidak merespons dengan pertobatan berarti menolak Yesus. Menolak Yesus berarti memilih hukuman. Pada hari penghakiman Allah kelak, respons ketaatan kepada firman Yesus inilah yang akan menentukan apakah orang akan masuk ke dalam kebahagiaan kekal atau penghukuman kekal (ayat 31).

Renungkan: Ingat! Terhadap Yesus kita tidak bisa netral. Maksud kekal Allah untuk hidup kita hanya akan kita hayati bila kita merespons-Nya kini dan di sini dalam ketaatan.

(0.24580138461538) (Luk 12:1) (sh: Yesus telah mengajarku demikian! (Selasa, 24 Februari 2004))
Yesus telah mengajarku demikian!

Yesus telah mengajarku demikian! Sayangnya, Kristen masakini lebih menyukai pengakuan seperti “Yesus mewahyukan kepadaku” atau “Dia memberikan kepadaku firman ini [!]” dll. ketimbang kalimat di atas. Kata “ajar” rasanya terlalu rendah diri. Kita rupanya lebih suka menjadi rasul ketimbang menjadi murid!

Tujuan Lukas mencatat perkataan-perkataan Yesus bukanlah sekadar untuk mencatat “dulu Yesus mengatakan kepada para murid waktu itu,” titik. Lukas mencatat nas ini demi para murid, yaitu para pendengar langsung waktu itu (sekitar 70 orang, bdk. Luk. 10:17), juga kepada para murid di gereja mula-mula yang sezaman dengan Lukas, dan juga kepada para murid yang kemudian seperti kita di Indonesia ini sekarang. Kisah Para Rasul yang menjadi lanjutan Injil Lukas adalah ilustrasi hidup tentang apa yang Yesus sampaikan di dalam nas ini dan penerapannya oleh gereja mula-mula.

Apa yang Yesus ajarkan kepada kita dalam nas ini? Yesus mengajarkan agar para murid berani mengakui identitas dan ketaatan mutlak mereka kepada Yesus Kristus sebagai murid-murid-Nya di hadapan manusia, apapun konsekuensinya (ayat 8-9, 11-12). Tidak melakukannya berarti menjadi seperti sebagian orang Farisi; menjadi munafik (ayat 2) karena tidak mengakui jatidiri sebenarnya, apalagi bila tekanan sosial yang dahsyat cenderung menyeret Kristen kepada kompromi.

Karena itu, biarlah kata dan perbuatan kita sehari-hari menjadi pengakuan bahwa kita adalah murid Kristus, karena kita tahu bahwa yang layak ditakuti hanyalah Allah yang Mahakuasa (ayat 5-9), dan bahwa Roh Kudus terus menyertai kita (ayat 11-12).

Renungkan: Bukan dalam berapa stiker Kristiani yang tertempel di kaca belakang mobil atau pintu kamar Anda, tetapi melalui pilihan-pilihan etis sehari-hari dalam ketaatan yang menabrak nilai duniawi, Anda mengaku murid yang menyembah Yesus sebagai Tuhan.

(0.24580138461538) (Yoh 12:44) (sh: Firman Tuhan yang menghakimi manusia (Minggu, 10 Maret 2002))
Firman Tuhan yang menghakimi manusia

Firman Tuhan yang menghakimi manusia. Sabda Yesus yang sangat tajam disampaikan pada penampilan terakhir-Nya di muka umum. Mulai pasal 13, Ia hanya bertemu dan berbicara eksklusif dengan para murid-Nya. Seluruh ucapan terakhir-Nya ini bukan lagi undangan agar percaya, tetapi peringatan akan penghukuman Ilahi bagi mereka yang menolak Dia. Dalam bagian ini, Yesus menelanjangi dua kelompok orang tidak beriman. Pertama, mereka yang mendengar sabda-Nya, namun tidak menaatinya (ayat 47). Contohnya adalah kelompok yang mengizinkan dorongan untuk beriman dikalahkan oleh dorongan untuk diterima manusia (ayat 42-43). Kedua, mereka yang terus-menerus menolak Yesus dan ajaran-Nya (ayat 48). Mereka akan dihakimi oleh firman Yesus sendiri di akhir zaman.

Janji dan firman yang sama yang mengandung hidup adalah juga peringatan dan hakim bagi mereka yang tidak hidup di dalam-Nya. Ucapan ini sebenarnya bukan saja peringatan keras, tetapi juga menegaskan wibawa Ilahi dan kuasa kekal firman yang Yesus ucapkan. Dengan kata lain, kini penegasan akan ke-Allah-an Yesus dinyatakan di dalam peringatan tentang hukuman ini. Di akhir zaman kelak setiap mulut akan mengaku, setiap lutut akan bertelut bahwa Yesus sungguh Tuhan (Flp. 2:10), entah pengakuan itu lahir dari kesukaan iman atau karena ketakutan orang tanpa iman.

Peringatan ini bukan saja berlaku bagi orang-orang bukan Kristen. Wajib kita memeriksa diri apakah kita sudah sungguh hidup sepenuhnya dalam ketaatan pada firman-Nya.

Renungkan: Kesatuan Kristus dengan Allah membuat-Nya memiliki hak dan wibawa mengucapkan firman yang menuntut pengambilan sikap yang jelas oleh para pendengar-Nya.

Bacaan untuk Minggu Sengsara 5

Yesaya 43:16-21

Filipi 3:8-14

Lukas 22:14-30

Mazmur 28:1-3,6-9

Lagu:

Kidung Jemaat 362

PA 1

Yohanes 12:20-26

Perikop ini adalah kelanjutan dari peristiwa yang menggemparkan saat Yesus masuk kota Yerusalem. Di antara orang-orang yang akan ke Yerusalem untuk beribadah terdapat orang-orang Yunani. Mereka adalah orang-orang non-Yahudi yang sudah memeluk agama Yahudi, percaya kepada Yahweh, Allah yang hidup, dan menaati hukum Taurat. Mereka telah meninggalkan kepercayaannya yang lama, tidak lagi menyembah berhala nenek moyang mereka. Kelompok orang seperti ini dapat ditemui di PB: Kornelius perwira tentara Romawi, yang takut akan Allah (Kis. 10-11) dan Lidia penjual kain ungu yang bertemu rasul Paulus di Filipi (Kis. 16:14). Kelompok orang Yunani ini ingin sekali bertemu dengan Yesus. Mereka tidak berani langsung bertatap muka dengan-Nya. Tetapi, mereka minta pertolongan Filipus karena Filipus adalah nama Yunani. Ternyata harapan mereka tidak salah. Filipus meresponi dan menyampaikan maksud baik itu kepada Andreas. Mereka berdua lalu datang kepada Yesus.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

Siapakah orang-orang Yunani yang ingin bertemu dengan Yesus? Mengapa mereka tidak langsung bertemu dengan Yesus, tetapi harus melalui perantara, yaitu Filipus? Mengapa mereka memilih Filipus untuk menjadi penyambung lidah mereka (ayat 21)?

Bagaimana sikap Yesus terhadap permohonan orang Yunani yang disampaikan oleh Filipus dan Andreas (ayat 23-24)? Apa maksud Yesus dengan ucapan-Nya tentang sebiji gandum yang jatuh ke tanah, mati, dan berbuah banyak (ayat 24)? Apa hubungan ucapan itu dengan keberhasilan dan perluasan misi-Nya? Dengan syarat menjadi murid-Nya?

Dengan memperhatikan peristiwa-peristiwa sebelum ini, mengapa orang banyak tetap tidak paham dan tidak mengakui Yesus? Mengapa Yesus tidak memenuhi keinginan mereka agar Dia bicara lebih jelas? Pelajaran apa yang kita lihat di sini tentang prinsip pertumbuhan rohani? Tentang prinsip menghadapi penyoalan orang terhadap Injil?

Kemuliaan macam apakah yang Yesus terima? Jelaskan konsep kemuliaan dari ucapan Yesus dalam bagian ini! Apa dampak memiliki konsep seperti itu ke dalam hidup kita?

(0.24580138461538) (Kis 2:37) (sh: J+1, H+1 dan M+1 (Rabu, 11 Juni 2003))
J+1, H+1 dan M+1

J+1, H+1 dan M+1. Sebuah topan tidak dapat dikatakan sebuah topan, bila tidak menimbulkan kerusakan apapun pada kota yang dilandanya. Tidak hanya pada saat ia melanda, tetapi juga satu jam, satu hari, bahkan satu minggu setelah topan itu mengamuk, dampaknya masih terasa.

Demikian pula Roh Kudus. Untuk meneruskan penggambaran dengan angin tadi, Roh Kudus bukanlah angin sepoi yang terasa saat ini namun tak diingat lagi kemudian. Kata-kata yang diucapkan Petrus dan rekan-rekannya berdampak nyata, dan Roh Kudus pun juga bekerja di antara para pendengar mereka (ayat 37). Mereka pun memutuskan untuk menerima Injil dan memberi diri dibaptis (ayat 41). Tidak hanya itu, para-para petobat baru inipun dengan tekun bertumbuh dalam pengajaran dan persekutuan (ayat 42). Dalam komunitas mereka, para rasul pun mengerjakan mukjizat dan tanda karena kuasa Roh (ayat 43). Satu dampak penting lain dari kehadiran Roh Kudus dalam hati mereka adalah gaya hidup mereka yang komunal (saling membagi harta milik, ay. 44). Gaya hidup ini bukanlah pola baku yang harus ditiru mentah-mentah, tetapi hanya satu dari banyak alternatif. Yang penting untuk diperhatikan adalah perubahan kehidupan yang terjadi dan menjadi kesaksian bagi orang banyak di sana: kesatuan dan kesehatian antara para petobat baru dan para pengikut Yesus. Berbagi hak milik, apalagi saat jemaat mulai dikucilkan dari masyarakat luas, adalah ekspresi kasih persaudaraan yang dahsyat. Semua ini patut menjadi teladan bagi kehidupan berjemaat kita. Sudah cukup lama kita di Indonesia ini mengaku diri Kristen. Sayangnya, kehidupan dari banyak jemaat tidak menampakkan tanda-tanda dilanda "badai" Roh Kudus: pertobatan dari dosa yang nyata, kasih persaudaraan, kedewasaan iman, dan kesaksian Injil yang hidup.

Renungkan: Kehadiran Roh Kudus dalam suatu jemaat harus terlihat pada kehidupan nyata di antara anggota-anggotanya.

(0.24580138461538) (Kis 13:13) (sh: Karya penyelamatan sempurna (Minggu, 20 Juni 1999))
Karya penyelamatan sempurna

Karya penyelamatan sempurna Rupanya ada cukup banyak orang-orang bukan Yahudi yang berasal dari lingkungan kafir mulai menaruh perhatian pada agama Yahudi. Mereka mengikuti ibadah-ibadah di dalam rumah sembahyang. Kehadiran dan ketertarikan mereka pada agama Yahudi dimanfaatkan Paulus untuk menjelaskan kedudukan istimewa bangsa Israel sebagai umat pilihan Allah. Paulus mengajak para pendengar ajaran Injil itu melihat perbuatan-perbuatan Allah yang besar. Bahwa bukan dengan kekuatan senjata, Israel berhasil keluar dari Mesir tetapi karena kuasa Allah. Allah pun berpanjang sabar mendidik, membangun, dan mengampuni dosa umat-Nya. Tetapi Allah juga kasih, Dia menerima pertobatan umat-Nya dan mengampuninya. Pada intinya pengajaran Paulus ini ingin memperlihatkan bahwa meskipun pilihan Israel itu adalah karya penyelamatan, namun kuasa penyelamatan Allah baru mewujud sempurna di dalam diri Yesus.

Kesempatan penginjilan. Tugas "penginjilan" seringkali tidak kita laksanakan karena merasa tidak ada kesempatan yang terbuka. Sebenarnya bila kita pandai membawa diri dan tahu memanfaatkan keadaan, akan ada cukup kesempatan terbuka. Kemauan dan keyakinan akan Injil akan menciptakan kreativitas menemukan kesempatan penginjian.

Tiap hari kita berjumpa dengan banyak orang dalam situasi yang berbeda-beda. Pernahkah Anda merenungkan bahwa keselamatan yang kita miliki sekarang ini sedemikian penting dan tak ternilai harganya? Bila kita pernah merasakan bahwa makanan yang pernah kita makan di suatu tempat sangat enak, tempatnya nyaman, pelayanannya memuaskan, dan harganya terjangkau, maka ketika kita bertemu dengan saudara atau teman, dengan rasa puas kita ingin menceritakannya kepada mereka agar mereka pun mencobanya. Kita telah menerima anugerah keselamatan yang hanya dinyatakan melalui Yesus Kristus yang telah mati dan bangkit bagi kita. Hidup yang telah diselamatkan selayaknya menjadi persembahan bagi-Nya. Bagikanlah anugerah keselamatan itu! Apakah Anda rindu membagikan kesukacitaan setelah menerima anugerah keselatan?

(0.24580138461538) (Kis 14:1) (sh: Prinsip tegas, luwes, lentur dalam misi (Rabu, 18 Mei 2005))
Prinsip tegas, luwes, lentur dalam misi

Prinsip tegas, luwes, lentur dalam misi
Dalam bersaksi kita harus mengetahui dengan jelas apa yang ingin kita bagikan dan bagaimana menyampaikannya. Akan tetapi, itu saja tidak cukup. Kita juga harus peka terhadap beragam kebutuhan pendengar serta berbagai kemungkinan respons mereka terhadap Injil. Kita dapat menemukan prinsip dan contoh penting tentang bagaimana berinteraksi dengan respons tersebut dalam kisah penginjilan Paulus ini.

Kemajuan misi Paulus di Ikonium berhubungan dengan reaksi negatif para pemimpin Yudaisme di Antiokhia. Sesudah memantapkan iman mereka yang menyambut Injil, Paulus dan timnya tidak meladeni para musuh Injil (ayat 13:51). Mereka mengalihkan usaha penginjilan mereka ke Ikonium. Hal yang sama ternyata terulang lagi di Ikonium. Di Ikonium kedua rasul itu beroleh respons dari banyak orang untuk menerima Injil karena pelayanan yang disertai mukjizat Allah terjadi (ayat 14:1,3). Namun, banyak juga mereka yang merespons Injil secara negatif. Akibatnya, penduduk Kota Ikonium pun terbagi ke dalam mereka yang menyambut Injil dan mereka yang menolak Injil (ayat 4). Bahkan para penolak Injil itu bertindak lebih jauh lagi menjadi para pembenci Injil yang menciptakan gerakan untuk menganiaya pemberita Injil (ayat 5).

Penginjilan dan kesaksian kita harus mengandung unsur-unsur seperti yang dimiliki Paulus dan Barnabas. Yaitu, kasih Yesus yang menjadi sumber pendorong sekaligus isi kesaksian kita; Roh Kudus yang menjadi sumber kekuatan, ketahanan, semangat, dan keberanian kita dalam bersaksi. Roh Kudus juga jaminan yang akan membuat kesaksian kita mendapatkan respons. Oleh karena itu, Roh Kudus perlu menjadi pemimpin agar kita peka bagaimana harus menanggapi respons negatif dan kapan saatnya beralih ke orang/tempat lain demi perluasan kesaksian.

Doakan: Orang-orang di sekitar kita yang belum merespons Injil. Mintalah Roh Kudus bekerja dalam hatinya agar sadar dan terbuka terhadap kebutuhan akan keselamatan.

(0.24580138461538) (Kis 14:19) (sh: Musuh terus menguntit (Jumat, 20 Mei 2005))
Musuh terus menguntit

Musuh terus menguntit
Para saksi Kristus harus berhati-hati terhadap sikap pemujaan orang karena orang dapat menyalahtafsirkan kuasa Allah yang menyertai pelayanan Injil. Kita pun harus terus siaga terhadap para musuh Injil, yaitu mereka yang tidak saja menolak Injil, tetapi juga membenci kita.

Situasi yang dialami Paulus dan Barnabas sangat membingungkan bahkan mendekati kacau. Di satu pihak orang datang berbondong-bondong dan tanpa dapat dikontrol menyembah dan mempersembahkan korban kepada mereka (ayat 18); di lain pihak para musuh Injil menghasut orang banyak itu untuk berbalik melawan Paulus dan Barnabas. Dari suasana euforia tiba-tiba berubah ke amuk masa. Mereka bahkan dilempari batu sedemikian rupa sehingga dikira sudah mati (ayat 19). Di tengah himpitan dua emosi berbeda yang silih berganti dan derita lemparan batu, mereka mampu bangkit dan berjalan ke kota lain (ayat 20). Dapat kita simpulkan bahwa bukan saja mereka telah dipakai Tuhan berbuat mukjizat melainkan mereka pun kini mengalami mukjizat. Meski musuh menguntit terus, penyertaan Allah justru semakin nyata dalam pengalaman pelayanan para hamba-Nya.

Perjalanan Paulus selanjutnya menarik untuk kita simak. Ia pergi ke Derbe, lalu kembali ke Listra, Ikonium dan Antiokhia. Mereka tidak saja menginjili dan memenangkan banyak orang bagi Kristus. Mereka juga memperhatikan pelayanan tindak lanjut yang memastikan para petobat baru itu mantap dalam iman mereka dan bertumbuh ke arah Kristus (ayat 22). Perjalanan misi pertama Paulus ini sungguh kaya dengan prinsip yang dapat kita pegang dan terapkan dalam bersaksi pada masa kini. Yaitu: setia kepada berita Injil; peka akan konteks pendengar; mengandalkan kuasa Allah; siaga terhadap musuh Injil; memelihara status hamba Allah secara benar; dan mengalami terus perlindungan Allah.

Doakan: Para pemberita Injil agar tetap setia melangkah mengikuti Yesus meskipun dibenci musuh dan dihadang penderitaan.

(0.24580138461538) (Kis 16:25) (sh: Penderitaan yang tidak sia-sia (Sabtu, 28 Mei 2005))
Penderitaan yang tidak sia-sia

Penderitaan yang tidak sia-sia
Ada dua penyebab derita dalam pelayanan yaitu diri sendiri dan akibat bersaksi. Menderita karena bersaksi berarti Tuhan mengizinkan Iblis menghambat pelayanan. Dalam kendali Tuhan, penderitaan itu justru memajukan pekabaran Injil karena menghasilkan pertumbuhan iman pewarta Injil dan membuka hati pendengar Injil.

Sikap Paulus dan Silas ketika menghadapi penderitaan dalam pelayanan bukan bersungut-sungut dan menyesali panggilan Tuhan. Sebaliknya, mereka memuliakan Tuhan dengan puji-pujian (ayat 25). Kita tidak tahu pasti apa pujian yang mereka nyanyikan. Ada dua bagian surat Paulus yang bercerita tentang Kristus dengan makna teologis yang dalam, yaitu Kolose 1:15-20 dan Filipi 2:6-11. Keduanya merupakan kutipan nyanyian Kristen purba. Mungkin nyanyian inilah yang dipujikan Paulus dan Silas. Melalui nyanyian, Paulus dan Silas menyaksikan iman mereka bahwa Tuhan berdaulat atas apa pun yang terjadi dalam hidup mereka.

Iman ini terbukti ketika Tuhan mengirimkan gempa bumi yang membongkar semua belenggu para tahanan dan membuka seluruh pintu penjara, mereka tidak memanfaatkannya sebagai kesempatan untuk melarikan diri (ayat 28). Sikap mereka itu menjadi kesaksian yang membuat kepala penjara dan seisi rumahnya bertobat (ayat 30-34). Sebaliknya Paulus memanfaatkan peristiwa pemenjaraan mereka untuk melindungi jemaat Filipi agar tidak mengalami hal serupa. Mereka menuntut permintaan maaf dari para pejabat kota yang sudah menganiayanya. Hal ini dimungkinkan sebab sebagai warga negara Roma, mereka berhak memperoleh perlakuan adil dalam hukum (ayat 35-40).

Saat Anda sedang menderita karena melayani Tuhan, ingatlah bahwa ketekunan dan kesetiaan Anda merupakan kesaksian bagi orang lain. Upah dari kesaksian penderitaan Anda adalah jiwa-jiwa yang bertobat.

Renungkan: Orang yang menabur firman dengan cucuran air mata akan menuai jiwa-jiwa baru dengan sukacita.

(0.24580138461538) (Kis 17:1) (sh: Risiko memberitakan kebenaran (Minggu, 29 Mei 2005))
Risiko memberitakan kebenaran

Risiko memberitakan kebenaran
Kebenaran selalu memperhadapkan orang pada dua pilihan. Menerima dan mengalami transformasi hidup atau menolak dan tetap dibelenggu dosa. Demikian juga, orang yang memberitakan kebenaran selalu menghadapi risiko yaitu ditolak, dibenci, bahkan dibunuh.

Hal yang sama terjadi dengan Paulus ketika melayani di Tesalonika. Dengan berani Paulus memberitakan Injil kepada orang-orang Yahudi maupun orang-orang Yunani yang hadir di rumah sembahyang Yahudi. Dengan merujuk kepada Perjanjian Lama, kitab suci orang Yahudi, Paulus menjelaskan kebenaran Injil bahwa Kristus harus menderita dan mati, kemudian bangkit (ayat 3). Pemaparan kebenaran yang begitu gamblang membawa pendengar Yahudi kepada pertobatan. Banyak orang nonyahudi pun yang menjadi percaya pada Tuhan Yesus sebagai Juru selamat mereka (ayat 4). Sayang sekali, tidak semua orang Yahudi dapat menerima bahwa orang-orang kafir juga mendapatkan anugerah keselamatan yang sama dengan mereka. Oleh sebab itu, orang-orang Yahudi ini memfitnah Paulus sebagai pengacau dan pemberontak terhadap hukum Roma dengan mengembus-embuskan isu politik. Kemudian mereka menghasut penduduk Kota Tesalonika untuk melawan Paulus dan kawan-kawannya (ayat 5-7). Sikap ini membuktikan penolakan mereka terhadap kebenaran tentang Tuhan Yesus.

Pada masa kini pun penolakan terhadap kebenaran masih terus berlanjut. Gereja yang setia memberitakan Injil harus selalu siap untuk ditolak, dibenci, dan bahkan dianiaya. Akan tetapi, kita tidak perlu berkecil hati karena di pihak lain akan selalu ada orang-orang yang oleh pekerjaan Roh Kudus hatinya terbuka untuk menerima kebenaran dan diselamatkan.

Doakan: Bagi para pengabar Injil dan gereja-gereja yang menghadapi aniaya oleh karena pemberitaan Injil yang mereka lakukan, supaya Tuhan memberikan kekuatan sehingga mereka tidak undur.

(0.24580138461538) (Kis 17:10) (sh: Sikap hati terhadap Injil (Senin, 30 Mei 2005))
Sikap hati terhadap Injil

Sikap hati terhadap Injil
Mengapa ada orang merespons Injil lalu bertobat, sebaliknya ada pula orang yang menutup diri terhadap Injil? Jawabnya terletak pada sikap hati seseorang!

Bila sebagian orang Yahudi di Tesalonika menutup diri terhadap Injil sehingga mereka membenci kekristenan, maka orang-orang Yahudi di Berea sebaliknya. Mereka memang tidak langsung percaya, namun mereka tidak menolak. Mereka justru menyelidiki Perjanjian Lama untuk mengetahui apakah ajaran Paulus benar. Sikap hati seperti itu membawa dampak ganda. Pertama, kebenaran tentang Yesus dalam Injil mereka terima sehingga pertobatan pun terjadi (ayat 12a). Kedua, kesediaan menerima Injil menjadi kesaksian bagi orang-orang non Yahudi. Akibatnya orang-orang nonyahudi pun menjadi percaya dan bertobat (ayat 12b). Sayangnya, sukacita ini terusik oleh perbuatan oknum dari Tesalonika. Provokasi mereka menjadikan penduduk Berea curiga akan maksud Paulus memberitakan Injil (ayat 13). Mungkin orang percaya Berea mengetahui peristiwa di Tesalonika, sehingga mereka pun mengungsikan Paulus. Paulus akhirnya meninggalkan Berea, namun Silas dan Timotius tetap tinggal untuk membina kerohanian mereka (ayat 14). Ini membuktikan kesungguhan hati orang percaya Berea yang rindu untuk bertumbuh dalam Tuhan.

Banyak orang menyambut Injil bila disampaikan sebagai janji pengampunan dan berkat semata-mata. Karena itu, saat kita mengabarkan Injil hendaknya juga disertai penggalian firman yang benar dan tepat. Para pendengar Injil harus mendengar perintah untuk bertobat sebelum mendapatkan anugerah keselamatan. Dengan demikian akan nyata sikap hati yang sesungguhnya, yaitu apakah terbuka untuk bertobat dan mau diselamatkan atau menolak Injil dan mencemooh kebenaran.

Berdoa: Mohonlah agar Roh Kudus menyiapkan hati orang yang akan Anda injili hari ini, supaya mereka terbuka dan menerima kebenaran.

(0.21068688461538) (Yer 18:1) (jerusalem) Menurut Yer 18:12 perumpamaan berupa perbuatan ini diadakan Yeremia sebelum malapetaka itu terjadi, jadi sebelum th 598.Nabi-nabi dahulu, misalnya Samuel, 1Sa 15:27-28, Ahia dari Silo, 1Ra 11:29-33 (dan nabi gadungan Zedekia), 1Ra 22:11-12) sudah menguatkan nubuat-nubuat mereka dengan perbuatan berupa lambang. Pikiran yang melatarbelakangi tindakan-tindakan semacam itu bukanlah bahwa dengan jalan itu perkataan lebih mengesan di hati para pendengar, tetapi keyakinan bahwa tindakan-tindakan itu benar-benar kuat dan berdaya untuk melaksanakan apa yang dilambangkan. Setelah lambang diadakan pasti akan terjadi apa yang diibaratkan. nabi-nabi besarpun kadang-kadang mengadakan lambang berupa perbuatan. Seluruh pekabaran nabi Hosea terkait pada suatu pengalaman pribadi, yaitu perkawinannya, Hos 1-3. Yesaya jarang memakai sarana itu, namun iapun mengenalnya, Yes 20 dan nama anak-anaknya merupakan nubuat dan lambang, Yes 7:3 (bdk Yes 10:21); Yes 8:1-4; 8:18; bdk Yes 1:26+. Nabi Yeremia sering melakukan hal yang merupakan lambang dan iapun menjelaskan artinya: dahan pohon badam dan periuk, Yer 1:11-14 ikat pinggang yang disembunyikan di tepi sungai Efrat, Yer 13:1-11 (walaupun barangkali hanya terjadi dalam sebuah penglihatan); pekerjaan tukang periuk, Yer 18:1-12; buli-buli yang pecah, Yer 18:19; keranjang-keranjang buah ara, Yer 24:1-10 memikul kuk, Yer 27:1-28:17; pembelian sebidang tanah, Yer 32:1-44. Boleh ditambah lagi bahwa kehidupan nabi Yeremia sendiri sebuah lambang pula, Yer 16:1-8, dan bahwa penderitaannya (meskipun nabi Yeremia sendiri tidak menjelaskannya) melambangkan kemalangan umat yang dihukum, sehingga Yeremia juga menjadi pra-lambang Hamba Tuhan, bdk Yes 42:1+. Nabi Yehezkiel kemudian melakukan juga berbagai perbuatan yang menjadi lambang dan nubuat: batu bata yang melambangkan pengepungan kota Yerusalem, Yer 4:1-3; makanan yang terbatas, Yer 4:9-17; rambut-rambut yang dipotong-potong dan diserak-serakkan, Yer 18:5; kuali yang berkarat, Yer 24:3-10; kedua batang kayu, Yeh 37:15-28. Sama seperti yang dilakukan nabi Hosea demikianpun nabi Yehezkiel mengartikan pengalamannya sebagai lambang: penyakitnya, Yer 4:4-8; kematian isterinya, Yeh 24:15-24' kebisuannya serta penyembuhannya, Yeh 24:27; 33:22. Dalam Perjanjian Baru juga masih terdapat tindakan yang merupakan lambang dan nubuat: Pohon ara yang dikutuk Yesus, Mat 21:18-19 dsj; nabi Agabus yang mengikat tangan dan kakinya dengan ikat pinggang Paulus, Kis 21:10-14.
(0.21068688461538) (Luk 4:31) (sh: Kata dan kuasa (Senin, 3 Januari 2000))
Kata dan kuasa

Kata dan kuasa. Kata dan kuasa tidak dapat dipisahkan. Di dalam kemampuan menguasai kata terletak rahasia kuasa suatu bangsa atau pengaruh seseorang. Tidak heran apabila di dalam bangsa-bangsa purba seperti pada bangsa Yunani, Mesir, Tiongkok, Persia, dll., para bangsawan dan para negarawan dipersiapkan di dalam pendidikan yang mengajarkan kemampuan berkata dan berbahasa dengan baik, entah dalam retorika lisan maupun dalam keahlian menulis. Hal yang sama kita jumpai juga dalam zaman lahirnya peradapan modern, yaitu dalam zaman pencerahan. Dalam zaman itu, tingkat rasionalitas dikaitkan erat dengan tingkat pengenalan kesusasteraan. Di dalam diri perorangan pun kita jumpai hal yang sama. Dari diri orang-orang besar terpancar kata-kata penting yang mempengaruhi orang lain. Atau lebih jelasnya, di dalam kata-kata orang terbaca kecil besarnya daya pikir, penglihatan hidup, dan pengaruh diri seseorang.

Demikian juga halnya dengan Tuhan Yesus. Daya diri Yesus yang dahsyat itu tampak antara lain di dalam kuat kuasa kata-kata-Nya. Kehebatan kata-kata Yesus melampui kehebatan orang-orang besar yang pernah dikenal dalam sejarah umat manusia. Kata-kata Yesus dari Nazaret bukan sekadar cerdas, berwawasan luas, dan berpengaruh besar diukur dalam skala manusia, namun juga adalah Yesus dari Sorga. Pengajaran-Nya menembus hati pendengar-Nya (ayat 32), hardikan-Nya menghancurkan cengkeraman roh jahat (ayat 36), perintah-Nya memulihkan para penderita sakit (ayat 39). Kata-kata Yesus adalah kata-kata yang penuh kuasa dan wibawa, karena Ia sendiri adalah Firman Allah yang Maha Kuasa.

Dalam zaman modern makin banyak kata, konsep, falsafah, ajakan, dan godaan yang diperdengarkan orang melalui iklan-iklan di radio, TV, buku-buku pop dan ilmiah, di dalam obrolan di warung kopi dan di ruang kuliah. Ada banyak hal dari kata, konsep, falsafah itu yang benar dan baik karena sesuai dengan kebenaran yang Allah nyatakan di dalam ciptaan-Nya. Namun ada banyak pula kata, ajakan, godaan, yang dapat meracuni iman, menggerogoti kepribadian, merasuki jiwa dengan hal-hal yang tidak bernilai bahkan jahat di mata Allah.

Renungkan: Izinkanlah firman-Nya menjadi filter dan pedang. Firman-Nya menyaring dan menguji semua kata yang kita jumpai dan melindungi kita dari kejahatan. Firman-Nya juga membangun kehidupan iman kita kokoh tegar bahkan kita mampu berperan mempengaruhi dunia.

(0.21068688461538) (Yoh 11:1) (sh: Mukjizat terakhir (Sabtu, 2 Maret 2002))
Mukjizat terakhir

Mukjizat terakhir. Kisah pembangkitan Lazarus dari kematian ini berkaitan erat dengan maksud Yohanes untuk meyakinkan pembacanya bahwa Yesus sungguh adalah Tuhan dan Juruselamat, dan di dalam Dia orang beroleh hidup. Sayangnya kebanyakan pendengar-Nya bukan menjadi percaya, malah makin menolak Dia. Ironis sekali bahwa justru di puncak penyataan bahwa Yesus adalah sang Kebangkitan dan Hidup, dan bahwa Dia datang untuk memberi hidup, orang-orang berespons dengan niat untuk mematikan Dia. Sesudah peristiwa ini, tidak lagi ada kesaksian dan perbuatan dari pihak Yesus tentang diri- Nya untuk orang banyak. Sebaliknya, sesudah ini, kesaksian tentang ke-Allah-an Yesus datang dari pihak yang beriman dan mengasihi Dia. Dari Maria yang mengurapi kaki Yesus (ayat 12:1- 8), sambutan publik atas Yesus sebagai raja (ayat 12:12-15), kesaksian Yesus beralih ke soal kematian-Nya (ayat 12:20-26) dan kesaksian yang datang dari Bapa untuk Yesus (ayat 12:27-28).

Pertama, kita belajar di sini tentang sikap benar orang percaya dalam menaikkan permohonan. Seperti permintaan Maria ibu Yesus dalam peristiwa mukjizat pertama (ps. 2), di sini pun Maria dan Marta saudara Lazarus tidak memaksa atau mendikte Yesus. Orang beriman sejati tahu menempatkan Allah sebagai yang berwibawa untuk mengatur segala kebutuhan mereka. Kedua, seperti dalam peristiwa pencelikan orang buta, dalam kisah ini pun kematian Lazarus adalah jalan agar kemuliaan Allah dinyatakan. Diperlukan kematian agar kuasa kemenangan kehidupan nyata kekuatannya mengalahkan kematian. Pada puncaknya kelak, bahkan Yesus sendiri perlu mengalami kematian agar kuasa kemuliaan-Nya yang menghidupkan dapat menjadi nyata, tidak saja di dalam kebangkitan-Nya, tetapi juga di dalam kebangkitan rohani dan kebangkitan jasmani orang percaya kelak. Ketiga, Yesus sungguh adalah Gembala baik yang datang untuk memberi hidup bagi para domba-Nya, meski dengan cara yang membahayakan hidup-Nya sendiri. Meski Tomas menyuarakan hal ini dari pertimbangannya yang menunjukkan kesetiaan, tetapi benar bahwa untuk menghidupkan Lazarus, Yesus tidak segan merisikokan hidup-Nya sendiri.

Renungkan: Apabila Yesus bersedia mengorbankan apa saja dalam diri-Nya demi membagi hidup-Nya untuk Anda, adakah masalah Anda yang tidak ingin ditolong-Nya?

(0.17557242307692) (1Kor 14:2) (full: BERKATA-KATA DENGAN BAHASA ROH. )

Nas : 1Kor 14:2

Jemaat Korintus telah melebih-lebihkan kepentingan karunia bahasa roh dalam ibadah umum

(lihat art. KARUNIA-KARUNIA ROHANI ORANG PERCAYA)

sehingga mereka mementingkannya lebih dari karunia yang lain. Apa lagi, mereka menjalankannya tanpa penafsiran. Paulus berusaha membenahi penyalahgunaan ini dengan jalan menunjukkan bahwa bahasa roh tanpa penafsiran sama sekali tidak menguntungkan dalam ibadah umum. Garis besar pasal ini adalah sebagai berikut:

  1. 1) Nubuat lebih membangun jemaat daripada bahasa roh yang tidak ditafsirkan (ayat 1Kor 14:1-4).
  2. 2) Nubuat dan bahasa roh dengan penafsiran sama pentingnya bagi jemaat (ayat 1Kor 14:5).
  3. 3) Berkata-kata dengan bahasa roh tanpa penafsiran dalam kebaktian tidak menguntungkan orang lain (ayat 1Kor 14:6-12).
  4. 4) Mereka yang berkata-kata atau berdoa dengan bahasa roh dalam jemaat harus berusaha untuk membangun jemaat dengan berdoa agar diberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu (ayat 1Kor 14:13).
  5. 5) Dalam kehidupan pribadi Paulus, berkata-kata dengan bahasa roh kepada Allah merupakan suatu sarana yang penting dalam penyembahan dan pertumbuhan rohani (ayat 1Kor 14:14-19).
  6. 6) Nubuat lebih berguna daripada bahasa roh yang tidak ditafsirkan karena nubuat menimbulkan keinsafan akan dosa dan pengetahuan akan kehadiran Allah (ayat 1Kor 14:20-25).
  7. 7) Berkata-kata dengan bahasa roh dan bernubuat harus diatur supaya ketertiban terpelihara dalam jemaat (ayat 1Kor 14:26-40).


TIP #28: Arahkan mouse pada tautan catatan yang terdapat pada teks alkitab untuk melihat catatan ayat tersebut dalam popup. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA