Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 7881 - 7900 dari 8950 ayat untuk orang [Pencarian Tepat] (0.000 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400 401 402 403 404 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.10975010666667) (2Taw 16:1) (sh: Komitmen setengah hati (Jumat, 24 Mei 2002))
Komitmen setengah hati

Komitmen setengah hati. Kembali Yehuda menghadapi ancaman dari Israel di bawah pimpinan raja Baesa (ayat 1). Strategi pertama Baesa adalah memblokade Yehuda dengan memperkuat Rama yang terletak sekitar 15 km sebelah utara Yerusalem. Tujuannya mungkin ingin mencegah perdagangan dan perjalanan umat yang ingin berziarah ke Yerusalem. Karena bukan termasuk teritorial Yehuda, Asa merasa tidak mampu untuk membuyarkan blokade tersebut. Sayang bahwa hikmat dan kekuatan yang didapatnya dari komitmen iman kepada Allah tidak lagi terlihat. Asa mencari bantuan Benhadad dari Aram dengan memberi imbalan emas dan perak (ayat 3). Yang lebih parah adalah ia tidak lagi berpegang pada janji setia Allah dan lebih mengandalkan ikatan perjanjian antarmanusia yang pernah dibuat antar orang-tua mereka sebelumnya.Memang hasil seperti yang diharapkan terjadi. Baesa menghentikan proyeknya, bahkan kini beberapa kota Isr ael d itaklukkan oleh pasukan Aram (ayat 4-6). Mendapat yang baik namun kehilangan yang terbaik, itulah akibat dari orang yang lebih mengandalkan manusia daripada Allah (ayat 7). Teguran pahit ini disampaikan oleh Hanani kepada Asa. Teguran lain menelanjangi akar dosa Asa, yaitu tindakannya mengandalkan Aram adalah ungkapan ketiadaan iman kepada Tuhan Allah yang bukan saja berkuasa membela umat-Nya, tetapi juga memiliki rencana yang lebih besar, yaitu menyerahkan Aram ke bawah kedaulatan Yehuda. Karena takut dan setia kepada Allah, sumber segala hikmat, maka sebaliknya ketiadaan iman setia dan takut kepada Allah adalah kebodohan. Ini sebenarnya tak dapat ditolerir sebab sebelumnya Asa mengalami sendiri bahwa Tuhan menyanggupinya mematahkan kekuatan Etiopia dengan sejuta pasukan perkasanya (ayat 14:9-15). Reaksi Asa terhadap nubuat tersebut menelanjangi keberpalingan hatinya membelakangi Allah. Ia tidak bertobat, tetapi memenjarakan Hanani. Juga ketika sakit, ia lebih mencari pertol ongan dukun-dukun daripada Allah (ayat 11-13).

Renungkan: Tuhan Allah menginginkan iman sejati, yaitu yang terungkap dalam bentuk komitmen untuk setia dan taat terus menerus kepada-Nya dan firman-Nya, seperti halnya kasih setia-Nya tak pernah berubah.

(0.10975010666667) (2Taw 17:1) (sh: Mutu pembaruan meningkat (Sabtu, 25 Mei 2002))
Mutu pembaruan meningkat

Mutu pembaruan meningkat. Bagian ini kini memaparkan langkah-langkah Yosafat yang meningkatkan mutu pembaruan yang telah dimulai para pendahulunya. Pertama-tama, ia berkonsentrasi pada konsolidasi kehidupan sosial-ekonomi-politik Yehuda. Hal itu dilakukannya dengan menempatkan tentara di kota-kota berbenteng, pasukan-pasukan pelindung (garnisun) di seluruh wilayah Yehuda, termasuk di Efraim, yaitu wilayah Israel yang telah direbut oleh Asa, ayahnya (ayat 2). Tetapi, sebagai umat Allah, pembangunan kekuatan sosial-ekonomi-politik saja tidak cukup. Dia belajar dari sejarah para pendahulunya bahwa kesejahteraan, keamanan, kedaulatan berbangsa hanya tercipta ketika hubungan umat dengan Allah selaras dengan perjanjian kekal Allah. Dia tentu juga telah belajar bahwa ketika hal tersebut dilaksanakan kepalang tanggung atau tanpa fondasi penopang yang kokoh, maka pembaruan tidak mungkin sinambung. Ata s das ar fakta-fakta inilah Yosafat mengambil langkah kedua yang sangat penting yang kini oleh penulis Tawarikh dijadikan model pula bagi pembangunan ulang umat pascapembuangan. Langkah kedua itu adalah membangun kembali komitmen ibadah kepada Allah.Perbedaan antara pembangunan rohani yang telah dilakukannya dengan raja-raja sebelumnya adalah bahwa Yosafat tidak saja membuang tempat-tempat ibadah berhala, tidak juga berhenti pada pelaksanaan ulang tradisi ibadah. Kini ia membangun fondasi yang sifatnya lebih dalam daripada membangun tradisi yaitu mengerahkan tim pengajar. Ada dua tim yang diutusnya mengajar seluruh umat Tuhan. Pertama tim yang terdiri dari para pembesar: Benhail, Obaja, Zakharia, Netaneel, dan Mikha. Kedua, tim yang terdiri dari orang-orang Lewi: Semaya, Netanya, Zebaja, Asael, Semiramot, Yonatan, Adonia, Tobia dan Tob-Adonia bersama Elisama dan Yoram para imam (ayat 7). Dapat dipastikan bahwa kedua tim itu bergabung memberikan penyuluhan terpadu hal-hal moral, keh idupan berbangsa dalam perspektif prinsip-prinsip firman perjanjian Allah.

Renungkan: Perhatikan bahwa tindakan pembaruan Yosafat ini melahirkan keinsyafan rohani (ayat 10), pengakuan bangsa asing (ayat 11), peningkatan kesejahteraan dan kedaulatan (ayat 12-19).

(0.10975010666667) (2Taw 21:2) (sh: Pernikahan tak kudus berakibat fatal (Selasa, 25 Juni 2002))
Pernikahan tak kudus berakibat fatal

Pernikahan tak kudus berakibat fatal. Raja Yoram termasuk anggota ISTI (singkatan sindiran untuk Ikatan Suami Takut Isteri). Bisa dipastikan bahwa tindakan-tindakannya yang jahat dipengaruhi oleh isterinya, Atalya dan pasti juga oleh iparnya Raja Yoram di Israel dan mertua perempuannya, Isebel. Ia mengikuti mereka menyembah berhala.

Sewaktu pemerintahannya yang saleh dan berhasil, Yosafat mengangkat putra-putranya dan para bangsawan Yehuda untuk menguatkan kota-kota di Kerajaan Yehuda dan dengan demikian membangun sistem sosial-politis kerajaan tersebut (ayat 2,3; bdk. 11: 23). Yosafat telah berlaku bijak dan adil dengan langkah tersebut. Namun, karena Yoram adalah putranya tertua, maka Yoram menjadi pewaris takhta menggantikan dia menjadi raja. Kebiasaan kafir yang diwarisinya dari keluarga istrinya bukan saja menyembah berhala-berhala kebencian Tuhan, tetapi juga kebengisan dalam memerintah. Saudara-saudaranya sendiri dibunuhi untuk meluputkan takhtanya dari kemungkinan perebutan kuasa.

Betapa kontras hidup Yoram dibandingkan dengan Yosafat, ayahnya. Bila ayahnya saleh dan hidup dekat Tuhan, iman Yoram terkesan tawar bahkan cenderung acuh tak acuh. Ini terlihat ketika dia mengabaikan pesan nabi Elia yang isinya memperingatkan dia supaya kembali kepada sikap beriman para pendahulunya: Daud, Asa, dan Yosafat. Peringatan itu dia anggap sepi (ayat 12-15) padahal disertai sanksi yang mengerikan. Yoram tidak mempedulikan nabi Elia dan dengan demikian tidak mempedulikan Tuhan sendiri. Perilakunya yang tercela membuat ia tidak dicintai oleh bangsanya sendiri (ayat 20). Pada masa pemerintahannya tidak terjadi kesejahteraan melainkan malapetaka dan penderitaan lahir dan batin. Orang Edom (ayat 6), Filistin, dan Arab (ayat 16) memberontak dan melepaskan diri dari kekuasaannya. Ia sendiri diserang penyakit usus yang membuatnya wafat dalam usia baru empat puluh tahun secara tragis. Ia tidak diakui sebagai penerus prinsip Daud sehingga ia tidak dikubur dalam pekuburan raja-raja (ayat 20).

Renungkan: Allah akan terus menggenapi rencana-Nya, namun orang yang tak taat kepada-Nya tak akan luput dari hukuman-Nya.

(0.10975010666667) (2Taw 22:10) (sh: Ambisi — ya; Ambisius — tidak! (Kamis, 27 Juni 2002))
Ambisi — ya; Ambisius — tidak!

Ambisi -- ya; Ambisius -- tidak! Ambisi bermakna positif: keinginan untuk berkembang atau mencapai cita-cita. Ambisius selalu digunakan dengan konotasi negatif: keinginan mencapai cita-cita dengan itikad tidak baik, menghalalkan segala cara.

Atalya, janda Yosafat, tua-tua keladi -- makin tua makin menjadi-jadi. Dia ambisius, tidak puas mendominasi kehidupan Yoram -- suaminya -- kemudian Ahazia, anaknya sendiri. Sesudah mereka gugur, ia tidak lagi menyembunyikan keinginannya untuk menjadi orang nomor satu di kerajaan Yehuda. Sepak terjangnya mengerikan, ia memerintahkan pembunuhan semua keturunan raja Yehuda, artinya termasuk cucu-cucunya sendiri juga (ayat 10). Sungguh seorang nenek yang haus darah. Gila kuasa telah mengubahnya menjadi serigala. Syukurlah, Tuhan selalu punya cara menyelamatkan orang pilihan-Nya untuk pada waktunya memerintah Yehuda. Lewat taktik menarik yang melibatkan Yosabat, putri raja Yoram sekaligus isteri imam Yoyada, Yoas berhasil diselamatkan dari pembantaian sistematis itu dan disembunyikan aman di dalam bait Allah.

Imam Yoyada kemudian membangun kekuatan spiritual-moral bait Allah untuk menentang kesewenangan Atalya dan ia berhasil, bahkan juga berhasil menobatkan Yoas yang baru berusia sekitar enam tahun itu menjadi raja baru Yehuda (ayat 23:3) melalui satu upacara yang mengesankan (ayat 23:1-11). Imam Yoyada mengambil prakarsa untuk melakukan hal ini karena yang terancam bukan hanya kerajaan Yehuda, tetapi kehidupan bangsa itu sebagai umat Allah. Matinya Atalya menjadi perlambang kembalinya pengakuan bahwa Yahwe sajalah Tuhan dan Allah umat. Peraturan-peraturan kehidupan yang dari Yahwe pulalah yang harus ditegakkan dan dilaksanakan kembali demi pulihnya kesejahteraan kehidupan umat Allah.

Renungkan: Sejarah dan bagian firman ini membuktikan bahwa kekuatan spiritual-moral meski tanpa senjata dan minoritas saja, mampu membawa perubahan sosial penting. Keyakinan yang benar disertai komitmen yang tinggi memang dahsyat dampak pembaruannya bila dilaksanakan secara tetap dan tekun.

(0.10975010666667) (2Taw 28:1) (sh: Makin terdesak, makin berubah setia (Selasa, 2 Juli 2002))
Makin terdesak, makin berubah setia

Makin terdesak, makin berubah setia. Ahas membalikkan segala hal baik yang telah dilakukan oleh Yotam, ayahnya. Untuk semua tindakan tersebut hanya penilaian terburuk yang bisa diberikan penulis Tawarikh. Kehidupan Ahas, yang menghidupkan kembali pengurbanan manusia dan anak ala bangsa Kanaan (ayat 3), dipersamakan dengan "kelakuan raja-raja Israel" (ayat 2). Akibatnya, berturut-turut dan bergantian, Allah menyerahkan Yehuda ke tangan Aram (ayat 5a), Israel utara (ayat 5b), Edom dan Filistin (ayat 17-19). Bahkan Asyur yang dimintai bantuan pun malah "menyesakkan" Ahas (ayat 20). Bagi penulis Tawarikh, semua yang terjadi jelas merupakan akibat dari dosa Ahas dan Yehuda (ayat 6, juga 19). Pada masa inilah untuk pertama kali sebagian penduduk Yehuda harus mengalami pembuangan ke negeri lain (ayat 17-19). Para pembaca pertama kitab Tawarikh mengerti bahwa peristiwa pembuangan yang mereka alami bermula dari keadaan bangsa dan kerohanian yang seperti ini.

Semua penghukuman itu tidak juga menyebabkan Ahas berbalik dari kesalahan-kesalahannya. Ahas justru "malah semakin berubah setia kepada TUHAN" (ayat 22). Ahas mencari dewa sembahan baru (ayat 23), dan makin kehilangan rasa hormat terhadap Allah dan bait-Nya. Penghukuman yang dialami Ahas tidak membuatnya bertobat. Ahas malah makin menenggelamkan dirinya ke dalam dosa yang lebih keji dan konyol.

Kebejatan Ahas makin menonjol dengan ironi yang muncul pada pasal 28 ini. Tindakannya dipersamakan dengan kebejatan raja-raja Israel utara (ayat 2a). Namun, pada ayat 9-15, justru orang Israel Utara yang mau mendengar peringatan seorang nabi TUHAN (ayat 9), dan memberi respons yang tepat dengan mengakui keberdosaan mereka dan melakukan kehendak Allah. Mereka tidak seperti Ahas, anak Yotam, keturunan Daud "bapa leluhurnya" (ayat 1b), yang justru "menyakiti hati TUHAN, Allah nenek moyangnya" (ayat 25).

Renungkan: Orang yang berkeras hati tetap tinggal teguh di dalam dosa, menolak jauh-jauh ketetapan Allah, berarti juga menjauhi Allah. Padahal Allah sajalah satu-satunya sumber pertolongan terpercaya untuk hidup.

(0.10975010666667) (2Taw 29:1) (sh: Pengudusan dan penahiran untuk perjanjian (Rabu, 3 Juli 2002))
Pengudusan dan penahiran untuk perjanjian

Pengudusan dan penahiran untuk perjanjian. Secercah harapan terbit bagi Yehuda, ketika Hizkia menjadi raja "yang benar di mata TUHAN, tepat seperti yang dilakukan Daud" (ayat 2). Ada alasan mengapa penulis Tawarikh menyamakan sosok Hizkia dengan Daud, dan memberikan banyak tempat kepadanya. Seperti terlihat pada nas-nas sebelumnya, penulis Tawarikh menempatkan Daud sebagai raja ideal karena ia memberi dasar bagi ibadah Bait Allah. Hizkia juga melakukan banyak hal penting bagi bait Allah. Bahkan, tindakan untuk menguduskan bait Allah dilakukannya segera, pada bulan pertama dari tahun pertama masa pemerintahannya (ayat 3).

Tindakan pertama Hizkia ialah mengumpulkan para imam dan orang Lewi. Raja sadar bahwa para pendahulunya telah sangat berdosa, terutama dalam hal menelantarkan bait Allah (ayat 6-7), yang menyebabkan penghukuman Allah, bahkan melalui kematian dan pembuangan yang dialami bangsa Yehuda (ayat 8-9). Sebagai raja, Hizkia menyatakan ingin mengikat perjanjian dengan Allah. Maksudnya, Hizkia berketetapan untuk memenuhi semua kewajiban seorang raja kepada Allah dan bait-Nya. Agar ibadah dapat berjalan kembali, maka bait Allah harus dikuduskan dan ditahirkan kembali. Namun, untuk itu, para imam dan orang Lewi yang akan melaksanakannya harus juga menguduskan diri mereka karena mereka dipilih Allah sendiri untuk melayani di bait Allah (ayat 11). Hal terpenting yang dicatat di sini adalah bahwa semua tindakan pengudusan ini dilakukan "menurut perintah raja, sesuai dengan firman TUHAN" (ayat 15). Hizkia mengerti dengan jelas bahwa masalah yang berkaitan dengan kekudusan bait Allah hanya boleh dilakukan dengan menaati firman Allah.

Renungkan: Menjadi Kristen tidak berarti hanya menerima keselamatan, tetapi juga menerima panggilan untuk melayani Allah melalui berbagai bentuk dan dalam berbagai situasi. Allah menuntut kekudusan dari mereka yang melayani-Nya. Kekudusan sejati hanya terjadi jika firman Allah dijunjung sebagai otoritas tertinggi. Kekudusan sejati juga hanya timbul dari kerendahan hati dan ketekunan untuk menaati pimpinan Roh-Nya.

(0.10975010666667) (2Taw 32:20) (sh: Allah menghukum keangkuhan (Selasa, 9 Juli 2002))
Allah menghukum keangkuhan

Allah menghukum keangkuhan. Dengan singkat penulis Tawarikh menyebutkan bahwa raja Hizkia dan nabi Yesaya berdoa. Melalui bagian ini penulis Tawarikh ingin menunjukkan bahwa harapan-harapan Salomo kepada bait Allah dipenuhi. Ketika Israel terdesak, maka raja (dan pemimpin lainnya) berseru kepada Allah atas nama umat dari Yerusalem (bait Allah), dan Allah menyelamatkan Israel. Untuk kesekian kalinya, penulis Tawarikh menggunakan sejarah Israel untuk memberi contoh, bahwa Allah mendengar dan menjawab doa. Bahkan Allah tidak hanya menghancurkan bala tentara Sanherib, tetapi juga mengaruniakan kepada Hizkia keamanan bagi bangsa itu.

Contoh kedua adalah raja Hizkia sendiri. Pada saat Allah menyembuhkan Hizkia dari penyakitnya, ia malah menjadi angkuh dan tidak berterima kasih (ayat 25a). Akibatnya, baik Hizkia maupun Yehuda dan Yerusalem ditimpa murka Allah (ayat 25b). Tidak dijelaskan pada ayat ini apa yang terjadi. Namun, berbeda dengan Sanherib, Hizkia bersama-sama dengan penduduk Yerusalem mau bertobat dan merendahkan diri mengakui dosa-dosa mereka di hadapan Allah, sehingga "murka Tuhan tidak menimpa mereka pada zaman Hizkia" (ayat 26).

Pada akhirnya, penulis Tawarikh menyimpulkan raja Hizkia sebagai raja yang perbuatan-perbuatannya setia (ayat 32). Kesetiaannya ini berbuahkan berkat yang besar dari Allah (ayat 27-31). Yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa berkat Allah itu secara khusus ditujukan kepada seluruh Israel. Kesetiaan Hizkia kepada Allah mencerminkan juga kesetiaan umat. Berkat bagi Hizkia dan kejayaan Hizkia berarti kejayaan Yehuda juga. Penulis Tawarikh sekali lagi ingin menampilkan gambaran bangsa yang ideal, yang sesuai dengan kriteria Allah untuk diteladani orang-orang Yehuda yang baru kembali dari pembuangan, bangsa yang rajanya setia, dan kerajaannya diberkati oleh Allah.

Renungkan: Seperti pemaparan Wahyu, semua kesombongan para penguasa dunia akan dihancurkan, dan Allah pasti akan menghukum mereka. Pengharapan Kristen adalah supaya dirinya terus setia dan berharap kepada Tuhannya.

(0.10975010666667) (Neh 2:1) (sh: Berdoa dan bersiap untuk bekerja (Minggu, 12 November 2000))
Berdoa dan bersiap untuk bekerja

Berdoa dan bersiap untuk bekerja. Komunikasi Nehemia dengan Tuhan mendorong dia untuk melibatkan diri secara aktif dalam penyelesaian masalah di Yerusalem. Doa penuh keprihatinan bagi bangsanya diakhiri dengan suatu permohonan yang spesifik 'biarlah hamba-Mu berhasil hari ini dan mendapat belas kasihan dari orang ini' (1:11). Melalui pergumulannya selama 3-4 bulan setelah menerima berita dari Hanani, Nehemia dipanggil dan diyakinkan oleh Tuhan bahwa ia sendiri yang harus bekerja untuk menyelesaikan masalah di Yerusalem. Nehemia yang harus memberanikan diri berbicara kepada raja yang dapat menghukum mati dirinya. Ia takut (2b) tetapi sadar bahwa Tuhan berdaulat dan sanggup mempengaruhi hati orang yang tidak beriman sekalipun dan mengabulkan doa Nehemia agar ia mendapat belas kasihan (1:11).

Setelah mendapat perhatian raja karena mukanya yang muram, Nehemia membeberkan masalahnya. Ia tetap sadar bahwa ia sangat membutuhkan Tuhan, terbukti dalam doanya yang kilat (4) yang dipanjatkannya dalam detik-detik antara: pertanyaan raja 'jadi, apa yang kau inginkan' dan jawaban Nehemia. Yang sangat mengesankan adalah persiapan Nehemia yang matang seperti keamanan dalam perjalanan, kebutuhan akan kayu untuk pintu-pintu gerbang di benteng Bait Suci, tembok kota, dan rumahnya sendiri. Kebutuhan-kebutuhan yang telah digumuli dalam doa selama beberapa bulan disampaikan Nehemia kepada raja yang dapat dipakai sebagai alat Tuhan semesta langit untuk memenuhi kebutuhannya. Nehemia memang mengandalkan kedaulatan dan kekuasaan Tuhan. Namun ini tidak membuat dia tidak menggunakan akal dan pikirannya. Kedaulatan Allah tidak dipakai sebagai alasan untuk bersikap malas dan lalai dalam mengadakan persiapan yang teliti.

Renungkan: Teladan indah dari Nehemia: berdoa dan siap bekerja, Allah pasti membukakan pintu-pintu yang tertutup.

Bacaan untuk Minggu ke-22 sesudah Pentakosta

Yesaya 45:1-6

1Tesalonika 1:1-5

Matius 22:15-22

Mazmur 96

Lagu: Kidung Jemaat 457

(0.10975010666667) (Neh 3:1) (sh: Partisipasi tinggi dan kepemimpin yang efektif (Selasa, 14 November 2000))
Partisipasi tinggi dan kepemimpin yang efektif

Partisipasi tinggi dan kepemimpin yang efektif. Seorang penulis pernah membandingkan gereja dengan pertandingan sepak bola, dimana segelintir orang sibuk lari ke sana-sini dan banyak penonton yang memberi semangat atau mencela. Keadaan ini sangat berbeda dengan pembangunan kembali tembok Yerusalem. Pemandangan yang sangat mengesankan dapat kita lihat dalam pembangunan itu yaitu partisipasi yang tinggi dari kelompok masyarakat yang beraneka ragam. Para pemuka agama maupun pemuka masyarakat melibatkan diri secara langsung (1, 9, 12, 16). Berbagai profesi terlibat dalam pembangunan itu seperti tukang emas dan juru rempah-rempah. Bukan hanya kaum laki-laki, tetapi kaum perempuan pun ikut menyumbangkan tenaganya (12).

Pembagian tugas dilakukan dengan jelas. Banyak rencana indah tidak berhasil dilaksanakan atau tidak mencapai tujuan karena tidak adanya pembagian tugas yang jelas. Catatan yang rinci pada pasal ini membuktikan bahwa pembagian tanggung jawab diberi perhatian yang sungguh-sungguh. Adanya sikap bijaksana dalam penentuan tugas masing-masing nampak dalam pemberian tanggung jawab kepada beberapa orang untuk memperbaiki tembok di depan rumahnya, selain unsur efisiensi dalam pengawasan dan singkatnya perjalanan ke tempat kerja, dipadukan pula kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Partisipasi yang tinggi ini terjadi karena kepemimpinan yang efektif dari Nehemia. Ia membentuk tim dan memberi tanggung jawab yang spesifik. Pemberian nama tiap tim memperlihatkan kepedulian Nehemia untuk memberi kredit terhadap hasil kerja yang dicapai oleh tiap tim. Ia juga mengorganisasi tim kerja berdasarkan beberapa alasan. Beberapa tim dibentuk karena kedekatan tempat tinggal, yang lain berdasarkan keluarga, status sosial, maupun profesi. Selain itu Nehemia mampu memotivasi mereka untuk bekerja dengan tujuan dan komitmen yang sama.

Renungkan: Jika Anda dipercaya sebagai pemimpin dalam gereja maupun lembaga pelayanan, apakah gaya kepemimpinan Anda mampu menciptakan partisipasi tinggi dari teman sepelayanan? Jika sebagai anggota jemaat, bagaimanakah Anda melihat partisipasi Anda di dalam pelayanan gereja? Adakah yang harus diubah atau diperbaiki dalam gaya kepemimpinan maupun dalam partisipasi Anda? Apa yang akan Anda lakukan?

(0.10975010666667) (Neh 13:14) (sh: Pemimpin dalam ketidakpastian (Sabtu, 2 Desember 2000))
Pemimpin dalam ketidakpastian

Pemimpin dalam ketidakpastian. Kehidupan sosial - ekonomi umat Israel menampakkan perbaikan yang mengesankan karena tembok sudah dibangun, dan Yerusalem kembali menjadi pusat perdagangan. Kondisi ini membuat mereka lupa diri dan kembali tergelincir ke dalam dosa. Mereka tidak lagi menguduskan hari Sabat. Yerusalem menjadi pasar justru pada hari perhentian Allah. Beberapa orang Yahudi mengambil perempuan asing menjadi istri mereka. Bahkan salah seorang anak dari seorang imam besar menjadi menantu Sanbalat. Mereka telah lupa, sekian lamanya mereka harus hidup di dalam pembuangan karena menerima murka Allah atas dosa-dosa mereka. Baru saja hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan, mereka kembali melanggar berbagai perintah Allah yang telah mereka sepakati untuk ditaati. Mereka lebih suka hidup menurut keinginan mereka sendiri bukan kehendak Allah. Melihat itu semua Nehemia berani mengoreksi setiap kesalahan (19-22, 25, 28-30). Nehemia melakukan itu semua tanpa pandang bulu. Sekalipun pelaku pelanggaran adalah anak seorang imam besar, Nehemia tidak segan-segan mengusirnya.

Buku sejarah terakhir dalam Perjanjian Lama berakhir dengan suatu catatan ketidakpastian. Jika umat Allah sedemikian cepat meninggalkan Allah ketika Nehemia tidak berada bersama mereka untuk waktu yang singkat, apa yang akan terjadi dengan mereka pada masa-masa yang akan datang? Sekali lagi peristiwa ini menyatakan betapa pentingnya kehadiran seorang pemimpin rohani seperti Nehemia. Sebagai seorang pemimpin Nehemia menerima tanggung jawab, bergantung dalam doa, menunjukkan kemurahan hatinya kepada yang membutuhkan, tekun dan gigih mencapai tujuannya, berani menghadapi tantangan, mampu memotivasi rekannya, menjaga standar moral yang sesuai kehendak Allah, dan selalu berani menyatakan kebenaran. Nehemia menjadi seorang pemimpin yang demikian karena baginya membangun kehidupan seseorang bagi Allah lebih penting dari apa pun. Buktinya ia tidak pernah berkata: "Ya Allah ingatlah aku yang telah membangun kembali tembok Yerusalem."

Renungkan: Dalam pelayanan rohani yang paling penting adalah mendorong dan membimbing orang yang dilayani agar mereka dapat memuji dan menyembah Allah lebih baik, menghormati Dia lebih sungguh, dan hidup dengan setia dan murni di hadapan-Nya.

Pengantar Kitab I Yohanes

Penulis. Isi dan gaya tulisan I Yohanes mirip dengan Injil Yohanes, karena itu hampir dapat dipastikan keduanya ditulis oleh penulis yang sama yaitu Yohanes anak Zebedeus. Tradisi mendukung kesimpulan ini.

Tujuan dan maksud penulisan. 1Yohanes ditulis untuk memperingatkan dan mengajar pembacanya tentang ajaran sesat yang menyangkal inkarnasi Yesus Kristus (4:2, 3). Ajaran sesat ini menyatakan bahwa Kristus hanya nampak seperti manusia. Juruselamat yang Illahi tidak dapat mati bagi orang berdosa. Ajaran sesat ini disebut doketisme (kata Yunani 'dokeo' = 'nampaknya'). Beberapa indikasi menyatakan bahwa I Yohanes ditulis setelah Injil Yohanes. Pertama, kitab ini berbicara secara singkat tentang masalah-masalah yang diuraikan secara panjang lebar oleh Injil Yohanes. Pembaca diasumsikan sudah membaca Injil. Kedua, konflik dengan doketisme tidak disebut dalam Injil Yohanes. Ketiga, konflik ideologis dengan orang Yahudi yang mewarnai Injil Yohanes tidak muncul dalam I Yohanes. Jika dibandingkan dengan surat Ignatius yang berbicara tentang ajaran sesat yang sama (110 M) dan Polikarpus, maka dapat disimpulkan bahwa kitab I Yohanes berkisar antara 90 - 110 M.

Karakteristik dan tema-tema utama. Meskipun menurut tradisi dipandang sebagai sebuah surat, kitab ini tidak mempunyai ciri-ciri utama sebuah surat seperti salam pembuka, isi, salam perpisahan. Sebaliknya Yohanes menyapa pembacanya dengan sebutan anak-anakku (2:1). Nampaknya ia menulis kepada sebuah kelompok tertentu yang mempunyai hubungan dekat dengan dia. Tidak mudah untuk membuat garis besar surat pendek ini. Tema-temanya nampak tidak saling berhubungan. Walau bahasa yang digunakan tidak sulit, ide yang terkandung di dalamnya sangat kaya dan dalam. Sebagai contoh, Yohanes mengatakan bahwa Allah adalah Terang, Kebenaran, dan Kasih dan menghubungkannya dengan perkembangan kebajikan di dalam diri orang percaya yang telah mengalami kelahiran kembali dan pengampunan dosa.Selain menolak inkarnasi Yesus Kristus, musuh Injil - sang anti Kristus juga mengajarkan bahwa seseorang dapat percaya kepada Allah tanpa mempraktikkan kasih dan kebaikan yang merupakan sifat dasar Allah. Menurut mereka keselamatan hanya sekadar slogan dan penampilan saja.

(0.10975010666667) (Est 4:1) (sh: Tuhan di balik penderitaan umat-Nya (Minggu, 24 Juni 2001))
Tuhan di balik penderitaan umat-Nya

Tuhan di balik penderitaan umat-Nya. Ketika Anda berada dalam suatu ruangan yang gelap pekat, munculnya seberkas cahaya menjadi begitu berarti bagi Anda. Atau pernahkah Anda berada dalam suatu situasi dimana semua harapan dan angan-angan Anda hancur berkeping-keping sehingga masa depan Anda terlihat begitu suram dan gelap? Adakah secercah pengharapan dan keyakinan yang memampukan Anda melewati awan yang gelap dan pekat?

Di dalam suasana perkabungan besar (1, 3, 4), Mordekhai masih memiliki keyakinan dan pengharapan akan pertolongan serta pemeliharaan Tuhan (14). Karena keyakinan dan pengharapan ini, Mordekhai berinisiatif membimbing Ester untuk memaksimalkan perannya (10-11, 14), memberikan penegasan tentang rencana Tuhan bagi posisi Ester di samping penjelasannya tentang apa yang sedang terjadi, memberikan teguran dan peringatan di samping tantangan untuk beraksi (4-8; 13-14). Melalui keyakinan dan pengharapan ini, Ester yang telah mejadi sadar mengajak orang Yahudi meratap dan berpuasa bagi perjuangannya sebagai ganti ratap tangis kepedihan (1- 3; 15-17). Ia menaati Mordekhai dan mengambil risiko menentang undang-undang kerajaan dengan suatu tekad "Kalau terpaksa aku mati, biarlah aku mati" (16). Inilah seberkas keyakinan dan pengharapan yang memampukan mereka menerobos awan pekat. Tuhan Raja di atas segala raja walaupun tidak terlihat oleh mata, Ia hadir bersama kita. Dialah sumber keyakinan dan pengharapan orang percaya di tengah penderitaan.

Renungkan: Karena adanya pengharapan dan keyakinan akan pertolongan dan pemeliharan Tuhan, maka umat Tuhan seharusnya bangkit, mengambil tanggungjawab dan memainkan perannya. Pikirkan bagaimana memaksimalkan peran Anda saat ini bagi pergumulan Kristen!

Bacaan untuk Minggu ke-3 sesudah Pentakosta

Kejadian 3:9-15

II Korintus 4:13-5:1

Markus 3:20-35

Mazmur 61:1-5, 8

Lagu: Kidung Jemaat 411

(0.10975010666667) (Ayb 2:1) (sh: Tekun dalam kesalehan (Jumat, 26 November 2004))
Tekun dalam kesalehan

Tekun dalam kesalehan. Penilaian Allah tentang Ayub dalam perikop ini, sama tepat dengan penilaian penutur (ayat 3, 10). Bahkan komentar positif Allah kini bertambah: "Ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan" (ayat 3b). Kenyataan reaksi Ayub terhadap rentetan malapetaka yang dialaminya, sekaligus membenarkan Ayub dan menyalahkan teori Iblis. Iblis berkata bahwa Ayub menganut "teologi berkat" maksudnya, ia seolah dekat Allah karena ada maunya yaitu sejauh Allah memberkatinya. Ayub membuktikan bahwa ia benar di hadapan Allah dan manusia bukan karena ada motivasi tersembunyi.

Bukan Iblis jika sesudah salah dan kalah lalu berhenti menyerang. Ia merubah taktiknya meski harus mengganti kilahnya sebelumnya. Kesehatan adalah bagian utama dari hidup. Kehilangan harta tidak langsung mengganggu keberadaan seseorang. Kehilangan orang yang dikasihi memang luar biasa berat, namun tetap bukan serangan langsung ke diri seseorang. Kini iblis berkilah bahwa bila hidup Ayub langsung yang diserang, ia pasti akan meninggalkan Tuhan. Sekali lagi Allah mengabulkan pertimbangan Iblis itu (ayat 6). Lalu Ayub mengalami penyakit kulit dahsyat yang mengakibatkan penderitaan luar biasa (ayat 8). Lebih dahsyat lagi derita itu sebab istrinya menganjurkan dia untuk menyangkal Tuhan (ayat 9).

Banyak orang kini pergi ke siapa saja dan memakai cara apa saja untuk mengusahakan kesembuhan. Sebagian besar dari cara-cara kesembuhan itu oleh Alkitab dinilai sebagai meninggalkan Allah dan mengganti-Nya dengan ilah lain. Artinya kita mengatakan bahwa hidup tanpa Allah lebih baik daripada tetap bersama Allah tetapi menderita. Jika Allah tidak mau/mampu menolong, lebih baik Ia dibuang dan diganti dengan yang lain. Jika Ia hanya mau menghukum tetapi tidak mau menolong, lebih baik kita mati saja. Akan tetapi, kesetiaan Ayub tidak tergoyahkan. Ia tetap menjaga hidupnya saleh meski harus menanggung derita yang tak ia pahami.

Tekadku: Aku ingin tetap dekat Tuhan meski harus menderita!

(0.10975010666667) (Ayb 2:11) (sh: Penghibur sejati (Kamis, 21 Agustus 2003))
Penghibur sejati

Penghibur sejati. Ketika penderitaan mencapai puncaknya, siapakah dapat menghibur? Siapakah yang mampu melegakan hati yang sedang tertekan hebat? Adakah kata-kata yang dapat meredakan kegalauan hati?

Pergumulan dahsyat yang dihadapi Ayub tidak dapat dikurangi bebannya hanya dengan nasihat atau kata-kata penghiburan. Ketiga teman Ayub, Elifas, Bildad dan Zofar, mengetahui hal itu. Sebagai rasa simpati atas penderitaan tersebut, mereka memilih untuk berdiam diri selama tujuh hari tujuh malam. Dalam kediaman itu mereka menangis bersama Ayub, mengoyak jubah dan menabur abu di kepala sebagai tanda berkabung bersama Ayub (ayat 1:20; 2:12). Apakah dengan berdiam diri ketiga teman Ayub itu dapat menghibur Ayub?

Penderitaan seperti itu ternyata tidak dapat dihibur oleh upaya apapun. Namun paling tidak ketiga teman itu telah menempatkan diri dengan tepat, yaitu ikut merasakan penderitaan temannya. Sikap teman-teman Ayub ini tampaknya berhasil, untuk sementara waktu, memberikan penghiburan dan pengharapan bagi Ayub, bahwa ternyata teman-temannya tidak meninggalkannya. Siapa yang dapat memberikan penghiburan kepada Ayub? Jika teman-teman Ayub hanya mampu menunjukkan kepekaan akan penderitaan yang dialami Ayub, siapa mampu memberikan penghiburan seperti mereka?

Hanya satu yang dapat memberikan penghiburan secara tuntas yaitu Roh Kudus. Dia adalah sumber penghiburan. Dia mampu menyentuh hati yang luka dan menyembuhkannya. Inilah janji dari Tuhan Yesus sendiri. Roh Kudus yang hadir adalah Roh Penghibur (Yoh. 14:26). Dia akan membantu orang percaya dalam kelemahannya, membantunya berdoa (Rom. 8:26) sehingga orang percaya sanggup menanggung pergumulan sedahsyat apapun.

Renungkan: Hanya ada satu penghibur sejati yang sanggup mengatasi penderitaan seberat apapun. Sudahkah Anda mengenal-Nya?

(0.10975010666667) (Ayb 3:1) (sh: Datanglah kepada-Nya (Jumat, 19 Juli 2002))
Datanglah kepada-Nya

Datanglah kepada-Nya. Elisabeth Kubler Ross, yang terkenal dengan bukunya, Death and Dying, menulis bahwa dalam menghadapi kematian, manusia melewati beberapa tahapan reaksi, dan salah satunya ialah keputusasaan. Tampaknya kondisi seperti itulah yang sedang dialami oleh Ayub. Ia tidak hanya telah kehilangan orang-orang yang dikasihinya, harta bendanya, tetapi juga tubuhnya terancam kematian. Saat itu, selain napas, tidak ada lagi yang tersisa dalam kehidupannya.

Dalam keputusasaan, manusia sering kali berpikir untuk segera mengakhiri hidupnya. Begitu pula dengan Ayub. Ia berharap untuk tidak dilahirkan, sehingga tidak pernah ada di dunia ini (ayat 3). Hidup yang dijalani terlalu menyakitkan dan baginya saat itu, kematian jauh lebih baik daripada kehidupan. Munculnya pertanyaan "mengapa" sebanyak empat kali menunjukkan sesal dan derita yang begitu dalam. Ayub mulai bertanya kepada Allah. Di dalam pertanyaan-pertanyaan tersebut, terkandung kekesalan dan kekecewaan kepada Allah. Ayub mempertanyakan kasih dan kedaulatan Allah. Apakah untuk yang dialaminya ini Allah menciptakan manusia? Untuk sikap Ayub ini, Tuhan belum meresponinya. Itu berarti Ayub masih harus menatap dan meniti hidup yang penuh kesesakan ini.

Respons Ayub terhadap penderitaan berkepanjangan yang dialaminya, menunjukkan reaksi kita yang sebenarnya terhadap penderitaan, yaitu bahwa reaksi pertama akibat penderitaan yang kita alami adalah kemarahan. Hal itu kemudian terus berlanjut dengan kemunculan berbagai tuduhan dan gugatan kepada Allah. Kita mulai memperhitungkan kebaikan-kebaikan yang kita lakukan. Memang, sekuat dan seteguh apa pun kita, tidak dapat dipungkiri bahwa ketika menghadapi kesusahan kita tidak selalu kuat. Namun demikian, walau usaha mencari jawaban atas penderitaan batin yang kita alami tidak mengalami kemajuan atau mungkin jalan buntu, penderitaan itu sendiri akan membuahkan kemantapan dan keteguhan sikap iman kita kepada Tuhan.

Renungkan: Kepada siapakah kita berkeluh kesah selain kepada Dia yang memedulikan kita?

(0.10975010666667) (Ayb 8:1) (sh: Terlalu luas untuk dipahami (Senin, 22 Juli 2002))
Terlalu luas untuk dipahami

Terlalu luas untuk dipahami. Ketika Tuhan menciptakan manusia, Tuhan meminta agar manusia mematuhi-Nya, dan bahkan Ia menjanjikan berkat bagi kita yang menaati-Nya. Sebaliknya, hukuman akan diberikan bagi kita yang tidak menaati kehendak-Nya (Mzm. 1). Inilah pemahaman Bildad dan kebanyakan kita, tentang Tuhan - sebuah pemahaman yang benar, namun tidak menyeluruh. Itu sebabnya Bildad terus mendesak Ayub untuk mengakui dosanya. Alasan Bildad sederhana saja, yaitu bahwa Tuhan memberkati orang yang benar dan menghukum orang yang fasik. Tuhan tidak mungkin keliru menjatuhkan vonis-Nya dan Ayub memang layak menerima hukuman ini. Ini adalah sebuah hukum sebab-akibat yang universal dan mudah dicerna.

Namun, ada segi-segi lain dalam hukum ini yang perlu kita pertimbangkan. Kemakmuran bukan pertanda bahwa Tuhan memberkati kita dan kesusahan bukan pertanda bahwa Tuhan menghukum kita. Rencana dan karya-Nya terlalu luas untuk dikotakkan dalam hukum ini. Sebagai Allah, Ia memiliki kebebasan untuk berbuat sekehendak hati-Nya dan kadang tindakan-Nya melenceng dari pemahaman kita tentang Allah yang terlalu sederhana ini. Tetapi, jangan mengira bahwa kebebasan Allah identik dengan kejahatan. Kebebasan Allah tidak sama dengan kesewenang-wenangan. Ia adalah Allah yang kudus. Jadi, segala tindakan-Nya tidak akan tercemari oleh dosa dan tidak akan termuati oleh maksud jahat.

Sewaktu kesusahan menimpa kita, janganlah kita tergesa-gesa memvonis bahwa Tuhan sedang menghukum kita. Periksalah diri kita, apakah ada dosa tersembunyi yang perlu kita bereskan dengan Tuhan. Jika tidak ada, terimalah kesusahan itu sebagai kehendak Tuhan yang tidak kita pahami. Tuhan tidak berjanji bahwa kita akan senantiasa mengerti tujuan akhir dari tindakan-Nya karena Ia terlalu luas untuk dicerna oleh otak kita yang terlalu kecil ini.

Renungkan: Charles Haddon Spurgeon, pengkhotbah terkenal, berkata,"Kemurahan Tuhan kerap kali datang ke pintu hati kita mengendarai seekor kuda hitam yang bernama Penderitaan." Kesusahan tidak senantiasa berarti kemarahan Tuhan; ada kalanya kesusahan adalah baju kemurahan Tuhan.

(0.10975010666667) (Ayb 9:1) (sh: Allah bebas bertindak, tetapi tidak pernah salah bertindak (Selasa, 23 Juli 2002))
Allah bebas bertindak, tetapi tidak pernah salah bertindak

Allah bebas bertindak, tetapi tidak pernah salah bertindak. Di dalam bukunya, The Lion, the Witch, and the Wardrobe, C. S. Lewis menggunakan figur singa sebagai perlambangan Tuhan. Lewis menggambarkan kemahakuasaan Tuhan sebagai sesuatu yang mendebarkan, namun meneduhkan. Mendebarkan karena kita tidak dapat mengatur Tuhan; meneduhkan sebab Ia baik.

Sebenarnya Ayub sudah memiliki pemahaman yang benar tentang Tuhan. Ia sadar bahwa Tuhan bebas berkehendak dan tidak ada seorang pun yang dapat atau berhak menggugat keputusan-Nya. Bahkan Ayub tidak membantah pernyataan bahwa Allah itu adil dan berkuasa. Namun, di dalam kesengsaraannya, Ayub menggugat dan mempertanyakan ketetapan-Nya. Ia merasa tidak selayaknya menderita seperti ini. Bagi Ayub, Tuhan telah bertindak tidak adil. Ada kalanya kita pun menggugat Tuhan bahwa Ia tidak adil. Kita marah karena yang kita dapatkan tidak seperti yang kita harapkan, sebab bukankah kita telah hidup dengan benar di hadapan Tuhan?

Bila kita perhatikan, jawaban-jawaban yang diungkapkan Ayub selain menyatakan betapa berdaulatnya Allah, juga mengungkapkan betapa lemahnya manusia. Betapa berkuasanya Pencipta atas ciptaan-Nya. Ayub sungguh menyadari siapa dia yang sesungguhnya di hadapan Allah. Ia tidak mampu melawan kehendak-Nya meski dengan kekuatan penuh. Kesadaran Ayub ini membuatnya mampu menghadapi dan mengatasi penderitaan yang dialaminya.

Kadang mengikut Tuhan membuat kita berdebar penuh keragu-raguan karena kita tidak tahu apa yang akan Ia perbuat kemudian. Keragu-raguan ini yang kerap menimbulkan kesulitan dalam diri kita untuk menyadari bahwa kuasa Allah hadir dalam penderitaan tiap-tiap orang. Seandainya tiap-tiap orang memiliki kesadaran bahwa Dialah Tuhan, Dialah yang menetapkan segalanya, maka penderitaan yang berat sekalipun akan mampu dihadapi.

Renungkan: Jika Tuhan mengizinkan kita mengalami penderitaan, yakinlah bahwa Dia pasti akan memberikan pertolongan-Nya kepada kita untuk kita menemukan kekuatan-Nya.

(0.10975010666667) (Ayb 14:1) (sh: Jangan takut datang kepada-Nya (Sabtu, 27 Juli 2002))
Jangan takut datang kepada-Nya

Jangan takut datang kepada-Nya. Dalam sebuah percakapan konseling dengan seseorang yang sedang menderita, kadang percakapan menjadi meluas hingga akhirnya terlontar pertanyaan seperti ini, "Mengapa Tuhan begitu kejam?" Sudah tentu pertanyaan ini keluar dari hati yang penuh kepedihan, kekecewaan dan kebingungan, bukan dari hati yang ingin menghujat Allah. Ada kalanya pertanyaan ini keluar karena cawan yang kita harus minum itu terlalu pahit dan kita merasa tidak sanggup lagi untuk meminumnya.

Nama Ayub pun mungkin lebih cocok dipanggil Mara, karena hidupnya sekarang menjadi sangat pahit. Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, ia mengetahui bahwa Tuhan mempunyai kuasa absolut atas hidupnya, dan bahwa penderitaannya tidak dapat dilepaskan dari tangan Tuhan. Bagi Ayub, tangan Tuhanlah yang sedang memukulnya dengan murka. Itu sebabnya ia datang kembali kepada Tuhan dan meminta Tuhan untuk "menyembunyikanku di dalam dunia orang mati … sampai murkaMu surut."(ayat 14:13). Di dalam kesedihan dan kekalutan, akhirnya Ayub berpikir bahwa musibah yang dialaminya merupakan ungkapan kemarahan Tuhan terhadapnya. Ayub keliru dan kita pun sering kali keliru sewaktu menghubung-hubungkan penderitaan yang kita alami dengan kemarahan Tuhan.

Benar bahwa kita adalah makhluk yang rasional dan kita ingin menemukan jawaban untuk setiap hal yang terjadi dalam hidup kita. Tetapi, itu bukanlah alasan untuk mulai mereka-reka alasan mengapa musibah menimpa karena jawaban yang paling logis dan paling mudah untuk meredam kemarahan dan kekecewaan ialah, Tuhan marah kepada kita.

Penderitaan acap kali merupakan bagian dari rencana Tuhan yang tidak kita mengerti. Tetapi, ada hal yang terpenting untuk kita pahami dan imani dalam kehidupan kita, yaitu bahwa penderitaan tidak dapat memisahkan kita dari kasih sayang Tuhan.

Renungkan: Dalam menghadapi penderitaan, datanglah kepada-Nya bukan dengan ketakutan terhadap kemarahan-Nya. Datanglah kepada-Nya sebagai Bapa yang menyayangi anak-anak-Nya.

(0.10975010666667) (Ayb 14:1) (sh: Kerapuhan manusia (Kamis, 9 Desember 2004))
Kerapuhan manusia

Kerapuhan manusia. Pada nas ini Ayub menguraikan keberadaan manusia dibandingkan ciptaan Allah yang lain. Siapakah manusia itu sehingga Allah mau menghadapinya? Ayub melukiskan kerapuhan manusia yang terbatas dalam hitungan waktu (ayat 5). Itu sebabnya, Ayub tidak mengerti jika Allah menambahkan penderitaan dalam hidup manusia yang singkat. Dan jika hidup manusia memang ada dalam penetapan Tuhan, hendaklah Tuhan mengalihkan pandangan-Nya dari menekan manusia (ayat 6). Maka Ayub mengajukan argumennya di hadapan Tuhan "Masakan Tuhan hendak mengadili manusia yang rapuh dan fana?" (ayat 3). Di sini Ayub sulit untuk menerima Allah mengadili orang yang tertindas. Ayub juga menyadari bahwa tidak mungkin dari manusia (yang najis) dapat menghasilkan kekudusan.

Ayub secara tidak langsung mengakui bahwa dia pun manusia yang bercela. Akibatnya Ayub melihat Allah sebagai hakim dan jenis murka yang dinyatakan-Nya bukan sebagai berkat dan rahmat. Karena itu, Ayub membandingkan hidup manusia sebagai ciptaan Allah yang tak lebih berpengharapan daripada ciptaan-Nya yang lain (ayat 7-9). Perbandingan ini didasarkan fakta bahwa setelah manusia mati maka ia tidak diingat lagi (ayat 10-12, 18-22). Meskipun demikian, Ayub yakin bahwa Tuhan akan mengingat dirinya dalam dunia orang mati. Hal ini karena Ayub berharap kepada Tuhan selama dia hidup, dan menyebut hari kematian sebagai panggilan rindu Tuhan akan ciptaan-Nya (ayat 15).

Penderitaan dapat menyadarkan seseorang tentang betapa rapuhnya manusia. Penderitaan mampu meningkatkan kesadaran kita bahwa waktu manusia terbatas. Akan tetapi, dalam kasus Ayub, benarkah Allah memang sedang menghakimi Ayub kala dia menderita, atau itu hanyalah anggapan seseorang yang dalam penderitaannya mengaitkan pengalaman hidup tersebut dengan penghakiman Allah? Sekali lagi, dalam penderitaan cara kita melihat Tuhan bisa berubah!

Renungkan: Apakah yang terjadi pada kerohanian Anda ketika hidup Anda menderita? Menambah harapan kepada Allah? Atau putus asa dan berpikiran negatif tentang Allah?

(0.10975010666667) (Ayb 19:1) (sh: Teman tak berkuasa, Tuhan berkuasa (Rabu, 31 Juli 2002))
Teman tak berkuasa, Tuhan berkuasa

Teman tak berkuasa, Tuhan berkuasa. Ayub tidak hanya kehilangan harta benda, anak-anak, dan kesehatannya. Ia juga kehilangan teman dan respek. Ayub meratap bahwa ia sekarang dikucilkan oleh saudara, kenalan, kaum kerabat, dan kawan-kawannya. Tidak berhenti di situ, ia pun diasingkan oleh anak semang dan budaknya (ayat 13-16) dan bahkan oleh istrinya sendiri (ayat 17). Ejekan tidak saja diterimanya dari teman karibnya, tetapi juga dari anak-anak kecil (ayat 18-19). Tidak heran pada akhirnya dengan memelas Ayub memohon kepada ketiga sahabatnya itu, "Kasihanilah aku, kasihanilah aku, hai sahabat-sahabatku."

Dalam penderitaan, kita membutuhkan dukungan dari orang-orang yang mengasihi kita. Seberat apa pun permasalahan yang kita hadapi, kalau kita masih mendapatkan kepercayaan dan kekuatan dari mereka, kita akan lebih sanggup menghadapinya. Namun, ironisnya, dalam kesusahan kita cenderung memilih untuk sendirian, mengucilkan diri dari keramaian. Kita menangis sendirian dan kita menderita sendirian, sepi dari sapaan teman dan kerabat.

Namun, meskipun Ayub bergumul sendirian, ia menghampiri Tuhan. Itu sebabnya ia tetap berkata dengan yakin, "Tetapi aku tahu: Penebusku hidup dan Ia akan bangkit di atas debu." (ayat 25). Ayub datang kepada Pribadi yang tepat: Tuhan sendiri. Ia membawa ketidakmengertian dan kekecewaannya kepada Tuhan. Sekarang Ayub tidak sendirian lagi. Meski sahabat-sahabatnya tidak memahami keadaannya, Tuhan mengerti.

Ada masalah yang dapat kita bagikan dan ceritakan kepada teman. Namun, ada juga masalah yang tidak bisa kita ceritakan kepada siapa pun. Akhirnya kita hanya dapat datang kepada Tuhan yang mengerti kepedihan kita bahkan sebelum kita mengucapkan sepatah kata pun.

Renungkan: Teman mengerti sebagian tentang diri kita, tetapi Tuhan mengerti seluruhnya. Teman mengasihi, memperhatikan kita, tetapi Tuhan mengurbankan nyawa-Nya buat kita. Dialah satu-satunya tempat kita mendapatkan kasih sayang dan pertolongan.

(0.10975010666667) (Ayb 23:1) (sh: Bukan "Allah" yang Kukenal (Jumat, 23 Oktober 2015))
Bukan "Allah" yang Kukenal

Judul: Bukan "Allah" yang Kukenal
Dua pasal ini menggambarkan iman, kejujuran, integritas, dan kegamangan Ayub. Dalam pasal 23 kita menjumpai bahwa Ayub percaya Tuhan berdaulat, bahkan atas kondisinya yang tak menyenangkan; Tuhan adil dan tidak berubah dan Ia akan mendengar perkaranya. Melalui berbagai pencobaan berat, Ayub tetap memiliki iman yang kokoh kepada Tuhan yang disembahnya.

Dalam baris yang sama kita melihat bahwa iman Ayub ternyata bukan iman gampangan yang keluar dari buku teks. Kita jumpai juga bahwa Ayub bergumul dengan misteri Tuhan, sementara ia berpegang pada Firman Tuhan (23:6-12). Di tengah kesulitan yang tak bisa ia pahami, Ayub tetap berintegritas di hadapan Tuhan. Ketika Tuhan yang dia kira dikenalnya mengizinkan kejutan-kejutan besar dan kepahitan hidup, dia tetap percaya pada karakter Tuhan. Namun di sisi lain, penderitaannya membawa kegamangan hatinya kepada Tuhan (16-17).

Sikap Ayub berbeda sekali dengan ketiga temannya yang secara membabi buta berpegang pada iman mereka yang mungkin canggih tetapi lugu. Mereka tak kuasa berhadapan dengan kenyataan hidup, sehingga penilaian dan sikap hidup mereka menjadi tidak sinkron dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Beda dengan Ayub yang sadar bahwa iman, pengetahuan, pengalaman hidupnya, tidaklah seberapa. Karena itu, ia izinkan Tuhan membentuknya, walaupun ia sendiri tidak mengerti apa dan dimana letak kesalahannya.

Dalam pasal 24, Ayub memaparkan serangkaian peristiwa yang tak ia pahami. Entah kenapa, Tuhan membiarkan kejahatan terjadi atas hidupnya. Kendati pun ia tetap beriman, dalam kematangan perjalanan imannya ia menemukan semakin lama semakin banyak pertanyaan yang muncul dan semakin sedikit jawaban yang ia punyai.

Terkadang Tuhan membawa kita melalui puncak, lembah, dan kelokan yang tak terduga dan sama sekali asing. Itulah saatnya iman bertumbuh akan pengenalan terhadap Tuhan. [AKI]



TIP #26: Perkuat kehidupan spiritual harian Anda dengan Bacaan Alkitab Harian. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA