(0.14632575714286) | (2Kor 7:2) |
(sh: Allah menyebabkan dukacita? (Minggu, 13 September 1998)) Allah menyebabkan dukacita?Allah menyebabkan dukacita? Suka mendukakan orang? Paulus tidak sadis, ketika ia bersuka bahwa jemaat Korintus itu mengalami dukacita yang dalam. Paulus bisa diumpamakan seorang ayah yang bersuka melihat teguran atau hajarannya atas kenakalan anaknya menghasilkan penyesalan yang tulus. Anugerah Tuhan tidak boleh diperlakukan secara obralan. Pengampunan Tuhan bagaikan kesembuhan yang hanya terjadi bila orang melalui proses pengobatan yang pedih, sakit, pahit. Dalam pelayanan kita ingin segera melihat orang menyambut janji-janji Allah dengan sukacita. Itu tidak benar. Sukacita sejati karena mengalami pengampunan dan pemulihan dari Allah hanya diterima oleh mereka yang mengalami berbagai aspek pertobatan seperti: kesungguhan yang besar, keinginan berubah, kemarahan terhadap dosa, takut akan Allah, semangat yang benar, mengakui dosa sebagaimana adanya (ayat 11). Renungkan: Kasih sejati tidak lembek, membiarkan orang dalam dosa melainkan tegas menegur, menasihati, menyatakan kesalahan, membimbing dengan kuasa ilahi. |
(0.14632575714286) | (Ef 4:7) |
(sh: Kesucian umat Allah (Selasa, 15 Oktober 2002)) Kesucian umat AllahKesucian umat Allah. Orang yang percaya pada Yesus harus hidup sesuai dengan panggilannya sebagi umat Allah. Paulus menasihatkan mereka untuk tidak lagi hidup seperti orang yang tidak mengenal Allah (ayat 17). Bagaimanakah hidup orang yang tidak mengenal Allah? Hati mereka yang keras mengakibatkan pikiran sia-sia (ayat 17), pengertian gelap dan kebodohan, serta jauh dari Allah mengakibatkan mereka hidup di bawah murka Allah. Sehingga hidup mereka serba kacau yang nampak dari pikiran yang tumpul. Dikuasai hawa nafsu dan serakah berbuat cemar (ayat 19). Sebagai umat Allah, orang percaya harus hidup suci, karena orang yang percaya Yesus telah belajar mengenal Yesus Kristus, mendengar Kristus dan menerima pengajaran dalam Kristus (ayat 21). Sentralitas Kristus terlihat jelas. Ini berarti orang percaya menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru, setiap hari dibarui dalam roh dan pikiran (ayat 23). Tidak ada artinya menyatakan diri sebagai ciptaan baru namun tabiat dan kebiasaan lama masih terus dilakukan. Semua tabiat lama harus dibuang karena manusia lama sudah dibuang. Sekarang orang percaya harus membuang dusta dan berkata benar (ayat 25). Kebohongan menghancurkan persekutuan umat Allah. Orang percaya harus menguasai diri (ayat 26-27). Boleh marah, tetapi jangan menjadi angkuh, dendam dan benci. Boleh marah, namun jangan dipelihara dan berkembang tidak terkendali. Boleh marah, tetapi saat marah jangan membiarkan iblis mengubah kemarahan menjadi kekerasan dan kebencian. Orang percaya jangan mencuri tetapi bekerja keras dan jujur (ayat 28). Jangan mengambil hak dan milik orang lain. Orang percaya mempergunakan mulut untuk membangun sesama (ayat 29), bukan untuk menghancurkan orang lain (ayat 30). Orang percaya jangan memiliki relasi yang pahit, geram, marah, pertikaian, dan fitnah dengan sesama orang percaya. Sebaliknya, dalam persekutuan umat hendaklah ada keramahan, kasih dan pengampunan (ayat 31-32). Renungkan: Adakah tabiat lama yang harus dibuang hari ini? Mengapa terus memelihara tabiat lama, bila itu berarti menyebabkan kematian? |
(0.14632575714286) | (Why 10:1) |
(sh: Kitab Terbuka Lagi, ... (Selasa, 5 November 2002)) Kitab Terbuka Lagi, ...
Kitab Terbuka Lagi, .... Menjelang kedatangan saat yang paling menentukan itu, si pelihat menerima titah untuk menyampaikan Firman Allah kepada banyak bangsa dan kaum dan bahasa. Perlambangannya adalah memakan gulungan kitab tersebut, yang terasa manis di mulut namun pahit di perut. Maksudnya, keindahan firman Allah, yakni Injil itu, sebanding pula dengan konsekuensi yang dituntut bagi para pemberita dan orang-orang yang setia padanya. Injil seperti kata Paulus, "adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya" (Rom. 1:16), tetapi juga, karena kesaksiannya yang tuntas tentang Kristus dan karya-Nya, menuntut kesetiaan yang total yang tidak jarang harus dibayar dengan kepahitan penderitaan.
Renungkan: |
(0.12542208333333) | (1Taw 9:35) |
(sh: Kematian Saul yang tragis (Sabtu, 2 Februari 2002)) Kematian Saul yang tragisKematian Saul yang tragis. Bagian pertama dari bacaan ini (ayat 9:35-44) sama isinya dengan 8:29-38, tetapi tujuan penulisannya berbeda. Pasal 8 menekankan tempat tinggal dari tiga puak (keluarga besar) keturunan Benyamin, sedangkan di sini silsilah Saul merupakan pengantar kisah kematiannya sebagai raja Israel (pasal 10). Kematian Saul dan ketiga anaknya yang sangat tragis dikisahkan dengan sangat mencekam. Kekalahan total dialami Saul: orang (tentara) Israel melarikan diri dan banyak yang mati terbunuh (ayat 1); Saul sendiri, serta seluruh keluarganya, juga mati (ayat 6); sesudah itu seluruh orang Israel melarikan diri (ayat 7). Semua kehormatan yang diterima Saul sebagai raja hilang lenyap dalam kekalahan dan kematiannya, terlebih lagi dalam perlakuan orang Filistin terhadap mayatnya (ayat 8-10).
Kepemimpinan Saul sebagai raja berakhir karena ketidaksetiaannya
terhadap Tuhan (ayat 13-14). Meminta petunjuk dari arwah adalah
salah satu perbuatan Saul yang merupakan kekejian bagi Tuhan ( Dalam konteks Israel pascapembuangan, tema "hukuman (retribusi) ilahi atas ketidaksetiaan umat" terdengar jelas dalam kitab Tawarikh. Penulisan sejarah masa lalu Israel dalam konteks ini dimaksudkan sebagai peringatan agar sejarah yang pahit itu tidak terulang kembali. Syukurlah, bagi Tuhan hukuman bukanlah kata akhir. Penulis Tawarikh juga memberitakan anugerah Allah yang melampaui hukuman yang paling keras sekalipun, dan yang diperoleh melalui pertobatan (bdk. 2Taw. 12:6-12; 15:4; 30:6-9; 32:26; 33:12-14). Umat Tuhan, senantiasa dipanggil untuk hidup dalam ketaatan dan kesetiaan terhadap firman-Nya. Kegagalan mereka bukan berarti gagalnya rencana keselamatan Tuhan bagi dunia ini. Tuhan mengangkat seorang pemimpin baru. Melalui Daud, Ia menjanjikan suatu kerajaan yang kekal, yang digenapi di dalam Yesus Kristus. Renungkan: Kita sering tidak setia kepada Tuhan. Tetapi, marilah kita bertindak seturut dengan I Yohanes 1:9. |
(0.12542208333333) | (Yeh 21:1) |
(sh: Kedahsyatan pedang petir (Kamis, 6 September 2001)) Kedahsyatan pedang petirKedahsyatan pedang petir. Yehezkiel kali ini harus menujukan wajahnya ke arah Yerusalem dan mengucapkan banyak teguran kepada Israel yang telah menajiskan Bait Kudus Allah (ayat 1-2). Ia harus menyampaikan bahwa Tuhan telah menjadi lawan Israel dan hendak mencabut pedang-Nya untuk melenyapkan semua manusia dari Selatan sampai Utara (ayat 3-4). Kengerian malapetaka ini adalah bila senjata itu sudah membabat manusia, pedang petir ini tidak akan kembali ke sarungnya. Dan Yehezkiel disuruh menjadi model hidup. Ia harus mendramatisir kedahsyatan bencana ini dengan mengerang seperti seorang yang patah tulang pinggang, yang berada dalam kesengsaraan yang pahit (ayat 5-6). Ketika warga mengerti isi pesan ini, maka hati mereka akan menjadi tawar, semua tangan akan menjadi lemah lesu, segala semangat menghilang, dan semua orang akan terkencing-kencing ketakutan (ayat 7). Sebelum mengklaim bahwa tindakan Allah yang telah dipaparkan ini sebagai bentuk kekejaman yang tidak berbelaskasihan, maka kita perlu memahami mengapa keputusan ini diambil oleh Allah. Allah tidak pernah menjatuhkan hukuman tanpa andil kesalahan manusia. Allah tidak dapat berpangku tangan melihat kenajisan dosa. Walaupun manusia dapat dengan sangat rapi membungkus dosa, tetapi dosa tetap kejijikan di hadapan Allah. Bila telah berulangkali manusia diperingatkan melalui berbagai cara namun tetap tidak mau menyesali dosanya, maka Allah tidak punya pilihan lain di dalam menyatakan disiplin-Nya. Ia mengizinkan suatu penghukuman dahsyat menimpa manusia. Kita sama sekali tidak mempunyai alasan untuk mengklaim Allah itu kejam, karena Allah menindak manusia selaras dengan perbuatannya, di dalam kasih dan kedaulatan-Nya. Kasih dan kedaulatan-Nya yang nyata melalui disiplin keras akan mengajar Kristen tidak hidup sekehendak hati, tetapi mengarahkan hidup pada kehendak-Nya. Renungkan: Menyikapi disiplin Allah di dalam hidup kita, tidaklah mudah. Kita seringkali lebih memfokuskan pandangan pada bentuk penderitaan yang kita alami. Jarang sekali kita melihat tujuan dan maksud kasih-Nya di balik pekerjaan pedang petir-Nya. Wahai Kristen yang telah menerima ganjaran Allah, sudah saatnya kita bangun dari keterpurukan. Kinilah saatnya kita menghayati hidup yang telah dibersihkan-Nya dengan lebih baik lagi. |
(0.12542208333333) | (Luk 22:39) |
(sh: Semuanya bermula di sini (Senin, 17 April 2000)) Semuanya bermula di siniSemuanya bermula di sini. Setelah perjamuan malam selesai,
Yesus menuju Bukit Zaitun, tempat yang biasa Ia kunjungi ( Setelah itu Yesus menjauhkan diri dari murid-murid-Nya. Apa yang dilakukan Yesus menunjukkan dengan gamblang, pusat peperangan ketika masa depan seluruh ciptaan dipertaruhkan. Ini suasana yang sangat genting. Hasil dari peperangan itu tergantung penuh pada diri-Nya. Jika Ia gagal maka seluruh ciptaan akan terhilang selamanya; jika Ia berhasil, kemenangan mutlak akan dipetik. Kemudian Dia berlutut. Inilah pemandangan yang indah dan kemenangan besar. Ia berlutut di Bukit Zaitun. Beberapa hari yang lalu Dia datang ke bukit yang sama, dan Ia dielu-elukan sebagai Raja (lih. 19:35-38) Sesampainya di Yerusalaem Ia mendapati bahwa Yerusalem sudah berada di tangan para pemberontak Allah, Bait Allah sudah dipenuhi dengan perampok. Bagaimana mereka dapat diselamatkan dari murka Allah dan dipulihkan kembali kepada ketaatan dan penyembahan kepada Allah yang benar? Upacara keagamaan tidak mampu mengubah seorang pemberontak menjadi kudus. Jika Yerusalem dan seluruh dunia dibawa kembali kepada Allah, semuanya bermula di Bukit Zaitun. Sang Mesias harus menegakkan kehendak Allah di bumi dengan jalan mentaatinya terlebih dahulu. Kristus mentaati kehendak Allah meminum cawan itu meskipun pahit. Ketika ditangkap, Yesus menghadapinya tanpa pedang. Ia paham, yang dihadapi bukanlah kekuatan fisik. Renungkan: Masalah kejahatan di dunia tidak dapat diatasi dengan taktik politik dan konflik senjata, namun hanya dengan ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa. Semuanya bermula di Getsemani dan harus menyebar ke seluruh pelosok dunia. Di mana Kristen berada di situ kehendak Allah harus ditegakkan dan diwujudnyatakan. |