Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 801 - 820 dari 1095 ayat untuk saat [Pencarian Tepat] (0.002 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.17370346176471) (Ayb 6:1) (sh: Bukan selalu karena dosa (Kamis, 8 November 2012))
Bukan selalu karena dosa

Judul: Bukan selalu karena dosa
Tidak semua penderitaan disebabkan oleh dosa. Ada kalanya Tuhan mengizinkan hal itu terjadi walau kita tidak tahu tujuannya. Itulah respons Ayub terhadap opini Elifas, yang didasarkan pada pengalamannya. Namun Ayub tetap pada keyakinannya bahwa dia tidak bersalah di hadapan Tuhan (6:28-30).

Penderitaan Ayub memang luar biasa. Harta benda ludes begitu saja, sepuluh anak tewas mengenaskan, dan tubuh dipenuhi penyakit kulit yang tak tertahankan. Bayangkan! Tidak banyak orang yang bermental baja untuk menghadapi situasi yang demikian berat. Tak heran bila Ayub merasa bahwa Tuhan sedang menghukum dia (6:4). Lalu bagaimana respons Ayub?

Ayub jujur mengatakan bahwa penderitaannya tidak tertahankan (6:3-7). Bahkan, kematian menjadi kelepasan dari penderitaan (6:8-14). Sahabat-sahabatnya pun bukan menghibur dan menolong, melainkan malah menghakimi dia (6:15-20, 22-25). Ayub menantang balik mereka untuk membuktikan kesalahannya (6:24-30). Di sisi lain, Ayub menyadari kefanaan manusia. Pasal 7 merupakan penuturan panjang mengenai manusia dalam pergumulan hidup karena ketidakberdayaan terhadap perlakuan Tuhan (7:17-19). Sekali lagi bagi Ayub kematian adalah kelepasan dari dari penderitaan (7:15-16). Ia juga bersikukuh bahwa ia tidak berdosa sehingga pantas menerima semua itu (7:20-21).

Dalam situasi seperti itu, yang dibutuhkan Ayub bukanlah tuduhan, tetapi empati. Perkataan Elifas menempatkan Ayub sebagai pendosa besar, dan ini jelas sukar diterima Ayub. Tak heran ia bereaksi demikian keras.

Perkataan Elifas menjadi pelajaran penting dalam menghadapi orang yang sedang kemalangan. Kita perlu berhati-hati dengan perkataan kita yang bertujuan menghibur orang yang kemalangan, tetapi nyatanya seolah hakim yang menjatuhkan vonis kepada terdakwa. Pahamilah bahwa pengalaman kita belum tentu sama dengan pengalaman orang lain. Karena itu jangan berdiri lebih tinggi dari orang yang sedang kemalangan, melainkan duduklah sama rendah agar kita dapat menjadi sahabat yang baik bagi dia.

Diskusi renungan ini di Facebook:
http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2012/11/08/

(0.17370346176471) (Ayb 12:1) (sh: Membandingkan diri (Kamis, 25 Juli 2002))
Membandingkan diri

Membandingkan diri. Ketika kita menderita salah satu godaan terbesar pada saat itu ialah membandingkan penderitaan yang diri kita alami dengan kebahagiaan orang lain. Ini adalah respons manusiawi; kita cenderung mengukur keadilan dari sudut, apakah orang lain menerima yang sama seperti yang kita terima atau tidak. Tetapi, dampak dari sikap ini adalah kekecewaan yang dalam terhadap Tuhan. Kita mulai mengklaim bahwa Tuhan tidak adil dan tidak mengasihi kita. Tampaknya Ayub terperangkap di dalam jebakan yang serupa.

Pada ayat 6, Ayub mengeluh dengan sinis. Ayat ini merupakan pengkontrasan dengan ayat 4, ketika Ayub berseru dan seakan menyesali kondisinya, "Aku menjadi tertawaan sesamaku … orang yang benar dan saleh menjadi tertawaan." Ayub menganggap bahwa ia telah diperlakukan tidak adil oleh Tuhan. Bagaimana mungkin Tuhan mengizinkan hal ini terjadi pada dirinya, sedangkan ia telah hidup saleh? Tuhan tidak adil karena telah menghadiahinya penderitaan. Sebaliknya, orang yang hidup dalam dosa, menurut Ayub, justru menikmati ketenteraman. Dalam penderitaan, Ayub membandingkan diri dengan orang lain. Ini sangat berbahaya karena ia menuntut keadilan Tuhan.

Melalui perikop ini, kita belajar bahwa beberapa hal yang penting dan perlu untuk kita pelajari dan pahami dalam perjalanan iman kita adalah pertama, bahwa apa yang menjadi bagian kita adalah wujud dari keadilan dan kasih Allah. Kedua, menerima bagian kita apa adanya tanpa harus membandingkannya dengan bagian orang lain. Tuhan tidak mengharapkan agar kita dapat memahami seutuhnya setiap tindakan-Nya, namun Ia mengharapkan supaya kita mempercayai-Nya, bahwa Ia adalah Allah yang baik, kudus, dan adil.

Renungkan: Ketika kita berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan hidup, tidak jarang kita menemukan kegagalan, kegagalan yang sering kali juga diciptakan oleh konsep rohani yang sempit dan dangkal. Akibatnya, kita mulai berpikir bahwa tidak mudah memahami kesulitan hidup. Hal ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa hanya dalam Kristus sajalah kebenaran itu mewujud.

(0.17370346176471) (Ayb 13:1) (sh: Hidup benar (Jumat, 26 Juli 2002))
Hidup benar

Hidup benar. Berapa banyak di antara kita yang berani berkata seperti Ayub, "Berapa besar (atau dalam terjemahan lain, berapa banyak) kesalahan dan dosaku?" (ayat 13:23). Kita hanya berani mengatakan hal seperti ini kepada sesama kita manusia. Namun, kepada Tuhan? Tidak ada di antara kita yang berani menantang Tuhan untuk menunjukkan berapa banyak dosa yang telah kita perbuat. Kita tidak berani sebab kita menyadari bahwa kita memang telah melakukan banyak dosa.

Ayub berani mengatakan hal seperti itu kepada Tuhan karena memang Ayub telah hidup benar dan saleh di hadapan-Nya. Ia tidak sedang membanggakan diri atau membual sebab itulah yang Alkitab katakan tentang kehidupan Ayub (ayat 1:1). Tidak heran Ayub akhirnya menjadi marah kepada ketiga temannya yang terus memojokkannya dan menuduhnya telah melakukan dosa yang tersembunyi. Ayub berani mempertanggungjawabkan hidupnya secara terbuka di hadapan Allah. Bagaimana dengan kita? Kehidupan yang bersih diawali dengan hati yang bersih. Kita mesti menjaga hati kita agar tetap bersih dari dosa. Kita bisa memperlihatkan perilaku yang bersih, namun itu sendiri bukan jaminan bahwa kita memiliki hati yang bersih (bdk. Ams. 16:2).

Kadang, demi kepentingan pribadi, kita membersih-bersihkan atau membenarkan tindakan kita. Sebaliknya, jika orang lain yang melakukannya, kita menuduhnya berdosa. Betapa mudahnya kita terjebak dalam standar ganda dan mengabaikan standar Tuhan. Ada dua pertanyaan yang dapat kita ajukan untuk menjaga agar hidup kita tetap bersih. Pertama, apakah saya berani mengakui perbuatan saya di hadapan orang lain? Dengan kata lain, apa pun yang kita lakukan, beranikah kita mengakuinya kepada orang lain? Kedua, beranikah kita mengundang kehadiran Tuhan pada saat kita melakukan perbuatan itu? Kita harus percaya bahwa kedua pertanyaan ini dapat mengingatkan dan menolong kita untuk hidup terbuka di hadapan Allah.

Renungkan: Terang membawa dua dampak pada ruangan kehidupan kita: memalukan dan membanggakan. Memalukan, jika ruangan itu kotor; membanggakan, bila ruangan itu bersih.

(0.17370346176471) (Ayb 19:1) (sh: Iman yang tidak goyah (Selasa, 14 Desember 2004))
Iman yang tidak goyah

Iman yang tidak goyah. Ketika semua orang memusuhi kita, bahkan Tuhan pun tidak mendukung kita, bagaimana kita harus bersikap? Jika salah bersikap, jangan-jangan kita menjadi ateis atau menyerah kepada nasib.

Ayub mengalami tekanan yang dirasakannya sangat berat (ayat 3) (band. keluhan Ayub pada ps. 3). Namun, sekarang bertambah dahsyat karena para sahabatnya tidak menunjukkan perhatian dan tidak menerima dirinya (ayat 19:2-6, 7). Mereka seakan-akan bertindak menjadi Allah bagi Ayub (ayat 21-22). Meski demikian, Ayub sekali lagi, menyatakan bahwa penderitaan yang ia alami tidak berkaitan dengan dosanya. Melainkan disebabkan perbuatan Allah dalam kedaulatan-Nya atas dirinya (ayat 6, 8-12). Sebagai akibat keyakinannya, semua orang menjauhkan diri dari Ayub, termasuk teman, keluarga yang paling dekat, bahkan anak-anak (ayat 13-19). Ayub tidak mempersalahkan mereka yang telah menghindari dirinya. Ayub sendiri merasakan keadaan fisiknya begitu menjijikkan, sehingga wajar kalau manusia normal tidak akan mau berdekatan dengan dirinya (ayat 20). Satu hal yang luar biasa dari Ayub adalah imannya yang tidak kehilangan fokus, tetapi tetap tertuju kepada Allah. Meskipun, pada ay. 7 Ayub telah menuduh Allah bertindak tidak adil kepadanya dengan sengaja menyengsarakan dia. Akan tetapi, pada akhir pasal 19 ini, Ayub meyakini bahwa Allah yang sama akan tampil membela dia (ayat 25-29). Seakan-akan Ayub berkata "Oleh karena Engkau yang mengizinkan aku menderita, maka Engkau pasti yang akan memulihkan aku"!

Apakah yang Anda harapkan dari Allah saat menderita? Beragam jawaban pasti timbul. Banyak orang Kristen mengharapkan Allah akan datang dan membukakan jalan secara instan dan menakjubkan, seperti mukjizat. Akan tetapi, jika harapan Anda tidak terwujud, apakah iman Anda akan goyah dan kehilangan gairah menjalani hidup?

Renungkan: Iman Ayub adalah iman kristiani. Ayub percaya penuh bahwa Allahlah perisainya. Penderitaan boleh menggerogoti sekujur tubuhnya, bahkan menekan jiwanya. Rohnya tetap berharap pada-Nya.

(0.17370346176471) (Ayb 21:1) (sh: Allah masih berdaulat (Kamis, 16 Desember 2004))
Allah masih berdaulat

Allah masih berdaulat. Tudingan Zofar bahwa orang fasik segera akan binasa dijawab dengan fakta nyata lapangan bahwa orang fasik ternyata banyak yang hidup mujur (ayat 7-15). Hal itu membuktikan bahwa tuduhan-tuduhan kepada Ayub tidak sesuai kenyataan. Penderitaan Ayub bukan diakibatkan oleh dosa-dosanya.

Ayub menyadari penuh bahwa kemujuran orang fasik bukan berarti mereka bebas terus berdosa di dalam dunia milik Allah ini. Ayub mengetahui bahwa pada akhirnya orang fasik akan menerima hukuman Allah (ayat 16-21). Teori hukuman dosa yang diajukan Zofar dianggap Ayub sebagai kesombongan mau mengajari Allah bagaimana bertindak terhadap orang berdosa (ayat 22-26). Bagi Ayub sikap Zofar dan teman-temannya itu petunjuk adanya niat jahat mereka. Mereka tidak dapat membuktikan bahwa Ayub berdosa. Akan tetapi, mereka memaksakan bahwa penderitaan Ayub adalah bukti Ayub berdosa. Kenyataannya orang fasik selamat dan orang yang menggugatnya malah binasa (ayat 27-34). Tanpa disadari sebenarnya Ayub pun bersikap mau mengajari Allah bagaimana seharusnya bertindak menghadapi orang fasik (ayat 19-21).

Persoalan theodicy (soal pengaturan dan kebaikan ilahi dalam dunia yang di dalamnya terjadi penderitaan) adalah persoalan klasik yang mencuat di perikop ini. Bagaimana Allah bertindak menghadapi orang fasik dan orang benar? Para teman Ayub mencoba menjelaskannya dengan pemahaman bahwa orang fasik pasti akan dihukum oleh Allah, sedangkan orang benar akan diberkati. Namun mereka membalikkan pandangan ini sedemikian sehingga orang yang menderita pastilah sedang menerima hukuman Allah atas dosa-dosanya. Ini adalah pandangan yang keliru sama sekali. Yang benar adalah Allah berdaulat atas kehidupan manusia. Ia adil, pasti akan membalaskan kejahatan manusia dengan hukuman dan kebaikan mereka dengan berkat. Namun, kapan dan bagaimana adalah hak Allah untuk menentukannya.

Camkan: Allah berdaulat atas hidup orang fasik maupun orang benar. Kalau saat ini orang fasik masih hidup enak-enakan, sementara orang benar menderita, itu hanyalah masalah waktu!

(0.17370346176471) (Ayb 23:1) (sh: Bukan "Allah" yang Kukenal (Jumat, 23 Oktober 2015))
Bukan "Allah" yang Kukenal

Judul: Bukan "Allah" yang Kukenal
Dua pasal ini menggambarkan iman, kejujuran, integritas, dan kegamangan Ayub. Dalam pasal 23 kita menjumpai bahwa Ayub percaya Tuhan berdaulat, bahkan atas kondisinya yang tak menyenangkan; Tuhan adil dan tidak berubah dan Ia akan mendengar perkaranya. Melalui berbagai pencobaan berat, Ayub tetap memiliki iman yang kokoh kepada Tuhan yang disembahnya.

Dalam baris yang sama kita melihat bahwa iman Ayub ternyata bukan iman gampangan yang keluar dari buku teks. Kita jumpai juga bahwa Ayub bergumul dengan misteri Tuhan, sementara ia berpegang pada Firman Tuhan (23:6-12). Di tengah kesulitan yang tak bisa ia pahami, Ayub tetap berintegritas di hadapan Tuhan. Ketika Tuhan yang dia kira dikenalnya mengizinkan kejutan-kejutan besar dan kepahitan hidup, dia tetap percaya pada karakter Tuhan. Namun di sisi lain, penderitaannya membawa kegamangan hatinya kepada Tuhan (16-17).

Sikap Ayub berbeda sekali dengan ketiga temannya yang secara membabi buta berpegang pada iman mereka yang mungkin canggih tetapi lugu. Mereka tak kuasa berhadapan dengan kenyataan hidup, sehingga penilaian dan sikap hidup mereka menjadi tidak sinkron dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Beda dengan Ayub yang sadar bahwa iman, pengetahuan, pengalaman hidupnya, tidaklah seberapa. Karena itu, ia izinkan Tuhan membentuknya, walaupun ia sendiri tidak mengerti apa dan dimana letak kesalahannya.

Dalam pasal 24, Ayub memaparkan serangkaian peristiwa yang tak ia pahami. Entah kenapa, Tuhan membiarkan kejahatan terjadi atas hidupnya. Kendati pun ia tetap beriman, dalam kematangan perjalanan imannya ia menemukan semakin lama semakin banyak pertanyaan yang muncul dan semakin sedikit jawaban yang ia punyai.

Terkadang Tuhan membawa kita melalui puncak, lembah, dan kelokan yang tak terduga dan sama sekali asing. Itulah saatnya iman bertumbuh akan pengenalan terhadap Tuhan. [AKI]

(0.17370346176471) (Mzm 5:1) (sh: Maju dalam Tuhan di tengah masalah hidup (Kamis, 9 Januari 2003))
Maju dalam Tuhan di tengah masalah hidup

Maju dalam Tuhan di tengah masalah hidup. Kejahatan, baik yang ditujukan kepada kita maupun yang terjadi di sekitar kita, pasti menimbulkan penderitaan. Mazmur ini melukiskan langkah mendaki makin mendekat Allah yang justru terjadi di dalam pergumulan orang beriman. Hal pertama yang pemazmur lakukan adalah menyatakan isi hatinya dan keluh kesahnya kepada Allah (ayat 2-4). Hubungan dengan Allah adalah sesuatu yang riil, bukan teoretis belaka. Doa adalah kebiasaan rohani yang mewadahi komunikasi riil tersebut. Menyadari itu, pemazmur berdoa di pagi hari. Dalam doanya, Ia dengan bebas dapat meninggikan Allah sebagai Raja sambil meminta secara nyata seolah kepada seorang sahabat. Kedua, pergumulan rohani yang dialaminya adalah kesempatan untuk pemazmur mengakarkan keyakinan imannya bahwa Allah konsisten dalam kekudusan-Nya (ayat 5-7). Apa pun kenyataan yang kini dialaminya tidak ia izinkan untuk mengaburkan keyakinan bahwa Allah membalas kejahatan dengan adil dan tegas menolak dosa. Ketiga, pemazmur mengutarakan tekad imannya berdasarkan kasih karunia kekal Allah untuk makin maju dalam hubungannya dengan Allah (ayat 8-9).

Keempat, pemazmur memperjelas evaluasinya tentang orang jahat sambil meminta agar Tuhan memperlakukan orang jahat setimpal dengan kejahatan mereka (ayat 10-11). Perhatikan bagaimana pemazmur dengan tajam menilai kondisi hati dan sifat jahat mereka (ayat 10). Dengan demikian permohonannya bukanlah dorongan balas dendam, tetapi dorongan agar kemuliaan Allah dinyatakan (ayat 11). Kelima, akhirnya pemazmur mengutarakan keyakinan imannya bahwa orang benar akan bersukacita sebab Tuhan melindungi dan memberkati 12-13).

Renungkan: Tuhan tidak saja melindungi kita saat kita tertekan kejahatan, Ia juga menuntun kita berjalan semakin mesra dengan-Nya.

(0.17370346176471) (Mzm 6:1) (sh: Beriman dalam pergumulan (Sabtu, 15 Februari 2003))
Beriman dalam pergumulan

Beriman dalam pergumulan. Frasa bahasa Inggris berikut meringkaskan pandangan umum tentang bagaimana beriman di tengah pergumulan yang berat: "to keep a stiff upper lip". Arti bebasnya, menjaga bagian atas bibir tetap kaku pada saat apa pun, karena bibir bagian atas kita selalu bergerak dan berubah bentuk, bila sang empunya bibir atas sedang ada dalam keadaan emosional, senang atau sedih. Pendeknya, jika dalam pergumulan, tetaplah tegar, kendalikan diri, dan jangan salahkan Allah.

Pemazmur gagal total untuk melakukan itu. Jangankan menjaga bibir atasnya tetap kaku, ranjangnya pun digenangi oleh air matanya (ayat 7b). Tulang-tulangnya gemetar (ayat 4) dan matanya sembab (ayat 8). Ia mengeluh merana (ayat 3a,7a) dan bertanya, "berapa lama lagi?" (ayat 4b). Setelah itu semua, baru kemudian pemazmur menyambungnya dengan pernyataan keyakinan bahwa Allah akan menolong dan membelanya (ayat 9-11).

Mazmur ini memberikan wawasan yang sehat tentang bagaimana beriman dalam pergumulan. Darinya kita menyimpulkan suatu sikap iman terhadap pergumulan yang seimbang. Pengalaman iman kita mengizinkan kita untuk berduka, meratap, dan bahkan mengeluh. Bahkan, seperti teladan pemazmur, semua ratap dan keluhan itu ditujukan langsung kepada Allah. Ini bukan kekurang-ajaran, bukan pula ketidakpercayaan, tetapi hak dari seorang anak untuk mengeluh kepada Bapanya. Ini juga berarti memberikan kesempatan bagi Allah untuk menjawab keluhan kita dan menolong kita. Kita belajar bahwa dasar yang teguh bagi Kristen untuk menghadapi pergumulan bukanlah iman terhadap konsep, tetapi kepada Allah yang hidup, yang mendengarkan dan menjawab doa-doa kita.

Renungkan: Doa bukanlah topeng religius untuk menutupi kelemahan kita dengan tindakan rohani, tetapi ekspresi atas hubungan yang akrab dengan Allah dalam kejujuran dan penyerahan diri.

(0.17370346176471) (Mzm 8:1) (sh: Mengapa gereja terus bertengkar? (Sabtu, 6 Januari 2001))
Mengapa gereja terus bertengkar?

Mengapa gereja terus bertengkar? Apa penyebab utama perselisihan dan perpecahan gereja sampai saat ini? Tidak lain dan tidak bukan adalah kesombongan yang masih menguasai hati Kristen. Pada hakikatnya kesombongan adalah salah satu bentuk manifestasi mempertuhankan diri sendiri. Karena itu kesombongan harus dihancurkan. Bagaimana caranya? Kita dapat meneladani pemazmur.

Melalui ayat pertama dan ayat terakhir dari Mazmur ini, pemazmur melantunkan nyanyian kekagumannya yang indah kepada Tuhan dimana di dalamnya nama Allah yang mulia ditinggikan. Kekaguman kepada Allah ini sulit diekspresikan sehingga pemazmur hanya dapat mengungkapkan dengan kata-kata 'Ya TUHAN, Tuhan kami`. Kita tidak perlu kaget karena memang tidak ada akal yang dapat mengukur dan tidak ada lidah yang dapat menyatakan, walaupun hanya setengah dari kebesaran Tuhan.

Mengapa pemazmur begitu terkagum-kagum akan kebesaran Allah? Sebab kebesaran Allah tidak hanya dapat dilihat dari apa yang di langit di atas namun juga yang di bumi di bawah, khususnya dari makhluk yang dianggap paling lemah yaitu bayi-bayi dan anak- anak yang menyusu. Pemeliharaan Allah yang luar biasa kepada mereka terlihat ketika Allah mengubah darah seorang ibu menjadi air susu dan memberikan kemampuan bayi-bayi untuk menyusu. Melalui itu semua Allah memelihara dan menumbuhkan.

Pengenalan yang benar akan kebesaran Allah, menuntun manusia kepada kesadaran akan ketidakberdayaan dan ketidaklayakan dirinya (ayat 4-5). Pengenalan akan kebesaran Allah akan menuntun manusia untuk menemukan jati diri yang sebenarnya di hadapan Allah dan di antara makhluk ciptaan lainnya. Jika sekarang manusia mempunyai kemampuan, otoritas, dan kedudukan yang tinggi di dunia, semua itu semata-mata anugerah Allah (ayat 6-9).

Renungkan: Berdasarkan pemahaman di atas, adakah alasan yang membenarkan manusia untuk menjadi sombong, sehingga merendahkan dan melecehkan orang lain? Jika pemazmur membuka dan menutup mazmur ini dengan pujian kekaguman sebagai manifestasi dari pengakuan kebesaran Allah dan kehinaan dirinya, hal-hal lain apakah yang dapat Anda lakukan sebagai manifestasi dari pengakuan kebesaran Allah dan kehinaan kita dihadapan-Nya?

(0.17370346176471) (Mzm 9:1) (sh: Keadilan Tuhan (Rabu, 9 Januari 2008))
Keadilan Tuhan

Judul : Keadilan Tuhan Dilihat dari strukturnya yang berupa puisi akrostik (setiap bait dimulai dengan abjad Ibrani secara berurutan), Mazmur 9 dan 10 sangat mungkin merupakan satu gubahan. Dalam bagian pertama (ayat 9:2-13), pemazmur mulai dengan menaikkan syukur karena perbuatan tangan Tuhan pada masa lampau. Sejarah Israel adalah kesaksian hidup dan nyata betapa Tuhan adalah hakim yang adil atas bangsa-bangsa. Tuhan menyelamatkan Israel dari bangsa jahat yang memperbudak mereka (Kel. 1-15), dan kemudian memakai Israel sebagai alat penghukuman bagi bangsa-bangsa Kanaan yang fasik dengan penyembahan berhala yang memakai ritual najis (lih. Kitab Yosua).

Konflik antara baik dan jahat kita alami bukan saja dalam lingkup perorangan, tetapi juga dalam lingkup sosial dan internasional. Seperti halnya mazmur ini memperlihatkan pergumulan umat Tuhan PL, ia juga menjadi bayang-bayang dari pergumulan gereja di zaman sekarang ini. Hanya satu sebab agar umat Tuhan dari zaman ke zaman dapat bertahan dan tetap mengukir sejarah, yaitu fakta bahwa Tuhan Allah memerintah sejarah (ayat 8) serta aktif melindungi umat-Nya (ayat 11). Di Indonesia kini pun gereja dan orang Kristen bergumul untuk dapat hadir secara terhormat dan dengan hak penuh. Andaikan kondisi ideal tersebut sewaktu-waktu terganggu, merupakan penghiburan dan kekuatan bagi kita untuk menatap kepada Tuhan agar Ia menunjukkan keadilan-Nya.

Tangan Tuhan berdaulat atas jalannya sejarah. Tidak ada bangsa yang jahat yang tetap tinggal berjaya. Satu kali kelak mereka akan dihukum oleh karena kefasikan mereka, terutama karena melawan Tuhan dan umat-Nya. Kita perlu berdoa agar apa pun yang Tuhan akan perlakukan atas bangsa kita, akhirnya rakyat dan pemimpin bangsa kita akan mengetahui bahwa mereka adalah manusia biasa (ayat 21) yang harus tunduk kepada Allah, taat, dan menyesuaikan pola sikap dan kelakuan mereka, termasuk kepada orang Kristen, sesuai dengan kebenaran Allah sendiri.

(0.17370346176471) (Mzm 11:1) (sh: Tuhan Perlindunganku (Sabtu, 4 Januari 2003))
Tuhan Perlindunganku

Tuhan Perlindunganku. Menjadi orang Kristen di Indonesia ternyata banyak musuhnya. Orang tidak senang gereja maju, lalu meneror dan membakarnya. Orang tidak senang orang Kristen berhasil, lalu memfitnah atau mempersulit ruang geraknya. Kalau Anda adalah salah seorang yang sedang menghadapi ancaman dan tekanan dari musuh-musuh Kristen, kepada siapakah Anda akan mencari pertolongan?

Mazmur 11 merupakan pernyataan keyakinan si pemazmur. Walaupun orang-orang fasik membenci bahkan berupaya menghancurkan dirinya (ayat 2), sampai seakan-akan tidak ada yang dapat dilakukannya untuk menyelamatkan dirinya (ayat 3), pemazmur percaya kepada Tuhan sebagai tempat perlindungannya. Bagaimana mungkin tetap percaya kepada Allah dalam kesulitan hidup? Pertama, sebab Tuhan adalah mahatahu. Ia tahu siapa yang fasik, siapa yang benar (ayat 4-5). Kedua, Tuhan itu adil (ayat 7a), Ia menghukum orang fasik (ayat 6), tetapi berkenan kepada orang benar (ayat 7b). Jadi, pemazmur dapat mempertaruhkan hidupnya kepada Tuhan karena ia tahu Tuhan pasti membela dirinya yang benar terhadap orang fasik yang jahat.

Di awal tahun 2003 ini, sepertinya situasi tidak semakin baik bagi Kristen di Indonesia. Namun, keyakinan bahwa Tuhan adil dan akan membalaskan kejahatan orang seharusnya membuat kita bertahan dan berserah kepada Tuhan. Pada saat yang tepat, Tuhan akan bertindak menyelamatkan kita. Percaya kepada Tuhan tidak membuat kita menjadi tidak realistis seperti orang hidup dalam dunia mimpi. Dekat Tuhan kita tidak hanya akan terlindung aman, tetapi kita juga akan beroleh ketajaman melihat dan membaca zaman yang makin jahat ini.

Renungkan: Tuhan membalas setiap orang yang fasik dengan hukuman, dan yang benar dengan kehidupan. Dalam persekutuan, atau permusuhankah Anda terhadap Tuhan?

(0.17370346176471) (Mzm 18:1) (sh: Ucapan syukur adalah sebuah jendela (Kamis, 20 Februari 2003))
Ucapan syukur adalah sebuah jendela

Ucapan syukur adalah sebuah jendela. Perkataan manusia, apalagi seorang pemimpin bangsa, cenderung lebih transparan menampilkan isi hati seseorang bila didasarkan perasaan gembira dan puas ketimbang perasaan-perasaan lain. Misalnya ketika seorang pemimpin mensyukuri adanya suatu ideologi pemersatu, sah bagi kita untuk bertanya apakah hak untuk berbeda pendapat cukup dipedulikan oleh sang pemimpin? Mazmur syukur ini adalah sebuah jendela yang terbuka untuk kita tilik, terutama bagi kita yang menjadi pemimpin, pada level mana pun.

Kita dapat melihat jejak-jejak kejayaan Daud dan juga keturunannya yang menjadi raja Yehuda di dalam mazmur ini; betapa raja sanggup mengalahkan musuh-musuhnya dengan kekuatan Tuhan yang berpihak dan membantunya. Tuhan digambarkan sebagai pahlawan perkasa menyelamatkan sang raja (ayat 8-16), dan juga pembimbing sang raja saat ia maju berperang (ayat 31-45,48-49). Singkatnya, Allah adalah penyelamatnya (ayat 3-4,17-20,28,47,51). Mazmur ini juga memperlihatkan hubungan yang seperti apa yang dimiliki oleh sang raja, sang pemimpin bangsa. Kalimat pertama sudah mengejutkan (ayat 2). Kata kerja Ibrani rakham yang diterjemahkan di sini "mengasihi" lebih lazim dipakai untuk kasih Allah. Tampak betapa ucapan syukur sang raja dimulai dari perasaan yang dalam dan akrab kepada Allahnya. Tidak hanya perasaannya, sang raja juga menunjukkan bahwa ia taat mengikuti perintah dan kesuciannya di hadapan Allah (ayat 21-27). Kedua hal inilah -- keakraban dan ketaatan dalam tindakan -- yang seharusnya juga menjadi bagian dari karakter tiap pemimpin, terutama kita orang percaya yang diberikan kepercayaan untuk memimpin dalam situasi level mana pun.

Renungkan: Makin berkuasa dan sukses seorang pemimpin, semakin besar ia harus membutuhkan Allah dan berutang syukur kepada-Nya.

(0.17370346176471) (Mzm 20:1) (sh: Pemimpin dan pendukungnya (Selasa, 13 Maret 2001))
Pemimpin dan pendukungnya

Pemimpin dan pendukungnya. Perebutan kekuasaan masih terjadi di bumi Indonesia. Menghangatnya suhu politik ini tidak hanya dirasakan oleh mereka yang berada ditingkat elit namun juga dirasakan oleh para 'akar rumput'. Hal ini disebabkan karena para elit politik berlomba-lomba mencari pendukung dari 'akar rumput' sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara. Para akar rumput yang sudah terbujuk untuk mendukung tokoh tertentu akan sudi melakukan tindakan apa pun mulai dari demonstrasi, kerusuhan, hingga pemasangan bom demi kelanggengan kedudukan tokoh yang didukungnya.

Bagaimana mendukung pemimpin secara kristen? Apakah kita sebagai 'akar rumput' Kristen pun menghalalkan cara apa pun untuk mendukung pemimpin kita? Benarkah kita mendukungnya dengan cara yang efektif dan efisien? Kita akan belajar itu semua dari salah seorang pemimpin terbesar dalam sejarah manusia yaitu Daud.

Daud sebagai seorang pemimpin besar menggubah sebuah nyanyian yang berisi doa bagi seorang pemimpin. Hal ini mengungkapkan kerinduan Daud sebagai pemimpin untuk mendapatkan dukungan berupa doa dari para pendukungnya. Daud membutuhkan doa dari pendukungnya untuk 3 bidang yang berhubungan erat dengan tanggung jawabnya. Pertama, ia membutuhkan pertolongan, kekuatan, dan bimbingan dari Tuhan untuk menghadapi kesulitan, tekanan, bahkan serangan dari berbagai pihak (2-3). Ia tidak memohon dihindarkan dari semua itu sebab ia menyadari bahwa salah satu tugas pemimpin adalah menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat walaupun pasti akan menimbulkan serangan dan tekanan terhadap dirinya. Kedua, ia membutuhkan dukungan doa untuk kehidupan kerohaniannya (4). Seorang pemimpin yang kehidupan kerohaniannya tidak sehat akan gagal mengemban tugas dan tanggung jawabnya (7-9). Ketiga, ia membutuhkan pertolongan Tuhan untuk menyelesaikan segala program dan rencananya demi memajukan masyarakat. Program yang baik tanpa penyertaan Tuhan tidak akan berarti bagi masyarakat.

Renungkan: Para pemimpin kita saat ini pun membutuhkan doa untuk 3 bidang yang diungkapkan Daud. Karena itu marilah Kristen berdoa syafaat untuk para pemimpin bangsa supaya mereka dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan benar.

(0.17370346176471) (Mzm 21:1) (sh: Dan pemenangnya adalah...? (Kamis, 29 Mei 2003))
Dan pemenangnya adalah...?

Dan pemenangnya adalah...? Kalimat semacam ini banyak kita dengar dalam berbagai perlombaan. Dunia kita yang kompetitif bergerak antara dua kutub: menang dan kalah, dan selalu dengan semangat dan tujuan bahwa "mereka" harus kalah dan "kami" harus menang. Inilah, kata banyak orang, yang membuat dunia berputar.

Melalui mazmur ini, tampak bahwa umat Israel dulu juga punya konsep kalah-menang. Namun ada beberapa kekhususan yang harus diperhatikan sebagai kekhasan dari pandangan Israel: Pertama, bukan Baal, Asytoret atau dewa-dewi kafir yang menentukan kalah atau menang tetapi TUHAN perjanjian. Kedua, kemenangan pemimpin bangsa ditujukan agar menjadi saluran berkat bagi umat. Maksud Allah memberkati umat-Nya diwujudkan melalui para pemimpin yang disertai-Nya. Ketiga, yang dikedepankan adalah kedahsyatan karya Allah, bukan karya raja (ayat 9-14). Allahlah yang akbar, kemenangan sang raja pun adalah pemberian Allah (ayat 6). Puji- pujian akhirpun diberikan kepada Allah, sebagai penguasa sejati Israel dan alam semesta yang perkasa (ayat 14).

Hari ini kita mengingat kembali peristiwa dan makna dari kenaikan Tuhan kita Yesus Kristus ke surga. Kristus naik ke surga, sebagai lanjutan dari kemenangan-Nya atas maut, dan persiapan atas kemenangan akbar-Nya pada saat Ia datang kembali. Kristuslah Raja kita yang jaya. Kemenangan Kristus sang Raja sejati, terjadi karena Ia menaklukkan diri kepada rencana Allah untuk menyelamatkan umat. Biarlah kenaikan Yesus ini mendorong kita untuk tidak menaklukkan ambisi pribadi yang angkuh dan egosentris demi mengutamakan pewujudan rencana Allah yang global terjelma melalui kita.

Renungkan: Jika Anda akan menggubah suatu mazmur, keperkasaan Allah dalam hidup Anda yang mana yang akan Anda mazmurkan?

(0.17370346176471) (Mzm 24:1) (sh: Ya Raja Kemuliaan, datanglah! (Senin, 24 Februari 2003))
Ya Raja Kemuliaan, datanglah!

Ya Raja Kemuliaan, datanglah! Tujuan Allah menitipkan alam kepada manusia adalah agar manusia dapat menjaga keseimbangan dan integritas alam ciptaan-Nya. Namun, keadaan yang terjadi justru sebaliknya. Manusia lebih cocok disebut penghancur bumi daripada pemelihara bumi. Apakah Allah akan bertindak terhadap para penghancur bumi ciptaan-Nya?

Mazmur ini memberikan jawaban kepada kita. Bahwa Dia, sang Pencipta langit dan bumi, yang menguasai alam semesta, dan yang bertakhta atas dunia ini (ayat 1-2) suatu saat akan datang dan mengklaim milik-Nya. Maka, celakalah mereka yang tidak layak bila saatnya tiba. Siapakah yang layak menghampiri gunung-Nya yang kudus, berdiri di hadapan takhta kudus-Nya? Hanya mereka yang menjaga diri dari kenajisan hidup, yang bersih dan integritas dirinya utuh (ayat 4), serta selalu mencari dan melakukan apa yang berkenan kepada-Nya (ayat 6) yang akan menerima berkat Tuhan dan keselamatan dari-Nya (ayat 5). Dia akan datang, dan sungguh kedatangan-Nya akan membuat kubu-kubu yang tertutup dengan rapat menjadi terbuka, tiada yang dapat bertahan di hadapan Raja Kemuliaan (ayat 7-9). Tidak satu pintu pun yang tinggal tertutup dapat bertahan di hadapan Pemilik alam semesta.

Manusia boleh mencoba menolak Raja Kemuliaan sebagaimana dulu kedatangan-Nya yang pertama telah ditolak (Yoh. 1:11), bahkan mereka menyalibkan Dia (Mat. 17:22, 23). Tetapi, kali ini Dia akan datang sebagai Raja Kemuliaan yang berdaulat dan berkuasa penuh. Dia akan meminta tanggung jawab dan kesiapan kita. Siapakah yang dapat bertahan di hadapan-Nya?

Renungkan: Tujuan kedatangan-Nya yang pertama adalah untuk menjadi juruselamat dunia. Tujuan kedatangan yang kedua adalah untuk menyatakan kerajaan-Nya yang mulia. Waspadalah dan persiapkan diri Anda. Jangan sampai Anda ditolak-Nya karena kedapatan tidak siap!

(0.17370346176471) (Mzm 27:1) (sh: Aman dalam perlindungan Tuhan (Kamis, 27 Februari 2003))
Aman dalam perlindungan Tuhan

Aman dalam perlindungan Tuhan. Sekali lagi bila orang benar diserang, difitnah dan diancam, kepada siapakah ia berlindung? Adakah tempat yang cukup aman di bumi ini bagi orang benar? Di manakah perlindungan sejati?

Pemazmur menyatakan dengan tegas bahwa Tuhan adalah terang, keselamatan, dan benteng hidupnya. Maka, ia tidak usah takut akan musuh seperti apa pun karena kepercayaannya bahwa Tuhan adalah perlindungannya (ayat 1-3). Lebih dari pada itu, pemazmur yakin bahwa tempat paling aman adalah rumah Tuhan, yaitu kehadiran Tuhan dalam hidupnya karena di hadirat Tuhanlah pemazmur terlindungi dari mara bahaya (ayat 4-6). Maka, dengan mantap pemazmur menaikkan doa permohonannya agar Tuhan segera menyelamatkan dia (ayat 7), dan jawaban Tuhan tidak jauh dari keyakinannya, yaitu agar pemazmur mencari wajah-Nya (ayat 8), maksudnya tentu meminta firman atau juga belajar dari firman- Nya. Maka, pemazmur minta sungguh Tuhan mengajarnya supaya ia semakin yakin akan perkenanan Tuhan atasnya (ayat 7-10). Permohonan pemazmur semakin mendesak karena desakan dari para musuh yang telah memfitnahnya dan ingin menghabiskannya. Namun, pemazmur tetap berpegang pada kepercayaannya, yaitu Tuhan yang akan menyelamatkannya. (ayat 11-13) Mazmur ini ditutup dengan ajakan untuk menantikan Tuhan (ayat 14).

Pemazmur mempercayakan hidupnya ke tangan Tuhan, yang diyakininya sebagai perlindungan sejati. Hadirat Tuhan adalah tempat perlindungan yang paling aman. Bila Tuhan yang melindungi, siapakah musuh yang dapat mengganggu?

Renungkan: Sewaktu-waktu kerusuhan dapat menimpa kita; penderitaan, wabah penyakit, malapetaka, kemiskinan menyerbu tanpa dapat kita elakkan. Saat itu, Anda tidak dapat lari berlindung kepada siapa pun atau ke tempat mana pun yang aman, kecuali kepada Tuhan dan tempat kudus-Nya.

(0.17370346176471) (Mzm 30:1) (sh: Sukacita juga menderita (Sabtu, 24 Maret 2001))
Sukacita juga menderita

Sukacita juga menderita. Dalam tradisi Yahudi, mazmur ini digunakan pada hari raya Pentahbisan Bait Allah (1 bdk. Yoh. 10:22) dimana pada hari itu orang Yahudi memperingati pentahbisan ulang Bait Allah setelah dihancurkan oleh musuh-musuh mereka pada abad ke-2 s.M. Berarti mazmur ini penting bagi Kristen secara komunitas. Namun yang harus diperhatikan adalah walaupun mazmur ucapan syukur ini dinyanyikan secara bersama oleh umat Allah, mazmur ini bersumber dari pengalaman pribadi Daud. Karena itu untuk mendapatkan makna yang dalam dari mazmur ini bagi kehidupan Kristen secara komunitas, kita perlu merenungkannya.

Mazmur ini ditulis oleh Daud pada masa tuanya, ketika ia selesai menghitung seluruh pasukannya dan kemudian Allah menghukumnya (2Sam. 24). Dalam mazmur ini memang ada indikasi bahwa Daud telah mengalami penderitaan yang berat baik secara pribadi maupun bersama seluruh rakyatnya (2-6) justru setelah menikmati keamanan dan kesenangan dalam kehidupannya (7). Berkat yang ia nikmati menghasilkan rasa aman dan percaya diri yang terlalu besar. Ia mulai menyombongkan dirinya maka Allah menghukumnya sehingga membuatnya tersadar. Peristiwa ini menyatakan bahwa ketika seseorang mengalami kelimpahan berkat Tuhan di satu bidang kehidupannya, biasanya ia diuji di bidang lainnya. Kesukacitaan dalam pengharapan perlu dibarengi dengan pengalaman akan penderitaan agar tidak menyebabkan dosa dalam kehidupan seseorang. Ketika menyadari kesalahannya (8b), Daud segera bertobat, maka pengampunan dan pemulihan dari Allah segera dialaminya (6, 12). Pertobatan sejati yang diikuti pemulihan akan membuahkan puji-pujian kepada Allah (5-6, 13).

Renungkan: Kehidupan gereja Tuhan di Indonesia di satu sisi memang mengalami berkat yang berkelimpahan secara luar biasa, namun di saat yang sama gereja juga mengalami beberapa penderitaan seperti pengrusakan dan pengeboman gereja-gereja akhir-akhir ini. Kita perlu merenungkan dan merefleksikan peristiwa-peristiwa itu dalam terang mazmur kita hari ini. Ini perlu dilakukan agar kita dapat mengambil tindakan yang tepat, agar pada akhirnya kita dapat tetap memuji dan memuliakan Allah, bahkan mengajak semua orang untuk memuji-Nya.

(0.17370346176471) (Mzm 43:1) (sh: Allah tempat pengungsianku, sukacitaku, dan kegembiraanku (Senin, 13 Agustus 2001))
Allah tempat pengungsianku, sukacitaku, dan kegembiraanku

Allah tempat pengungsianku, sukacitaku, dan kegembiraanku. Kegelisahan-kegelisahan akibat berbagai tekanan hidup, perlakuan yang tidak adil, dan kondisi yang tidak aman seringkali menjadi beban yang memperberat langkah hidup kita. Di saat seperti ini kita membutuhkan adanya pembebasan, pembelaan, dan tempat peristirahatan yang dapat memulihkan sukacita kita. Kebutuhan akan hal seperti inilah yang melatarbelakangi lahirnya doa permohonan pemazmur. Namun dimanakah jawaban atas pergumulan ini dapat ditemukan?

Sebagaimana dalam Mazmur 42, demikian juga dalam Mazmur 43 ini, pemazmur diliputi kegelisahan yang sedemikian dalam. Ia diliputi ketidakmengertian, mengapa Allah yang adalah tempat pengungsian yang aman membuang dirinya sehingga ia hidup berkabung di bawah impitan musuh (ayat 2). Kekuatan dan jawaban atas pergumulannya ini terletak di dalam doa yang dipanjatkannya. Ia memohon agar Tuhan memperjuangkan keadilan dan perkaranya serta meluputkannya dari orang-orang curang yang menipunya (ayat 1). Ia berdoa memohon agar Tuhan memerintahkan terang dan kesetiaan-Nya untuk menuntunnya berjumpa Allah yang adalah sukacita dan kegirangannya (ayat 3-4).

Doanya ini mengubah kegelisahannya menjadi pengenalan akan Allah sebagai tempat pengungsian yang membuatnya bersuka dan bergembira. Doa ini telah membawa keletihan jiwanya pada tempat peristirahatan yang nyaman. Doa ini mengubah nada refrein lagunya, semula ia menyanyikan refrein lagunya dengan nada pilu dengan harap-harap cemas (ayat 42:6, 12), tetapi kini dengan nada optimis ia berkata: "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku, dan Allahku!" (ayat 5). Melalui kekuatan yang ditemukan dalam doanya ia menyadari bahwa tidak seharusnya ia merasa tertekan dan gelisah, karena ia memiliki pengharapan di dalam Allah yang menjadi penolongnya.

Renungkan: Apakah kita merasa tertekan, gelisah, terbuang, dan hidup di bawah impitan? Berharap dan berdoalah agar terang serta kesetiaan Tuhan menuntun Anda mendekat kepada Allah, dan nikmatilah persekutuan yang indah dengan-Nya.

(0.17370346176471) (Mzm 48:1) (sh: Keyakinan tidaklah cukup (Sabtu, 18 Agustus 2001))
Keyakinan tidaklah cukup

Keyakinan tidaklah cukup. Hubungan antar manusia memang berlandaskan keyakinan satu dengan yang lain namun hubungan antara Kristen dengan Allah selain berlandaskan keyakinan juga confidentiality, dimana di dalamnya terkandung unsur ketergantungan dan keberanian untuk terbuka sekalipun rahasia pribadi yang mungkin sangat memalukan.

Inilah yang dimaksudkan pemazmur ketika ia mengatakan bahwa ‘inilah Allah, Allah kitalah Dia... (ayat 15). Allah yang berdaulat atas seluruh alam semesta (ayat 7); Allah yang penuh kasih setia namun juga menegakkan keadilan (ayat 10-11). Allah yang kepada-Nya dan di hadapan-Nya manusia bergantung dan membuka hidupnya. Hubungan ini tidak dibatasi oleh waktu. Sebab Allah mampu dan tetap akan mampu. Tidak seperti orang-tua kita yang meskipun tetap sebagai orang-tua namun karena sudah terlalu tua atau mungkin sudah meninggal, tidak mampu melaksanakan kewajibannya sebagai orang-tua lagi. Namun masyarakat modern telah menawarkan dengan gencar konsep hubungan yang baru yaitu hubungan yang ‘impersonal’ dan berorientasi pada keuntungan semata. Ini juga merasuki kehidupan rohani sehingga Allah sering dipandang sebagai mesin ATM. Pemazmur telah mengantisipasi konsep demikian dan menegaskan bahwa hubungan manusia dengan Allah bukan berorientasi pada keuntungan manusia namun berorientasi pada penundukan diri kepada pimpinan Allah (ayat 15b). Bagaimana mempertahankan orientasi ini? Pertama, akuilah kebesaran Tuhan dalam setiap keberhasilan dan pujilah Dia Raja atas alam semesta (ayat 1-9). Kedua, milikilah kehidupan beribadah yang senantiasa mengingat kasih setia dan keadilan Tuhan lalu bersukacitalah karenanya (ayat 10). Ketiga, sediakan waktu secara berkala untuk berhenti dari segala aktivitas agar dapat melihat segala sesuatu yang telah Allah perbuat (ayat 13-14). Ketiga tindakan di atas akan memimpin kita kepada kehidupan yang berpusat pada kedaulatan Allah.

Renungkan: Konsep confidentiality harus dipertahankan hingga generasi selanjutnya (ayat 14b) sebab masyarakat modern semakin memandang bahwa hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan bisnis. Manusia memberi persembahan, Allah memberikan berkat. Tidakkah ini yang kita lihat saat ini? Karena itu mulailah ketiga tahap di atas dalam hidup Anda dan tentunya bersama keluarga Anda.

(0.17370346176471) (Mzm 48:1) (sh: Allah, Kota Bentengku (Kamis, 12 Februari 2004))
Allah, Kota Bentengku

Allah, Kota Bentengku. Kebanggaan Israel adalah Yerusalem, ibu kota negara mereka, dan Bait Allah yang berdiri di Bukit Sion, di Yerusalem tersebut. Yerusalem dengan Bait Allahnya adalah lambang kehadiran Allah sebagai Raja mereka. Selama Yerusalem dan Bait Allahnya ada, maka mereka meyakini bahwa Allah juga hadir menyertai dan memberkati mereka (ayat 2-4).

Pemazmur menggubah puisinya itu melalui pengalaman menyaksikan bagaimana bangsa-bangsa lain yang jauh lebih kuat daripada Israel tidak mampu mengalahkannya dalam peperangan demi peperangan karena Allah hadir di tengah-tengah Israel (ayat 5-9). Sebagai akibatnya kehadiran Allah di tengah-tengah Israel juga telah menimbulkan kemashyuran-Nya sampai ke seluruh bumi (ayat 11).

Maka sekarang, pemazmur mengajak umat Tuhan untuk memuji dan membesarkan Allah yang senantiasa hadir di tengah-tengah mereka. Biarlah pengalaman di masa lampau akan kehadiran dan kesetiaan Allah menjadi pengharapan bagi generasi-generasi kemudian, yaitu bahwa Allah akan tetap hadir di tengah-tengah mereka sepasti kota yang berbenteng teguh itu berdiri (ayat 13-15).

Memang, sekarang kita sebagai umat Perjanjian Baru tidak lagi melihat kehadiran kota Yerusalem dan Bait Allahnya sebagai kehadiran Allah atas umat-Nya masa kini. Kita diajak oleh Tuhan Yesus untuk mengimani Allah yang hadir tidak dibatasi ruang dan waktu (Yoh. 4:21), tetapi Allah yang menyatakan kehadiran-Nya sebagai Roh (ayat 24). Yang dibutuhkan untuk menyembah Allah sedemikian adalah roh kita sendiri dan hidup kita yang melakukan kebenaran. Dengan kata lain, Allah hadir dan memberkati setiap orang yang rohnya menyembah Dia, dan hidupnya mengamalkan kebenaran-Nya.

Renungkan: Di mana saja, kapan saja, pada saat kita mengakui Allah dan melaksanakan kehendak-Nya, Dia hadir menyatakan perkenan dan pemeliharaan-Nya atas kita.



TIP #02: Coba gunakan wildcards "*" atau "?" untuk hasil pencarian yang leb?h bai*. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA