Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 81 - 100 dari 116 ayat untuk mementingkan [Pencarian Tepat] (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.24917213636364) (1Raj 18:1) (sh: Maksud Allah di balik kesulitan (Sabtu, 21 Agustus 2004))
Maksud Allah di balik kesulitan

Maksud Allah di balik kesulitan. Pada saat kita mengalami kesulitan, kita cenderung memikirkan diri sendiri atau mencari cara untuk mengatasinya dengan usaha sendiri. Akibatnya, kita tidak dapat mengerti maksud Allah di balik kesulitan tersebut. Itulah yang terjadi pada diri Ahab.

Ahab, raja Israel jatuh ke dalam dosa penyembahan berhala (ayat 16:30-33). Dosa yang dilakukan Ahab menyebabkan kerajaan dan rakyat yang dipimpinnya mengalami penghukuman Allah yakni bencana kekeringan dan kelaparan (ayat 17:1). Bencana kekeringan dan kelaparan itu terjadi selama tiga tahun (ayat 18:1). Selama itu juga, Ahab dan bangsa Israel menyembah Baal. Ahab tidak mencari Allah, melainkan berupaya mencari cara mengatasinya dengan usaha sendiri. Sikap Ahab ini nampak ketika ia ingin menyelamatkan nasib hewan miliknya (ayat 5). Sebagai raja, Ahab lebih mementingkan diri sendiri daripada kepentingan rakyat.

Allah ingin menyatakan kepada Ahab dan umat-Nya bahwa Ia adalah Allah Israel (ayat 2). Melalui Obaja, Elia meminta untuk memanggil Ahab agar menemuinya (ayat 7-16). Ahab yang telah meninggalkan Allah untuk menyembah Baal, beranggapan bahwa bencana kekeringan dan kelaparan yang terjadi itu karena Elia (ayat 17). Ia menganggap bahwa perkataan Elia menyebabkan Baal membuat hujan tidak turun dan tanah menjadi kering. Elia mengingatkan Ahab bahwa bencana kekeringan dan kelaparan terjadi karena dia telah menyembah Baal dan telah meninggalkan Allah Israel (ayat 18). Meski demikian, Allah tetap mengasihi umat-Nya. Ia mempunyai rencana untuk umat-Nya di Gunung Karmel dan akan menurunkan hujan (ay. 1,19,45).

Jika kita mengalami kesulitan, itulah saatnya kita mengadakan koreksi diri. Mungkin kesulitan itu adalah peringatan Tuhan agar kita menyadari perilaku yang salah. Kesulitan dan masalah hidup dapat menjadi suara Allah untuk memanggil kita kembali kepada-Nya.

Renungkan: Maksud Tuhan mempersulit kita ketika berdosa adalah untuk menuntun kita kembali kepada-Nya, kembali kepada berkat-Nya.

(0.24917213636364) (Ayb 18:1) (sh: Memori adalah warisan yang tak ternilai (Selasa, 30 Juli 2002))
Memori adalah warisan yang tak ternilai

Memori adalah warisan yang tak ternilai. Paul Johnson mengingatkan kita akan fakta sejarah bahwa pada 1882 seorang filsuf berkebangsaan Jerman, Friedrich Nietzsche, memproklamasikan bahwa Tuhan sudah mati! Namun, kenyataan memperlihatkan bahwa yang mati adalah Nietzsche, bukan Tuhan. Paul Johnson menunjukkan bahwa kekristenan terus berkembang dan tidak pernah berhenti berkembang di bekas negara-negara komunis, di Amerika Serikat, Afrika Selatan, Tiongkok, dan tempat lainnya.

Sekali lagi Bildad berbicara dan menegur Ayub, namun sayangnya, tegurannya - bahwa Ayub sesungguhnya orang yang fasik salah alamat. Namun, di dalam teguran yang salah alamat itu terkandung satu kebenaran abadi, yakni, "Ingatan kepadanya (orang fasik) lenyap dari bumi, namanya tidak lagi disebut di lorong-lorong." (ayat 18:17). Orang fasik hanya dikenang untuk sementara dan kalau pun dikenang untuk kurun yang panjang - seperti Hitler - itu pun hanyalah untuk mengingatkan kita akan kejahatannya. Kita lebih suka tidak mengingat-ingat orang yang jahat.

Sebaliknya, orang yang benar akan dikenang dan kenangan akan orang yang benar memberi kita kekuatan dan dorongan untuk hidup benar pula. Kita hidup hanya sekali dan kita hanya memiliki satu kesempatan untuk meninggalkan kenangan kepada penerus kita. Jika hidup kita bengkok, dalam arti banyak melakukan kejahatan di mata Tuhan, maka menyebut nama kita saja anak cucu kita akan malu, apalagi mengingat apa yang telah kita lakukan. Sebaliknya, bila hidup kita benar dan menjadi berkat bagi banyak orang, mereka akan bangga mengingat kita dan bahkan termotivasi untuk hidup benar seperti kita pula.

Janganlah sampai kita berpikiran pendek dan mementingkan kepuasan sesaat saja; sadarilah bahwa hidup kita sekarang akan membawa dampak kepada anak cucu kita di kemudian hari. Tinggalkanlah kenangan yang akan memotivasi mereka untuk hidup benar di hadapan Tuhan. Itulah warisan yang paling berharga yang dapat kita tinggalkan untuk mereka.

Renungkan: Memori seperti apakah yang akan kita tinggalkan kepada anak cucu kita?

(0.24917213636364) (Mzm 41:1) (sh: Andalkan kemampuan Allah (Jumat, 11 Juli 2003))
Andalkan kemampuan Allah

Andalkan kemampuan Allah. Ungkapan mazmur ini adalah ungkapan yang pernah diucapkan Yesus dalam salah satu ucapan-Nya, Khotbah di Bukit. Dikatakan bahwa yang berbahagia ialah mereka yang "lemah lembut, murah hati, membawa damai" (Mat. 5:5,7,9). Sayangnya, dalam zaman modern ini semakin jarang berjumpa dengan manusia dengan sifat tersebut. Yang banyak dijumpai adalah orang-orang yang brutal cenderung mementingkan diri sendiri, dan menyebarkan kekejaman.

Harus kita sadari bahwa memiliki kemampuan sifat seperti demikian tidaklah dapat dipenuhi jika hanya mengandalkan kemampuan manusia sendiri. Mengapa? Karena sifat-sifat tersebut jelas-jelas adalah sifat-sifat Allah sendiri. Untuk dapat memiliki sifat-sifat demikian, persyaratan utama yang harus kita tempuh adalah memiliki hubungan intim dengan Allah. Hal ini memungkinkan kita memiliki sifat indah tersebut.

Jika kita selalu memiliki kerinduan belajar dari Tuhan, dan selalu menjadikan kurban keselamatan-Nya dan kehadiran-Nya sebagai sumber pengharapan kita, serta menjadikan teladan-Nya sebagai model, kita pasti akan memiliki sifat-sifat indah tersebut. Kita harus mengetahui bahwa orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus memang sepatutnya memiliki kualitas sifat pilihan dan tidak sekadar sama seperti manusia biasa.

Ungkapan pemazmur ini memberikan pelajaran buat kita, orang-orang Kristen masa kini yaitu bahwa sebagai pengikut Kristus kita bisa dan harus bisa memiliki sifat-sifat demikian bila bila kita bergantung penuh kepada Tuhan. Kristen adalah orang-orang yang hidup karena belas kasih dan kebaikan Tuhan. Patutlah kebaikan- Nya itu mengalir terus dalam sikap kita kepada semua orang.

Renungkan: Kristen yang dari hari ke hari hidup karena dikasihani Allah, pasti juga berbelas kasihan kepada sesama manusia.

(0.24917213636364) (Mzm 109:1) (sh: Dasar yang sama (Minggu, 16 Mei 1999))
Dasar yang sama

Dasar yang sama Banyak orang menganggap bahwa ungkapan doa Daud ini bertentangan dengan ajaran Yesus Kristus (bdk. Mat. 5:43-44). Secara tertulis, mungkin kita temukan pertentangan. Tetapi sebenarnya bila kita ikuti urutan doa tersebut, kita akan menjumpai dasar yang sama dengan yang Yesus ajarkan, yaitu kasih. Yang perlu kita perhatikan ialah bahwa kita jangan terlalu ekstrim membaca Perjanjian Lama dengan kacamata Perjanjian Baru. Biarkan hukum-hukum (dalam bacaan ini Daud sedang berbicara tentang hukum perang) Perjanjian Lama bebas mengarahkan kita pada konteks Daud dan juga dalam konteks kita.

Gaya kepemimpinan Daud. Daud sama sekali tidak bermaksud memusuhi lawan-lawannya. Hal ini tampak dari sikap Daud yang sudah berdoa dan menyatakan kasihnya (ay. 4), tetapi justru diresponi dengan balasan yang tidak setimpal. Berkali-kali Daud menyatakan kasihnya, berkali-kali pula mereka meresponinya dengan kejahatan. Untuk mengatasi permasalahan itu, Daud memusatkan perhatiannya pada Tuhan. Lihatlah ungkapan "dari pihak Tuhan" (ay. 20) dan "oleh karena nama-Mu" (ay. 21, 27). Motif atau unsur pembalasan dari pihak Daud, dilakukan bukan demi kemuliaaannya, tetapi demi kemuliaan nama Tuhan. Daud menyadari bahwa sikap mereka yang menantang kewibawaan kepemimpinannya berarti membawa mereka pada tahap menantang kewibawaan Allah. Dan itu berarti Allah akan bertindak! Bagaimana nasib mereka yang menantang Allah? Kesengsaraan dan kehancuran menjadi bagian mereka.

Peran Allah dan peran manusia. Daud sangat memahami perannya sebagai pemimpin; dan peran Allah sebagai yang menempatkannya sebagai pemimpin. Bila Anda seorang pemimpin di pemerintahan, di gereja, di dalam keluarga, atau di mana pun, teladanilah gaya kepemimpinan Daud. Dia berjuang demi mempertahankan kewibawaan dan kemuliaan Allah. Hindarilah kepemimpinan yang mementingkan diri sendiri, reputasi, gengsi dan serakah; karena hal itu berarti Anda membuka kesempatan kepada lawan untuk menginjak-injak kemuliaan Allah.

(0.24917213636364) (Mzm 119:65) (sh: Taurat Tuhan bermuara pada kebaikan (Kamis, 30 Mei 2002))
Taurat Tuhan bermuara pada kebaikan

Taurat Tuhan bermuara pada kebaikan. Keadaan tertindas tidak selamanya buruk, tetapi bisa membawa kebaikan (ayat 67,71). Pembuangan di Babel bukanlah akhir dari kehidupan. Keadaan umat Allah yang tertindas, termasuk pemazmur, ditanggapi secara positif oleh pemazmur, walau banyak juga yang menanggapi peristiwa itu secara negatif. Paling tidak tanggapan negatif itu muncul dari mereka yang disebut sebagai orang kurang ajar oleh pemazmur (ayat 69,78). Mereka ini adalah orang-orang yang meninggalkan Tuhan dan tidak lagi berpegang pada Taurat Tuhan. Pemazmur dan orang-orang yang sepaham dengannya mempunyai keyakinan bahwa penindasan yang mereka alami mengandung hikmat, kebaikan, dan kesetiaan Allah (ayat 67). Bagi pemazmur, keadaan tertindas itu adalah baik karena diciptakan Tuhan dalam kesetiaan (ayat 75). Artinya, keadaan tertindas itu justru menunjuk pada kasih setia Tuhan yang menuntun seseorang untuk ma u mem ahami Taurat Tuhan serta berpegang pada janji Tuhan (ayat 67,71). Keadaan tertindas itu juga lebih baik daripada emas dan perak (ayat 72), karena emas dan perak sering kali tidak hanya membuat seseorang kehilangan kesempatan untuk merasakan, menikmati, dan mengalami kebaikan Taurat, tetapi bisa membuat umat Allah menyimpang dan tidak mengalami kebaikan Taurat.

Banyak ketetapan dan hukum Taurat yang secara konkret berbicara tentang kebaikan, keadilan, dan kebenaran. Karena itu, walaupun pemazmur menggunakan bahasa liturgis, tetapi apa yang ia katakan itu merupakan refleksi dari berbagai ketetapan, peraturan, dan hukum yang konkret serta praktis. Hal ini tampak dalam berbagai peraturan, ketetapan, dan hukum seperti yang tertuang dalam kitab Keluaran 23:1-13.

Renungkan: Dari waktu ke waktu gereja selalu berusaha menemukan kebaikan, kebenaran, dan keadilan Allah dalam konteks pergumulannya di berbagai dimensi kehidupan. Karena itu, sikap dan tindakan kita mestinya tidak mementingkan diri sendiri, melainkan memberikan pengharapan bagi orang banyak, menghibur, dan menyukakan hati mereka yang tertindas. Karena itu, melaksanakan Taurat Tuhan haruslah dengan hati yang tulus (ayat 74,80).

(0.24917213636364) (Ams 27:1) (sh: Memelihara persahabatan (Jumat,3 November 2000))
Memelihara persahabatan

Memelihara persahabatan. Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang meletihkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah. Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama karenanya. (The Book of Virtues 1).

Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang, seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya (17). Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur-disakiti, diperhatikan- dikecewakan, didengarkan-diabaikan, dibantu-ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian. Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya (5). Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah (6). Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dan kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita datang menemuinya (10). Persahabatan tidak dimulai dari seorang yang memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan, dan pernyataan kasih dari orang lain, tetapi justru ia berinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya. Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya, karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis.

Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya. Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan, namun ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya. Beberapa hal seringkali menjadi penghancur persahabatan antara lain: masalah bisnis, masalah UUD (ujung- ujungnya duit), ketidakterbukaan, kehilangan kepercayaan, perubahan perasaan antara lawan jenis, dan ketidaksetiaan. Tetapi penghancur persahabatan ini telah berhasil dipatahkan oleh sahabat-sahabat yang teruji kesejatian motivasinya.

Renungkan: Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri.

(0.24917213636364) (Yes 58:1) (sh: Hakikat puasa (Jumat, 26 Agustus 2005))
Hakikat puasa

Hakikat puasa Ibadah yang berkenan kepada Tuhan adalah sikap hati yang benar dalam tindakan yang saleh. Sebaliknya, perilaku rohani yang terlihat saleh, namun tidak keluar dari hati yang tulus adalah kemunafikan.

Israel bertanya mengapa Tuhan tidak memperhatikan upaya dan jerih payah mereka berpuasa (3a). Allah menjawab mereka dengan menunjukkan beberapa perbuatan mereka yang keliru, yaitu: bertindak semena-mena dan saling berkelahi (3b-5). Percuma melakukan hukum Tuhan yang satu sementara hukum-Nya yang lain dilanggar. Mengerjakan perilaku tak terpuji saat berpuasa sama dengan perbuatan sia-sia. Perilaku berpuasa seperti ini hanya sekadar tindakan lahiriah untuk menarik perhatian dan simpati orang lain, namun tidak dapat menipu Allah. Kiasan pedas "menundukkan kepala seperti gelagah dan membentangkan kain karung dan abu sebagai lapik tidur" menunjukkan betapa bo-dohnya perbuatan mereka yang menggunakan simbol kesedihan palsu untuk menjangkau Allah (ayat 5).

Umat Israel mementingkan aturan agamawi dalam menunaikan puasa, tetapi melalaikan hakikat berpuasa yang diinginkan Allah yaitu, menegakkan keadilan (ayat 6) dan membagikan berkat kepada orang lain (ayat 7, 10) serta mematuhi hukum hari Sabat (ayat 13). Perilaku munafik itu membatalkan tercurahnya berkat Allah bagi mereka dan menghalangi kuasa Allah menjawab doa mereka (ayat 8-9, 12, 14). Jadi, berbuat baik bagi orang lain dan menaati peraturan Allah adalah perwu-judan puasa yang sejati. Inilah perbuatan yang ingin Allah temukan hadir dalam diri umat-Nya.

Pernahkah Anda merasakan keadaan serupa seperti yang dialami Israel? Selidiki dulu, sungguhkah Anda telah mempraktikkan hakikat berpuasa atau sekadar melakukan syarat lahiriah berpuasa? Jangan ulangi kesalahan yang sama seperti yang dilakukan Israel!

Renungkan: Beribadah kepada Allah harus mewujud dalam sikap kita melayani sesama dengan kasih dan adil.

(0.24917213636364) (Yeh 31:1) (sh: Aku membuat dia sungguh-sungguh elok (Sabtu, 22 September 2001))
Aku membuat dia sungguh-sungguh elok

Aku membuat dia sungguh-sungguh elok. Bagian ini memakai metafora pohon aras yang tinggi untuk melukiskan Firaun. Kiasan ini memiliki 3 elemen. Pertama, tentang Firaun yang mewakili bangsa Mesir yang disebut Yehezkiel sebagai sebatang pohon aras yang rimbun (ayat 2-9). Kedua, menggambarkan bencana tumbangnya pohon yang besar (ayat 10-14). Ketiga, menggambarkan reaksi di pihak sisa bangsa-bangsa terhadap peristiwa ini.

Mesir diibaratkan sebagai pohon yang sungguh-sungguh elok dengan cabang-cabangnya yang sangat rapat. Bertumbuh di taman Eden, di taman Allah, sehingga segala pohon cemburu kepadanya (ayat 19). Namun karena kelebihannya ia menjadi sombong (ayat 10). Dan Allah tidak pernah mentolerir kesombongan Mesir.

Dosa yang melanda Mesir adalah kesalahan yang umumnya terdapat pada diri pejabat, pembesar, dan para pemimpin. Kejatuhan Firaun ini merupakan peringatan bagi semua pemimpin: keluarga, lingkungan, gereja, masyarakat, bangsa, agar jangan melakukan kesalahan yang sama lagi (ayat 14). Semua keangkuhan pada akhirnya akan bermuara di pantai penderitaan, karena akan dirongrong oleh pahit getirnya penindasan dosa yang telah mengikat (ayat 11-12).

Dengan diberitahukannya Firaun untuk menempati level yang paling bawah di dunia orang mati, menandaskan bahwa ia menderita rasa malu yang tiada terhingga. Mengingat orang Mesir melakukan penyunatan dan memberi penghormatan yang amat besar terhadap seremoni pemakaman, maka tindakan Tuhan ini untuk memelekkan mata manusia yang hanya mementingkan penghormatan diri, tanpa mengindahkan Tuhan yang telah menciptakannya.

Ketika penghukuman datang, maka keindahan atau kecantikan setinggi apa pun tidak akan berati apa-apa. Tiada satu pesona diri yang dapat menebus murka Allah yang menyala-nyala terhadap kefasikan yang sudah mengental di dalam diri manusia. Dengan demikian paras yang elok di antara yang paling elok tidak akan berharga lagi.

Renungkan: Ketika kita dipakai Tuhan dan diperlengkapi dengan segala kelebihan dan kecakapan, janganlah biarkan kita menukar posisi yang seharusnya sebagai 'alat' menjadi sebagai 'tuan', sehingga menggeser Tuhan, Sang Pencipta kita.

(0.24917213636364) (Hos 12:1) (sh: Pertolongan di luar Allah = sia-sia! (Kamis, 12 Desember 2002))
Pertolongan di luar Allah = sia-sia!

Pertolongan di luar Allah = sia-sia!
Pada pasal ini Hosea kembali merinci dosa-dosa bangsa Israel (ayat 1,2,12). Kebohongan/penipuan, melarikan diri dari Allah dan mengharapkan pertolongan dari kekuatan lain, seperti Asyur dan Mesir, sama halnya dengan mengabaikan Allah. Ia tidak hanya meninggalkan Allah, tetapi juga mengikat perjanjian dengan bangsa Asyur dan Mesir (ayat 2), yang kemudian justru akan menelan mereka. Artinya, sikap dan tindakan Israel ini tidak hanya telah membatalkan perjanjiannya dengan Allah secara sepihak, tetapi juga Israel telah mengabaikan syarat-syarat perjanjian dengan Tuhan yang telah disepakati yaitu: pertama, Israel dengan cara tidak bertanggung jawab telah melepaskan diri dari tanggung jawabnya sebagai umat Allah. Kedua, demi kepentingan diri sendiri, tanpa memperhatikan kepentingan Allah, Israel rela melaksanakan syarat-syarat perjanjian dengan Asyur dan Mesir. Sebagai bangsa, seharusnya kita bisa belajar dari pengalaman Israel dengan Allahnya dalam sejarah bangsa itu. Israel juga mengalami krisis multidimensi seperti kita. Agaknya, usaha-usaha perbaikan yang bersifat politis, ekonomis, dan sosial saja tidak cukup untuk menyelamatkan bangsa Israel dari krisis multidimensinya. Kata kunci yang mestinya dapat menyelamatkan mereka dari krisis multidimensi waktu itu ialah pengajaran Tuhan. Ketika mereka mengabaikan pengajaran Tuhan itu, maka mereka pasti menuai kebinasaan.

Persoalannya dengan bangsa kita ialah, apakah segala usaha baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial yang telah dirintis saat ini sudah merupakan usaha yang ‘cukup’ untuk menyelamatkan kita dari krisis multidimensi bangsa ini? Tentu saja tidak! Bangsa ini juga harus belajar dari kebaikan, keadilan dan kebenaran Allah yang tentu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang baik. Artinya, kita harus memiliki nilai-nilai luhur seperti kejujuran, ketulusan, kesediaan untuk berkorban, menghargai nilai-nilai luhur kemanusiaan, tidak mementingkan diri sendiri atau kelompok, dll.

Renungkan:
Di masa-masa penantian ini, nilai-nilai luhur seperti itulah yang seharusnya menjadi komitmen kita menyambut kedatangan-Nya.

(0.24917213636364) (Mat 1:18) (sh: Menundukkan diri kepada rencana Allah melalui Yesus (Sabtu, 25 Desember 2004))
Menundukkan diri kepada rencana Allah melalui Yesus

Menundukkan diri kepada rencana Allah melalui Yesus. Jaka dan Gadis berencana hendak menikah pada tahun depan, tetapi sebelum pernikahan terjadi Gadis telah mengandung seorang anak dari laki-laki lain. Jika Anda berada di posisi Jaka tindakan apakah yang akan Anda ambil?

Penulis injil Matius pada nas ini menceritakan suatu peristiwa sebelum kelahiran Yesus yang didominasi dengan pergumulan Yusuf, sebelum ia memutuskan mengambil Maria menjadi istrinya. Yusuf mengalami pergumulan berat ketika ia mengetahui bahwa Maria, tunangannya telah mengandung. Sebagai laki-laki yang tulus hati, Yusuf tidak mau melakukan perbuatan yang "mencemarkan" Maria (ayat 19a). Yusuf merencanakan untuk memutuskan pertunangannya dengan Maria secara diam-diam (ayat 19b). Rencana Yusuf ingin membatalkan pernikahannya dengan Maria menyiratkan satu hal yaitu ia belum mengetahui bahwa Allah memilih Maria menjadi ibu Yesus, Mesias bagi umat manusia. Kemungkinan pada saat itu, Maria tidak menceritakan kepada Yusuf perjumpaannya dengan malaikat Gabriel, utusan Allah (Luk. 1:26-38). Sebagaimana Allah menjumpai Maria, Ia pun menyampaikan rencana-Nya tentang Maria dan anak yang akan dilahirkannya, melalui mimpi kepada Yusuf (ayat 20-23). Mimpi inilah yang meneguhkan keberanian Yusuf untuk menikahi Maria (ayat 24). Keputusan Yusuf menyatakan kepatuhannya terhadap perintah Allah. Keberanian Yusuf menunjukkan kepercayaannya terhadap rencana keselamatan Allah bagi umat manusia melalui Yesus (ayat 25).

Yusuf berani melangkah untuk menikahi Maria dalam keadaan mengandung itu karena ia mau menundukkan dirinya kepada kedaulatan Allah dengan mengesampingkan kepentingannya. Seringkali kita tidak berani mengambil keputusan untuk tunduk kepada kehendak dan rencana Allah karena kita lebih mementingkan keinginan diri sendiri. Kita cenderung tidak bersedia mengambil resiko kehilangan sesuatu yang kita sukai dengan mengalihkan fokus hidup kepada rancangan Tuhan.

Renungkan: Rencana besar Allah untuk dunia ini tidak dikerjakan-Nya sendiri tetapi mengikutsertakan manusia.

(0.24917213636364) (Mat 6:1) (sh: Rahasia Kristen (Senin, 15 Januari 2001))
Rahasia Kristen

Rahasia Kristen. Dalam perikop-perikop ini Matius menekankan kerahasiaan dalam melakukan kewajiban agama serta ibadah, dan hanya Allah Bapa yang ada di tempat tersembunyi yang melihat dan membalasnya. Apakah pengajaran ini tidak bertentangan dengan pengajaran sebelumnya tentang garam dan terang dunia? Bukankah telah diajarkan bahwa terang kita harus bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatan kita yang baik dan memuliakan Allah di surga?

Yesus menegaskan bahwa hakikat hubungan Kristen dengan Allah adalah hubungan yang dekat, rahasia, dan pribadi. Karena itulah setiap kewajiban yang timbul dari hubungan itu bukanlah suatu tindakan pamer. Banyak contoh di masyarakat dimana memberi bantuan dipakai sebagai sarana untuk mengejar prestise dan popularitas. Penghargaan ini penting bagi manusia karena akan menaikkan pamor mereka di mata masyarakat dan memberikan dampak positif bagi karier mereka. Kristen harus bebas dari praktik demikian, karena Kristen justru harus memberi dengan motivasi menaati Allah dan berbelaskasihan kepada sesama.

Ibadah juga bisa bertujuan pamer, seperti berpuasa (ayat 16-18). Yesus tidak mengkritik puasa yang mereka laksanakan namun Ia mengkritik mereka yang memamerkan bahwa mereka sedang berpuasa. Banyak Kristen pergi ke gereja dan aktif dalam berbagai kegiatan pelayanan hanya untuk memamerkan dan memberikan kesan bahwa dirinya adalah seorang yang taat beribadah. Namun ia sendiri tidak mempunyai persekutuan pribadi dan khusus dengan Allah. Yesus menekankan bahwa sebagai warga negara Kerajaan Allah, Kristen harus mempunyai hubungan dengan Allah secara nyata dan pribadi, bukan hubungan yang bersifat sandiwara. Apa pun yang Kristen lakukan bagi Allah, harus ditujukan kepada Allah dan bukan kepada manusia.

Renungkan: Pengajaran ini tidak bertentangan tetapi justru melengkapi ajaran tentang garam dan terang dunia, karena untuk menjadi garam dan terang dunia, berbuat baik saja belum memadai. Masih ada sikap lain yang dituntut yang tidak dilihat orang lain dan inilah yang disebut rahasia Kristen. Bagaimanakah rahasia Kristen yang ada pada diri Anda selama ini ketika Anda memberi bantuan kepada orang lain, bantuan pembangunan gereja, atau melayani sebagai majelis, pengurus, atau aktivis dalam gereja? Hanya Allah dan Anda yang tahu.

(0.24917213636364) (Mat 12:46) (sh: Ibu dan saudara jasmani. (Minggu, 25 Januari 1998))
Ibu dan saudara jasmani.

Ibu dan saudara jasmani.
Ucapan Yesus pada ayat 49 memberi kesan seolah Dia kurang menghargai ibu dan saudara-saudara-Nya yang secara jasmaniah mempunyai hubungan keluarga. Namun dalam Luk. 2:51 dikatakan bahwa Dia tetap hidup dalam asuhan kedua orang tua-Nya. Jadi Yesus tetap menghargai keluarga jasmaniah-Nya di dunia ini. Oleh sebab itu Dia mengkritik orang Farisi yang lebih mementingkan adat istiadat daripada menghormati ibu bapanya (bdk. Mat. 15:4-9). Meskipun demikian Yesus mengajarkan bahwa di atas segalanya kita harus lebih menghormati Bapa yang di sorga.

Ibu dan saudara rohani. Di pihak lain Tuhan Yesus juga berbicara mengenai persaudaraan dan kekeluargaan dalam iman (ayat 48-49). Semua orang yang percaya kepada Yesus adalah saudara dan ibu-Nya. Sebagai implikasinya, sesama orang percaya adalah saudara seiman. Ikatan persaudaraan ini, jika dihayati secara segar dan mendalam akan melebihi pengertian sekadar saudara jasmani. Roh Allah bekerja menciptakan perdamaian, kesejahteraan dan ikatan hati yang ajaib. Ikatan mana terjadi karena korban penebusan Kristus dan kasih Allah mempersatukan kita.

Ikatan sebagai satu tubuh. Hanya satu kunci keberhasilan agar dapat memahami secara segar dan indah ikatan persaudaraan itu. Itu adalah kesadaran utuh bahwa kita semua adalah anggota Tubuh Kristus. Maka seyogianya sikap yang kita tunjukkan adalah saling menghargai, saling membutuhkan, saling menolong, saling memperhatikan karena semua itu merupakan bagian tak terpisah dari gerak irama kehidupan umat dalam gereja-Nya. Namun usaha mewujudkan fakta indah ini dalam kehidupan bergereja tidak mudah. Selalu akan ada saja hambatan dan penghalang. Namun demikian, tak perlu kita berputus asa, sebab sekali lagi Roh Allah bekerja secara ajaib.

Renungkan: Kuasa pembaruan Tuhan, menciptakan hubungan darah antar manusia yang melampaui kekuatan.

Doa: Ajar kami untuk menghargai dan menghayati arti persaudaran kami di dalam kasih Kristus.

(0.24917213636364) (Mat 15:1) (sh: Setia kepada firman (Selasa, 8 Februari 2005))
Setia kepada firman

Setia kepada firman. Apakah tidak mencuci tangan sebelum makan merupakan tindakan yang melanggar Hukum Taurat? Ada dua pandangan mengenai hal tersebut. Bagi orang Farisi dan ahli Taurat perbuatan itu sudah melanggar Hukum Taurat (ayat 2), tetapi Tuhan Yesus mengatakan, "Tidak."

Ada dua alasan mengapa Tuhan Yesus menyatakan demikian. Pertama, Yesus menegur kemunafikan mereka karena menggantikan Hukum Taurat dengan ajaran tradisi mereka (ayat 3, 6). Mungkin pada mulanya tradisi-tradisi seperti itu dimaksudkan untuk mendorong dan memastikan orang Israel taat sepenuhnya terhadap Hukum Taurat. Misalnya tradisi menjanjikan persembahan uang atau harta yang diberikan ke Bait Allah, mungkin dimaksudkan supaya umat setia beribadah kepada Allah. Praktiknya tradisi ini bahkan mengizinkan seseorang untuk mengabaikan perintah Tuhan yang lebih prinsip yaitu menghormati orang tua. Kedua, sebenarnya makan dengan tangan yang belum dicuci tidak melanggar Hukum Taurat. Inti Hukum Taurat bukan terletak pada peraturan-peraturan jasmani melainkan terletak di hati (ayat 18). Hati yang kudus akan menghasilkan perbuatan kudus, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, Yesus mengecam tradisi yang hanya mementingkan tindakan lahiriah, tetapi mengabaikan yang Tuhan inginkan.

Betapa mudahnya seseorang jatuh ke dalam dosa kemunafikan. Sepertinya ia saleh dan setia kepada Tuhan dengan menjalankan tata peraturan agamawi, tetapi telah melanggar perintah Tuhan lainnya yang lebih penting untuk dilakukan. Bisa jadi, kita dapat bahkan sering melakukan hal yang serupa ini yaitu memutarbalikkan kebenaran firman Tuhan untuk kepentingan diri sendiri. Kita juga berperilaku seolah-olah saleh padahal hanya ingin dipuja-puji orang lain. Mungkin orang lain bisa terkecoh oleh sikap itu. Akan tetapi, Tuhan tidak dapat dikelabui sebab Ia melihat hati setiap orang.

Camkan: Menumbuhkan firman-Nya dalam hati adalah kunci untuk mencegah dosa kemunafikan.

(0.24917213636364) (Mat 22:1) (sh: Jangan main-main dengan anugerah Allah (Senin, 28 Februari 2005))
Jangan main-main dengan anugerah Allah

Jangan main-main dengan anugerah Allah. Menerima undangan, apalagi dari seorang yang terhormat dan terkenal, tentunya akan menjadi suatu kehormatan dan kebanggaan tersendiri. Pasti orang yang diundang itu akan mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh. Ia akan menaruh di agendanya, bahkan menggeser acara-acara lain supaya bisa menghadiri undangan tersebut. Ia akan mempersiapkan pakaian pesta dan hadiah yang layak untuk si pengundang.

Namun, yang terjadi dalam kisah ini sungguh ironis. Seorang raja mengundang banyak tamu untuk menghadiri pesta perkawinan anaknya. Namun, tidak seorang pun tamu yang hadir pada perjamuan itu. Ada saja alasan mereka untuk menolak undangan itu. Masing-masing mementingkan urusan mereka dan bahkan ada yang dengan kasar menganiaya serta membunuh utusan-utusan yang menjemput mereka (ayat 2-6). Jelas sikap mereka yang seperti ini meremehkan raja. Ini sama saja dengan memberontak. Tidak ada hukuman yang lebih pantas daripada ditumpas habis (ayat 7).

Kini undangan perjamuan Kerajaan Surga disebarkan lagi kepada setiap orang yang bukan tamu terhormat. Raja menyatakan anugerahnya kepada rakyat. Namun sekali lagi, banyak di antara rakyat yang tidak merespons dengan tepat. Mereka datang tanpa mempersiapkan diri baik-baik. Mereka datang dengan sembarangan (ayat 11-12). Seakan-akan perjamuan Kerajaan Surga tidak lebih daripada makan di warung makan sekadarnya. Orang-orang itu pun harus tersingkir (ayat 13). Kebaikan dan anugerah Allah mahal harganya dan menuntut pertobatan serta komitmen yang sepadan pula.

Yesus melalui perumpamaan ini memperingatkan dengan keras bahwa anugerah Allah tidak boleh dipermainkan. Anugerah Allah memang diberikan cuma-cuma tetapi bukan berarti murahan. Setiap orang yang menyepelekannya akan membayar mahal, yaitu ditolak Tuhan.

Camkan: Menolak Injil atau merespons Injil secara sembarangan sama fatal akibatnya.

(0.24917213636364) (Mat 23:23) (sh: Doktrin tanpa aplikasi adalah pengetahuan yang gersang (2) (Kamis, 8 Maret 2001))
Doktrin tanpa aplikasi adalah pengetahuan yang gersang (2)

Doktrin tanpa aplikasi adalah pengetahuan yang gersang (2). Yesus masih melanjutkan kecaman-Nya terhadap ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi dengan alasan-alasan yang tegas dan jelas untuk menelanjangi kebobrokan mereka selama ini.

Kemunafikan mereka yang lain adalah bahwa: [1]. mereka memutarbalikkan prioritas peraturan dalam hukum Taurat (23-24), yang seharusnya utama justru disepelekan dan sebaliknya yang kurang penting justru menjadi utama; [2]. mereka lebih mementingkan penampilan luar untuk menyembunyikan kebusukan hati (25-26). Perkataan dan perbuatan mereka semata-mata untuk mendapatkan pujian dan kehormatan dan bukan lahir dari kemurnian dan ketulusan hati. [3]. Mereka menutupi keserakahan dan motif dosa dengan kata-kata dan perbuatan manis (27- 28). Mereka berupaya sedemikian rupa untuk melabur dosa- dosa mereka dengan perkataan dan perbuatan yang menunjukkan kesalehan, kesucian, dan kerohanian. [4]. Mereka sepertinya memelihara ibadah kepada Allah tetapi sesungguhnya mereka telah melawan Allah dan membinasakan para utusan-Nya (29-31). Merenungkan perbuatan mereka yang sangat keji dan menjijikkan karena menggunakan kedok rohani demi kepentingan diri sendiri, betapa hancur dan pedihnya hati Kristen, bila memiliki pemimpin rohani seperti ini. Bagaimana dengan zaman kini, apakah kita masih menemukan pemimpin rohani seperti di atas, yang nampaknya membawa orang kepada Allah namun sesungguhnya semua perbuatan mereka mengarah kepada pemujaan diri, keuntungan diri, dan kepentingan diri?

Ketika kita terjun lebih jauh dan lebih dekat dalam kehidupan para pemimpin rohani atau kita sendiri sebagai pemimpin rohani, seringkali banyak orang kecewa dan mulai menjauh dari gereja, karena perbuatan tidak sejalan dengan perkataan. Masih sanggupkah kita berdiam berpangku tangan menyaksikan banyak jemaat yang akhirnya meninggalkan gereja dan bahkan mengingkari iman mereka karena tersandung para pemimpin mereka?

Renungkan: Kristen membutuhkan para pemimpin rohani yang mau mengoreksi dirinya dan berani membongkar kemunafikan di dalam dirinya, sehingga berkat firman Tuhan mengalir murni dalam keteladanan hidupnya. Saksikan pelajaran firman Tuhan ini atau jadikan pecut bagi diri sendiri!

Pengantar Kitab Mazmur 17-32

Mazmur 17: ratapan individu yang memohon kepada Allah untuk dibebaskan dari musuhnya. Pemazmur tidak bersalah dan memohon agar Allah memperlakukan musuh-musuh-Nya seperti mereka memperlakukan orang lain.

Mazmur 18: dimulai dengan bahasa ratapan namun segera berubah menjadi pujian ucapan syukur, lebih khusus lagi adalah pujian kemenangan. Mazmur 19: dibuka dengan lagu (1-6) yang menggambarkan kekuatan Allah yang dinyatakan melalui ciptaan-Nya. Wahyu umum diungguli oleh wahyu khusus di dalam firman-Nya.

Mazmur 20: ucapan berkat bagi raja (1-5), mengekspresikan keyakinan bahwa Allah akan menolong sang raja (6-8) sebelum menutup dengan doa untuk kemenangan dan pembebasan (9).

Mazmur 21: nyanyian ucapan syukur karena kemenangan raja. Keberhasilan pemerintahan raja berkaitan erat dengan penghancuran musuh oleh Allah.

Mazmur 22: contoh yang sempurna untuk ratapan pribadi.

Mazmur 23: menggunakan metafora gembala untuk menyatakan kepercayaan. Mazmur ini berakhir dengan perubahan gambaran dari domba kepada manusia yang menjadi tamu Allah.

Mazmur 24: menggabungkan pujian dan hikmat. Merupakan pujian untuk memasuki Bait Allah.

Mazmur 25: pujian yang menyatakan kepercayaan kepada Allah serta permohonan pengampunan. Ini merupakan ratapan pribadi.

Mazmur 26: ratapan individu. Pemazmur membanggakan pelayanan dan kebenarannya yang memotivasi Allah untuk menolongnya.

Mazmur 27: ratapan inidividu yang diselingi panggilan kepada Allah untuk melakukan intervensi.

Mazmur 28: ratapan individu teriakan minta tolong dan ucapan terima kasih atas pertolongan Allah.

Mazmur 29: sebuah pujian dari alam menyaksikan kebesaran Tuhan.

Mazmur 30: nyanyian ucapan syukur yang telah disembuhkan dari sakit.

Mazmur 31: dimulai sebagai ratapan namun diselingi dengan ucapan syukur karena kelepasan dari Allah.

Mazmur 32: berisi ratapan dan ajaran hikmat yang mendorong pembaca untuk menyatakan pertobatan kepada Allah.

(0.24917213636364) (Mat 24:37) (sh: Tahu, tetapi Tidak Mau Tahu (Rabu, 29 Maret 2017))
Tahu, tetapi Tidak Mau Tahu

Untuk menjelaskan kedatangan-Nya yang kedua kali, Yesus menggunakan analogi orang-orang pada zaman Nuh (37). Pola hidup dan karakter manusia pada masa Nuh sangat korup. Mungkin saja mereka tahu dari Nuh bahwa TUHAN akan menghukum mereka dengan Air Bah, namun mereka tidak peduli. Mereka asyik dengan kehidupan mereka sendiri (37-39; lih. Kej. 6). Mata mereka baru tercelik saat melihat Air Bah itu, namun semuanya sudah terlambat.

Lalu, Yesus memakai ilustrasi lain untuk menjelaskan sifat yang tak terduga melalui kisah pengangkatan (40-41). Kisah pemilik rumah yang tahu akan kedatangan pencuri menekankan sikap berjaga-jaga (43). Wawas diri dan bersiap sedia merupakan sikap yang patut dimiliki oleh siapa pun yang menantikan kedatangan Yesus kedua kalinya (42, 44).

Selain itu, setia dan bijaksana dalam melakukan tugas menjadi salah satu sifat yang harus ada dalam diri orang-orang beriman. Kapan pun Sang Majikan datang, dia bisa mempertanggungjawabkan tugasnya (45-46). Tuan yang bijaksana akan memberikan upah dengan adil (47). Sebaliknya hamba yang jahat, selain meremehkan keseriusan kedatangan tuannya, ia juga melakukan kejahatan terhadap orang lain (48-49). Saat majikannya datang secara tak terduga, dia tidak dapat menghindar dari hukuman yang akan diterimanya (50-51).

Tuhan tidak pernah melarang kita bergiat mencari kebutuhan materi. Hanya saja semangat yang sama hendaknya dipakai pula untuk mencari hal-hal rohani. Tahu, tetapi masa bodoh terhadap kebenaran dan realitas rohani adalah penyakit yang mematikan. Karena penyakit itu dapat menumpulkan kesadaran dan kewaspadaan kita terhadap dosa yang akan menyeret kita.

Kita dapat mengasah kesadaran dan kepekaan rohani apabila kita mau menjalani disiplin rohani dengan sepenuh hati, seperti: berdoa, merenungkan firman Tuhan, berpuasa, dan lain-lain. Kita melakukannya bukan sebagai beban, melainkan sebagai kebutuhan. Karena itu dibutuhkan disiplin dan komitmen yang tinggi. [RH]

(0.24917213636364) (Mat 27:11) (sh: Kriminalisasi Yesus (Rabu, 31 Maret 2010))
Kriminalisasi Yesus

Judul: Kriminalisasi Yesus
Ingat kasus kriminalisasi Bibit dan Chandra, ketua-ketua KPK November 2009 lalu? Mereka mendapat tuduhan palsu telah memeras dan melakukan sejumlah kesalahan yang pantas untuk dihukum penjara. Syukur, kasus itu akhirnya di-SKPP (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) oleh kejagung. Namun tidak demikian dengan kasus kriminalisasi Tuhan Yesus!

Apa kesalahan Yesus sehingga harus dihukum mati? Jawabannya: tidak ada! Tuduhan para pemuka agama terhadap Yesus, tidak satu pun yang dapat mereka buktikan wa-laupun mereka telah memakai banyak saksi palsu (ayat 26:59-61). Hanya satu tuduhan mereka yang sepertinya "diakui" Yesus, yaitu Dia sebagai Mesias, Anak Allah, yang menyebabkan Ia disebut sebagai penghujat Allah (ayat 26:63-65). Namun hal itu tidak bisa dijatuhi hukuman mati. Pilatus tahu akan hal tersebut (ayat 27:11). Pilatus tahu pula bahwa tuduhan-tuduhan itu disebabkan oleh kedengkian mereka (ayat 18). Pilatus tahu bahwa Yesus seharusnya dibebaskan.

Mengapa Pilatus akhirnya memerintahkan penyaliban Yesus (ayat 26)? Pilatus tidak berani menghadapi rakyat yang sudah dihasut oleh para pemuka agama. Apabila mereka berdemonstrasi besar-besaran, hal itu akan merugikan popularitasnya di mata orang Yahudi, maupun reputasinya di mata pemerintah Romawi yang mengangkatnya. Pilatus yang takut dirinya terseret masalah memilih untuk menyenangkan hati orang banyak dengan mengabaikan hati nurani sendiri (ayat 24).

Apa sikap terbaik menghadapi kriminalisasi seperti itu? Yesus memilih diam seperti seekor domba yang dibawa ke pembantaian (Yes. 53:7). Dia tidak membela diri karena kematian-Nya merupakan kehendak Allah. Kebangkitan-Nya kelak membuktikan kebenaran-Nya. Saat kita difitnah bahkan dituduhkan yang jahat oleh karena iman kita, biarlah sikap Yesus yang berfokus pada salib dan kehendak Bapa menjadi sikap kita pula. Tidak perlu membela diri karena Allah pembela kita.

(0.24917213636364) (Mrk 7:1) (sh: Cuci tangan sebelum makan (Rabu, 12 Maret 2003))
Cuci tangan sebelum makan

Cuci tangan sebelum makan. Salah satu cara untuk berbicara mengenai keseluruhan sistem makna disebut sistem kemurnian, sistem murni (pada tempatnya) dan tidak murni (tidak pada tempatnya) atau sistem tahir/halal (pada tempatnya) dan najis/haram (tidak pada tempatnya). Hal-hal ini bisa dikenakan ke individu, kelompok, benda, waktu, dan tempat.

Kontroversi yang terjadi antara Yesus dan orang-orang Farisi (dan juga ahli-ahli kitab dalam Markus) mengenai norma-norma kemurnian dapat kita perhatikan di keseluruhan Injil. Yesus tidak menaati peta waktu (Sabat, 3:1-6), atau peta tempat (ayat 11:15-16). Ia melanggar peta individu juga: menyentuh orang kusta (ayat 1:41), wanita yang menstruasi (ayat 5:25-34), dan mayat (ayat 5:41). Yesus melampaui peta hal ketika ia menolak upacara pembasuhan tangan (ayat 7:5). Bertentangan dengan peta makan, Yesus makan dengan pemungut cukai dan para pendosa (ayat 2:15). Dengan menolak peta-peta ini, Yesus menunjukkan penyangkalan-Nya terhadap sistem kemurnian yang berlaku waktu itu.

Hampir tidak mungkin bagi orang-orang nomad seperti Yesus dan murid- murid-Nya untuk senantiasa mematuhi hukum-hukum ketat ini, apalagi sebenarnya hukum pemurnian itu awalnya hanya untuk para imam. Yesus melihat bahwa esensi hukum bukanlah hukum itu sendiri, tetapi cinta kepada Allah dengan sepenuh hati (ayat 7:6; Ul. 6:4). Orang-orang Farisi lebih mementingkan tradisi oral daripada tunduk kepada Allah sepenuhnya -- karena itulah mereka disebut munafik. Kemunafikan mereka juga ditunjukkan dengan membiarkan hukum oral mengenai persembahan lebih berkuasa daripada hukum ke-5 (ayat 7:10). Mereka kehilangan esensi keagamaan mereka.

Renungkan: Esensi keagamaan bukan hukum, tetapi relasi yang penuh kasih dengan Allah. Legalisme membuat manusia tersesat dalam peta-peta kehidupan!

(0.24917213636364) (Mrk 11:27) (sh: Abstain terhadap kebenaran (Rabu, 2 April 2003))
Abstain terhadap kebenaran

Abstain terhadap kebenaran. Kita di Indonesia terbiasa mengerti, membaca, mendengar kata "politik" dan "kuasa" dalam makna silat kata, dan sering kali berujung pada silat antar pendukung. Nas ini memberikan suatu dimensi baru bagi kata "politik". Karya-karya mukjizat Yesus ternyata juga punya dimensi politis, sehingga menarik perhatian para petinggi sosio-religius Yahudi.

Pertanyaan para imam dan ahli Taurat itu bukanlah pertanyaan polos penuh kekaguman yang ingin sungguh-sungguh mengetahui kuasa yang menyebabkan Yesus mampu melakukan semua itu. Pertanyaan mereka adalah pertanyaan yang berusaha mengeksplorasi kemungkinan- kemungkinan untuk menjatuhkan Yesus. Respons Yesus justru membalikkan pertanyaan mereka sehingga kini para iman dan ahli Tauratlah yang terpojok dan harus memutuskan: menurut mereka sendiri dari manakah kuasa Yesus berasal? Respons mereka yang berupa jawaban "tidak tahu" sangat menyedihkan. Pemimpin bangsa memutuskan mana yang "benar" berdasarkan pertimbangan yang picik dan mementingkan diri secara politis, dan akhirnya bersikap pengecut dengan tidak berani menerima implikasi pertanyaan mereka sendiri.

Kuasa Yesus jelas datang dari Allah ("surga", ayat 30, adalah kata ganti favorit orang Yahudi untuk Allah, demi menaati hukum ke- 3), sama seperti jika kuasa dan panggilan Yohanes untuk membaptis dan memberitakan seruan pertobatan. Keduanya terkait. Menyatakan bahwa salah satu dari Allah berarti menegaskan keduanya dari Allah, juga sebaliknya. Kiranya Kristen masa kini tidak menjadi seperti para imam yang dengan konyol memilih tidak tahu pada saat harus memilih.

Renungkan: Dalam mengakui, menyatakan dan memperjuangkan kebenaran, tidak dikenal pilihan abstain. Sabda Yesus: "barangsiapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku ..." (Mat. 12:30).

(0.24917213636364) (Luk 11:37) (sh: Hidup vs bangkai (Senin, 23 Februari 2004))
Hidup vs bangkai

Hidup vs bangkai. Pertentangan sengit antara Yesus dan orang Farisi serta para ahli Taurat tidak dapat lagi dihindari. Tindakan Yesus makan tanpa mencuci tangan lebih dulu, mereka anggap sebagai pelanggaran simbol moral. Namun, Yesus berbuat demikian justru untuk menelanjangi kepalsuan dan kebusukan mereka di balik sikap kaku dan semangat mempertahankan berbagai aturan, hukum, dan tradisi keagamaan.

Hukum, aturan, tradisi itu sendiri sebenarnya tidak salah; karena itu tetap diperlukan (ayat 42b). Kita sama seperti orang Farisi bila hanya mengutamakan tradisi yang mementingkan hal-hal luar, tetapi tidak memelihara sumber segala tindakan kita yaitu hati. Juga apabila hukum dan peraturan kita laksanakan seumpama robot tanpa semangat keadilan dan kasih di dalamnya (ayat 39-42). Orang yang hidup demikian di mata Yesus sebenarnya tidak hidup tetapi mati. Tradisi, peraturan, ibadah, kesalehan yang berorientasi ke diri sendiri bukan ke Allah dan sesama, adalah seperti kubur berkapur yang isinya bangkai belaka!

Bahkan kegiatan menggali dan menafsirkan firman pun dapat menjadi kegiatan yang memuakkan hati Allah! Sekarang kecaman tajam Yesus ditujukan kepada para ahli Taurat. Mereka mempelajari arti firman tetapi mereka tidak melakukannya. Mereka membebani orang lain untuk melakukan Taurat, tetapi mereka tidak menaatinya (ayat 46). Mereka bersemangat menghargai para nabi dengan membangun kubur bagi mereka. Namun, Yesus mengartikan itu tidak lain sebagai ungkapan persetujuan dengan mereka yang membunuh para nabi. Menolak taat kepada esensi firman adalah sama dengan membunuh firman. Ucapan Yesus ini menunjuk kepada sikap mereka kelak yang begitu bersemangat ingin menyingkirkan Yesus.

Renungkan: Awas! Di balik semangat memelihara aturan dan membela arti firman, bisa jadi tersembunyi hati beku yang dingin terhadap Allah dan sesama!



TIP #30: Klik ikon pada popup untuk memperkecil ukuran huruf, ikon pada popup untuk memperbesar ukuran huruf. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA