Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1041 - 1060 dari 1218 ayat untuk datang (0.003 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.10351908545455) (Luk 1:67) (sh: Allah melawat umat-Nya (Sabtu, 27 Desember 2003))
Allah melawat umat-Nya

Allah melawat umat-Nya. Pernahkah kita berpikir secara serius bahwa Allah yang Mahatinggi, Mahakudus, Mahamulia itu melawat umat-Nya? Jika kita melihat keberadaan kita di hadapan Allah, rasanya mustahil mengharapkan Allah melawat kita. Tetapi, dalam nyanyian Zakharia ini kita melihat paling sedikit dua hal penting tentang alasan mengapa Allah melawat umat-Nya.

Pertama, lawatan Allah menyelamatkan umat-Nya memang merupakan rencana Allah sejak awal oleh karena kesetiaan-Nya terhadap perjanjian-Nya dengan Abraham, nenek moyang Israel (ayat 68-75). Kedua, sekarang lawatan itu berkembang luas, tidak lagi menjadi milik satu bangsa, tetapi sudah melampaui batasan bangsa dan berkat-berkat jasmaniah, karena yang dijanjikan-Nya adalah pengampunan dosa, kelepasan dari naungan maut dan anugerah untuk menikmati damai sejahtera-Nya (ayat 77-79).

Supaya lawatan yang sekarang itu tercapai, Yohanes dibangkitkan untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan yang akan datang melawat (ayat 76). Yohanes akan disebut sebagai nabi Allah yang Mahatinggi karena pemberitaan-pemberitaan pertobatannya yang menyadarkan umat akan dosa-dosa mereka dan mengarahkan kepada kebutuhan pengampunan dosa, supaya mereka dilepaskan dari ikatan kegelapan dan dituntun kepada kehidupan yang berdamai dengan Allah. Jadi lawatan Allah akan disambut dengan pertobatan sejati, yang akhirnya dilanjutkan dengan ibadah sejati.

Betapa indahnya, jika kita menjadi seperti yang Yohanes maksudkan dalam pemberitaan-pemberitannya. Kita tidak hanya akan menjadi pendahulu dan penyiap jalan bagi Tuhan untuk melawat umat manusia, tetapi kita menjadi alat Allah untuk mewartakan Injil.

Renungkan: Hidup yang berguna adalah bila kita boleh dipakai Allah sebagai tim pendahulunya sebelum lawatan Allah itu tiba. Allah memakai orang-orang yang menyiapkan sesamanya agar siap menyambut lawatan Allah.

(0.10351908545455) (Luk 2:1) (sh: Allah turut bekerja (Sabtu, 25 Desember 2010))
Allah turut bekerja

Judul: Allah turut bekerja
Bagaimana saudara menghadapi Natal tahun ini? Penuh masalah dan ketidaklancaran? Mungkin saudara bertanya mengapa Tuhan mengizinkan semua itu terjadi. Mari belajar dari peristiwa Natal pertama bagaimana Tuhan berkarya di dalamnya.

Allah berkarya memakai dekrit Kaisar Agustus dalam menetapkan sensus di seluruh daerah kekuasaannya, untuk tujuan militer maupun pajak. Dengan jalan demikian, nubuat dan janji-Nya dalam Perjanjian Lama, bahwa Anak-Nya akan lahir di kota Betlehem, (Mi. 5:1) digenapi. Maria dan Yusuf mungkin tidak menyadari hal tersebut saat menaati pemerintah dengan pulang ke kampung halaman untuk mengikuti sensus. Padahal perjalanan dari Nazaret di Galilea ke kota Betlehem (kira-kira 120 km) merupakan perjalanan yang jauh dan melelahkan mengingat saat itu Maria sedang hamil tua.

Ternyata, perjalanan yang melelahkan bagi seorang wanita yang hamil tua, menghadapi penolakan dari tuan rumah untuk kamar tempat berteduh dan melahirkan, sampai harus melahirkan di kandang binatang pun ada di dalam pengaturan Allah. Maria harus melahirkan di kandang binatang, bayinya dibungkus dengan lampin kasar, dan diletakkan di palungan yang kotor dan hina. Semua ini melambangkan Anak Allah yang mulia dan agung, tetapi rela mengosongkan diri-Nya dengan datang menjadi manusia bahkan lahir di tempat yang hina. Kasih-Nya membuat Ia rela menjadi miskin, supaya kita boleh menjadi kaya dalam segala hal. Ia memang tidak memiliki tempat di dunia karena dunia menolak Dia. Tempat yang layak bagi Dia hanya di atas kayu salib. Ia rindu lahir di dalam hati setiap orang yang mau membuka hati untuk menyambut Dia. Namun sayang, orang-orang menolak Dia karena lebih tertarik pada hiruk pikuk dunia dan kenikmatannya.

Mari kita belajar bahwa Allah turut bekerja dalam segala hal dalam kehidupan serta untuk kebaikan setiap orang yang berkenan kepada-Nya. Marilah kita belajar memercayai Dia serta menaati kehendak-Nya dan mempersilakan Tuhan Yesus lahir dalam hidup kita agar Ia bebas memimpin hidup kita. Selamat merayakan Natal.

(0.10351908545455) (Luk 3:10) (sh: Buah-buah pertobatan (Sabtu, 3 Januari 2004))
Buah-buah pertobatan

Buah-buah pertobatan. Seorang perempuan tua berkata kepada pendetanya bahwa sekarang ia sudah bertobat. Pendeta itu lalu bertanya, “apa buktinya engkau sudah bertobat?” Perempuan itu menjawab, “dulu saya selalu menyapu kotoran ke bawah karpet. Namun, sekarang saya membuangnya ke tempat sampah.” Tanda pertobatan sejati adalah buah-buah yang dihasilkannya.

Kepada orang banyak yang bertanya apa yang harus mereka perbuat, Yohanes berkata bahwa mereka harus menunjukkan kasih, sebagaimana kasih Allah sudah mengampuni mereka (ayat 10-11). Kepada pemungut cukai, Yohanes mengingatkan mereka akan integritas dalam pekerjaan (ayat 12-13). Sangat mudah bagi mereka untuk memperkaya dirinya sendiri dengan memanipulasi uang-uang pajak yang diterimanya. Godaan itu begitu besar, sehingga kalau mereka bisa menolak untuk melakukan penipuan, itu membuktikan mereka sungguh-sungguh bertobat.

Kepada para prajurit, Yohanes berkata bahwa pertobatan mereka harus dibuktikan dengan tidak lagi memanfaatkan kuasa demi kepentingan mereka sendiri (ayat 14-15). Orang Kristen tidak mengenal prinsip aji mumpung. Sebaliknya, mereka harus menjadikan kuasa dan kesempatan yang mereka miliki untuk menjadi berkat bagi orang lain.

Peringatan yang keras ini dimaksudkan agar tidak terjadi kemunafikan di antara orang banyak yang mengaku sudah bertobat. Yohanes mengerti bahwa dia bukan Mesias sehingga tidak berhak menghukum orang berdosa. Namun, apabila Mesias datang, di tangan-Nya sudah tersedia alat untuk menyaring siapa orang percaya dan siapa yang tidak. Pertobatan yang main-main atau munafik justru akan dihakimi secara tuntas.

Renungkan: Adakah bukti-bukti nyata yang dapat dilihat orang banyak bahwa Anda sungguh-sungguh sudah mengalami pertobatan?

(0.10351908545455) (Luk 4:1) (sh: Melawan pencobaan (Senin, 5 Januari 2004))
Melawan pencobaan

Melawan pencobaan. Waktu Adam dan Hawa dicobai, mereka berada dalam kelimpahan dan kenyamanan hidup. Semua yang mereka butuhkan tersedia. Bahkan Allah senantiasa hadir menyertai mereka. Tetapi dalam keadaan serba tersedia, mereka tidak mampu menolak godaan Iblis, sehingga mereka berdosa. Bandingkan keadaan tersebut dengan Tuhan Yesus pada waktu Ia dicobai. Selama empat puluh hari lamanya Yesus berada di padang gurun yang kering dan panas. Tidak makan, sehingga Ia pasti sangat lapar. Dalam keadaan demikian Iblis datang mencobai Yesus.

Pencobaan pertama Iblis berkenaan dengan kuasa (ayat 2-4). Ia menantang Yesus untuk mengubah batu menjadi roti. Mudah bagi Yesus untuk melakukannya, tetapi Yesus tahu bahwa kehadiran-Nya di dunia ini adalah dalam rangka ketaatan kepada Bapa.

Pencobaan kedua Iblis mengenai perbudakan materi (ayat 5-8). Iblis menawarkan suatu keadaan yang “berkecukupan” kepada Yesus asalkan Yesus mau menyembah dia. Yesus menolak kerajaan dunia yang berlimpah-limpah harta kemewahan dan kekuasaan karena dunia ini milik Allah, bukan milik Iblis. Lagipula Yesus mengetahui bahwa jalan Allah adalah melalui ketaatan kepada kehendak Allah.

Pencobaan ketiga mengenai “mencobai” Tuhan (ayat 4-12). Iblis memutarbalikkan firman Tuhan yang dikutipnya dari Mazmur 91:11,12 yang menyatakan bahwa Allah menjanjikan pemeliharaan atas hamba-Nya. Mencobai Tuhan artinya menuntut bukti dari Tuhan untuk dapat percaya. Hal itu sama saja dengan tidak mempercayai Tuhan.

Iblis mencobai Yesus. Oleh karena Yesus tetap pada pendirian-Nya yaitu setia pada panggilan-Nya, maka iblis mengundurkan diri sesaat.

Renungkan: Pencobaan-pencobaan seperti ini akan kita hadapi. Untuk menang terhadapnya kita harus memahami rencana Tuhan atas hidup kita, dan memiliki kemantapan akan tujuan hidup kita.

(0.10351908545455) (Luk 4:38) (sh: Tidak kehilangan fokus (Jumat, 9 Januari 2004))
Tidak kehilangan fokus

Tidak kehilangan fokus. Kadangkala pelayanan yang terlalu banyak dan menyibukkan dapat membuat seorang pelayan Tuhan kehilangan fokus terhadap misi yang diembannya. Pelayanan hanya dilihat sebagai kesuksesan dan popularitas pribadi, bahkan untuk kepuasan diri semata-mata. Akibatnya, pelayanan tidak lagi dilakukan untuk tugas yang sesungguhnya. Hanya dengan selalu menyegarkan diri kembali pada panggilan dan misi yang Allah berikan, maka pelayanan yang dilakukan akan tetap terfokus pada pemberitaan firman-Nya.

Setelah peristiwa di hari Sabat di mana kuasa Allah yang menggemparkan dinyatakan, Yesus menjadi populer di Kapernaum. Ditambah lagi, basis pelayanan Yesus rumah Simon Petrus, adalah lokasi yang strategis. Orang banyak berbondong datang dengan membawa teman dan anggota keluarga yang menderita beragam penyakit. Bahkan mereka juga membawa orang-orang yang dirasuk setan. Misi kasih-Nya pun tidak perlu susah-susah dikampanyekan, orang-orang akan dan terus berdatangan untuk mendapat jamahan-Nya. Apalagi yang kurang? Dia sudah menjadi kebutuhan dan pusat kehidupan penduduk Kapernaum.

Namun, Yesus tetap menyadari bahwa fokus misi-Nya bukan hanya menjadi pengkhotbah dan pekerja mukjizat saja. Misi Yesus adalah memberitakan kabar baik ke seluruh Israel. Maka, Yesus harus meninggalkan Kapernaum, menuju kota-kota lain supaya Injil Kerajaan Allah diberitakan di sana (ayat 43-44).

Pelayanan yang begitu banyak dan antusiasme masyarakat tidak membuat Yesus melupakan misi utama-Nya. Yesus tidak kehilangan fokus pelayanan-Nya, bahwa ada banyak orang di tempat lain yang memerlukan pelayanan-Nya.

Renungkan: Ingat selalu misi pelayanan kita adalah untuk memberitakan kabar baik kepada orang lain, bukan untuk mengejar popularitas apalagi keuntungan pribadi kita!

(0.10351908545455) (Luk 7:1) (sh: Dua pelajaran (Rabu, 21 Januari 2004))
Dua pelajaran

Dua pelajaran. Kita dapat menarik dua pelajaran penting dari cerita tentang seorang perwira di Kapernaum dan janda di Nain. Pertama, seorang perwira, bukan orang Israel, memiliki hamba yang sedang sakit keras dan hampir mati (ayat 9). Ia memiliki relasi yang sangat baik dengan orang-orang Yahudi (ayat 3), bahkan ikut berpartisipasi dalam pembangunan sinagoge (ayat 5). Ia juga memiliki suatu pengenalan yang benar tentang Yesus. Ia tahu Yesus memiliki kuasa untuk menyembuhkan tanpa harus datang, melihat ataupun menjamah hambanya yang sedang sakit keras dan hampir mati. Oleh karena itu, ketika permintaannya dipenuhi oleh Yesus, dan Yesus berjalan menuju rumahnya, ia mengutus sahabat-sahabatnya kepada Yesus, supaya Yesus tidak perlu ke rumahnya, cukup berkata saja, ia percaya bahwa hambanya akan sembuh. Pengenalannya yang tepat tentang Yesus yang adalah Mesias membuat perwira tersebut merespons secara aktif dan tepat terhadap Yesus.

Kedua, ketika Yesus pergi ke Nain, di dekat gerbang kota, Ia melihat rombongan orang yang mengusung orang mati. Mestinya yang dilihat oleh Yesus pertama kali bukan orang mati yang diusung, tapi ibu dari orang mati tersebut. Seharusnya si ibu berjalan di depan, disusul usungan orang mati. Dia tidak memiliki suatu pengenalan yang tepat tentang siapa Yesus, sehingga dia tidak tahu harus bagaimana merespons kepada Yesus. Ketika berhadapan dengan Yesus, janda ini pasif. Namun dalam situasi seperti ini Yesus berinisiatif aktif terhadap janda ini. Dia menyentuh dan berkata kepada anak muda “bangkitlah.”

Dua pelajaran: Orang yang mengenal siapa Yesus, seharusnya memiliki respons iman seperti perwira. Kepada orang yang kurang mengenal Yesus, Yesus sendiri akan secara aktif memperkenalkan diri-Nya kepadanya.

Renungkan: Seberapa jauh dan dalam, pemahaman tentang Yesus? Pikirkan dan renungkanlah dalam hidupmu.

(0.10351908545455) (Luk 7:18) (sh: Cara Allah memang unik (Rabu, 17 Januari 2007))
Cara Allah memang unik

Judul: Cara Allah memang unik Kecewa dan ragu? Mungkin itu yang ada dalam benak Yohanes. Ketika di penjara, ia tidak melihat dan mendengar Yesus berperilaku seperti Mesias yang dinubuatkannya (3:15-17). Yesuskah Mesias itu (7:19)?

Pertama, jawaban Yesus tegas mengutip Nabi Yesaya (22)! Memang bayangan Mesianik yang politis dan keras tidak ada sama sekali pada sosok Yesus, namun justru itulah keunikan cara Allah yang tidak boleh diragukan. Bagi orang tidak beriman hal itu mengecewakan (dalam bhs. Yunani: skandalon, berarti batu sandungan) (23). Yesus menantang Yohanes untuk memercayai cara Allah berkarya.

Kedua, Yesus membandingkan kemuliaan pelayanan Yohanes dengan diri-Nya. Pelayanan Yohanes memang luar biasa. Dia adalah pendahulu yang mempersiapkan jalan bagi kedatangan Mesias dan memperkenalkan Mesias kepada umat (Kel. 23:20). Ia juga adalah nabi Allah yang mempersiapkan umat bertemu dengan Mesias (Mal. 3:1). Namun, Mesias yang datang jauh lebih mulia dan dahsyat pelayanan-Nya dibandingkan dengan Yohanes (Luk. 7:28). Pelayanan Mesias adalah penyucian dan penyelamatan orang berdosa. Sayangnya, pelayanan Yesus ini diterima hanya oleh para pemungut cukai dan orang berdosa lainnya, sedangkan para pemimpin agama justru menolaknya, sama seperti mereka menolak pelayanan Yohanes (29-30). Mereka yang menolak ini sesungguhnya menolak untuk mengambil komitmen apapun terhadap rencana dan karya Tuhan, baik melalui Yohanes, apalagi melalui Yesus (31-35).

Cara Allah dalam tindakan penyelamatan-Nya sering tidak terduga dan memang tidak konvensional, namun pasti tepat sasaran. Kita dipanggil terlibat dalam pelayanan dengan belajar menyesuaikan diri dengan kreativitas-Nya serta percaya bahwa rencana-Nya paling baik dan pasti berhasil.

Renungkan: Manusia melihat keterbatasannya. Allah dapat memakai manusia menembus batas-batas tersebut.

(0.10351908545455) (Luk 7:36) (sh: Lebih layakkah aku? (Sabtu, 24 Januari 2004))
Lebih layakkah aku?

Lebih layakkah aku? Merasa diri lebih layak dan lebih baik dalam segala hal mengakibatkan seseorang merasa dirinya berhak menilai orang lain. Di hadapan Yesus Kristus benarkah kita lebih layak dan lebih baik dibandingkan dengan orang lain?

Ketika Yesus diundang makan oleh orang Farisi, terjadi suatu peristiwa yang bagi orang Farisi itu adalah suatu hal yang seharusnya tidak terjadi. Peristiwa itu terjadi di tengah-tengah jamuan makan. Seorang perempuan berdosa datang sambil menangis, berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya dengan air mata, menyekanya dengan rambut, kemudian mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi (ayat 38). Orang Farisi ini melihat dan mengatakan “Kalau Dia nabi, tentunya Dia tidak akan bergaul dengan orang berdosa” (ayat 39). Secara tidak langsung orang Farisi ini mengatakan, “Nabi hanya bergaul dengan orang yang tidak masuk dalam kelompok orang berdosa”.

Namun melalui peristiwa ini Yesus membongkar konsep salah orang Yahudi. Tidak ada kelompok orang berdosa dan kelompok orang benar. Di hadapan Yesus semua manusia adalah orang berdosa, dan berhutang kepada-Nya. Tidak ada seorang pun yang mampu membayar hutangnya dan yang layak di hadapan Allah. Inilah yang Yesus tegaskan dalam cerita perumpamaan tentang perempuan berdosa dan orang Farisi (ayat 41-42). Bahwa keselamatan diberikan bukan kepada orang yang merasa diri lebih layak dibandingkan dengan orang lain. Keselamatan diberikan kepada orang yang tidak layak, orang yang sangat berdosa seperti perempuan berdosa (dari kacamata orang Farisi) tersebut yang adalah pelacur.

Kita semua berdosa dan tidak layak di hadapan Yesus. Jangan pernah merasa diri lebih layak karena dosa orang lain kelihatannya lebih banyak.

Renungkan: Hanya oleh anugerah kita dilayakkan dan diselamatkan. Jadi, jangan sombong!

(0.10351908545455) (Luk 8:22) (sh: Jangan takut! (Selasa, 27 Januari 2004))
Jangan takut!

Jangan takut! Kami sekeluarga pernah menyewa perahu nelayan ke Pulau Seribu untuk memancing. Sore harinya, kami bermaksud kembali ke Jakarta. Saat itu langit mendung, tidak lama kemudian hujan lebat pun turun dan gelombang silih berganti menerpa perahu yang kami tumpangi. Saat itu kami ketakutan karena merasa tidak berdaya menghadapi kekuatan alam yang menakutkan itu.

Bacaan kali ini, menceritakan kepada kita tentang Yesus yang sedang bersama murid-murid-Nya dalam sebuah perahu menuju Gerasa, dan Ia lalu tertidur. Tiba-tiba danau yang tenang bergolak karena angin taufan. Kita dapat membayangkan bagaimana takutnya para murid Yesus menghadapi angin taufan yang datang tiba-tiba dan dengan sikap panik mereka membangunkan Yesus. Mereka takut binasa! Sikap para murid ini berbeda dengan sikap Yesus yang tetap tidur dengan tenang. Mengapa Yesus tetap tenang dan menikmati istirahat-Nya?

Hanya ada satu sebab yang membuat-Nya bersikap demikian, yaitu karena Ia adalah Tuhan atas alam semesta. Hanya dengan menghardik saja taufanpun reda dan danaupun tenang kembali (ayat 24b). Luar biasa! Situasipun berubah dari takut yang satu ke takut yang lain. Semula takut binasa kemudian takut kepada sang Guru (ayat 25). Jelas sekarang, bukan murid-murid yang seolah menyadarkan Yesus, tetapi sebaliknya Yesuslah yang menyadarkan murid-murid untuk percaya kepada Yesus bukan hanya sebagai Guru, yang mengajarkan norma-norma spiritualitas tetapi percaya kepada Yesus sebagai Tuhan yang berkuasa atas alam semesta.

Yesus menuntut murid-murid-Nya untuk tidak sekadar mengikut kemana Yesus mengajak mereka pergi. Ia menuntut agar murid-murid-Nya tahu siapa pribadi yang mereka ikuti itu dan percaya sepenuhnya kepada-Nya dalam situasi apapun

Renungkan: Jangan takut bila bersama Yesus, sekalipun maut mengadang di depan.

(0.10351908545455) (Luk 9:51) (sh: Fokus pada tujuan (Kamis, 5 Februari 2004))
Fokus pada tujuan

Fokus pada tujuan. Ayat 51 dengan jelas menekankan bahwa Tuhan Yesus kini melangkah menuju kegenapan seperti yang telah diajarkan-Nya kepada para murid. Ia tahu Ia datang dari siapa, untuk apa, dan harus melalui jalan hidup yang bagaimana. Bahwa misi-Nya akan ditolak oleh sementara orang, adalah sesuai dengan rencana Allah yang telah dinubuatkan sejak zaman Perjanjian Lama dan selaras dengan tekanan ajaran-Nya bahwa Ia harus menderita (bdk. Yes. 53).

Dalam bacaan ini Lukas memaparkan kepada kita bahwa ada masalah yang mengganjal Yesus, yaitu reaksi murid-murid-Nya, Yakobus dan Yohanes terhadap orang Samaria yang menolak memberikan bantuan setelah tahu bahwa Yesus dan rombongan-Nya menuju ke Yerusalem (ayat 53). Memang Kerajaan Israel bersatu terpecah menjadi Israel Utara (Samaria) dan Israel Selatan (Yehuda=Yerusalem). Hubungan antara Samaria dan Yehuda semakin memburuk. Bahkan orang-orang Samaria digolongkan sebagai orang-orang yang harus dimarginalkan oleh orang-orang Yerusalem. Lukas menggambarkan penolakan ini sebagai bagian dari penggenapan nubuat Allah sebagai tanda bahwa Mesias akan menderita penolakan. Bagaimana rombongan Yesus bersikap terhadap penolakan tersebut? Yakobus dan Yohanes, khususnya, menganggap bahwa penolakan itu lebih merupakan penghinaan terhadap Yesus, yang seharusnya diperlakukan dengan segala hormat. Itulah sebabnya mereka mengusulkan untuk bertindak keras terhadap mereka (ayat 54)—mungkin seperti yang pernah dilakukan Elia dalam 2Raj. 1:10,12.

Reaksi Yesus sama sekali berbeda (ayat 55)! Justru Ia menilai bahwa reaksi yang ditunjukkan oleh Yakobus dan Yohanes ternyata belum menghayati bahwa salib adalah keharusan bukan saja bagi Yesus tetapi juga dalam misi dan kehidupan para pengikut-Nya.

Renungkan: Mengikut Yesus adalah satu-satunya yang harus secara serius dijalani dengan segala konsekuensinya.

(0.10351908545455) (Luk 11:27) (sh: Respons yang benar (Sabtu, 21 Februari 2004))
Respons yang benar

Respons yang benar. Saya pernah berpikir bahwa bila saya hidup di zaman Yesus, sebagai salah seorang dari murid-Nya, saya akan memiliki kerohanian yang lebih baik. Pemikiran seperti itu lazim ada pada kebanyakan orang. Itulah pola pemikiran yang melatarbelakangi komentar seorang perempuan waktu itu (ayat 27). Mungkin itu pula yang bercampur pada pemikiran mereka yang ingin menyaksikan tanda mukjizat lebih banyak dari Yesus (ayat 28-30), semakin banyak melihat semakin beriman.

Yesus menolak anggapan itu. Menurut-Nya, hubungan istimewa itu tidak bergantung pada hubungan darah, atau banyak menyaksikan atau mengalami tanda ajaib. Entah orang mengalami berkat dan kebahagiaan dari Yesus atau tidak, terkait juga pada tanggung jawab orang untuk merespons Yesus dengan benar. Hanya pada orang yang sesudah mendengar firman-Nya lalu menaati, ada kebahagiaan mengalami hubungan yang benar dengan Yesus (ayat 28). Hubungan yang menempatkan orang hidup dalam naungan berkat Allah adalah hubungan yang timbal-balik dan hidup antara yang bersangkutan dengan Yesus.

Oleh karena yang penting hubungan timbal balik, tanda utama pelayanan Yesus mengikuti pola pelayanan Yunus (ayat 30). Seperti Yunus datang dengan firman yang menuntut respons percaya dan pertobatan dari penduduk Niniwe, demikian juga Yesus menuntut pendengar-Nya merespons firman-Nya dengan pertobatan. Tidak merespons dengan pertobatan berarti menolak Yesus. Menolak Yesus berarti memilih hukuman. Pada hari penghakiman Allah kelak, respons ketaatan kepada firman Yesus inilah yang akan menentukan apakah orang akan masuk ke dalam kebahagiaan kekal atau penghukuman kekal (ayat 31).

Renungkan: Ingat! Terhadap Yesus kita tidak bisa netral. Maksud kekal Allah untuk hidup kita hanya akan kita hayati bila kita merespons-Nya kini dan di sini dalam ketaatan.

(0.10351908545455) (Luk 12:35) (sh: Dapat dipercaya dan bertanggung jawab (Jumat, 27 Februari 2004))
Dapat dipercaya dan bertanggung jawab

Dapat dipercaya dan bertanggung jawab. Seperti istilah para politikus yang berujar, ‘tidak ada teman sejati yang ada adalah kepentingan.’ Demikian pula, ‘hari ini teman besok menjadi lawan’ sangat bergantung kepada kepentingan siapa yang hendak dituju. Kesetiaan memang sudah sangat menipis di masyarakat kita, apalagi untuk dapat dipercaya.

Melalui dua perumpamaan pertama (ayat 35-38,39,40), Yesus mengingatkan para murid-Nya untuk berjaga-jaga setiap waktu karena kedatangan hari Tuhan tidak bisa ditentukan. Sungguh celaka jika saat Dia datang, anak-anak Tuhan hidup dalam dosa! Sebaliknya mereka yang didapati berjaga-jaga, mendapatkan penghargaan dari Tuhan sendiri. Tuhan sendiri akan melayani mereka (ayat 37).

Pada perumpamaan berikut (ayat 41-46), Yesus mengingatkan para murid-Nya untuk setia dan bertanggungjawab atas segala tugas dan kepercayaan yang diberikan Allah kepada mereka. Apabila mereka setia dan bertanggungjawab, maka sebagai penghargaan, mereka akan mendapatkan kehormatan menerima tanggung jawab dan kepercayaan yang lebih besar (ayat 43,44). Sebaliknya, ketidaksetiaan atau penyalahgunaan kepercayaan yang diberikan berakibat fatal (ayat 45-46).

Di satu sisi menerima tanggung jawab dan tugas yang lebih besar adalah kehormatan, di sisi lain hal tersebut merupakan tanggung jawab yang besar. Oleh karena tanggung jawab yang besar, maka risiko yang ditanggung pun besar. Perumpamaan terakhir (ayat 47-48) bukan memberikan alasan untuk mengelak tanggung jawab, misalnya dengan berkata bahwa saya tidak tahu kalau hal itu tidak benar. Perumpamaan ini justru menekankan sikap semakin mawas diri dan lebih setia oleh karena tanggung jawab yang diberikan Allah.

Renungkan: Dalam dunia yang tipis kesetiaan dan rasa tanggung jawab, seharusnya anak-anak Tuhan menjadi saksi bahwa kesetiaan dan rasa tanggung jawab masih ada. Orang Kristen harus dapat dipercaya!

(0.10351908545455) (Luk 13:10) (sh: Kerajaan Allah vs kemunafikan (Senin, 1 Maret 2004))
Kerajaan Allah vs kemunafikan

Kerajaan Allah vs kemunafikan. Tanda-tanda kehadiran Allah tidak selalu terwujud dalam hal yang besar dan menakjubkan. Seperti misalnya, dua orang yang sehati berdoa memohon urapan Tuhan atas pelayanan pemberitaan Injil mereka. Setelah bertahun-tahun berdoa dan ber-PI, kini mereka telah menghimpun lebih dari seribu orang petobat dan murid Kristus yang dengan doa dan semangat yang sama mengabarkan Injil.

Di sisi lainnya kita melihat orang yang berpengetahuan banyak akan firman Tuhan, sehingga merasa berkompeten untuk bisa menegur orang yang tidak mematuhinya, tetapi ia sendiri melanggarnya. Kemunafikan seperti itu jelas tidak bermanfaat, sebaliknya menghambat orang lain maupun dirinya untuk bertumbuh. Sikap munafik ditunjukkan oleh kepala rumah ibadat pada hari Sabat ketika ia memarahi orang-orang yang datang untuk disembuhkan Yesus (ayat 14). Ia melarang Yesus 'bekerja' pada hari Sabat, padahal ia sendiri 'bekerja' dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan rutin di rumahnya (ayat 15).

Namun, dalam hal ini, persoalan yang lebih utama adalah sikap ketidakpeduliannya terhadap kebutuhan orang lain (ayat 16) sementara ia sibuk untuk mengurus kepentingan diri sendiri. Tindakan Yesus melakukan mukjizat penyembuhan pada hari Sabat merupakan suatu demonstrasi kehadiran Kerajaan Allah di dunia.

Memang kehadiran Kerajaan Allah tidak selalu terlihat besar dan megah. Ia mulai dari kecil seperti biji sesawi, namun, kemudian bertumbuh menjadi pohon yang besar. Atau, seperti sedikit ragi yang mengkhamirkan adonan roti. Kerajaan Allah hadir secara diam-diam, tetapi pengaruh yang dihasilkannya memberkati banyak orang.

Renungkan: Orang Kristen sejati tidak perlu gembar gembor menyatakan kekristenannya, namun ia akan menjadi berkat bagi banyak orang, dan Injil Tuhan disebarluaskan.

(0.10351908545455) (Luk 13:22) (sh: Waktu penyelamatan yang sempit (Selasa, 2 Maret 2004))
Waktu penyelamatan yang sempit

Waktu penyelamatan yang sempit. "Orang modern terkenal dengan kesibukan dan jadwal yang padat. Sampai-sampai mereka tidak memiliki waktu untuk menunda pekerjaan. Akan tetapi, untuk hal rohani, justru kebalikannya". Apakah pernyataan ini dapat dibenarkan? Inilah tantangan buat kita, orang-orang Kristen yang hidup pada zaman modern sekarang ini. Kesempatan untuk mendapatkan keselamatan tidak selalu ada, dan kita juga tidak mengetahui kapan kesempatan itu berakhir.

Atas pertanyaan mengenai jumlah orang yang diselamatkan, Yesus menjawab justru dengan menyingkapkan urgensi waktu. Pintu sempit menyebabkan orang harus berjuang dan berdesak-desakan dengan orang lain untuk memasukinya. Jangan menunda-nunda mengambil keputusan.

Sikap menunda orang Yahudi disebabkan oleh keyakinan bahwa mereka sudah pasti akan masuk Kerajaan Allah, sehingga tidak merasa urgensinya untuk mengambil keputusan. Padahal, Yesus berkata, "Aku tidak tahu dari mana kamu datang." Mereka tidak dikenal Yesus oleh karena mereka tidak memilih untuk mengenal Dia. Oleh sebab itu banyak kejutan akan terjadi. Orang yang menyangka akan masuk ke Kerajaan Allah justru ditolak, sedangkan orang-orang yang mereka cap kafir tetapi memiliki Yesus akan menikmatinya bersama dengan para orang saleh Perjanjian Lama (ayat 28-30).

Yesus sendiri menyadari urgensi di dalam pelayanan-Nya. Ia berkata, hari ini dan esok adalah untuk melayani, karena hari ketiga Dia harus mati untuk menyelamatkan umat manusia (ayat 32-33). Yesus menangisi Yerusalem yang menolak untuk menerima dan percaya kepada-Nya. Maka mereka hanya akan menyaksikan peristiwa salib tanpa dapat menikmati khasiatnya.

Untuk dilakukan: Bila Anda belum atau tidak merasa perlu mengambil keputusan mengenai keselamatan Anda, sekaranglah saat yang tepat.

(0.10351908545455) (Luk 14:15) (sh: Paradoks keselamatan dan paradoks manusia (Kamis, 30 Maret 2000))
Paradoks keselamatan dan paradoks manusia

Paradoks keselamatan dan paradoks manusia. Di dalam pengajaran Kristen, keselamatan juga diistilahkan sebagai "Perjamuan Dalam Kerajaan Allah" (ayat 15-24). Orang yang diundang dalam Perjamuan itu memang patut disebut berbahagia karena mereka diundang bukan berdasarkan perbuatan baik, atau penyangkalan diri, atau pun ketaatan mereka dalam menjalankan ajaran agama. Dengan kata lain Perjamuan itu gratis.

Walaupun gratis, ini tidak berarti bahwa keselamatan itu murah. Justru sebaliknya karena keselamatan itu sedemikian berharga, sehingga setiap orang yang menerimanya harus rela melepaskan/mengalami kehilangan segala sesuatu. Menerima keselamatan di dalam Yesus mungkin akan membawa konsekuensi negatif terhadap kariernya, kehidupan sosialnya, atau kehidupan keluarga, bahkan nyawanya. Setiap Kristen harus siap untuk memberikan tempat kedua setelah Kristus bagi segala sesuatu atau bahkan kehilangan yang paling berharga (ayat 25-26). Di samping itu ia pun harus siap menderita seperti Kristus dan disita segala hak dan miliknya kecuali "Anugerah di dalam Kristus" (ayat 27). Setiap orang yang mau mengikut Kristus harus menghitung-hitung dan mempersiapkan diri (ayat 25-35). Karena itulah walaupun keselamatan itu gratis namun ada kondisi yang tidak terelakkan yang harus dijalani bagi setiap pengikut-Nya. Inilah paradoks keselamatan.

Yesus mengungkapkan perumpamaan yang menggambarkan bagaimana orang yang diundang ke dalam Perjamuan itu menolak untuk datang dengan berbagai alasan (ayat 15-24). Ternyata kesempatan untuk menghadiri Perjamuan itu bisa dipandang sebagai suatu kebahagiaan dan hak istimewa atau sebagai sesuatu yang tidak bernilai. Bagaimanakah kita menggambarkan mereka yang menolak undangan? Mereka adalah yang menikmati anugerah Allah berupa ladang, lembu, dan perkawinan, namun memandang Pemberi Anugerah sebagai sesuatu yang membosankan. Mereka mengakui bahwa hidup di dunia bukan segala-galanya namun mereka mencari kepuasan di dalamnya. Mereka secara sengaja menolak keselamatan itu. Itulah paradoks manusia.

Renungkan: Supaya mendapatkan anugerah-Nya berupa kehidupan kekal, manusia harus segera ke luar dari paradoksnya dan masuk ke dalam paradoks keselamatan. Tidak ada pilihan lain.

(0.10351908545455) (Luk 16:19) (sh: Kesalahan yang fatal seorang manusia (Minggu, 2 April 2000))
Kesalahan yang fatal seorang manusia

Kesalahan yang fatal seorang manusia. Bahaya cinta uang tergambar dalam cerita Yesus tentang seorang kaya yang berpakaian mewah dan tiap hari mengadakan pesta pora dalam kemewahan. Seringkali kita berpendapat bahwa karena ia tidak mendermakan uangnya dan tidak mempunyai belas kasihan kepada orang miskin, maka ia tidak dapat diselamatkan. Jawaban ini akan membawa kita pada pemahaman yang salah, yakni bahwa keselamatan manusia dapat diperoleh dengan upayanya sendiri, padahal keselamatan adalah karena iman.

Orang kaya tersebut tidak pernah sungguh-sungguh percaya seperti pengakuannya. Dia bukan seorang ateis, juga bukan seorang Saduki yang tidak percaya pada kehidupan sesudah kematian. Kesalahan utamanya ialah bahwa ia tidak pernah serius terhadap berita firman Tuhan. Bukankah Hukum Taurat mengajarkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, tetapi mengapa ia tidak pernah menunjukkan belaskasihannya kepada Lazarus. Ia pun berkata kepada Abraham bahwa saudara-saudaranya tidak mungkin menanggapi secara serius firman Tuhan jika tidak ada orang yang datang dari dunia orang mati. Abraham atau di sini berarti Allah, menolak permintaan orang kaya bukan karena Ia melihat bahwa kedatangan orang mati tidak akan membantu. Mereka tidak perlu diyakinkan bahwa kehidupan setelah kematian itu ada atau penghakiman setelah kematian atau neraka itu ada. Namun mereka perlu diyakinkan bahwa pengabaian dan pemberontakan terhadap firman-Nya adalah suatu hal yang serius. Dan ini berhubungan dengan masalah moralitas manusia dan karakter moralitas Allah.

Renungkan: Jika kita meremehkan peringatan Alkitab tentang dosa kita di hadapan-Nya, maka betapapun banyaknya penglihatan tentang dunia orang mati yang kita terima, tidak pernah akan meyakinkan kita secara pribadi bahwa kita berada dalam bahaya, jika kita tidak bertobat.

Bacaan untuk Minggu Sengsara 5: Yehezkiel 37:11-14 Roma 8:6-11 Yohanes 11:1-4,17, 34-44 Mazmur 116:1-9

Lagu: Kidung Jemaat 358

(0.10351908545455) (Luk 18:18) (sh: Sombong vs rendah hati (Selasa, 16 Maret 2004))
Sombong vs rendah hati

Sombong vs rendah hati. Orang yang sombong biasanya mengukur kesuksesan diri sendiri dengan ukuran yang dipakai oleh dunia ini. Misalnya, dia merasa bahwa dirinya sukses di dunia ini karena memiliki kekayaan, atau kuasa, atau kepintaran yang melebihi rekan sekerjanya, atau orang lain. Tidak jarang orang sombong berusaha menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan pengakuan akan kesuksesannya.

Jelas pemimpin yang datang kepada Yesus merasa bahwa dirinya sudah memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai orang yang taat kepada hukum Taurat sehingga ia berani mengajukan pertanyaan: "apa yang harus aku perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal" (ayat 18). Ia siap untuk merespons jawaban Yesus dengan mengatakan: "Saya sudah melakukan semuanya" (ayat 21). Cara mengajukan pertanyaan pun sudah memperlihatkan sikap menjilatnya. Ia menyebut Yesus sebagai guru yang baik.

Yesus segera menjawab dengan menegur sikap menjilatnya itu. Yesus terus menekan orang tersebut dengan membongkar dasar kesombongannya, yaitu kekayaannya. Ia harus meninggalkan semuanya itu supaya benar-benar dapat mengikut Tuhan, dan dengan demikian dapat masuk ke Kerajaan Allah (ayat 22). Ternyata orang itu tidak siap untuk menanggalkan kekayaannya.

Para murid bersikap sebaliknya. Mereka sudah meninggalkan semua ikatan dunia ini supaya dapat mengikut Yesus. Mereka telah merendahkan hati untuk menyadari bahwa semua prestise dunia tidak dapat membawa mereka kepada Allah. Oleh karena mereka tidak menyandarkan diri kepada sukses ala dunia ini, maka mereka justru dianugerahkan segala sesuatu yang mereka telah tinggalkan (ayat 30). Merekalah yang dapat disebut orang-orang sukses.

Renungkan: Allah siap menganugerahkan segala hal kepada orang yang rendah hati. Kesombongan membawa kepada kejatuhan, kerendahan hati kepada kesuksesan.

(0.10351908545455) (Luk 19:28) (sh: Impian dan kehancuran (Minggu, 9 April 2000))
Impian dan kehancuran

Impian dan kehancuran. Setiap manusia pasti mempunyai impian dalam hidupnya. Ia akan terpukul apabila impian yang mulai dibangunnya hancur berantakan. Orang-orang yang menyambut Yesus dengan sangat antusias adalah orang-orang yang memimpikan dibangunnya kembali Israel seperti pada zaman kejayaannya dahulu. Ketika Yesus menaiki keledai dengan perlahan-lahan, teriakan orang-orang yang menyambutnya itu menyatakan impian- impian mereka (ayat 38). Semakin dekat kota, orang-orang itu pasti mempunyai suatu "penglihatan" bahwa tembok Yerusalem akan semakin tinggi dan kokoh, dan akan menjadi pusat kerajaan teokratis yang akan menggantikan kerajaan Romawi.

Namun ketika Yesus melihat kota Yerusalem, Ia menangis. Ia bukannya melihat tembok Yerusalem yang menjulang tinggi, namun puing-puing kehancuran. Apa yang Yesus dengar bukanlah sorak- sorai sukacita dari orang banyak yang mempunyai impian, namun suara tangisan dan teriakan minta tolong dari mereka yang mengalami penderitaan. Di bait Allah Ia mendapati orang-orang yang berjual-beli. Mereka mengubah bait Allah yang seharusnya sebuah rumah doa, menjadi sarang penyamun yang merampok para peziarah yang datang ke Yerusalem untuk menyembah Allah. Impian orang banyak yang berseru-seru itu menjadi kosong belaka, karena realitanya berbeda.

Banyak Kristen mempunyai impian melambung dan begitu bersemangat membangun kerajaan-kerajaan bagi kemuliaan Allah. Namun kemudian satu demi satu impian mereka itu hancur. Mempunyai semangat dan antusiasisme yang tinggi seperti itu bagus, namun pertanyaannya adalah apakah impian kita itu berasal dari Allah?

Renungkan: Kerinduan kita bersama adalah menghadirkan perwujudan Kerajaan Allah dalam dunia, di mana Kristus memerintah sebagai Raja dalam hati insan yang bertobat.

Bacaan untuk Minggu Sengsara 6: Yesaya 50:4-7 Filipi 2:5-11 Matius 21:1-11 Mazmur 22:1-11

Lagu: Kidung Jemaat 278

(0.10351908545455) (Luk 19:28) (sh: Tangisilah dirimu (Rabu, 18 Maret 2015))
Tangisilah dirimu

Judul: Tangisilah dirimu
Seorang profesor Inggris, Michael Trimble, yang mengajar neurologi meniliti misteri antara hubungan menangis dan air mata. Dalam bukunya yang berjudul "Why Humans Like to Cry", mengatakan semua spesies dapat meneteskan air mata. Namun, manusia adalah satu-satunya spesies yang meneteskan air mata dan menangis saat menanggapi suatu keadaan emosional tertentu. Bagi Trimble, air mata tidak hanya berfungsi sebagai pelumas mata saja, tetapi juga sebagai simbol dalam berkomunikasi secara emosi. Bila manusia dapat menangis, demikian juga dengan Allah.

Bagi Yesus, kepergian ke Yerusalem memasuki babak akhir misi Allah di dunia. Dia meminta beberapa murid-Nya ke rumah penduduk untuk mengambil keledai muda, yang tidak pernah ditunggangi orang. Dia akan memakai keledai itu sebagai simbol, bahwa diri-Nya adalah Mesias yang dinubuatkan bagi bangsa Israel (28-36). Bagi orang-orang Yahudi, pergi ke Yerusalem merupakan suatu sukacita yang besar. Mereka mengunjungi Bait Suci untuk memberi persembahan kepada Allah. Bagi para murid Yesus, pergi ke Yerusalem adalah jalan kemuliaan. Mereka merasa sedang mengiringi seorang raja yang akan memulihkan takhta Daud. Di sepanjang perjalanan, para murid bergembira, berteriak, dan memuji Allah (37-40).

Namun siapakah yang tahu akan kepedihan hati Yesus, ketika dia melihat Yerusalem dari jauh. Yesus sedih bukan karena dia takut mati syahid. Yesus menangis karena dia melihat kehancuran Yerusalem dan hilangnya kesempatan bagi orang-orang Yahudi untuk diselamatkan. Yerusalem yang seharusnya menjadi kota benteng keselamatan Allah, malahan menjadi benteng pembantaian umat Allah (41-48).Di sini, tangisan dan air mata Yesus adalah bahasa kalbu Allah bagi Yerusalem.

Tangisan tidak hanya muncul dari apa yang kita alami, seperti: ketidakadilan, kedukaan, kebahagiaan, kemarahan, dan lainnya. Tangisan bisa juga datang dari kepekaan hati sanubari akan dosa. Sebab itu, tangisilah dirimu di hadapan Allah, dan bertobatlah sebelum segalanya terlambat.

Diskusi renungan ini di Facebook:
https://www.facebook.com/groups/santapan.harian/

(0.10351908545455) (Luk 20:20) (sh: Jawaban Yesus sungguh bijaksana dan mengherankan (Rabu, 24 Maret 2004))
Jawaban Yesus sungguh bijaksana dan mengherankan

Jawaban Yesus sungguh bijaksana dan mengherankan. Perikop ini menampilkan intrik politik yang dihalalkan para imam, ahli Taurat dan tua-tua Yahudi. Mereka memakai orang lain untuk memuji pengajaran Yesus dan sekaligus mengajukan perta-nyaan: "apakah kami diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar?" (ayat 23). Para imam dan ahli Taurat sebenarnya secara politis bertentangan posisi dan pemahaman dengan orang Saduki. Para ahli Taurat ingin mempertahankan kemurnian Taurat, juga mereka cenderung anti Kaisar (Pemerintah Romawi). Sebaliknya orang Saduki yang lebih rasional cenderung menolak "pandangan yang fundamentalistis" dari para ahi Taurat itu. Sungguh aneh tapi nyata bahwa untuk melawan Yesus, para ahli Taurat dan orang Saduki "berkolusi" dan kompromi menyuruh orang lain datang kepada Yesus. Menurut anggapan mereka itu adalah cara yang tepat untuk menjerat Yesus demi tujuan mereka bersama (ayat 20-22), sebab menurut mereka Yesus hanya berurusan dengan hal rohani saja (ayat 21,23).

Mereka tidak membayangkan bagaimana cara Yesus menjawab pertanyaan mereka. Kelicikan para imam, ahli Taurat dan tua-tua Yahudi dilucuti dengan jawaban Yesus yang bijaksana (ayat 24,26). Pada mata uang yang dipakai sebagai alat pembayaran yang sah, tertera tulisan dan gambar Kaisar (ayat 24-25). Mereka bungkam dan tidak berkutik lagi. Sungguh menarik bahwa jawaban Yesus itu, mengandung ajaran agar para pemimpin agama Yahudi belajar taat kepada Allah dan menghormati Kaisar (=Pemerintah). Mereka harus memberikan apa yang wajib diberikan kepada Allah dan apa yang wajib diberikan kepada Kaisar (pemerintah). Mereka harus tahu memberi ibadah dan ketaatan kepada Allah dan ketaatan sipil yaitu kewajibannya kepada Kaisar.

Renungkan: Dalam menyongsong Pemilu 2004, setiap Kristen perlu belajar dan meminta hikmat dari Tuhan Yesus dalam menentukan sikap dan pilihannya, agar tidak terjebak dan terjerat intrik politik.



TIP #34: Tip apa yang ingin Anda lihat di sini? Beritahu kami dengan klik "Laporan Masalah/Saran" di bagian bawah halaman. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA