Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1501 - 1520 dari 1797 ayat untuk secara [Pencarian Tepat] (0.004 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.17654843928571) (Mrk 15:42) (sh: Penguburan Yesus (Sabtu, 19 April 2003))
Penguburan Yesus

Penguburan Yesus. Kematian Yesus bukan cerita fiktif, tetapi kematian yang sungguh-sungguh terjadi, yang tidak bisa dibantah. Kematian Yesus dibuktikan dengan dikabulkannya permintaan Yusuf, orang Arimatea itu untuk mengambil dan menguburkan jenazah Yesus.

Siapakah Yusuf orang Arimatea? Informasi mengenai orang ini, terlalu sedikit. Alkitab hanya mengatakan bahwa pertama, ia adalah seorang anggota Majelis Besar yakni anggota Sanhedrin -- ini berarti bahwa ia adalah seorang pemimpin agama Yahudi. Kedua, dikatakan bahwa ia "juga menanti-nantikan Kerajaan Allah" (ayat 43). Informasi ini menunjukkan walaupun Yusuf seorang anggota Majelis Besar yang turut memutuskan hukuman mati bagi Yesus, adalah seorang yang secara sembunyi-sembunyi mengikut Yesus dan menerima pengajaran-Nya. Tidak ada informasi yang menjelaskan kapan ia menjadi pengikut Yesus, namun yang jelas adalah bahwa kematian Yesus memunculkan iman yang tersembunyi ke permukaan. Iman yang memberanikan dirinya menghadap wakil pemerintah Romawi agar diperbolehkan membawa jenasah Yesus untuk dikuburkan. Ketika kemuridan para murid Yesus telah suram dan lari meninggalkan Gurunya, justru ada tampil sebagai seorang murid sejati yang mengapani jenazah Yesus dan menguburkan-Nya.

Peran Yusuf ini memberikan gambaran kepada kita bahwa menjadi murid Yesus tidak hanya di saat senang, aman dan damai, sebagaimana yang terjadi pada murid-murid Yesus. Kemuridan seorang murid mestinya juga tetap ditampilkan pada saat-saat yang sulit dan menyedihkan. Sebab dalam situasi yang demikianlah kemuridan kita sebagai pengikut Yesus diuji.

Renungkan: Dalam keadaan aman dan damai mungkin setiap orang Kristen bisa berkata: "saya adalah murid Yesus!" Tetapi apakah kemuridan itu tetap dipertahankan ketika berada dalam situasi kritis?

(0.17654843928571) (Luk 1:67) (sh: Allah melawat umat-Nya (Sabtu, 27 Desember 2003))
Allah melawat umat-Nya

Allah melawat umat-Nya. Pernahkah kita berpikir secara serius bahwa Allah yang Mahatinggi, Mahakudus, Mahamulia itu melawat umat-Nya? Jika kita melihat keberadaan kita di hadapan Allah, rasanya mustahil mengharapkan Allah melawat kita. Tetapi, dalam nyanyian Zakharia ini kita melihat paling sedikit dua hal penting tentang alasan mengapa Allah melawat umat-Nya.

Pertama, lawatan Allah menyelamatkan umat-Nya memang merupakan rencana Allah sejak awal oleh karena kesetiaan-Nya terhadap perjanjian-Nya dengan Abraham, nenek moyang Israel (ayat 68-75). Kedua, sekarang lawatan itu berkembang luas, tidak lagi menjadi milik satu bangsa, tetapi sudah melampaui batasan bangsa dan berkat-berkat jasmaniah, karena yang dijanjikan-Nya adalah pengampunan dosa, kelepasan dari naungan maut dan anugerah untuk menikmati damai sejahtera-Nya (ayat 77-79).

Supaya lawatan yang sekarang itu tercapai, Yohanes dibangkitkan untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan yang akan datang melawat (ayat 76). Yohanes akan disebut sebagai nabi Allah yang Mahatinggi karena pemberitaan-pemberitaan pertobatannya yang menyadarkan umat akan dosa-dosa mereka dan mengarahkan kepada kebutuhan pengampunan dosa, supaya mereka dilepaskan dari ikatan kegelapan dan dituntun kepada kehidupan yang berdamai dengan Allah. Jadi lawatan Allah akan disambut dengan pertobatan sejati, yang akhirnya dilanjutkan dengan ibadah sejati.

Betapa indahnya, jika kita menjadi seperti yang Yohanes maksudkan dalam pemberitaan-pemberitannya. Kita tidak hanya akan menjadi pendahulu dan penyiap jalan bagi Tuhan untuk melawat umat manusia, tetapi kita menjadi alat Allah untuk mewartakan Injil.

Renungkan: Hidup yang berguna adalah bila kita boleh dipakai Allah sebagai tim pendahulunya sebelum lawatan Allah itu tiba. Allah memakai orang-orang yang menyiapkan sesamanya agar siap menyambut lawatan Allah.

(0.17654843928571) (Luk 2:8) (sh: Menjadi pemberita karena Natal (Kamis, 26 Desember 2002))
Menjadi pemberita karena Natal

Menjadi pemberita karena Natal.
Natal perdana Allah yang low-budget dan tidak glamor ini pun terus berlanjut. Kembali Allah melakukan sesuatu yang mengejutkan dan ironis. Berita tentang telah dipenuhinya janji akbar PL akan kedatangan sang Mesias, yang sebenarnya adalah sukacita nasional Israel (ayat 10-11), disampaikan kepada para gembala. Bahkan, kemuliaan Allah pun meliputi mereka pada saat itu (ayat 9)! Bagi masyarakat Yahudi waktu itu, menjadi gembala upahan (orang yang menggembalakan ternak hewan milik orang lain) sebenarnya adalah salah satu pekerjaan terendah. Tanda yang menjadi pembukti kebenaran berita itu pun unik karena bersifat sangat biasa; bukan suatu mukjizat, bukan pula tanda kemegahan dan kebesaran, tetapi sebuah palungan (ayat 12, 16). Barang inilah yang dipakai Allah untuk menjadi bukti bagi para gembala akan kebenaran dari berita yang disampaikan sang malaikat sebelumnya.

Para gembala upahan ini tidak hanya mendapatkan hak istimewa untuk menjadi saksi kelahiran Tuhan Yesus, tetapi juga mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan teladan yang indah: pertama, antusiasme mereka dalam memberikan respons terhadap berita para malaikat (ayat 16). Kedua, mereka menjadi saksi-saksi yang efektif akan kelahiran Kristus (ayat 17). Ketiga, mereka memuji serta memuliakan Allah atas semuanya (ayat 20).

Apa yang dilakukan oleh para gembala upahan (baca= rendahan) ini paralel dengan apa yang dilakukan oleh para malaikat. Mereka pun memuliakan Allah dan bersaksi tentang damai sejahtera yang terjadi di antara umat Tuhan (ayat 14), setelah sebelumnya, salah satu dari malaikat tersebut menjadi pemberita kepada para gembala (ayat 9). Perbedaan status bukanlah hambatan bagi kita untuk merayakan kelahiran Kristus.

Renungkan:
Semangat Natal sejati adalah semangat yang berupaya untuk mengangkat harkat mereka yang secara sosio-ekonomi berada "di bawah", dan membuat tiap Kristen tidak bisa tidak memuji dan memuliakan Tuhan serta bersaksi kepada tiap orang di sekitarnya tentang kabar baik keselamatan dalam Kristus.

(0.17654843928571) (Luk 2:15) (sh: Merespons kabar baik (Senin, 29 Desember 2003))
Merespons kabar baik

Merespons kabar baik. Apa respons Anda seandainya Anda menerima berita yang mengatakan bahwa Anda memenangkan sebuah mobil merk BMW? Respons apa yang Anda berikan? Mungkin Anda akan bersikap skeptis mengingat begitu banyak berita-berita palsu yang bertujuan ingin menyedot dana Anda di bank. Tapi bila seandainya kabar itu benar, karena dikonfirmasi oleh orang yang tepat, apa respons Anda?

Ketika para gembala mendengar berita otentik dari Surga kabar baik bagi umat manusia mereka merespons dengan mengambil tindakan sesuai petunjuk. Mereka bergegas menuju Betlehem untuk menemukan bayi yang terbaring di palungan, terbungkus kain lampin. Segera sesudahnya kabar baik itu mereka ceritakan kepada orang-orang yang hadir di situ. Mereka menyatakan sukacita dan syukur karena Mesias yang sudah lahir itu. Respons tepat, polos dan penuh iman.

Berita tersebut ternyata membuat banyak orang merasa heran, karena sulit dimengerti. Namun, semua itu tidak menjadikan mereka skeptis, tetapi semakin mengagumi dan dengan sendirinya terdorong untuk menyembah Allah. Lain halnya dengan Maria. Ia terkagum-kagum oleh kebesaran Allah dan bersyukur. Ia menyimpan semua itu di dalam hati, dan berkontemplasi. Bagi Maria, semua itu harus dicerna agar dipahami secara mendalam, karena akan berpengaruh besar dan menentukan bagi hidupnya, maupun hidup umat.

Alangkah baiknya kalau tiga macam respons ini ada dalam hidup kita: terus menerus kagum oleh karya Allah dalam hidup kita, sehingga perlu merenung diri dan menghayati kedalaman anugerah Allah. Bergegaslah seperti gembala, melangkahkan kaki untuk melihat semua kebenaran dan menceritakan kasih Tuhan kepada orang lain.

Renungkan: Kristus sudah lahir sebagai Juruselamat Anda. Apa yang Anda sudah lakukan sebagai respons?

(0.17654843928571) (Luk 3:10) (sh: Buah-buah pertobatan (Sabtu, 3 Januari 2004))
Buah-buah pertobatan

Buah-buah pertobatan. Seorang perempuan tua berkata kepada pendetanya bahwa sekarang ia sudah bertobat. Pendeta itu lalu bertanya, “apa buktinya engkau sudah bertobat?” Perempuan itu menjawab, “dulu saya selalu menyapu kotoran ke bawah karpet. Namun, sekarang saya membuangnya ke tempat sampah.” Tanda pertobatan sejati adalah buah-buah yang dihasilkannya.

Kepada orang banyak yang bertanya apa yang harus mereka perbuat, Yohanes berkata bahwa mereka harus menunjukkan kasih, sebagaimana kasih Allah sudah mengampuni mereka (ayat 10-11). Kepada pemungut cukai, Yohanes mengingatkan mereka akan integritas dalam pekerjaan (ayat 12-13). Sangat mudah bagi mereka untuk memperkaya dirinya sendiri dengan memanipulasi uang-uang pajak yang diterimanya. Godaan itu begitu besar, sehingga kalau mereka bisa menolak untuk melakukan penipuan, itu membuktikan mereka sungguh-sungguh bertobat.

Kepada para prajurit, Yohanes berkata bahwa pertobatan mereka harus dibuktikan dengan tidak lagi memanfaatkan kuasa demi kepentingan mereka sendiri (ayat 14-15). Orang Kristen tidak mengenal prinsip aji mumpung. Sebaliknya, mereka harus menjadikan kuasa dan kesempatan yang mereka miliki untuk menjadi berkat bagi orang lain.

Peringatan yang keras ini dimaksudkan agar tidak terjadi kemunafikan di antara orang banyak yang mengaku sudah bertobat. Yohanes mengerti bahwa dia bukan Mesias sehingga tidak berhak menghukum orang berdosa. Namun, apabila Mesias datang, di tangan-Nya sudah tersedia alat untuk menyaring siapa orang percaya dan siapa yang tidak. Pertobatan yang main-main atau munafik justru akan dihakimi secara tuntas.

Renungkan: Adakah bukti-bukti nyata yang dapat dilihat orang banyak bahwa Anda sungguh-sungguh sudah mengalami pertobatan?

(0.17654843928571) (Luk 3:21) (sh: Intinya, siapa sih Yesus sebenarnya? (Senin, 30 Desember 2002))
Intinya, siapa sih Yesus sebenarnya?

Intinya, siapa sih Yesus sebenarnya?
Setelah penegasan Yohanes Pembaptis tentang kemesiasan Yesus, maka nas ini (serta nanti narasi tentang pencobaan Yesus) memberikan keterangan final tentang jati diri Yesus. Bagian ini menjadi pengantar bagi pembaca Injil Lukas sebelum mengikuti pelayanan Yesus, dari Galilea sampai ke Yudea, penyaliban dan kebangkitan-Nya. Bagian pertama adalah penegasan tentang status Yesus oleh Allah pada saat Ia dibaptis (ayat 21-22, Lukas sengaja tidak menyebutkan dengan jelas siapa yang membaptis Yesus untuk menekankan fakta ini). Yesus Kristus adalah Anak Allah yang dikasihi (ayat 22). Penyebutan ini ini juga merupakan penegasan ulang dari 2:49 yang memaparkan tentang hubungan khusus Bapa-Anak dengan Allah yang dimiliki Yesus.

Ada hal lain yang ingin ditegaskan Lukas. Melalui silsilah ini Lukas ingin memberikan beberapa penekanan khusus. Pertama, Lukas merinci silsilahnya dengan urutan terbalik. Pemaparan terbalik ini dimaksudkan Lukas untuk memfokuskan pikiran pembaca tentang dari mana Kristus berasal. Kedua, Lukas sengaja menelusuri silsilah Yesus, tidak hingga ke Abraham saja, tetapi juga hingga ke awal penciptaan, dari Allah sendiri yang menciptakan Adam (ayat 38). Ini bermakna, Lukas tidak hanya ingin menekankan keyahudian Yesus, tetapi juga fakta bahwa Kristus adalah anak Adam, bagian dari umat manusia secara umum (ayat 38). Ketiga, dari penempatan silsilah yang tidak di permulaan Injilnya, tetapi antara peristiwa pembaptisan dan pencobaan, Lukas ingin memberikan penegasan atas identitas Yesus Kristus; siapakah Dia yang dicobai Iblis lalu memulai pelayanan-Nya itu? Dia adalah Anak Allah, tetapi juga manusia sejati. Kedua fakta ini akan menjadi batu sandungan bagi sebagian orang, tetapi juga dasar dari kabar baik tentang anugerah Allah yang membawa sukacita. Termasuk dalam golongan manakah Anda sekarang?

Renungkan:
"Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran" (Yoh. 1:14).

(0.17654843928571) (Luk 4:21) (sh: Ketidakpercayaan mengakibatkan penolakan (Rabu, 7 Januari 2004))
Ketidakpercayaan mengakibatkan penolakan

Ketidakpercayaan mengakibatkan penolakan. Krisis kepercayaan masyarakat dalam maupun luar negeri terhadap para pemimpin dan keadaan Indonesia sekarang ini nampaknya berkepanjangan. Masyarakat bergolak mulai dari menolak kebijakan-kebijakan yang pemerintah buat sampai kepada menuntut agar para pemimpin itu “lengser”. Di luar negeri, banyak perusahaan yang ragu-ragu untuk berinvestasi karena tidak percaya akan sistem keamanan negara kita.

Yesus pun mengalami “krisis” penolakan di Nazaret. Alasannya adalah karena penduduk Nazaret tidak dapat percaya bahwa Yesus, yang terdaftar sebagai penduduk kota itu, yang ayahnya seorang tukang kayu, ternyata adalah Mesias yang dinubuatkan oleh Yesaya. Padahal ada banyak hal yang bisa ditunjukkan untuk membuktikan kebenaran bahwa Yesus adalah Mesias.

Yesus memaklumi penolakan ini bahkan secara sadar Yesus mengatakan bahwa seorang nabi memang tidak pernah dihormati di tempat asalnya. Yesus memperkuat pernyataan-Nya tersebut dengan mengungkapkan sikap nenek moyang mereka (Israel) terhadap nabi-nabi Allah, seperti Elia dan Elisa. Orang-orang Israel tidak memikirkan dampak dari penolakan tersebut terhadap generasi selanjutnya di hadapan Allah. Kabar baik yang dibawa oleh nabi-nabi itu yang seharusnya untuk mereka dengar karena berhubungan dengan masa depan mereka sebagai umat, akhirnya diberikan kepada orang-orang non Yahudi, janda di Sarfat dan Naaman, orang Siria (ayat 24-27).

Reaksi orang banyak terhadap komentar Yesus adalah kemarahan yang hebat sehingga mereka mau membinasakan Yesus. Reaksi itu membuktikan kata-kata Yesus benar. Penolakan terhadap misi Yesus berakar dari ketidakpercayaan mereka.

Renungkan: Kepercayaan kepada Yesus akan membawa kepada penerimaan dan penyembahan yang sejati. Apakah Anda sudah percaya dan menerima Dia dalam hidup Anda?

(0.17654843928571) (Luk 5:1) (sh: Dijala sebelum menjadi penjala (Sabtu, 10 Januari 2004))
Dijala sebelum menjadi penjala

Dijala sebelum menjadi penjala. Pola rekruitmen yang paling sering dipakai karena terbukti keberhasilannya adalah brainwashing (=cuci otak). Seseorang akan dicekoki dengan ideologi tertentu. Biasanya orang tersebut akan menjadi fanatik, membabi buta dalam mempertahankan apa yang satu-satunya ia miliki. Namun, pola rekuritmen ini memiliki kelemahan mendasar, yaitu, hanya menghasilkan robot-robot tanpa hati nurani.

Ketika Yesus bermaksud menjadikan Petrus dan rekan-rekannya penjala manusia, Dia tidak menggunakan cara brainwashing. Tuhan Yesus memperkenalkan diri-Nya secara tidak frontal, karena Yesus mengikuti pola nalar Petrus sendiri. Petrus merasa dirinya paling tahu bagaimana dan kapan mencari ikan. Ia tahu dari pengalaman bernelayan bahwa ikan-ikan tidak akan muncul pada siang hari. Apalagi mungkin sekali saat itu musim ikan sudah selesai karena semalaman mencari ikan hasilnya nihil. Nalar Petrus mengatakan permintaan Tuhan Yesus untuk menjala ikan di siang hari adalah tidak masuk akal (ayat 5).

Hanya karena rasa hormat Petrus menebarkan jala. Akan tetapi, justru saat itu juga ikan-ikan memenuhi jalanya. Nalar Petrus bekerja keras. Hal yang tidak masuk akal terjadi. Itu hanya bisa berarti satu hal, yaitu Tuhan Yesus bukan guru biasa. Tuhan Yesus pasti berasal dari Allah. Maka Petrus pun tersungkur di kaki Yesus.

Dihadapkan kepada pengenalan akan keTuhanan Yesus, Petrus menyadari diri orang berdosa (ayat 8). Namun, justru pengenalan diri itu merupakan langkah maju untuk dirinya dapat dikuduskan Tuhan dan kemudian dipakai-Nya.

Renungkan: Sebelum Anda dipakai-Nya menjadi penjala manusia, Anda harus terlebih dahulu mengenal dan mengakui Yesus sebagai Tuhanmu.

(0.17654843928571) (Luk 7:18) (sh: Cara Allah memang unik (Rabu, 17 Januari 2007))
Cara Allah memang unik

Judul: Cara Allah memang unik Kecewa dan ragu? Mungkin itu yang ada dalam benak Yohanes. Ketika di penjara, ia tidak melihat dan mendengar Yesus berperilaku seperti Mesias yang dinubuatkannya (3:15-17). Yesuskah Mesias itu (7:19)?

Pertama, jawaban Yesus tegas mengutip Nabi Yesaya (22)! Memang bayangan Mesianik yang politis dan keras tidak ada sama sekali pada sosok Yesus, namun justru itulah keunikan cara Allah yang tidak boleh diragukan. Bagi orang tidak beriman hal itu mengecewakan (dalam bhs. Yunani: skandalon, berarti batu sandungan) (23). Yesus menantang Yohanes untuk memercayai cara Allah berkarya.

Kedua, Yesus membandingkan kemuliaan pelayanan Yohanes dengan diri-Nya. Pelayanan Yohanes memang luar biasa. Dia adalah pendahulu yang mempersiapkan jalan bagi kedatangan Mesias dan memperkenalkan Mesias kepada umat (Kel. 23:20). Ia juga adalah nabi Allah yang mempersiapkan umat bertemu dengan Mesias (Mal. 3:1). Namun, Mesias yang datang jauh lebih mulia dan dahsyat pelayanan-Nya dibandingkan dengan Yohanes (Luk. 7:28). Pelayanan Mesias adalah penyucian dan penyelamatan orang berdosa. Sayangnya, pelayanan Yesus ini diterima hanya oleh para pemungut cukai dan orang berdosa lainnya, sedangkan para pemimpin agama justru menolaknya, sama seperti mereka menolak pelayanan Yohanes (29-30). Mereka yang menolak ini sesungguhnya menolak untuk mengambil komitmen apapun terhadap rencana dan karya Tuhan, baik melalui Yohanes, apalagi melalui Yesus (31-35).

Cara Allah dalam tindakan penyelamatan-Nya sering tidak terduga dan memang tidak konvensional, namun pasti tepat sasaran. Kita dipanggil terlibat dalam pelayanan dengan belajar menyesuaikan diri dengan kreativitas-Nya serta percaya bahwa rencana-Nya paling baik dan pasti berhasil.

Renungkan: Manusia melihat keterbatasannya. Allah dapat memakai manusia menembus batas-batas tersebut.

(0.17654843928571) (Luk 7:36) (sh: Lebih layakkah aku? (Sabtu, 24 Januari 2004))
Lebih layakkah aku?

Lebih layakkah aku? Merasa diri lebih layak dan lebih baik dalam segala hal mengakibatkan seseorang merasa dirinya berhak menilai orang lain. Di hadapan Yesus Kristus benarkah kita lebih layak dan lebih baik dibandingkan dengan orang lain?

Ketika Yesus diundang makan oleh orang Farisi, terjadi suatu peristiwa yang bagi orang Farisi itu adalah suatu hal yang seharusnya tidak terjadi. Peristiwa itu terjadi di tengah-tengah jamuan makan. Seorang perempuan berdosa datang sambil menangis, berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya dengan air mata, menyekanya dengan rambut, kemudian mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi (ayat 38). Orang Farisi ini melihat dan mengatakan “Kalau Dia nabi, tentunya Dia tidak akan bergaul dengan orang berdosa” (ayat 39). Secara tidak langsung orang Farisi ini mengatakan, “Nabi hanya bergaul dengan orang yang tidak masuk dalam kelompok orang berdosa”.

Namun melalui peristiwa ini Yesus membongkar konsep salah orang Yahudi. Tidak ada kelompok orang berdosa dan kelompok orang benar. Di hadapan Yesus semua manusia adalah orang berdosa, dan berhutang kepada-Nya. Tidak ada seorang pun yang mampu membayar hutangnya dan yang layak di hadapan Allah. Inilah yang Yesus tegaskan dalam cerita perumpamaan tentang perempuan berdosa dan orang Farisi (ayat 41-42). Bahwa keselamatan diberikan bukan kepada orang yang merasa diri lebih layak dibandingkan dengan orang lain. Keselamatan diberikan kepada orang yang tidak layak, orang yang sangat berdosa seperti perempuan berdosa (dari kacamata orang Farisi) tersebut yang adalah pelacur.

Kita semua berdosa dan tidak layak di hadapan Yesus. Jangan pernah merasa diri lebih layak karena dosa orang lain kelihatannya lebih banyak.

Renungkan: Hanya oleh anugerah kita dilayakkan dan diselamatkan. Jadi, jangan sombong!

(0.17654843928571) (Luk 9:10) (sh: Memberi perhatian (Sabtu, 31 Januari 2004))
Memberi perhatian

Memberi perhatian. Kita perlu memberi perhatian kepada orang-orang yang kita layani. Bentuk perhatian itu beragam. Bisa berupa kesediaan mendengar, keterbukaan untuk menerima kehadirannya atau ketulusan dalam memberi apa yang orang-orang tersebut butuhkan. Yesus memberi contoh yang baik dalam memberi perhatian kepada orang banyak di Betsaida dalam perikop ini.

Pertama, perhatian Yesus kepada murid-murid-Nya (ayat 10). Yesus memberi perhatian khusus kepada murid-murid-Nya, sekembali dari pelayanan dengan memberi waktu dan tempat khusus untuk mendengarkan cerita murid-murid. Dapat dibayangkan betapa bahagianya murid-murid berbagi cerita dengan Sang Guru dan betapa hangatnya Yesus menyimak cerita murid-murid-Nya.

Kedua, perhatian Yesus kepada orang banyak (ayat 11-17). Yesus tidak merasa terganggu ketika orang banyak mengikuti-Nya. Ia bahkan melayani mereka dengan memberitakan Injil Kerajaan Allah dan memberi kesembuhan kepada orang sakit. Meski murid-murid-Nya kuatir akan tempat penginapan dan kebutuhan makanan, namun Yesus menegaskan: “Kamu harus memberi mereka makan!” Dengan lima roti dan dua ikan mereka harus memberi makan lebih dari lima ribu orang. Yesus mengajarkan mereka untuk tetap mengucap syukur dan membagi-bagikan apa yang ada. Hasilnya, ajaib! Mereka tidak berkekurangan, melainkan kenyang bahkan menyisakan dua belas bakul.

Melalui perikop ini kita mendapatkan pelajaran penting yaitu bahwa kita tidak hanya memerlukan kepekaan agar dapat memahami kebutuhan orang-orang yang kita layani, tetapi juga kepekaan agar dapat memberi perhatian secara tepat kepada orang yang kita layani. Allah akan menolong kita menjadi berkat bagi mereka.

Renungkan: Memberi perhatian kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan adalah wujud nyata dari kepedulian Allah kepada mereka.

(0.17654843928571) (Luk 9:28) (sh: Jangan menunggu logika dipuaskan baru percaya! (Senin, 2 Februari 2004))
Jangan menunggu logika dipuaskan baru percaya!

Jangan menunggu logika dipuaskan baru percaya! Sulit menerima kenyataan bahwa orang yang kita harapkan dapat menjadi tumpuan kehidupan masa depan kita harus menderita. Hal inilah yang dirasakan dan dialami para murid. Kemungkinan besar sesudah mendengar berita bahwa Yesus harus menderita, mereka tidak hanya kehilangan harapan tetapi menjadi ragu-ragu akan kemesiasan Yesus. Menurut mereka apalah arti kedatangan-Nya jika ternyata Sang Pembebas, harus menderita. Bagaimana mungkin mereka mengalami pembebasan jika Dia yang diharapkan dapat memberikan kebebasan ternyata tidak dapat mengelak dari penderitaan. Apa yang bisa mereka harapkan dari-Nya? Kekuatiran ini ditangkap jelas oleh Yesus.

Delapan hari sesudah Yesus dengan penuh kesabaran mengajar para murid tentang hal ini, Ia mengajak Petrus, Yohanes, dan Yakobus naik ke atas gunung untuk berdoa (ayat 29). Para murid melihat Yesus dimuliakan. Lukas memunculkan peristiwa “pemuliaan” ini seakan-akan ingin menunjukkan suatu tanda kepada para murid bahwa Yesus yang kemesiasan-Nya sempat diragukan, ternyata adalah sungguh-sungguh Mesias yang mulia.

Dia akan membebaskan umat dalam konteks yang lebih luas, bukan dalam konteks dan konsep sempit para murid yang orang-orang Yahudi. Namun, tugas itu harus didahului oleh penderitaan. Kehadiran Musa yang mewakili Taurat, dan Elia yang mewakili nabi-nabi, bersama-sama dengan Yesus merupakan bukti tergenapinya nubuatan Perjanjian Lama dalam diri Yesus Kristus.

Akhirnya, Allah Bapa meneguhkan secara langsung kemesiasan Yesus, “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia”. Walaupun Petrus dan rekan-rekannya tetap belum mengerti, sudah seharusnya mereka percaya kepada Firman Allah Bapa.

Renungkan: Banyak orang baru mau percaya pada Yesus dan penyelamatan-Nya melalui salib bila logikanya dipuaskan.

(0.17654843928571) (Luk 9:51) (sh: Fokus pada tujuan (Kamis, 5 Februari 2004))
Fokus pada tujuan

Fokus pada tujuan. Ayat 51 dengan jelas menekankan bahwa Tuhan Yesus kini melangkah menuju kegenapan seperti yang telah diajarkan-Nya kepada para murid. Ia tahu Ia datang dari siapa, untuk apa, dan harus melalui jalan hidup yang bagaimana. Bahwa misi-Nya akan ditolak oleh sementara orang, adalah sesuai dengan rencana Allah yang telah dinubuatkan sejak zaman Perjanjian Lama dan selaras dengan tekanan ajaran-Nya bahwa Ia harus menderita (bdk. Yes. 53).

Dalam bacaan ini Lukas memaparkan kepada kita bahwa ada masalah yang mengganjal Yesus, yaitu reaksi murid-murid-Nya, Yakobus dan Yohanes terhadap orang Samaria yang menolak memberikan bantuan setelah tahu bahwa Yesus dan rombongan-Nya menuju ke Yerusalem (ayat 53). Memang Kerajaan Israel bersatu terpecah menjadi Israel Utara (Samaria) dan Israel Selatan (Yehuda=Yerusalem). Hubungan antara Samaria dan Yehuda semakin memburuk. Bahkan orang-orang Samaria digolongkan sebagai orang-orang yang harus dimarginalkan oleh orang-orang Yerusalem. Lukas menggambarkan penolakan ini sebagai bagian dari penggenapan nubuat Allah sebagai tanda bahwa Mesias akan menderita penolakan. Bagaimana rombongan Yesus bersikap terhadap penolakan tersebut? Yakobus dan Yohanes, khususnya, menganggap bahwa penolakan itu lebih merupakan penghinaan terhadap Yesus, yang seharusnya diperlakukan dengan segala hormat. Itulah sebabnya mereka mengusulkan untuk bertindak keras terhadap mereka (ayat 54)—mungkin seperti yang pernah dilakukan Elia dalam 2Raj. 1:10,12.

Reaksi Yesus sama sekali berbeda (ayat 55)! Justru Ia menilai bahwa reaksi yang ditunjukkan oleh Yakobus dan Yohanes ternyata belum menghayati bahwa salib adalah keharusan bukan saja bagi Yesus tetapi juga dalam misi dan kehidupan para pengikut-Nya.

Renungkan: Mengikut Yesus adalah satu-satunya yang harus secara serius dijalani dengan segala konsekuensinya.

(0.17654843928571) (Luk 10:1) (sh: Semua orang beriman berkehormatan menjadi pewarta Injil (Sabtu, 14 Februari 2004))
Semua orang beriman berkehormatan menjadi pewarta Injil

Semua orang beriman berkehormatan menjadi pewarta Injil. Banyak orang beranggapan bahwa tugas memberitakan kabar baik adalah tugas segolongan orang yang “ahli”. Dalam pengertian bahwa orang-orang tersebut sudah diperlengkapi dengan berbagai pengetahuan dan dididik secara khusus. Buktinya para murid Yesus, yang sebagian besar tidak terpelajar diutus Tuhan untuk mewartakan Injil Kerajaan Allah.

Tindakan Yesus ini memberikan suatu pelajaran penting buat kita yaitu bahwa: pertama, pelayanan tidak dibatasi hanya untuk kalangan para ahli seperti para pendeta saja, majelis saja, atau segelintir orang saja. Tiap orang yang menjadi pengikut-Nya dipanggil-Nya untuk menjadi utusan-Nya (ayat 1). Kedua, prinsip ini juga membuka mata warga gereja, khususnya para pejabat gereja yaitu bahwa dalam gereja Tuhan tidak boleh ada pembagian golongan antara awam dan pejabat Gereja. Semua warga gereja yang sungguh beriman adalah umat Allah yang adalah warga Kerajaan Allah. Kita semua berkehormatan untuk ikut serta mewartakan Injil Kerajaan Allah kepada dunia ini.

Berita penting lainnya yang diangkat dalam perikop ini selain pemberita Injil adalah berita yang harus disebarluaskan kepada orang lain, yaitu bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Tugas para pemberita Injil adalah menganjurkan agar orang menerima kasih karunia Allah, beriman kepada Kristus, bertobat, dan diselamatkan. Suatu tugas yang berat dan amat mulia diemban oleh setiap pemberita Injil, setiap orang yang beriman kepada Kristus. Kita semua harus langsung terjun ke dalam arena peperangan rohani. Tetapi kita tidak perlu takut sebab sejak semula Tuhan mengingatkan kita untuk bergantung kepada-Nya saja, bukan kepada hal-hal yang biasa manusia andalkan.

Renungkan: Diterima atau ditolak adalah hal biasa. Yang penting setia mewartakan kebenaran dan sedia menerima konsekuensinya.

(0.17654843928571) (Luk 13:1) (sh: Lima menit terlalu lama bagi Allah (Senin, 27 Maret 2000))
Lima menit terlalu lama bagi Allah

Lima menit terlalu lama bagi Allah. Orang Yahudi mempunyai pemahaman bahwa orang yang mengalami malapetaka dan bencana adalah orang yang dosanya lebih besar dari orang yang tidak mengalami bencana. Pemahaman ini salah! Sekalipun bencana dan malapetaka diizinkan Allah menimpa orang atau bangsa tertentu sebagai hukuman dosa mereka, tetapi semua itu tidak harus dilihat sebagai hukuman Allah.

Untuk mendapatkan pemahaman yang benar, kita harus beranjak dari konsep dasar yang benar yaitu bahwa kita semua adalah orang berdosa. Membanding-bandingkan dosa satu dengan yang lainnya hanya akan membawa pada kesimpulan bahwa dosa ada tingkatannya. Namun demikian hal ini tidak mengurangi fakta bahwa kita adalah orang-orang berdosa yang harus dimurkai Allah. Yang mengherankan bukanlah mengapa hanya beberapa orang menderita malapetaka dan bencana, tetapi mengapa tidak ada seorang pun yang akan luput dari hukuman, walaupun tidak harus selalu berbentuk bencana dan malapetaka. Sekalipun demikian Yesus menegaskan bahwa mereka akan luput jika bertobat.

Menurut ajaran perumpaman pohon ara, manusia masih diberikan perpanjangan waktu untuk bertobat (ayat 6-9). Dengan kata lain manusia pasti akan mengalami hukuman, jika tidak bertobat. Allah dapat menyelamatkannya kapan saja, tanpa menunda-nunda lagi dan tidak membutuhkan waktu yang lama jika manusia mau percaya kepada-Nya dan bertobat. Kebenaran ini digambarkan secara jelas dalam peristiwa penyembuhan perempuan yang sudah dirasuk setan selama 18 tahun pada hari Sabat (ayat 10-17). Bila kita mengamati peristiwa penyembuhan nampaknya hanya peristiwa kecil. Perempuan itu bukan orang yang terkenal. Namun, sesungguhnya hal ini mengandung kebenaran yang dalam dan indah, yang dibutuhkan seluruh umat manusia dan nantinya memberikan pengaruh yang sangat besar bagi seluruh kehidupan umat manusia. Hal ini digambarkan oleh Yesus dalam perumpamaan biji sesawi dan ragi.

Renungkan: Bersyukurlah kepada Allah yang selalu siap dan akan segera menyelamatkan manusia kapan saja jika kita mau memberikan respons terhadap anugerah-Nya. Inilah yang dibutuhkan oleh semua manusia di dunia ini yang hidup dalam waktu pinjaman.

(0.17654843928571) (Luk 13:10) (sh: Kerajaan Allah vs kemunafikan (Senin, 1 Maret 2004))
Kerajaan Allah vs kemunafikan

Kerajaan Allah vs kemunafikan. Tanda-tanda kehadiran Allah tidak selalu terwujud dalam hal yang besar dan menakjubkan. Seperti misalnya, dua orang yang sehati berdoa memohon urapan Tuhan atas pelayanan pemberitaan Injil mereka. Setelah bertahun-tahun berdoa dan ber-PI, kini mereka telah menghimpun lebih dari seribu orang petobat dan murid Kristus yang dengan doa dan semangat yang sama mengabarkan Injil.

Di sisi lainnya kita melihat orang yang berpengetahuan banyak akan firman Tuhan, sehingga merasa berkompeten untuk bisa menegur orang yang tidak mematuhinya, tetapi ia sendiri melanggarnya. Kemunafikan seperti itu jelas tidak bermanfaat, sebaliknya menghambat orang lain maupun dirinya untuk bertumbuh. Sikap munafik ditunjukkan oleh kepala rumah ibadat pada hari Sabat ketika ia memarahi orang-orang yang datang untuk disembuhkan Yesus (ayat 14). Ia melarang Yesus 'bekerja' pada hari Sabat, padahal ia sendiri 'bekerja' dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan rutin di rumahnya (ayat 15).

Namun, dalam hal ini, persoalan yang lebih utama adalah sikap ketidakpeduliannya terhadap kebutuhan orang lain (ayat 16) sementara ia sibuk untuk mengurus kepentingan diri sendiri. Tindakan Yesus melakukan mukjizat penyembuhan pada hari Sabat merupakan suatu demonstrasi kehadiran Kerajaan Allah di dunia.

Memang kehadiran Kerajaan Allah tidak selalu terlihat besar dan megah. Ia mulai dari kecil seperti biji sesawi, namun, kemudian bertumbuh menjadi pohon yang besar. Atau, seperti sedikit ragi yang mengkhamirkan adonan roti. Kerajaan Allah hadir secara diam-diam, tetapi pengaruh yang dihasilkannya memberkati banyak orang.

Renungkan: Orang Kristen sejati tidak perlu gembar gembor menyatakan kekristenannya, namun ia akan menjadi berkat bagi banyak orang, dan Injil Tuhan disebarluaskan.

(0.17654843928571) (Luk 14:1) (sh: Kemunafikan: racun kehidupan (Rabu, 3 Maret 2004))
Kemunafikan: racun kehidupan

Kemunafikan: racun kehidupan. Orang munafik selalu merasa lebih baik daripada orang lain. Perasaan demikian muncul karena status, prestise, atau juga prestasi yang dilebih-lebihkan. Perasaan pede yang berlebihan ini mengakibatkan mereka lalai untuk memeriksa diri apakah tindakan mereka sesuai dengan status; prestasi mereka sepadan dengan prestise. Mereka juga akan cenderung curiga dan menganggap orang lain yang berhasil sebagai musuh atau saingan.

Sekali lagi Yesus mengkonfrontir orang-orang Farisi dengan kemunafikan mereka (ayat 3), mereka bungkam tidak bisa membantahnya (ayat 6). Sabat adalah larangan bagi orang lain, tetapi mereka akan selalu mencari alasan untuk membenarkan diri ketika melanggarnya. Ketidakpekaan terhadap orang lain selain membuat mereka tidak peduli pada orang lain, juga membuat akal sehat mereka tumpul. Yesus menunjukkan bagaimana orang sedemikian akan dipermalukan melalui perumpamaan pesta perkawinan (ayat 7-11). Kerendahan hati adalah kata kuncinya! Rendah hati berarti mengenali diri sendiri dan posisinya secara tepat, baik di mata Allah, maupun di hadapan orang lain.

Akhirnya, Yesus juga mengingatkan agar kemunafikan diganti dengan sikap peduli kepada orang lain. Orang munafik cenderung memilih-milih orang untuk dijadikan teman bergaul; pergaulan mereka dilakukan bukan atas dasar kemanusiaan, tetapi atas dasar prestise. Maka, perumpamaan di 12-14 ini sangat tepat untuk menyindir orang-orang munafik. Pergaulan sedemikian tidak menjadi berkat, baik bagi orang yang diundang maupun bagi diri sendiri. Sebaliknya orang yang kemanusiaannya tinggi bergaul dengan tidak memandang golongan, prestise sebagai alat ukur untuk orang lain.

Renungkan: Kemunafikan adalah racun kehidupan yang lambat tetapi pasti akan menghancurkan hidup, prestise, dan prestasimu.

(0.17654843928571) (Luk 14:15) (sh: Paradoks keselamatan dan paradoks manusia (Kamis, 30 Maret 2000))
Paradoks keselamatan dan paradoks manusia

Paradoks keselamatan dan paradoks manusia. Di dalam pengajaran Kristen, keselamatan juga diistilahkan sebagai "Perjamuan Dalam Kerajaan Allah" (ayat 15-24). Orang yang diundang dalam Perjamuan itu memang patut disebut berbahagia karena mereka diundang bukan berdasarkan perbuatan baik, atau penyangkalan diri, atau pun ketaatan mereka dalam menjalankan ajaran agama. Dengan kata lain Perjamuan itu gratis.

Walaupun gratis, ini tidak berarti bahwa keselamatan itu murah. Justru sebaliknya karena keselamatan itu sedemikian berharga, sehingga setiap orang yang menerimanya harus rela melepaskan/mengalami kehilangan segala sesuatu. Menerima keselamatan di dalam Yesus mungkin akan membawa konsekuensi negatif terhadap kariernya, kehidupan sosialnya, atau kehidupan keluarga, bahkan nyawanya. Setiap Kristen harus siap untuk memberikan tempat kedua setelah Kristus bagi segala sesuatu atau bahkan kehilangan yang paling berharga (ayat 25-26). Di samping itu ia pun harus siap menderita seperti Kristus dan disita segala hak dan miliknya kecuali "Anugerah di dalam Kristus" (ayat 27). Setiap orang yang mau mengikut Kristus harus menghitung-hitung dan mempersiapkan diri (ayat 25-35). Karena itulah walaupun keselamatan itu gratis namun ada kondisi yang tidak terelakkan yang harus dijalani bagi setiap pengikut-Nya. Inilah paradoks keselamatan.

Yesus mengungkapkan perumpamaan yang menggambarkan bagaimana orang yang diundang ke dalam Perjamuan itu menolak untuk datang dengan berbagai alasan (ayat 15-24). Ternyata kesempatan untuk menghadiri Perjamuan itu bisa dipandang sebagai suatu kebahagiaan dan hak istimewa atau sebagai sesuatu yang tidak bernilai. Bagaimanakah kita menggambarkan mereka yang menolak undangan? Mereka adalah yang menikmati anugerah Allah berupa ladang, lembu, dan perkawinan, namun memandang Pemberi Anugerah sebagai sesuatu yang membosankan. Mereka mengakui bahwa hidup di dunia bukan segala-galanya namun mereka mencari kepuasan di dalamnya. Mereka secara sengaja menolak keselamatan itu. Itulah paradoks manusia.

Renungkan: Supaya mendapatkan anugerah-Nya berupa kehidupan kekal, manusia harus segera ke luar dari paradoksnya dan masuk ke dalam paradoks keselamatan. Tidak ada pilihan lain.

(0.17654843928571) (Luk 16:10) (sh: Siapakah Tuanmu? (Selasa, 9 Maret 2004))
Siapakah Tuanmu?

Siapakah Tuanmu? Mata-mata tugasnya memang mengabdi kepada dua tuan. Tuan yang pertama adalah tuan yang sebenarnya, tuan yang kedua adalah orang yang dimata-matainya demi tuan yang pertama. Ada juga mata-mata yang berkhianat kepada tuan pertamanya, sekaligus kepada tuan yang kedua. Alasannya sederhana, uang. Ia tidak mengabdikan dirinya kepada salah satu dari tuan itu, melainkan kepada kekayaan yang akan didapatnya dengan sikap mendua tersebut.

Sebagai orang Kristen seharusnya tidak ada alternatif siapa Tuan kita. Justru orang luar bisa menilai kita dapat dipercaya, baik hal kecil maupun hal besar, karena ternyata kita setia kepada Tuan kita (ayat 10-12). Orang akan mempercayakan kita Mamon yang tidak jujur, karena kita jujur. Mereka percaya kepada kita karena kita hanya mengabdi kepada Allah dan bukan kepada Mamon (ayat 13-14).

Hal ini berlawanan dengan apa yang diyakini oleh orang-orang Farisi. Mereka munafik dalam hal lahiriah sepertinya mereka mengabdi kepada Allah, padahal batin mereka menyembah Mamon (ayat 14-15). Apa yang tidak kelihatan di dalam tingkah lahiriah mereka, sebenarnya terpancar juga dari ucapan dan ajaran mereka.

Maka, siapa yang mempertuankan Tuhan Yesus akan mengenal dengan sungguh otoritas-Nya. Dia yang datang mengakhiri era Perjanjian Lama dan memulai era Kerajaan Allah menarik banyak orang untuk menjadi umat Kerajaan Allah (ayat 16b, 'setiap orang menggagahinya berebut memasukinya' bisa dibaca lebih tepat menjadi 'setiap orang ditarik untuk memasukinya'). Namun Dia tidak datang menyudahi peraturan Taurat itu. Justru dalam kedaulatan-Nya, Taurat diperjelas dan ditafsir secara lebih kontekstual seperti yang dinyatakan-Nya mengenai masalah perceraian (ayat 18).

Renungkan: Siapakah Tuhanmu? Adakah pengabdian Anda kepada-Nya dapat dilihat orang dalam kesetiaan akan hal-hal sehari-hari di dunia ini?

(0.17654843928571) (Luk 17:1) (sh: Pelayanan Kristen dan resep manjur bagi seorang pelayan (Senin, 3 April 2000))
Pelayanan Kristen dan resep manjur bagi seorang pelayan

Pelayanan Kristen dan resep manjur bagi seorang pelayan. Para Rasul agak takut dan bimbang ketika menghadapi tugas pelayanan yang akan diserahkan kepada mereka. Tugas mereka tidak ringan. Di dalam pelayanan mereka akan menghadapi penyesat- penyesat. Konflik yang akan mereka hadapi dalam kehidupan jemaat juga tak kalah rumitnya. Ada kemungkinan mereka akan mengalami sakit hati atau bahkan mengalami penderitaan fisik. Sikap yang harus ditunjukkan oleh para Rasul adalah mengampuni dengan tidak terbatas. Cara pengampunan yang diperintahkan oleh Yesus sangat berbeda dengan tradisi orang Yahudi (Mat. 5:38-44). Oleh karena itu, mereka memohon agar imannya ditambahkan. Dan jawaban yang diberikan oleh Yesus sangat melegakan yaitu bahwa iman yang hanya sekecil biji sesawi pun sebetulnya mempunyai kuasa yang sangat besar.

Kuasa iman yang besar bisa menimbulkan sombong rohani. Karena itulah Kristus pun kemudian memberikan pengajaran yang lebih lanjut tentang sikap mereka terhadap Allah, yaitu mengenai kerendahan hati (ayat 7-10). Sikap ini harus dimanifestasikan melalui tindakan yang tidak mengharapkan pujian atau terima kasih, karena mereka sebetulnya hanyalah hamba-hamba Allah. Apa yang harus mereka lakukan adalah kewajiban mereka. Sikap kerendahhatian ini juga harus dimanifestasikan melalui perbuatan dan tindakan yang memuliakan Allah seperti yang didemonstrasikan oleh satu dari 10 orang kusta (ayat 11-19). Setelah melihat bahwa dirinya sembuh, ia kembali kepada Kristus bukan sekadar mengucapkan terimakasih, namun untuk memuliakan Allah.

Bila uraian di atas kita rangkumkan maka akan tergambar bahwa pelayanan Kristen bukanlah pelayanan yang mudah karena akan menemui tantangan dan serangan terhadap ajaran maupun dirinya secara pribadi. Namun demikian ia tidak boleh begitu saja meninggalkan pelayanannya, karena kedudukannya hanyalah seorang hamba. Apa yang ia kerjakan merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa dibantah. Ia tidak bisa menentukan apa, kapan, dan bagaimana ia akan melakukan pelayanan. Semuanya harus berpusat kepada-Nya.

Renungkan: Seorang pelayan juga tidak boleh melakukan segala sesuatu bagi kepopuleran dan keuntungan dirinya. Semuanya semata-mata bagi kemuliaan-Nya.



TIP #35: Beritahu teman untuk menjadi rekan pelayanan dengan gunakan Alkitab SABDA™ di situs Anda. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA