Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1581 - 1600 dari 1761 ayat untuk Raja (0.000 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.09) (1Raj 4:1) (sh: Perkembangan yang menjadi bumerang (Senin, 31 Januari 2000))
Perkembangan yang menjadi bumerang

Di tengah masa pemerintahan Salomo, wilayah kerajaan Israel semakin luas. Bahkan pada masa itu juga janji kepada Abraham mengenai keturunannya yang banyaknya seperti pasir di laut sudah digenapi.

Kerajaan yang luas dengan bangsa yang besar pasti memerlukan biaya yang tidak sedikit, khususnya yang berhubungan dengan biaya militer untuk menjaga dan mempertahankan wilayah kerajaannya. Untuk menutup biaya yang tinggi, Salomo membagi wilayah Israel menjadi dua belas distrik dan mengangkat seorang kepala daerah untuk masing-masing distrik. Tanggung jawab utama kepala daerah adalah memungut pajak untuk memenuhi biaya bagi Yerusalem dan menutup biaya rumah tangga istana.

Pembagian wilayah yang diterapkan Salomo memiliki sedikit unsur baik tetapi banyak unsur buruknya. Distrik yang baru ini tidak sama dengan pembagian wilayah Israel menurut 12 suku seperti yang terjadi di zaman Yosua. Tampaknya Salomo sengaja melakukannya agar rasa sukuisme tidak terbangun dan menjadi eksklusif. Dengan melemahnya rasa sukuisme, pemerintahan pusat pun menjadi kuat. Sekali lagi tampak upaya Salomo untuk mempertahankan takhta dan pemerintahannya. Namun Salomo melupakan satu hal yang kelak menjadi bumerang bagi kerajaan Israel, yaitu, kaum Yehuda yang dibebaskan dari beban pajak yang berat. Ini merupakan keputusan Salomo tanpa perundingan dengan kepala distrik lainnya. Tampaknya hanya suatu kesalahan kecil, tetapi sesungguhnya hal itu mempunyai dampak yang sangat buruk. Strategi Salomo inilah yang akhirnya menjadi pemicu terpecahnya kerajaan Israel di masa mendatang.

Salomo berhasil mencapai perkembangan dan perluasan wilayahnya secara luar biasa, namun ia gagal dalam mengatur dan memelihara perkembangan yang telah dicapai dengan cara yang sehat dan bijak. Akibatnya apa yang sudah dibangun justru menjadi bumerang yang fatal bagi kerajaan Israel.

Renungkan: Mungkin saat ini kita sedang berjuang mencapai perkembangan dalam pelayanan dan kegiatan usaha kita, ingatlah jangan sampai perkembangan itu justru nantinya menjadi bumerang. Pikirkan strategi yang tepat, cara yang sehat dan bijak, serta ketelitian dan kematangan dalam berencana.

(0.09) (1Raj 6:1) (sh: Memberi yang terbaik (Sabtu, 31 Juli 2004))
Memberi yang terbaik

Bila ada kesempatan untuk memberikan sesuatu kepada kepala negara, apa yang akan Anda persiapkan untuk diberikan kepadanya? Pasti Anda akan memberikan sesuatu yang terbaik, yang layak diberikan bagi seorang kepala negara. Mengapa kita ingin memberikan yang terbaik kepada kepala negara? Karena dia adalah kepala negara dan dia layak untuk mendapatkan yang terbaik.

Dalam perikop ini, kita menemukan bahwa Salomo ingin mendirikan Bait Suci bagi Allah. Apa tujuan dari membangun Bait Allah? Pertama, Bait Suci adalah simbol otoritas keagamaan umat Israel. Bait Suci adalah cara Allah untuk memusatkan penyembahan di Yerusalem, tujuannya adalah untuk memastikan kepercayaan mereka benar dan generasi mendatang dipelihara dalam kebenaran. Kedua, Bait Suci adalah simbol kehadiran Allah di tengah-tengah umat Israel (ayat 13). Bait Suci menjaga umat Israel untuk fokus kepada 10 hukum Allah yang diletakkan dalam Bait Suci (ruang mahakudus). Ketiga, Bait Suci adalah tempat berdoa sebagai penyembahan kepada Allah.

Salomo ingin memberikan yang terbaik bagi Allah sehingga ia membangun Bait Suci dengan memperhatikan kualitas keindahan dan kesempurnaan dari bahan yang berkualitas terbaik. Tujuannya untuk menghormati Allah dan untuk menarik orang lain menyembah-Nya. Suatu hal yang luar biasa telah dikerjakan Salomo dalam memberikan yang terbaik bagi Allah.

Di tengah-tengah zaman yang cenderung untuk menuntut berkat (materi) dari Allah, kita belajar dari Salomo tentang memberi yang terbaik bagi Allah. Ini merupakan perbuatan yang melawan arus zaman dan seharusnya menjadi semangat bagi setiap orang Kristen.

Sudahkah Anda memberikan yang terbaik bagi Tuhan? Pemberian yang terbaik tidak berarti harta benda saja, melainkan dapat memberi waktu, ide, tenaga, doa serta segala sesuatu yang diperlukan bagi pekerjaan-Nya.

Renungkan: Pemberian yang terbaik dimulai dengan taat kepada firman-Nya lalu mulailah berkarya dalam Allah!

(0.09) (1Raj 7:27) (sh: Semangat Salomo (Senin, 7 Februari 2000))
Semangat Salomo

Berdasarkan uraian yang diberikan, sulit bagi kita untuk membayangkan bentuk perkakas-perkakas itu secara detail, apalagi tentang fungsi dari perkakas itu dan makna segala ukiran, gambar dan hiasan yang terdapat pada setiap perkakas tersebut. Betapa sulitnya kita membayangkan bagaimana bentuknya, apalagi pembuatannya di zaman itu di mana ilmu dan teknologi belum berkembang seperrti saat ini. Karena itu diperlukan keahlian, ketrampilan, seni dan ketekunan yang tinggi dari pembuatannya. Salomo menyadari bahwa pekerjaan ini tidak ada seorang pun di Israel yang mampu, termasuk dirinya sebagai seorang yang terkenal paling berhikmat. Karena itu Salomo tak segan-segan memanggil Hiram seorang ahli membuat perkakas tembaga dari Tirus. Semua perkakas itu sangat indah, baik dari bentuk, bahan yang dipakai, perhiasan dan mutu pembuatannya.

Yang sangat menarik untuk kita renungkan di sini adalah kalau segala perkakas itu bisa dibuat dalam bentuk dan ornanem perhiasan yang lebih sederhana, mengapa harus dibuat sedemikian rumitnya sehingga orang Israel sendiri tidak mampu mengerjakannya. Selain itu, hal lain yang patut direnungkan adalah Salomo mempekerjakan Hiram seorang "kafir" untuk membantu penyelesaian amanat dari Allah. Dan ternyata Allah tidak mengajukan keberatan karena Hiram hanya sebatas mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan kepadanya (ayat 40). Tidak ada konsep atau pemikirannya sendiri yang dilaksanakan. Ini sangat penting karena berarti seluruh perkakas itu tidak ada yang mengandung unsur-unsur yang bisa membawa Israel kepda penyembahan berhala.

Salomo tidak mau setengah-setengah di dalam mengemban amanat yang diberikan Allah kepadanya. Inilah jawaban atas pertanyaan perenungan di atas. Karena dia memahami bahwa amanat yang ia terima itu merupakan suatu anugerah dan kepercayaan yang sangat besar yang diberikan TUHAN Allah kepadanya.

Renungkan: Berikan yang terbaik, jangan setengah-setengah, kerjakan dengan segala kemampuan dan modal yang Anda miliki, itulah semangat yang seharusnya mewarnai setiap pelayanan Kristus. Sebab jika kita saat ini mempunyai satu tugas baik kecil maupun besar, baik berat maupun ringan, baik nampaknya sangat penting atau tidak, tunaikan itu dengan semangat seperti Salomo

(0.09) (1Raj 8:22) (sh: Rumah doa (Rabu, 4 Agustus 2004))
Rumah doa

Doa Salomo yang panjang ini berkisar pada pengakuan bahwa Allah tidak bisa dikurung di sebuah rumah buatan manusia, dan permohonan agar rumah itu boleh menjadi rumah kemurahan Allah dinyatakan dan doa-doa umat dijawab Allah. Dengan kata lain, Salomo menyadari bahwa hanya jika Allah berkenan menjadikan rumah itu tempat perjumpaan umat dengan-Nya, barulah Bait Allah dapat berfungsi demikian.

Perhatikan bagaimana Salomo menyapa Allah: "Tuhan Allah Israel" (Yahweh Allah Israel). Dengan berulangkali menyebut Allah demikian, Salomo menegaskan bahwa keberadaan Israel bersumber dan tergantung pada perjanjian Allah. Salomo juga mengacu pada janji Allah kepada Daud untuk mengarahkan perhatian-Nya kepada rumah itu dan kepada doa-doa umat di dalamnya (ayat 29-30). Semua ungkapan ini menegaskan kesadaran bahwa pusat ibadah umat terletak bukan pada adanya Bait Allah tetapi pada perjanjian Allah dan pada bagaimana umat memelihara sikap dan hubungan yang benar dengan Allah. Prinsip ini lebih kuat lagi berlaku dalam Perjanjian Baru. Anugerah Allah dalam Yesus Kristus membangkitkan, bukan meniadakan tanggung jawab kita untuk memelihara persekutuan yang hidup dan nyata dengan Allah.

Doa-doa apa saja yang boleh dipanjatkan umat Tuhan? Doa permohonan agar keadilan dan pengampunan Allah dinyatakan bagi mereka yang mengakui dosa mereka (ayat 31-34); permohonan akan berkat Allah atas kesuburan tanah dan iklim yang baik (ayat 35-40); permohonan akan berkat untuk orang asing yang mencari Allah (ayat 41-43); permohonan akan perlindungan Allah dalam menghadapi musuh di medan peperangan (ayat 44-45); permohonan akan pengampunan dosa dan pemulihan setelah menerima penghukuman Allah (ayat 45-51). Segala macam kebutuhan dan persoalan hidup boleh dipanjatkan kepada Allah, sebab Allah di surga mendengarkan doa-doa umat.

Renungkan: Gereja seharusnya menjadi rumah doa umat Allah, agar setiap umat Allah boleh menyerahkan hidupnya dalam persandaran penuh kepada Dia.

(0.09) (1Raj 9:1) (sh: Peringatan untuk tetap setia (Jumat, 6 Agustus 2004))
Peringatan untuk tetap setia

Tidak mudah untuk tetap rendah hati dan setia jika kita mendapatkan keberhasilan terus menerus. Kita cenderung melupakan bahwa keberhasilan itu adalah anugerah. Bahkan mungkin kita akan bermegah di dalam keberhasilan itu dan lupa mensyukurinya sebagai anugerah. Jika ini yang terjadi, waspadalah sebab justru itulah yang menjadi titik balik penyebab kejatuhan kita. Mengapa Allah menyatakan diri-Nya untuk kedua kali kepada Salomo? Allah melihat potensi lupa diri dan lupa berkat di dalam diri Salomo, sama seperti umat Israel lainnya yang cepat sekali lupa akan segala anugerah yang Allah sudah nyatakan kepada mereka. Itu sebabnya Allah memperingatkan Salomo. Pola mengingatkan ulang ini kita jumpai juga dalam Perjanjian Baru.

Allah mengingatkan tiga hal kepada Salomo: Pertama, bahwa ia sudah diberkati dan umat Israel sudah diberkati melalui dirinya. Kedua, bahwa kesetiaan kepada-Nya akan membuat keturunannya duduk di takhta kerajaan selama-lamanya, tetapi ketidaktaatan mengakibatkan takhta itu akan dicabut dari mereka. Ketiga, bahwa ketidaksetiaannya akan mengakibatkan penolakan Allah atas umat Israel. Allah akan membuang dan mengusir bangsa Israel dari tanah air mereka. Bangsa Israel tidak akan dapat lagi menikmati hadirat Allah, melalui kehadiran rumah-Nya. Sebaliknya mereka akan dipermalukan di antara bangsa-bangsa lain (ayat 7-9).

Sungguh mengerikan melihat bahwa ketidaktaatan satu orang pemimpin membawa akibat bukan hanya bagi dirinya tetapi juga bagi orang-orang yang dipimpinnya. Sebab itu, kita yang dipercaya menjadi pemimpin, harus selalu mawas diri supaya tetap rendah hati dan setia kepada Tuhan. Kita juga harus mendoakan para pemimpin negara Indonesia agar mereka tetap taat kepada panggilan mereka untuk mengabdi kepada Tuhan dan melayani rakyat dengan setia.

Doakanlah: Anak Tuhan yang dipercaya menjadi pemimpin negara Indonesia, agar takut akan Tuhan, tidak lupa diri dan tetap setia kepada komitmen mereka menjadi pengikut Tuhan.

(0.09) (1Raj 13:1) (sh: Kasih dan keadilan seharusnya berjalan seiring (Minggu, 20 Februari 2000))
Kasih dan keadilan seharusnya berjalan seiring

Kasih dan keadilan bisa dikatakan seperti minyak dan air yang tidak dapat disatukan dalam kehidupan manusia. Di mana kasih berbicara keadilan diamputasi. Tampaknya kedua nilai itu saling bertentangan. Namun di dalam Allah, kedua nilai itu menyatu tanpa salah satunya mengalami distorsi (penyimpangan) makna.

Insiden yang terjadi dalam perikop ini merupakan suatu bukti bahwa kedua nilai itu dapat dinyatakan oleh Allah secara bersamaan tanpa distorsi nilai. Allah begitu membenci dosa Yerobeam. Allah secara tegas melarang abdi-Nya untuk makan atau minum apa pun di tempat Yerobeam. Sikap ini menunjukkan keadilan Allah bahwa yang berdosa tidak akan menerima konsekuensinya.

Allah pun memanifestasikan kasih-Nya dengan mengirim abdi-Nya dari Yehuda dan memberikan tanda-tanda seperti mezbah yang pecah dan tangan Yerobeam yang menjadi kejang. Sebenarnya Yehuda saja membatalkan persiapan untuk menyerang Yerobeam, tetapi sekarang Allah justru mengirim abdi-Nya dari Yehuda untuk memperingatkan Yerobeam agar bertobat. Itu semua dilakukan sesudah Yerobeam melakukan dosa yang begitu menjijikan di hadapan Allah.

Allah secara obyektif menempatkan setiap nilai pada porsinya, dan tetap melihat manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya yang Ia kasihi dan tidak membiarkan adanya nafsu, emosi, dan unsur subyektifitas yang menjadi katalisator bagi membaurnya kedua nilai itu sehingga keduanya menjadi bias. Dalam diri manusia, unsur emosi dan subyektifitas selalu berperan paling dominan dalam mengambil sikap terhadap orang yang melakukan dosa, sehingga berakibat salah satu nilai itu harus dikorbankan.

Renungkan: Setiap orang adalah makhluk ciptaan Allah yang juga sebagai obyek kasih Allah, jadi selaraskan tindakan kasih dan keadilan bagi siapa pun.

(0.09) (1Raj 13:11) (sh: Allah memakai hamba-Nya sampai tuntas (Jumat, 13 Agustus 2004))
Allah memakai hamba-Nya sampai tuntas

Tidak sedikit pelayan Tuhan yang gagal di tengah jalan. Ada yang jatuh ke dalam dosa. Ada yang meninggalkan pelayanan di tengah-tengah pekerjaan Tuhan. Meski demikian, Tuhan tetap bisa memakai mereka untuk mencapai maksud-Nya. Justru ini menjadi peringatan agar hamba Tuhan melayani dan hidup benar di hadapan Allah.

Kisah abdi Allah ini sungguh tragis. Ia sudah selesai menunaikan tugas utama, yaitu menegur Yerobeam atas dosa-dosanya. Ia tahu bahwa Tuhan memerintahkannya untuk tidak makan roti dan minum air dalam perjalanan tugas. Namun, karena tipuan seorang nabi tua, ia melanggar perintah Tuhan itu. Hukuman pun dijatuhkan, abdi Allah itu dibunuh oleh seekor singa. Kita tidak tahu motivasi si nabi tua membohongi abdi Allah itu. Mungkin ia iri hati melihat si abdi Allah yang berasal dari Selatan masuk ke wilayahnya tanpa permisi untuk bernubuat. Mungkin ia seorang yang "mendukung" pemerintahan Yerobeam sehingga tidak senang melihat abdi Allah ini mencela rajanya. Apapun alasannya, akhirnya ia sadar bahwa penipuannya berakibat fatal bagi abdi Allah itu (ayat 20-22).

Kematian abdi Allah itu tidak menghalangi firman Tuhan dinyatakan. Peristiwa aneh setelah abdi Allah itu diterkam singa (ay. 24: yaitu singa dan keledai menjagai mayat abdi Allah itu) pastilah menimbulkan kegemparan di kalangan rakyat. Tuhan memakai peristiwa itu untuk menyadarkan si nabi tua, yang mungkin selama ini sudah kehilangan kepekaan akan firman Allah dan kehilangan keberanian iman (ia tidak pernah mencela Yerobeam). Ini membuktikan Allah berdaulat dalam segala keadaan, menggenapi janji-Nya, atau menghukum yang melanggar. Kalau Ia tidak segan menghukum abdi-Nya yang lalai, apalagi terhadap orang yang mengkhianati-Nya (Yerobeam). Pasti nubuat mengenai penghukuman Yerobeam akan tergenapi (ayat 32).

Renungkan: Hidup atau mati, Tuhan bisa memakai kita menjadi saluran firman-Nya. Persoalannya apakah hidup kita layak untuk menjadi berkat, menyatakan keadilan, dan kasih-Nya.

(0.09) (1Raj 14:1) (sh: Kemunafikan Yerobeam (Sabtu, 14 Agustus 2004))
Kemunafikan Yerobeam

Orang yang pernah mendapat belas kasih Allah, namun dalam hidupnya kemudian melawan Allah adalah orang durhaka. Ketika kesulitan menghadangnya, ia bertindak secara diam-diam meminta pertolongan Allah tanpa benar-benar bertobat, itu adalah kemunafikan!

Kemunafikan seperti itu terlihat dalam diri Yerobeam. Ia telah berbuat durhaka kepada Allah dengan perbuatannya mendirikan patung lembu emas dan mezbah untuk menyembah patung itu. Ia sudah membawa Israel ke dalam penyembahan berhala dan mengkhianati ikatan Perjanjian Sinai, sehingga Allah mengirimkan abdi-Nya untuk menubuatkan penghukuman yang memang pantas bagi Yerobeam (ayat 13:1-5). Tetapi, itu tidak membuat Yerobeam sadar. Ketika anaknya sakit, ia mencari Allah, melalui Nabi Ahia. Ia mengutus istrinya berpura-pura menyamar untuk mengelabui Ahia. Memang Ahia secara fisik buta, tetapi mata rohaninya tidak buta. Allah menyatakan muslihat Yerobeam dengan jelas kepada Ahia (ayat 1-5).

Mencari pertolongan pada Allah, apa salahnya? Tentu saja tidak salah kalau memang disertai dengan pertobatan, penyesalan akan dosa-dosa, dan bertekad untuk setia kembali melakukan kehendak-Nya. Masalahnya, Yerobeam hanya mencari pertolongan pada Allah, tetapi tidak disertai dengan mencari pengampunan. Yang didapatkan Yerobeam bukan pertolongan Allah melainkan penghukuman. Anaknya tidak akan sembuh (ayat 12-13). Kerajaannya akan jatuh ke tangan orang lain, dinastinya akan berakhir (ayat 14). Israel akan dihukum dengan diserakkan ke seberang sungai Efrat dan diacuhkan oleh Allah karena dosa-dosa mereka (ayat 15-16).

Jangan berlaku seperti Yerobeam. Jangan mempermainkan Allah. Kalau Anda tidak benar-benar bertobat, Anda adalah orang munafik. Orang munafik akan dihancurkan Allah, karena ia bukan hanya berdosa terhadap Allah saja tetapi berpotensi besar membawa orang lain berdosa juga.

Camkanlah: Orang munafik tidak akan mendapat belas kasih Allah. Orang munafik akan dihukum Allah dengan keras.

(0.09) (1Raj 15:32) (sh: Sejarah berulang (Rabu, 18 Agustus 2004))
Sejarah berulang

History repeated itself (sejarah berulang), demikian pepatah Inggris. Hal ini bisa dilihat bahkan pada sejarah dunia. Satu negara muncul, menghancurkan negara lain. Kemudian negara baru ini akan dihancurkan oleh negara lainnya yang muncul kemudian. Dalam dunia politik, dapat terjadi kepala negara yang tiran (= kejam, jahat) dan korup dikudeta oleh saingannya. Setelah saingan ini menjadi kepala negara, ia menjadi sama bahkan lebih dahsyat tirani dan korupsinya daripada kepala negara yang digulingkannya.

Baesa sudah menggulingkan Nadab, dan menghancurkan dinasti Yerobeam. Ternyata pemerintahan Baesa tidak lebih baik daripada pemerintahan Nadab. Komentar terhadap Baesa serupa dengan komentar terhadap Nadab: "Ia melakukan apa yang jahat di mata Tuhan, serta hidup menurut tingkah laku Yerobeam dan menurut dosanya, yang mengakibatkan orang Israel berdosa pula" (ayat 15:34).

Akibatnya Tuhan mengirimkan Nabi Yehu bin Hanani untuk menubuatkan penghukuman terhadap Baesa dan keluarganya, sama seperti nubuat penghukuman terhadap Yerobeam dan keluarganya (ayat 16:1-4; 7). Penghukuman ini terwujud tuntas pada masa Ela, putra Baesa yang sama jahatnya dengan ayahnya (ayat 16:8-13).

Sejarah berulang. Apa yang harus menjadi pelajaran sejarah untuk kita di masa kini? Pertama, Allah adil. Orang berdosa pasti dihukum. Kedua, pada waktu Allah memakai kita untuk menjadi alat Allah baik untuk memberkati maupun menghukum, itu adalah kesempatan untuk mengabdi kepada Allah. Janganlah kita takabur yang menyebabkan jatuh dalam kesombongan, dan jatuh dalam dosa yang mengakibatkan Allah harus menghukum kita.

Berulangnya sejarah kerajaan Israel yang negatif itu tidak perlu terjadi dalam diri kita karena Kristus mengasihi kita. Kasih-Nya memperbaharui kita terus menerus dan membuat kita peka dan berkeinginan menaati-Nya.

Bersyukurlah: Di dalam Yesus, Allah telah mematahkan lingkaran setan sejarah dosa kita!

(0.09) (1Raj 20:23) (sh: Bukan sekadar kesempatan. (Sabtu, 11 Maret 2000))
Bukan sekadar kesempatan.

Mungkin kita pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk memperbaiki tingkah lakunya    sebelum menghukumnya. Seringkali kita tidak bertindak apa-apa    agar bawahan mendapat pengetahuan lebih baik, sehingga ia    tidak membuat kesalahan yang sama.

Allah Israel tidaklah demikian. Ia telah memberikan    kesempatan 3 kali kepada Ahab agar ia berbalik kepada-Nya.    Setiap kesempatan yang diberikan-Nya pasti diikuti penyataan    luar biasa kepada Ahab yang makin lama makin menunjukkan    kekuasaan dan kebesaran-Nya. Misalnya: peristiwa di Gunung    Karmel menyatakan bahwa Allah adalah Penguasa alam semesta.    Keterlibatan Allah dalam peristiwa penyerangan bangsa Aram    pun demi kepentingan umat-Nya, bahkan Allah akhirnya    memberikan kemenangan yang gilang-gemilang kepada Israel (ayat 28)    dan bangsa Aram dihancurkan total. Kemenangan yang terakhir    ini membuktikan bahwa Allah Sang Penguasa alam semesta tidak    dibatasi oleh daerah pegunungan atau daerah datar. Ia benar-    benar Allah TUHAN Penguasa Tunggal alam semesta dan sejarah    manusia. Peristiwa yang terakhir ini merupakan penyataan    "puncak" Allah kepada Ahab agar ia mau berbalik kepada-Nya.

Namun respons Ahab sangat mengecewakan dan tidak ada    perubahan dalam diri Ahab. Ia tidak memberikan korban syukur    atas kemenangan tersebut atau mengakui bahwa Allahlah TUHAN    seperti yang pernah dinyatakan rakyat Israel di Gunung Karmel    (19:39). Sebaliknya, ia tetap melanggar perintah Allah dengan    membiarkan Benhadad hidup bahkan membuat perjanjian    persekutuan dengannya. Ia melakukan tindakan itu tanpa    berkonsultasi dengan Allah. Ahab bertindak seolah-olah    kemenangan yang ia peroleh disebabkan kemampuan dan    kekuatannya. Tindakannya menyatakan bahwa ialah yang memegang    kendali hingga ia pun berhak memberikan pengampunan kepada    Benhadad. Ia tetap tidak mengakui bahwa Allahlah TUHAN.    Baginya, ia sendirilah TUHAN. Ahab telah menyia-nyiakan    kesempatan anugerah begitu besar yang diberikan Allah.

Renungkan: Pengenalan kita akan Allah yang panjang sabar    seringkali membuat kita menyia-nyiakan kesempatan anugerah yang    telah disediakan-Nya. Penyesalan senantiasa terlambat dan    tiada guna.

(0.09) (1Raj 20:35) (sh: Asahlah kepekaan Anda (Minggu, 12 Maret 2000))
Asahlah kepekaan Anda

Dewasa ini manusia cenderung menyepelekan persoalan. Ini mungkin merupakan dampak dari kemajuan teknologi komunikasi yang berkembang pesat. Contohnya, untuk membeli barang di luar negeri tidak perlu ke luar negeri, cukup bertransaksi melalui internet dan memakai kartu kredit. Kemajuan teknologi juga mempengaruhi cara berpikir sehingga cenderung berpikir praktis, matematis, dan ekonomis.

Pola berpikir demikian juga ditemui di kalangan Kristen yang mencoba membuat suatu rumusan untuk menemukan dan memberikan arti dari pengalaman hidup secara logis dan sistematis. Misalnya, berkat berkelimpahan dan mukjizat yang diterima, diartikan bahwa Allah berkenan atas hidup kita sehingga Ia memberkati. Sedangkan bencana yang dialami, diartikan bahwa Allah tidak berkenan sehingga Ia menghukum. Apakah benar karya Allah dapat dirumuskan sedemikian sederhana menurut nalar manusia yang sistematis dan logis? Pengalaman Ahab merupakan contoh bahwa cara Allah bekerja dan berhubungan dengan manusia tidak dapat dirumuskan secara demikian.

Sebelum nubuatan tentang hukumannya dikomunikasikan, Ahab mengalami mukjizat dan berkat Allah yang luar biasa. Namun, ketiga peristiwa ajaib itu bukan merupakan suatu pertanda bahwa Allah berkenan atas hidupnya. Sebaliknya Allah tidak berkenan dan hanya karena anugerah dan kasih-Nya, Ia membuat mukjizat untuk membawa Ahab berbalik kepada-Nya. Namun Ahab tidak melihat dan mungkin tidak bisa melihat berkat itu dari sudut perspektif panggilan pertobatan Allah kepadanya.

Renungkan: Tidak setiap berkat yang kita alami merupakan pertanda bahwa Allah berkenan atas hidup kita. Karena itu asahlah selalu kepekaan kita dengan mengevaluasi hidup kita setiap hari dalam terang dan kuasa firman-Nya. Tuhan memakai banyak cara panggilan pertobatan agar kita kembali kepada-Nya.

Bacaan untuk Minggu Sengsara 2: Kejadian 12:1-7 II Timotius 1:8-14 Matius 17:1-9 Mazmur 133:12-22

Lagu: Kidung Jemaat 395

(0.09) (1Raj 21:1) (sh: Ahab, si anak manja (Kamis, 26 Agustus 2004))
Ahab, si anak manja

Kisah Ahab adalah kisah seorang yang memiliki jabatan tertinggi di dalam pemerintahan, namun bertingkah bagaikan anak kecil yang manja karena terbiasa mendapatkan segala sesuatu yang diinginkannya. Kisah ini menarik untuk dikaji secara kejiwaan. Namun dalam renungan kita hari ini, mari kita mengkaji kisah ini secara teologis.

Pertama, Ahab serakah. Ia tidak mengendalikan hawa nafsu keserakahannya. Ia tidak mau menyadari bahwa Tuhan sudah memberikan hak dan "berkat" kepada setiap orang sesuai dengan kasih karunia-Nya. Keinginan yang serakah adalah dosa di mata Tuhan (ayat 1-4).

Kedua, Izebel licik. Ratu jahat ini menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Jelas ini bukan sikap iman! Orang yang merasa bahwa ia bisa dan harus mendapatkan apapun dengan memakai cara apapun, bukan anak Tuhan (ayat 5-10)!

Ketiga, para tua-tua dan pemuka Kota Samaria adalah masyarakat kelas atas yang memiliki moral rusak dan hati nurani yang busuk. Buktinya mereka mau saja mengikuti perintah Izebel yang jelas-jelas bermotivasikan kejahatan. Masyarakat seperti ini adalah masyarakat yang sakit (ayat 11-12)!

Keempat, dua orang dursila adalah orang-orang yang mau melakukan apa saja demi sedikit keuntungan. Ini adalah produk dari masyarakat yang sakit (ayat 13-14).

Betapa mengerikannya kalau keserakahan Ahab, kelicikan Izebel, dan kerusakan moral dan hati nurani masyarakat Samaria adalah gambaran kehidupan pemimpin-pemimpin dan kelompok elit negeri ini. Pastilah produk yang muncul adalah orang-orang dursila. Siapa yang bisa mengatasi semua ini? Syukur kepada Allah. Allah sendiri, melalui anak-anak-Nya yang mau dipakai-Nya untuk menyuarakan kebenaran dan menegakkan keadilan.

Doaku: Tuhan, tolong agar aku dapat menjadi terang, agen kebenaran dan keadilan Allah di tengah masyarakat yang berdosa ini. Mohon kemurahan-Mu agar jangan bangsaku musnah oleh dosa-dosanya.

(0.09) (1Raj 22:1) (sh: Nabi palsu vs nabi Allah (Jumat, 27 Agustus 2004))
Nabi palsu vs nabi Allah

Apa ciri yang membedakan nabi palsu dari nabi Allah? Jelas nabi palsu tidak mendasarkan nubuatnya kepada firman Allah, tetapi mungkin sekali kepada hikmat dan dorongan kehendak dirinya sendiri, atau firman ilah-ilah lain (ayat 22). Sedangkan nabi Allah, tentu hanya bernubuat berdasarkan kebenaran firman Allah.

Di Israel ada nabi Allah, ada nabi palsu. Mengapa ada nabi Allah? Karena Allah mengasihi Israel. Allah ingin umat-Nya mengenal Dia, menaati kehendak-Nya, diberkati oleh-Nya, maka Ia mengutus nabi-nabi-Nya. Mengapa ada nabi palsu? Pertama, karena umat Israel hanya ingin mendengar hal-hal yang enak didengar, yang manis-manis dan yang membuai mereka untuk tetap nyaman walaupun hidup di dalam dosa. Tampillah para nabi palsu yang pandai bekerja-sama dengan sifat dosa manusia dan siap menjilat para pemimpin yang degil (= keras kepala) (ayat 6).

Kedua, nabi palsu dibayar untuk pemberitaan palsu namun menyenangkan mereka. Oleh sebab itu pekerjaan nabi palsu pasti diinginkan orang, terutama mereka yang pintar ngomong, jago pidato untuk membuai dan memanipulasi pikiran dan perasaan orang lain. Pasti bayarannya tinggi, apalagi kalau mereka disenangi oleh para pemimpin (ayat 11-13).

Jadi, pilihan itu ada pada kita. Kalau kita hanya ingin mendengar hal-hal yang baik, menyenangkan dan membuat hati nurani tenang, maka akan muncul banyak nabi palsu di sekeliling kita. Mereka siap dengan berita-berita yang menidurkan kita. Kalau kita ingin menjadi anak-anak Tuhan yang benar, yang hidup berkenan kepada-Nya, ada banyak hamba Tuhan sejati yang selalu mengumandangkan firman-Nya. Pilihan ada pada Anda. Namun jangan lupa, Anda tidak bisa memilih konsekuensi pemilihan Anda akibat mengikuti nubuat nabi palsu atau nabi Allah. Sebab konsekuensinya mengikuti keputusan pilihan yang Anda ambil.

Renungkan: Jangan hanya mau mendengarkan yang sedap didengar saja. Anak Tuhan sejati pasti mau mendengarkan firman-Nya meski keras dan mau hidup menyenangkan-Nya.

(0.09) (1Raj 22:24) (sh: Bagi Allah tidak ada unsur kebetulan. (Rabu, 15 Maret 2000))
Bagi Allah tidak ada unsur kebetulan.

Pernahkah Anda mendengar suatu kisah nyata dimana seorang yang karena terlambat    bangun, ketinggalan pesawat yang akan membawanya ke luar negeri.    Namun pesawat itu tidak pernah sampai ke tujuannya karena telah    meledak di udara hingga menewaskan seluruh penumpang dan    awaknya. Mungkin Anda berkomentar: 'Kebetulan ia terlambat    bangun dan ketinggalan pesawat'. Sedangkan komentar dari orang    yang selamat itu adalah 'wah karena kebetulan malam sebelumnya    aku bertemu dengan teman lama, jadi kami ngobrol hingga larut    malam. Akibatnya aku terlambat bangun'.

Berdasarkan komentar-komentar di atas dapat disimpulkan bahwa    istilah 'kebetulan' dipergunakan untuk mengekspresikan suatu    peristiwa yang kemungkinan terjadinya sangat kecil karena    berbagai alasan. Namun tidak terkandung suatu keyakinan bahwa    ada suatu kuasa yang mengontrol dan memungkinkan suatu hal yang    tidak mungkin terjadi, menjadi  kenyataan.

Bagaimana tanggapan kita tentang peristiwa kematian Ahab?    Apakah suatu kebetulan jika Ahab merencanakan untuk keluar    berperang dengan cara menyamar menjadi seorang prajurit? Jika    seorang tentara musuh menarik panahnya dan menembak sembarangan,    tetapi akhirnya mengenai Ahab tepat di antara sambungan baju    zirahnya yang terbuat dari besi? Jawaban untuk pertanyaan-    pertanyaan di atas adalah semua rentetan peristiwa yang terjadi    hingga tewasnya Ahab, bukanlah suatu kebetulan. Ada suatu kuasa    yang begitu berdaulat yang mengontrol segala sesuatu dan    mengizinkan segala sesuatu terjadi atau tidak.

Allah di belakang semua peristiwa itu. Ia ingin menunjukkan    bahwa firman yang Ia ucapkan melalui Mikha adalah benar adanya.    Walau Ahab berusaha membuktikan bahwa ramalan Mikha tidak akan    pernah terjadi, namun yang terjadi justru sebaliknya. Ia terkena    panah musuh tepat di bagian yang sangat tidak mungkin untuk    dijadikan sasaran. Allah ingin menunjukkan bahwa kekuasaan Ahab    tidak ada artinya.

Renungkan: Ahab mungkin berhasil memberangus mulut Mikha    dengan jalan memenjarakan Mikha, namun kebenaran tetap akan    muncul, dan bukan secara kebetulan. Tidak ada satu pun peristiwa    yang terjadi secara kebetulan, karena Allah yang berdaulat    mengendalikan semuanya.

(0.09) (2Raj 2:1) (sh: Suksesi kepemimpinan dalam pelayanan (Senin, 2 Mei 2005))
Suksesi kepemimpinan dalam pelayanan


Pelayanan adalah hal yang serius dan mulia. Tidak sembarang orang boleh melayani Tuhan. Hanya Tuhan yang berhak memilih dan menetapkan hamba-hamba-Nya. Elisa adalah calon pengganti Nabi Elia yang telah Tuhan pilih dan persiapkan (Lihat 1Raj. 19:19-21). Elisa pun sudah mengikuti dan belajar dari hidup dan karya Nabi Elia. Sekarang waktunya sudah tiba bagi Elia untuk menyerahkan tongkat kenabiannya kepada Elisa. Apakah Elisa telah siap untuk menerimanya?

Berita tentang maksud Allah yang hendak memanggil Elia pulang kepada-Nya tanpa melalui kematian fisik telah menjadi rahasia umum (ayat 2Raj. 2:3,5,7). Itu sebabnya Elisa tidak ingin ditinggalkan menjelang detik-detik terakhir hidup Elia, meskipun Elia mencoba membujuknya agar mereka berpisah di Gilgal (ayat 2,4,6). Perjalanan dari Gilgal ke Sungai Yordan membawa dampak yang besar bagi keduanya. Bagi Elisa, perjalanan itu membuka matanya untuk melihat kedahsyatan kuasa Tuhan, Allah Israel yang dilayaninya (ayat 11-14). Jika selama ini Elisa mengenal Allah melalui pengajaran Elia saja, maka peristiwa di sungai Yordan ini telah mengubah pandangannya tentang Dia. Elisa semakin menyadari kebutuhannya bergantung penuh pada Allah untuk dapat menggantikan Elia melayani Dia (ayat 14). Bagi Elia, kesetiaan dan kesungguhan Elisa ingin menjadi hamba Allah menjadi semakin teruji dengan kesediaan Elisa mengikutinya dari Gilgal sampai ke Sungai Yordan. Bahkan permintaan Elisa akan roh Elia pun menyatakan keseriusannya (ayat 9-10).

Tuhan yang sudah memilih dan menetapkan seseorang untuk melayani Dia, pasti juga akan mempersiapkan hamba-Nya. Ada waktunya kita belajar dari mereka yang lebih dahulu melayani, yaitu para senior kita. Namun, yang jauh lebih penting adalah Tuhan Yesus sendirilah yang harus terus menerus menjadi Guru Agung kita.

Renungkan: Pekalah akan peran Anda pada zaman ini dan sambutlah pembentukan Allah atas hidup Anda.

(0.09) (2Raj 2:15) (sh: Peneguhan hamba Tuhan (Selasa, 3 Mei 2005))
Peneguhan hamba Tuhan


Dalam setiap alih kepemimpinan biasanya muncul pertanyaan siapakah orang yang paling tepat menggantikan pemimpin yang lama. Pertanyaan ini mencuat bisa dikarenakan oleh pamor pemimpin lama yang masih disegani sementara kemampuan calon pemimpin baru tersebut belum teruji.

Nabi Elia sudah terangkat ke surga. Elisa sudah ditetapkan menjadi nabi penggantinya. Semua itu adalah penetapan Allah yang berdaulat dan berhikmat. Namun, para pengikut Nabi Elia belum melihat hal itu. Itulah sebabnya, mereka pun berniat mencarinya. Mereka memuja Nabi Elia dan menganggapnya sebagai nabi besar yang tidak tergantikan. Maka, Elia harus ditemukan agar dapat dikuburkan di Israel. Dengan berbuat demikian berarti mereka meragukan pernyataan Tuhan yang telah mengangkat Nabi Elia ke surga (ayat 11,16-18).

Dua peristiwa yang dicatat di perikop hari ini menjadi peneguhan akan kenabian Elisa. Pertama, kuasa dan kasih Allah yang ada pada Elia kini ditunjukkan oleh Elisa. Sebagaimana Elia dulu peduli kepada janda di Sarfat akan bahaya kelaparan yang dialaminya, demikian pun sekarang Elisa peduli kepada rakyat biasa yang mengalami kesulitan hidup sehari-hari (ayat 19-22). Kedua, Tuhan sendiri menyatakan peneguhan-Nya terhadap Elisa dengan menghajar orang-orang yang meragukan bahkan menghina hamba-Nya (ayat 23-25). Orang-orang di sini bukan anak kecil melainkan pemuda-pemuda (bhs. Ibr. naar) yang sudah cukup umur untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Bukti seseorang adalah hamba Tuhan bukan penonjolan diri akan kehebatannya, melainkan kehadiran kuasa dan kasih Allah yang nyata di dalam dirinya. Sikap dan tutur kata yang lahir dari karakter ilahi merupakan tanda yang jelas dari orang pilihan-Nya.

Renungkan: Hamba Tuhan sejati nyata dari sikap, perkataan, dan pengajarannya yang meneladani hidup Tuhan Yesus.

(0.09) (2Raj 2:19) (sh: Pelayanan Allah dalam pelayanan Elisa (Selasa, 16 Mei 2000))
Pelayanan Allah dalam pelayanan Elisa

Seringkali di kalangan aktivis gereja muncul pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut. Apa hakikat pelayanan Kristen? Atau berita apa yang seharusnya kita sampaikan melalui pelayanan Kristen? Dua pertanyaan itu sebetulnya mengarah kepada karakteristik pelayanan yang sejalan dengan pelayanan Allah. Melalui 2 mukjizat yang dilakukan dalam pelayanan pertamanya, Elisa memperlihatkan karakteristik pelayanan yang sesuai dengan-Nya.

Karakteristik pelayanan Elisa yang pertama tergambar jelas ketika ia menyehatkan air di Yerikho. Kota Yerikho memang sudah dibangun kembali oleh Ahab (1Raj. 16:34), namun tetap menjadi kota yang tidak produktif. Nampaknya kota ini masih terikat oleh hukuman yang pernah dijatuhkan Allah melalui Yosua (Yos. 6:26), sehingga penduduk dan tanahnya mengalami penderitaan. Mukjizat yang dilakukan Elisa membebaskan kota dan penduduk Yerikho dari penghukuman dan membawa mereka pada era yang baru. Dengan kata lain, karakteristik pertama pelayanan Elisa adalah menyatakan anugerah Allah kepada manusia yang membutuhkannya. Sedangkan karakteristik kedua pelayanan Elisa berbanding terbalik dengan yang pertama. Karakteristik kedua ini bersifat menyatakan penghukuman bagi mereka yang tidak hormat kepada Allah. Ini nampak dari peristiwa dimana Elisa mengutuk anak-anak yang mengolok-olok dirinya. Anak-anak ini tidak sekadar menghina Elisa namun sesungguhnya mereka telah menghina Allah yang diwakilinya di depan umum. Penghukuman ini merupakan peringatan kepada seluruh bangsa Israel yang tidak taat dan percaya kepada-Nya bahwa penghujatan terhadap nama Allah tidak bisa ditolerir.

Kedua karakteristik pelayanan Elisa merupakan satu koin dengan 2 sisi yang tidak dapat dipisahkan. Bukankah ini juga merupakan karakteristik pelayanan Allah. Di satu sisi Allah memberikan anugerah-Nya kepada umat-Nya, namun di sisi lain Allah juga menyatakan penghukuman kepada mereka yang menolak anugerah-Nya.

Renungkan: Demikian pula seharusnya Kristen di dalam setiap aktivitas pelayanannya. Apakah itu pelayanan diakonia, koinonia, maupun marturia, anugerah Allah yang membebaskan manusia dari hukuman kekal harus terus dikumandangkan dan penghukuman Allah kepada mereka yang menolak anugerah-Nya pun harus ditegaskan.

(0.09) (2Raj 4:1) (sh: Pelayanan yang mengentaskan kemiskinan (Kamis, 18 Mei 2000))
Pelayanan yang mengentaskan kemiskinan

Tentunya masih segar dalam ingatan kita, ketika kris-mon melanda Indonesia. Gereja-gereja sibuk membagikan atau menjual murah sembako kepada masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Pelayanan ini masih berlanjut hingga sekarang. Harus diakui bahwa pelayanan ini memang dapat membantu meringankan penderitaan masyarakat kelas bawah. Namun dampaknya hanya bersifat sementara. Pelayanan demikian tidak mampu mengentaskan mereka dari kondisi sosial yang terpuruk. Yang lebih mengkuatirkan adalah pelayanan demikian justru akan melanggengkan kemiskinan mereka. Mungkin dalam pikiran mereka akan tumbuh suatu prinsip bahwa 'kerja keras tidak perlu karena pada akhirnya akan ada yang mengulurkan bantuan'.

Elisa yang dalam pelayanannya banyak berhadapan dengan orang-orang kecil dan masyarakat biasa, memberikan teladan yang baik tentang sebuah pelayanan yang mengentaskan. Ketika seorang janda yang anak-anaknya harus dijual sebagai budak untuk membayar hutang-hutangnya datang minta pertolongan kepadanya, maka Elisa menyambut dengan penuh empati dan peduli, menyatakan siap membantunya. Namun, sang janda harus bekerja bersama anak-anaknya meminjam buli-buli sebanyak-banyaknya, menuangkan minyak ke dalamnya, dan kemudian dijual. Dari hasil usaha, yang dibantu oleh mukjizat Allah, sang janda berhasil membayar hutang dan mempunyai uang untuk hidup selanjutnya. Artinya, hidupnya tidak lagi bergantung pada bantuan orang lain.

Apa yang bisa kita simpulkan tentang bantuan yang diberikan Elisa? Bantuan itu tidak hanya membuat orang rajin bekerja tetapi juga makin mengokohkan kesatuan keluarga dengan memberdayakan keluarga tersebut, dapat menanggung permasalahan bersama-sama. Bantuan itu mengentaskan mereka dari permasalahan secara tuntas. Bahkan juga mengangkat derajat sosial mereka dari calon budak menjadi orang merdeka. Dengan bantuan ini pun mereka hidup mandiri.

Renungkan: Pelayanan Elisa di antara rakyat kecil memberikan gambaran kepada Kristen masa kini, bagaimana seharusnya menolong rakyat kecil yang dalam kesulitan ekonomi, agar nantinya pertolongan yang diberikan itu tidak menjadi bumerang bagi si penolong dan tidak menjadi racun bagi yang ditolong.

(0.09) (2Raj 4:8) (sh: Peka terhadap kebutuhan orang lain (Jumat, 6 Mei 2005))
Peka terhadap kebutuhan orang lain


Orang sering silau oleh hal-hal yang spektakuler. Baik yang bersifat jasmani, seperti kekayaan dan kuasa, maupun yang supranatural, seperti mukjizat. Ada hal lain yang jauh lebih penting, yaitu hati yang penuh kasih dan peka terhadap kebutuhan orang lain. Hati seperti ini menjadi syarat Tuhan memakai kita menjadi berkat untuk orang lain.

Perempuan Sunem ini peka akan kebutuhan Elisa, nabi yang kerap singgah di rumahnya. Wanita ini membangun sebuah bilik untuk tempat istirahat Elisa. Semua ini dilakukannya bukan atas dasar pamrih, tetapi wujud ungkapan kasih kepada Allah yang kudus (ayat 9). Itulah sebabnya, keinginannya untuk mendapatkan seorang anak tidak dia ungkapkan (ayat 12-14).

Elisa juga peka akan kebutuhan keluarga Sunem ini (ayat 16). Kerinduan mereka akan anak dikabulkan Tuhan (ayat 17). Namun, Elisa belajar pula bahwa kepekaan kepada sesama manusia saja tidak cukup tanpa pimpinan Tuhan (ayat 18-28). Tuhan membimbing anak-anak-Nya dengan cara yang unik. Keluarga Sunem itu harus mengalami tragedi kehilangan anak terlebih dahulu sebelum mereka mendapatkan kembali anaknya (ayat 32,36-37). Melalui penderitaan itu mereka sungguh-sungguh merasakan anugeah Tuhan. Kepekaan Elisa lebih lanjut ditunjukkan dengan kepeduliannya memenuhi kebutuhan hidup para nabi yang dipimpinnya (ayat 38-44).

Apa yang dilakukan perempuan Sunem dan Elisa tersebut menunjukkan sikap saling peduli. Dibutuhkan kepekaan dari Tuhan untuk mewujudkan sikap peduli tersebut. Teladan Elisa dan perempuan Sunem menunjukkan bahwa sikap saling peduli mereka adalah kepedulian antara umat dan hamba Tuhan, bukan hanya pada tingkatan umat. Ketika umat Tuhan mewujudkan sikap saling peduli tersebut, Gereja menyaksikan kasih dan kepedulian Tuhan kepada dunia.

Renungkan: Buka hati kepada Tuhan maka Dia akan membuka hati Anda kepada orang-orang di sekeliling Anda yang membutuhkan Dia!

(0.09) (2Raj 5:1) (sh: Perbedaan yang dijembatani dan ditiadakan (Minggu, 21 Mei 2000))
Perbedaan yang dijembatani dan ditiadakan

Di kalangan Kristen ada semacam keyakinan bahwa untuk menjangkau jiwa-jiwa dari kalangan atas seperti para pejabat tinggi, para top eksekutif, dan pengusaha besar, dibutuhkan hamba Tuhan dari kalangan mereka. Keyakinan ini berdasarkan suatu konsep bahwa dari kalangan mereka akan lebih mudah diterima dan membuat pendekatan yang tepat, karena mengerti kebutuhan dan cara berpikir mereka. Namun keyakinan ini juga mencerminkan bahwa ada semacam gap yang tak terjembatani, sekalipun oleh pelayanan.

Keyakinan seperti ini tidak boleh dimutlakkan karena gap tadi dapat berkembang sehingga menciptakan dua kubu, yaitu kubu dengan status sosial tinggi, dan kubu dengan status sosial rendah. Tidak demikian yang terjadi dalam kisah Naaman. Seorang tawanan perempuan kecil dapat meyakinkan tuannya, sang perwira tinggi, bahwa ia butuh Allah yang diwakili oleh Elisa, sehingga Naaman menemui Elisa. Anak perempuan ini berperan sangat efektif untuk menjangkau jiwa seperti Naaman. Padahal secara status sosial, berbeda jauh, nyaris tak terjembatani.

Yang menjadi 'rahasia keefektifan' anak perempuan itu adalah karena ia mempunyai kasih yang menembus ras, suku, golongan, dan status sosial. Walau ia hanya sebagai hamba istri Naaman, namun ia peduli dan tahu kebutuhan atasannya. Ia pun yakin "Siapa" yang dapat menyembuhkan Naaman. Kasih dan keyakinannya telah menjembatani gap perbedaan sosial. Sedangkan sikap Elisa terhadap Naaman tidak sekadar menjembatani tetapi juga meniadakan gap itu. Dengan tidak menemuinya secara tatap-muka, Elisa menandaskan bahwa di hadapan Allah siapa pun sama, siapa pun butuh anugerah-Nya, sehingga tidak perlu diberikan penghormatan dan perhatian khusus.

Renungkan: Tak ada gap sosial-ekonomi yang ter-lalu jauh untuk dijembatani oleh kasih dan keyakinan iman, dan tidak ada yang terlalu luas ditiadakan oleh anugerah-Nya.

Bacaan untuk Minggu Paskah 5:

Kisah Para Rasul 6:1-7 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Kis/T_Kis6.htm#6:1 1Petrus 2:4-10 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/1Pe/T_1Pe2.htm#2:4 Yohanes 14:1-12 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Yoh/T_Yoh14.htm#14:1 Mazmur 33:1-11 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Maz/T_Maz33.htm#33:1

Lagu: Kidung Jemaat 40



TIP #20: Untuk penyelidikan lebih dalam, silakan baca artikel-artikel terkait melalui Tab Artikel. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA