Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1601 - 1620 dari 2427 ayat untuk suatu [Pencarian Tepat] (0.004 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.133115315) (Yoh 20:30) (sh: Tujuan penulisan Injil (Kamis, 4 April 2002))
Tujuan penulisan Injil

Tujuan penulisan Injil. Alkitab, yang di dalamnya termuat Injil, bukan bacaan favorit. Ia sering menjadi penghuni lemari yang hanya seminggu sekali dibaca. Kewibawaan Alkitab sering dirongrong oleh pendapat bahwa Alkitab hanya tulisan manusia biasa, bukan buku yang datang dari Allah, Atau bahwa ada bagian-bagian Alkitab yang ternyata tidak cocok dengan nalar dan ilmu.

Yohanes menyatakan bahwa Injil (termasuk juga Injil-injil sinoptis) memang bukan laporan lengkap tentang hidup dan karya Yesus, tetapi suatu kesaksian yang bertujuan mengajak orang untuk mempercayai Yesus sebagai Juruselamat. Seperti lukisan, dan bukan seperti potret yang merekam suatu pemandangan secara rinci dan lengkap, Injil memuat nuansa-nuansa pribadi penulisnya yang ingin menanamkan kesan khusus bagi pembacanya. Maksud lukisan Injil menurut Yohanes adalah “supaya kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup yang sejati” (ayat 31).

Ada dua hal penting tersirat dalam pernyataan penting ini, pertama tentang isi dan arah iman, kedua tentang hasil iman. Isi iman menurut Yohanes adalah mempercayai Yesus sebagai Mesias dan Anak Allah. Yesus adalah Mesias yang dijanjikan Allah untuk menggenapi janji-janji-Nya. Yesus adalah penggenapan sempurna dan lengkap dari janji mesianis sebab Dia sendiri adalah Anak Allah; di dalam-Nya Allah hadir dan bekerja secara sempurna. Iman yang benar adalah iman yang hidup, yaitu yang tidak hanya berisi kepercayaan pada konsep kebenaran, tetapi yang mempercayai Yesus dalam arti mengikuti Dia, menaati kehendak-Nya, merajakan Dia di dalam arah hati dan seluruh gerak hidup. Sebagai hasil dari iman yang sedemikian, orang beroleh hidup. Hidup ini bukan hasil dari iman sebagai balasan Allah, tetapi sebagai hasil dari orang memiliki hubungan yang benar dengan Allah di dalam Yesus. Hidup tersebut adalah hidup Allah sendiri yang ada di dalam Yesus dan yang, karena kita berada di dalam Dia dan Dia di dalam kita, hadir juga di dalam kita. Karena hidup itu adalah hidup-Nya maka yang memiliki hidup dari-Nya akan memancarkan ciri-ciri hidup-Nya di dalam hidup yang bersangkutan.

Renungkan: Kebangkitan Yesus membuktikan bahwa Dia sungguh kebenaran dan hidup. Karena itu, hiduplah di dalam-Nya.

(0.133115315) (Ef 1:3) (sh: Mengapa memuji? (Jumat, 4 Oktober 2002))
Mengapa memuji?

Mengapa memuji? Ayat-ayat berikut ini membawa kita bermuara kepada suatu pujian kepada Allah Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus. Sungguh suatu pujian yang luar biasa dan menakjubkan.

Pertama, pujian kepada Bapa. Allah yang dikenal sebagai Bapa adalah sumber segala berkat (ayat 3). Bapalah yang telah memilih kita (ayat 4). Tujuan Bapa memilih kita adalah supaya kita kudus dan tak bercacat. Bapalah yang menentukan kita menjadi anak-anak-Nya (ayat 5). Bapalah yang menganugerahkan kepada kita anugerah-Nya yang mulia (ayat 6). Bapa menyatakan kepada kita rahasia kehendak-Nya (ayat 9). Bapalah yang mempersatukan segala sesuatu di dalam Kristus (ayat 10). Bapa jugalah yang mengerjakan sesuatu menurut kehendak-Nya (ayat 11). Apakah puji-pujian kita menghayati kebenaran-kebenaran indah ini tentang Allah Bapa sumber dan tujuan hidup kita?

Kedua, pujian kepada Yesus. Allah Bapa memberkati kita karena Yesus Kristus. Tanpa relasi pribadi dengan Kristus, berkat-berkat yang diberikan Bapa tidak dapat kita nikmati dan alami. Di dalam Kristus, Bapa memberkati kita (ayat 3). Di dalam Yesus, Bapa memilih kita (ayat 4). Di dalam kita memperoleh penebusan (ayat 7). Di dalam Kristus, Allah Bapa mempersatukan segala sesuatu (ayat 10). Di dalam Yesus, etnis Yahudi (ayat 11,12) dan etnis nonYahudi bersatu menjadi umat Allah (ayat 13). Di dalam Yesus dua etnis yang berbeda dipersatukan. Yesuslah yang memungkinkan kita hidup penuh pujian sebab mengalami berkat-berkat Allah melalui Dia.

Ketiga, pujian kepada Roh Kudus. Allah memberkati umat-Nya dengan berkat rohani (ayat 3). Artinya, semua berkat-berkat Roh Kudus diberikan Bapa karena kita adalah umat-Nya. Roh Kudus merupakan meterai dari semua berkat yang diberikan Bapa (ayat 3). Roh Kudus adalah jeminan warisan kita (ayat 14). Karya penyelamatan Yesus Kristus boleh kita cicipi kini dan seterusnya karena Roh Kudus memungkinkan kita masuk di dalam pengalaman rohani tersebut.

Renungkan: Paulus mengungkapkan banyak alasan mengapa orang Kristen memuji Allah. Adakah alasan hari ini bagi Anda untuk memuji Allah? Hal apa yang membuat Anda tidak dapat memuji Allah?

(0.133115315) (Tit 1:1) (sh: Status menentukan tugas dan tanggung jawab (Selasa, 25 September 2001))
Status menentukan tugas dan tanggung jawab

Status menentukan tugas dan tanggung jawab. Saya kira Anda akan terheran-heran apabila melihat suatu regu pemadam kebakaran yang walaupun mempunyai peralatan yang lengkap tetapi tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik ketika terjadi suatu musibah kebakaran. Begitu pula jika kita menyaksikan di layar TV para petugas keamanan hanya berdiam diri membiarkaan para perusuh melampiaskaan nafsu jahat yang tidak terkendali. Tentu saja bisa dipahami apabila orang-orang akan menjadi kurang bahkan tidak bersimpati kepada petugas yang demikian. Mengapa? Karena status seseorang menentukan tugas yang harus diembannya.

Rasul Paulus yang dalam setiap suratnya selalu memperkenalkan diri sebagai hamba Allah dan rasul Yesus Kristus, sama sekali tidak mengharapkan pujian atau penghormatan pribadi melalui status tersebut. Bagi dia, setiap orang yang berstatus sebagai hamba Tuhan justru mengemban tugas dan tanggung jawab yang besar yaitu selain mendorong orang-orang pilihan Allah agar kuat dan teguh dalam iman, juga membimbing mereka kepada ajaran yang benar.

Paulus menguraikan tentang hal-hal yang harus dilaksanakan sehubungan dengan status yang diembannya. Pertama, menjalankan fungsi penggembalaan yaitu memelihara iman orang-orang pilihan Allah (ayat 1). Kedua, memberi dan memelihara pengetahuan yang lengkap akan kebenaran. Ketiga, memberitakan Injil. Ketiga hal ini Paulus laksanakan dengan penuh tanggung jawab. Begitu banyak hal yang Paulus alami: dicemooh, difitnah, dianiaya, dimasukkan ke dalam penjara, mengalami percobaan pembunuhan. Dia rela mengalami ini karena status yang disandangnya, yakni sebagai rasul dan hamba Allah. Melalui kehidupan Paulus kita dapat belajar bagaimana hidup sesuai status kita, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia.

Renungkan: Apakah status Anda saat ini? Sebagai hamba Allah atau kaum awam profesional: guru, polisi, politikus, ekonom? Tahukah Anda bagaimana seharusnya tugas yang harus Anda jalankan sesuai dengan status tersebut? Sudahkah tugas-tugas tersebut Anda jalankan dengan penuh tanggung jawab? Menyandang status dan hidup sesuai dengan status tidak semudah memperkenalkan diri berikut status kita, karena orang lebih menilai bagaimana kita menghidupi status itu.

(0.133115315) (Ibr 9:15) (sh: Keajaiban dan misteri anugerah Ilahi (Senin, 1 Mei 2000))
Keajaiban dan misteri anugerah Ilahi

Keajaiban dan misteri anugerah Ilahi. Yesus Kristus adalah satu-satunya Pengantara dari suatu perjanjian baru. Sebab hanya darah dan kematian-Nya yang telah berhasil mengerjakan apa yang tidak mampu dikerjakan oleh para imam dan korban persembahan di dalam perjanjian lama (14). Walaupun bukan suatu hal baru bagi Allah, bagi manusia merupakan perjanjian baru. Dalam sejarah manusia, perjanjian baru menggantikan dan melebihi perjanjian lama yang diberikan melalui perantaraan Musa. Transisi dari Musa kepada Yesus menandai transisi dari prinsip usaha manusia ke prinsip anugerah.

Ada 2 berkat yang diberikan oleh perjanjian baru. Pertama, membebaskan manusia dari penghukuman akibat pelanggaran hukum Allah. Ini tidak dapat dilakukan secara sempurna oleh persembahan korban hewan. Dengan demikian, perjanjian yang baru memberikan penawar racun ampuh bagi dosa manusia. Keampuhan berkat ini juga mengatasi dimensi waktu. Sebab mereka yang hidup sebelum Yesus namun percaya kepada janji Allah, akan menerima berkat yang sama. Kedua, perjanjian ini memberikan bagian yang kekal yang dijanjikan yaitu tanah surgawi. Ini diperuntukkan khusus kepada orang-orang yang sudah dipanggil. Melalui perjanjian ini, tujuan Illahi atas seluruh ciptaan dibawa kepada penggenapannya secara sempurna (lih. Why. 7:9). Apa yang membuat pengorbanan Kristus demikian sempurna dan ajaib? Bukankah perjanjian baru juga mempersembahkan korban tebusan dan penghapusan dosa bagi banyak orang (17-22)? Inilah keajaiban dan misteri anugerah Ilahi. Anak Allah yang seharusnya tidak mengalami kematian, harus mengalami kematian. Sebagai korban bagi sesama-Nya, bangkit, dan menyatukan manusia dengan diri-Nya sendiri, agar mereka dapat menikmati berkat yang kekal. Karena itu pula Ia hanya perlu menghadap Allah dan mempersembahkan diri-Nya satu kali. Ini juga bersesuaian dengan 'nasib' akhir manusia yaitu diadili oleh Hakim Agung setelah kematiannya. Setelah itu Ia akan datang kedua kalinya untuk menjemput umat-Nya dan membawanya kepada keselamatan kekal (28).

Renungkan: Tidak ada yang dapat dilakukan manusia untuk membalas anugerah-Nya ajaib dan penuh misteri. Namun hal terkecil yang bisa kita lakukan adalah membuka 'misteri' kehidupan kita di hadapan-Nya dan menjalani hidup yang sesuai dengan keajaiban anugerah-Nya.

(0.133115315) (Ibr 11:16) (sh: Iman modal utama Kristen (Jumat, 5 Mei 2000))
Iman modal utama Kristen

Iman modal utama Kristen. Bagi masyarakat umum, iman nampak sebagai sesuatu yang tidak nyata atau suatu khayalan yang tidak dapat dibuktikan. Tapi firman Tuhan menyatakan bahwa iman adalah sesuatu yang nyata. Inilah kebenaran kristen yang hakiki. Bagi Kristen, iman adalah pengharapan yang pasti sehingga apa yang tidak dapat kita lihat bisa kita katakan 'lebih teguh dan nyata' dibandingkan seluruh ciptaan yang ada. Mengapa demikian? Sebab akar dari iman yang demikian adalah suatu keyakinan bahwa seluruh alam semesta ini diciptakan dan dipelihara oleh Allah. Karena itu Allah melebihi segala sesuatu yang dapat kita raba, kita pegang, kita lihat, dan kita rasa. Allah lebih nyata dari semua itu karena Ia adalah Sumber dari keberadaan semua yang ada di alam semesta ini. Orang percaya zaman purba yang dimulai dari Habel hingga Abraham dan Sarah dituntut untuk mempunyai iman yang demikian. Karena iman Habel, ia harus mengalami kematian yang tragis yaitu dibunuh oleh kakaknya sendiri. Walaupun dia sudah mati menurut dunia, namun karena iman ia masih berbicara sesudah ia mati. Dengan kata lain, iman Habel telah membawa dia kepada kehidupan kekal.

Karena iman, Henokh mempunyai kehidupan yang berkenan dan dekat kepada Allah. Sebab tidak mungkin orang dapat menghampiri Allah tanpa iman. Karena iman, Nuh menyaksikan karya Allah yang menyatakan penghukuman dan anugerah Allah pada saat yang sama. Karena iman, Abraham berani melangkah menuju negeri yang belum pernah dikenal. Karena iman pula, maka para nenek moyang bangsa Israel menganggap bahwa mereka hanyalah pendatang dan orang asing di bumi, karena itu mereka merindukan tanah air yang lebih baik yaitu sorgawi.

Renungkan: Ketika kita memahami bahwa Allah adalah sebuah realita yang mutlak dan bertindak berdasarkan keyakinan ini, maka kita mempunyai iman yang akan membuat hidup kita berbeda dan memampukan kita memperoleh kemenangan. Iman itu akan membawa kita kepada keselamatan kekal, kepada kehidupan yang berkenan kepada Allah, kepada keberanian untuk tetap melangkah meskipun masa depan tidak menentu, kepada pemahaman bahwa apa pun yang kita miliki tidak akan memuaskan kebutuhan kita yang paling dalam. Inilah kekuatan dinamika dari sebuah iman. Masa depan Anda adalah kenyataan Anda.

(0.133115315) (Why 18:21) (sh: Lalu setelah itu ...? Suatu kontras besar! (Jumat, 15 November 2002))
Lalu setelah itu ...? Suatu kontras besar!

Lalu setelah itu …? Suatu kontras besar!
Kata-kata sang malaikat dalam ayat 21b-24 memperlihatkan dengan grafis perbandingan antara keadaan kota Babel/Roma dan keadaan di sorga. Kontras yang ditonjolkan adalah dalam aspek suara. Tiadanya suara di dalam kota besar itu setelah penghukumannya, berbalikan dengan nyaringnya suara-suara di surga. Tiadanya suara para pemain kecapi, penyanyi dan lainnya (ayat 22a) menunjuk kepada fakta tiadanya lagi perayaan, sukacita dan kegembiraan yang tadinya memenuhi kota besar tersebut. Tiadanya suara kilangan (ayat 22b) di rumah-rumah menunjuk kepada sesuatu yang lebih vital lagi; tiadanya kehidupan, yang biasanya ditandai dengan suara kilangan untuk mempersiapkan gandum untuk dimakan keluarga pemiliknya (bdk. Ul. 24:6). Tiadanya lagi lampu, lampu (ayat 23a) dan suara mempelai laki-laki dan pengantin perempuan (ayat 23b) juga mengarahkan kita pada pengertian yang sama: tiadanya kegembiraan dan kelangsungan kehidupan. Tindakan simbolis pelemparan batu kilangan ke dalam laut (ayat 21) melengkapi pesan dari sang malaikat: keadaan kota itu tidak akan pulih lagi, sama seperti batu kilangan itu tidak akan muncul lagi dari kedalaman laut. Sementara itu surga penuh dengan sorak-sorai puji-pujian yang memuliakan dan menyembah Allah. "Haleluya!" (ayat 1b,3,4). Peralihan dari kata Ibrani yang berarti "pujilah Yahweh!" ini ditemukan di dalam Wahyu hanya pada nas ini, dan diucapkan oleh tiga pihak: himpunan besar orang banyak di surga (ayat 1,3), keduapuluh empat tua-tua dan keempat makhluk (ayat 4), serta suara dari tahta (ayat 5). Kata ini membuat kita teringat pada mazmur- mazmur pujian yang biasa dilakukan di Bait Allah zaman Israel (mis. Mzm. 146, 149 dll.), yang juga menyinggung mengenai Allah yang dengan adil membalaskan perlakuan musuh-musuh-Nya atas hamba-hamba-Nya.

Renungkan:
Ingatlah firman dari Tuhan ini: "Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga"(Mat. 5:10). Respons syukur kita atas anugerah keselamatan dari Allah, yang ditunjukkan melalui kesetiaan dalam pergumulan dan penderitaan saat bersaksi di dunia, tidak akan sia-sia!

(0.12550232) (Kej 3:24) (ende)

Maksud pengarang mengadjarkan kepada kita kebenaran-kebenaran historis berhubung dengan keselamatan kita: keadaan jang sesungguhnja dari manusia pertama serta keturunannja, dan sikapnja terhadap Tuhan. Keadaan ini dilukiskannja berbentuk suatu drama dengan berbagai-bagai pelakunja. Djadi bentuk gambaran ini bukan dalam segala-galanja menepati apa jang terdjadi dalam sedjarah. Kesimpulan ini dapat kita ambil dari teks sendiri. Pertama-tama: bentuk literer, jang mengandung banjak motif-motif dan unsur-unsur mitologis dari kesusasteraan hikmah: taman kenikmatan, ular jang berbitjara, pohon kehidupan, dan pengertian tentang baik dan djahat. Ini termasuk djenis puisi. Selandjutnja pelaku-pelaku simbolis, jang memegang peranan dalam tjerita. Sifat simbolis ini ternjata dari nama-nama jang mempunjai arti umum: 'adam = manusia; chawa = jang hidup. Demikian pula halnja dalam fasal-fasal berikutnja: Kain, Abil, Enosj, dll, semua ini nama-nama buatan jang timbul dalam tradisi.

Achirnja maksud tersebut diatas ternjata djuga dari tjara penghimpun kitab Kedjadian menggabungkan fasal 1(Kej 1) dengan fasal 2-3(Kej 2-3) mendjadi kesatuan: gambaran olehnja tidak dianggap sebagai kissah-sedjarah jang menguraikan segala-sesuatu tepat sebagaimana tampak terdjadi. Maka dari itu ia tidak berkerabatan mentjampur mempersatukan lukisan-lukisan jang mengandung perbedaan-perbedaan satu sama lain.

(0.12550232) (Kej 8:22) (ende)

Karena manusia sedjak masih kanak-kanak sudah mempunjai ketjenderungan kearah kedjahatan. Tuhan selandjutnja akan bersikap sabar terhadapnja, dan memberinja kesempatan akan bertobat. Hal ini mendjelaskan pula, mengapa Tuhan membiarkan orang-orang dosa hidup didunia ini disamping mereka jang terpilih olehNja. Dalam Perdjandjian Lama tjerita ini dianggap suatu lukisan penjelamatan para terpilih, demi penjelamatan Israel kelak kemudiannja (Wis 10:4; 14:6; Sir 44:17).

Dalam Perdjandjian Baru tjerita ini didjadikan pralambang penjelamatan kita karena iman (Ibr 11:7) dan karena air permandian (1Pe 3:20), pun pula menggambarkan pengadilan Tuhan pada achir djaman (Mat 24:37-39; Luk 17:26; 2Pe 2:4-10; 3:3-13).

Para Bapa Geredja menganggap perahu Noah lambang Geredja, satu-satunja jang dapat menjelamatkan kita dari kebinasaan.

Dalam Upatjara Baptis pada malam Sabtu Paskah, penjelamatan Noah diutarakan pula sebagai pralambang Baptis. Demikianlah dunia tak akan binasa lagi karena air, malah akan diselamatkan karena air.

(0.12550232) (Kej 14:18) (ende)

Malkisedek berarti: "Sedek adalah radja", atau mungkin djuga: "Radjaku adil". Sjalem = Jerusalem (lihat Maz 76:3).

Menjadjikan roti dan anggur melambangkan persahabatan dan penghormatan; menjambut seorang pemenang perang dengan resmi.

Jang Mahatinggi (El-elyon) adalah sebutan Tuhan jang sedjati. Dengan tampilnja kemuka seorang radja dari Jerusjalem, jang mendjadi imam pula, pengarang membajangkan adanja hubungan antara Bapa bangsa Israel dan kota Jerusalem, jang kelak akan mendjadi ibu kota keradjaan Israel. Dalam pribadi Malkisedek radja Jerusalem telah tampil kemuka pada djaman Abram. Seperti Malkisedek, begitu pula radja itu adalah imam djuga, jakni perantara Tuhan dan UmatNja, untuk menjampaikan Berkat serta Keselamatan dari Tuhan, meskipun radja tidak berasal dari keturunan imamat Aaron.

Abram mempersembahkan sepersepuluh harta-miliknja kepada Malkisedek. Suatu tanda bahwa Abram mengakui deradjat-kewibawaan Malkisedek. Demikianlah Abram telah menjatakan taatnja terhadap Radja-Imam di Jerusalem dikelak-kemudian hari.

Malkisedek djuga mendjadi pralambang Almasih-Radja, jakni keturunan dari dinasti keradjaan Dawud di Jerusalem lagi imam, bukan karena keturunan Aaron, melainkan karena deradjat sendiri, seperti djuga Malkisedek (Maz 110:4; Ibr 7).

Menurut beberapa orang Bapa Geredja, persembahan roti dan anggur melambangkan pula Ekaristi Sutji (Klemens dari Alexandria, Siprianus).

Penafsiran ini masih kita ketemukan djuga dalam tradisi Geredja (lihat Kanon Misa Sutji).

(0.12550232) (Kej 25:1) (ende)

Dalam masjarakat-nomade kuno seringkali terdapat poligami. Makin pesat suatu keluarga atau suku berkembang, makin lekas pula pengaruhnja bertambah. Tidak mengherankan, kalau Ibrahim menganggap hal ini sangat biasa.

Beserta makin penuhnja Perwahjuan, Tuhan sedikit demi sedikit membimbing manusia kearah Faham jang mendalam tentang akibat-akibat poligami itu bagi kehidupannja. Maka dari itu dalam Israel kita saksikan adanja tendens kearah monogami sebagai tjita-tjita termulia perkawinan.

Beserta itu naiklah pula kedudukan wanita dalam masjarakat. Djumlah wanita,jang dalam Kitab Sutji memegang peranan penting, ternjata banjak. Terutama pada para nabi perkawinan monogami dipandang sebagai gambaran tjinta-kasih Jahwe terhadap Israel (paling terang pada nabi Hosea).

Tjita-tjita tertjapai dalam Perdjandjian Baru. Disini perkawinan menerima nilai religieus sepenuhnja selaku lambang sakramentil dari persatuan antar Kristen dan Geredja, jang membawa kehidupan sedjati bagi kita sekalian. Demikianlah bagi umat kritiani perkawinan monogam adalah satu-satunja bentuk tjinta-perkawinan, jang sesuai dengan Perdjandjian baru, dan selaras dengan fungsi menjempurnakan manusia dalam perdjalanannja menudju Penebusan sempurna, kearah persatuan abadi dengan Tuhan (lihat Mat 19:3-9; Efe 5:22-33).

(0.12550232) (Kej 25:25) (ende)

Nama jang diberikan kepada kanak-kanak di Israel kadang-kadang menundjukkan suatu keadaan pada saat lahirnja, atau mengandung harapan bagi hari-kemudian, atau pula berisi permohonan kepada Tuhan. Demikian pula pengarang sutji mentjari keterangan nama-nama para Bapa bangsa dalam hubungannja dengan kelahiran dan riwajat hidup mereka selandjutnja. Terutama tradisi Jahwistis dalam hal ini suka menggunakan asosiasi kata-kata (lihat tjatatan pada fasal 2)(Kej 2). Demikian mengenai nama Ishak, Kej 21:6. Disini diterangkan arti nama Esau dan Jakub.

Arti nama Esau tidak pasti. Sebagai bapa bangsa Edomit (lihat ajat 23)(Kej 25:23) Esau djuga disebut Edom (lihat Kej 36:1). Tjerita fasal ini menjinggung nama itu: rambut Esau berwarna kemerah-merahan seperti rambut djagung ('admoni: ada hubungannja dengan Edom).

Ia meminta bubur merah ('adom) untuk memuaskan laparnja (ajat 30)(Kej 25:30).

Selandjutnja kulitnja sedikit seperti mantol berbulu (se'ar). Ini dihubungkan dengan Se'ir, nama kuno wilajah pegunungan Edom (lihat Kej 36:8,9).

(0.12550232) (Kel 4:24) (ende)

Kiranja disini pengarang menjisipkan suatu tradisi kuno, jang tidak begitu djelas. Tradisi ini menundjukkan, bahwa Musa belum disunat, (Lihat Yos 5:9), padahal ini sjarat mutlak untuk berkenan kepada Tuhan.

Jahwe "berusaha untuk membunuhnja": mungkin jang dimaksudkan semula penjakit atau ketjelakaan, jang sering dikatakan disebabkan oleh Tuhan sendiri, sebagai siksaan atau pentjobaan.

Kiranja tertjerminkan pula disini arti semula upatjara sunat sebagai persiapan (inisiasi) untuk perkawinan. Bagi umat Israel sunat memperoleh arti keagamaan baru. Karena itu didjalankan tidak lama sesudah baji lahir (Lihat Kej 17:10 tjatatan). Dalam ajat-ajat ini disebutkan pula upatjara sunat anak, sebagai ganti sunat Musa sendiri.

Barangkali pengarang menjisipkan bahan tradisi ini disini, untuk melukiskan peperangan batin Musa terachir jang sedahsjat itu, sebelum ia kembali ketanah Mesir akan menunaikan tugasnja jang seberat itu. Djika memang demikian halnja, ajat-ajat ini banjak persamaannja dengan Kej 32:25-32 (Lihat disana). Djuga disini terbajangkan, bahwa achirnja Musa menang karena iman kepertjajaannja. Jahwe bukannja mengatjam hidup serta keamanannja lagi, malahan sekarang mendjadi pelindungnja. Mungkin, seperti halnja pada Jakub, djuga disini ada rasa takut akan keturunannja. Akan tetapi berkat sunatnja ia sendiri dan anaknja berada dibawah perlindungan Jahwe, selaras dengan djandji-djandji Jahwe kepada Ibrahim. Karena manusia tidak lagi membanggakan kekuatan sendiri, melainkan pertjaja akan djandji-djandji Tuhan, maka ia keluar dari gelanggang perdjuangan sebagai manusia baru.

(0.12550232) (Kel 7:9) (ende)

Perkataan "tanda" disini menterdjemahkan kata hibrani jang berarti sesuatu jang luarbiasa, menjolok mata; selandjutnja berarti djuga: peringatan, tanda jang mendahului suatu peristiwa; arti chusus disini: tanda hadirNja Tuhan serta kekuasaanNja.

Menurut tradisi P Musa dan Harun bersama-sama menghadap Parao, dan Harun membuat tanda-tanda adjaib (Lihat djuga Kel 7:19; 8:1,12 dll.). Menurut ajat-ajat jang berasal dari tradisi J, Musa hanja seorang diri sadja menghadap Parao (Kel 7:14; 8:1 dll.). Harun hanjalah djurubitjara Musa dihadapan umat (lihat Kel 4:16). Dalam tradisi E Musa dan Harun berbitjara kepada Parao, tetapi hanja Musalah jang membuat tanda-tanda (Lihat Kel 4:17; 5:1). Ini semua detail-detail, jang setjara historis tidak mungkin lagi diketahui dengan pasti. Setiap kalangan tradisi mempunjai gambaran-gambarannja sendiri. Sungguhpun begitu, pengarang kitab Exodus ini telah berhasil menjusun fasal 7-11 (Kel 7-11) mendjadi kesatuan jang laras dan dramatis. (Lihat djuga tjatatan sesudah Kel 11:10).

(0.12550232) (Kel 18:1) (ende)

Fasal ini memuat tradisi tentang kaum-kerabat Musa serta hubungannja dengan suku Madianit, dan bermaksud djuga melukiskan terbentuknja susunan kemasjarakatan.

Pertemuan dengan Jetro ditjeritakan disini, kiranja karena umat Israel telah sampai dekat gunung Sinai (aj.5)(Kel 18:5), djadi dalam wilajah kediaman Jetro (lihat Kel 3:1). Mungkin sekali djuga sebelum Perwahjuan digunung Sinai sudah terasa kebutuhan adanja organisasi (walaupun amat sederhana), dan beberapa peraturan.

Menurut beberapa ahli babak ini merupakan suatu sisipan dalam kisah perdjalanan umat Israel (lihat Kel 19:1-2 jang mengulangi lagi, bahwa mereka tiba dipadang pasir dekat gunung Sinai, seperti sudah disebutkan di Kel 18:5), dan agaknja lebih sesuai ditjeritakan sesudah perwahjuan Sinai. Padahal dalam Bil 10:29-32. Diwaktu itu disebutkan adanja hubungan dengan keluarga Jetro, dan Bil 11:14-17 mentjeritakan tentang pemilihan pembantu-pembantu. Demikian pula Ula 1:9-18 pada saat meninggalkan Sinai (bandingkan Kel 18:16) jang menjebutkan peraturan-peraturan serta perintah-perintah tuhan).

Djadi mungkinlah peristiwa ini dalam berbagai tradisi ditempatkan pada saat-saat jang berlainan.

(0.12550232) (Ul 33:1) (ende)

Disini Musa sebagai nabi menjampaikan berkatnja kepada suku-suku. Kata-kata berkat ini tidak hanja dipandang sebagai harapan supaja selamat: melainkan djuga sebagai visi jang menentukan hari depan. Ramalan-ramalan dalam bentuk berkat sematjam itu berulangkali muntjul dalam Kitab Sutji. Hal itu ada hubungannja dengan berkat kuno: dimana seorang bapa leluhur menjampaikan berkat: jang diterimanja dari Allah: kepada anak-anaknja: pertama-tama kepada anak jang tertua.Bandingkan berkat dari Ishak (Kej 27) dan dari Jakub (Kej 49). Ruben sebagai anak sulung disini djuga pertama-tama disebutkan: meskipun de fakto ia tidak mendjadi ahli waris utama berkat itu. Menjolok sekali bahwa disini semua pepatah bernada positif. Tjatjat tjela suku-suku tidak disebut-sebut.

Setjara historis rumusan-rumusan berkat ini merupakan karangan dari djaman sesudah Musa. Meskipun sifatnja sangat kuno: namun waktunja jang tepat sukar ditentukan. Isinja menundjukkan kepada suatu djaman ketika suku-suku telah menetap di Kanaan. Namun djelas kelihatan adanja kesadaran jang kuat pada suku-suku sebagai pembawa berkatnja masing-masing. Berkat itu disini oleh pengarang tidak dipulangkan kepada para leluhur: melainkan kepada Musa: djadi pada perdjandjian Sinai.

Pemberian berkat itu dipengantari dan ditutup dengan njanjian pudjian jang melukiskan pimpinan jang berkuasa dari Jahwe selama perdjalanan dari Sinai menudju kenegeri jang telah didjandjikan (aj.2-4)(Ula 33:2-4)

Jahwe adalah baik Tuhan semesta alam pun pula kekuatan-kekuatan alam: maupun Jang Berperang untuk bangsa Israil menghadapi musuh (aj. 26 sld)(Ula 33:26).

(0.12550232) (2Raj 2:10) (ende)

Djadi, bahwa Elija itu diangkat tidak nampak oleh sembarang orang.

Peristiwa itu merupakan suatu rahasia jang dibukakan Allah sadja kepada siapa dipilihNja. Pelukis jang berikut mengenai nabi Elija (penglihatan Elisja'?) mau menjatakan sadja betapa Elija disajangi oleh Jahwe dan betapa tinggi martabatnja. Tidak ada gunanja untuk bertanja apa jang persis terdjadi dengan Elija. Tetapi disini letaknja sesuatu pangkalan untuk kejakinan, bahwa orang jang hilang dari bumi ini (mati), toh tidak terpisah dari Allah, seperti nasib orang mati dalam pratala sering dibajangkan, melainkan bagaimana djua berada pada Allah. Orang2 Israil dahulu tidak membedakan antara djiwa dan raga, hingga mereka sukar dapat memikirkan keadaan orang mati. Tetapi disini nampak bahwa orang toh melihat sesuatu kemungkinan, bahwa orang dan sungguh2 hidup. Dari pelukisan ini mengenai nasib Elija (meskipun tidak dikatakan, bahwa ia tidak mati) muntjullah kejakinan bahwa ia tidak mati dan pada achir djaman akan kembali (Mal 4:4-5; Sir 48:10; Mar 6:15; 8:28; 9:11).

(0.12550232) (1Taw 1:1) (ende)

KITAB TAWARICH

PENDAHULUAN

Sebagai pengutji daftar kitab2 sutji tradisi Jahudi di Palestina -- menjimpang dari tradisi Babel dan terdjemahan2 kuno, -- terteralah suatu kitab jang mempunyai tjorak chas dan tersendiri.

Kechasannya ialah, bahwa kitab tsb, merupakan sebangsa ulangan dari kitab2 sedjarah lainnya jang lebih kuno, terutama dari kitab2 Sjemuel danRadja2. Tetapi sebaliknya bukanlah suatu salinan atau sebangsa ichtisar daripadanya, melainkan adlah karya jang chas dan aseli seluruhnya. Malahan menurut aselinya satu karya besar. Betul, kini dibagi mendjadi dua kitab, teapi pembagian itu bukan dari si pengarang sendiri. Dalam hal ini terdjadilah jang sama pula dengan kita Sjemuel dan Radja2. Pembagian itu dari masa belakangan dan per-tama2 muntjul dalam terdjemahan Junani dan kemudian beralih keteks Hibrani itu sendiri.

Teks Hibrani memakai djudul, jang kira2 dapat diterdjemahkan sbb: "Kitab kedjadian2 hari2 itu", dalam mana "hari2 itu" lebih kurang artinya "Sedjarah". S. Hieronimus memberi nama jang lebih tepat: "Chronikon". Dimasanja nama itu tidak laku. Tetapi ketika nama itu dipakai lagi oleh Luther dalam terdjemahannja dalam bahasa Djerman, nama tsb. lalu mendjadi populer dan dapat bertahan hingga sekarang. Orang2 modern lebih suka menggunakan nama "Kitab Kronik". Meskipun terhadap nama tsb. dapat dikemukakan pula beberapa keberatan, namun dalam terdjeamhan kami ini nama tsb. kami pakai pula, jakni "Kitab Tawarich". Nama lain, jang melalui Latin berasal dari terdjemahan Junani dan lebih disukai Geredja Latin ialah: "Paralipomenon". Artinya jang tepat tidak begitu djelas. Sedjak sediakala orang menganggap, bahwa kata itu maknanya: "apa jang diliwati dalam kitab2 Sjemuel dan Radja2", berdasarkan kata Junani itu sendiri. Dan memang benar djuga, bahwa kitab tsb. muat berita2 jang tidak sedikit djumlahnya, jang satupun tidak terdapat didalam kitab2 lainnya, sehingga kitab ialah, apa kitab itu ditulis dengan maksud tsb. Tetapi kata "Paralipomenon" itu diberi tafsiran lain djuga dan menurut tafsiran itu kira2 maknanya: "Kitab2, jang diliwati dalam terdjemahan Junani jang pertama", karena isinja sudah tertjantum dalam kitab2 lainnya. Baru kemudian orang menterdjemahkan kitab tsb. Itu terdjadi dalam th. 157 seb. Mas.

Meskipun kitab Tawarich untuk sebagian sebenarnya merupakan ulangan dari pendahulu2nja, namun ditulis djuga suatu karya baru. si pengarang bermaksud mengisahkan sedjarah jang sama, tetapi dari segi lain sekali, dengan pejorotan jang lain dan dengan berpedoman asas2 jang lain pula. Bukannja untuk mengoreksi atau menggantikan jang tua2. Melainkan ia mau memberikan tjara pemandangan jang lain, dalil mana memberikan tafsiran jang lebih mendalam tentang sedjarah jang sama dari umat Allah itu. Sedjarah itu sendiri tetap sama djua, tetapi pengertian theologis tentang sedjarah itu diperdalam, bersandarkan perkembangan kemudian dan lebih landjut dari wahju, seperti jang dimaklumi si muwarich.

Berdasarkan suatu tradisi Jahudi hingga dewasa ini orang menjebut Esra sebagai penulis kitab Tawarich itu. Itupun karena kitab tsb. dahulu dan sekarang masih dilihat sebagai satu dengan kitab2 Esr-Neh. Bagaimana hubungan dan dan dingannja kedua kitab itu, akan dibitjarakan setjara ringkas dalam pendahuluan kitab Esr- Neh. Tjukuplah kiranja disini mentjatat, bahwa sekarang ini hanja sedikitlah jang masih mempertahankan Esra sebagai penulis kitab Tawarich. Tetapi sebaliknya tidak djuga menjebutkan nama lain, sehingga pengarangnja, sebagaimana halnja dengan kebanjakan pengarang Perdjandjian Lama, tetap tinggal didalam kabut anonimita. Watak serta kedudukannja dapat disimpulkan dari karya itu sendiri. Karena perhatiannja jang chusus terhadap baitullah dan liturgi, tempat diduduki para Levita, lebih2 para penjanji, maka lebih dari hanja mungkin sadja, pengarangnja mesti ditjari dikalangan rohaniwan Jerusjalem, bukannja dikalangan rohaniwan tinggi, para imam, melainkan lebih dikalangan pendjabat rendahan, jakni, chususnja para penjanji.

Berpangkal pada keterangan2 didalam kitab itu sendiri, - meskipun itu disana- sini tidak luput dari keragu-raguan, - orang toh agak dapat mengira-ngirakan masa si pengarang hidup dan bekerdja. Disebutnja radja Cyrus (538-539) dalam kitab itu (II 36, 22-23) dan keradjaan Parsi, pun kalau diterima, bahwa petikan itu diambil-alih dari kitab Esr-Neh, jang kira2 dapat diberi bertanggal sama; nama "dirham" (I,29,7) untuk mata uang jang ditjiptakan Darius I (521-486), jang arti aselinja tidak diketahui lagi oleh sipengarang; kata Parsi untuk puri (dalam teks tsb. dipakai untuk baitulah)(I 29,19); silsilah Dawud (I 3, 1-24), sampai angaktan keenam sesudah Zerubabel (538); bahasa kitab jang sangat dipengaruhi bahasa Aram; kenjataan bahwa kitab tsb. baru agak belakangan ditjantumkan dalam daftar kitab2 sutji orang2 Jahudi, dan itupun bukan tanpa tentangan; ketjaman pedas jang dilemparkan kepada orang2 Samaria, hal mana mengandaikan, bahwa mereka merupakan antjaman njata terhadap Jahudi; semua keterangan itu memberi alasan, untuk menempatkan terdjadinja kitab Tawarich djauh kebelakang, lama sesudah orang2 Jahudi kembali dapatlah dikirakan dengan kemungkinan jang besar, bahwa kitab Tawarich ditulis antara th. 300 dan 200 seb. Mas., dan pastilah tidak dapat diundur sampai sesudah th. 157, ketika kitab itu diterdjemahkan dalam bahasa Junani dan malahan tidak sampai sesudah kitab itu diterjemahkan dalam bahasa Junani dan malahan tidak sampai sesudah th. 180, karena Jesus Sirah rupa2nja sudah mengenal kitab Tawarich dengan menggunakannja didalam gambarnja mengenai Dawud (47,1-11)

Djadi si pengarang hidup lama sesudah pembuangan (539) dan oleh karenanja berada didalam masa terachir Perdjandjian Lama, hal mana sangat penting artinja untuk memahami kitabnja, serta asas2 jang mendjadi dasarnja. Kemerdekaan beragama di Israil sudah dipulihkan, tetapi sekali-kali tidak dibarengi dengan kemerdekaan politik. Juda adalah bagian dari keradjaan Parsi, Mesir dan Junani. Didalam baitullah jang sudah dibangun kembali itu liturgi dirajakan dengan semarak jang tjukup meriah. Satu2nja kewibawaan jang njata di Israil ialah imamagung dengan penasehat2nja. Tetapi keimaman itu tidak selalu sesuai dengan kesutjian djabatannja, dan sebaliknja para rohaniwan rendahan menonjolkan kebadjikannja. Dari itulah si pengarang mengemukakan ketjamannja jang halus terhadap para imam (II. 29,34;30,3), sedangkan para rohaniwan rendahan senantiasa dipudjinja. Bangsa Jahudi kembali dari pembuangan dengan membawa sertanja segala adjaran serta pengalaman dari masa lampaunja, jang ditjatat dalam kitab-kitab sutji atau disimpan dalam tradisi lisan. Sipengarang kitab Tawarich, orang jang dalam rasa keigamaannja, mentjamkan dan mengolah kesemuanja itu. Ia mengenal seluruh Kitab Sutji. Ia dipengaruhi kitab-kitab Musa serta perundang-undangan, baik jang lebih bertjorak rituil seperti Peng., Tj Dj., dan Lv. maupun Ul., jang lebih bertjorak moril. Ia mengenai nabi-nabi sebelum masa pembuangan, terutama Jeremia, Jeheskiel, nabinja masa pembuangan, dan lagi nabi-nabi, jang dengan charismanja memadjukan pemulihan itu. Tetapi dimasa charisma itu sudah padam. Iapun mengenai aliran lain ditengah-tengah bangsa Jahudi, jang memuntjulkan Jahudi, jang memuntjulkan kitab-kitab kebidjaksanaan dengan tjorak pribadinja, batiniah serta perseorangannja jang lebih ketara daripada perundang-undangan rituil dari masa jang lebih kuno. Kesemuanja itu diresapkan kedalam hatinja oleh sipengarang kitab Tawarich, dengan rasa keigamaannja jang mendalam serta imamnja jang teguh akan Allah dan perdjandjianNja dan ia mengumpulkan dalam dirinja segala kekajaan Israil dimasa lampau. Dan dengan pengetahuan ini, jang disertai dengan pengalamannja sendiri, ia lalu mengarahkan pandangannja jang luas kepada masa jang lampau, dimana ia menemukan segi-segi jang tak begitu terkenal. Berdasarkan masa lampu itu ia lalu berpaling kepada masa jang akan datang, kepada masa akan datang jang mulia, jang akan menjelesaikan sedjarah dan memenuhi djandji Allah. Tuhan sedjarah kan sudah bersabda.

Si muwarich menaruh gagasan-gagasannja sendiri pertama-tama atas tabiat bangsa Jahudi itu sendiri, bukannja dari sudut ethnologis, melainkan dari sudut keigamaan. Ia menerima begitu sadja, bahwa bangsa itu adalah umat pilihan Jahwe. Sedjak para bapa-bangsa bangsa itu telah dipanggil olehNja dan diperpautkan denganNja didalam suatu perdjandjian. Suatu perdjandjian jang mendjadikan berkah dari pihak Jahwe dan menuntut kesetiaan dari pihak bangsa itu. Kedua sagi itu bergantung satu sama lain. Namun ia memasukkan suatu perkembangan halus jang sangat penting. Djika dahulu umat Jahwe itu dipikirkan bukan hanja kategori- kategori keigamaan, tetapi djuga dalam kategori-kategori politik, sehingga kedaulatan politik agaknja mendjadi suatu sjarat mutlak bagi agama bangsa itu, maka sipenarang mempunjai gaasa-gagasannja sendiri perihal itu. Sedjarah jang dibimbing Jahwe, telah mengadjarkan jang lain dan pengalaman pribadi si muwarichpun dapat membenarkannja sadja. Djuga tanpa kedaulatan politik umat Allah itu menurut hakikatnja dapat ada dan terus ada sepenuhnja. Karena itu umat perdjandjian tidak lagi dilihatnja sebagai suatu kesatuan politik, tetapi lebih- lebih sebagai suatu persekutuan kultus, jang menghampiri Allah di dalam ibadah jang dikehendakiNja, untuk menikmati berkah2 perdjadjian itu dalam dan karena ibadah itu, sebagai balas djasa atas kesetiaannja. Para nabinja, tanpa menghukum hal2 jang lahiriah, sudah menitikberatkan hal2 jang rohaniah, perasaan hati, jang harus mengiringi ritus2 itu dan jang pada dirinja djauh lebih penting adanja. Inipun diterima si pengarang dan dapat diolahnja. Ia mengukuhi kurban dan ibadah lahiriah sebagai unsur hakiki bagi umat Allah, tetapi itu mesti dibarengi dengan rasa keigamaan jang benar, jang mendapat pernjatan halusnja dalam njanjian liturgis. Maka itu baginja para penjanji memainkan peranan jang se-kurang2nja sama penting di dalam ibadah seperti peranan para imam dengan kurban mereka. apabila kurban lahiriah dan perasaan hati itu bersesuaian, maka liturgi mendjadi suatu peristiwa keselamatan, dalam mana Allah dan manusia saling bertemu, dan perdjandjian itu terwudjudkan. Tetapi dengan menitikberatkan jang rohaniah itu, dengan sendirinjapun unsur pribadi dan perseorangan lebih tampil kedepan. Djalan pikiran kolektivistis sangat diperlemah oleh para nabi, chususnja oleh Jeheskiel, dan diperkembangkan kedjurusan pribadi, dan keuntungan sedjarah itupun diterima pula oleh si muwarich. Hal itu teristimewanja ternjata dalam adjaran pembalasan jang keras. baginja djelaslah, bahwa ketidaksetiaan pribadi kepada perdjandjian itu djuga dihukum setjara pribadi dengan kemutlakan jang tak terelakkan. Didalam kitabnja hal itu digambarkannja dengan tjara jang mejakinkan dengan mengemukakan tjontoh radja2. djuga mereka, jang mendjalankan banjak kebaikan, tetap adakalanja bersalah atau melupakan kedudukannja, toh dihukum djuga dengan tak kenal maaf.

Bahwasanja umat Allah per-tama2 adalah djemaah kultur, bukanlah hasil dari perkembangan sedjarah, melainkan termasuk inti-hakikatnja. Meski pengetahuan tentang it berkembang djua, namun kenjataan itu sendiri selalu adalah benar dan tetap benar djuga selamanja. Djemaah tsb. sudah sedjak permulaan mewudjudkan dirinja didalam sedjarah, tetaoi perwudjudan2 itu, oleh sebab unsur insaninja, tidaklah sempurna, dan dimasa si pengarangpun idam2an itu tidak tertjapai pula. Ia sendiri malahan mengharapkan perwudjudan jang lebih landjut dan lebih sempurna dimasa jang akan datang, dimasa akan datang dari umat Allah sebagai pengibadah Jahwe. Idam2an dimasa jang akan datang itu senantiasa terbajang didepan mata si muwarich dan itupun mendjadi pangkalnja pula. Djemaah kultus Israil, jang sudah ada sedjak permulaan, semakin menjempurnakan dirinja didalam rentetan pembaharuan2 jang terus-menerus sampai kepembaharuan Esr-Neh, bahkan lebih djauh lagi kemasa depan.

Djaminan bagi masa mulia jang akan datang itu ialah djandji Allah. Djandji itu diberika, ketika djemaah kultus Israil mendapat bentuk organisatorisnja didalam monarchi. Bukan tanpa pilihan serta lindungan Allah, maka Dawudlah jang mendirikan monarchi itu, meskipun bukannja Dawud serta pengganti2nja, melainkan Jahwe sendirilah radja jang sesungguhnja. Keradjaan Israil adalah keradjaan Allah. Radja2 hanjalah wakilNja jang kelihatan. Para nabi telah memperpautkan djandji lama perjandjian itu dengan Dawud serta keturunannja; dan gagasan ini diambil-alih si pengarang Tawarich dengan senang hati. Maka itu baginja perdjandjian Sinai itu mundur kelatarbelakang, sedang djandji kepada Dawud, jang dilihat sebagai suatu perdjandjian, baginja merupakan intipati segala sesuatu, dan keabadian wangsa Dawud itu baginja merupakan pembawa djemaah kultus Israil. Teapi dalam hal itupun sedjarah telah mengadjarkan pula, bahwa kategori2 politik bukanlah pendjelmaan jang sekadar dari maksud2 Jahwe. Didjaman si pengarang Tawarich wangsa Dawud tidak diperbintjangkan lagi. Mula2 keradjaan Allah betul diwudjudkan dalam bentuk2 politis, dan si muwarichpun sukar dapat melepaska dirinja seluruhnja daripadanja; tetapi sebaliknja ia sangat merasa, bahwa itu bukan merupakan inti-hakikatnja. Dawud serta keturunannja oleh karenanja baginja bukanlah melulu dan bukan per-tama2 radja politis, melainkan adalah pemimpin2 djemaah kultus itu, dalam mana djabatan liturgis didjalankan oleh keturunan2 jang dipanggil dan terpilih dari Levi dan Harun. Dan oleh karena dengan djalan itu djandji, jang diberikan kepada Dawud, sesungguhnja dilepaskan dari keradjaan politis, maka djandji tsb. dapat terus ada dan mewudjudkan dirinja semakin baik dan pula tanpa dilingkungi susunan kenegaraan. Apabila dahulu negara dan agama itu kira2 sama adanja, maka didalam pandangan si muwarich itu sesungguhnja otonomi kedua2nja sudah tertjakup.

Gagasan terachir, jangdjuga diwaris dari pada nabi, jang senantiasa terbajang didepan mata si penulis Tawarich, ialah gagasan universalistis. Ia tidak melahirkan gagasan itu dengan rumusan jang djelas, tetapi ia menjisipkannja dalam kitabnja. Keturunan Ibrahim dibawah pimpinan keturunan Dawud baginja adalah dan tetaplah satu2nja bangsa jang terpilih; dan terhadap kaum kafir, jang dimasanja merupakan antjaman pula, ia menaruh sedikit pengharapan jang positif. Tetapi bangsa jang terpilih itu terbuka dan tjakap pula untuk meleburkan orang2 luaran kedalam dirinja dan mengikut sertakan mereka dalam anugerah2 djemaah Jahwe. Ini tidak hanja berlaku bagi bagian Israil jang murtad, jang dimasanja diorganisir dalam bangsa Samaria, tetapi djuga bagi kaum kafir biasa. Didalam silsilah2 jang disadjikannja pada permulaan karyanja, sering kentaralah, bagaimana suku2 kafir diterima kedalam umat Jahwe, bagaimana kaum kafir dapat bergabung dengan umat Jahwe sebagai "penumpang" dan ambil bagian dalam ibadah umat. Tidak djarang didalam kitabnja disebutkan, bahwa orang2 perantau itu ambil bagian dalam perbuatan2 kultus besar (II,6,32-33;II 2,1-17) dan dibimbing oleh Jahwe (II 35,21-23).

Dengan landasan gagasan2 jang besar itu si muwarich menulis kembali dan mentafsirkan sedjarah bangsanja. Dengan sendirinja sedjarah tsb. tidak ditulis demi untuk sedjarah, kurangan daripada halnja dengan pengarang2 lainnja dari Perdjandjian Lama. Sedjarah ditulis untuk mengabdi gagasan2 tertentu. Pengarang2 jang dahulu telah mendjadikan peristiwa2 dan melihat Jahwe bekerdja di dalam peristiwa2 itu. Kesemuanja itu diakui si pengarang Tawarich, tetapi ia lebih2 hendak menundjukkan, bagaimana sedjarah itu memperlihatkan suatu arah, dan berkembang menudju tjita2 itu, jang terbajang didepan matanja dan jang sesungguhnja disimpulkan pula dari sedjarah itu sendiri. Dengan sadar sedjarah itu diabdikannja lagi kepada tjita2 itu, jang ditjiptakan Allah dan diwudjudkan oleh sedjarah. Realisasi itu djalannja sesunggunja sangat insani dan adalah suatu proses jang madjemuk dan berseluk-beluk, jang garis2nja tidak begitu djelas. Tetapi memperlihatkan garis2 itu adalah djustru jang dimaksudkan oleh si muwarich. Dan untuk menitikberatkan garis2 itu ia menjederhanakan peristiwa2 dan agak melalaikan kemadjemukan insani dan faktor2 insani, untuk lebih menjoroti jang ilahi. Sebaliknja ia mengakui dan menerima kenjataan, sebagaimana itu adanja, karena djalan pikirannja terlekat pada kenjataan historis itu, jang sungguhpun baginja per-tama2 adalah sedjarah keselamatan, tetapi untuk mendjadi sedjarah keselamatan toh harus tetap djua sedjarah jang benar adanja. Menurut pandangannja hal jang ketjil2 dan urut2an choronologis itu hanya djatuh nomor dua, dan ia tidak merasa terikat padanja. Sebaliknja, tentang hal itu ia menggunakan kebebasan2, jang oleh seorang ahli sedjarah modern, meski ahli sedjarah keselamatan sekaligus, tak dapat dimengerti. Tetapi si pengarang Tawarich tidak menundjukkan dirinja sebagai ahli sedjarah, bahkan tidak pula sebagai ahli sedjarah keigamaan. Ia adalah seorang ahli Tuhanan, jang berenung tentang sedjarah. Tetapi kebebasan2nja itu tidak sampai membudjuknja, untuk mengchajalkan sedjarah menurut konsepnja sendiri. Ia tidak melepaskan diri dari peristiwa2 jang njata, untuk menggantikannja dengan dongengan. Lebih dari siapapun djua ia sadar, bahwa teologinja tegak atau runtuh dengan peristiwa2 itu sendiri.

apabila kita mengingat pandangan si pengarang Tawarich, maka akan kita insafi pula, bahwa djawaban jang sangat pelik meski diberikan kepada pertanjaan mengenai nilai sedjarah kitan Tawarich itu. Dua keterlaluan harus dihindarkan, untuk berlaku adil terhadap si penulis. Keterlaluan jang pertama ialah: dengan begitu sadja dan sekaligus menolak segala kelurusan historis, ketjuali kalau pengamatan dari kesaksian lain itu mungkin diadakan. Dengan itu si penulis akan didjadikan seorang theolog jang spekulatif, padahal tidak demikian adanja dan mengingat keadaannja djuga tidak mungkin menjadi demikian. Keterlaluan jang lain ialah: menerima semuanja begitu sadja hal jang ketjil2, sebaaimana tertulis. Lalu si penulis didjadikan ahli sedjarah dari abad ke-20, padahal bukan demikian pula adanja dan djuga tidak mungkin mendjadi demikian. Kebenarannja lebih terletak di-tengah2. si penulis tahu, bahwa ia terikat pada djalannja sedjarah, tetapi tidak merasa bertanggungdjawab atas proses konkritnja, dalam mana peristiwa2 itu berlangsung, atau atas urut atas urut2an historis dari peristiwa2 itu. Baginja jang penting ialah garis2 besar dan peristiwa2 itu sendiri. Dari peristiwa2 itu ia memberikan tafsirannja sendiri, jang kadang2 dirumuskan setjara theoretis, tetapi sama, bahkan lebih sering diolahnja dan diungkapkannja dalam menjadjikan peristiwa2 itu, dalam urut2an penjusun kisahnja dan urut2an peristiwa itu satu sama lain, janglebih mentjerminkan pertimbangan2 theologis daripada historis. apabila mengenai hal2 serupa itu, maka djangalah kita menuntut dari si pengarang ketelitian, jang ia tidak pernah mau memberikannja, dan djangan mengukur dia dengan ukuran, jang tidak dipergunakan sendiri. Djanganlah ia dituduh membuat chajalan theologis, dimana ia tidak berchajal, tetapi menafsirkan kenjataan dengan dajaupaja, jang ada padanja, dan memberinja berbentuk. Banjak persoalan, jang dikemukakan orang, lalu akan lenjap, apabila kita menjelami pandangan si pengarang, jang dapat dipertanggungdjawabkan sepenuhnja.

Lalu kita dapat menerima, bahwa ia memprojektir kembali idam2an djemaah kultus Jahwe, jang didalam sedjarah itu, kemasa jang lampau, untuk menandaskan, bahwa umat Allah pada hakikatnja tak lain tak bukan itulah adanja. Maka ia dapat mempertalikan dengan Dawud serta masanja apa jang njatanja dalam sedjarah lainlah tempat dan masanja. Liturgi tidak dirajakan dan disusun dimasa Dawud seperti jang digambarkan si muwarich, namun demikian disitulah letaknja asal dan asas bagi perkembangan2 dikemudian hari. Apabila selandjutnja organisasi jang ideal dari djemaah kultus itu dipergandingkannja dengan beberapa radja, maka ia menjatakan dengan garis2 jang kentara, apa jang sesungguhnja ada didalamnja, meski tersembunji sekalipun. Apabila dari gambaran tentang Dawud dan Sulaiman didjauhkannja segala sesuatu, jang dapat memburukkan nama tokoh2 tsb., dan segala sesuatu jang menjangkut hidup perseorangannja, sehingga timbul suatu gambaran ideal,- jang sedjauh itu tidak mendjadi kenjataan dalam diri mereka, - maka si pengarang Tawarich mengetengahkan satu segi sadja dari tokoh2 tsb., jakni segi theologis, tempat jang sesungguhnja mereka duduki didalam rentjana keselamatan. Maka jang dilukiskannja bukannja radja jang njata didalam sedjarah, melainkan radja sebagaimana ia sesungguhnja ada didalam fungsinja. Radja2 jang saleh dibitjarakan dan dikisahkannja dengan pandjang-lebar, sebagai pembaharuan dan pemimpin djemaah kultus, meskipun mereka sesungguhnja sedikit banjak djuga mendjadi radja jang berhasil dalam bidang politik. Tetapi dengan menjadjikannja setjara demikian, si pengarang tidak menjangkal jang lain dapat diketahui para pembatjanja dari sumber lain, dan iapun tidak memburukkan bentuk gambaran mereka, tetapi menjoroti segi jang njata dari tokoh2 itu. Apabila setjara sistematis dalam keadaan2 tertentu nabi2 diketengahkan, mungkin ber-lebih2an atau lain daripada jang sesungguhnja terdjadi, maka dengan itu ia hendak hanja mengatakan, bahwa Jahwe dengan sesungguhnja telah bertjampurtangan didalam sedjarah, entah bagaimana itu terdjadinja in concreto. Keradjaan utara setjara sistematis didiamkan oleh si pengarang,k sesudah keradjaan itu murtad dari Jahwe. Bukannja karena keradjaan tsb. tidak penting lagi dan tidak lagi diberkati dan dibimbing Jahwe; tetapi si muwarich tahu, bahwa keradjaan tsb. achirnja tidak termasuk lagi djemaah Israil. dan dipandang dari sudut itu sungguh tidak penting adanja. Inilah jang dinjatakan; dan didalam keseluruhan sedjarah adalah ini suatu kebenaran, jang permulaannja terletak dalam perpisahan keradjaan kesepuluh sukubangsa itu. Melalui djalan jang sama djua dapat dimengertilah banjak hal lainnja, jang terdapat dalam kitab Tawarich dan jang merupakan suatu persoalan bagi manusia abad keduapuluh jang berhaluan hististoris itu.

Rasa historis si pengarang Tawarich tampak dalam kenjataan, bahwa ia mendasarkan kisahnja pada sumber2 jang berdokumentasi, kemana ia senantiasa menundjuk para pembatjanja. Inipun dilakukan oleh pengarang kitab Sjemuel dan Radja2; dan si muwarich mengambil-alihnja dari mereka. Tetapi ia melangkah lebih djauh dan menjebutkan sedjumlah besar sumber2, jang tidak terdapat didalam kitab2 lainnja. Ia memberi kesan, bahwa baginja tersedialah perpustakaan jang luas. Ia agaknja tidak takut historis dan pengawasan.

Sedjumlah besar djudul dikutip dalam kitabnja. Kisah Radja Dawud (I.27,24); Kitab radja2 Israil (I. 9,1;II. 20,34); Kisah radja2 Israil (II. 27,7;35,27;38,8,16,11;25,26;28,26;32,32); Hikajat Kitab radja2 (II. 24,27); Kisah Sjemuel, si pelihat (I. 29,29); Nubuat Ahia dari Sjilo (I. 9,20); Kisah Gad, si pelihat (I. 29,29); Penglihatan Jedo, si pelihat (II. 12,15); Hikayat nabi 'Ido (II. 13,12); Kisah Jehu bin Hanani (II. 20,34); Kisah 'Uzijahu jang ditulis oleh Jesaja (II. 26,22); Penglihatan Jesaja (II. 32,32); Kisah Hozai (II. 33,19); Lagu Ratap Jeremia (II. 35, 25). Apa jang presisnja dimaksudkan dengan djudul2 itu adalah djauh dari djelas. Bahkan tidak djelaslah apa itu sungguh mengenai beberapa dokumen tertulis atau mengenai kitab jang satu dan sama djua. Umumnja diterima, bahwa pastilah itu tidak mengenai kitab2 sutji kita (Sjamuel, Radja2), apabila disebutkannja kitab Radja2, kisah radja2 Israil dan Juda, teapi lebih mengenai sumber2, jang disebutkan didalam kitab2 itu sendiri djuga. Sebaliknja dokumen2 itu, djika sungguh dokumen2 adanja, sudah hilang semuanja. Tetapi ada pendapat lain, jang mengira dapat mempertahankan, bahwa djustru itu mengenai kitab2 sutji kita, Sjemuel dan Radja2. Kisah2 nabi tsb. kiranja menundjuk bagian kitab2 sutji kita, Sjemuel dan Radja2 dimana nabi2 tsb. memainkan peranan mereka. Tetapi tidak djarang terdjadilah, bahwa si pengarang mengatakan, telh menemukan berita tertentu didalam sumber itu, padahal didalam Sjemuel dan Radja2 tak terdapat djedjak satupun. Bahwasanja kutipan2 itu hanja soal bentuk kesusasteraan sadja, kiranja tidaklah mungkin, karena tidak dapat disangsikan djuga, bahwa si penulis menggunakan sumber2 jang banjak djumlahnja, sehingga karyanja untuk sebagian besar mirip sekumpulan dokumen, kendati tidak begitu djelas seperti Esr-Neh.

Bagaimanapun djuga pendapat orang tentang sumber2 jang dikutip si muwarich, namun pastilah sudah, bahwa ia menggunakan dengan leluasa kitab2 sutji jang kita kenal, jakni Sjemuel dan Radja2. Tidak djarang diturunkan hampir menurut huruf dan bahkan sedemikian rupa, hingga sukarlah diterima, bahwa itu hanja mengenai sumber bersama sadja. Didalam terdjemahan kami tiap2 kali kami tundjukkan ajat2 jang paralel dan didalam terdjemahan kami sendiri sedapat mungkin kami pelihara perbedaan maupun persamaannja. Perbedaan itu memang ada dan sering halus tjoraknja. Dalam memperbandingkan ke-dua2nja, dapatlah kita, dengan berpangkal pada gagasan2 besar si pengarang Tawarich serta maksudnja, amat sering menangkap sebab-musababnja perubahan2 itu, dan tidak perlulah mengandaikan adanja sumber bersama. Didalam memperbandingkan itu, kita dapat jduga merabakan rasa historis asasi si muwarich, dan kita mendapatkan dajaupaja pula, untuk mengetahui, bagaimana si penulis memperlakukan dan mengolah sumber2 lainnja.

Sebab disamping Sjemuel dan Radja2 itu, si penulis djuga menggunakan bahan2 lainnja. Mengenai silsilah2 itu ia bergatung dari teks2 kuno Perdjadjian Lama, jakni Kedjadian, pengungsian, Tjatjah Djiwa, dan Jesjua. Selanjutnja baginja tersedia pula dokumen2 silsilah jang bukan kitab sutji; itu disalinnja, tanpa kita ketahui asalnja. Pastilah sudah, bahwa bangsa2 rumpun2 Semit itu pada umunja dan bangsa Jahudi sesudah pembuangan pada chususnja sangat gemar akan silsilah mereka, jang sering agak di-buat2. Dapat pula dikirakan, bahwa si penulis Tawarich, dengan memakai bahan2 jang tersedia baginja, menjusun sendiri silsilah2 itu. Djuga daftar2 para levita, penjanji, pedjabat, jang banjak terdapat didalam kitabnja itu kiranja dikutip dari dokumen2 (arsip baitullah?) meskipun tidak mustahil pula, bahwa daftar2 itu kadang2 disusun si penulis Tawarich sendiri. Achirnja si Pengarang dapat menggunakan pula tradisi lisan, pun dari masa sebelum pembuangan dan jang dibawa pulang serta tjeritakan oleh orang2 jang pulang kenegerinja itu. Pada hakikatnja tradisi lisan sedemikian itu lebih sukar diperintji daripada dokumen2 tertulis.

Dengan adanja bahan jang bermacam-ragam itu dan dengan dibimbing asas2nja sendiri, si pengarang Tawarich menggubah suatu karya jang sama sekali baru. Karya tsb. menunjukkan kesatuan kedalam jang besar dalam hal djalan pikiran dan susunan umumnja. Karena itu tiada artinja, untuk bitjara tentara beberapa pengarang atau tentang redaksi jang ber-turut2. Banjaknja kedjanggalan didalam teks mengenai tatabahasa dan gajabahasa dan pemberitaan peristiwa2, jang kadang2 sukar ditjotjokkan satu sama lain, kesemuanja itu tjukup diterangkan oleh sumber2, jang dipakai si penulis tanpa banjak menghiraukan gandingannja satu sama lain dan keseimbangan antaranja. Meskipun boleh diperkirakan, bahwa belakangan disana sini disisipkan tambahan2, namun hal itu tidak dapat mengganggu kesatuan fundamental karya tsb.

Susunan karya itu lalu dalam garis besarnja agak terang dan harmonis. Pasal2 permulaan (I, 2 s/d 9) adalah sekumpulan silsilah dan nama2, jang tiadabanjak maknanja lagi bagi kita. Didalam daftar2 diberitakan ichtisar seluruh sedjarah mulai dari Adam sampai Dawud, dengan disana sini tjatatan anekdotis sadja. Bagan jang sama sudah digunakan pula dalam kitab Kedjadian (5-11) dan malahan dalam Perdjandjian Baru kita dapati pula dalam Indjil Mateus, jang dimulai dengan silsilah Kristus dan dalam Indjil Lukas (3,23-38), jang menempatkan sebuah silsilah, mulai dari Kristus naik sampai kepada Adam, sebelum hidup Kristus didepan umum. Didalam silsilah2 jang disadjikan si muwarich, kita diperkenalkan dengan bangsa terpilih, dalam mana para imam dan levita memainkan peranan jang amat penting, djustru karena djemaah kultus adanja. Daftar2 mana itu membawa kepada tokoh utama, jang mendjadi pusat seluruh kitab tsb., jakni Dawud.

Didalam pasal2 berikutnja (I, 10 s/d 29) dibitjarakan dengan pandjang-lebar tentang radja idam2an, Dawud, chususnja sebagai pendasar keradjaan theokratis, keradjaan Allah didunia serta djemaah kultus Jahwe. Sebagai wakil pemimpin Dawudlah jang memilih tempat bagi baitullah dna menjiapkan segala sesuatu untuk bangunan itu. Lagi ia mengorganisir peribadatan dengan segala segala sesuatu untuk bangunan itu. Lagi ia mengorganisir peribadatan dengan segala kemungkinannja. Puntjak bagian itu terletak dalam djandji Natan (17).

Bagian ketiga (II, 1s/d9) mengenai pelaksanaan rentjana itu oleh keturunan Dawud, Sulaiman, jang untuk itu mendapat kebidjaksanaan ilahi. Dengan dibangunnja dan ditahbiskannja baitullah itu, maka theokrasi mendapat pusatnja jang tetap dan djemaah itu mendapat susunannja jang lengkap. Berkah dan kesedjahteraan tidak tangguh lagi turunnja, malahan sudah dalam pemerintahan Sulaiman sendiri.

Kemudian dilukiskan sedjarah, keradjaan itu serta hal-ichwalnja, jang tiap-tiap kali mentjapai titik-puntjaknja didalam serentetan pembaharuan2 ibadat, jang dilaksanakan oleh radja2 jang terbaik dengan perkembangan jang semakin madju.

Baru dalam bagian keempat kitabnja (II, 10 s/d 27) datanglah keruntuhan karena terpetjahnja keradjaan mendjadi dua hal mana menjebabkan kesepuluh sukubangsa itu karena murtd lenjap dari perhatian. Beberapa radja Juda mengadakan tindakan2 pembaharuan, tetapi karena kesalahan2 mereka, mereka diserahkan kepada hukuman pembalasan menjeret djuga seluruh bangsa. Patut ditjatat, bahwa pemerintahan Rehabe'am (II. 1,10-12), Abia (13), Asa (14,16) dan Josjafat (17-20) sedjadjar djalannja. Mereka itu berdjasa bagi kultus dan baitullah, tetapi merekapun semua tidak berhasil mewudjudkan tjita2 itu. Kemudian datanglah keruntuhan besar dibawah pemerintahan Joram, Ahazjahu,'Ataljahu, jang pemerintahannja dilukiskan sangat singkat (II. 21-22). Setelah itu timbullah reaksi, jang disemangati oleh iman Jojada' dan dipimpin oleh muridnja, radja Joasj (23-24). Dibawh pemerintahan Amas-ja, 'Uzijahu dan Jotam masjarakat itu mengalami masa kesetengah2an (25-28).

Bagian kelima (II, 28 -36) chusus mengenai keruntuhan besar didalam pemerintahan Ahaz (28) dan pembaharuan besar dibawah pimpinan Hizkia (29-32), jangmeliputi segala lembaga jang penting dan mentjapai puntjaknja dalam perajaan Paska setjara meriah oleh segenap umat Jahwe. Ini berarti suatu kemadjuan jang besar dan njata bagi djemaah kultus itu. Kesalehan itu menjelamatkan radja dan rakjat dari Asjur jang datang menjerbu. Tetapi kemuliaan tsb. hanja berlangsung sebentar sadja. Dibawah Menasje dan Amon (33) masjarakat merosot menjadi kekafiran jang njaris lengkap, sehingga pemulihan tidak mungkin lagi. Usaha Josjijahu, jang sangat mirip Hizkia, betapapun baiklah maksudnja dan betapa tjemerlangnja lahirnja (34-35), tidak dapat menangkis mala-petaka itu. Dengan singkatan dilukiskannja achir tragis dibawah radja2 terachir, Jojakin dan Sedekia. Nada2 penutup, jang mungkin dikutip dari Esra-Nehemia, dalam mana dilukiskan suatu pembaharuan dan pemulihan lebih landjut, membuka harapan baru bagi masa jang akan datang seterusnja. Runtuhnja Juda tidak berarti ditariknja kembali djandji Jahwe dan bukan pula achir sedjarah.

Pesan tetap, jang disampaikan kitab Tawarich, terletak didalam gagasan2 besar, jang membimbing si pengarang. Ia pertjaja akan djandji Allah, jang diberikan kepada Dawud, dan pendapatnja tentang tjiri sebenarnja umat Allah sebagai djemaah kultus, menjadi penghantar sampai keambang pintu Perdjandjian Baru. si muwarich telah membangunkan pengharapan jang tak gojah akan masa jang akan datang, dan ia tidak diketjewakan. Seorang keturunan Dawud, Jesus Kristus, telah mendirikan djemaah kultus jang tetap, GeredjaNja, jang tetap hidup sampai achir djaman dan akan mentjapai kegenapan pada achir djaman itu. Nampak sadja keradjaan Allah sepandjang masa jang lama terikat pada bentuk-bentuk politis, tetapi sesungguhnja tidaklah demikian halnja, sebagaimana sudah dirasakan si pengarang Tawarich dan dirumuskan serta diwudjudkan oleh Jesus. Rentjana keselamatan Jahwe jang besar tentang umatNja, jang ditampirkan si pengarang dari sedjarah, tidak sia2 adanja, tetapi malahan mendjadi kenjataan jang belum pernah diduganja. Rentjama itu patut dihargakan dan mendesak manusia untuk bersjukur. si penulis Tawarich sungguh malahan meninggalkan peladjaran jang berharga kepada umat Kristen.

(0.12550232) (1Taw 15:1) (ende)

Dalam bagian ini -- jang tidak terdapat dalam II Sjem -- si pengarang sangat menekan peranan dan kepentingan kaum imam dan Levita -- pertama kalinja pengangkutan peti perdjandjian tidak djadi karena kaum Levita tidak ikut serta -- dan pengangkutan itu mendjadi sebangsa upatjara ibadah jang meriah. Dan ibadah ini adalah ibadah sebagaimana jang berlangsung pada djaman si pengarang. Tindakan2, jang disini diambil Dawud menurut si pengarang, mau menekan peranan radja itu sebagai pendiri ibadah Israil dikemudian hari. Seluruh Kitab Tawarich (mulai 1Ta 6-32) mengemukakan Dawud, bukannja sebagai kepala negara, melainkan sebagai pendiri ibadah, sehingga gambaran Dawud dalam Kitab Tawarich agak berbeda dengan gambarannja dalam Kitab Sjemuel. Bukannja, bahwa gambaran itu salah sama sekali, namun itu amat menjebelah. Sudut2 lain dari tokoh itu sudah diketahui para pembatja kitab Tawarich dari Kitab Sjemuel, sehingga tidak usah ditekan lagi. Sebenarnja pula bukan radja Dawud jang mengatur ibadah, sebagaimana jang digambarkan Kitab Tawarich, namun radja ini boleh dianggap sebagai asal-usulnja dikemudian hari. Sebab dia itu pentjipta negara jang makmur. Tetapi pada djaman itu agama sama sekali terikat pada negara, sehingga negara baru membutuhkan djuga ibadah baru dan jang gemilang. Maka itu dengan mentjiptakan negara, Dawudpun meletakkan dasar untuk ibadah baru. Suatu proses jang sama djuga sudah dikenakan dalam Kitab Taurat berkenan dengan Musa.

(0.12550232) (Mzm 109:1) (ende)

Dengan sangat hebat seorang (mungkin sakit Maz 109:22-24), jang dianiaja musuh2 jang tjedera (Maz 109:2-5), mengutuk mereka, meminta Jahwe, agar Ia menghukumnja (Maz 109:6-20). Hukuman ini dilukiskan dengan bahasa penghebat dan berdasarkan hukum pembalasan Perdjandjian Lama. Si pemohon tahu,bahwasanja se-mata2 Allah sanggup melaksanakannja (Maz 109:21,26-29) dan bila demikian djadinja, maka ia akan bersjukur dan memudji Jahwe (Maz 109:30-31). Lagu ini merupakan "mazmur pengutuk" jang paling hebat, paling kedjam dan jang paling pandjang dalam seluruh Kitab Mazmur (lih. Maz 95; 38:7-11; 69:23-29). Memang sikap sedemikian tiadalah sesuai dengan hukum tjinta Perdjandjian Baru. Tetapi pada masa sebelum Kristus mengadjar, kutuk2 sematjam ini dapat dimengerti. Dan lagu inipun menjatakan kepertjajaan orang kepada Allah dan keadilanNja, hingga toh penuh dengan rasa keigamaan jang sedjati. patut diperhatikan lagi, bahwa kutuk2 ini merupakan suatu kesusasteraan tertentu, jang pakai bahasa penghebat dan rumus2 jang kurang biasa.

(0.12550232) (Yes 7:14) (ende)

Kurang djelas apakah "alamat" itu. Biasanja dimengerti kelahiran anak dari seorang dara, jakni anak Ahaz sendiri, Hizkia. Tapi rupanja seluruh nubuat ini harus suatu antjaman, sedangkan kelahiran anak itu merupakan djandji keselamatan (nama Imanuel-Allah beserta dengan kita aj. 15-16)(Yes 7:15-16). Maka itu beberapa ahli memisahkan 14b-16(Yes 7:14-16) dari ikatan teks ini dan membuatnja mendjadi nubuat tersendiri. ajat 14a(Yes 7:14a) lalu diteruskan Yes 7:17-25. Ahli lain berpendapat, bahwa anak jang didjandjikan itu adalah anak Jesaja sendiri. Dara adalah wanita muda, entah isteri radja Ahaz, entah isteri Jesaja. Terdjemahan Junani menterdjemahkan kata ini dengan "prawan". (demikianpun terdjemahan Latin Vlg.) Si nabi mendjadikan keselamatan dengan perantaraan seorang anak (keturunan radja) dan anak itu merupakan hasil karya Jahwe. Keselamatan jang sesungguhnja disampaikan Allah dengan perantaraan anak dari seorang prawan, Maria. Demikian apa jang disini didjandjikan si nabi sama sekali kesampaian oleh kelahiran anak adjaib jang sesungguhnja "Imanuel", Allah beserta dengan kita. Itulah sebabnja maka Perdjandjian Baru menterapkan nubuat ini pada Jesus. Baru ketika itu djandji itu dipenuhi seluruhnja, lebih2 daripada apa jang dikirakan nabi Jesaja sendiri.



TIP #01: Selamat Datang di Antarmuka dan Sistem Belajar Alkitab SABDA™!! [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA