Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1721 - 1740 dari 1987 ayat untuk Maka (0.000 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.11) (Luk 2:8) (sh: Yang terendah untuk yang termulia (Minggu, 26 Desember 1999))
Yang terendah untuk yang termulia

Mengapa Lukas perlu menuliskan kejadian yang tercatat dalam perikop ini? Jawabannya terletak pada kata kunci di daerah itu (1). Kelahiran Yesus terjadi di tempat yang terpencil dan jauh dari keramaian orang. Untuk lebih memperkuat fakta itu dan meningkatkan kredibilitasnya (nama baik), maka berita itu perlu diteruskan kepada orang-orang yang berada dekat daerah itu dan masih "terjaga" secara penuh (tidak tidur atau baru bangun dari tidur). Orang-orang yang memenuhi kriteria tersebut adalah para gembala, yang ketika itu sedang menjaga kawanan ternak di daerah itu. Mereka yang merupakan sekelompok orang yang dianggap paling rendah dalam tatanan sosial pada waktu itu telah dipilih Allah untuk menjadi saksi atas peristiwa terbesar dalam sejarah manusia. Jadi, dengan demikian siapa pun kita, Allah dapat memakai-Nya untuk maksud mulia-Nya.

Respons yang lebih baik. Lukas menggambarkan kontradiksi yang indah antara respons kebanyakan orang dan Maria terhadap berita Injil. Lukas dengan indah menggunakan kata untuk mengkontraskan hal tersebut. Orang banyak memberikan respons yang spontan dan terheran-heran, sedangkan Maria merenungkannya. Banyak di antara kita sering mengungkapkan secara emosional dan spontan dalam meresponi suatu berita kesukaan. Namun biasanya ungkapan emosional itu akan cepat sirna karena tidak diikuti dengan perenungan. Keadaan ini akan mengurangi minat kita memahami karya besar Allah. Sudah semestinyalah minat tersebut berakar seperti yang diperlihatkan oleh Maria yaitu pengkontemplasian (perenungan) atas apa yang sudah Allah lakukan dan apa artinya bagi manusia.

Renungkan: Mengimani apa yang sudah Allah lakukan dalam kehidupan umat manusia secara umum dan dalam kehidupan kita secara khusus tidak dapat diimani hanya dengan mengutamakan perasaan. Menghayati dan memahami karya Allah yang Maha Besar melibatkan seluruh keberadaan kita: pikiran, pengetahuan, perbuatan, dan perkataan. Hidup yang mulia bukan karena kemampuan kita, tetapi karya Allah.

(0.11) (Luk 2:25) (sh: Yang dekat Allah, mengerti rencana Allah (Rabu, 31 Desember 2003))
Yang dekat Allah, mengerti rencana Allah

Kehadiran Yesus di Bait Allah, saat masih berusia sangat muda, ternyata sudah menimbulkan pengaruh besar. Ada dua orang tua bernama Simeon dan Hana, yang dihormati dan dikenal masyarakat Israel saat itu sebagai orang benar dan saleh, mengenali bayi Yesus sebagai Juruselamat Israel. Masing-masing dengan caranya sendiri merespons terhadap kehadiran bayi Yesus.

Simeon, seorang yang selain dikenal sebagai orang yang benar dan saleh juga disebut penuh Roh Kudus. Ia mendapatkan janji bahwa dirinya tidak akan mati sebelum melihat Mesias. Maka setelah ia melihat bayi Yesus, ia memuji Tuhan yang intinya adalah sukacita kepuasan karena diizinkan melihat dan mengenali Yesus. Ia juga menubuatkan bahwa Yesus bukan hanya Juruselamat bagi Israel tetapi bagi semua bangsa. Bahkan secara khusus ia mengatakan kepada Maria bahwa Yesus akan menimbulkan perpecahan di Israel. Hana, seorang nabiah, yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk beribadah, doa dan puasa, juga membicarakan akan karya Yesus sebagai Penyelamat umat.

Timbul pertanyaan menarik bagi kita: “Mengapa mereka bisa mengenali Yesus yang masih bayi itu sebagai Mesias dan pengharapan Israel? Kita menemukan jawaban yang menarik pula. Ada dua alasan yang secara jelas dipaparkan dalam bacaan kita: (ayat 1). Karena Roh Kudus menyatakan kebenaran ilahi itu kepada mereka (ayat 26); (ayat 2). Karena mereka memelihara kehidupan saleh dan dekat dengan Tuhan (ayat 25,37). Kedekatan mereka dengan Allah inilah yang menyebabkan mereka peka mendengar suara Roh Kudus yang menyatakan rencana Allah bagi bangsa mereka.

Renungkan: Zaman sekarang ini gereja Tuhan membutuhkan anak-anak Tuhan yang hidup dekat dengan Allah sehingga memiliki kepekaan terhadap isi hati Allah yang ingin diungkapkan-Nya lewat firman Tuhan. Andakah orangnya?

(0.11) (Luk 3:1) (sh: Pertobatan sejati (Jumat, 2 Januari 2004))
Pertobatan sejati

Zaman sekarang banyak orang yang mencari-cari pengalaman-pengalaman agamawi yang spektakuler. Kalau ada klaim pengalaman supranatural, pastilah banyak orang berbondong untuk menyaksikannya bahkan kalau boleh ikut mengalaminya. Apa motivasi mereka? Beragam. Ada yang sekadar ingin melihat sensasi. Ada yang memang haus akan hal-hal rohani. Namun, ada juga yang merasa dirinya memang berdosa, dan mencari cara untuk mendapatkan kelepasan.

Pelayanan Yohanes memang spektakuler. Dia dengan lantang memberitakan pertobatan sebelum Tuhan datang. Yohanes memanggil orang banyak untuk menyerahkan diri mereka kepada belas kasih Allah dan membiarkan diri mereka dibaptis sebagai tanda pertobatan. Namun Yohanes melihat kemunafikan orang banyak yang datang untuk bertobat. Mereka memberi diri dibaptis bukan untuk mendapatkan pengampunan dosa.

Itu sebabnya Yohanes menyebut mereka ular beludak. Ular beludak adalah sejenis ular berbisa yang terkenal menembus kandungan ibunya dengan memakannya. Ular beludak melambangkan kekejaman dan kekerasan hati orang banyak. Mereka tidak akan dapat menghindar dari hukuman Allah apabila tidak sungguh-sungguh bertobat (ayat 7).

Penghakiman Allah sungguh adil. Allah tidak pandang bulu. Tidak penting apakah mereka keturunan Abraham atau bukan. Yang penting adalah kalau mereka tidak sungguh-sunguh bertobat dan menghasilkan buah-buah pertobatan, maka mereka akan dihukum dengan keras (ayat 8-9).

Renungkan: Seharusnya kita memeriksa diri sebelum melanjutkan hari-hari di tahun baru yang masih terbentang luas di hadapan kita. Apakah kita sungguh-sungguh sudah bertobat dan meninggalkan dosa-dosa kita? Jangan sampai kita membawa murka dan penghukuman Allah masuk ke dalam tahun yang baru ini!

(0.11) (Luk 3:21) (sh: Intinya, siapa sih Yesus sebenarnya? (Senin, 30 Desember 2002))
Intinya, siapa sih Yesus sebenarnya?

Setelah penegasan Yohanes Pembaptis tentang kemesiasan Yesus, maka nas ini (serta nanti narasi tentang pencobaan Yesus) memberikan keterangan final tentang jati diri Yesus. Bagian ini menjadi pengantar bagi pembaca Injil Lukas sebelum mengikuti pelayanan Yesus, dari Galilea sampai ke Yudea, penyaliban dan kebangkitan-Nya. Bagian pertama adalah penegasan tentang status Yesus oleh Allah pada saat Ia dibaptis (ayat 21-22, Lukas sengaja tidak menyebutkan dengan jelas siapa yang membaptis Yesus untuk menekankan fakta ini). Yesus Kristus adalah Anak Allah yang dikasihi (ayat 22). Penyebutan ini ini juga merupakan penegasan ulang dari 2:49 yang memaparkan tentang hubungan khusus Bapa-Anak dengan Allah yang dimiliki Yesus.

Ada hal lain yang ingin ditegaskan Lukas. Melalui silsilah ini Lukas ingin memberikan beberapa penekanan khusus. Pertama, Lukas merinci silsilahnya dengan urutan terbalik. Pemaparan terbalik ini dimaksudkan Lukas untuk memfokuskan pikiran pembaca tentang dari mana Kristus berasal. Kedua, Lukas sengaja menelusuri silsilah Yesus, tidak hingga ke Abraham saja, tetapi juga hingga ke awal penciptaan, dari Allah sendiri yang menciptakan Adam (ayat 38). Ini bermakna, Lukas tidak hanya ingin menekankan keyahudian Yesus, tetapi juga fakta bahwa Kristus adalah anak Adam, bagian dari umat manusia secara umum (ayat 38). Ketiga, dari penempatan silsilah yang tidak di permulaan Injilnya, tetapi antara peristiwa pembaptisan dan pencobaan, Lukas ingin memberikan penegasan atas identitas Yesus Kristus; siapakah Dia yang dicobai Iblis lalu memulai pelayanan-Nya itu? Dia adalah Anak Allah, tetapi juga manusia sejati. Kedua fakta ini akan menjadi batu sandungan bagi sebagian orang, tetapi juga dasar dari kabar baik tentang anugerah Allah yang membawa sukacita. Termasuk dalam golongan manakah Anda sekarang?

Renungkan:
"Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran" (Yoh. 1:14).

(0.11) (Luk 4:1) (sh: Melawan pencobaan (Senin, 5 Januari 2004))
Melawan pencobaan

Waktu Adam dan Hawa dicobai, mereka berada dalam kelimpahan dan kenyamanan hidup. Semua yang mereka butuhkan tersedia. Bahkan Allah senantiasa hadir menyertai mereka. Tetapi dalam keadaan serba tersedia, mereka tidak mampu menolak godaan Iblis, sehingga mereka berdosa. Bandingkan keadaan tersebut dengan Tuhan Yesus pada waktu Ia dicobai. Selama empat puluh hari lamanya Yesus berada di padang gurun yang kering dan panas. Tidak makan, sehingga Ia pasti sangat lapar. Dalam keadaan demikian Iblis datang mencobai Yesus.

Pencobaan pertama Iblis berkenaan dengan kuasa (ayat 2-4). Ia menantang Yesus untuk mengubah batu menjadi roti. Mudah bagi Yesus untuk melakukannya, tetapi Yesus tahu bahwa kehadiran-Nya di dunia ini adalah dalam rangka ketaatan kepada Bapa.

Pencobaan kedua Iblis mengenai perbudakan materi (ayat 5-8). Iblis menawarkan suatu keadaan yang “berkecukupan” kepada Yesus asalkan Yesus mau menyembah dia. Yesus menolak kerajaan dunia yang berlimpah-limpah harta kemewahan dan kekuasaan karena dunia ini milik Allah, bukan milik Iblis. Lagipula Yesus mengetahui bahwa jalan Allah adalah melalui ketaatan kepada kehendak Allah.

Pencobaan ketiga mengenai “mencobai” Tuhan (ayat 4-12). Iblis memutarbalikkan firman Tuhan yang dikutipnya dari Mazmur 91:11,12 yang menyatakan bahwa Allah menjanjikan pemeliharaan atas hamba-Nya. Mencobai Tuhan artinya menuntut bukti dari Tuhan untuk dapat percaya. Hal itu sama saja dengan tidak mempercayai Tuhan.

Iblis mencobai Yesus. Oleh karena Yesus tetap pada pendirian-Nya yaitu setia pada panggilan-Nya, maka iblis mengundurkan diri sesaat.

Renungkan: Pencobaan-pencobaan seperti ini akan kita hadapi. Untuk menang terhadapnya kita harus memahami rencana Tuhan atas hidup kita, dan memiliki kemantapan akan tujuan hidup kita.

(0.11) (Luk 5:1) (sh: Dijala sebelum menjadi penjala (Sabtu, 10 Januari 2004))
Dijala sebelum menjadi penjala

Pola rekruitmen yang paling sering dipakai karena terbukti keberhasilannya adalah brainwashing (=cuci otak). Seseorang akan dicekoki dengan ideologi tertentu. Biasanya orang tersebut akan menjadi fanatik, membabi buta dalam mempertahankan apa yang satu-satunya ia miliki. Namun, pola rekuritmen ini memiliki kelemahan mendasar, yaitu, hanya menghasilkan robot-robot tanpa hati nurani.

Ketika Yesus bermaksud menjadikan Petrus dan rekan-rekannya penjala manusia, Dia tidak menggunakan cara brainwashing. Tuhan Yesus memperkenalkan diri-Nya secara tidak frontal, karena Yesus mengikuti pola nalar Petrus sendiri. Petrus merasa dirinya paling tahu bagaimana dan kapan mencari ikan. Ia tahu dari pengalaman bernelayan bahwa ikan-ikan tidak akan muncul pada siang hari. Apalagi mungkin sekali saat itu musim ikan sudah selesai karena semalaman mencari ikan hasilnya nihil. Nalar Petrus mengatakan permintaan Tuhan Yesus untuk menjala ikan di siang hari adalah tidak masuk akal (ayat 5).

Hanya karena rasa hormat Petrus menebarkan jala. Akan tetapi, justru saat itu juga ikan-ikan memenuhi jalanya. Nalar Petrus bekerja keras. Hal yang tidak masuk akal terjadi. Itu hanya bisa berarti satu hal, yaitu Tuhan Yesus bukan guru biasa. Tuhan Yesus pasti berasal dari Allah. Maka Petrus pun tersungkur di kaki Yesus.

Dihadapkan kepada pengenalan akan keTuhanan Yesus, Petrus menyadari diri orang berdosa (ayat 8). Namun, justru pengenalan diri itu merupakan langkah maju untuk dirinya dapat dikuduskan Tuhan dan kemudian dipakai-Nya.

Renungkan: Sebelum Anda dipakai-Nya menjadi penjala manusia, Anda harus terlebih dahulu mengenal dan mengakui Yesus sebagai Tuhanmu.

(0.11) (Luk 5:27) (sh: Sang pembaharu memperbaharui total (Kamis, 6 Januari 2000))
Sang pembaharu memperbaharui total

Segala macam bentuk kejahatan semakin merajalela: kerusuhan, penjarahan, pembunuhan, pelecehan seksual, penyalahgunaan hukum, penindasan hal orang lain, ketidakadilan dlsb., terjadi di mana-mana, hampir disetiap kota di Indonesia. Berbicara masalah pembaharuan di tengah kondisi seperti ini tampaknya hanyalah impian belaka. Bila memungkinkan terjadinya pembaharuan di tengah kondisi seperti ini tampaknya hanyalah impian belaka. Bila memungkinkan terjadinya pembaharuan, harus dimulai darimana, dan bagaimana caranya, dan siapa yang berinisiatif, dan .? Mungkin akan muncul beragam pertanyaan lainnya. Sikap dan tindakan Yesus, Sang Pembaharu hidup merupakan jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan ini.

Lewi Dianggap "buruk" dalam pandangan umum, karena jabatannya sebagai pemungut cukai. Kesan kebanyakan orang sepertinya mengisolir Lewi dari kehidupan sosialisasinya. Maka mereka menyingkiri sikap Yesus yang menerima undangan Lewi untuk singgah ke rumahnya dan makan sehidangan dengannya dan para pemungut cukai lainnya. Di awal pertemuan Yesus dan Lewi, Ia mengajak Lewi untuk mengikuti Dia, dan Lewi memberikan respons yang positif dan total. Lewi tidak berlambat-lambat mempertimbangkan tawaran-Nya, ia segera meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Yesus.

Sikap orang banyak sangat kontras dengan sikap Yesus terhadap Lewi. Orang banyak menganggap Lewi sebagai manusia kelas dua, mereka sama sekali tidak mau bergaul dengan Lewi. Sebaliknya Yesus menyambut Lewi tanpa membedakan status sosial. Orang banyak menganggap bahwa Lewi tidak mungkin memiliki status yang sama dengan mereka. Yesus memulihkan status Lewi dari "orang sakit" menjadi "orang sehat", dari status direndahkan menjadi status sama dengan yang lain. Yesus, Sang Pembaharu mampu mengadakan pembaharuan total dalam diri Lewi. Pembaharuan yang dilakukan Yesus dalam diri Lewi berakar dari pembaharuan, pusat kehidupan manusia.

Renungkan: Masyarakat Indonesia membutuhkan pembaharuan total: pengentasan kemiskinan, pemulihan status sosial, penegakkan hukum dan keadilan, jaminan keamanan, berpendapat, kebebasan beragama, pemimpin-pemimpin yang berjiwa revolusioner dengan visi jelas, dlsb. Berdoa dan berkaryalah bagi perwujudan pembaharuan-Nya di tengah masyarakat Indonesia ini!

(0.11) (Luk 6:1) (sh: Sabat untuk manusia (Kamis, 15 Januari 2004))
Sabat untuk manusia

Banyak orang yang sangat terikat kepada tahayul. Salah satunya mengenai hari. Misal, pada hari tertentu, seseorang tidak boleh mengenakan pakaian warna tertentu, berbahaya. Kalau dilanggar bisa terkena bencana.

Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat juga terikat kepada aturan Sabat. Mereka percaya bahwa aturan Sabat adalah segala-galanya. Keyakinan ini didasarkan pada peraturan Taurat di Perjanjian Lama yang mengatur kehidupan umat Israel dimana Sabat dijadikan hari peristirahatan dan hari ibadah mereka kepada Allah. Namun dalam perkembangan selanjutnya, pemimpin-pemimpin agama Yahudi ini menjadikan hari Sabat sekadar peraturan yang harus ditaati tanpa tujuan dan makna yang jelas.

Yesus tidak menentang peraturan hari Sabat. Namun, Yesus menegaskan bahwa hari Sabat itu diberikan Allah kepada manusia untuk kebutuhan manusia yaitu kebutuhan untuk beristirahat, untuk beribadah, dan untuk bersekutu dengan Allah. Itulah inti hari Sabat. Itu sebabnya, ketika para murid lapar pada hari Sabat, mereka menggisar gandum supaya bisa memakan bulir-bulirnya (ayat 1). Mereka tidak melanggar hari Sabat karena yang mereka lakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan mereka saat itu. Contoh masa lampaunya adalah Daud dan pengikutnya yang makan dari roti sajian. Itu juga sebabnya mengapa Yesus menyembuhkan orang yang mati tangan kanannya pada hari Sabat, karena Sabat untuk manusia, dan di situ ada manusia yang memerlukan pertolongan (ayat 9-10).

Dasar lain adalah ‘Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat’ (ayat 5). Jadi, bukan peraturan itu sendiri yang mengikat mati, tetapi Tuhan yang menciptakan Sabatlah yang menjadi patokannya. Oleh sebab Tuhan sang empunya Sabat berbuat baik pada hari Sabat, maka ‘karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat’ (Mat. 12:12b).

Renungkan: Semua hari Tuhan ciptakan untuk kebaikan kita. Hari Minggu Tuhan ciptakan agar kita memuliakan dan menikmati Dia!

(0.11) (Luk 7:18) (sh: Keraguan-pertanyaan-jawaban (Kamis, 22 Januari 2004))
Keraguan-pertanyaan-jawaban

Ketika kita melihat seseorang dan diberitahu bahwa dia adalah seorang direktur sebuah perusahaan, maka respons kita bisa percaya atau tidak.

Ketika Yohanes mendengar bahwa apa yang dilakukan oleh Yesus tidak seperti apa yang Yohanes beritakan dalam Lukas 3:15-17, Yohanes meragukan apakah Yesus adalah Mesias yang dinanti-nantikan Israel. Jika Yesus benar adalah Mesias, mengapa tidak ada pembebasan bagi bangsa Israel yang sedang dijajah oleh Romawi, dan juga bagi dirinya yang sedang dalam penjara? Mengapa yang Yesus lakukan hanya menyembuhkan dan mengusir roh jahat? Keraguan Yohanes ini muncul karena konsep Mesias (yang orang Israel miliki dan dia mengerti) adalah Mesias yang memiliki suatu kekuatan dan kuasa yang luar biasa untuk membebaskan mereka dari penjajahan Romawi. Oleh karena itu Yohanes bertanya kepada Yesus melalui 2 orang muridnya, “Engkaukah yang akan datang itu ataukah kami harus menantikan seorang yang lain?” (ayat 19).

Yesus menjawab pertanyaan itu dengan fakta dan kalimat. Secara fakta Yesus sedang menyembuhkan banyak orang dari penyakit, penderitaan dan mengusir roh-roh jahat (ayat 21). Lalu, Yesus mengkalimatkan apa yang sedang Ia perbuat. “buta melihat; lumpuh berjalan; kusta tahir; tuli mendengar; mati dibangkitkan”(ayat 22). Jawaban Yesus dalam ayat 22 ini, mengacu kepada apa yang diberitakan oleh Yesaya 35:5, bahwa tanda-tanda kesembuhan merupakan suatu tanda dari hadirnya Mesias dalam dunia ini. Jawaban Yesus tidak menyalahkan Yohanes atas keragu-raguannya. Jawaban Yesus justru menguatkan iman Yohanes dan mengkonfirmasikan siapa diri-Nya yang sesunguhnya, Mesias Anak Allah.

Renungkan: Tuhan tidak pernah memberikan jawaban yang mengecewakan anak-anaknya yang bertanya kepada-Nya bahkan dalam kondisi yang krisis seperti Yohanes, Tuhan tidak memberikan jawaban yang mengecewakan. Puji Tuhan.

(0.11) (Luk 8:16) (sh: Mendengar, berakar, dan berbuah (Senin, 17 Januari 2000))
Mendengar, berakar, dan berbuah

Setiap Kristen yang menyambut dengan kesungguhan hati, menaati, dan memberlakukan kebenaran firman Tuhan dalam hidupnya menunjukkan dua hal. Pertama, orang tersebut telah mengalami pembaharuan total dari Tuhan Yesus. Kedua, kebenaran yang telah tertanam dalam dirinya akan berakar, bertumbuh dan menghasilkan buah. Konsekuensi Kristen yang telah mengalami kedua hal ini ialah buah kebenaran karena perubahan hidupnya secara total itu pula ia juga dapat mempengaruhi kehidupan orang lain.

Untuk menjelaskan ini, Yesus mengibaratkan buah kebenaran itu dengan pelita yang menyala. Mengapa pelita? Sesuai sifat dan fungsinya, maka cahaya dari pelita yang menyala itu akan menerangi lingkungan tempatnya berada. Artinya, cahaya itu tidak hanya telah mengubah gelap menjadi terang, yang tak nampak menjadi nampak, tetapi juga menelanjangi keburukkan setiap orang yang hidup dalam kegelapan. Inilah keadaan yang harus dinyatakan dan diubahkan. Dan ini pulalah tugas Kristen di mana pun ia berada. Lingkungan masyarakat, saudara dan teman harus merasakan pengaruh yang mengubahkan dan mendatangkan kebaikan.

Tidak semua Kristen yang tingkah dan gaya hidupnya memancarkan terang di lingkungan tempatnya berada. Bahkan banyak Kristen yang sudah mendengar kebenaran firman Tuhan, tetapi tidak mau melakukannya, seperti saudara-saudara Yesus. Mereka beranggapan bahwa pengajaran-pengajaran Yesus itu bukan untuk mereka tetapi untuk umat. Anggapan ini didasarkan pada kedekatan hubungan dengan Yesus. Tetapi Yesus sendiri mengecam anggapan itu, sebab menurut Dia hanya orang-orang yang mendengar dan melakukan firman Tuhan dalam hidup yang menjadi saudara-saudara-Nya. banyak Kristen merasa telah mengenal Yesus Kristus hanya dengan mengaku dan mendengarkan firman Tuhan. Akan tetapi percaya itu tidak direalisasikan dalam hidup dan dirasakan oleh orang lain secara nyata, akan menjadi sia-sia.

Renungkan: Bila Kristen hanya mendengar firman tetapi tidak melakukan ia akan cenderung menutupi dan mungkin menyangkali imannya, saat berada di tengah-tengah mereka yang tidak seiman. Sebenarnya sikap demikian tidak mungkin terjadi bila Kristen memiliki keyakinan iman yang hidup.

(0.11) (Luk 9:8) (sh: Awas! 'Egois Rohani'. (Senin, 6 Maret 2000))
Awas! 'Egois Rohani'. /h5>

Sifat egois nampaknya sulit dipisahkan dari kehidupan manusia. Yang lebih menyedihkan, sifat ini    ternyata juga dapat melanda kehidupan kerohanian. Yang penting    aku sudah menerima keselamatan pribadi, yang penting aku sudah    mengembangkan persekutuan pribadi dengan Dia, yang penting    pengetahuanku akan kebenaran-Nya semakin bertumbuh; tidak peduli    dengan Kristen lainnya apalagi dengan non-Kristen.

Keegoisan rohani juga nampak dalam respons Petrus ketika ia    menyaksikan Yesus dimuliakan di atas gunung. Secara spontan ia    menyatakan bahwa ia ingin mendirikan tiga kemah untuk Yesus,    Musa, dan Elia, supaya mereka tidak pergi sehingga Petrus dapat    terus mempunyai pengalaman rohani yang luar biasa secara    pribadi.

Petrus mendapatkan suatu pencerahan untuk memahami misteri    puncak kehidupan manusia, khususnya tentang masa depan manusia    setelah kematian dan peran Yesus di dalam seluruh misteri    tersebut. Hadirnya Musa dan Elia memberikan keyakinan kepada    Petrus bahwa ada "dunia lain" atau "kerajaan kekal". Dunia lain    ini bukanlah sekadar masa depan, namun hadir bersamaan dengan    dunia kita sekarang. Kristus mempunyai 'akses' untuk masuk ke    dalam dunia yang lain. Dan dalam dunia lain ini, waktu dan    perubahan zaman tidak memberikan pengaruh. Ini terbukti dari    hadirnya Musa dan Elia pada saat bersamaan, padahal mereka hidup    dalam abad yang jauh berbeda.

Petrus semakin diperteguh imannya tentang misi Yesus yaitu    mempersembahkan korban penghapus dosa melalui diri-Nya sendiri.    Musa dan Elia mempunyai peran yang sama yaitu melepaskan umat    Allah dari jajahan bangsa lain maupun allah lain, melalui    persembahan korban. Petrus terlalu asyik dengan pengalaman    rohani yang luar biasa ini, sehingga ia lupa akan tugas dan    tanggung jawabnya sebagai murid Tuhan Yesus. Maka setelah    peristiwa itu, Allah memberikan perintah agar mereka mendengar    Yesus. Pengalaman ini berfungsi mempertegas siapa Yesus dan apa    tugas seorang murid Tuhan Yesus.

Renungkan: Kita pun harus mendengarkan dan melakukan apa yang    pernah Yesus ajarkan secara nyata bagi masyarakat. Korban    persembahan yang Yesus lakukan bukan untuk konsumsi pribadi    Kristen, namun seluruh umat manusia.

(0.11) (Luk 9:18) (sh: Pengakuan dari pengenalan yang benar (Minggu, 23 Januari 2000))
Pengakuan dari pengenalan yang benar

Pertanyaan: "Siapakah Yesus?" tak pernah pupus di sepanjang sejarah era-mesianik. Berbagai asumsi orang tentang Yesus muncul dari kalangan rakyat sampai raja Herodes. Yesus perlu mempertegas pengenalan murid-murid tentang siapa Dia. Yesus bertanya: "Siapakah Aku ini?". Bukan menurut pendapat orang banyak tetapi menurut diri mereka sendiri. Petrus menjawab: "Mesias dari Allah".

Beberapa pengenalan akan Yesus dari orang banyak: Yesus dari Nazaret anak tukang kayu Yusuf, Rabi yang mengajarkan Kerajaan Allah, Penyembuh penyakit, dan Pengusir Setan. Maka mereka berpendapat bahwa Yesus mungkin Yohanes Pembaptis atau nabi Elia yang bangkit. Sama sekali tak ada dalam benak mereka bahwa Yesus adalah Mesias Karena gambaran Mesias yang diharapkan bangsa Yahudi adalah raja yang akan menjadi pembebas dari penjajahan bangsa Roma, raja yang agung dan perkasa. Sedang Yesus, sama sekali tidak menampakkan sifat rajawi-Nya. Pengakuan Petrus dan murid-murid tidak perlu disebarluaskan. Hal ini menjaga terjadinya salah paham dari orang-orang Yahudi tentang Kemesiasan Yesus.

Pengakuan ini amat penting. Yesus adalah nama pribadi, sedangkan Mesias (Kristus) adalah gelar-Nya. Mesias berarti yang diurapi untuk menyelamatkan manusia, bukan hanya dari penderitaan jasmani tetapi dari dosa dan maut. Sepanjang hidup-Nya di dunia Yesus tak dikenal sebagai Mesias yang sudah dinantikan berabad-abad. Kemesiasan-Nya menjadi jelas setelah kematian, kebangkitan, dan kenaikan-Nya ke sorga. Namun bagi murid-murid pengenalan ini amat penting. Sebab menjadi pengikut Yesus tanpa memiliki pengenalan pribadi yang jelas akan mudah terpengaruh oleh pendapat dan pandangan orang banyak yang jelas-jelas salah.

Renungkan: Pengakuan Petrus akan Kemesiasan Yesus lahir karena pengenalannya akan Dia. Pengenalan yang benar melahirkan pengakuan yang benar pula.

(0.11) (Luk 11:1) (sh: Belajar berdoa dari Yesus (Rabu, 18 Februari 2004))
Belajar berdoa dari Yesus

Yang melatarbelakangi permohonan para murid agar Yesus mengajar mereka berdoa adalah tindakan Yesus. Yesus berdoa. Mereka lalu meminta agar Yesus mengajarkan mereka berdoa (ayat 1). Ini penting untuk kita perhatikan. Ada apakah dengan doa atau kehidupan doa Yesus sehingga mereka terdorong untuk belajar hal berdoa dari-Nya? Tentu ada hal yang sangat menarik dari yang mereka lihat tentang Yesus yang berdoa, sehingga para murid meminta diajar berdoa. Hanya doa yang hidup di dalam mana kemesraan hubungan terpancar yang mampu membuat orang lain tertarik untuk berdoa. Sebenarnya doa tidak dapat dipelajari seperti orang belajar ilmu. Doa juga bukan suatu metode yang dapat dikuasai melalui banyak latihan. Doa adalah hubungan dengan Allah yang bertumbuh makin mesra sehingga menjadi sesuatu yang hidup. Itu sebabnya Yesus mengajar para murid-Nya agar doa dimulai dengan menyapa Allah sebagai Bapa (ayat 2). Justru karena Yesuslah kita boleh mengenal dan menyapa Allah sebagai Bapa. Karena sang Putra adalah uluran tangan Bapa menyambut kita maka kita menghayati hubungan anak-Bapa dengan Allah di surga.

Doa yang benar tidak bersemangatkan pementingan diri sendiri. Seperti halnya semua hubungan atau percakapan yang sehat menaruh perhatian pada semua pihak yang bercakap, demikian pun seharusnya isi doa. Itu sebabnya doa yang Yesus ajarkan ini memberi perhatian baik kepada kepentingan Allah (ayat 2) maupun kepada kepentingan kita (ayat 3-4). Kepentingan Allah didahulukan bukan karena kepentingan kita tidak penting, tetapi justru supaya kita menyadari betapa besar kasih dan perhatian Bapa kepada kita. Prinsip dan kerangka pemikiran doa yang Yesus ajarkan ini patut membentuk pula kehidupan doa kita. Ingatlah bahwa bila Yesus berkenan mengajar kita berdoa, pasti Bapa berkenan menyambut doa kita.

Renungkan: Tanda pertama bahwa kita dalam hubungan erat dengan Allah adalah hidup dalam doa.

(0.11) (Luk 11:5) (sh: Bapa yang baik (Kamis, 19 Februari 2004))
Bapa yang baik

Perasaan dan anggapan berikut ini sangat boleh jadi membuat kita tidak mempraktikkan doa. Allah terlalu besar, mulia, jauh dari kita yang kecil dengan segala masalah kehidupan yang sepele. Allah tidak merasakan pergumulan manusia sebab sebagai Allah Ia tidak mungkin mengenal apalagi merasakan segala masalah kita. Allah sempurna adanya, tidak mungkin Ia mengurangi kesempurnaan-Nya dengan ikut campur memperhatikan segala urusan kita yang bersumber dari segala kekurangan dan dosa kita. Allah sudah menciptakan kita dengan potensi untuk bertumbuh sendiri tanpa harus lagi melibatkan Dia.

Yesus menolak anggapan dan kesan salah tadi. Sebaliknya dari menolak untuk terlibat, justru kebesaran Allah berarti kebesaran hati-Nya untuk memperhatikan manusia serendah apapun dengan problem dan kebutuhan sepele bagaimanapun. Di dalam hubungan persahabatan kita, meminta tolong dan memberi tolong adalah hal yang lumrah (ayat 5-8). Itu tidak dirasakan sebagai hal mengganggu Sebabnya hanya satu: karena mereka memiliki hubungan persahabatan. Lebih lagi jika hal tersebut terjadi di dalam hubungan bapak-anak (ayat 9-11).

Tidak ada bapak yang tidak sayang kepada anak-anaknya sendiri dan tidak memberi perhatian khusus. Karena itu, tidak ada anak mana pun yang menjauhi bapanya bila anak itu memerlukannya. Ini hanya gambaran tak sempurna bagi yang jauh lebih indah akan kita alami di dalam hubungan akrab kita dengan Allah dalam doa.

“Oleh karena itu,” ujar Yesus, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; … Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (ayat 9,13).

Renungkan: Semakin kita menyadari bahwa kita adalah anak-anak dari Bapa yang baik di surga, semakin kita akan mendoakan hal-hal utama yang Allah rencanakan untuk hidup kita.

(0.11) (Luk 13:22) (sh: Waktu penyelamatan yang sempit (Selasa, 2 Maret 2004))
Waktu penyelamatan yang sempit

"Orang modern terkenal dengan kesibukan dan jadwal yang padat. Sampai-sampai mereka tidak memiliki waktu untuk menunda pekerjaan. Akan tetapi, untuk hal rohani, justru kebalikannya". Apakah pernyataan ini dapat dibenarkan? Inilah tantangan buat kita, orang-orang Kristen yang hidup pada zaman modern sekarang ini. Kesempatan untuk mendapatkan keselamatan tidak selalu ada, dan kita juga tidak mengetahui kapan kesempatan itu berakhir.

Atas pertanyaan mengenai jumlah orang yang diselamatkan, Yesus menjawab justru dengan menyingkapkan urgensi waktu. Pintu sempit menyebabkan orang harus berjuang dan berdesak-desakan dengan orang lain untuk memasukinya. Jangan menunda-nunda mengambil keputusan.

Sikap menunda orang Yahudi disebabkan oleh keyakinan bahwa mereka sudah pasti akan masuk Kerajaan Allah, sehingga tidak merasa urgensinya untuk mengambil keputusan. Padahal, Yesus berkata, "Aku tidak tahu dari mana kamu datang." Mereka tidak dikenal Yesus oleh karena mereka tidak memilih untuk mengenal Dia. Oleh sebab itu banyak kejutan akan terjadi. Orang yang menyangka akan masuk ke Kerajaan Allah justru ditolak, sedangkan orang-orang yang mereka cap kafir tetapi memiliki Yesus akan menikmatinya bersama dengan para orang saleh Perjanjian Lama (ayat 28-30).

Yesus sendiri menyadari urgensi di dalam pelayanan-Nya. Ia berkata, hari ini dan esok adalah untuk melayani, karena hari ketiga Dia harus mati untuk menyelamatkan umat manusia (ayat 32-33). Yesus menangisi Yerusalem yang menolak untuk menerima dan percaya kepada-Nya. Maka mereka hanya akan menyaksikan peristiwa salib tanpa dapat menikmati khasiatnya.

Untuk dilakukan: Bila Anda belum atau tidak merasa perlu mengambil keputusan mengenai keselamatan Anda, sekaranglah saat yang tepat.

(0.11) (Luk 14:1) (sh: Kemunafikan: racun kehidupan (Rabu, 3 Maret 2004))
Kemunafikan: racun kehidupan

Orang munafik selalu merasa lebih baik daripada orang lain. Perasaan demikian muncul karena status, prestise, atau juga prestasi yang dilebih-lebihkan. Perasaan pede yang berlebihan ini mengakibatkan mereka lalai untuk memeriksa diri apakah tindakan mereka sesuai dengan status; prestasi mereka sepadan dengan prestise. Mereka juga akan cenderung curiga dan menganggap orang lain yang berhasil sebagai musuh atau saingan.

Sekali lagi Yesus mengkonfrontir orang-orang Farisi dengan kemunafikan mereka (ayat 3), mereka bungkam tidak bisa membantahnya (ayat 6). Sabat adalah larangan bagi orang lain, tetapi mereka akan selalu mencari alasan untuk membenarkan diri ketika melanggarnya. Ketidakpekaan terhadap orang lain selain membuat mereka tidak peduli pada orang lain, juga membuat akal sehat mereka tumpul. Yesus menunjukkan bagaimana orang sedemikian akan dipermalukan melalui perumpamaan pesta perkawinan (ayat 7-11). Kerendahan hati adalah kata kuncinya! Rendah hati berarti mengenali diri sendiri dan posisinya secara tepat, baik di mata Allah, maupun di hadapan orang lain.

Akhirnya, Yesus juga mengingatkan agar kemunafikan diganti dengan sikap peduli kepada orang lain. Orang munafik cenderung memilih-milih orang untuk dijadikan teman bergaul; pergaulan mereka dilakukan bukan atas dasar kemanusiaan, tetapi atas dasar prestise. Maka, perumpamaan di 12-14 ini sangat tepat untuk menyindir orang-orang munafik. Pergaulan sedemikian tidak menjadi berkat, baik bagi orang yang diundang maupun bagi diri sendiri. Sebaliknya orang yang kemanusiaannya tinggi bergaul dengan tidak memandang golongan, prestise sebagai alat ukur untuk orang lain.

Renungkan: Kemunafikan adalah racun kehidupan yang lambat tetapi pasti akan menghancurkan hidup, prestise, dan prestasimu.

(0.11) (Luk 14:15) (sh: Kemunafikan menghalangi berkat (Kamis, 4 Maret 2004))
Kemunafikan menghalangi berkat

Melalui pendekatan kisah Lukas pada perikop ini, kita mendapatkan gambaran tentang ciri-ciri orang munafik. Di antaranya adalah mereka cepat puas diri. Selalu menganggap bahwa diri mereka cukup baik sehingga tidak pernah atau mau berpikir untuk mengevaluasi diri dan prioritas-prioritasnya dan menganggap bahwa setiap keputusan yang mereka ambil selalu tepat.

Di rumah orang Farisi yang mengundang Yesus, seorang tamu berseru, "Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah." Namun, segera Yesus menjawab dengan perumpamaan, yang intinya adalah tidak semua orang yang diundang akan dapat menikmati jamuan makan itu (ayat 16-23). Apa yang Tuhan Yesus maksudkan dengan perumpamaan ini? Pada masa itu bila seseorang mengadakan perjamuan besar dan mengundang tamu-tamu, maka pada hari H-nya tamu-tamu yang bersedia hadir akan dijemput oleh pelayan-pelayan dari tuan yang punya hajatan. Namun, ada tamu-tamu yang semula bersedia hadir ternyata membatalkan keinginan mereka untuk hadir karena ada keperluan lain yang mendesak yang dianggap lebih penting (ayat 18-20).

Melalui perumpamaan ini tersirat bahwa Yesus mengecam mereka yang pada saat-saat terakhir menolak untuk hadir. Sikap inilah yang Yesus maksudkan sebagai sifat munafik. Mereka puas karena diri mereka dianggap penting oleh orang lain sehingga diundang, tetapi mereka tidak mampu memberikan prioritas lebih lanjut atas kehormatan itu. Mereka memilih melakukan sesuatu bukan untuk kepentingan orang lain, tetapi untuk kepentingan diri sendiri, tanpa memperhitungkan akibat penolakan mereka bagi si pengundang.

Camkanlah!: Jika kita menganggap bahwa kita adalah milik Tuhan namun dalam kehidupan ternyata kita tidak memprioritaskan Tuhan, kita pun munafik!

(0.11) (Luk 16:10) (sh: Siapakah Tuanmu? (Selasa, 9 Maret 2004))
Siapakah Tuanmu?

Mata-mata tugasnya memang mengabdi kepada dua tuan. Tuan yang pertama adalah tuan yang sebenarnya, tuan yang kedua adalah orang yang dimata-matainya demi tuan yang pertama. Ada juga mata-mata yang berkhianat kepada tuan pertamanya, sekaligus kepada tuan yang kedua. Alasannya sederhana, uang. Ia tidak mengabdikan dirinya kepada salah satu dari tuan itu, melainkan kepada kekayaan yang akan didapatnya dengan sikap mendua tersebut.

Sebagai orang Kristen seharusnya tidak ada alternatif siapa Tuan kita. Justru orang luar bisa menilai kita dapat dipercaya, baik hal kecil maupun hal besar, karena ternyata kita setia kepada Tuan kita (ayat 10-12). Orang akan mempercayakan kita Mamon yang tidak jujur, karena kita jujur. Mereka percaya kepada kita karena kita hanya mengabdi kepada Allah dan bukan kepada Mamon (ayat 13-14).

Hal ini berlawanan dengan apa yang diyakini oleh orang-orang Farisi. Mereka munafik dalam hal lahiriah sepertinya mereka mengabdi kepada Allah, padahal batin mereka menyembah Mamon (ayat 14-15). Apa yang tidak kelihatan di dalam tingkah lahiriah mereka, sebenarnya terpancar juga dari ucapan dan ajaran mereka.

Maka, siapa yang mempertuankan Tuhan Yesus akan mengenal dengan sungguh otoritas-Nya. Dia yang datang mengakhiri era Perjanjian Lama dan memulai era Kerajaan Allah menarik banyak orang untuk menjadi umat Kerajaan Allah (ayat 16b, 'setiap orang menggagahinya berebut memasukinya' bisa dibaca lebih tepat menjadi 'setiap orang ditarik untuk memasukinya'). Namun Dia tidak datang menyudahi peraturan Taurat itu. Justru dalam kedaulatan-Nya, Taurat diperjelas dan ditafsir secara lebih kontekstual seperti yang dinyatakan-Nya mengenai masalah perceraian (ayat 18).

Renungkan: Siapakah Tuhanmu? Adakah pengabdian Anda kepada-Nya dapat dilihat orang dalam kesetiaan akan hal-hal sehari-hari di dunia ini?

(0.11) (Luk 17:1) (sh: Pelayanan Kristen dan resep manjur bagi seorang pelayan (Senin, 3 April 2000))
Pelayanan Kristen dan resep manjur bagi seorang pelayan

Para Rasul agak takut dan bimbang ketika menghadapi tugas pelayanan yang akan diserahkan kepada mereka. Tugas mereka tidak ringan. Di dalam pelayanan mereka akan menghadapi penyesat- penyesat. Konflik yang akan mereka hadapi dalam kehidupan jemaat juga tak kalah rumitnya. Ada kemungkinan mereka akan mengalami sakit hati atau bahkan mengalami penderitaan fisik. Sikap yang harus ditunjukkan oleh para Rasul adalah mengampuni dengan tidak terbatas. Cara pengampunan yang diperintahkan oleh Yesus sangat berbeda dengan tradisi orang Yahudi (Mat. 5:38-44). Oleh karena itu, mereka memohon agar imannya ditambahkan. Dan jawaban yang diberikan oleh Yesus sangat melegakan yaitu bahwa iman yang hanya sekecil biji sesawi pun sebetulnya mempunyai kuasa yang sangat besar.

Kuasa iman yang besar bisa menimbulkan sombong rohani. Karena itulah Kristus pun kemudian memberikan pengajaran yang lebih lanjut tentang sikap mereka terhadap Allah, yaitu mengenai kerendahan hati (ayat 7-10). Sikap ini harus dimanifestasikan melalui tindakan yang tidak mengharapkan pujian atau terima kasih, karena mereka sebetulnya hanyalah hamba-hamba Allah. Apa yang harus mereka lakukan adalah kewajiban mereka. Sikap kerendahhatian ini juga harus dimanifestasikan melalui perbuatan dan tindakan yang memuliakan Allah seperti yang didemonstrasikan oleh satu dari 10 orang kusta (ayat 11-19). Setelah melihat bahwa dirinya sembuh, ia kembali kepada Kristus bukan sekadar mengucapkan terimakasih, namun untuk memuliakan Allah.

Bila uraian di atas kita rangkumkan maka akan tergambar bahwa pelayanan Kristen bukanlah pelayanan yang mudah karena akan menemui tantangan dan serangan terhadap ajaran maupun dirinya secara pribadi. Namun demikian ia tidak boleh begitu saja meninggalkan pelayanannya, karena kedudukannya hanyalah seorang hamba. Apa yang ia kerjakan merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa dibantah. Ia tidak bisa menentukan apa, kapan, dan bagaimana ia akan melakukan pelayanan. Semuanya harus berpusat kepada-Nya.

Renungkan: Seorang pelayan juga tidak boleh melakukan segala sesuatu bagi kepopuleran dan keuntungan dirinya. Semuanya semata-mata bagi kemuliaan-Nya.

(0.11) (Luk 17:1) (sh: Karakter murid yang beriman (Kamis, 11 Maret 2004))
Karakter murid yang beriman

Beberapa nasihat dalam perikop ini saling berkaitan satu sama lain karena merupakan aspek-aspek dari karakter murid. Setiap aspek hanya mungkin dikembangkan bila aspek lain diikutsertakan dan juga ikut dikembangkan. Orang yang mengabaikan salah satu aspek, atau hanya menekankan aspek tertentu saja tidak mungkin menjadi murid yang berkenan kepada Tuhan.

Aspek pertama yang dibahas adalah menegor dan mengampuni dosa (ayat 3-4). Kristen yang tidak menegor ada dalam bahaya membiarkan penyesatan terjadi atau bahkan turut serta dalam penyesatan (ayat 1-2). Orang yang bersalah sering tidak menyadari kesalahannya sehingga perlu kehadiran orang lain untuk menegornya. Kristen yang tidak menegor berarti bersikap tidak peduli terhadap keselamatan orang lain. Sebaliknya menegor dosa harus diimbangi pula dengan mengampuni dosa. Orang yang bertobat atas kesalahannya harus diberi kesempatan untuk memperbarui dirinya.

Aspek kedua adalah mengenai iman (ayat 5-6). Bagi para murid, menjadi Kristen yang peka terhadap dosa dan siap memberi pengampunan membutuhkan iman yang besar. Namun, Yesus mengajar bahwa yang penting bukan besar-kecilnya iman melainkan bagaimana iman itu dikerjakan. Maka rintangan sebesar apapun akan teratasi. Kerjakanlah penegoran atas dosa, dan pengampunan sebagaimana Allah sudah mengampunimu. Itulah buah imanmu.

Aspek ketiga adalah mengenai ketaatan sebagai hamba (ayat 7-10). Murid yang beriman mendapatkan kekuatannya justru dari ketaatannya sebagai hamba. Sumber kekuatan untuk menegor dan mengampuni dosa adalah ketaatan sepenuhnya kepada Allah. Jadi semua aspek kemuridan ini berkait satu sama lainnya.

Renungkan: Iman yang diwujudkan dalam tindakan nyata akan menghasilkan karakter Kristen yang menjadi berkat bagi sesama.



TIP #13: Klik ikon untuk membuka halaman teks alkitab dalam format PDF. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA