Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1721 - 1740 dari 1919 ayat untuk Segala (0.002 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.10) (1Kor 14:1) (sh: Menghibur, membangun, dan menasihati (Sabtu, 27 September 2003))
Menghibur, membangun, dan menasihati

Paulus menasihati anggota-anggota jemaat Korintus yang mendapatkan karunia-karunia istimewa dari Tuhan supaya mereka mengejar kasih. Anjuran ini merupakan antisipasi Paulus agar jemaat tidak jatuh ke dalam kesombongan keakuan karena memiliki karunia-karunia yang istimewa. Rupanya ada di antara jemaat yang merasa sangat bangga karena dikaruniai kemampuan berbahasa roh.

Paulus tidak menepis kenyataan itu karena yang bersangkutan merasa memiliki hubungan yang bersangkutan dengan Allah. Namun, yang dikuatirkan oleh Paulus adalah bila hanya orang tersebut yang merasakan manfaat karunia yang dimilikinya. Padahal ada orang- orang atau jemaat yang harus diberi perhatian yang khusus dan sepantasnya melalui karunia yang dimilikinya (ayat 2). Paulus justru menganjurkan kepada mereka untuk mempertimbangkan orang lain sehingga karunia yang mereka miliki bermanfaat membangun kehidupan orang lain. Hal ini sesuai dengan arti dari bernubuat yaitu menyampaikan firman Tuhan yang membangun, menghibur dan menasihati sesama anggota jemaat Kristus untuk hidup lebih sesuai lagi dengan kehendak Tuhan (ayat 3).

Melalui nasihat dan anjuran Paulus kepada jemaat Korintus, kita mendapatkan beberapa pelajaran penting: [1] dengan mempertimbangkan orang lain maka relasi harmonis antara Allah, diri, dan sesama menjadi kenyataan; [2] bahwa karunia itu mengajarkan sesuatu untuk diri kita agar tidak egois dan bangga secara berlebihan. Hal sepantasnya yang kita lakukan adalah menerima segala karunia Allah dengan hati penuh rasa syukur dan terima kasih. Sikap inilah yang membuat karunia itu menjadi berharga dan tidak sia-sia.

Renungkan: Pengalaman rohani yang khas dan istimewa berkenaan dengan hubungan pribadi kita dengan Allah, seharusnya menjadi daya dorong kita untuk memberi tempat bagi orang lain dalam diri dan pelayanan kita.

(0.10) (1Kor 14:26) (sh: Tertib dan sopan (Senin, 29 September 2003))
Tertib dan sopan

Apa tujuan diadakannya aturan-aturan dalam hidup manusia? Ketertiban, keteraturan, kesopanan, dan seterusnya. Jelas bahwa aturan diadakan agar segala sesuatunya berjalan tertib dan teratur, tidak serampangan. Tetapi dalam kenyataannya kita sering menjumpai peristiwa-peristiwa yang "mengenaskan" yang terjadi karena aturan yang ada tidak diberlakukan semestinya. Misalnya, para wakil rakyat di MPR dan DPR yang bersikap brutal selama persidangan (seperti baku pukul). Dari contoh ini kita dapat menilai bahwa aturan diadakan untuk dilanggar!

Friksi yang terjadi di jemaat Korintus sudah tidak dapat disembunyikan. Karena persaingan itu dinyatakan secara terang- terangan dalam pertemuan ibadah jemaat. Semua kelompok ingin sekali menonjol dengan cara yang meremehkan serta mengganggu kelompok lainnya. Kelompok yang satu ingin mendominasi sementara kelompok yang lain juga tidak mau mengalah. Orang berbahasa roh tidak lagi memedulikan apakah orang lain mengerti atau tidak (ayat 27). Kelompok yang memiliki karunia bernubuat juga tidak bisa menahan diri. Semua ingin memperoleh kesempatan dan waktu yang sama untuk menyampaikan kehendak Tuhan (ayat 29-33). Ditambah lagi dengan kehadiran kelompok perempuan -- yang rupanya di masyarakat Yunani-Romawi tidak pernah mendapat peran, perhatian serta menjadi kelompok yang harus selalu bungkam. Mereka juga menuntut kesempatan untuk tampil di pertemuan jemaat (ayat 34,35).

Pertemuan jemaat yang mestinya berpusat kepada Allah, dan seharusnya orang hadir dengan sikap takzim, sekarang sudah berubah menjadi ajang manusia menampilkan diri. Bukan kesejahteraan dan berkat yang mereka terima tetapi sikap bermusuhan yang menyakitkan.

Renungkan: Sikap beribadah yang tertib dan sopan menjadi salah satu petunjuk bahwa kita sungguh-sungguh menghormati Tuhan kita.

(0.10) (1Kor 15:12) (sh: Pengharapan yang akan datang (Rabu, 1 Oktober 2003))
Pengharapan yang akan datang

Perbedaan pandangan tentang kebangkitan orang mati dalam masyarakat pluralis di Korintus bisa saja mempengaruhi lunturnya iman percaya jemaat Tuhan. Namun, Paulus jeli dalam mengantisipasi masuknya pandangan yang tidak sesuai dengan iman Kristen ke dalam kehidupan jemaat. Paulus menegaskan penolakannya terhadap dua pandangan yang berbeda. Jemaat harus menyimak dengan saksama, jika tidak ingin menjadi orang yang paling malang dari segala manusia (ayat 19).

Pertama, Paulus menolak pandangan orang Saduki dan orang Yahudi yang sangat dipengaruhi konsep Yunani bahwa tidak ada kebangkitan orang mati. Jemaat Korintus pun seharusnya menolak pandangan itu. Dengan gaya retoris, Paulus berargumen bagaimana mungkin ada di antara jemaat yang mengatakan tidak ada kebangkitan orang mati (ayat 12). Pertanyaan Paulus jelas mendorong mereka untuk menerima kebangkitan orang-orang percaya karena mereka sudah setuju dengan Paulus bahwa Yesus telah dibangkitkan (ayat 12-16).

Kedua, Paulus menolak pandangan Yunani tentang imortalitas jiwa tanpa kebangkitan tubuh, sebagaimana orang Farisi. Kebangkitan Kristus tidak hanya mencakup aspek kehidupan iman percaya masa kini tetapi juga pengharapan akan kehidupan masa yang akan datang; pada kehidupan yang akan datang kita akan dibangkitkan bersama Kristus dengan tubuh sorgawi (ayat 18-19; bdk. 15:35-49; Dan. 12:2). Jemaat Korintus seharusnya tidak hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus (ayat 19).

Pandangan-pandangan yang bertentangan dengan kebangkitan Yesus patut ditolak demi menjamin kepercayaan yang tidak sia-sia, hidup dalam pengampunan dosa dan hidup dalam pengharapan yang akan datang.

Renungkan: Iman yang berlandaskan pada kebangkitan Yesus menjamin pengharapan akan kehidupan yang akan datang.

(0.10) (Gal 2:11) (sh: Tolak standar ganda! (Selasa, 7 Juni 2005))
Tolak standar ganda!


Joni adalah salah seorang simpatisan Kristen yang akhirnya menolak untuk dibaptiskan karena melihat kelakuan dari seorang pemimpin Kristen. "Munafik," ujar Joni ketika ditanyakan alasannya. Lanjutnya, "Dia berkata Yesus mengasihi tanpa membeda-bedakan suku, bangsa, ras, dan bahasa. Namun, ia (menyebut nama pemimpin itu) menghina suku kami sebagai suku yang rendah dan tidak pantas beribadah di gerejanya."

Sungguh menyedihkan, sikap yang dilihat Joni dan yang menjadi penyebab ia mundur dari memercayai Yesus, justru diperlihatkan oleh Petrus (ayat 12). Petrus masih menganggap tradisi Yahudi (=sunat) lebih penting daripada Injil. Sebaliknya Paulus menyatakan konsistensi imannya dengan berani menegor keras dan terbuka kepada Petrus yang tergolong seniornya (ayat 11,14). Pertama, hukum Taurat tidak dapat menyelamatkan manusia berdosa. Hanya kasih karunia dalam Kristus yang membenarkan seseorang. Kasih karunia dalam Kristus inilah yang mengubah inti kehidupan orang yang percaya. Hidup Kristus ada di dalam hidupnya (ayat 16-20). Kedua, sikap Petrus sebagai salah seorang pemimpin gereja mempengaruhi orang-orang lain sehingga mereka juga terseret dalam kemunafikannya (ayat 13). Kalau hal ini dibiarkan dapat mengacaukan dan merusak persekutuan Injil yang sudah Paulus rintis dan bina selama ini di Antiokhia.

Gereja harus menyadari bahwa peran penting mereka dalam pemberitaan Injil bukan hanya dengan menjadi juru bicara Tuhan, tetapi juga dengan menyaksikan kasih Allah melalui kehidupan. Pertama, gereja harus menolak segala ajaran yang menegakkan peraturan atau tradisi tertentu lebih tinggi daripada ajaran kasih karunia. Kedua, gereja harus mendidik umat Tuhan untuk tidak bersikap membeda-bedakan suku, bahasa, status sosial, pendidikan, dll. Sikap antidiskriminasi ini harus dimulai dari para pemimpin gereja!

Camkan: Jangan rusak kesaksian Injil kasih Allah dengan tindakan diskriminatif umat Allah.

(0.10) (Gal 3:19) (sh: Taurat menuntun kepada Kristus (Sabtu, 11 Juni 2005))
Taurat menuntun kepada Kristus


Melakukan hukum Taurat tidak dapat menyelamatkan orang dari dosa. Keselamatan adalah anugerah Allah kepada orang yang percaya sesuai dengan janji Allah kepada Abraham. Kalau begitu, apa gunanya Allah memberikan hukum Taurat?

Paulus menjelaskan fungsi hukum Taurat. Pertama, hukum Taurat berfungsi untuk menunjukkan keberadaan dosa yang memperbudak umat manusia (ayat 19). Dengan hukum Taurat orang tidak dapat berdalih bahwa dirinya tidak berdosa atau tidak tahu bahwa yang diperbuatnya adalah dosa (Lihat Rm. 7:7-11). Dengan demikian hukum Taurat mengurung orang dalam kesadaran akan belenggu dosa yang mengikat mereka (ayat 22). Bahkan dengan hukum Taurat manusia menjadi frustasi karena menyadari diri tidak berdaya. Kedua, hukum Taurat diberikan untuk memimpin orang-orang yang hidup sebelum janji keselamatan dalam Kristus digenapi. Hukum Taurat berfungsi sebagai penjaga kehidupan supaya moral dan perilaku tetap tertahankan sampai janji yang diberikan digenapi. Hukum Taurat tidak dapat membawa manusia kepada keselamatan yang menjadi kebutuhan utama manusia, namun ia dapat menuntun orang untuk mencari atau merindukan kelepasan itu dari sang Juruselamat (ayat 23-24). Maka ketika Kristus sudah datang sebagai pembebas dari segala belenggu dosa, hukum Taurat tidak lagi diperlukan sebagai penjaga kehidupan yang benar (ayat 25). Di dalam Kristus tidak ada lagi perhambaan dosa.

Hukum Taurat menuntun kita kepada Kristus. Jadi Kristuslah yang utama. Dialah yang menjadi dasar anugerah kita beroleh hidup. Dia pulalah yang menjadi alasan kita memelihara hidup suci selaras dengan ajaran Taurat. Di dalam Tuhan Yesus kita membaca dan menerapkan ajaran Taurat dari perspektif hukum kasih, yaitu kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama (Mat. 22:37-39).

Renungkan: Orang yang terobsesi melakukan hukum Taurat justru kehilangan fokus pada yang utama, yaitu Kristus.

(0.10) (Ef 1:11) (sh: Menjadi umat Allah (Sabtu, 5 Oktober 2002))
Menjadi umat Allah

Siapakah umat Allah itu? Paulus menegaskan bahwa umat Allah terdiri dari etnis Yahudi dan juga etnis nonYahudi. Hal ini dijelaskan Paulus dengan mempergunakan pronomia ‘kami dan kamu’. Pronomina ‘kami’ menunjuk pada etnis Yahudi dimana Paulus adalah anggotanya. Sementara pronominal ‘kamu’ menunjuk pada semua etnis di luar etnis Yahudi. Paulus menulis ‘di dalam Dialah kami ... supaya kami (ayat 11, 12). Kemudian Paulus menulis ‘di dalam Dia kamu juga’ (ayat 13). Kedua etnis yang berbeda sekarang tidak hanya memiliki dasar yang sama yakni Yesus Kristus (ayat 11,13), tetapi juga sama-sama berada dalam Kristus, memiliki warisan yang sama dan Roh Kudus yang sama (ayat 14). Keduanya menjadi satu umat Allah.

Sekarang pertanyaannya bagaimana menjadi umat Allah? Paulus menyebut dua hal yang kelihatannya bertolak belakang. Pertama, kehendak Allah (ayat 5,9,11). Manusia dari segala etinis menjadi umat Allah karena dan oleh kehendak Allah. Persatuan dua etnis yang bertentangan bukanlah keinginan atau hasil usaha manusia. Kedua, pemberitaan Injil (ayat 13). Tanpa pemberitaan Injil iman tidak mungkin lahir. Jika tidak ada yang memberitakan Injil tidak mungkin etnis Yahudi dan nonYahudi memiliki iman pada Yesus. Injil ini disebut Paulus sebagai Injil keselamatan (ayat 13). John Stott dengan indah merumuskan relasi kehendak Allah dan pemberitaan Injil: “Pemberitaan Injil adalah satu-satunya sarana yang ditetapkan Allah dalam melepaskan manusia dari kebutaan dan perbudakan mereka yang dipilih-Nya dalam Kristus sebelum dunia dijadikan, membebaskan mereka untuk percaya pada Yesus, dan dengan demikian kehendak-Nya terjadi”. Jelas bahwa memberitakan Injil berarti memberlakukan kehendak Allah. Juga memberitakan Injil menghasilkan persekutuan umat manusia menurut cara yang tidak dapat dibuat oleh usaha-usaha manusia.

Renungkan: Jika umat Allah melintasi semua batas etnis, mengapa di dalam gereja masih dipisahkan tembok etnis? Jika Kristus telah merubuhkan tembok etnis, mengaja gereja justru melakukan tindakan sebaliknya?

(0.10) (Flp 2:1) (sh: Kesatuan di dalam Kristus (Rabu, 26 Mei 2004))
Kesatuan di dalam Kristus

Banyak nasihat firman Tuhan bagi warga gereja sulit kita praktikkan. Mengapa? Salah satu alasannya adalah karena nasihat-nasihat itu bertentangan dengan dorongan kodrati kita. Perikop ini dimulai dengan "Jadi karena dalam Kristus, atau "Sebagaimana dalam Kristus" (ayat 1). Karya dan teladan Kristus serta pengenalan kita akan Kristus adalah sumber aliran nasihat, penghiburan kasih, persekutuan Roh, kasih mesra dan belas kasihan (ayat 2-4). Tanpa sumber itu, semua kesatuan di antara manusia hanyalah semu belaka. Keakraban berdasarkan kepentingan sama, interes sama, hobi sama, hanyalah kesatuan berdasarkan kesamaan dorongan ego masing-masing orang.

Paulus mengaitkan kesatuan ini dengan kesempurnaan sukacita (ayat 1; bdk. Yoh. 17:13). Inilah sukacita seorang yang saleh, yang afeksi dan emosi terdalamnya serasi dengan rencana Tuhan. Inilah sukacita karena melihat saudara seiman hidup dalam kesatuan.

Kesatuan ini meliputi beberapa hal. Pertama, kesehatian. Kristen seharusnya memiliki arah hati yang sama yaitu kepada Tuhan, dalam segala sesuatu memuliakan dan menyenangkan Tuhan saja. Kedua, sepikir. Pikiran harus dikuasai oleh kebenaran yang sama, yaitu firman Tuhan. Ketiga, satu kasih. Kristus mengasihi kita dan mempersatukan kita dengan Bapa yang di sorga. Waktu kita mengasihi, kita sedang membawa orang ke dalam kesatuan tubuh Kristus dengan satu tujuan, yaitu hidup bagi Tuhan dengan meneladani kehidupan Kristus.

Ada dua hal yang dapat menghambat kesatuan ini, yaitu mencari kepentingan sendiri dan puji-pujian yang sia-sia. Untuk mengatasinya dibutuhkan sikap menganggap orang lain lebih utama daripada diri sendiri. Belajarlah melihat diri sendiri sebagai yang terakhir! Inilah cara kita menonjolkan kasih Kristus.

Tekadku: Demi Kristus aku mau dipersatukan dengan sesama Kristen, agar aku menyenangkan Tuhan, menjadi berkat bagi sesama.

(0.10) (Flp 2:5) (sh: Teladan Kristus (Kamis, 27 Mei 2004))
Teladan Kristus

Setelah berbicara tentang kesatuan tubuh Kristus, Paulus menutup bagian ini dengan mengacu kepada teladan Kristus. Teladan Kristuslah yang menjadi acuan untuk kesatuan tersebut. Teladan Kristus itu adalah pengosongan diri-Nya. Sebelum kita menelusuri nasihat Paulus, marilah kita bayangkan apa konsekuensi yang harus Kristus tanggung ketika Ia memanusia.

Ia mengosongkan diri. Mengapa disebut mengosongkan diri? Karena dalam sepanjang hidup dan masa pelayanan-Nya selama tiga setengah tahun di bumi, Dia yang sekalipun adalah Allah yang sejati, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan (ayat 6). Kristus menjadi sama dengan manusia, bahkan dalam rupa seorang hamba. Dia sebagai Allah yang tidak terbatas harus dilahirkan sebagai seorang manusia yang sangat terbatas, bahkan menjadi bayi kecil lahir di kandang hina.

Kita sulit mengerti pengosongan diri ini. Mungkin ilustrasi ini sedikit membantu. Ketika orang dewasa berusaha berkomunikasi dengan anak kecil, ia harus 'mengosongkan diri', berbicara dalam bahasa mereka, menanggalkan segala 'kemuliaan dan kebesaran' diri sebagai orang yang 'di atas'. Ini terbatas menggambarkan pengosongan diri Kristus! Dialah Pencipta yang masuk ke dunia dan membatasi diri dengan menjadi manusia ciptaan. Bahkan, bukan hanya mengosongkan diri, Ia melangkah lebih rendah menjadi hamba dan mati menanggung penderitaan dan aib tak terperi.

Inilah cara Allah membawa manusia masuk dalam kepenuhan-Nya melalui penyangkalan dan pengorbanan-Nya agar orang mendapatkan berkat dan anugerah Tuhan. Semangat dan prinsip sama berlaku pula bagi warga gereja. Kristus telah membayar harga yang termahal yang dapat dilakukan dengan menyerahkan nyawa-Nya sendiri di atas kayu salib menjadi tebusan bagi banyak jiwa.

Doa: Hiduplah penuh dalamku ya Yesus, agar hidupku mampu menapaki ulang langkah-langkah hidup-Mu.

(0.10) (Flp 2:19) (sh: Kualifikasi pelayan Kristus (Sabtu, 29 Mei 2004))
Kualifikasi pelayan Kristus

Setelah berbicara tentang hidupnya yang seolah semakin mendekati garis akhir (ayat 17), Paulus mulai memikirkan siapa yang akan meneruskan pekerjaan pelayanannya. Seperti tertulis pada makam John Wesley "Allah menguburkan hamba-Nya dan meneruskan pekerjaan-Nya". Pekerjaan Tuhan akan terus berlanjut selama langit dan bumi belum lenyap.

Paulus tidak mempercayakan tugas tersebut kepada sembarang orang. Dia memiliki kualifikasi tertentu bagi seorang rekan kerja. Melalui dua rekan kerja Paulus, yaitu Timotius dan Epafroditus, kita dapat mempelajari kualifikasi itu. Pertama, sehati dan sepikir (ayat 20). Ini penting, sebab Paulus telah membangun dengan kualitas yang tinggi. Seorang penerus harus memiliki pikiran yang sama, jika tidak demikian pekerjaan yang telah dibangun lambat laun akan hancur karena kontradiksi yang terjadi di dalam.

Kedua,kesungguhan dan ketulusan memperhatikan kepentingan jemaat dan bukan kepentingannya sendiri (ayat 20-21). Di sini sekali lagi penyangkalan diri dan pengorbanan merupakan syarat bagi seorang hamba Tuhan. Ketiga, kesetiaan. Ini berarti konsistensi, ketekunan, tahan uji. Kesetiaan adalah kerelaan untuk tetap tinggal bersama sekalipun segala sesuatu berjalan tidak baik. Timotius tidak meninggalkan Paulus di saat-saat sulit.

Keempat, terlibat dalam pelayanan Injil. Ini bahkan adalah panggilan setiap orang percaya. Kelima, memiliki kerinduan yang lahir dari kasih kepada jemaat (ayat 26). Keenam, berani mempertaruhkan jiwanya (ayat 30) dan ketujuh, melengkapkan apa yang masih kurang dalam pelayanan yang telah dikerjakan. Inilah kualifikasi yang ditulis oleh Paulus bagi penerus pekerjaannya.

Tekadku: Saya mau menjadi pelayan Tuhan. Tolong Tuhan, agar saya selalu melatih diri meneladani Kristus supaya layak menjadi hamba-Mu.

(0.10) (Flp 3:12) (sh: Mengenal Kristus (Senin, 31 Mei 2004))
Mengenal Kristus

Apakah Anda sudah mengenal Kristus? Puaskah Anda dengan pengenalan itu? Bila Anda sudah puas, berarti Anda sudah berhenti dari belajar mengenal Dia. Anda sedang mengalami kemandekan, bahkan Anda sedang mundur. Mengapa? Karena Kristus adalah Anak Allah, jauh melampaui segala pengetahuan. Pengenalan dan pengalaman iman kita akan Dia tak akan pernah sempurna sampai kita jumpa Ia kelak.

Paulus menilai diri dengan benar, tidak berlebihan. Dia tidak menyatakan dirinya telah sempurna dan memperoleh pengenalan tuntas akan Kristus. Apakah Paulus mengenal Kristus? Ya. Apakah dia telah mengenal-Nya penuh? Paulus mengatakan belum, dan itulah yang terus dia kejar. Memang seorang yang telah mengenal Kristus, ingin mendapatkan pengenalan yang lebih dalam lagi. Ini bahkan lebih lagi daripada keinginan mengenal dan mengasihi lebih dalam orang-orang yang kita kasihi. Keinginan ini membuat ia melupakan apa yang telah di belakangnya. Paulus tidak mengijinkan apa yang sudah dicapainya menjadikannya puas diri, berbangga diri, tetapi pengenalan itu menjadi terhenti. Tidak, melainkan ia mengarahkan dirinya kepada apa yang masih dapat dia peroleh. Orang yang sedemikian akan maju terus, tidak mungkin mandek pertumbuhannya (ayat 12-14).

Paulus terus mencari meskipun ia telah mendapatkan. Dia bahkan memberi jaminan bahwa Tuhan akan menyatakan kepada kita jika tentang salah satu hal kita berbeda pandangan. Perbedaan pandangan tidak seharusnya mencegah dan menghambat kita untuk terus bertumbuh dalam pengenalan akan Kristus. Setiap orang memiliki tingkat pengertiannya masing-masing dan Paulus mendorong jemaat untuk melanjutkan proses pengenalan yang bersifat progresif tersebut (ayat 15-16).

Renungkan: Tak ada gol hidup yang lebih berarti bagi orang yang kenal Kristus selain makin mengenal dan menyerupai Dia.

(0.10) (Kol 2:16) (sh: Antara tradisi, budaya dan iman Kristen (Selasa, 20 April 2004))
Antara tradisi, budaya dan iman Kristen

Tidak dapat disangkal bahwa masih ada orang Kristen masa kini yang mengaku percaya kepada Kritus, tetapi masih sering menempatkan secara berdampingan tradisi agama dan budaya dengan iman Kristen (ayat 18-19). Keadaan ini terus berkepanjangan karena masing-masing dirasakan kepentingan dan manfaatnya oleh masing-masing penganut. Sehingga, agar keduanya tetap dapat memiliki arti dalam hidup akhirnya berlakulah prinsip kompromi dan menghalalkan segala cara. Menurut Anda, apakah pemikiran sedemikian dapat dibenarkan dalam pemahaman iman Kristen kita?

Dalam hal ini, Paulus tidak menentang pemberlakuan tradisi dan budaya apalagi memerintahkan jemaat Kolose untuk meninggalkan hal tersebut. Yang ditentang oleh Paulus adalah sikap jemaat yang seringkali tidak dapat memilah-milah keberadaan tradisi dan budaya dalam praktik imannya hingga akhirnya terjebak pada sikap sinkretisme. Misalnya, kebiasaan selektif pada makanan harus terus dipraktikkan meskipun sudah menerima Kristus dalam hidupnya (ayat 16,17, 20-23).

Nasihat ini sebenarnya khusus Paulus tujukan kepada orang-orang Kristen yang bukan Yahudi. Namun, tidak jarang orang-orang Yahudi selalu mempersalahkan mereka karena tidak melakukan hukum-hukum Yahudi yang mencakup berbagai peraturan. Paulus menegaskan bahwa hukum-hukum itu sudah digenapi di dalam Kristus. Yang perlu jemaat patuhi ialah ajaran-ajaran Kristus (ayat 20). Kristus sudah menang atas maut. Iblis sudah dikalahkan-Nya. Di dalam Dia, kita mengambil bagian dalam kemenangan-Nya.

Camkanlah: Orang Kristen yang menomorsatukan kekuatan tradisi dan budaya, dan mengabaikan Kristus bukan sedang maju dalam kerohanian tetapi mundur menjauhi imannya. Hakikat kerohanian Kristen bukan pantangan makanan dan seks, dlsb. Hakikat iman Kristen ialah memusatkan perhatian dan iman kita kepada Kristus.

(0.10) (Kol 3:22) (sh: Etika kerja kristiani (Jumat, 13 Juli 2001))
Etika kerja kristiani

Pelanggaran terhadap Hak Azasi Manusia seringkali terjadi dari atasan kepada bawahan. Hal yang melatarbelakangi mengapa atasan bersikap demikian sedikit banyak ditentukan bagaimana cara memandang bawahannya. Seringkali atasan menempatkan bawahan hanya sebagai 'barang/milik' yang bisa diperlakukan semaunya, dan bukan sebagai sesama manusia. Atasan merasa dengan uang dan kekuasaan yang dimilikinya, ia bebas memperlakukan bawahannya sekehendak hatinya.

Hal ini pun menjadi perhatian Paulus dalam bacaan kita hari ini. Dapat dikatakan bahwa Paulus sedang mengajarkan etika kerja kristiani. Sebagai bawahan, Kristen harus memiliki beberapa karakteristik: ketaatan, ketulusan, dan kesungguhan (ayat 22-23), bukan dengan motivasi ABS (Asal Bapak Senang) tetapi menempatkan Tuhan sebagai fokus pekerjaan, sehingga siapa pun dan bagaimana pun atasan bukanlah ukuran utama bagi kualitas kerja. Di mana pun atasan sedang berada, di hadapan atau di tempat lain, bawahan tetap bekerja dengan kualitas sama, karena motivasi memberikan hasil karya terbaik untuk menyenangkan Tuhan. Demikian pula dengan atasan, Paulus menasihatkan agar mereka tidak berlaku sewenang- wenang seolah memiliki otoritas tertinggi (ayat 1). Kepada atasan ataupun bawahan, Tuhan yang menyediakan upah ataupun ganjaran dengan tanpa memandang muka.

Relasi kerja yang benar sesuai dengan etika kerja kristiani adalah apabila atasan dan bawahan masing-masing mengerti tanggung jawabnya, bawahan tidak melampaui apa yang ditetapkan atasan, sedangkan atasan tidak berlaku curang terhadap bawahan. Pelanggaran Hak Azasi Manusia tidak seharusnya terjadi di lingkungan kerja yang memelihara etika kerja kristiani. Karena itulah, rasul Paulus mengingatkan bahwa sesungguhnya kita semua mempunyai tuan di sorga (ayat 4:1). Dialah yang akan menilai karya kita selama di dunia, upah dan ganjaran diberikan-Nya secara tepat kepada siapa yang layak menerimanya.

Renungkan: Setiap Kristen memiliki 2 status: sebagai bawahan atau pun atasan, karena siapa pun kita, akan mempertanggungjawabkan karya hidup kita kepada Tuhan, tuan di atas segala tuan. Tiada alasan bagi Kristen untuk hidup sesuka hati ketika menyadari bahwa fokus hidup Kristen adalah Kristus.

(0.10) (1Tes 1:1) (sh: Jemaat yang pantas diteladani (Kamis, 23 Oktober 2003))
Jemaat yang pantas diteladani

Kebanggaan Paulus terhadap jemaat di Tesalonika terlihat jelas. Di jemaat ini ada iman, kasih, dan pengharapan (ayat 3). Inilah jemaat yang terbuka menerima Injil dengan penuh sukacita, justru di saat-saat penindasan (ayat 6). Sukacita dan nilai-nilai Injil yang luhur tidak dinikmati sendiri, tetapi tumpah dan memancar keluar sehingga dikenal dan dinikmati banyak orang. Inilah jemaat yang misioner, kota yang di atas bukit sehingga banyak orang mengenal dan memuliakan Tuhan karena mereka. Injil memancar di seluruh wilayah Makedonia dan Akhaya (ayat 8-9).

Paulus memuji jemaat Tesalonika. Namun, pujian Paulus ini tidak mutlak ditujukan kepada jemaat, untuk kemuliaan jemaat, karena tujuan pujian itu untuk kemuliaan nama Tuhan. Segala ucapan syukur hanya tertuju kepada Allah (ayat 1). Sikap Paulus ini memberikan pelajaran penting bagi kita: [1] Paulus menunjukkan sikap seorang hamba Tuhan yang begitu memperhatikan perkembangan jemaat Tuhan; [2] kita diajak untuk mengakui bahwa sedikit sekali pemimpin jemaat yang memberikan pujian kepada jemaat yang diasuhnya. Kita lebih sering mendengar kritikan tajam dan kecaman pedas, analisis semua kekurangan dan kelemahan secara gamblang.

Tidak dapat disangkal bahwa tidak ada jemaat sempurna. Tetapi masih banyak potensi positif yang dimiliki oleh gereja sebagai tubuh Kristus. Tuhan telah mempergunakan gereja sebagai alat-Nya dan begitu banyak orang yang telah menikmati hasil karya gereja. Begitu banyak orang yang telah menikmati ketenangan dan kedamaian hati; menemukan oase di tengah-tengah padang pasir yang kering. Dengan tidak menutup mata terhadap semua kekurangan, adalah berdosa terhadap Roh Kudus kalau kita mengatakan sampai hari ini gereja tidak pernah berbuat apa-apa.

Renungkan: Kelebihan gereja bukan terletak pada orang yang ada di dalamnya tetapi terletak pada Kristus kepala gereja. Oleh sebab itu sebagai pujian jemaat akhirnya harus bermuara kepada Tuhan.

(0.10) (1Tes 2:1) (sh: Dianggap layak untuk memberitakan Injil. (Jumat, 24 Oktober 2003))
Dianggap layak untuk memberitakan Injil.

Manusia yang penuh cacat dan aib ternyata mendapatkan kepercayaan dan penghormatan untuk memberitakan Injil. Manusia yang penuh kelemahan dan kekurangan sekarang menjadi pelayan Allah (ayat 4). Nilai-nilai Injil yang terlalu dalam untuk diselami, terlalu luas untuk dijelajahi, terlalu tinggi untuk dijangkau, terlalu indah untuk dimengerti, ternyata sekarang mempergunakan manusia yang penuh kekurangan sebagai wahana (bdk. Yer. 1:10). Kalau realitas ini tidak dilihat sebagai anugerah Tuhan, maka ada sesuatu yang tidak beres dengan manusia.

Bentuk karya besar Allah yang mengagumkan dan monumental di tengah- tengah dunia ini Allah lakukan dengan mempergunakan tangan manusia. Allah bisa memberikan kepercayaan kepada orang yang kesetiaannya sudah dapat diukur. Seperti Petrus yang pernah menyangkal Yesus. Allah seakan-akan berani jatuh lagi untuk kedua kalinya pada batu yang sama. Itu berarti tidak ada manusia yang pantas untuk membanggakan diri. Itulah sebabnya yang tertinggal hanyalah segala puji dan kemuliaan bagi Tuhan saja.

Paulus menunjukkan dirinya layak dengan melayani jemaat Tesalonika sungguh-sungguh. Ia benar-benar menyampaikan firman Tuhan bukan untuk menyukakan mereka, melainkan Allah (ayat 4-6). Ia menyampaikannya dengan ramah bagaikan seorang ibu yang membagi hidupnya untuk anak-anaknya (ayat 7-8). Ia menjaga hidupnya sedemikian sehingga menjadi saksi Injil yang tiada bercacat (ayat 9-10). Dengan sikap seorang bapa ia menasihati mereka untuk setia hidup sesuai dengan kehendak Allah (ayat 11-12). Sungguh hidup Paulus menunjukkan kelayakannya untuk menjadi saksi Kristus.

Renungkan: Allah juga melayakkan kita, anak-anak-Nya untuk memberitakan Injil. Pertanyannya sekarang adalah: "Apakah kita sudah melayakkan diri di hadapan-Nya dengan meneladani pelayanan Paulus?"

(0.10) (1Tes 5:1) (sh: Berjaga-jaga (Rabu, 29 Oktober 2003))
Berjaga-jaga

Permasalahan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya di jemaat Tesalonika ternyata bukan masalah tanggal, atau hari dalam kalender. Sebab kualitas kehidupan setiap orang yang percaya tidak dikendalikan oleh kalender, tetapi ditentukan oleh Kristus yang bangkit. Setiap orang yang mencintai Yesus, hidupnya pasti akan dikendalikan oleh kasih cinta Yesus, dan itu menghidupi sebuah kualitas kehidupan yang benar-benar indah. Itulah sebabnya teks ini menganjurkan agar jemaat Tesalonika selalu berjaga-jaga (ayat 6).

Hal yang paling penting saat ini untuk orang-orang Kristen pahami ialah bukan kapan langit terbuka dan Kristus turun dari langit, tetapi apakah kita telah memiliki iman yang hidup, berani memihak kebenaran dan menolak hal-hal yang tidak benar, memiliki hati yang tenang dan siap melayani (ayat 8)? Kedatangan Tuhan menghadirkan sukacita besar dan bukan saat-saat yang menakutkan. Pertanyaannya ialah apakah kita semua sedang berjaga-jaga, siap seperti prajurit yang lengkap dengan segala persenjataan dan siap untuk bertempur, atau sedang tertidur lelap?

Iman kita, orang-orang percaya saat ini pun tidak boleh dibangun di sekitar hal-hal yang tidak penting seperti tanggal dan hari. Tetapi iman kita harus menyikapi serius hal-hal yang urgen sehingga kita akan bereaksi tepat dan tanggap. Masalahnya ialah sudah terlambat mempersiapkan diri untuk ujian ketika kertas ujian sudah ada di depan kita. Sudah terlambat untuk membangun rumah yang kokoh, kalau badai topan sedang melanda kehidupan. Jangan seperti lima anak dara yang bodoh, yang harus kehabisan minyak sehingga pada waktu kedatangan sang mempelai, saat dimana pelita tersebut memang benar-benar dibutuhkan, pelita mereka padam.

Renungkan: Orang yang punya waktu untuk menghitung-hitung hari dan waktunya, berarti sedang tidak bekerja melayani Tuhan. Andakah orangnya itu?

(0.10) (2Tes 2:13) (sh: Beritakanlah Kabar Baik! (Selasa, 18 Mei 2004))
Beritakanlah Kabar Baik!

Bagaimana orang dapat selamat? Jawabnya hanya satu: hanya karena kasih-Nya yang memilih dan hikmat-Nya yang mengatur segala sesuatu, maka Injil dapat diberitakan kepada dan diterima oleh seseorang. Namun kesimpulan ini bisa membuat orang menjadi ekstrim. Inisiatif Allah tidak membuat orang boleh tidak merespons Injil. Juga kedahsyatan kuasa dan karya Allah tidak meniadakan keterlibatan para hamba-Nya. Allah dalam kasih-Nya memilih mendahului respons orang terhadap-Nya (ayat 13a). Sebaliknya dari meniadakan, pilihan Allah itu justru membangkitkan respons percaya orang yang dipilih-Nya (ayat 13b). Akibat atau bukti pilihan kekal itu akan terlihat dalam sikap nyata orang untuk memilih percaya kepada kebenaran Injil dan menyambut dorongan Roh untuk menguduskan hidupnya. Dalam kenyataan hidup kita sehari-hari akan terlihat apakah kita orang pilihan Allah atau bukan.

Pada masa kini, berbagai metode untuk berkomunikasi semakin berkembang. Internet, misalnya, membukakan kemungkinan untuk orang belajar dan mendapat informasi secara luas dan cepat. Pewartaan Injil melalui radio, pun sering menjadi sarana orang diselamatkan oleh Kristus. Drama, musik, tari-tarian juga menjadi piranti Tuhan bagi pewartaan Injil yang efektif. Perkumpulan, hobi, kelompok belajar juga arisan yang kita sukai dapat dipersembahkan kepada Tuhan untuk dipakai-Nya dan memberi kesempatan kepada kita untuk menjadi juruwarta-Nya.

Namun kita harus tetap ingat, bahwa, metode itu hanya alat dan selalu akan ada hambatan dan rintangan terhadap Injil. Kalau tidak demikian Paulus tidak akan minta agar jemaat di Tesalonika mendoakan dia dan kawan-kawannya (ayat 3:1-2) agar dilepaskan dari para pengacau dan orang-orang jahat.

Tekadku: Meski banyak rintangan tetap setia memberitakan Injil supaya banyak orang beroleh kesempatan merespons-Nya.

(0.10) (1Tim 4:11) (sh: Bertekun (Sabtu, 15 Juni 2002))
Bertekun

Seorang pelayan seperti Timotius harus dapat mengatasi segala sesuatu yang berpotensi untuk menyulitkan, mencemarkan, menghalangi, bahkan menggagalkan pelayanan yang dilakukannya. Untuk itu, ketekunan menjadi kata kunci yang harus Timotius cermati dan perhatikan. Ia tidak boleh membiarkan umurnya menjadi perintang bagi dirinya atau batu sandungan bagi orang lain. Karena itu, ia perlu menjadi teladan dalam perkataan, tingkah laku, kasih, dan kesuciannya (ayat 12). Timotius juga diminta untuk tetap bertekun dalam pembacaan dan pengajaran nas-nas Kitab Suci di antara jemaatnya (ayat 13), tidak lalai dalam mempergunakan karunia yang Tuhan berikan padanya (ayat 14), dan sungguh-sungguh membiarkan hidupnya dikuasai oleh hal-hal yang baik tersebut, sehingga kemajuannya nyata bagi orang-orang di sekitarnya (ayat 15). Timotius juga harus mengawasi dirinya sendiri dan ajarannya (ayat 1 6). K esemuanya itu harus dilakukannya dalam ketekunan (ayat 16). Singkatnya, Timotius harus memperhatikan semua aspek di dalam kehidupannya.

Akibat yang ditimbulkan dari semua ini adalah "engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau" (ayat 16). Melalui karya pelayanan Timotius dan melalui ketekunan Timotius di dalam melakukan hal-hal di atas tadi, Allah bekerja untuk menyelamatkan orang-orang yang mendengarkannya, dan juga diri Timotius sendiri.

Sebagai pelayan Tuhan, Timotius harus sungguh-sungguh memperhatikan hidupnya, mengusahakan hal-hal yang sempurna bagi Allah dalam ketekunan. Semua ini bertujuan tidak hanya agar orang tidak menganggap rendah diri Timotius karena umurnya, tetapi terutama demi terlaksananya panggilan Allah bagi Timotius (lih. 14).

Renungkan: Melayani Tuhan bukan hanya berarti menyisihkan sebagian waktu yang dikhususkan untuk Tuhan, tetapi, seperti yang pernah diajarkan rasul Paulus, mempersembahkan seluruh tubuh atau hidup kita (Rm. 12:1). Ketekunan kita sangat diperlukan di dalam mewujudkan semua hal tadi kehidupan kita sebagai pelayan-pelayan-Nya.

(0.10) (1Tim 5:17) (sh: Sikap terhadap para penatua (Selasa, 18 Juni 2002))
Sikap terhadap para penatua

Kelompok selanjutnya yang disebutkan Paulus dalam nasihatnya kepada Timotius adalah kepada para penatua. Paulus memberikan arahan tentang bagaimana seharusnya Timotius bersikap dalam menangani kondisi-kondisi yang mungkin terjadi di tengah-tengah jemaatnya, saat ia melayani bersama para penatua.

Para penatua patut menerima penghormatan yang pantas. Salah satu bentuk penghormatan itu dinyatakan dengan firman dari Tuhan Yesus, "seorang pekerja patut mendapatkan upahnya" (ayat 18). Masalah penghidupan dari seorang penatua yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar perlu mendapatkan perhatian dari jemaat. Kemudian, para penatua perlu dilindungi dari tuduhan-tuduhan tanpa dukungan keterangan saksi (ayat 19).

Walaupun begitu, tidak berarti ketegasan dan disiplin bagi para penatua diberlakukan secara longgar. Justru sebaliknya, Timotius harus menegur para penatua yang berbuat dosa di depan semua jemaat (ayat 20). Ia harus bertindak dalam segala sesuatu tanpa prasangka dan tanpa memihak (ayat 21). Dosa adalah dosa. Tidak boleh ada kompromi terhadap hal ini. Timotius juga harus bersikap hati-hati di dalam menetapkan dan mengangkat seseorang bagi suatu bentuk pelayanan. Jika tidak, Timotius punya andil dalam dosa yang timbul sebagai akibatnya (ayat 22).

Setelah diselingi tentang nasihat yang bersifat pribadi (ayat 23), Paulus beralih kepada kelompok lain: jemaat dari kalangan budak. Nasihat Paulus yang disampaikan kepada Timotius ini didasarkan pada satu prinsip, bahwa hidup sebagai seorang budak pun dapat dijalani secara Kristen sehingga membawa kemuliaan bagi nama Allah (ayat 6, bdk. 1Kor. 7:20-22). Dalam bagian ini, Paulus menunjuk pada satu godaan yang dapat timbul: tidak lagi segan kepada para pemilik budak yang juga Kristen. Persaudaraan yang saling mengasihi dalam Kristus seharusnya makin bertambah kuat, apa pun latar belakang masing-masing.

Renungkan: Hidup berjemaat berarti hidup saling menghormati dalam kasih dan saling menjaga yang lain agar jangan terpeleset ke dalam dosa.

(0.10) (2Tim 1:6) (sh: Allah sumber kekuatan (Sabtu, 24 Agustus 2002))
Allah sumber kekuatan

Dalam ketiga ayat ini, Paulus menasihatkan dan memperingatkan Timotius untuk melakukan tiga hal. Pertama, untuk mengobarkan karunia Allah yang diterimanya melalui penumpangan tangan Paulus (ayat 6). Karunia yang dimaksud di sini adalah segala pemberian Allah yang memungkinkan dan memperlengkapi Timotius untuk melayani di jemaat Efesus (bdk. 1Tim. 4:14). Karena itu, Paulus menasihatkan Timotius untuk mempergunakan karunia itu dengan lebih "berkobar lagi." Kedua, agar Timotius tidak merasa malu untuk memberitakan Injil dari Tuhan. Kemungkinan untuk merasa malu ini nyata bagi Timotius, karena Injil itu adalah dari Tuhan Yesus Kristus yang mati disalibkan sebagai seorang kriminal; Injil yang juga diberitakan oleh Paulus yang kini meringkuk sebagai tahanan (ayat 8a). Ketiga, agar Timotius mau ikut menderita bagi Injil tersebut (ayat 8b). Kata "ikut menderita" di ayat ini mengandung makna berbagi penderitaan.

Hal yang patut direnungkan lebih mendalam lagi adalah alasan-alasan mengapa Paulus meminta Timotius untuk melakukan ketiga hal tersebut. Paulus menunjuk pada apa yang telah Allah persiapkan. Allah sendiri yang telah memberikan karunia yang mempersiapkan dan memperlengkapi Timotius untuk pelayanan yang sedang dilakukannya. Selanjutnya, Allah tidak memberikan "roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban" (ayat 7). Kata "roh" yang disebut terakhir jelas menunjuk kepada Roh Kudus. Hanya Allahlah sumber kekuatan, terutama yang sanggup memberi kekuatan bagi Kristen dalam penderitaan. Karena itu, hanya Roh Kudus yang sanggup membangkitkan kekuatan dalam diri Kristen untuk menghadapi tiap tantangan. Juga hanya Roh Kudus yang sanggup membangkitkan kasih di dalam diri Kristen secara pribadi, dan di antara sesama Kristen, dan dalam kesaksian mereka dengan orang lain. Terakhir, hanya Roh Kudus juga yang sanggup menjadi sumber ketertiban hidup atau disiplin diri.

Renungkan: Kekuatan dalam menghadapi penderitaan, kasih, dan ketertiban hidup adalah tanda nyata kehadiran Roh Kudus dalam diri seorang Kristen dan kehidupannya.

(0.10) (Tit 1:5) (sh: Bukan syarat, tetapi pola hidup (Rabu, 26 September 2001))
Bukan syarat, tetapi pola hidup

Tugas seorang presiden adalah memimpin dan mengatur negara. Agar seseorang dapat menduduki jabatan tersebut, ada kriteria atau syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Misalnya, presiden adalah warga negara setempat, memeluk agama mayoritas negara tersebut, sehat jasmani-rohani, berpendidikan, berwawasan luas, dan jujur. Seseorang tidak akan menduduki jabatan presiden bila gagal memenuhi syarat-syarat tersebut. Syarat inilah yang dipakai sebagai standar pemilihan pemimpin bangsa.

Sebagaimana negara perlu aturan, jemaat Tuhan di Kreta pun demikian (ayat 5). Karena itu Paulus menyuruh Titus untuk memilih dan menetapkan penatua-penatua di tiap-tiap kota. Tugas mereka adalah memelihara, menggembalakan dan membimbing jemaat. Penetapan ini bertujuan agar kehidupan jemaat menjadi teratur. Namun, seperti halnya pemimpin negara, para penatua yang ditunjuk untuk menjalankan wewenang ini pun harus terlebih dahulu memenuhi segala persyaratan yang ditetapkan (ayat 6-9). Dua hal penting yang harus dipahami oleh para penatua jemaat dalam menjalankan tugas gerejawi adalah: [1] mereka harus mampu membimbing jemaat agar memahami ajaran yang benar, dan mau melakukannya; [2] mereka harus memiliki keberanian untuk menegur dan menyatakan kesalahan orang-orang yang melawan kebenaran dan mengajarkan ketidakbenaran.

Sebenarnya, syarat-syarat yang dikemukan oleh Paulus sebagai syarat pemilihan seorang penatua gereja adalah juga persyaratan yang harus dipenuhi oleh Kristen secara keseluruhan. Karena syarat- syarat tersebut lebih merupakan prinsip-prinsip hidup kristiani. Dan semua Kristen sudah seharusnya memenuhi persyaratan tersebut. Artinya, walaupun seseorang tidak menduduki suatu jabatan tua-tua atau majelis jemaat, bukan berarti ia dibebaskan dari persyaratan- persyaratan tersebut. Itu sebabnya persyaratan ini lebih tepat disebut pola hidup Kristen secara menyeluruh.

Renungkan: Perlu untuk Kristen cermati bahwa Kristen bisa memiliki pola hidup Kristiani yang benar adalah ketika pola hidupnya didasarkan dan berakar pada kebenaran Alkitab. Kristen harus mempertahankan kesetiaan dan keutuhan keluarga, kekudusan moral, keteladanan karakter, dan kehalusan budi bahasa.



TIP #24: Gunakan Studi Kamus untuk mempelajari dan menyelidiki segala aspek dari 20,000+ istilah/kata. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA